• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinace)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinace)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU TEBANG TERHADAP

KEAWETAN ALAMI BAMBU ANDONG (

GIGANTOCHLOA

PSEDOARUNDINACEAE

)

PAULUS NUAENG MARBUN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PAULUS NUAENG MARBUN. Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae). Dibimbing oleh ARINANA dan EFFENDI TRI BAHTIAR.

(5)

ABSTRACT

PAULUS NUAENG MARBUN.Effect of Harvesting Time on Natural Durability of Andong Bamboo. (Gigantochloa psedoarundinaceae). Supervised by ARINANA and EFFENDI TRI BAHTIAR.

Gigantochloa pseduarundinaceae, also known as Andong bamboo, used in this study. Samples were taken from bamboos which were harvested once each month in a year starting from February 2013 to January 2014. Bamboos culms were cut into strips. The strips were put in a safe, dry place, and free from wood destroying organisms. After all of the bamboos were collected, the laboratory testing is conducted based on SNI 01.7207-2006 methods. Field testing were also conducted based on ASTM D 1758-06 methods. According to the laboratory test, the bamboos were categorized as durability class III (medium durability) and durability class IV (bad durability). According to laboratory testing, the least loss of bamboo mass occurred on Maret and the highest number of termite mortality occurred on November. While, the results of the field test show that the value of the highest durability grade and the weight lowest loss rate was occurred on bamboo which is harvested in March to May. Best subset regression were used to determine the environmental factors during harvesting process which was dominantly affecting the bamboos' durability. The observed environmental factors were rain levels, humidity, and temperature. According to best subset regression analysis, the rain level and humidity during the harvesting period were two main factors affecting the bamboos' natural durability. The best subset regression resulted that rainfall and humidity during the harvest were the two main factors that affect the durability of bamboo at observed daily rainfall intervals (1-20 mm). Rain levels and humidity give fluctuating effects on the loss of mass. The maximum loss was happened on 74% humidity. If the humidity is bellow 74%, or above 74%, the mass loss tend to decrease. The rain level also affect the mass loss. Low rainfall level 1 to 4 mm showed the decrease in mass loss, and became stabilized when the rain level reach above 4 mm. According to the data, it is recommended to harvest the bamboos on March to Mei, when the durability are the highest and the mass loss are the lowest.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PENGARUH WAKTU TEBANG TERHADAP

KEAWETAN ALAMI BAMBU ANDONG (

GIGANTOCHLOA

PSEDOARUNDINACEAE

)

PAULUS NUAENG MARBUN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinace)

Nama : Paulus Nuaeng Marbun NIM : E24100047

Disetujui oleh

Arinana, SHut MSi Pembimbing I

Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan, dan kasih setia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat mengakhiri masa perkuliahan serta menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Pengaruh Waktu Tebang terhadap Keawetan Alami Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae).

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari 2013 hingga April 2014.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayah St. Rizal Marbun dan Ibu Rawati Sinaga dan juga kakak, adik tercinta.

2. Ibu Arinana, SHut MSi dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir penulisan.

3. Bapak Anhari yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 4. Christine Della Prasetya yang telah banyak memotivasi dan membantu

penelitian dari awal hingga akhir.

5. Rekan-rekan FAHUTAN IPB khususnya THH 47 atas segala bantuannya. Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jadwal penebangan contoh uji selama dua belas bulan 4 2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI

01.7202-2006 yang dimodifikasi berdasar Arinana el al. 5 3 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan

penurunan berat pada metode ASTM D 1758-06 6

DAFTAR GAMBAR

1 Rumpun bambu Andong pengambilan contoh uji 3

2 Pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah metode SNI

01.7207-2006 4

3 Kehilangan berat uji laboratorium 7

4 Mortalitas rayap C.curvignaus 8

5 Kelas mutu bambu uji lapang 8

6 Kehilangan berat uji lapang 9

7 Korelasi antara kehilangan berat dengan curah hujan 10 8 Korelasi antara kehilangan berat dengan kelembaban 10 9 Korelasi antara kelas mutu dengan curah hujan 11 10 Korelasi antara kelas mutu dengan kelembaban 11 11 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kehilangan berat

estimasi dan empiris 12

12 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kelas mutu

estimasi dan empiris 12

13 Beberapa jenis rayap yang ditemukan menyerang contoh uji di

Arboretum Fakultas Kehutanan IPB 13

14 Bentuk serangan rayap pada uji lapang 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persentase penurunan berat contoh uji laboratorium 17

2 Mortalitas rayap tanah C.curvignatus 17

3 Persentase penurunan berat contoh uji lapangan 18 4 Nilai kerusakan contoh uji yang didapatkan dengan metode ASTM D

1758-06 18

5 Denah sebaran rayap yang menyerang contoh uji 19 6 Kondisi cuaca (temperatur, curah hujan, kelembaban) di wilayah

Ciampea, Bogor pada Februari 2013 sampai Januari 2014 20 7 Anova RAL Subsampling kehilangan berat uji laboratorium 20 8 Anova RAL Subsampling mortalitas rayap C.curvigntus uji

laboratorium 20

9 Anova RAL Subsampling kehilangan berat uji lapang 21 10Regresi kehilangan berat uji lapang dan cuaca 22

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu terdapat hampir di seluruh Indonesia dan merupakan bahan yang penting sebagai pengganti kayu. Ada banyak jenis bambu di Indonesia, menurut Frick (2004) salah satu jenis bambu yang penting dan banyak digunakan adalah bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinacea). Bambu mempunyai manfaat yang sangat banyak, di antaranya adalah sebagai bahan untuk pembangunan rumah, jembatan, alat penangkapan ikan dan banyak lagi. Bambu bisa digunakan sebagai bahan dasar bagi kerajinan rakyat untuk pembuatan alat rumah tangga seperti mebel, hiasan, dan alat dapur (Untung et al. 1997). Lebih lanjut Untung et al. (1997) mengatakan bahwa bambu dapat memberikan manfaat ekologi, mencegah erosi, menyerap dan mengikat berbagai bahan dan gas pencemar di udara, tanah dan air, sangat cepat pertumbuhannya sehingga dalam waktu 3-4 tahun sudah dapat ditebang. Bambu dapat pula digunakan sebagai tanaman hias dan bahan baku pulp. Morisco (2006) mengatakan bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per jam, atau 120 cm per hari dan dapat diperoleh dengan kualitas baik pada umur 3-5 tahun.

Namun terdapat beberapa permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam pemanfaatan bambu. Lebih lanjut Frick (2004) mengatakan bahwa bambu memiliki 50-55% lebih banyak selulosa daripada kayu. Tanpa perhatian pada pengawetan maka konstruksi bambu tahan lama 2-3 tahun saja, sedangkan dengan pengawetan dan pemeliharaan yang memadai dapat tahan lama di atas 15 tahun.

Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas bambu adalah masa memotong bambu (masa pemanenan). Secara tradisional, masyarakat memanen bambu pada musim kemarau dan jarang dilakukan pada musim penghujan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian ketahanan bambu terhadap rayap tanah. Bambu yang digunakan adalah dua belas batang bambu yang ditebang masing-masing satu buluh setiap bulan dari Februari 2013 hingga Januari 2014. Penelitian tentang kapan masa panen atau penebangan bambu yang tepat sangatlah penting. Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan bambu dan menambah wawasan masyarakat dalam menentukan waktu tebang bambu yang benar.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu tebang yang tepat, sehingga keawetan alami bambu terhadap rayap tanah pada kondisi terbaik.

Manfaat Penelitian

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Bambu

Bambu adalah tanaman serbaguna dan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, memiliki cabang, berimpang, dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Widjaja 1996). Bambu termasuk dalam suku Gramineae, ordo Plantae. Menurut Dransfield dan Wijaya (1995) di seluruh dunia terdapat 1000-an jenis bambu, di antaranya terdapat 200 jenis bambu yang dapat tumbuh di Asia Umumnya bambu yang terdapat di Indonesia tumbuh secara berumpun. Dari beberapa puluh jenis bambu yang ada di Indonesia, lebih kurang 10 jenis diantaranya ternyata baik dan cocok untuk digunakan sebagai bahan baku anyaman rakyat (Widjaja et al. 1988). Menurut Cusack dalam Morisco (2006), berdasarkan pertumbuhannya bambu dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu bambu simpodial dan bambu monopodial. Dengan penggunaan bambu sebagai substitusi diharapkan sebagian permintaan kayu dapat dipenuhi oleh bambu.

Bambu Andong

Di beberapa daerah bambu Andong dikenal dengan berbagai nama, seperti di Jawa Barat dikenal dengan Awi Ater, di Jawa dikenal dengan Pring Benel, dan di daerah Lombok dan Sumbawa dikenal dengan Air Santong. Bambu Andong tersebar dan dibudidayakan di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Halmahera, dan Sumbawa (Sutiyono 1996). Lebih lanjut Sutiyono (1996) mengatakan bambu Andong dapat diproduksi setelah rumpun berumur 5 tahun. Pada umur 5 tahun terdapat 16 batang/rumpun dengan diameter rata-rata 14 cm dan tinggi 10.4 m. Bambu Andong dapat tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian > 900 m dpl. Bambu Andong memiliki tinggi 7-30 m, berat jenis 0.5-0.7 (ruas) dan 0.6-0.8 (bagian buku), MOE 198 229-291 573 Kg/cm², MOR 1 743-2 110 Kg/cm² (Dransfield dan Widjaja 1995).

Rayap

(15)

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama enam belas bulan, yaitu dua belas bulan masa pemanenan bambu, dan empat bulan untuk pengujian laboratorium dan lapangan. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium Rayap (Termites Rearing Unit), Laboratorium Pengerjaan Kayu Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan, Arboretum Fakultas Kehutanan IPB dan Arboretum Bambu Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Rumpun bambu pengambilan contoh uji

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan elektrik, oven, desikator, ember, botol kaca, kamera, linggis, tali, penggaris, spidol, mesin pemotong, bulu ayam, gelas ukur, rak, aluminium foil, cawan petri, jarum, pinset, plastik, kaliper, tisu, dan kapas.

Prosedur

Pengambilan contoh uji

(16)

4

Tabel 1 Jadwal penebangan contoh uji selama dua belas bulan

Prosedur uji laboratorium

Prosedur penelitian dan contoh uji dibuat dengan metode SNI 01.7207-2006 yang dimodifikasi seperti yang dilakukan Arinana et al. (2012). Ukuran contoh uji dibuat dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal 2.5 cm x 2.5 cm x 0.3 cm. Untuk mendapatkan tebal 0.3 cm bilah bambu diserut bagian dalamnya. Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC untuk mendapatkan nilai berat sebelum pengujian (W1). Botol yang akan digunakan disterilisasi dengan cara dicuci dengan air, kemudian dibilas dengan alkohol 70%. Botol uji yang telah dibilas dengan alkohol lalu dioven selama 48 jam pada suhu 60 ºC. Pasir dicuci dengan air, dikering-udarakan selama 24 jam kemudian dioven selama 48 jam pada suhu 103 ± 2 ºC. Contoh uji dimasukkan ke dalam botol dengan posisi kulit bambu bersandar ke dinding botol kemudian pasir dimasukkan ke dalam botol, dilanjutkan dengan memasukkan akuades sebanyak 50 ml. Kemudian rayap tanah kasta pekerja yang sehat dan aktif dimasukkan sebanyak 200 ekor. Pada minggu keempat botol uji dibongkar dan dibersihkan kemudian dihitung mortalitas rayapnya. Contoh uji kemudian dioven pada suhu 60 ºC selama 48 jam. Contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat akhir (W2).

Gambar 2 Pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah C.curvignatus dengan metode SNI 01.7207-2006.

(17)

5 Persentase kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap dihitung dengan persamaan berikut:

Kehilangan berat (%) =

x 100 % Keterangan :

W1 : Berat contoh uji mula-mula (gram)

W2 : Berat contoh uji setelah pengujian (gram)

Mortalitas rayap pada masing-masing botol uji dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Mortalitas (%) =

x 100 % Keterangan :

N : Jumlah rayap yang hidup pada akhir masa pembongkaran 200 : Rayap pekerja pada awal pengujian

Penentuan ketahanan dan kelas awet contoh uji terhadap rayap tanah diklasifikasikan berdasarkan penurunan berat sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada SNI 01.7207-2006 yang dimodifikasi berdasar Arinana et al. (2012)

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan < 3,52

(18)

6

Tabel 3 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada ASTM D 1758-06

Kelas mutu Gambaran dari kondisi

10 Tidak ada serangan; 1-2% kerusakan kecil diperbolehkan 9 Penetrasi mencapai 3% dari penampang melintang 8 Penetrasi 3-10% dari penampang melintangnya 7 Penetrasi 10-30% dari penampang melintangnya 6 Penetrasi 30-50% dari penampang melintangnya 4 Penetrasi 50-75% dari penampang melintangnya

0 Rusak

Analisis Data

Data kehilangan berat dan mortalitas hasil uji laboratorium serta ketahanan bambu dan kehilangan berat hasil uji lapang diuji dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) subsampling dimana waktu penebangan bertindak sebagai perlakuan. Lebih detail lagi analisis best subset regression digunakan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan apa yang berpengaruh terhadap ketahanan alami bambu dan kehilangan beratnya setelah diuji kubur. Faktor lingkungan yang diamati meliputi curah hujan, suhu, dan kelembaban yang diperoleh dari www.worldweatheronline.com pada periode tujuh hari sebelum jadwal pemanenan bambu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(19)

7

Uji Laboratorium

Kehilangan berat contoh uji menunjukkan ketahanan bambu terhadap serangan perusak bambu. Penurunan berat contoh uji setelah pengujian juga menentukan kelas awet contoh uji berdasarkan persen kehilangan beratnya. Berdasarkan hasil penelitian, data penurunan berat contoh uji sebagian besar dikelompokkan ke dalam kelas awet IV ketahanan buruk, sedangkan kelas awet III ketahanan sedang hanya diperoleh untuk bambu yang dipanen pada bulan Maret, Agustus, September, dan Oktober.

Kehilangan berat dari contoh uji merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam mengetahui waktu yang tepat untuk memanen bambu. Semakin sedikit kehilangan berat dari contoh uji maka bambu akan semakin awet dan sebaliknya. Grafik pada Gambar 3 menunjukkan tingkat kehilangan berat dari bambu yang dipanen selama periode penebangan disaat akan dipanen.

Gambar 3 Kehilangan berat bambu uji laboratorium

(20)

8

Gambar 4 Mortalitas rayap C. curvignatus

Mortalitas rayap perlu diperhatikan dalam pengujian skala laboratorium. Pemanenan bambu pada bulan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap pada pengujian laboratorium. Gambar 4 menunjukkan perbedaan yang fluktuatif dari penebangan bulan Februari 2013 hingga bulan Januari 2014. Mortalitas rayap C. curvignatus terendah terjadi pada contoh uji yang dipanen pada bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu sebesar 93-95%. Sedangkan mortalitas paling tinggi terjadi pada contoh uji yang dipanen pada bulan Mei sebesar 99% dan November yaitu 100%.

Uji Lapangan

Gambar 5 menunjukkan kehilangan berat contoh uji pada pengujian lapangan. Pemanenan pada bulan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata pada kehilangan berat uji lapang. Perbedaan dari kehilangan berat terjadi secara fluktuatif dari bulan pertama sampai bulan ke dua belas. Kehilangan berat contoh uji paling kecil terjadi pada pemanenan bulan Maret sampai dengan Mei sebesar 6.00-10.65% dan paling besar terjadi pada bulan Agustus sebesar 42.29%.

(21)

9 Kelas mutu dari contoh uji didapatkan dari pengujian lapangan. Kelas mutu dari kedua belas bulan pemanenan bambu berbeda secara fluktuatif seperti yang ditunjukkan Gambar 6. Kelas mutu paling rendah terjadi pada pemanenan bulan Januari dan Agustus dengan nilai 6 dan paling besar terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei yaitu 8.

Gambar 6 Kelas mutu bambu uji lapang

Hubungan Uji Lapangan dan Cuaca

Faktor lingkungan yaitu curah hujan (W) dan kelembaban (H) berkorelasi erat dengan kehilangan berat. Selama tahun 2013 musim di daerah Bogor tidak menentu yang didominasi hujan. Dari tiga variabel yang diukur curah hujan dan kelembaban yang dominan berpengaruh terhadap kehilangan berat, sedangkan suhu tidak banyak berpengaruh.

Dengan menggunakan variabel curah hujan dan kelembaban tiap-tiap pemanenan maka diperoleh estimasi kehilangan berat contoh uji bambu yang dipanen pada bulan yang bersangkutan (Gambar 7).

(1)

(22)

10

Gambar 7 Korelasi antara kehilangan berat dan curah hujan

Sebaliknya kelembaban memberikan pengaruh yang fluktuatif terhadap kehilangan berat. Puncak kehilangan berat terjadi pada kelembaban 74%, pada kelembaban kurang dari 74% kehilangan berat cenderung meningkat, sebaliknya menurun pada kelembaban 74-78% dan cenderung stabil pada kelembaban di atas 78%. Fenomena tersebut terlihat pada Gambar 8. Fenomena serupa juga terjadi pada kelas mutu sebagaimana disajikan pada Persamaan 2.

Gambar 8 Korelasi antara kehilangan berat dan kelembaban

(2)

0,71 0,73 0,75 0,77 0,79 0,81

(23)

11

Gambar 9 Korelasi antara kelas mutu dan curah hujan

Gambar 9 menunjukkan bahwa kelas mutu dari bambu yang dipanen setiap bulan meningkat ketika curah hujan meningkat. Peningkatan yang signifikan terjadi dari ketinggian curah hujan 1 mm hingga 2 mm. Diatas 2 mm kelas mutu terus meningkat secara perlahan.

Gambar 10 Korelasi antara kelas mutu dan kelembaban

Gambar 10 menunjukkan kelas mutu cenderung menurun ketika kelembaban naik dari 71% hingga 75.5%. Sebaliknya kelas mutu bambu meningkat ketika kelembaban meningkat dari 75.5%.

5

0,71 0,73 0,75 0,77 0,79 0,81

(24)

12

Gambar 11 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kehilangan berat

Gambar 11 menunjukkan bahwa kehilangan berat adalah fluktuatif dari penebangan bulan Februari 2013 hingga bulan Januari 2014. Hal ini menunjukkan bahwa pemanenan pada bulan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap keawetan bambu Andong (G. psedoarundinaceae). Kehilangan berat aktual tidak berbeda jauh dengan data empiris, namun terjadi anomali pada bulan Januari yang estimasinya cukup besar dibandingkan empirisnya yang dipengaruhi oleh curah hujan dan kelembaban pada saat pemanenan.

Gambar 12 Korelasi antara curah hujan dan kelembaban terhadap kelas mutu

Kelas mutu dari seluruh contoh uji berada di antara kelas mutu 6, 7, dan 8. Gambar 12 menunjukkan korelasi antara kelembaban dan curah hujan terhadap kelas mutu baik secara estimasi maupun empiris. Kelas mutu aktual tidak berbeda secara signifikan dengan kelas mutu empiris. Kelas mutu yang terbaik secara empiris maupun estimasi terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei.

0

Kehilangan Berat (Estimasi) Kehilangan Berat (Empiris)

Humidity (%) Curah Hujan (mm)

Kelas Mutu (estimasi) Kelas Mutu (Empiris)

(25)

13

Identifikasi Rayap Uji Lapangan

Dari tiga puluh enam contoh uji yang diuji di lapangan seluruh contoh uji mengalami kerusakan akibat serangan rayap. Di antara contoh uji yang rusak akibat serangan rayap tersebut terdapat sepuluh contoh uji yang ditemukan rayap. Setelah diidentifikasi, terdapat empat jenis rayap yang menyerang contoh uji. Keempat jenis rayap tersebut adalah Odontotermes sp., Microtermes sp., Coptotermes sp., dan Macrotermes sp. Rayap yang ditemukan menyerang contoh uji dapat dilihat pada Gambar 12. Jenis rayap yang paling banyak ditemukan adalah Macrotermes sp. dan kerusakan yang ditimbulkan lebih besar dari pada yang lain. Beberapa contoh uji yang diserang rayap Macrotermes sp. yaitu contoh uji yang dipanen bulan Februari, Juli, dan September. Jenis Odontotermes sp. menyerang contoh uji yang dipanen pada bulan Februari dan Mei. Pemanenan pada bulan Agustus diserang oleh rayap jenis Coptotermes sp. Sketsa peletakan contoh uji di lapangan dan sebaran jenis rayap yang menyerang dapat dilihat di Lampiran 3. Contoh uji yang diuji hanya diserang pada bagian dalam contoh uji saja sedangkan pada bagian kulit tidak diserang sama sekali (Gambar 13). Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi tingkat serangan rayap pada penelitian ini, yaitu cuaca selama pengujian dan lokasi penelitian yang memang merupakan habitat rayap. Komponen cuaca yang dominan berpengaruh yaitu curah hujan dan kelembaban.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 13 Empat jenis rayap (perbesaran 10X) yang ditemukan menyerang contoh uji di Arboretum Fakultas kehutanan IPB yaitu (a) Odontotermes sp., (b) Microtermes sp., (c) Coptotermes sp., (d) Macrotermes sp.

(26)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa waktu tebang yang tepat untuk memanen bambu di Bogor khususnya daerah Dramaga adalah bulan Maret, April dan Mei.

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh waktu tebang terhadap kadar pati dan kekuatan bambu serta dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap jenis bambu lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arinana, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2012. Termite Species-susceptible of Wood for Inclusion as a Reference in Indonesian Standardized Laboratory Testing. Insects 2012, 3, 396-401.

[ASTM] American Standard Testing Material D 1758-06. 2002. Standard Test Method of Evaluating Wood Preservatives by Field Test With Stakes. West Conshohocken Z (United Stated).

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006.Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta (ID) : Badan Standarisasi Nasional.

Darupratomo. 2008. Pengaruh Proses Pengawetan Bambu terhadap Karakteristik Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Klaten (ID). Universitas Widya Dharma.

Diba F. 2009. Teknologi Pengawetan Bambu Dendrocalamus Sp Tanpa Bahan Kimia Untuk Pengendalian Serangan Bubuk Kayu Kering Dinoderus Minitus. Di dalam: Triatmodjo B, Morisco, Prayitno TA, Suranto Y, Supriyadi B, Saputra A, Irawati IS, Hartati, Firma BE, Agustin S, Editor. Rekayasa Bambu Sebagai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan.

Proceeding Seminar Nasional ; 2009 Maret 16-17; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Teknik Sipil dan Lingkungan FT- UGM. hlm 26-29. Dransfield S, Widjaja EA. 1995.Plants Resources of South East Asia No.7

Bamboos. Backhuys Publisher. Leiden. Bogor (ID). Prosea Foundation. Fadli TM. 2006. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis dari Bambu Andong

(Gigantochloa verticillata (willd) Munro) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Frick H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Pengantar Konstruksi Bambu. Semarang (ID): Soegijapranata University Pr.

(27)

15 Idris AA, Anita F, Purwito. 1994. Penelitian Bambu Untuk Bahan Bangunan. Dalam: Strategi Penelitian Bambu di Indonesia. PUSPITEK Serpong, 21-22 Juni 1994.

Lestari PA. 2013. Ketahanan Delapan Jenis Produk Kayu Komposit Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holgren). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Morisco. 2006. Teknologi Bambu. Magister Teknologi Bahan Bangunan. Program Studi Teknik Sipil. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID): Dinas Kehutanan Jakarta.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Parubak BS. 2009. Pengembangan OSB (Oriented Strand Board) Berkualitas Tinggi dari Bambu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pranata AZ. 2013. Keawetan Alami Beberapa Jenis Kayu Indonesia Kurang Dikenal dari Kampus IPB Dramaga Terhadap Serangan Rayap. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Remadona IY. 2013. Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sastrapradja S. dan Kartawinata K. 1980.Kayu Indonesia.Lembaga Biologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indondesia (LIPI).Balai Pustaka. Jakarta.

Setiadi WT. 2008. Pengaruh Pemupukan Nitrogen dan Pemanenan Rebung Pada Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel) Wijaja) Umur 38 Sampai dengan 46 Bulan Setelah Tanam. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Setiadi A. 2009. Sifat Kimia beberapa Jenis Bambu Pada Empat Tipe Ikatan Pembuluh. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sukadaryati. 2006. Potensi Hutan Masyarakat di Indonesia dan Permasalahannya. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006: hlm 49-57.

Suranto Y. 2012. Identifikasi Jenis Bambu dan Dinamika Teknologi Pemanfaatannya Sebagai Komponen Rumah Adat Tana Toraja berstatus Bangunan Cagar Budaya Berbahan Kayu. Di dalam: Bagus Eratodi I GL, Irawati IS, Masdar A, Lestari A, Ade A, Marisa Y, editor. Rekayasa Bambu Sebagai Solusi Pelestarian Lingkungan. Proceeding Simposium Nasional Rekayasa dan Budidaya Bambu I, SINAR BAMBU I;2012 Januari 30; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. hlm 162-169. Suryana J. 2012. Pengembangan Bambu Lapis Berkualitas Tinggi. [disertasi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suwanto B. 2008. Pengawetan Bambu. Semarang (ID). Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang.

(28)

16

Wawo HA. et al. 1996. Paket Modul Partisipatif: Budidaya Bambu Guna Meningkatkan Produktifitas Lahan. Prosea Indonesia. Bogor (ID). Yayasan Prosea Indonesia.

Widjaja EA. 1989. Tumbuhan Anyaman Indonesia. Perpustakaan Nasional. Ikatan Alumni Biologi Universitas Padjajaran cabang Bogor. Jakarta (ID). PT Mediyatama Sarana Perkasa

(29)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Persentase kehilangan berat contoh uji laboratorium

Bulan Pangkal (% Tengah (%) Ujung (%) Rerata (%)

Lampiran 2 Mortalitas rayap tanah C curvignatus uji laboratorium

(30)

18

Lampiran 3 Persentase kehilangan berat contoh uji lapangan

No Pangkal (% Tengah (%) Ujung (%) Rerata (%)

Lampiran 4 Kelas mutu contoh uji yang didapatkan dengan uji lapangan

(31)

19 Lampiran 5 Denah sebaran rayap yang menyerang contoh uji

1p

11p 11t 11u 12p 12t 12u

Keterangan :

p : Bagian pangkal t : Bagian tengah u : Bagian ujung

1-12 : Bulan pemanenan bambu : Odontotermes sp.

(32)

20

Lampiran 6 Kondisi cuaca (temperatur, curah hujan, kelembaban) di wilayah Ciampea, Bogor pada Februari 2013 sampai Januari 2014

Waktu

Lampiran 7 ANOVA RAL Subsampling kehilangan berat uji laboratorium

Sumber Total terkoreksi 35 306.26

(33)

21 Lampiran 9 ANOVA RAL Subsampling kehilangan berat uji lapang

Sumber Keragaman

db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01 p

Bulan 11 16.00 1.45 21.3333 2.2585 3.1837 0.000

sisaan 24 10.00 0.42

Pangkal, tengah,

(34)
(35)
(36)
(37)
(38)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simataniari, Humbang Hasundutan, tanggal 27 Juli 1991. Penulis merupakan anak ke tujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan suami istri St. Rizal Marbun dan Rawati Sinaga. Penulis lulus dari SD RK Bintang Kejora Lintongnihuta dan lulus pada 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Lintongnihuta dan lulus pada 2007. Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 1 Lintongnihuta dan lulus pada tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi mahasiswa baik organisasi mahasiswa internal kampus maupun eksternal kampus diantaranya HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) sebagai anggota, GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Cabang Bogor sebagai anggota aktif, Departemen Kerohanian (2011-2012), Ketua Bidang Pendidikan Kader, Kerohanian dan Kewirausahaan (2012-2013). Beberapa beasiswa yang pernah di dapatkan oleh penulis adalah beasiswa berprestasi dari Otorita Asahan dan beasiswa Tanabe.

Gambar

Tabel 1 Jadwal penebangan contoh uji selama dua belas bulan
Gambar 3 Kehilangan berat bambu uji laboratorium
Gambar 5 Kehilangan berat bambu uji lapang
Gambar 6 Kelas mutu bambu uji lapang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya pola retak yang terjadi pada benda uji balok beton bertulang bambu dengan berbagai variasi jumlah tulangan mempunyai pola retak keruntuhan yang sama dengan

Dari diskusi dengan para pegawai (yang juga merupakan stakeholder ) di beberapa cabang ternyata terdapat fakta bahwa dalam periode kepemimpinan kepala cabang yang dipersepsi

Pangeran Sulaeman Sulendraningrat memberi catatan bahwa pembangunan di keraton Cirebon terus berlangsung, mulai pembangunan istana kerajaan Cirebon dan juga Masjid

Menemukan makna kata tertentu dalam kamus secara cepat dan tepat sesuai dengan konteks yang diinginkan melalui kegiatan membaca memindai.. Alokasi waktu : 2x 40 menit (1

Jika status guru dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya adalah guru sekolah yang menjadi objek penelitian dan kemudian dipromosikan/dimutasikan ke sekolah lain ataupun

Kegiatan fumigasi dilakukan untuk mematikan serangga atau meng- hindari kerusakan lebih lanjut pada komoditas yang telah terserang hama gudang, sedangkan penggunaan

Bapak I Nyoman Budiarta, selaku Kepala Desa/Perbekel Tunjukyang membantu penulis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program di Keluarga

olahan dan bisa membagi waktu untuk mencari informasi tentang usaha kopi yang sudah. berkembang yaitu bagaimana bentuk permodalan yang bisa diusahakan untuk