• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Karakterisasi Beras Analog Fungsional Yang Diperkaya Dengan Rempah-Rempah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Karakterisasi Beras Analog Fungsional Yang Diperkaya Dengan Rempah-Rempah"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTERISASI BERAS ANALOG FUNGSIONAL

YANG DIPERKAYA DENGAN REMPAH-REMPAH

MAYA INDRA RASYID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Karakterisasi Beras Analog Fungsional yang Diperkaya dengan Rempah-Rempah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Maya Indra Rasyid

NIM F251120111

(4)
(5)

RINGKASAN

MAYA INDRA RASYID. Studi Karakterisasi Beras Analog Fungsional yang Diperkaya dengan Rempah-Rempah. Dibimbing oleh SLAMET BUDIJANTO dan NANCY DEWI YULIANA.

Beras analog merupakan beras yang terbuat dari bahan non beras melalui proses ekstrusi. Pengembangan beras analog fungsional merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan variasi produk pangan fungsional yang bersifat dapat mencegah dan mengobati penyakit degeneratif seperti diabetes. Sifat fungsional tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan bakunya seperti halnya rempah. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, daun salam, jahe dan sereh mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat dalam mencegah dan mengobati penyakit diabetes. Resep penambahan rempah dalam pembuatan nasi berempah yang umum dibuat di Indonesia dapat digunakan dalam formula pembuatan beras analog fungsional. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan beras analog berbahan baku sorgum dan sagu. Rempah yang ditambahkan dalam penelitian ini terdiri dari bawang merah, bawang putih, daun salam, jahe dan sereh. Penambahan rempah dalam formulasi pembuatan beras analog bertujuan untuk mendapatkan penerimaan sensori yang baik serta untuk mendapatkan beras analog berdaya cerna rendah yang berpotensi menjadi pangan fungsional bagi penderita diabetes.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendapatkan formula penambahan rempah terbaik dalam pembuatan beras analog berbasis sorgum dan sagu berdasarkan karakteristik sensori, (2) melihat pengaruh penambahan rempah terhadap daya cerna pati secara in vitro dan karakteristik fisiko-kimia beras analog, dan (3) menghasilkan produk beras analog yang memiliki daya cerna pati rendah dan dapat berpotensi sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes.

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu: (1) tahap persiapan dan karakterisasi bahan baku, (2) tahap penentuan formula rempah dan pembuatan beras analog, (3) tahap analisis daya cerna pati terhadap formula beras analog terpilih dari setiap tahapan proses (4) tahap karakterisasi fisik dan kimia beras analog terpilih. Penambahan bubuk rempah dalam pembuatan beras analog terdiri dari 0, 0.25, 0.5, 1, 2 dan 3% dari total berat tepung. Beras analog dibuat dengan teknologi ekstrusi menggunakan ekstruder ulir ganda. Pemilihan formula terbaik dilakukan dengan uji hedonik menggunakan 70 orang panelis tidak terlatih.

(6)

daya cerna pati yang lebih rendah dibandingkan dengan nasi beras sosoh sehingga diharapkan dapat berpotensi digunakan sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes. Namun, beras analog yang dihasilkan masih memiliki kekurangan dari parameter warna. Untuk memperbaiki hal tersebut disarankan agar menambahkan angkak dalam adonan beras analog. Dengan demikian diharapkan beras analog yang dihasilkan akan memiliki warna yang menyerupai seperti warna beras merah.

(7)

Key words: extrusion, rice analogue, sago, sorghum, spices, starch digestibility

SUMMARY

MAYA INDRA RASYID. Study on Characterization of Functional Rice Analogue Enriched with Spices. Supervised by SLAMET BUDIJANTO and NANCY DEWI YULIANA.

Rice analogue is rice made from non-rice ingredients through the extrusion process. Functional rice analogue development is one of the alternatives to provide functional food products that can be beneficial to prevent degenerative diseases such as diabetes. This functional properties is resulted from the bioactive compounds content of rice ingredients. One of the plant based ingredients rich in bioactive component is spice. Various studies have showed that spices such as onion, garlic, salam leaves, ginger and lemongrass contain bioactive components that are beneficial in preventing and treating diabetes. Spices combination which often used in various Indonesian rice recipe can be used in the production formula of functional rice analogue. In this study, rice analogue was produced from sorghum and sago. Spices added in this study consisted of onion, garlic, salam leaves, ginger and lemongrass. Spices addition in the formulation of rice analogue aimed to obtain a good sensory acceptance and to obtain rice analogue with low digestibility that can be useful for diabetics.

This study aimed (1) to obtain the best spice composition to obtain sorghum- and sago- based rice analogue based on sensory characteristics, (2) to observe the effect of spice addition on in vitro starch digestibility and physico-chemical characteristics of rice analogue, (3) to obtain functional rice analogue product with low starch digestibility as a functional food alternative for diabetics.

This study consisted of several steps: (1) preparation and characterization of raw materials, (2) determination of spices formulation and rice analogue production, (3) starch digestibility analysis of sample taken each rice analogue processing step (4) physical and chemical characterizations of selected rice analogue. The addition of powdered spices in the rice analogue production consisted of 0, 0.25, 0.5, 1, 2 and 3% of the total flour weight. Rice analogue was produced by extrusion technology using twin screw extruder. Selection of the best formula was conducted using the hedonic test with 70 untrained panelists.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

STUDI KARAKTERISASI BERAS ANALOG FUNGSIONAL

YANG DIPERKAYA DENGAN REMPAH-REMPAH

MAYA INDRA RASYID

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKARTA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai dengan Juni 2014 ini ialah beras analog fungsional, dengan judul Studi Karakterisasi Beras Analog Fungsional yang Diperkaya dengan Rempah-Rempah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Slamet Budijanto dan Ibu Dr Nancy Dewi Yuliana selaku pembimbing. Terima kasih kepada staf F- TehcnoPark IPB dan laboran Laboratorium ITP IPB yang telah membantu. Terima kasih kepada para sahabat atas segenap bantuannya. Ungkapan terima kasih dan rasa hormat yang tak terhingga saya sampaikan kepada ayah, ibu, suami, ayah mertua, ibu mertua dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA Beras Analog 3 Sorgum (Sorgumbicolor L. Moench) 3 Sagu (Metroxylon sagu Rottb) 4

Bawang Merah (Allium cepa L) 4

Bawang Putih (Allium sativum) 4 Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) 5

Jahe ( Zingiber officinale Roscoe) 5

Sereh (Cymbopogon citratus) 6

Ekstrusi 6

Diabetes Melitus 7

3 METODE Lokasi Penelitian dan Waktu 7

Bahan dan Alat 7 Metode Penelitian 8

Prosedur Analisis 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan Baku 17

Pembuatan Beras Analog Dengan Penambahan Rempah dan Penentuan Formulasi Terbaik Berdasarkan Analisis Sensori 18

Daya Cerna Pati Secara In Vitro Terhadap Formula Beras Analog Terpilih 21

Karakterisasi Fisik Dan Kimia Terhadap Formula Beras Analog Terpilih 24 Manfaat Beras Analog Bagi Penderita Diabetes 28 5 SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

(14)

DAFTAR TABEL

1 Formula penambahan rempah yang diujicobakan pada pembuatan

beras analog 10

2 Karakteristik kimia bahan baku untuk pembuatan beras analog 17 3 Hasil analisis sensori terhadap nasi beras analog berempah 20

4 Daya cerna pati sampel F1, F4 dan beras sosoh 22

5 Daya cerna pati sampel F1 pada setiap tahapan proses pengolahan 23 6 Daya cerna pati sampel F4 pada setiap tahapan proses pengolahan 23

7 Karakteristik fisik beras analog F1 dan F4 24

8 Karakteristik kimia beras analog F1 dan F4 26

DAFTAR GAMBAR

1 Pembuatan Tepung Sorgum 8

2 Pembuatan bubuk rempah 9

3 Prosedur Pembuatan Beras Analog 10 4 Beras analog dengan penambahan rempah 18 5 Nasi analog dengan penambahan rempah 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji mutu sensori nasi analog berempah 36 2 Hasil uji statistik mutu sensori nasi analog berempah 48 3 Hasil analisis daya cerna pati beras analog F1 dan F2 pada setiap tahapan proses 54 4 Hasil uji statistik analisis daya cerna pati beras analog F1 dan F2 pada setiap tahapan proses 57

5 Hasil uji t-test nila L*, +a dan +b beras analog F1 dan F4 60

6 Hasil uji t-test bobot 1000 butir beras analog F1 dan F4 61

7 Hasil uji t-test densitas kamba beras analog F1 dan F4 62

8 Hasil uji t-test kadar air beras analog F1 dan F4 63

9 Hasil uji t-test kadar abu beras analog F1 dan F4 64

10 Hasil uji t-test kadar lemak beras analog F1 dan F4 65

11 Hasil uji t-test kadar protein beras analog F1 dan F4 66

12 Hasil uji t-test kadar karbohidrat beras analog F1 dan F4 67

13 Hasil analisis kadar amilosa beras analog F1 dan F4 68

14 Hasil uji t-test kadar amilosa beras analog F1 dan F4 69

(15)

Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya peningkatan gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dalam waktu yang lama yang disebabkan karena adanya gangguan produksi, sekresi insulin atau resistensi insulin (FAO, 2014). Berdasarkan laporan WHO (2006) jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2000 mencapai 171 juta orang dan diperkirakan akan meningkat sebanyak 366 juta orang pada tahun 2030. Menurut Wild et al. (2004), penderita diabetes di Indonesia berjumlah 8.4 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21.3 juta orang pada tahun 2030. Pada tahun 2013 penderita diabetes di Indonesia berjumlah 8.5 juta orang. Jika dilihat dari urutan jumlah penderita diabetes, Indonesia berada pada urutan ke-7 (IDF 2014). Adanya peningkatan jumlah penderita diabetes disebabkan oleh adanya pertumbuhan populasi, peningkatan jumlah orang usia lanjut, urbanisasi, pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat (WHO 2006).

Menurut Giacco et al. (2013) dibidang teknologi pangan telah banyak dilakukan pengembangan produk pangan fungsional yang bersifat dapat mencegah dan mengobati penyakit degeneratif seperti diabetes. Pengembangan produk pangan fungsional dapat dilakukan dengan memodifikasi formula pada proses pengolahan. Modifikasi formula dilakukan dengan menambahkan komponen yang memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan atau menghilangkan komponen yang memberikan efek samping. Menurut Marsono (2008) sifat fungsional dalam pangan fungsional salah satunya disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan nabati. Komponen bioaktif dipercayai memiliki aspek fisiologis sehingga menimbulkan efek kesehatan. Salah satu bahan nabati yang mengandung komponen bioaktif adalah rempah-rempah. Menurut Winarti dan Nanan (2005) rempah banyak mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, daun salam, jahe dan sereh mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat dalam mencegah dan mengobati penyakit diabetes. Seperti halnya pada bawang merah dan bawang putih yang mengandung senyawa S- allil sistein sulfoksida (SACS) yang memiliki efek anti diabetes dengan merangsang produksi insulin dan memperlambat penyerapan glukosa (Martı´nez et al. 2007; El-Demerdash et al. 2005). Selain itu, glikosida flavonoid yang terkandung dalam daun salam bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil sehingga dapat mencegah aksi diabetogenik (Studiawan dan Santosa, 2005).

(16)

dibuat dari berbagai bahan pangan sumber karbohidrat seperti sagu, singkong, ubi rambat, jagung, sorgum dan lain sebagainya.

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan beras analog berbahan baku sorgum dan sagu dengan metode ekstrusi. Untuk mendapatkan penerimaan sensori yang baik, pada penelitian ini beras analog diformulasikan dengan berbagai rempah-rempah yang biasa digunakan dalam pembuatan nasi berempah yang terdiri dari daun salam, sereh, jahe, bawang putih dan bawang merah. Selain untuk mendapatkan penerimaan sensori yang baik, penambahan rempah-rempah dalam pembuatan beras analog juga bertujuan untuk mendapatkan beras analog yang berpotensi menjadi pangan fungsional bagi penderita diabetes.

Perumusan Masalah

Beras analog yang telah dihasilkan dari bahan baku yang sama yaitu sorgum dan sagu pada penelitian sebelumnya masih memiliki kekurangan dari parameter aroma dan rasa. Selain itu, melihat jumlah penderita diabetes di Indonesia yang cukup tinggi diperlukan adanya pangan pokok fungsional yang memiliki daya cerna pati yang rendah dibandingkan dengan makanan pokok yang biasa dikonsumsi. Dengan penambahan rempah-rempah (daun salam, sereh, jahe, bawang putih dan bawang merah) dalam pembuatan beras analog selain diharapkan dapat memperbaiki aroma dan rasa beras yang dihasilkan juga untuk mendapatkan beras analog yang memiliki daya cerna pati yang rendah sehingga berpotensi sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan formula penambahan rempah terbaik dalam pembuatan beras analog berbasis sorgum dan sagu berdasarkan karakteristik sensori.

2. Melihat pengaruh penambahan rempah terhadap daya cerna pati secara in vitro

dan karakteristik fisiko-kimia beras analog.

3. Menghasilkan produk beras analog yang memiliki daya cerna pati rendah dan berpotensi sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan beras analog berempah berbasis sorgum yang berpotensi sebagai pangan fungsional bagi penderita diabetes.

(17)

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Penambahan rempah dapat memperbaiki karakteristik sensori beras analog berbasis sorgum.

2. Penambahan rempah dapat menurunkan daya cerna pati beras analog yang dihasilkan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Beras Analog

Beras analog merupakan beras yang dibuat dengan menggunakan bahan non-beras serta memiliki zat gizi dan bentuk mendekati seperti beras (Budijanto & Yuliyanti 2012). Produk beras analog dibuat dengan menggunakan metode ekstrusi. Proses pemasakan ekstrusi merupakan proses pemasakan dengan menggunakan suhu tinggi dalam waktu singkat, sehingga menjadi proses yang ekonomis dan populer untuk menghasilkan makanan sereal baru (Camire et al. 1990). Selama ekstrusi, pati mengalami perubahan fisikokimia yang jauh berbeda dari sifat produk awalnya (Kadan & Pepperman 2002). Perubahan fisikokimia seperti pati tergelatinisasi dan protein terdenaturasi selama proses ekstrusi dapat menghasilkan sifat fungsional baru (Bryant et al. 2001).

Sorgum (Sorgumbicolor L. Moench)

Sorgum (Sorgumbicolor L. Moench) merupakan komoditas serealia yang belum banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Padahal kandungan zat gizi sorgum tidak kalah dengan beras. Bahkan sorgum mengandung protein setara dengan gandum atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Sorgum sebagai salah satu serealia yang mengandung karbohidrat kompleks dan sumber serat pangan, sangat potensial dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional (Widowati et al. 2010). Sorgum mengandung komponen bioaktif yaitu komponen fenolik yang baik bagi kesehatan. Komponen fenolik sorgum tersebut terdiri dari asam fenolik, flavonoid dan tanin kondesat. Komponen fenolik memiliki efek antioksidan sebagai penangkal radikal bebas yang dapat mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif ini akan merusak protein, lemak dan DNA yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif (Dykes & Rooney 2007). Sorgum juga memiliki komponen pati resisten (resistant starch) dan senyawa β-glukan. Komponen ini juga diketahui berperan dalam pencegahan penyakit diabetes (Niba & Hoffman 2003).

(18)

Sagu (Metroxylon sagu Rottb)

Sagu (Metroxylon sagu Rottb) merupakan tanaman asli Indonesia dan memiliki potensis sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri. Konsumsi pati sagu dalam negeri hanya berjumlah sekitar 210 ton atau baru 4-5% dari potensi produksinya. Pati sagu merupakan bahan makanan pokok bagi penduduk asli Maluku dan Papua, terutama yang bermukim di daerah dataran rendah (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia 2007). Menurut Kanro et al.

(2003), pati sagu dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, baik makanan pokok maupun makanan ringan. Dengan demikian, tanaman sagu memegang peranan penting dalam penganekaragaman makanan untuk menunjang stabilitas pangan. Pati sagu mengandung cukup tinggi kandungan karbohirat tetapi sangat rendah akan komponen lainnya seperti protein dan lemak.

Bawang Merah (Allium cepa L)

Bawang merah (Allium cepa L) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting dan banyak dikonsumsi karena manfaatnya sebagai pemberi rasa dan memberikan manfaat bagi kesehatan. Flavonol dan antosianin merupakan senyawa flavonoid utama yang terkandung di dalam bawang merah (Gregorio et al. 2010). Penelitian mengenai efek bawang merah terhadap diabetes telah banyak dilakukan. S - allil sisteine sulfoksida ( SACS ) yang terdapat dalam bawang merah dilaporkan memiliki efek anti diabetes dengan merangsang produksi insulin dan memperlambat penyerapan glukosa (Martı´nez et al. 2007). Selanjutnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Eldin et al. (2010), diketahui bahwa pemberian bawang merah pada pasien penderita diabetes tipe 1 dan tipe 2 memiliki efek hipoglikemik.

Bawang Putih(Allium sativum)

Bawang putih (Allium sativum) merupakan anggota keluarga Liliaceae

(19)

(El-Demerdash et al. 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh El-Demerdash et al.

(2005), diketahui bahwa jus bawang putih yang diberikan pada tikus yang diinduksi aloksan memberikan efek antioksidan dan antihiperglikemik serta dapat mengurangi kerusakan hati dan ginjal yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bongiorno et al. (2008) diketahui bahwa bawang putih memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi kadar glukosa dalam darah, kolesterol dan level trigliserida.

Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp)

Syzygium polyanthum (Wight) Walp yang umumnya dikenal sebagai Daun Salam atau Indonesian Bay Lief biasanya ditemukan berlimpah beredar di Indonesia, merupakan daun tanaman yang banyak digunakan sebagai bumbu karena aroma rasanya (Wel HAR & Intan 2012). Pemanfaatan daun salam tidak hanya sebagai penambah aroma pada masakan, tetapi juga dikenal memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Daun salam dapat menurunkan glukosa darah, LDL, dan meningkatkan HDL. Selain itu juga memiliki efek yang positif sebagai antibakteri, antijamur, merangsang apoptosis, obat rematik, obat maag dan hipertensia serta aktivitas antioksidan (Malik et al.

2013). Sebagian masyarakat di Indonesia memanfaatkan daun salam untuk mengobati penyakit kencing manis. Mekanisme senyawa yang terdapat pada tumbuhan dalam menghambat kenaikan glukosa darah yaitu dengan penghambatan aktivitas enzim pemecah sukrosa dan karbohidrat, dan juga dengan penghambatan absorpsi glukosa (Suharmiati & Roosihermiatie 2012). Daun salam mengandung minyak atsiri sebesar 0,05% yang mengandung sitral dan eugenol. Selain kandungan minyak atsiri, daun salam juga mengandung tannin dan flavonoid. Senyawa flavonoid, terutama yang berada dalam bentuk glikosidanya mempunyai gugus-gugus gula. Diduga glikosida flavonoid yang terkandung dalam daun salam tersebut bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil sehingga dapat mencegah aksi diabetogenik (Studiawan & Santosa 2005).

Jahe ( Zingiber officinale Roscoe)

Menurut Djama’an (2012) jahe merupakan tanaman obat yang dipergunakan secara luas pada bidang pengobatan herbal di seluruh dunia yang memiliki khasiat terhadap berbagai penyakit diantaranya anti inflamasi, analgesik, antipiretik, arthritis, sakit pada otot, rheumatik, nyeri, antimikroba dan efek hipoglikemik. Menurut Supriyanto dan Cahyono (2012), jahe memiliki aktivitas– aktivitas yang memberikan efek pengobatan terhadap beberapa penyakit. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa bioaktif yang terkandung dalam rimpang jahe, seperti senyawa phenolic (shogaol dan gingerol) dan minyak atsiri, seperti bisapolen, zingiberen, zingiberol, curcurmen, 6-dehydrogingerdion, galanolakton, asam gingesulfonat, zingeron, geraniol, neral, monoakyl digalaktosyl glykerol,

ginger glyco lipid.

(20)

perlakuan bentuk olahan jahe yang berbeda-beda seperti ekstrak etanol, ekstrak air, jus jahe dan infuse. Dari semua perlakuan tersebut menunjukkan adanya efek hipoglikemik yang berbeda-beda. Menurut Li et al. (2012), pemberian bubuk jahe kering dengan dosis 3 g selama 30 hari pada pasien diabetes dapat menurunkan glukosa darah, trigliserida, kolesterol total, LDL, dan kolesterol VLDL secara signifikan. Selain itu, pemberian bubuk jahe dengan dosis 4 g selama 3 bulan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dapat menurunkan kadar glukosa dan lipid dalam darah. Perbedaan dari hasil tersebut disebabkan oleh variasi dalam komposisi kimia dari ekstrak jahe yang diberikan dan juga tergantung pada metode persiapan, asal produk, atau durasi penyimpanan.

Sereh (Cymbopogon citratus)

Sereh (Cymbopogon citratus) merupakan sumber minyak atsiri yang banyak digunakan dalam bidang pengobatan di negara-negara tropis dan subtropis. Kandungan kimia yang ada di dalam sereh memiliki aktivitas antioksidan dan banyak digunakan untuk pengobatan demam, gangguan pencernaan, diabetes, peradangan dan saraf. Aktivitas biologis dari sereh disebabkan oleh kandungan sitronelal dan sitral (Jeong et al. 2009). Minyak sereh terdiri dari 75-85 % sitral yang merupakan geranial alami (trans - sitral, sitral - A ) dan 40 % neral (sitral, sitral - B), geraniol, dan Myrcene. Senyawa fitokimia yang terkandung dalam sereh diketahui bersifat sebagai inhibitor aldosa reduktase sehingga dapat mengurangi komplikasi diabetes pada sejumlah pasien diabetes (Vyshali et al. 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Mirghani et al. (2012),

minyak sereh memiliki aktivitas antidiabetes sebagai inhibitor β – glucosidase,

dan aktivitas antidiabetes tersebut akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi minyak sereh.

Ekstrusi

(21)

Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya peningkatan gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dalam waktu yang lama yang disebabkan karena adanya gangguan produksi, sekresi insulin atau resistensi insulin. Diabetes mellitus (DM) dapat dibedakan atas dua jenis yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada DM tipe 1 terjadi kerusakan pankreas yang berat, tidak adanya produksi insulin atau dalam jumlah yang minimal sehingga mutlak memerlukan insulin dari luar tubuh. Maka DM tipe 1 disebut juga DM tergantung insulin, DM tipe 1 dapat timbul pada umur muda yaitu pada anak-anak dan remaja. Pada DM tipe 2 terjadi kekurangan insulin, tetapi tidak seberat pada DM tipe 1 dan juga disertai resistensi insulin yaitu adanya insulin tidak bisa mengatur kadar gula darah untuk keperluan tubuh secara optimal, sehingga ikut berperan terhadap meningkatnya kadar gula darah. Komplikasi penyakit diabetes dapat mengakibatkan kebutaan, gagal ginjal, dapat mempermudah terjadinya ganggren diabetik yang mungkin memerlukan amputasi, selain itu juga dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (FAO, 2014).

Terapi yang sangat bermanfaat untuk penderita diabetes terutama bagi penderita diabetes tipe 2 adalah mengendalikan kadar gula darah pada saat proses penyerapan makanan. Mekanisme pengendalian tersebut terjadi dengan menunda penyerapan glukosa oleh usus halus melalui penghambatan kerja enzim α-amilase pada tahap pencernaan. Dengan adanya inhibitor terhadap enzim-enzim tersebut waktu cerna karbohidrat menjadi lebih lama sehingga penyerapan glukosa oleh usus halus dapat diperlambat dan kadar glukosa dalam darah dapat dikendalikan (Geethalaksmi et al. 2010).

3 METODE

Lokasi Penelitian dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium F-Technopark dan Laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA di Institut Pertanian Bogor. Waktu Pelaksanaan penelitian direncanakan dari bulan Februari 2014 sampai dengan Juni 2014.

Bahan dan Alat

(22)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pin disc mill,

dough mixer, twin screw extruder (Berto Industry BEX-DS-2256), cabinet oven dryer, neraca analitik, alat sosoh Satake Grain Testing Mill, timbangan, alat bantu (baskom, sendok pengaduk), spectrophotometer UV-Vis (Shimadzu, Japan), Chromameter (CR 300 Minolta, USA) dan alat gelas lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan sebagai berikut : (1) tahap persiapan dan karakterisasi bahan baku, (2) tahap formulasi beras analog dengan penambahan rempah dan penentuan formulasi terbaik, (3) tahap analisis daya cerna pati terhadap formula beras analog terpilih dari setiap tahapan proses serta karakterisasi fisik dan kimia beras analog terpilih.

Tahap 1 Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku

Tahap persiapan bahan terdiri dari pembuatan tepung sorgum, pembuatan bawang merah bubuk, pembuatan bawang putih bubuk, pembuatan daun salam bubuk, pembuatan jahe bubuk dan pembuatan sereh bubuk. Analisis dilakukan terhadap tepung sorgum dan sagu meliputi analisis proksimat (AOAC 2012), kadar karbohidrat (by difference), kadar amilosa (IRRI, 1978) dan daya cerna pati secara in vitro (Muchtadi et al. 1992).

Pembuatan Tepung Sorgum

Pembuatan tepung sorgum diawali dengan proses penyosohan sorgum yang dilakukan dengan menggunakan alat penyosoh Satake Grain Testing Mill

(Marissa, 2011). Sorgum yang telah disosoh kemudian digiling menggunakan pin disc mill. Pembuatan tepung sorgum berdasarkan metode Budijanto dan Yuliyanti (2012). Adapun tahapan proses pembuatan tepung sorgum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pembuatan tepung sorgum Tepung

Sorgum

Penggilingan dan Pengayakan 80 mesh Penyosohan (60 detik)

Sorgum

Penimbangan

(23)

Pembuatan Bubuk Rempah

Pembuatan bubuk bawang merah dan bubuk bawang putih menggunakan metode Panagan (2010) dan pembuatan bubuk jahe menggunakan metode Sugiarto et al. (2007) dengan modifikasi. Adapun proses pembuatan bubuk bawang merah, bubuk bawang putih, bubuk jahe, bubuk sereh dan bubuk daun salam dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pembuatan bubuk rempah

Tahap 2 Formula Beras Analog Dengan Penambahan Rempah dan Penentuan Formulasi Terbaik

Penentuan formula dilakukan untuk menentukan jumlah penambahan bubuk rempah yang tepat dalam pembuatan produk beras analog. Komposisi bubuk rempah yang digunakan pada formula terdiri dari 30% bubuk bawang merah, 20% bubuk bawang putih, 20% bubuk jahe, 20% bubuk sereh dan 10% bubuk daun salam. Komposisi hasil kuantifikasi resep-resep pembuatan nasi dengan penambahan rempah diantaranya nasi uduk, nasi lemak, nasi kebuli, dan nasi liwet. Pada pembuatan nasi berempah, umumnya dalam 500 gr beras ditambahkan rempah yang terdiri dari 3 siung bawang putih, 6 siung bawang merah, 1 ruas jahe, 1 lembar daun salam dan 1 batang sereh (Kusumawati & Putra 2014). Penentuan persentase rempah dilakukan dengan penimbangan masing-masing jumlah rempah (dalam gram), kemudian dilakukan persentase berdasarkan berat beras yang digunakan dalam resep. Dalam resep, rempah yang digunakan adalah rempah dalam bentuk basah. Pada penelitan ini jumlah persentase rempah yang ditambahkan sedikit dimodifikasi karena rempah yang digunakan dalam bentuk bubuk kering (rata-rata kadar air rempah yang digunakan sekitar 10% dari berat basahnya). Bubuk rempah yang telah dicampur kemudian ditambahkan sesuai dengan formulasi. Adapun formula yang diujicobakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Daun Bawang putih/ bawang merah/ jahe/

(24)

Tabel 1 Formula penambahan rempah yang diujicobakan pada pembuatan beras

aPersen dari jumlah total berat tepung (sorgum dan sagu).

Formulasi yang digunakan dalam pembuatan beras analog yaitu 70% tepung (tepung sorgum), 30% pati (sagu), 50% air (dari berat total sorgum dan sagu) dan 2% GMS (Glycerol Monostearate) (dari berat tepung sorgum dan sagu) (Budijanto & Yuliyanti, 2012). Pada penelitian ini dilakukan variasi persentase penambahan rempah dalam bentuk bubuk yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, daun salam, jahe dan sereh. Rempah ditambahkan pada saat tahapan pencampuran pada proses pembuatan produk beras analog. Adapun diagram alir pembuatan beras analog dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Prosedur pembuatan beras analog

(25)

Beras analog yang dihasilkan berdasarkan formulasi akan dipilih satu yang terbaik berdasarkan parameter atribut terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan

overall yang dinilai dengan analisis sensori menggunakan uji rating hedonik oleh 70 orang panelis tidak terlatih. Hasil terbaik dari formulasi akan digunakan pada penelitian tahap ke tiga.

Tahap 3 Tahap Analisis Daya Cerna Pati Terhadap Formula Beras Analog Terpilih Dari Setiap Tahapan Proses Serta Karakterisasi Fisik Dan Kimia

Pada tahap 3 dilakukan analisis daya cerna pati secara in vitro terhadap beras dari formula yang terpilih berdasarkan analisis sensori. Pada tahapan ini dibuat dua formulasi beras analog. Formula pertama yaitu formula beras analog tanpa penambahan rempah dan formula ke dua adalah formula beras analog terbaik dengan penambahan rempah yang diperoleh dari tahap dua. Pengambilan bahan sebagai sampel untuk analisis daya cerna pati dilakukan pada setiap tahapan proses. Pada tahapan ini juga dilakukan analisis daya cerna pati terhadap beras sosoh sebagai perbandingan.

Beras analog yang dihasilkan dari kedua formula juga dianalisis sifat fisik dan kimia untuk mengetahui perbandingan karakteristik fisik dan kimia dari kedua formula beras analog tersebut. Analisis fisik dan kimia yang dilakukan meliputi warna, bobot 1000 butir, densitas kamba, kadar amilosa, serat pangan dan analisis proksimat.

Prosedur Analisis

1. Analisis Kimia

Analisis Daya Cerna Pati (Muchtadi et al. 1992) Pembuatan Kurva Standar Larutan Maltosa

Sebanyak 1 ml larutan maltosa standar yang mengandung 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 mg maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan masing-masing 2 ml larutan asam dinitrosalisilat. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, kemudian segera didinginkan dengan air mengalir. Ditambahkan aquades 10 ml ke dalam larutan tersebut kemudian diaduk hingga homogen dengan menggunakan vortex. Sampel diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm.

Analisis Sampel

(26)

diangkat dan ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase (1 mg/ml dalam larutan buffer fosfat pH 7.0) sedangkan pada larutan blanko ditambahkan 5 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1 M dengan pH 7.0, kemudian diinkubasi lagi pada suhu 37 oC selama 30 menit lalu dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml larutan DNS (asam dinitrosalisilat).

Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Sebanyak 10 ml aquades ditambahkan dalam larutan dan diaduk hingga homogen dengan menggunakan vortex. Larutan sampel dan blanko tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase relativ terhadap pati standar sebagai berikut :

Daya Cerna Pati = x 100 %

Keterangan : a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis b = kadar maltosa pati standar setelah reaksi enzimatis

Selanjutnya hasil perhitungan daya cerna pati dihitung berdasarkan bobot kering sampel dengan persamaan sebagai berikut: gelas piala 500 ml. Larutan tersebut dituangkan ke dalam labu takar 1000 ml dan ditepatkan dengan aquades hingga tanda tera. Larutan asam asetat 1 N dibuat dengan melarutkan sebanyak 5 ml asam asetat glasial dengan air aquades 80 ml dan diaduk hingga homogen.

Larutan iod dibuat dengan melarutkan 20 g kalium iodida ke dalam 500 ml akuades dan ditambahkan 2 g iod. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 1000 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera serta dikocok hingga tercampur rata.

Pembuatan kurva Standar

Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Amilosa kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar dipanaskan di atas waterbath suhu 95 oC selama 10 menit dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1,2,3,4 dan 5 ml ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml. Larutan iod ditambahkan sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

Penetapan Sampel

(27)

dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml, dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 1 ml asetat 1 N dan 2 ml larutan iod ditambahkan. Larutan selanjutnya ditambah akuades sampai tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus :

A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 625 nm S = slope kemiringan pada kurva standar

FP = faktor pengenceran W = berat sampel (g)

Analisis Serat Pangan Metode Enzimatis (AOAC 991.43 2012)

Sampel ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala 400 ml. Sebanyak 50 ml buffer fosfat pH 6.0 ditambahkan. Sebanyak 0.1 ml larutan termamyl

ditambahkan. Gelas piala ditutup menggunakan kertas aluminium foil dan diletakkan dalam air mendidih selama 15 menit. Larutan sampel digoyangkan secara perlahan tiap 5 menit. Waktu pemanasan dapat ditambahkan jika jumlah sampel yang ditempatkan di dalam waterbath belum mencapai suhu internal antara 95-100 0C. Termometer digunakan untuk memastikan tercapainya suhu 95-100 0C selama 15 menit. Prosedur ini dapat dilakukan selama 30 menit. Selanjutnya larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang. Nilai pH ditetapkan hingga 7.5 dengan penambahan 10 ml NaOH 0.275 N.

Sebanyak 5 mg protease dimasukkan ke dalam sampel. Setelah itu sampel ditutup kembali dengan kertas alufo dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60

o

C. Sampel didinginkan dan ditambahkan 10 ml HCl 0.325 M. Nilai pH diukur hingga berkisar antara 4.0-4.6.

Enzim amiloglukosidase sebanyak 0.3 ml ditambahkan ke dalam sampel dan ditutup kembali dengan kertas aluminium foil. Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60 0C dengan agitasi kontinyu. Sampel yang telah diinkubasi ditambahkan 280 ml etanol 95% yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhunya 60 0C (volume diukur setelah pemasan). Sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit agar terbentuk endapan. Kemudian disaring menggunakan

crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang.

Residu dari hasil penyaringan dicuci dengan 3 x 20 ml etil alkohol 78%, 2 x 10 ml etil alkohol 95%, dan 2 x 10 ml aseton secara berturut-turut. Filtrasi dapat dibantu dengan pengadukan menggunakan spatula. Crucible yang mengandung residu dikeringkan selama satu malam di dalam oven pada suhu 105 oC dan didinginkan dalam desikator baru kemudian ditimbang. Bobot residu didapatkan dari hasil pengurangan bobot crucible dan celite.

Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25. Sampel ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525 oC. Cawan dan abu kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang untuk mendapatkan bobot abu.

Penentuan blanko :

(28)

Bobot residu = rata-rata bobot residu (mg) untuk dua ulangan sampel blanko PB dan AB = bobot (mg) dari masing-masing, protein dan abu yang ditentukan dari kedua ulangan sampel blanko.

Perhitungan total serat pangan (TDF) :

TDF (%) = [(bobot residu – P – A – B ) / bobot sampel] x 100 Bobot residu = rata-rata bobot residu (mg) untuk dua ulangan sampel P dan A = bobot (mg) dari masing-masing, protein dan abu yang ditentukan dari kedua ulangan sampel

B = blanko (mg)

Bobot sampel = rata-rata bobot sampel (mg) yang diambil

Analisis Kadar Air (AOAC 925.10 2012)

Penetapan kadar air dengan metode oven diawali dengan pengeringan cawan aluminium pada suhu 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sekitar 2-3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama kurang lebih 6 jam. Kemudian cawan yang berisi sampel yang telah dikeringkan tersebut didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang bobot akhirnya. Cawan tersebut dikeringkan kembali dalam oven sehingga diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan bobot yaitu selisih bobot awal dan bobot akhir.

selanjutnya contoh dididihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3 ke dalam alat destilasi.

Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3

jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15

ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Volume larutan HCl 0.02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahapan yang sama dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh volume larutan HCl 0.02 N untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar nitrogen (%N). Kadar protein dihitung dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk) dengan menggunakan faktor koreksi 6.25 sebagai berikut:

Kadar N (% bb) = ( – )

x 100%

(29)

Kadar protein (%bk) =

x 100%

Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (AOAC 920.85 2012)

Labu lemak kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit, dan ditimbang bobotnya. Sampel sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam kertas saring, ekstraksi dilakukan dengan alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak bersama dengan pelarut heksana. Ekstraksi lemak dilakukan selama 6 jam. selanjutnya heksana disuling dan labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven 105 oC hingga semua pelarut menguap. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan.

Kadar lemak (% bb) = –

x 100%

Kadar lemak (%bk) =

x 100%

Kadar Abu (AOAC 923.03 2012)

Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105 oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 g sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 oC sampai pengabuan sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan:

Kadar abu (%bb) = x 100%

Kadar abu (%bk) =

x 100%

Keterangan:

W : Bobot Sampel (g) W1 : Bobot cawan + abu (g) W2 : Bobot cawan (g)

Kadar Karbohidrat by difference

Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference yaitu sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%bb) = 100% – (%air + % abu + %lemak + % protein)

Kadar karbohidrat (%bk) =

x100%

(30)

2. Analisis Fisik

Analisis warna dengan Chromamater CR 300 Minolta

Pengujian warna pada penelitian ini menggunakan Chromameter CR 300 Minolta. Chromameter CR 300 Minolta merupakan suatu alat untuk analisis warna secara tristimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan Cara kerjanya sebagai berikut, pertama lakukan kalibrasi terlebih

dahulu dengan menekan tombol „CALIBRATE‟; masukkan data kalibrasi Y, x dan

y yang terdapat pada penutup bagian plat kalibrasi. Kemudian letakkan measuring head pada plat kalibrasi yang berwarna putih, tekan tombol “MEASURE‟. Biarkan alat bekerja secara otomatis sebanyak tiga kali hingga pengukuran selesai. Setelah kalibrasi selesai, pengukuran contoh atau sampel baru bisa dilakukan. Pertama letakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan tombol “MEASURE‟, biarkan alat bekerja sendiri, tunggu beberapa saat hingga pengukuran selesai. Pengujian warna dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Bobot Seribu Butir

Sampel yang dipilih memiliki butir yang utuh, baik, dan memiliki panjang hampir sama. Sampel tersebut diambil sebanyak seribu butir kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk diketahui bobotnya. Bobot seribu butir tersebut dibagi 1000 sehingga diketahui bobot rata-rata beras per butir.

Densitas Kamba

Sampel dengan ukuran yang sama dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga volume 10 ml dan diketuk-ketuk sebanyak 25 kali. Sampel tersebut kemudian ditimbang. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

Denstitas Kamba (g/ml) = Bobot Sampel (g)

Volume Sampel (ml)

3. Analisis Sensori Dengan Uji Rating Hedonik (Meilgaard et al. 1999) Pengujian sensori dalam pemilihan formula terbaik dilakukan dengan uji hedonik dengan skor kesukaan menggunakan skala 1 sampai 7, yaitu dari skor 1 (sangat tidak suka) sampai skor 7 (sangat suka). Uji dilakukan terhadap nasi analog yang dihasilkan dari semua formula menggunakan enam atribut mutu sensori yaitu warna, bentuk, aroma, rasa, tekstur dan overall. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 70 orang yang terdiri dari mahasiswa dan pegawai Institut Pertanian Bogor.

4. Analisis Statistik Data

Analisis statistik data terhadap analisis sensori dilakukan dengan menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan uji lanjut. Uji lanjut untuk skala hedonik menggunakan uji

Duncan Multiple Range Test. Analisis statistik data terhadap analisis daya cerna pati, karakteristik fisik dan karakteristik kimia dilakukan dengan uji Independent Sample t-Test. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

(31)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia Bahan Baku

Bahan baku dalam pembuatan beras analog pada penelitian ini adalah tepung sorgum dan sagu. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui sifat kimia dari bahan baku yang digunakan. Hasil analisis dari bahan baku dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil analisis kadar air tepung sorgum dan sagu memiliki kadar air sebanyak 11.15 % dan 13.52%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa kadar air bahan baku masih dibawah 14%. Produk pangan dengan kadar air kurang dari 14% akan aman selama penyimpanan. Pada hasil analisis protein, kadar protein pada tepung sorgum lebih tinggi bila dibandingkan dengan sagu yaitu 8.37%. Menurut Widowati et al. (2010) sorgum mengandung protein (8-12%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%).

Tabel 2 Karakteristik kimia bahan baku untuk pembuatan beras analog

Karakteristik Tepung Sorgum Sagu

Kadar air (% bk)

Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi

Kadar amilosa merupakan parameter penting dalam pembuatan beras analog karena berpengaruh terhadap tingkat kepulenan dan sifat fungsional dari beras yang dihasilkan. Kandungan amilosa yang terkandung dalam beras akan mempengaruhi cara pengolahan beras, pemanfaatan dan mutu beras terhadap penerimaan oleh konsumen (Avaro et al. 2009). Beras dengan kadar amilosa yang tinggi akan menghasilkan nasi yang lebih kering dan pera (Qi et al. 2010). Kadar amilosa tepung sorgum yang diperoleh adalah sebesar 25.85%. Menurut Wong et al. (2010) kandungan amilosa pada sorgum berkisar antara 5.70% sampai dengan 31% tergantung dari jenis varietasnya. Pada analisis terhadap sagu diperoleh kadar amilosa sebesar 21.78% lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Teja et al. (2008) yaitu 31.15%. Adanya perbedaan kadar amilosa dari granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan jenis varietas, iklim pertumbuhan, kondisi tanah selama pertumbuhan dan lain sebagainya (Sandhu et al. 2005).

(32)

tepung sorgum yang digunakan memiliki daya cerna pati sebesar 46.13%. Daya cerna pati yang rendah diduga karena adanya senyawa tannin yang terkandung di dalam sorgum. Kandungan tannin dalam sorgum sebesar 8.83 mg/ g (Murtini et al. 2011). Menurut Susilowati et al. (2011), tannin yang terdapat di dalam sorgum merupakan komponen bioaktif yang dapat menghambat aktivitas enzim alfa amilase sehingga penyerapan karbohidrat menjadi terhambat. Pada analisis sagu diperoleh daya cerna pati sebesar 92.45%, menurut Nurjanah et al. (2012) daya cerna pati sagu sebesar 90.48%.

Pembuatan Beras Analog Dengan Penambahan Rempah dan Penentuan Formulasi Terbaik Berdasarkan Analisis Sensori

Beras analog dihasilkan melalui proses ekstrusi. Ekstrusi merupakan suatu proses yang melibatkan pemasakan, pencampuran dan pembentuk makanan secara bersamaan (Singkhornart et al. 2014). Proses pemasakan sacara ekstrusi dapat digunakan untuk menghasilkan makanan dengan cara penambahan atau pencampuran bahan sehingga dapat meningkatkan karakteristik fisikokimia, fungsionalitas dan sensori dari produk yang dihasilkan (Hagenimana et al. 2007).

F1 F2 F3

F4 F5 F6

Gambar 4 Beras analog dengan penambahan rempah

(33)

terkandung dalam sorgum. Menurut Murtini et al. (2011) kandungan tannin dalam sorgum sebesar 8.83 mg/ g.

Analisis Sensori

Analisis sensori merupakan analisis yang penting dilakukan agar dapat mengetahui penerimaan panelis terhadap produk pangan yang dihasilkan (Meilgaard et al. 1999). Parameter yang diuji untuk analisis sensori yaitu warna, bentuk, aroma, rasa, tekstur dan overall. Hasil analisis sensori yang diperoleh menentukan formula terbaik yang akan digunakan pada analisis daya cerna pati secara in vitro serta analisis karakteristik fisik dan kimia beras analog. Analisis sensori dilakukan terhadap nasi dari beras analog berempah yang dihasilkan dari enam formula (Gambar 5). Hasil uji sensori dapat dilihat pada Tabel 3.

F1 F2 F3

F4 F5 F6

Gambar 5 Nasi analog dengan penambahan rempah

(34)

F5 dan F6 adalah tidak suka. Dari hasil analisis sensori dapat juga dilihat bahwa semua formula beras analog memperoleh skor warna yang relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa warna dari beras analog yang dihasilkan belum dapat diterima. Oleh karena itu untuk memperbaiki warna beras analog yang diperkaya dengan rempah dapat dilakukan dengan penambahan pewarna merah dari angkak sehingga akan menghasilkan beras merah analog.

Tabel 3 Hasil analisis sensori terhadap nasi beras analog berempah

Formula Warna Aroma Bentuk Rasa Tekstur Overall kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05)

Hasil uji statistik untuk parameter aroma menunjukkan bahwa nasi dari beras analog F4 memiliki nilai skor tertinggi dan berbeda nyata (p<0.05) dengan formula F1, F2, F3 dan F6 tetapi tidak berbeda nyata dengan F5. Nilai kesukaan terhadap aroma nasi analog dari formula F4 dan F5 menunjukkan bahwa panelis netral mendekati agak suka, sedangkan untuk nasi dari beras analog F1,F3, F2 dan F6 adalah netral. Penambahan rempah memberikan pengaruh terhadap aroma nasi, namun tingkat penambahan rempah memiliki batasan karena semakin banyak rempah yang ditambahkan maka aroma yang dihasilkan menjadi terlalu kuat sehingga kurang disukai. Adanya aroma pada rempah disebabkan oleh adanya komponen volatile. Komponen volatile merupakan komponen yang biasanya terkandung di dalam rempah yang memberikan aroma yang khas dan biasanya disebut minyak atsiri (Prasetyo & Afilia, 2010).

Dari hasil uji statistik terhadap parameter bentuk, nasi dari beras analog dengan formula F4 memiliki nilai skor yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan formula lainnya. Skor nasi dari beras F4 berbeda nyata (p<0.05) dengan nasi dari beras analog F1, F5 dan F6 tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan F2 dan F3. Nilai kesukaan bentuk nasi analog F4 menunjukkan bahwa panelis agak tidak suka mendekati netral. Pada nilai kesukaan bentuk nasi analog F1, F2, F3 dan F5 menunjukkan bahwa panelis agak tidak suka. Pada nilai kesukaan bentuk nasi analog F6 menunjukkan bahwa panelis tidak suka.

(35)

sedangkan nilai kesukaan rasa nasi analog F1, F2, F3 dan F6 menunjukkan bahwa respon panelis adalah agak tidak suka.

Tekstur termasuk dalam parameter yang penting terhadap penerimaan nasi yang meliputi kepulenan dan kelengketan. Kepulenan termasuk salah satu atribut mutu nasi yang memiliki arti beragam dan sulit untuk diinterpretasikan. Kepulenan juga merupakan gabungan antara kelengketan dan kekerasan atau kelunakan nasi dan juga respon nasi yang dicicipi secara organoleptik. Penilaian kepulenan nasi dapat dilakukan dengan cara dicicipi dan dipijat (Hubeis 1985 dalam Widowati et al. 2010). Tekstur nasi dari beras analog F4 memiliki skor tertinggi bila dibandingkan dengan nasi dari formula lainnya. Tekstur nasi formula F4 berbeda nyata (p<0.05) dengan F1 dan F2, namun tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan tekstur nasi dari formula F3, F5 dan F6. Nilai kesukaan tekstur nasi analog F3, F4, F5 dan F6 menunjukkan bahwa panelis agak tidak suka mendekati netral, sedangkan nilai kesukaan tekstur nasi analog F1 dan F2 menunjukkan bahwa panelis agak tidak suka. Selain itu, nasi dari setiap formula memiliki tekstur yang kurang pulen dan cenderung lebih pera. Hal ini diduga karena adanya kandungan amilosa dalam beras analog. Menurut Yuwono et al. (2013), amilosa bersifat mudah menyerap dan melepaskan air, sehingga dalam keadaan dingin nasi dengan kadar amilosa tinggi akan mudah melepaskan air dan tekstur nasi menjadi lebih pera.

Secara keseluruhan nasi dari beras analog F4 paling disukai dan berbeda nyata (p<0.05) dengan nasi dari formula F1, F2, F3, F5 dan F6. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan (warna, aroma, bentuk, rasa dan tektur) nasi dari beras analog F4 lebih disukai. Nilai nasi analog F4 menunjukkan bahwa panelis netral, sedangkan nilai kesukaan nasi analog F1, F2, F3, F5 dan F6 menunjukkan bahwa panelis agak tidak suka mendekati netral. Berdasarkan hasil uji statistik sensori dari nasi analog berempah maka formula F4 yaitu perlakuan penambahan rempah 1% merupakan formula yang terbaik.

Daya Cerna Pati Secara In Vitro Terhadap Formula Beras Analog Terpilih

Pada penelitian ini daya cerna pati dianalisis secara in vitro. Analisis daya cerna pati dilakukan terhadap beras analog dari formula penambahan rempah terbaik yang diperoleh dari analisis sensori dan beras sosoh serta nasi putih sebagai pembanding. Rempah yang ditambahkan terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, sereh dan daun salam. Rempah yang ditambahkan tersebut selain memberikan aroma dan rasa juga memberikan efek terhadap pencegahan penyakit diabetes. Hasil analisis daya cerna pati secara in vitro dapat dilihat pada Tabel 4.

(36)

dan nasi F4 (40.98%) lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa bubuk rempah yang ditambahkan dalam pembuatan beras analog dengan teknologi ekstrusi memberikan pengaruh terhadap penurunan daya cerna pati secara in vitro. Penurunan daya cerna pati dari sampel F4 tersebut diduga karena adanya komponen bioaktif polifenol yang terdapat di dalam rempah yang ditambahkan. Menurut Gregorio et al. (2010) Flavonol dan antosianin merupakan senyawa flavonoid utama yang terkandung di dalam bawang merah. Dari hasil isolasi bawang merah terdapat delapan jenis senyawa flavonol dan delapan jenis senyawa antosianin. Terdapat perbedaan yang signifikan dari total konsentrasi flavonoid antara bawang merah dan bawang putih, dimana diketahui bahwa total konsentrasi flavonoid dalam bawang merah jauh lebih tinggi tinggi dari bawang putih. Selain itu, pada daun salam juga mengandung tannin dan flavonoid dalam bentuk glikosida yang mempunyai gugus-gugus gula (Studiawan & Santosa 2005).

Tabel 4 Daya cerna pati sampel F1, F4 dan beras sosoh

Sampel Daya cerna pati (%)*

Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05)

* Persentase dari kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis per kadar maltosa pati standar setelah reaksi enzimatis

Menurut Davis dan Hoseney(1979) senyawa fenolik diketahui berikatan komplek dengan protein dan karbohidrat dalam makanan sehingga membentuk struktur yang memberikan dampak terhadap pencernaan. Bentuk ikatan antara komponen polifenol dengan karbohidrat berupa ikatan kovalen melalui ikatan O-glikosidik atau ikatan C-O-glikosidik (Williamson, 2013). Menurut Widowati (2008) bentuk kompleks antara pati dengan polifenol menyebabkan sisi dari bagian pati yang secara normal dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi tidak dikenali, sehingga semakin banyak bagian pati yang terikat dengan polifenol maka semakin banyak bagian yang tidak dapat dikenali oleh enzim pencernaan, sehingga kemampuan hidrolisis pati menurun dan daya cerna pati menjadi rendah. Menurut Le Bourvellec et al. (2005) senyawa fenolik juga dapat berikatan langsung dengan enzim pencernaan seperti sukrase, amilase, tripsin, kimotripsin dan lipase sehingga dapat menurunkan aktivitas dari enzim-enzim tersebut, dan selanjutnya memperlambat laju pencernaan pati. Secara khusus, penghambatan α -amilase dapat mengurangi efek glikemik terhadap pati.

(37)

2012). Selama ekstrusi, pati mengalami perubahan fisikokimia yang jauh berbeda dari sifat produk awalnya (Kadan & Pepperman 2002). Vujic et al. (2014) menyatakan bahwa kelembaban, suhu gelatinisasi dan retrogradasi berpengaruh terhadap daya cerna pati. Sampel F1 dan F4 mengalami peningkatan daya cerna pati setelah proses ekstrusi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Altan et al. (2009) yang menyatakan bahwa proses ekstrusi dapat meningkatkan daya cerna pati terhadap ekstrudat yang dihasilkan. Peningkatan daya cerna pati terjadi karena adanya gelatinisasi pati selama proses ekstrusi. Chung et al. (2006) menyatakan bahwa proses gelatinisasi pati dapat meningkatkan daya cerna pati. Granula pati mentah yang tergelatinisasi selama proses pemasakan dapat menyebabkan kerusakan struktur pati sehingga lebih mudah terdegradasi oleh enzim. Peningkatan daya cerna pati juga terjadi pada beras sosoh yang telah mengalami proses pemasakan sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhital et al. (2015) dimana beras sosoh yang telah mengalami pemasakan memiliki daya cerna pati yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan beras sosoh sebelum pemasakan.

Tabel 5 Daya cerna pati sampel F1 pada setiap tahapan proses pengolahan

Proses pengolahan Daya cerna pati (%)*

Pencampuran

Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05)

* Persentase dari kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis per kadar maltosa pati standar setelah reaksi enzimatis

Tabel 6 Daya cerna pati sampel F4 pada setiap tahapan proses pengolahan

Proses pengolahan Daya cerna pati (%)*

Pencampuran

Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05)

* Persentase dari kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis per kadar maltosa pati standar setelah reaksi enzimatis

(38)

terhidrolisis oleh enzim. Namun, sebagian struktur amorf tersebut dapat membentuk struktur yang lebih padat dan kompak sehingga sulit untuk dapat dihidrolisis oleh enzim. Terjadinya pembentukan pati resisten setelah proses pemasakan pada sampel F1 dan F4 diduga disebabkan oleh adanya proses pengolahan yang berulang terhadap kedua sampel, dimana proses pengolahan tersebut meliputi proses ekstrusi yang dilanjutkan dengan proses pengeringan serta proses pemasakan. Englyst et al. (1987) menyatakan bahwa kentang yang mengalami proses pemasakan berulang lebih tahan terhadap hidrolisis amilase bila dibandingkan dengan kentang yang hanya mengalami sekali pemasakan.

Karakterisasi Fisik Dan Kimia

Terhadap Formula Beras Analog Terpilih

Analisis fisik dan kimia dilakukan terhadap beras analog dari formula dengan penambahan rempah terbaik yang diperoleh dari analisi sensori. Dari analisis sensori diperoleh bahwa beras analog dengan formula F4 merupakan beras analog dengan formula penambahan rempah terbaik. Pada analisis fisik dan kimia beras analog dengan formula penambahan rempah terbaik (F4) dibandingkan dengan beras analog tanpa rempah (F1) agar dapat mengetahui adanya perbedaan dari kedua karakteristik beras tersebut.

Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik yang dilakukan adalah warna, bobot seribu butir dan densitas kamba. Hasil dari analisis karakteristik fisik dari beras analog F1 dan F4 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik fisik beras analog F1 dan F4

(39)

maka nilai L akan semakin tinggi dan sebaliknya. Nilai a menunjukkan pengukuran warna merah-hijau. Nilai b menunjukkan pengukuran warna kuning-biru. Hasil uji lanjut pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa tingkat kecerahan dari beras analog F1 berbeda nyata (p<0.05) dengan tingkat kecerah beras analog F4. F1 sebagai beras kontrol memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dengan nilai L sebesar 59.82, dibandingkan beras analog F4 yang memiliki nilai L sebesar 49.71, sehingga beras analog F1 lebih cerah dibandingkan dengan beras F4. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan rempah pada pembuatan beras F4. Namun, jika dibandingkan dengan nilai L dari beras sosoh (80.54) yang mendekati warna putih, nilai L dari beras analog F1 dan F4 jauh lebih rendah. Kedua beras analog juga memiliki nilai a dan b positif. Beras analog F4 memiliki nilai a yang tidak berbeda nyata (p>0.05) bila dibandingkan dengan nilai a dari beras analog F1. Namun, beras analog F4 memiliki nilai b yang berbeda nyata (p<0.05) dengan nilai b dari beras analog F1. Beras analog F4 memiliki nilai a (2.11) dan nilai b (11.34), ini menunjukkan sampel cenderung berwarna kecoklatan. Pada beras analog F1 memiliki nilai a (1.82) dan nilai b (13.96) yang menunjukkan sampel berwarna coklat kekuningan.

Bobot 1000 Butir

Bobot 1000 butir menunjukkan bobot dari tiap butir beras yang hasilkan. Analisis terhadap bobot 1000 butir dilakukan untuk mengetahui berat dari setiap butir beras. Hasil analisis bobot 1000 butir dapat dilihat pada Tabel 5. Beras analog F4 memiliki bobot 1000 butir yang lebih besar yaitu sebesar 19.69 g dari pada beras analog F1 yang memiliki bobot seribu butir sebesar 19.19 g. Namun dari hasil uji lanjut, beras analog F4 dan F1 memiliki bobot 1000 butir yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa beras yang dihasilkan dari formula F4 dan F1 memiliki ukuran yang seragam. Selain itu beras analong dengan formula F4 memiliki nilai bobot 1000 butir yang lebih tinggi dengan beras sosoh (16.97 g). Hal ini berarti bahwa setiap butir beras analog F4 memiliki berat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan beras sosoh.

Densitas Kamba

(40)

Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia yang dilakukan terhadap beras analog dengan formula F1 dan F4 terdiri dari analisis proksimat, amilosa dan serat pangan. Karakteristik kimia dari beras analog F1 dan F4 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik kimia beras analog F1 dan F4

Karakteristik Kimia Sampel

Keterangan: Rataan dari tiga ulangan ± standar deviasi; angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p>0.05) *Thomas et al. (2013)

**IRRI(2014)

Analisis Proksimat

Analisis proksimat terhadap bahan pangan dilakukan untuk mengetahui kandungan nilai gizi diantaranya air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat ditunjukkan pada Tabel 6. Kadar air beras analog F4 (9.56%) lebih tinggi dibandingkan F1 (8.69% ). Selain itu kadar air beras analog F1 dan F4 tidak berbeda nyata pada taraf signifikan 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan rempah pada formula pembuatan beras analog tidak berpengaruh terhadap kadar air. Bila dibandingkan dengan beras sosoh yang memiliki kadar air sebesar 13 %, kadar air beras analog F4 lebih rendah. Kedua kadar air beras analog berada dibawah kadar air 14% sehingga aman untuk penyimpanan.

Kadar abu yang terdapat dalam suatu makanan berperan penting dalam menentukan kadar mineral (Bhat & Sridhar 2008). Beras analog F4 (0.72%) memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan beras analog F1 (0.69%). Kadar abu beras analog F1 dan F4 tidak berbeda nyata pada taraf signifikan 0.05. Kedua formula beras analog tersebut memiliki kadar abu yang lebih tinggi dari kadar abu beras sosoh (0.50%).

Kadar lemak beras analog F1 dan F4 berbeda nyata pada taraf signifikasi 0.05. Penambahan rempah pada formula pembuatan beras analog memberikan pengaruh terhadap kandungan lemak beras yang dihasilkan. Beras analog F4 (0.53%) memiliki kadar lemak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan beras analog F1 (0.74%). Selain itu juga kadar lemak dari beras analog F4 lebih rendah jika dibandingkan dengan beras sosoh yang memiliki kadar lemak sebesar 1.00%. Kadar lemak yang rendah dapat menyebabkan umur simpan beras lebih lama karena dapat terhindar dari reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan ketengikan.

(41)

Menurut Akdogan (1999) dalam Noviasari et al, (2013) kondisi dari operasi ekstruder dan bahan yang digunakan dapat berpengaruh terhadap kadar protein produk yang dihasilkan. Protein dari beras analog yang dihasilkan diduga berasal dari protein tepung sorgum yang digunakan. Menurut Widowati et al. (2010) sorgum mengandung protein (8-12%) yang setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%).

Beras analog yang dihasilkan memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan beras sosoh yang mengandung karbohidrat sebesar 80.00 %. Beras analog F1 dan F4 memiliki kadar karbohidrat berturut-turut sebesar 92.83% dan 92.53%. Jumlah kandungan karbohidrat yang tinggi dalam beras analog yang dihasilkan menandakan bahwa beras analog yang dihasilkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber karbohidrat sebagai pengganti beras.

Kadar Amilosa

Kandungan amilosa dalam beras berperan penting dalam menentukan secara keseluruhan hasil pemasakan (Adu-Kwarteng et al. 2003; Asghar et al.

2012). Beras dengan kadar amilosa sedang (20-25%) akan menghasilkan nasi yang pulen (IRRI 1985 dalam Thomas et al. 2013), sebaliknya beras dengan kadar amilosa tinggi akan menghasilkan nasi yang pera bila dalam keadaan dingin (Adu-Kwarteng et al. 2003). Selain itu beras yang memiliki kadar amilosa tinggi mempunyai warna lebih cerah (Widowati et al. 2010).

Kadar amilosa dari beras analog F4 (26.48%) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar beras F1 (27.38%) dan beras sosoh (33.00%). Namun dari hasil uji lanjut, kadar amilosa beras analog F4 tidak berbeda nyata (p>0.05) bila dibandingkan dengan kadar amilosa dari beras analog F1. Kadar amilosa yang tinggi dapat menurunkan daya cerna pati setelah proses pengolahan. Menurut Zhu et al. (2011), peningkatan jumlah kandungan amilosa dapat meningkatkan pati resisten yang terbentuk selama proses retrogradasi yang berpengaruh terhadap penurunan daya cerna pati. Vujic et al. (2014) menyatakan bahwa selama proses retrogradasi pati membentuk struktur kristal yang berbeda dan berpengaruh terhadap daya cerna pati.

Serat Pangan

Serat pangan merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (Jones 2013). Serat pangan dianggap sebagai pangan fungsional karena memiliki manfaat yang beragam, salah satunya dalam mencegah penyakit diabetes (Hannan et al. 2007). Serat pangan akan mempengaruhi pencernaan karbohidrat di dalam usus melalui mekanisme penundaan peningkatan glukosa dalam darah (Bjorck dan Elmstahl 2003). Menurut Waspadji (1990) dalam Kusharto (2006), serat larut dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung, selain itu juga serat larut dan pektin dapat memperpanjang waktu transit diusus.

Gambar

Gambar 2 Pembuatan bubuk rempah
Tabel  1  Formula  penambahan  rempah  yang  diujicobakan  pada  pembuatan  beras  analog
Tabel 2 Karakteristik kimia bahan baku untuk pembuatan beras analog
Gambar 5 Nasi analog dengan penambahan rempah

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dapat ditarik benang merah bahwa aliran filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya

Penelitian ini mendeskripsikan komponen semantis pada ungkapan metaforis yang terdapat dalam wacana hukum pada surat kabar harianJawa Pos dengan cara mengkontraskan komponen semantis

dapat berkolonisasi ke dalam jaringan berkeratin 8 , meliputi stratum korneum, rambut, kuku 8,9 dan jaringan tanduk hewan 8. Pada penamaan infeksi klinis dermatofitosis,

pengajar, hingga masyarakat. Jika semua pihak tersebut menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan saling bersinergi dalam mendidik generasi muda maka bukan tidak mungkin

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Penyelesaian Tugas Akhir Skripsi (TAS) adalah suatu proses penyelesaian sebuah hasil karya tulis ilmiah dari sebuah penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pengembangan peta bencana longsoran pada rencana pembangunan waduk Manikin di Nusa Tenggara Timur sedangkan metode analisa yang digunakan

Pengaruh sosial yang terjadi di lingkungan lokalisasi berdampak pada kehidupan masyarakat yang memiliki anak kecil yang menganggap kehidupan wanita tuna susila adalah

Pengertian Gigi Tiruan Tetap (GTT) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang yang dilekatkan pada gigi asli, biasanya digunakan dengan pontik yang