INDEKS GLIKEMIK DAN KARAKTERISASI KIMIA BERAS
ANALOG BERBAHAN DASAR JAGUNG, SORGUM, DAN
SAGU AREN
YANICA IVORY ANDRI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indeks Glikemik dan Karakterisasi Kimia Beras Analog Berbahan Dasar Jagung, Sorgum, dan Sagu Aren adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
ABSTRAK
YANICA IVORY ANDRI. Indeks Glikemik dan Karakterisasi Kimia Beras Analog Berbahan Dasar Jagung, Sorgum, dan Sagu Aren. Dibimbing oleh DIDAH NUR FARIDAH dan SLAMET BUDIJANTO.
Beras analog merupakan pangan alternatif mirip beras yang dibuat dari sumber karbohidrat selain padi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai indeks glikemik (IG) dan karakterisasi kimia (total fenol dan serat pangan) pada beras analog yang berbahan baku 1) jagung, sorgum, dan sagu aren (beras analog A) serta 2) jagung dan sagu aren (beras analog B). Pengujian IG menggunakan sampel darah manusia dan ditentukan dengan membandingkan luas dibawah kurva pangan uji (beras analog) yang setara dengan 25 gram karbohidrat dengan luas dibawah kurva pangan standar (25 gram glukosa). Beras analog A memiliki nilai IG sebesar 47.09, sedangkan beras analog B memiliki IG sebesar 52.31. Kedua beras analog termasuk dalam kategori pangan IG rendah. Rendahnya nilai IG dikarenakan adanya komponen fenol dan serat pangan yang terkandung pada beras analog.
Kata kunci: beras analog, fenol, indeks glikemik, serat pangan
ABSTRACT
YANICA IVORY ANDRI. Glycemic Index and Chemical Characterization of Analogues Rice from Corn, Sorghum, and Arenga Starch. Supervised by DIDAH NUR FARIDAH and SLAMET BUDIJANTO.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
INDEKS GLIKEMIK DAN KARAKTERISASI KIMIA BERAS
ANALOG BERBAHAN DASAR JAGUNG, SORGUM, DAN
SAGU AREN
YANICA IVORY ANDRI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Indeks Glikemik dan Karakterisasi Kimia Beras Analog Berbahan Dasar Jagung, Sorgum, dan Sagu Aren
Nama : Yanica Ivory Andri NIM : F24090062
Disetujui oleh
Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi Pembimbing I
Prof Dr Slamet Budijanto Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sehingga skripsi yang berjudul “Indeks Glikemik dan Karakterisasi Kimia Beras Analog Berbahan Dasar Jagung, Sorgum, dan Sagu Aren” berhasil diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Dr Didah Nur Faridah,MSi dan Prof Dr Slamet Budijanto selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, motivasi, nasihat, bimbingan serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Endang Prangdimurti,MSi selaku dosen penguji atas masukannya dalam menyempurnakan skripsi ini.
Terima kasih kepada F-Technopark Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bantuan dana sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Dengan penuh rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Joko Suyono dan Ibunda tercinta Munichah yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih kepada kakak Yanica Endra Laksmana serta seluruh keluarga atas dukungan, doa dan kasih sayangnya yang tiada putus kepada penulis.
Terima kasih kepada sahabat-sahabat tersayang Raki Ardi, Dwi Fitriani dan Annisa Rohmatin atas bantuan, dukungan, doa, kebersamaan dan canda tawanya. Kepada keluarga besar ITP 46 dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah menorehkan banyak warna dan memberikan kenangan terindah di kampus tercinta.
Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun turut memberikan dukungan, doa, dan tenaga, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan. Terima kasih.
Bogor, Juni 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODOLOGI PENELITIAN 2
Bahan 2
Alat 2
Metode Penelitian 2
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kadar Total Fenol Beras Analog 6
Kadar Serat Pangan Beras Analog 7
Hasil Proksimat Nasi Analog 8
Nilai Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Beras Analog 8
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 16
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia nasi analog (basis basah) 8
2 Nilai IG dan BG beberapa jenis nasi 10
3 Karakterisasi kimia beras analog 11
DAFTAR GAMBAR
1 Kadar total fenol beras analog 6
2 Kadar serat pangan beras analog 7
3 Nilai indeks glikemik nasi analog A dan nasi analog B 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Form pengukuran kadar glukosa darah relawan 16
2 Hasil independent sampel t-test proksimat nasi analog 16 3 Hasil independent sampel t-test kadar total fenol beras analog 18 4 Hasil independent sampel t-test serat pangan beras analog 19 5 Rekapitulasi data kadar glukosa darah 25 orang relawan uji
indeks glikemik nasi analog A 20
6 Rekapitulasi data kadar glukosa darah 25 orang relawan uji
indeks glikemik nasi analog B 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Seiring pertumbuhan penduduk, permintaan terhadap beras akan semakin meningkat. Peningkatan permintaan beras ini akan mengancam ketahanan pangan nasional jika tidak dapat terpenuhi. Salah satu alternatif untuk mencapai ketahanan pangan nasional adalah program diversifikasi pangan. Pada tahun 1960-an pemerintah telah mengajukan program diversifikasi pangan dengan menganjurkan konsumsi bahan pokok selain beras (Ariani 2010). Namun, hal ini masih sulit untuk diterapkan mengingat budaya masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Oleh karena itu, upaya untuk menciptakan pangan alternatif dengan mengolah bahan baku karbohidrat lain seperti jagung, sagu aren, dan sorgum menjadi beras analog diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan yang ada.
Beras analog merupakan produk mirip beras yang dibuat dari sumber karbohidrat selain padi dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras (Samad 2003). Beras analog yang digunakan dalam penelitian ini berbahan baku jagung, sorgum, dan sagu aren. Ketiga bahan baku tersebut memiliki indeks glikemik kisaran rendah sampai sedang yaitu jagung 59 dan sagu 28 (Foster-Powell et al. 2002; Haliza 2006 dalam Alfons dan Rivaie 2011) sehingga diperkirakan beras analog ini juga memiliki nilai indeks glikemik yang rendah.
Indeks glikemik (IG) pangan adalah sistem pengelompokan pangan berdasarkan potensinya dalam menaikkan kadar gula darah (Rizkalla et al. 2002). Penerapan konsep IG dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan maupun menjaga kesehatan. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah (Brouns et al. 2005). Pangan IG rendah diperlukan untuk mengendalikan rasa lapar, nafsu makan, dan kadar gula darah. Selain itu pangan IG rendah dapat membantu menurunkan berat badan (Miller et al. 1996). Oleh karena itu pangan IG rendah tidak hanya dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus saja tetapi juga oleh masyarakat umum untuk membantu menjaga kesehatan tubuh.
2
rendah. Senyawa fenol juga diketahui dapat menurunkan IG pangan melalui proses penghambatan enzim α-amilase (Tormo et al. 2004).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan nilai indeks glikemik pada dua produk beras analog yaitu yang berbahan baku (1) jagung, sorgum dan sagu aren dan (2) jagung dan sagu aren, serta menentukan karakterisasi sifat kimia beras analog tersebut yang meliputi total fenol dan serat pangan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai nilai indeks glikemik dan karakterisasi kimia (total fenol dan serat pangan) beras analog yang dapat dijadikan alternatif makanan pokok oleh masyarakat secara luas.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beras analog A (berbahan baku tepung jagung, tepung sorgum, dan sagu aren) dan beras analog B (berbahan baku tepung jagung dan sagu aren) yang diperoleh dari F-Technopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bahan untuk analisis proksimat meliputi heksana, H2SO4, HgO, K2SO4, larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, H3BO3, HCl, akuades, dan indikator metilen red-metilen blue. Bahan untuk analisis total fenol meliputi asam galat, etanol 95%, folin ciocalteau 50%, dan Na2CO3 5%. Bahan untuk analisis serat pangan meliputi larutan buffer fosfat 0.08 M pH 6.0, termamyl (120 L, Novo Laboratories), NaOH 0.275 N, amiloglukosidase (A-9913, Sigma Chemical), HCl 0.325 N, protease (P-3910, Sigma Chemical), etanol 78%, etanol 95%, aseton, dan untuk analisis uji indeks glikemik menggunakan sampel darah manusia.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glucometer One Touch Ultra, strip analisis glukosa, lancet, kapas swab steril, spektrofotometer, sentrifus, penangas air (waterbath), penyaring vakum, crucible dengan celite, dan alat gelas lainnya.
Metode Penelitian
3
Pengujian Nilai Indeks Glikemik (El 1999)
Produk beras analog dianalisis nilai indeks glikemiknya menggunakan sampel darah manusia. Sebelum pengukuran IG dilakukan, sebanyak 30 orang calon relawan yang seluruhnya adalah mahasiswa IPB menjalani proses screening. Persyaratan untuk menjadi relawan pengukuran IG yaitu sehat, non-diabetes, indeks massa tubuh (IMT) dalam kisaran normal 18-25 kg/m2, dan memiliki kadar gula darah puasa 60-100 mg/dL. Kemudian dari proses screening tersebut terpilih 25 orang relawan yang memenuhi persyaratan.
Pengukuran nilai IG pangan dilakukan dengan memberikan pangan uji dengan jumlah yang setara dengan 25 gram karbohidrat kepada seluruh subyek penelitian. Standar yang digunakan adalah glukosa murni. Pengujian IG dilakukan untuk mengetahui nilai IG produk yang diuji (beras analog). Sebelum pengambilan sampel darah, relawan harus menjalani puasa penuh (kecuali air putih) selama 10 jam (mulai pukul 22.00 sampai pukul 08.00 keesokan harinya). Pada hari pengambilan sampel darah, relawan mengonsumsi 1 porsi nasi yang jumlahnya setara dengan 25 gram karbohidrat. Setelah itu dilakukan pengambilan sampel darah.
Jumlah nasi analog yang diberikan dihitung berdasarkan kesetaraan dengan 25 gram karbohidrat glukosa murni (Rimbawan dan Siagian 2004). Kesetaraan tersebut dihitung dari total karbohidrat by difference yang didapat pada analisis proksimat. Jumlah nasi yang yang akan dikonsumsi ditentukan dengan rumus berikut:
umlah nasi ሺgሻ kadar karbohidrat sampel g karbohidrat g
Sampel darah yang diambil sebanyak ± μL (finger prick capillary blood sampel method) setiap 30 menit selama 2 jam (menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90, dan ke-120). Pengambilan darah juga dilakukan untuk menguji kadar IG glukosa murni dengan prosedur yang sama dengan pengambilan darah sampel nasi. Glukosa murni yang dikonsumsi oleh relawan sebanyak 25 gram. Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan alat Glucometer One Touch Ultra. Caranya dengan menempelkan sampel darah pada strip yang dihubungkan ke alat, kemudian alat tersebut akan mengukur dan memberi hasilnya secara cepat. Kadar gula yang ditunjukkan oleh alat uji dibuat menjadi grafik dengan sumbu X sebagai waktu pengambilan darah dan sumbu Y sebagai kadar glukosa darah, selanjutnya dihitung luas daerah dibawah kurva baik menggunakan rumus trapezoid. Nilai yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan luas kurva untuk pangan standar (glukosa murni) untuk mendapatkan nilai IG sampel dengan rumus berikut:
ndeks likemik ሺ ሻ luas kurva glukosaluas kurva sampel
Nilai IG akhir adalah nilai IG rata-rata 10 orang dari 25 orang relawan. Dari perhitungan nilai IG dapat pula diperoleh nilai beban glikemik (BG) produk. Nilai BG diperoleh dengan perhitungan:
eban likemik ( nilai karbohidrat per saji
Total Fenol (modifikasi Chotimarkron et al. 2008)
4
standar atau sampel sebanyak 0.5 ml dilarutkan dalam 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml air suling, dan 2.5 ml larutan reagen folin ciocalteau. Larutan selanjutnya didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap. Setelah ditambahkan 0.5 ml larutan Na2CO3, larutan diinkubasi kembali dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah inkubasi larutan divorteks dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 725 nm.
Analisis kadar total fenol pada produk dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu dengan metode yang dimodifikasi dari Chotimarkron et al. (2008) pada sampel tepung beras analog. Sebanyak 12.5 g tepung beras analog diekstrak dengan 25 ml etanol 95% (Rasio sampel : etanol 1:2), lalu diaduk dengan shaker selama 4 jam. Kemudian disentrifus 4000rpm selama 5 menit. Supernatan diambil untuk diuji dengan metode seperti dijelaskan sebelumnya. Analisis total fenol dilakukan untuk melihat kemampuan mereduksi dari komponen fenol. Prinsipnya adalah reduksi reagen fosfomolibdat dan fosfotungstat sehingga terbentuk kompleks warna biru (molibdenum blue) yang diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Total fenol dapat dihitung dengan rumus:
otal fenol
Total Serat Pangan (AOAC Official Methods 985.29 2005)
Semua prosedur analisis dilakukan terhadap blanko untuk melihat adanya endapan non serat yang berasal dari reagen atau enzim yang tersisa dalam residu dan dapat terhitung sebagai serat pangan. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g, dengan keakuratan hingga 0.1 mg, dalam gelas piala 200 ml. Perbedaan bobot antar sampel diusahakan tidak lebih dari 20 mg. Sebanyak 25 ml buffer fosfat 0.08 M pH 6.0 dimasukkan ke dalam gelas piala. Nilai pH diukur hingga pH 6.0±0.2. Sebanyak 0.05 ml larutan termamyl ditambahkan. Kemudian ditutup meng-gunakan kertas aluminium foil (alufo) dan diletakkan dalam air mendidih selama 15 menit, digoyangkan secara perlahan dalam interval waktu 5 menit. Waktu pemanasan dapat ditambahkan jika jumlah sampel yang ditempatkan di dalam waterbath menyulitkan untuk mencapai suhu internal antara 95-100oC. Termometer digunakan untuk memastikan tercapainya suhu 95-100oC selama 15 menit. Prosedur ini dapat dilakukan selama 30 menit. Selanjutnya larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang. Nilai pH ditepatkan hingga 7.5±0.2 dengan 5 ml NaOH 0.275 N.
5 Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60oC dengan agitasi kontinyu. Sebanyak 140 ml etanol 95% yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhunya 60oC (volume diukur setelah pemanasan) ditambahkan. Agar terbentuk endapan, sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit. Secara kuantitatif endapan disaring melalui crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang hingga keakuratannya mendekati 0.1 mg.
Residu dicuci dengan 3x10 ml etanol 78%, 2x5 ml etanol 95%, dan 2x5 ml aseton secara berturut-turut. Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian dan penyaringan bervariasi antara 0.1 sampai 6 jam, rata-rata waktu yang dibutuhkan ialah 0.5 jam per sampel. Lamanya waktu filtrasi dapat dikurangi dengan penghisapan vakum secara hati-hati.
Crucible yang mengandung residu dikeringkan selama satu malam di dalam oven vakum dengan suhu 70oC atau oven biasa pada suhu 105oC. Kemudian crucible didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mencapai 0.1 mg. Untuk memperoleh bobot residu, kurangi dengan bobot crucible dan celite.
Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25, kecuali pada kasus sampel yang diketahui nilai N dalam proteinnya. Sampel ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525oC. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg, dikurangi dengan bobot crucible dan celite untuk memperoleh bobot abu.
Penentuan blanko :
B = blanko = bobot residu – PB – AB (g) Bobot residu = bobot residu blanko (g) PB = bobot protein blanko (g)
AB = bobot abu blanko (g)
Perhitungan total serat pangan (TDF) :
TDF (%) = [(bobot residu – P – A – B) / bobot sampel] x 100 Bobot residu = bobot residu masing-masing sampel (g) P = bobot protein residu (g)
A = bobot abu residu (g) B = blanko (g)
bobot sampel = bobot sampel yang diambil (g)
Serat Pangan Tidak Larut (AOAC Official Methods 991.42 2005)
Prosedur yang dilakukan sama dengan analisis total serat pangan sampai tahap inkubasi dengan enzim selesai. Pada analisis serat pangan tidak larut, sampel tidak ditambahkan dengan etanol 95% 60°C. Residu dicuci dengan 2x5 ml air (melarutkan SDF), 2x5 ml etanol 95%, dan 2x5 ml aseton secara berturut-turut. Langkah pengeringan crucible dan analisis residu hingga tahap akhir serupa dengan prosedur total serat pangan.
Penentuan blanko :
B = blanko = bobot residu – PB – AB (g) Bobot residu = bobot residu blanko (g) PB = bobot protein blanko (g)
6
Perhitungan serat pangan tidak larut (IDF):
IDF (%) = [(bobot residu – P – A – B) / bobot sampel] x 100 Bobot residu = bobot residu masing-masing sampel (g) P = bobot protein residu (g)
A = bobot abu residu (g) B = blanko (g)
bobot sampel = bobot sampel yang diambil (g)
Serat Pangan Larut (by difference)
Kadar serat pangan larut (SDF) ditentukan dengan mengurangi kadar total serat pangan dengan kadar serat pangan tidak larut.
Perhitungan serat pangan larut (SDF): SDF (%) = TDF (%) - IDF (%)
Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan sebagai x±SD. Pengolahan data analisis nilai indeks glikemik nasi analog, total fenol, dan serat pangan menggunakan uji t dengan taraf signifikansi sebesar 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Total Fenol Beras Analog
Senyawafenolik merupakan antioksidan alami yang banyak terdapat pada tanaman. Pengukuran kadar total fenol dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan senyawa fenol yang terdapat pada beras analog yang digunakan dalam penelitian (Gambar 1).
7 Kadar total fenol beras analog A berbeda nyata (p<0.05) dengan beras analog B (Lampiran 3). Total fenol beras analog A lebih rendah daripada beras analog B. Beras analog A mengandung total fenol sebesar 0.10±0.00 mg GAE/ g sampel (bk), sedangkan beras analog B sebesar 0.16±0.00 mg GAE/ g sampel (bk). Hal ini disebabkan perbedaan komposisi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras analog. Beras analog B mengandung tepung jagung yang jumlahnya lebih banyak daripada beras analog A. Jagung memiliki kadar total fenol sebesar 2.607-3.201 mg GAE/g sampel (De la Parra et al. 2007). Menurut Estiasih dan Ahmadi (2011) kadar senyawa antigizi (dalam hal ini adalah fenol) menurun selama proses ektrusi. Oleh karena itu total fenol pada beras analog memiliki kadar yang jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakunya dikarenakan adanya proses ekstrusi pada saat pembuatan beras analog.
Kadar Serat Pangan Beras Analog
American Association of Cereal Chemist (2001) dalam Alvarez dan Sanchez (2006), mendefinisikan serat pangan sebagai bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi dinding usus halus, yang kemudian difermentasi di dalam usus besar.
Berdasarkan kelarutannya, serat pangan dibedakan menjadi serat larut (soluble dietary fiber) dan serat tidak larut (insoluble dietary fiber), tergantung kelarutan komponen serat tersebut di dalam air atau larutan bufer. Serat tak larut terutama terdiri atas yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, sementara serat larut antara lain pektin, gum, musilase, glukan dan alga (Almatsier 2001).
8
Hasil pengukuran serat pangan menunjukkan kadar total serat pangan (total dietary fiber atau TDF) serta serat tidak larut (insoluble dietary fiber atau IDF) antara beras analog A dan B tidak berbeda nyata (p>0.05) (Gambar 2). Total serat pangan beras analog A dan B berturut-turut yaitu 5.22% dan 5.18%, sedangkan kandungan serat tidak larutnya sebesar 2.80% dan 2.90%. Akan tetapi beras analog A dan B memiliki kandungan serat larut (soluble dietary fiber atau SDF) yang berbeda nyata (p<0.05) yaitu 2.43% dan 2.28% (Lampiran 4). Serat pangan tidak larut memiliki kemampuan penyerapan, densitas rendah dan meningkatkan sifat bulky dari fecal dan menurunkan waktu transit dalam usus. Serat pangan larut memiliki karakteristik mampu meningkatkan viskositas dan menurunkan respon glikemik dan kolesterol plasma. (Hamid dan Luan 2000). Menurut McIntosh dan Miller (2001) mekanisme serat pangan larut dalam menurunkan respon glikemik yaitu dengan membentuk gel sehingga menunda pengosongan lambung dan dengan demikian laju penyerapan glukosa dapat diperlambat.
Menurut Department of Nutrition, Ministry of Health and Institute of Health (1999) dalam Friska (2002) menyatakan bahwa makanan dapat diklaim sebagai sumber serat pangan apabila mengandung serat pangan sebesar 3-6 gram/100 gram. Berdasarkan hasil pengukuran, maka dapat dikatakan bahwa beras analog A dan B termasuk sumber serat pangan yang baik.
Hasil Proksimat Nasi Analog
Sebelum dilakukan pengujian IG, maka sampel dianalisis proksimat terlebih dahulu. Analisis proksimat diperlukan untuk menentukan kadar karbohidrat sampel sehingga dapat disetarakan dengan glukosa sebagai pangan standar yang diberikan kepada 25 orang relawan pada analisis IG. Hasil analisis proksimat pada nasi analog dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia nasi analog (basis basah) Sampel Kadar
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 0.05 Keterangan: KH = Karbohidrat
9
Nilai Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Beras Analog
Pengukuran nilai IG dilakukan dengan menggunakan 25 orang relawan yang telah memenuhi syarat-syarat pengukuran IG seperti sehat, non-diabetes, dan memiliki indeks massa tubuh (IMT) dalam kisaran normal 18-25 kg/m2 dan memiliki kadar gula darah puasa 60-100 mg/dL. Pengambilan darah relawan dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di ujung jari tangan. Hal ini dikarenakan darah yang diambil dari pembuluh darah ini memiliki variasi kadar glukosa darah pada relawan yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena. Glukosa darah yang diambil bereaksi dengan enzim glucose oxidase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat pada test strip pengujian. Reaksi tersebut menghasilkan potassium ferrocyanide, dimana jumlah yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terkandung pada sampel (Arkray 2001).
Data IG yang disajikan adalah data IG rata-rata 10 orang dari 25 orang relawan yang berpartisipasi. Penyajian data 10 orang dari total 25 orang relawan dikarenakan banyaknya bias data. Bias data tersebut adalah glukosa darah yang tidak stabil pada rentang waktu pengujian, terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Jika ditinjau menurut FAO dan WHO (1997), jumlah minimal relawan dalam pengukuran IG adalah 6 orang dengan syarat relawan adalah orang yang sama untuk masing-masing pangan yang diujikan, sehingga jumlah relawan pengukuran nilai indeks glikemik ini sudah memenuhi standar minimal.
Pada pengujian IG sampel yang diberikan kepada relawan adalah nasi dari beras analog A dan B. Setelah dilakukan analisis proksimat kemudian dihitung kesetaraannya dengan 25 g glukosa murni sehingga diperoleh jumlah nasi yang akan dikonsumsi relawan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jumlah nasi yang akan dikonsumsi oleh relawan, baik nasi dari beras analog A maupun B masing-masing sebanyak 84.09 g dan 70.78 g. Penggunaan kesetaraan 25 g merupakan modifikasi pemberian jumlah pangan uji yang akan diberikan pada relawan, yaitu setengah dari jumlah pangan uji yang disarankan (50 g karbohidrat). Menurut Mendosa (2006), jumlah pangan uji yang tidak setara dengan 50 g karbohidrat tidak akan mempengaruhi respon indeks glikemik pangan. Hal ini berlaku bila kontrol yang digunakan mengandung karbohidrat yang jumlahnya setara dengan kandungan karbohidrat pangan uji (Venn dan Green 2007). Nilai IG nasi dari beras analog disajikan pada Gambar 3.
10
Nilai IG nasi dari beras analog A dan beras analog B berturut-turut sebesar 47.09±4.79 dan 52.31±8.36. Nasi beras analog A memiliki IG yang lebih rendah dibandingkan dengan nasi beras analog B. Hal ini dikarenakan kandungan serat pangan larut (SDF) beras analog A (2.43%) lebih tinggi daripada beras analog B (2.28%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa serat pangan larut dapat menurunkan respon glikemik dengan membentuk gel sehingga dapat menunda pengosongan lambung dan memperlambat laju penyerapan glukosa (McIntosh dan Miller 2001). Walaupun demikian, hasil uji statitistik dengan uji t terhadap nilai IG menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara beras analog A dan beras analog B (Lampiran 9).
Tabel 2 Nilai IG dan BG beberapa jenis nasi Sampel (g/takar-KH* *KH = karbohidrat, Keterangan: 1. Murray et al. (2005), 2. Soetrisno dan Apriyantono (2005), 3. Meutia (2013), 4. Yahya (2012), 5. Andri (2013)
Menurut Miller (1996) berdasarkan respon glikemiknya, pangan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pangan IG rendah (IG<55), IG sedang (55<IG<70) dan IG tinggi (IG>70). Berdasarkan pengelompokan tersebutIG nasi analog A (47.09) dan B (52.31) termasuk kategori pangan IG rendah. Nilai IG nasi analog memiliki tingkatan yang sama dengan nasi merah yang dikenal sebagai nasi yang sehat untuk dikonsumsi karena IG-nya yang rendah. Karbohidrat pada pangan yang memiliki IG rendah akan dipecah dan diabsorpsi dengan lambat, sehingga menghasilkan peningkatan glukosa darah dan insulin secara lambat dan bertahap. Pangan yang memiliki IG rendah dihubungkan dengan penurunan kejadian penyakit jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker (Brand-Miller 2007; Brand-Miller et al. 2003; Jenkins 2007; Roberts 2000; Wolever dan Mehling 2002). Selain untuk penderita diabetes, mengonsumsi pangan dengan IG rendah juga ditujukan kepada konsumen umum untuk membantu menjaga kesehatan tubuh. Hal ini karena pangan IG rendah dapat mengendalikan rasa lapar, nafsu makan, dan kadar gula darah. Selain itu pangan IG rendah dapat membantu menurunkan berat badan (Miller et al. 1996).
11
Beras analog A memiliki kadar total fenol 0.10 mg GAE/g sampel dan total serat pangan 5.22% dengan serat pangan larutnya 2.43%. Beras analog B memiliki kadar total fenol 0.16 mg GAE/g sampel dan total serat pangan 5.18% dengan serat pangan larutnya 2.28%. Sebagai perbandingan, nasi putih memiliki nilai IG yang tinggi yaitu sebesar 72. Jika dilihat dari karakteristik kimianya, beras putih (beras sosoh) memiliki kadar total serat pangan dan total fenol yang jauh lebih rendah dibandingkan beras analog. Beras putih memiliki kadar total serat pangan sebesar 0.6% dengan kandungan serat pangan larutnya <0.5% (Ohtsubo et al. 2005) dan total fenol 0.044 mg GAE/g sampel (Qiu 2009).
Senyawa fenol diketahui dapat menurunkan IG pangan melalui proses
penghambatan enzim α-amilase (Tormo et al. 2004). Enzim α-amilase adalah enzim yang dapat memecah karbohidrat menjadi gugus gula sederhana. Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar saliva dan pankreas (Sardesai 2003). Penghambatan kerja enzim α-amilase oleh α-amilase inhibitor adalah dengan cara memblok jalan masuk substrat ke sisi aktif enzim, sehingga akan menganggu daya cerna karbohidrat dan berdampak pada penurunan penyerapan kadar gula darah secara cepat (Obiro et al. 2008). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, fenol yang terkandung dalam bahan baku berpotensi juga untuk menurunkan daya cerna pati beras, hal tersebut juga dapat menurunkan nilai indeks glikemik beras analog.
Serat pangan merupakan komponen yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim. Serat pangan akan mempengaruhi pencernaan karbohidrat di dalam usus sehingga memperlambat kenaikkan kadar glukosa darah (Bjorck dan Elmstahl 2003). Serat pangan larut memiliki kemampuan menurunkan respon glukosa darah disebabkan oleh (1) Adanya peningkatan viskositas di lambung maupun intestin menyebabkan penurunan jumlah karbohidrat yang dapat dicerna (barrier terhadap enzim) dan gula sederhana yang dapat diserap, (2) Serat makanan menyebabkan perubahan level hormon di saluran pencernaan, penyerapan zat gizi dan sekresi insulin, (3) Serat makanan membantu meningkatkan sensivitas insulin, menstabilkan level gula darah sehingga melindungi komplikasi akibat diabetik (Alvarez dan Sanchez 2006).
Walaupun nilai IG-nya rendah, namun nasi dari beras analog memiliki rasa dan bau yang kurang diminati. Hal ini disebabkan adanya bau jagung yang terlalu kuat dan rasa nasi yang berbeda dengan nasi putih pada umumnya. Oleh karena itu diperlukan penambahan bahan pangan yang dapat memperbaiki sensori nasi analog terutama dari segi rasa. Bahan pangan yang ditambahkan tentunya yang memiliki nilai IG rendah juga. Bahan pangan tersebut misalnya kacang-kacangan. Kacang-kacangan memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat memperbaiki sensori terutama dari segi rasa dan tekstur, memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai gizi, serta mengandung zat antigizi yang dapat
Tabel 3 Karakterisasi kimia beras analog
12
menurunkan IG pangan. Zat antigizi yang terkandung dalam kacang-kacangan antara lain polifenol, antitripsin, saponin maupun fitat (Noor 2003). Zat anti gizi ini dapat memperlambat pencernaan karbohidrat di dalam usus halus, sehingga menurunkan IG pangan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kacang-kacangan umumnya memiliki IG yang rendah. Sebagai contoh, IG kacang merah 24-32, IG kedelai 15-21, IG kacang tanah 23 dan IG kacang hijau 32 (Foster-Powell et al. 2002, Marsono et al. 2002).
Indeks glikemik memberikan informasi kecepatan perubahan karbohidrat menjadi glukosa darah, tetapi tidak memberikan informasi mengenai banyaknya karbohidrat dan dampak pangan tertentu terhadap glukosa darah. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengetahui banyaknya karbohidrat terhadap kenaikan glukosa dapat dilihat dari beban glikemik. Beban glikemik memberikan informasi lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah yang ditunjukkan oleh indeks glikemik (Foster-Powell et al. 2002).
Nilai BG berbanding lurus dengan nilai kandungan karbohidrat, yang berarti bahwa semakin tinggi kandungan karbohidrat maka semakin besar BG makanan tersebut dengan IG yang sama (Jenkins et al. 1981 dalam Panjaitan 2011). Manfaat BG didasarkan pada ide bahwa makanan dengan IG tinggi namun dalam jumlah kecil akan memiliki efek yang sama dengan makanan yang mempunyai IG rendah tetapi jumlahnya lebih banyak (Berra dan Rizzo 2009). Kecepatan peningkatan kadar gula darah berbeda untuk setiap jenis makanan, untuk itu dianjurkan meningkatkan konsumsi makanan dengan IG rendah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi BG makanan secara keseluruhan. Menurut Venn dan Green (2007) BG pangan dapat diklasifikasikan menjadi BG rendah (≤10), BG sedang (11-19), dan BG tinggi (≥20). Semakin tinggi BG maka efek kenaikan kadar gula darah akan semakin besar. Konsumsi dalam jangka panjang terhadap pangan yang memiliki nilai BG yang tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner (Liu et al. 2000)
Pada perhitungan BG nasi analog ini digunakan jumlah sajian sebanyak 150 g berdasarkan jumlah sajian untuk nasi putih dan nasi merah di Indonesia pada umumnya (Regina 2012). Pada takaran saji 150 g nasi analog A memiliki BG rendah yaitu 9.33, sedangkan nasi analog B memiliki BG sedang yaitu 12.31. Nasi analog memiliki BG yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nasi putih yang memiliki BG 26.00 (kategori tinggi). Hal ini menunjukkan konsumsi nasi analog pada jumlah yang sama dengan nasi putih akan lebih lambat menaikkan kadar glukosa darah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
13 analog A memiliki kadar total fenol 0.10 mg GAE/ g sampel (bk) dan total serat pangan 5.22% (bk) dengan kandungan serat larutnya 2.43% (bk). Sedangkan beras analog B memiliki kadar total fenol 0.16 mg GAE/ g sampel (bk) dan total serat pangan 5.18% (bk) dengan kandungan serat larutnya 2.28% (bk). Pada takaran saji 150 g nasi analog A memiliki BG rendah (9.33) dan nasi analog B memiliki BG sedang (12.31).
Saran
Nasi dari beras analog yang dianalisis memiliki sensori yang kurang diminati terutama dari segi rasa dan bau. Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi nasi dari beras analog yang memiliki nilai IG rendah tetapi rasa dan baunya dapat diterima. Pentingnya pemilihan varietas bahan baku terutama dalam pemilihan varietas jagung yang memiliki bau tidak terlalu kuat. Selain itu penambahan bahan lain yang memiliki nilai IG rendah tetapi dapat memperbaiki rasa, seperti kacang-kacangan dapat lebih meningkatkan palatabilitas dan nilai gizi nasi dari beras analog.
DAFTAR PUSTAKA
Alfons JB, Rivaie AA. 2011. Sagu mendukung ketahanan pangan dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Perspektif. 10(2):81-91.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Álvarez EE, Sánchez PG. 2006. Dietary Fiber. J. Nutr Hosp. 21(2):60-71.
Ariani M. 2010. Diversifikasi pangan pokok mendukung swasembada beras. Prosiding Pekan Serealia Nasional ISBN 978-979-8940-29-3.
Arkray . 2001. Instruction Manual for Glucometer. Kyoto (JP): Arkar Corp. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Arlington (VG): AOAC Inc.
Augustin LS, Franceschi S, Jenkins DJA, Kendall CWC, Vecchia CL. 2002. Glycemic index in chronic disease: a review. Eur J Clin Nutr. 56:1049-1071 Berra B, Rizzo AM. 2009. Glycemic index, glycemic load, wellness and beauty:
the state of the art. J Clin Dermatol. 27:230-235.
Bjorck I, Elmstahl HL. 2003. The glycaemic index: importance of dietary fibre and other food properties. Proceedings of the Nutrition Society 62:201-206. doi: 10.1079/PNS2002239.
Brand-Miller J. 2007. The glycemic index as a measure of health and nutritional quality: An Australian perspective. J Cereal Foods World. 52:41–44.
Brand-Miller J, Hayne S, Petocz P, Colagiuri S. 2003. Low-glycemic index diets in the management of diabetes: A meta-analysis of randomized controlled trials. J Diabetes Care, ProQuest Agriculture Journals. 26(8):2261–2267 Brouns F, Bjorck I, Frayn KN, Gibbs AL, Lang V, Slama G, Wolever TMS. 2005.
14
Chotimarkron C, Soottawat B, Nattiga S. 2008. Antioxidant component and properties of five long grained rice bran extracts from commercial available cultivar in Thailand. J Food Chem. 111:634-641.
De la Parra C, Serna-Saldivar S, Liu RH. 2007. Effect of processing on the phytochemical profiles and antioxidant activity of corn for production of masa, tortillas, and tortilla chips. J Agricultur and Food Chem. 55:4177-4183
El SN. 1999. Determination of glycemic index for some breads. J Food Chem. 67:67-69.
Estiasih T, Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara
[FAO dan WHO] Food Agriculture Organization and World Health Organization. 1997. FAO/WHO Expert Consultation: Effects of food processing on dietary carbohydrates. Food Agriculture Organization [internet]. [diacu 2013 Maret 20]. Tersedia dari: http://fao.org.
Foster-Powell KF, Holt SHA, Miller JCB. 2002. International table of glycemic index and glycemic load value: 2002. Am J Clin Nutr. 76:5-56.
Friska T. 2002. Penambahan sayur bayam (Amaranthus tricolor L.), sawi (Brassica juicea L.) dan wortel (Daucus carota L.) pada pembuatan crackers tinggi serat makanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hamid AA, Luan YS. 2000. Functional properties of dietary fiber prepared from deffated rice bran. J Food Chem. 68:15-19.
Jenkins AL. 2007. The glycemic index: Looking back 25 years. J Cereal Foods World. 52:50–53.
Liu S, Willet W, Stampfer M, Hu F, Franz M, Sampson L, Hennekens C, Manson J. 2000. A prospective study of dietary glycemic load, carbohydrate intake, and risk of coronary heart disease in US women. Am J Clin Nutr. 71:1455-1461 Marsono Y, Wiyono P, Noor Z. 2002. Indeks glikemik kacang-kacangan. J Teknol
Ind Pangan. 13:211-216.
McIntosh M, Miller C. 2001. A diet containing food rich in soluble and insoluble fiber improves glycemic control and reduces hyperlipidemia among patients with type 2 diabetes mellitus. Nutrition Reviews, ProQuest Agriculture Journals. 59(2):52-55.
Mendosa. 2006. The glycemic index [internet].[diacu 2013 Maret 1]. Tersedia dari: http://mendosa.com.
Meutia. 2013. Pengaruh penambahan ekstrak teh hijau pada pengolahan beras ekstrusi terhadap penurunan indeks glikemik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Miller JB, Pang E, Bramall L. 1996. Rice : a high or low glycemic index food?. Am J Clin Nutr. 56 : 1034-1036.
Murray M, Pizzorno J, Pizzorno L. 2005. The Encyclopedia of Healing Foods. USA: Time Warner Books.
Noor Z. 2003. The potensial of legume as functional food for insulin independent diabetes mellitus. Paper presented at Internat. Conference on Functional and Health Foods: Market, Technology & Health Benefit. Yogyakarta, Indonesia: Gajah Mada Univ. August 26-27, 2003.
15 Ohtsubo K, Suzuki K, Yasui Y, Kasumi T. 2005. Bio-functional component in the processed pre-germinated brown rice by a twin-screw extruder. J Food Composition and Analysis. 18:303-316.
Panjaitan RR. 2011. Hubungan antara indeks glikemik dan beban glikemik dengan insulin-like growth factor-1 pada pasien akne vulgaris [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Qiu Y. 2009. Antioxidant activity of commercial wild rice and characterization of phenolic compounds by HPLC-DAD-ESI-MS/MS [tesis]. Ottawa (CA): University of Manitoba.
Regina. 2012. Daftar indeks glikemik makanan [internet]. [diacu 2013 Maret 20]. Tersedia dari: http://diabetesmelitus.org.
Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks glikemik pangan. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Rizkalla SW, Bellisle F, Slama G. 2002. Health benefits of low glycaemic index foods, such as pulses, in diabetic patients and healthy individuals. Br J Nutr. 88 (Suppl 3): 255-262. doi: 10.1079/BJN2002715.
Roberts SB. 2000. High-glycemic index foods, hunger, and obesity: Is there a connection?. Nutrition Reviews. 58:163–169.
Samad MY. 2003. Pembuatan beras tiruan (artificial rice) dengan bahan baku ubi kayu dan sagu. J Saint dan Teknologi. BPPT VII.IB.02.
Sardesai VM. 2003. Introduction to Clinical Nutrion, 2nd Ed. New York (US) : Marcel Dekker Inc.
Soetrisno USS, Apriyantono RRS. Formula Karbohidrat dan Protein Terolah untuk Makanan Jajanan Glikemik Tinggi. Prosiding Temu llmiah Kongres Xlll PERSAGI 2005 Denpasar Bali, pp. 349 : 352.
Tormo MA, Exojo IG, Tejada AR, Campillo JE. 2004. Hypoglycaemic and
anore igenic activities of an α-amylase inhibitor from white kidney beans (Phaseolus vulgaris) in Wistar rats. Br J Nutr. 92:785-790. doi: 10.1079/BJN20041260.
Venn BJ, Green TJ. 2007. Glycemic index and glycemic load: measurement issues and their effect on diet-disease relationships. Eur J Clin Nutr. 61 (Suppl 1):122-131. doi: 10.1038/sj.ejcn.1602942
Wolever TMS, Mehling C. 2002. High-carbohydrate-low-glycemic index dietary advice improves glucose disposition index in subjects with impaired glucose tolerance. Br J Nutr. 87:477–487.
16
Lampiran 1 Form pengukuran kadar glukosa darah relawan Tanggal pengukuran :
Jenis sampel :
No Nama Kadar glukosa darah Ket Jam 0 Jam 30 Jam 60 Jam 90 Jam 120 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran 2 Hasil independent sampel t-test proksimat nasi analog
Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kadar_air A 2 68.4200 .15556 .11000
B 2 60.5500 1.20208 .85000
Kadar_abu A 2 .1850 .00707 .00500
B 2 .2100 .00000 .00000
Kadar_protein A 2 1.4300 .04243 .03000
B 2 3.6800 .01414 .01000
Kadar_lemak A 2 .2400 .00000 .00000
B 2 .2450 .00707 .00500
Kadar_karbohidrat A 2 29.7250 .19092 .13500
17
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil independent sampel t-test proksimat nasi analog
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
18
Lampiran 3 Hasil independent sampel t-test kadar total fenol beras analog
Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Nilai Total Fenol A 2 .102100 .0007071 .0005000
Total Fenol B 2 .161150 .0006364 .0004500
Independent Samples Test
Nilai
Equal variances assumed
Equal variances not
assumed
Levene's Test for Equality of Variances
F 8.788E13
Sig. .000
t-test for Equality of Means T -87.783 -87.783
Df 2 1.978
Sig. (2-tailed) .000 .000
Mean Difference -.0590500 -.0590500
Std. Error Difference .0006727 .0006727
95% Confidence Interval of the Difference
Lower -.0619443 -.0619751
19 Lampiran 4 Hasil independent sampel t-test serat pangan beras analog
Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
TDF A 4 5.2200 .15769 .07885
B 4 5.1750 .14480 .07240
IDF A 4 2.7975 .08995 .04498
B 4 2.8950 .08583 .04291
SDF A 4 2.4275 .09708 .04854
B 4 2.2775 .07136 .03568
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
TDF Equal variances
assumed .001 .971 .420 6 .689 .04500 .10704 -.21693 .30693
Equal variances
not assumed .420 5.957 .689 .04500 .10704 -.21739 .30739
IDF Equal variances
assumed .001 .971 -1.568 6 .168 -.09750 .06217 -.24961 .05461
Equal variances
not assumed -1.568 5.987 .168 -.09750 .06217 -.24970 .05470
SDF Equal variances
assumed .762 .416 2.490 6 .047 .15000 .06024 .00259 .29741
Equal variances
20
21 Lampiran 5 (lanjutan) Rekapitulasi data kadar glukosa darah 25 orang relawan
uji indeks glikemik nasi analog A
22
23 Lampiran 7 Kadar glukosa darah nasi analog A terpilih (rata-rata 10 relawan)
Relawan Jenis
Kadar gula darah Luas daerah di
bawah kurva
IG 0 30 60 90 120
1 Standar 84 136 138 94 75 3408.95 52.83 Sampel 80 141 78 83 88 1801.02
2 Standar 88 149 122 73 74 2693.94 40.65 Sampel 82 94 93 86 101 1095
3 Standar 89 121 133 121 86 3198.88 52.07 Sampel 84 119 105 83 76 1665.72
4 Standar 79 137 137 71 68 3374.44 52.90 Sampel 76 103 96 84 85 1785
5 Standar 80 145 138 87 82 3930 47.68 Sampel 81 104 109 95 73 1873.63
6 Standar 90 185 146 110 72 4987.9 41.23 Sampel 90 126 113 100 89 2056.35
7 Standar 76 154 99 92 64 3527.1 42.74 Sampel 91 123 108 93 85 1507.5
8 Standar 86 181 178 99 77 5920.24 43.47 Sampel 95 149 125 98 82 2573.43
9 Standar 84 140 122 96 75 3102.84 49.67 Sampel 87 120 108 80 85 1541.25
10 Standar 93 146 159 90 65 3527.1 47.63 Sampel 91 117 108 98 103 1680
24
Lampiran 8 Kadar glukosa darah nasi analog B terpilih (rata-rata 10 relawan)
Relawan Jenis
Kadar gula darah Luas daerah di
bawah kurva
IG 0 30 60 90 120
1 Standar 86 127 113 81 78 1976.68 62.98 Sampel 83 109 88 91 88 1245
2 Standar 81 104 109 95 73 1873.63 42.56 Sampel 83 105 88 82 80 797.5
3 Standar 84 136 138 94 75 3408.95 50.69 Sampel 84 117 108 85 80 1728
4 Standar 87 140 118 90 86 2598.75 49.64 Sampel 87 123 94 87 85 1290
5 Standar 89 151 145 89 87 3540 47.27 Sampel 85 133 95 77 81 1673.35
6 Standar 88 152 108 98 95 2925 57.78 Sampel 86 124 106 82 80 1690
7 Standar 98 164 124 91 83 2677.32 51.08 Sampel 92 120 105 97 91 1367.5
8 Standar 75 132 121 86 74 3406.25 63.87 Sampel 88 134 115 87 85 2175.56
9 Standar 86 148 125 75 73 2901.3 38.83 Sampel 89 103 112 90 80 1126.5
10 Standar 78 127 104 88 75 2515.4 58.44 Sampel 75 118 79 77 75 1470
25 Lampiran 9 Hasil independent sampel t-test indeks glikemik beras analog
Group Statistics
Mean Difference -5.12700 -5.12700
Std. Error Difference 3.02627 3.02627
95% Confidence Interval of the Difference
Lower -11.48495 -11.61284
Upper 1.23095 1.35884
Lampiran 10 Contoh kurva kadar gula darah pengujian IG (Subjek 4)
26