• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Habitat Rafflesia (Rafflesia Patma Blume.) Di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Habitat Rafflesia (Rafflesia Patma Blume.) Di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur, Jawa Barat"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK HABITAT RAFFLESIA (Rafflesia patma BLUME.)

DI CAGAR ALAM BOJONGLARANG JAYANTI

CIANJUR JAWA BARAT

MUHAMMAD ADLAN ALI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Habitat Rafflesia (Rafflesia patma Blume.) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Muhammad Adlan Ali

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD ADLAN ALI. Karakteristik Habitat Rafflesia (Rafflesia patma

Blume.) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL A M ZUHUD.

Cagar Alam (CA) Bojonglarang Jayanti merupakan salah satu habitat Rafflesia patma. Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi karakteristik komponen habitat biotik dan abiotik R. patma di CA Bojonglarang Jayanti. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April menggunakan plot tunggal analisis habitat untuk mengambil data fisik dan biotik serta studi literatur untuk pengambilan data iklim. Tipe vegetasi pada habitat R. patma adalah hutan dataran rendah dan hutan pantai dengan spesies dominan Cyathocalis biovulatus. Fauna yang ditemukan sebanyak 19 spesies dari 15 famili. Jumlah individu yang ditemukan sebanyak 90 individu R. patma pada ketinggian 0-100 mdpl, kemiringan rata-rata 14.73%, jarak dari pesisir pantai 758 m, jarak dari sumber air 12 m, ketebalan serasah 1.7 cm, dan jenis tanah Podsolik dengan kandungan hara rendah dan pH asam. Tipe iklim pada habitat R. patma adalah tipe iklim C dengan curah hujan 1 988.5 mm per tahun. Ancaman terhadap populasi R. patma di CA Bojonglarang Jayanti adalah perambahan hutan serta kurangnya pengelolaan dan perlindungan habitat. Kata kunci: abiotik, biotik, habitat, R. patma

ABSTRACT

MUHAMMAD ADLAN ALI. Habitat Characteristic of Rafflesia (Rafflesia patma

Blume.) in Bojonglarang Jayanti Nature Reserve, Cianjur, Jawa Barat. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL A M ZUHUD.

Bojonglarang Jayanti Nature Reserve one of habitat Rafflesia patma. The purpose of this research to identify biotic and abiotic habitat characteristic of R. patma in Bojonglarang Jayanti Nature Reserve. Research conducted in March until April, using single plot analysis habitat to take physical and biotic data as well as the study of literature for climate data retrieval. R. patma habitat have lowland and coastal forest vegetation types with dominant species Cyathocalis biovulatus. Fauna that be a benefit to the life of Rafflesia are 19 species from 15 Family. There are 90 individual R.patma found at altitude 0-100 m above sea level, slope average 14.73%, the distance from the coast beach 758 m, a distance from the water 12 m, litter thickness 1.7 cm, and the type of soil is Podsolic with low nutrient content and acidic pH. R. patma habitat has C climate type. Threats to the

R. patma population in Bojonglarang Jayanti Nature Reserve is encroachment, low management and less habitat protection.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KARAKTERISTIK HABITAT RAFFLESIA (Rafflesia patma BLUME.)

DI CAGAR ALAM BOJONGLARANG JAYANTI,

CIANJUR, JAWA BARAT

MUHAMMAD ADLAN ALI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah flora endemik, dengan judul Karakteristik Habitat Rafflesia (Rafflesia patma Blume) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur, Jawa Barat.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat MScF dan Bapak Prof Ir Ervizal A M Zuhud MS selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda Msi dan bapak Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo atas saran dan masukan yang diberikan. Di samping itu, penulis sampaikan terimakasih kepada Bapak Hendar dari Pengelola DAMKAR Desa Karangwangi dan keluarga, Bapak Odang beserta staf Resort Gunung Simpang-Jayanti, Saudara Arrifani Setia Rohim, Muhammad Ahda Agung Arifian, dan saudari Wida Agustina, serta Balai PSDA sungai Cisadea-Cibareno yang telah membantu selama pengumpulan data.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ayahanda Bapak Muhammad

Ridwan, Ibunda Halimatussa’diah, kakanda serta seluruh keluarga atas dukungan,

doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada besar

Nepenthes rafflesiana (KSHE 47), keluarga KPF Rafflesia Himakova 47, serta keluarga fast track KVT 47 atas dukungan, semangat, doa dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

LatarBelakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7

Kondisi Populasi R. patma 9

Karakteristik Faktor Biotik Habitat R. patma 11 Karakteristik Faktor Abiotik Habitat R. patma 16 Aktivitas Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Habitat R. patma 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tabel jenis data dan metode pengambilan data 3

2 Pengelompokan vegetasi dan luas petak ukur 4

3 Metode Analisa untuk indikator kualitas tanah 7

4 Perbandingan jumlah knop R. patma di beberapa lokasi penelitian 9 5 Nilai INP tumbuhan pada plot pengamatan Rafflesia dan Tetrastigma 13 6 Indeks keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan spesies pada plot

Tetrastigma dan Rafflesia 13

7 Fauna pengunjung habitat R. patma 15

8 Karakteristik iklim habitat R. patma dan inangnya 18 9 Perbandingan karakteristik habitat R. patma di CA Bojonglarang Jayanti

dengan habitat R. patma di lokasi lain 20

DAFTAR GAMBAR

1 Petak Tunggal Analisis Habitat 4

2 Peta lokasi penelitian R. patma 8

3 Kondisi populasi R. patma di CA Bojonglarang Jayanti 10 4 Kondisi populasi R. patma dalam keadaan mekar (a dan b) knop kuncup (c dan

d) dan membusuk (e dan f) 10

5 Morfologi kibarera (Tetrastigma leucostaphylum) (a) daun (b) buah dan (c)

batang 11

6 Nilai indeks kesamaan komunitas tumbuhan pada plot Tetrastigma dan

Rafflesia 14

7 Distribusi curah hujan bulanan rata-rata di CA Bojonglarang Jayanti 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kekayaan spesies tumbuhan dan habitusnya di plot Rafflesia 26 2 Tabulasi indeks nilai penting (INP) vegetasi semai pada plot Rafflesia 27 3 Tabulasi INP vegetasi tumbuhan bawah pada plot Rafflesia 27 4 Tabulasi INP vegetasi pancang pada plot Rafflesia 27

5 Tabulasi INP vegetasi pohon pada plot Rafflesia 28

6 Kekayaan spesies tumbuhan dan habitusnya di plot Tetrastigma 28 7 Tabulasi INP vegetasi semai pada plot Tetrastigma 30 8 Tabulasi INP vegetasi tumbuhan bawah pada plot Tetrastigma 31 9 Tabulasi INP vegetasi pancang pada plot Tetrastigma 31 10 Tabulasi INP vegetasi pohon pada plot Tetrastigma 32 11 Kandungan unsur hara tanah, tekstur dan pH tanah pada plot Rafflesia dan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rafflesia patma Blume. merupakan salah satu spesies dari genus Rafflesia

berukuran sedang dari semua spesies Rafflesia yang pernah di temukan (Susatya 2011). Genus Rafflesia pertama kali ditemukan tahun 1818 di Bengkulu oleh Dr. Yoseph Arnold dan dinamai oleh Robert Brown tahun 1820 (Kooders 1981 diacu dalam Zuhud et al. 1998). Kuijt (1969) diacu dalam Zuhud et al. (1998) menyatakan bahwa Rafflesia umumnya terdapat di daerah tropik Indo-Malaysia.

Rafflesia merupakan tumbuhan unik yang hidup di ekosistem hutan hujan tropika kawasan flora Malesiana. Karakteristik Rafflesia sebagai spesies tumbuhan langka menurut Priatna (1989) harus mendapat prioritas untuk pelestarian karena populasi di alam kecil (langka) dan merupakan spesies endemik. Priatna et al. (1989) juga menyebutkan bahwa Rafflesia dikategorikan langka dan telah dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 6/PMP/1961 tanggal 9 Agustus 1961, tentang larangan pengeluaran jenis-jenis Rafflesia. Dalam PP No.7 tahun 1999 juga dijelaskan bahwa semua spesies dari Famili

Rafflesiaceae merupakan spesies yang dilindungi undang-undang. Spesies dengan sifat-sifat biologinya yang berbeda dengan tumbuhan lainnya, memiliki daur hidup tahunan dan tergantung pada spesies inang, serta peka terhadap adanya gangguan habitat. Keberadaan R. patma juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat (Zuhud 1989, Priatna et al. 1989) serta berperan sebagai spesies kunci dalam ekosistemnya.

Terdapat 30 spesies dari genus Rafflesia yang sudah teridentifikasi dan 11 diantaranya hidup di hutan tropika Indonesia yaitu di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan (Lestari 2013), sedangkan Meijer (1997) dalam Galang dan Madulid (2006) menyatakan terdapat 13 spesies dari genus Rafflesia dan Nais (2001) dalam Lestari (2013) menyatakan terdapat 18 spesies dari genus Rafflesia. Spesies

Rafflesia yang sudah ditemukan sampai saat ini semuanya berhabitat dalam ekosistem hutan hujan tropika Asia Tenggara, sebelah barat dari garis Wallace yaitu pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Thailand, Luzon dan Mindanao (Zuhud et al. 1998).

Penyebaran R. patma saat ini meliputi kawasan hutan hujan tropika Pulau Jawa yaitu di Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran (Backer 1921 dalam Zuhud et al. 2001), CA Leuweung Sancang dan CA Nusa Kambangan (Backer 1921 dalam Zuhud et al. 2001, Priatna et al.1989, Susatya 2011).

(12)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi karakteristik habitat

R. patma yang meliputi komponen biotik dan komponen abiotik habitat R. patma

di CA Bojonglarang Jayanti.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data atau informasi ekologi dan habitat R. patma di CA Bojonglarang Jayanti dan diharapkan juga sebagai bahan masukan bagi pengelola untuk melakukan tindakan konservasi dan pengembangan populasi Rafflesia khususnya di habitat alaminya.

METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi pengambilan data dilakukan di CA Bojonglarang Jayanti, Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan selama penelitian ini antara lain Global Positioning System (GPS) Garmin untuk menentukan koordinat wilayah pengamatan, kamera sebagai alat dokumentasi, kertas koran untuk membungkus spesimen berupa daun atau bagian tumbuhan lainnya yang belum teridentifikasi di lapangan, tally sheet

untuk merekapitulasi data lapangan, hagameter untuk mengukur tinggi pohon, pita diameter untuk mengukur diameter pohon, pita ukur untuk mengukur tingkat pertumbuhan tiang dan pancang, label gantung sebagai penanda spesimen, alat tulis, dan plastik untuk menyimpan spesimen, serta bahan yang digunakan yaitu alkohol 70% sebagai bahan pengawet spesimen, penggaris dan golok untuk mengambil spesimen tanah, termometer untuk mengukur suhu lingkungan, dan plastik spesimen untuk membawa spesimen tanah.

Jenis Data

(13)

3

diperoleh berupa keadaan kondisi biotik kawasan, kondisi abiotik yang meliputi kondisi tanah dan iklim serta kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan CA Bojonglarang Jayanti. Jenis data yang diambil dilapangan dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tabel jenis data dan metode pengambilan data

No Jenis Data Uraian Lokasi Metode inang serta jenis pohon yang dipanjatinya

Cagar Alam Petak Ukur

3 Aktivitas Fauna

Jenis dan aktivitas fauna yang langsung berhubungan dengan kehidupan R. patma

Cagar Alam Petak Ukur

4 Kondisi R. patma

Blume

Jumlah, ukuran dan keadaan kuncup R. patma

Cagar Alam Petak Ukur

5 Abiotik

Bentuk dan Ukuran Unit Contoh Pengamatan

(14)

berupa data biotik dan abiotik. Data biotik berupa data kondisi populasi R. patma, vegetasi kawasan yang mencakup vegetasi tingkat pohon yang dihitung pada petak ukuran 0.1 ha, vegetasi pancang pada petak 0.01 Ha dan vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah yang dihitung pada petak 0.001 Ha sedangkan data abiotik yang diambil berupa kondisi iklim, tutupan tajuk, dan kondisi tanah di sekitar habitat R. patma (Gambar 1), sedangkan kategori pengelompokan vegetasi dan luas petak ukur disajikan pada Tabel 2.

(Priatna et al. 1989)

Gambar 1 Petak tunggal analisis habitat

Tabel 2 Kategori pengelompokan vegetasi dan luas petak ukur Tingkat pertumbuhan Diameter (cm) Luas petak ukur

Semai <2 0.001

Pancang 2-10 0.01

Pohon <10 0.1

Priatna et al. (1989)

Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Data Biotik

Variabel yang dikumpulkan pada kondisi biotik R. patma yaitu keadaan vegetasi, kondisi populasi, tumbuhan inang, dan aktivitas fauna yang berpengaruh pada habitat R. patma. Parameter yang diambil pada pengumpulan data kondisi vegetasi yaitu nama spesies, diameter dan jumlah individu tumbuhan (Hikmat 1988, Mukmin 2008, Asri 2011). Data yang diambil pada pengumpulan data kondisi populasi yaitu ukuran populasi serta jumlah dan keadaan kuncup Rafflesia. Parameter yang dikumpulkan pada pengambilan data inang Rafflesia yaitu jumlah inang, tinggi dan diameter inang serta jenis pohon yang dipanjatinya. Parameter yang diambil pada pengumpulan data aktivitas fauna yaitu jenis dan aktivitas fauna yang langsung berpengaruh pada kehidupan R. patma (Syahbudin 1981, Hikmat 1988, Mukmin 2008, Asri 2011).

Pengumpulan Data Abiotik

Pengambilan data tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah untuk melakukan pengamatan sifat biologi, kimia dan fisik tanah yang diambil pada kedalaman 0-20 cm pada setiap plot pengamatan (Ramdaniah 2001). Pengambilan data kondisi iklim yang berada pada plot pengamatan analisis habitat R. patma

dilakukan dengan metode observasi pengukuran suhu pada termometer bola basah Keterangan:

1. Petak ukuran 0.1 ha untuk data pohon 2. Petak ukuran 0.01 ha untuk data pancang 3. Petak ukuran 0.001 ha untuk data semai dan

tumbuhan 1

(15)

5

dan termometer bola kering serta mengukur kelembaban udara di sekitar plot pengamatan (Verta 2004). Pengambilan data ketinggian dan kemiringan tempat dilakukan dengan menggunakan GPS. Pengambilan data tutupan tajuk dilakukan dengan membuat profil arsitektur hutan untuk mengetahui penutupan tajuk dari petak contoh yang diambil (Mukmin 2008). Pembuatan profil hutan dilakukan untuk mengetahui lapisan-lapisan tajuk pohon (stratifikasi) dan penutupan tajuk dari petak contoh yang diambil berukuran 0.1 ha.

Identifikasi Spesies

Identifikasi terhadap spesies R. patma dan tumbuhan dilakukan langsung di lapang dengan bantuan guide atau pemandu. Tumbuhan yang belum diketahui dijadikan herbarium dan diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Herbarium dibuat di lapangan dengan mengambil bagian tumbuhan yang akan diidentifikasi kemudian di awetkan dengan menggunakan alkohol 70%. Herbarium yang sudah diawetkan kemudian di bawa ke kampus untuk dikeringkan di dalam oven sebelum diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sedangkan untuk identifikasi biologi, fisik dan kimia tanah dilakukan di laboratorium ilmu tanah.

Analisis Data

Kondisi biotik

Analisis habitat untuk mendeskripsikan komposisi spesies dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

era atan umlah indi idu suatu s esiesluas unit nt h

era atan Relati kera atan suatu s esieskera atan t tal s esies

rekuensi umlah l t ditemukan suatu s esiest tal l t

rekuensi Relati rekuensi suatu s esies rekuensi t tal

minansi luas bidang dasar suatu s esiesluas unit nt h

minansi Relati d minansi seluruh s esiesd minansi suatu s esies

Indeks ilai enting h n R R R

Indeks ilai enting emai, an ang, umbuhan awah R R

Untuk melihat antara vegetasi yang berada di plot non R. patma dan plot R. patma dihitung dengan menggunakan indeks kesamaan (Ludwig dan Reynold 1988, Mcnaughton dan Wolf 1990):

I a b

Keterangan:

IS : Koefisien Kesamaan Komunitas (indeks of similarity)

(16)

a : Jumlah individu dari semua spesies yang terdapat pada komunitas A b : Jumlah individu dari semua spesies yang terdapat pada komunitas B

Untuk melihat keanekaragaman spesies tumbuhan dalam plot pengamatan Rafflesia digunakan pendekatan indeks keanekaragaman (Shannon-Wiener), indeks kekayaan spesies (Margalef), dan indeks Kemerataan (Evenness) (Mukmin 2008, Asri 2011). Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam ekologi komunitas (Ludwig dan Reynold 1988). Rumus Indeks keragaman dari Shannon-Wiener adalah sebagai berikut:

H ni ln ni

s

i

Dimana :

H’ : Indeks Keragaman Shannon-Wiener

S : Jumlah jenis

Ni : Jumlah individu jenis-i

N : Total jumlah individu semua jenis

Untuk mengetahui besarnya kekayaan jenis tumbuhan digunakan indeks

Margalef (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut:

Dimana :

R : Indeks Kekayaan jenis Margalef

S : Jumlah jenis

N : Jumlah total individu

Indeks kemerataan jenis yang paling banyak digunakan dalam ekologi adalah indeks kemerataan (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut:

ln H

Dimana :

E : Indeks kemerataan jenis

H’ : Indeks keanekaragaman jenis S : Jumlah jenis

Kondisi abiotik

Analisis penutupan tajuk dilakukan dengan pengukuran presentase penutupan tajuk yang dihitung menggunakan rumus:

enutu an a uk uas enutu an ta uk uas etak nt h

(17)

7

Tabel 3 Metode analisa untuk indikator kualitas tanah No. Indikator yang dianalisa Metode Satuan

1 C-organik Walkley dan Black %

2 N-Total Kejldahl %

3 Ph pH Meter -

4 Tekstur Pipet %

5 P HCl 25% dan Bray I %

6 Mineral tanah HCl, NH4OAc, KCl me/100gr dan ppm

7 KB - %

8 KTK NH4OAc me/100gr

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

CA Bojonglarang Jayanti terletak di sebelah selatan Kabupaten Cianjur, termasuk kedalam wilayah Desa Cidamar dan Desa Karangwangi, Kecamatan

Cidaun dengan letak ge gra is 7° 9’3”-7°3 ’ 6 dan 7° ’6’- 7° 4’46”

LS (Gambar 2). Kawasan hutan Bojonglarang Jayanti ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 516/Kpts/Um/10/1973 pada tanggal 16 Oktober 1973 seluas 750 Ha.

Jenis tanah kawasan CA Bojonglarang Jayanti menurut Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (2007) adalah podsolik merah kuning, laterit coklat dan laterit merah kuning dengan topografi kawasan relatif datar dan berbukit dengan ketinggian 0-250 mdpl. Iklim kawasan menurut klasifikasi yang dilakukan Schmidt and Ferguson termasuk klasifikasi tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 2.645 mm/tahun dan Suhu udara sekitar kawasan antara 18oC -31oC (BKSDA 2007).

Kawasan CA Bojonglarang Jayanti merupakan daerah yang memiliki dua tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan pantai dan hutan dataran rendah. Vegetasi yang terdapat di kawasan seperti kiara (Ficus globasa), laban (Vitex pubescens), bungur (Lagerstroemia speciosa), bambu duri (Bambusa spinosa), pandan laut (Pandanus tectorium), rumput laut dan kopo (Eugenia densifodia). Selain itu, terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 210 jenis dari 83 famili (BKSDA 2007), tumbuhan yang tergolong langka dan dilindungi yaitu bunga bangkai (R. patma) dan tumbuhan lokal setempat butun (Baringtonia asiatica) yang merupakan spesies langka dalam kawasan Cagar Alam.

(18)

Ga

mbar

2 P

eta loka

si p

ene

li

ti

an

(19)

9

(Pycnonotus aurigaster), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), madu sriganti (Nectarinia jugularis), dan elang ular bido (Spilornis cheela).

Kondisi Populasi R. patma

Hasil penelitian memperoleh 90 individu R. patma (59 individu kuncup, 11 individu kuncup membusuk, dan 20 individu mekar). Susatya (2011) menyebutkan bahwa populasi dari jenis Rafflesia sangat bervariasi dan tidak memiliki kecenderungan populasi yang seragam.

R. patma termasuk bunga berukuran sedang dengan diameter bunga mekar berkisar antara 30-60 cm (Susatya 2011). Sedangkan Gamasari (2007) menyatakan bahwa ukuran diameter R. patma mencapai lebih dari 25 cm dan pada saat mekar sempurna berukuran 20-30 cm. Diameter R. patma yang ditemukan di CA Bojonglarang Jayanti bervariasi dari 1-45 cm.

Jumlah individu yang ditemukan pada setiap plot pengamatan bervariasi dan tidak menunjukkan kecenderungan jumlah individu yang seragam. jumlah individu terbanyak yang ditemukan dalam plot pengamatan sebanyak 36 individu, sedangkan dalam satu populasi ditemukan sebanyak 56 individu. Populasi R. patma menurut Susatya (2011) 59 individu, sedangkan hasil penelitian Suwartini

et al. (2008) menemukan 57 individu. Jumlah knop R. patma yang ditemukan di CA Bojonglarang Jayanti lebih rendah dari jumlah knop R. patma yang ditemukan di CA dan Taman Wisata Alam (TWA) Pananjung Pangandaran dan CA Leuweung Sancang (Tabel 4).

Tabel 4 Perbandingan jumlah knop R. patma di beberapa lokasi penelitian

No. Lokasi Jumlah

Plot

Jumlah

Knop Sumber

1 Cagar Alam Leuweung Sancang

- 248 Priatna et al. (1989) 2 Cagar Alam Leuweung

Sancang

9 96 Suwartini et al. (2008) 3 Cagar Alam dan Taman

Wisata Alam Pananjung Pangandaran

5 155 Gamasari (2007)

4 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran

6 312 Mukmin (2008)

5 Cagar Alam Bojonglarang Jayanti

11 90 Penelitian ini

R. patma termasuk tumbuhan dioceous atau tumbuhan berumah dua yang memiliki organ reproduksi jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda (Susatya 2011). Cakupan tentang populasi terkait erat dengan perbandingan jenis kelamin dalam populasi tersebut. Hasil pengamatan memperoleh seks rasio bunga

Rafflesia yang ditemukan yaitu 3:1, hasil ini diperoleh dari 30% individu Rafflesia

(20)

Gambar 3 Kondisi populasi R. patma di CA Bojonglarang Jayanti Angka kematian R. patma di CA Bojonglarang Jayanti mencapai 12.22 %, angka kematian ini tergolong rendah. Menurut Susatya (2011) angka kematian Rafflesia pada kisaran 20%-37% tergolong rendah dan tinggi pada kisaran 80%-100%. Dari 90 individu yang ditemukan pada plot pengamatan, yaitu 81.82% individu membusuk pada kelas diameter 1-9.9 cm sisanya 18.18% mati pada kelas diameter 10-18.9 cm. Perbandingan angka kematian R. patma berdasarkan kelas diameter dan perbandingan jumlah bunga mekar, kuncup dan membusuk disajikan pada Gambar 3. Suwartini et al. (2008) dan Susatya (2011) menemukan kematian

R. patma terbesar sebelum bunga mekar. Lestari (2013) memperoleh hasil yang berbeda penurunan jumlah individu Rafflesia yang semakin berkurang seiring bertambahnya diameter.

Gambar 4 Kondisi populasi R. patma dalam keadaan mekar (a dan b) knop kuncup (c dan d) dan membusuk (e dan f)

49

10 9

2

7 6

3 0

10 20 30 40 50 60

1-9.9 10-18.9 19-27.9 28-36.9 37-45.9

jum

lah

indi

vidu

Kelas diameter

Kuncup

Kuncup Membusuk Mekar

a b c

(21)

11

Lestari (2013) menduga kematian bunga Rafflesia disebabkan oleh dua hal yaitu terganggunya distribusi nutrisi dari inang ke knop Rafflesia dan adanya gangguan dari satwaliar atau manusia. Priatna et al. (1989) dan Zuhud (1998) juga menyebutkan kematian bunga Rafflesia di CA Leuweung Sancang disebabkan oleh ancaman manusia yang memungut knop untuk dijadikan bahan baku jamu. Kematian Rafflesia yang rendah terjadi pada kondisi kelembaban yang tinggi, suhu yang rendah, dan kondisi iklim mikro yang relatif konstan pada kondisi kemarau atau penghujan (Susatya 2011).

Karakteristik Faktor Biotik Habitat R. patma

Kondisi Inang

Hasil penelitian menunjukkan inang yang ditumbuhi oleh bunga R. patma

adalah ki barera (Tetrastigma leucostaphylum (Dennst)). Penelitian Zuhud et al. (1999), Priatna et al. (1989) dan Mukmin (2008) menemukan inang yang sama sedangkan Suwartini et al. (2008), Hikmat (1988) dan Zuhud (1989) menemukan

R.patma tumbuh pada inang T. leucostaphyllum dan T. papilosum. T. leucostaphylum memiliki batang pipih dengan permukaan yang tidak rata atau beralur serta jaringan kayu yang lunak dan memiliki pori-pori yang besar (Hikmat 1988), daun bagian ujung berbentuk elips sampai lanset sedangkan bagian lateral berbentuk lanset buah bulat berukuran 1.5-2 cm dan biji berbentuk oblong berukuran 12x6 mm Yeo et al. (2012). Tetrastigma merupakan tumbuhan berbiji (spermatophyta) yang melakukan perkembangbiakan secara generatif menggunakan biji. Akan tetapi pada plot pengamatan ditemukan Tetrastigma

yang tumbuh secara vegetatif melalui pertumbuhan batang, hal ini juga sesuai dengan penelitian Syahbuddin (1981) dan Hikmat (1988) yang menemukan

Tetrastigma di habitat R. arnoldi dan R. zollingeriana. Kemampuan perkembangbiakan secara generatif dan vegetatif ini merupakan keuntungan bagi keberlangsungan hidup Tetrastigma di CA Bojonglarang Jayanti yang juga berpengaruh pada kelangsungan hidup R. patma di kawasan tersebut.

Gambar 5 Morfologi kibarera (T. leucostaphylum) (a) daun (b) buah dan (c) batang

T. leucostaphylum yang ditemukan di habitat R. patma sebanyak 50 individu dengan rataan 4-5 individu per plot. T. leucostaphylum yang ditemukan memiliki lebar rata-rata 8.94 cm tebal rata-rata 1.42 cm dan tinggi rata-rata 11.37 m. Lebar

T. leucostaphylum terkecil 0.8 cm dan terbesar 29 cm, tebal T. leucostaphylum

terkecil 0.3 cm dan terbesar 4 cm sedangkan tinggi T. leucostaphylum terkecil 2 m dan tertinggi 28.6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Tetrastigma yang

(22)

ditumbuhi Rafflesia memiliki lebar rata-rata 11.8 cm, tebal rata-rata 1.5 cm, tinggi rata-rata 13.24 m dan diameter akar mencapai 1.9 cm. Hikmat (1988) menemukan diameter Tetrastigma yang paling banyak ditumbuhi Rafflesia berukuran 1.1-2.0 cm. Rafflesia yang ditemukan hanya tumbuh pada bagian akar Tetrastigma. Berbeda dengan penelitian Zuhud (1989), Hikmat (1988), Syahbuddin (1981), Mukmin (2008) yang menemukan bunga Rafflesia tumbuh pada bagian batang dan akar Tetrastigma.

Selain ditentukan oleh ukurannya, T. leucostaphylum yang ditumbuhi oleh R. patma juga ditentukan dari kondisi permukaan batang atau akar serta letak perakaran Tetrastigma pada permukaan tanah. Menurut Zuhud (1989)

Tetrastigma yang ditumbuhi Rafflesia memiliki perakaran yang terletak pada bagian top soil sehingga bagian akar tersebut mudah diinfeksi oleh Rafflesia. Zuhud (1989) juga menyatakan bahwa inang yang dihinggapi Rafflesia memiliki permukaan yang kasar dan retak. Hikmat (1988) dan Syahbuddin (1981) juga menyebutkan Tetrastigma yang ditumbuhi Rafflesia memiliki akar yang lunak dan jaringan kayu yang berpori besar yang memungkinkan Rafflesia untuk menyebarkan organ vegetatifnya di dalam organ Tetrastigma.

Tetrastigma termasuk kedalam tumbuhan intoleran (Hikmat 1988), hal ini terlihat dari tinggi Tetrastigma yang selalu mengikuti tinggi tumbuhan yang dipanjatinya serta berusaha untuk mencapai tajuk tertinggi tumbuhan yang berada di sekitar habitat R. patma. Tumbuhan yang paling banyak dipanjati oleh

Tetrastigma pada plot pengamatan yaitu ki seumat (Mischocarpus sundaicus), kiara (Ficus sumatrana), ki hoe (Guioa diplopetala) dan haur gereng (Bambusa bambos). Tumbuhan yang dipanjati oleh Tetrastigma pada plot pengamatan merupakan tumbuhan yang bertajuk tinggi sehingga memberikan kesempatan bagi

Tetrastigma untuk memperoleh cahaya untuk keberlangsungan hidupnya. Tumbuhan yang dipanjat oleh Terastigma juga dapat memberikan dampak negatif bagi Tetrastigma (Asri 2011) yang dapat menyebabkan kematian Tetrastigma jika pohon yang dipanjatinya roboh dan menimpa Tetrastigma.

Kondisi Vegetasi

Kelangsungan hidup Rafflesia, Tetrastigma, dan tumbuhan lain yang berada dalam komunitas tersebut saling tergantung satu dengan yang lain. Asosiasi dalam komunitas tersebut melibatkan Rafflesia dan inangnya (Tetrastigma) yang memberikan sumber nutrisi bagi kehidupan Rafflesia serta Tetrastigma dengan tumbuhan lain yang menjadi tumpuan untuk Tetrastigma merambat (Susatya 2011). Bentuk asosiasi suatu spesies dalam komunitasnya merupakan salah satu bentuk interaksi interspesifik dalam suatu komunitas yang memiliki beragam spesies yang dinyatakan dalam jumlah spesies yang ada (kekayaan spesies) dan kelimpahan relatif spesies (kesamaan) (Krebs 1972, Mcnaughton dan Wolf 1990). Kekayaan spesies yang diperoleh pada pengamatan yaitu 41 spesies di habitat Rafflesia dan 61 spesies di habitat Tetrastigma (Lampiran 1 dan 6). Zuhud (1989) juga memperoleh hasil yang sama yaitu kekayaan spesies pada plot pengamatan Tetrastigma lebih besar dibandingkan kekayaan spesies pada plot

(23)

13

individu spesies dalam komunitas sebagai indeks kekayaan spesies Margalef dan indeks keanekaragaman.

Table 5 Indeks keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan spesie pada plot

Tetrastigma dan Rafflesia

Indeks Plot

Rafflesia Tetrastigma

Keanekaragaman 2.81 2.73

Kekayaan 5.98 9.11

Kemerataan 0.76 0.66

Ludwig dan Reynolds (1988) menyatakan bahwa keanekaragam spesies dalam suatu komunitas akan maksimum jika kelimpahan spesies dalam komunitas tersebut memiliki jumlah individu yang hampir sama. Krebs (1972) menyebutkan jumlah spesies yang tinggi dan jumlah individu yang tinggi akan meningkatkan keanekaragaman spesies pada suatu komunitas. Pada Tabel 5 terlihat bahwa kekayaan spesies pada plot pengamatan Tetrastigma lebih besar dibandingkan plot pengamatan Rafflesia, akan tetapi jumlah individu yang merepresentasikan spesies tersebut dalam komunitas tidak tersebar secara merata sehingga keanekaragaman spesies pada habitat Tetrastigma lebih rendah dibandingkan habitat Rafflesia yang merepresentasikan jumlah individu spesies dalam komunitas secara merata.

Tabel 6 Nilai INP tumbuhan pada plot pengamatan Rafflesia dan Tetrastigma

Tingkat

33.55 Xanthophyllum excelsum 24.56

Cyathocalys biovulatus

Tumbuhan Bawah

Hemigraphis sp.

69.37 Cheilocostus speciosus 45.46 Pancang Decospermum

fructicorum

42.80 Syzygium jambos 21.82

Antidesma montanum

Pohon Mischocarpus sundaicus

62.42 Ficus sumatrana 39.63 Keanekaragaman suatu komunitas juga dilihat dari penyebaran spesies dalam komunitas tersebut yang dinyatakan dalam indeks kemerataan (Ludwig dan Reynolds 1988). Kemerataan menyatakan indikator adanya dominansi setiap spesies didalam komunitas (Santosa et al. 2008). Nilai indeks kemerataan berada pada rentang 0-1 (Krebs 1972), jika nilai indeks mendekati 0 maka spesies dalam komunitas tersebut tidak tersebar secara merata sedangkan jika nilai indeks mendekati 1 spesies tersebar merata. Kemerataan spesies pada habitat Rafflesia

dan Tetrastigma tersebar secara merata karena mendekati angka 1, akan tetapi spesies pada habitat Rafflesia lebih tersebar merata dibandingkan habitat

(24)

Gambar 6 Nilai indeks kesamaan komunitas tumbuhan pada plot Tetrastigma

dan R.patma

Pengamatan lain yang dilakukan pada interaksi interspesifik adalah dominansi suatu spesies terhadap spesies lain pada habitat Rafflesia dan

Tetrastigma yang dilihat dari indeks nilai penting spesies tersebut. Indeks nilai penting merupakan akumulasi dari kerapatan spesies, frekuensi penyebaran spesies dan dominansi spesies dalam komunitas. Spesies yang mendominasi tempat tumbuhnya Rafflesia (Tabel 6) adalah Cyathocalys biovulatus yang merupakan spesies yang paling sering ditemukan pada plot pengamatan. Menurut Hikmat (1988) spesies yang paling sering mucul pada habitat Rafflesia merupakan spesies khas habitat tersebut.

Perbedaan komposisi jenis antara habitat Rafflesia dan Tetrastigma

ditunjukkan oleh indeks kesamaan komunitas (Gambar 6). Indeks kesamaan komunitas pada tingkat pertumbuhan tumbuhan bawah dan semai lebih rendah dibandingkan indeks kesamaan komunitas pada tingkat pancang dan pohon. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Hikmat (1988) yang memperoleh kesamaan komunitas terendah pada tingkat pancang dan pohon. Menurut Hikmat (1988) indeks kesamaan komunitas yang rendah menentukan kehadiran Rafflesia pada habitatnya. Persaingan antara tumbuhan bawah dan semai dengan tumbuhan inang dalam memperoleh zat-zat anorganik dan zat organik dari dalam tanah yang sama-sama memiliki sistem perakaran yang dangkal. Akibat dari persaingan tersebut menyebabkan kurangnya komposisi Tetrastigma pada plot pengamatan

Tetrastigma.

Karakteristik dan Aktivitas Fauna

Hasil pengamatan menemukan 16 serangga dan 3 fauna besar yang beraktivitas di habitat R. patma (Tabel 7). Keberadaan fauna tersebut memiliki peranan penting untuk membantu perkembangan Rafflesia karena bunga Rafflesia

merupakan tumbuhan berumah dua (dioceous) dimana bunga jantan dan betina terpisah dalam individu yang berbeda. Kondisi tersebut membuat Rafflesia

tergantung pada bantuan penyerbuk untuk kelangsungan hidupnya (Hikmat 1998). Penyerbukan pada bunga dioceous secara alami dapat dilakukan oleh air, angin, dan serangga (Hikmat 1988), namun air dan angin tidak dapat berperan dalam

28.83 17.91

9.21

20.25

0 10 20 30 40

Pohon Pancang Semai T bawah

T

ing

ka

t pe

rtumbuha

n

(25)

15

penyerbukan Rafflesia karena bunga R. patma berada diatas permukaan tanah dan dibawah naungan vegetasi (Syahbuddin 1981) serta letak dari organ reproduksi bunga Rafflesia tersembunyi di dalam ramenta (Zuhud et al. 1998, Susatya 2011) sehingga penyerbuk yang paling memungkinkan adalah serangga.

Tabel 7 Fauna pengunjung habitat R. patma

No Lokasi 1 Cagar Alam Batang Palupuh

14 22 Syahbuddin

(1981) 2 Taman Nasional Meru Betiri

3 8 Hikmat

(1988) 3 Cagar Alam Leuweung Sancang

4 6 Priatna et al. (1989)

4 Taman Nasional Meru Betiri 4 11 Zuhud (1989) 5 Cagar Alam dan Taman Wisata

Alam Pananjung Pangandaran 5 4

Mukmin 8 Cagar Alam Bojonglarang Jayanti 3 16 Penelitian ini

Peranan fauna dalam kehidupan Rafflesia bukan hanya sebagai penyerbuk tapi juga berperan sebagai penyebar biji dan pengurai jaringan (Hikmat 1988, Zuhud 1989). Fauna yang berperan sebagai pengurai jaringan dan penyerbuk terbatas pada fauna kecil seperti serangga sedangkan fauna penyebar dapat dilakukan oleh fauna besar maupun kecil.

Spesies serangga yang secara langsung beraktivitas pada organ reproduktif

Rafflesia adalah lalat (Sarcophaga haemorrhoidalis, Drosophila colorata,

Chrysomya megacephala), tomcat (Paederus littoralis), dan semut hitam (Euprenolepis procera). Spesies yang paling banyak beraktivitas pada organ reproduksi Rafflesia adalah jenis lalat dan tomcat. Tiga spesies lalat yang ditemukan merupakan spesies yang berasal dari Famili serangga pemakan bangkai dan sering ditemukan di sekitar buah busuk ataupun pada bangkai hewan (Hikmat 1988). Bau busuk yang dikeluarkan oleh bunga Rafflesia merupakan daya tarik bagi serangga-serangga tersebut untuk mengunjungi bunga Rafflesia yang kemudian akan membantu penyerbukan pada bunga tersebut (Primack 2007). Bau busuk yang dikeluarkan oleh bunga Rafflesia terjadi karena bunga mengeluarkan zat skatoles dan aminoids (Zuhud 1989), selain itu bunga Rafflesia jantan juga mengeluarkan lendir yang mengandung serbuk sari yang menempel pada bagian tubuh serangga yang mengunjungi Rafflesia.

(26)

Odontomachus simillimus). Keberadaan spesies tersebut erat kaitannya dengan proses penguraian jaringan bunga Rafflesia. Rayap tanah memiliki morfologi tubuh yang sesuai untuk menguraikan jaringan tumbuhan karena rayap merupakan serangga pemakan organ individu yang mati dan bagian tumbuhan serta pada

Rafflesia yang sudah membusuk banyak ditumbuhi jamur yang merupakan makanan bagi semut (Hikmat 1988), sedangkan laba-laba yang beraktivitas pada bunga yang busuk mencari mangsa seperti rayap dan semut.

Penyebaran biji bunga Rafflesia mungkin dilakukan oleh serangga pengurai jaringan tumbuhan tersebut dan satwaliar yang beraktivitas di habitat Rafflesia. Spesies satwa yang ditemukan pada pengamatan merupakan satwa berkuku (Varanus salvator, Sus scrofa, Rusa timorensis). Peranana satwa berkuku dalam penyebaran biji yaitu biji dapat menempel pada bagian kuku serta menyebabkan luka pada kulit akar (Syahbuddin 1989) sedangkan peranan serangga kecil pada penyebaran biji terjadi karena ukuran biji yang sangat kecil terbawa oleh semut (Anoplolepis gracilipes, Ponera ruficornis, Odontomachus simillimus) dan rayap (Macrotermes bellicosus) pada waktu serangga tersebut membawa makanan menuju sarangnya dan melewati perakaran inang Rafflesia atau organ vegetatif lainnya (Zuhud 1989). Hikmat (1988) berpendapat bahwa biji yang menempel pada permukaan inang tidak dipengaruhi oleh pelukaan kulit inang karena biji

Rafflesia yang tertinggal pada permukaan kulit inang akan mampu menembus jaringan inang pada waktu biji berkecambah yang disebabkan oleh enzim tertentu yang dikeluarkan oleh biji Rafflesia.

Karakteristik Faktor Abiotik Habitat R. patma

Tanah

Jenis tanah kawasan CA Bojonglarang Jayanti menurut Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (2007) adalah podsolik merah kuning, laterit coklat dan laterit merah kuning. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa R. patma hanya tumbuh pada jenis tanah podsolik. Hal ini ini serupa dengan penelitian Zuhud et al. (1999) yang menemukan R. hasselti tumbuh pada jenis tanah podsolik. Berbeda dengan penelitian Hikmat (1988) dan Zuhud (1989) yang menemukan Rafflesia

tumbuh pada jenis tanah litosol dengan ketebalan solum dangkal yang berwarna tanah coklat sampai coklat keabuan dan penelitian Priatna et al. (1989) yang menemukan Rafflesia tumbuh pada jenis tanah regosol.

Tanah tempat tumbuh R. patma di CA Bojonglarang Jayanti memiliki pH H2O 5.7 dan pH KCl 4.9. pH tanah pada plot Rafflesia lebih masam dibandingkan dengan pH tanah pada plot Tetrastigma dengan pH H2O 5.5 dan pH KCl 4.8. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rafflesia lainnya yang menyebutkan bahwa pH tanah tempat tumbuh Rafflesia tergolong netral sampai masam (Priatna

et al. 1989, Zuhud 1989, Zuhud et al. 1999, Mukmin 2008) dengan pH 5-6.

Secara fisik tanah pada plot Rafflesia termasuk ke dalam tanah liat berdebu dengan perbandingan 22.78% pasir, 31.69% debu dan 45.53% liat sedangkan tanah pada plot Tetrastigma termasuk ke dalam tanah lempung liat berdebu dengan perbandingan 15.59% pasir, 32.87% debu dan 51.54% liat (Jury dan Horton 2004). Kandungan hara tanah pada plot Rafflesia dan plot Tetrastigma

(27)

17

tanah (Lampiran 11). Kandungan hara organik pada plot Rafflesia lebih tinggi dibandingkan plot Tetrastigma sedangkan kendungan unsur hara anorganik atau unsur mineral tanah pada plot Rafflesia lebih rendah.

Unsur hara organik P, N, dan K merupakan unsur hara yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tumbuhan (Wirakusumah 2003) karena merupakan unsur yang paling banyak dibutuhkan oleh tumbuhan sehingga keberadaan tiga unsur tersebut sering menjadi tolak ukur kesuburan tanah. Dari hasil uji tanah tersebut, tanah tempat tumbuh Rafflesia dapat digolongkan kedalam tanah dengan kesuburan yang rendah (Mcnaughton dan Wolf 1990) karena kondisi curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya pencucian unsur hara sehingga tumbuhan sebagian mendapatkan nutrien dari pelapukan biomassa vegetasi hutan menjadi humus.

Fisiografi

Faktor fisiografi berpengaruh penting pada pola sebaran Rafflesia untuk menjamin kelangsungan hidup Rafflesia (Zuhud 1989). Faktor fisiografi yang diamati dilapangan mencakup ketinggian tempat,kemiringan, jarak dari sumber air, jarak dari pesisir pantai dan ketebalan serasah. Secara umum lokasi tumbuh

Rafflesia pada kelerengan yang datar sampai dengan curam (Gamasari 2007), ketinggian <100 mdpl, masih terpengaruh oleh angin laut (Zuhud 1989) serta dekat dengan sumber air (Gamasari 2007).

Rafflesia yang ditemukan di CA Bojonglarang Jayanti paling banyak ditemukan di hutan dataran rendah dan hanya satu plot yang dekat dengan pesisir pantai. Hal ini sesuai dengan penelitian Gamasari (2007) yang menemukan R. patma di hutan dataran rendah CA dan TWA Pananjung Pangandaran dan penelitian Priatna et al. (1989) yang menemukan Rafflesia tumbuh di hutan pantai.

Lokasi tumbuh Rafflesia pada ketinggian 0-100 m diatas permukaan laut, kemiringan rata-rata 14.73%, jarak dari pesisir pantai 758 meter, jarak dari sumber air 12 meter, dan ketebalan serasah 1.7 cm. Di CA Leuweung Sancang fisiografi habitat R. patma menurut Priatna et al. (1989) tersebar secara sporadis pada areal yang berdekatan dengan pantai (5-700 meter) pada ketinggian 0-35 mdpl dan kemirngan lahan yang tergolong datar atau tidak lebih dari 5%. Zuhud (1989) menemukan 90% individu Rafflesia tumbuh pada areal yang miring, Mukmin (2008) menemukan Rafflesia tumbuh pada areal yang landai sampai agak curam, sedangkan Gamasari (2007) menemukan individu Rafflesia terbanyak pada areal yang datar dan landai.

Keberadaan Rafflesia pada kondisi fisografis tersebut dipengaruhi oleh pola sebaran sporadis Rafflesia pada kondisi mikro iklimnya (Priatna et al. 1989). Menurut Zuhud (1989) penyebaran Rafflesia pada kelerengan di pinggir pantai karena adanya pengaruh angin laut yang membawa uap air ke habitat Rafflesia

sehingga kondisi kelembaban relatif lingkungan pada habitat Rafflesia tetap stabil pada musim kemarau.

(28)

bagi tumbuhan merupakan perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air dalam tanah pada persentase pelayuan permanen (Solichatun et al. 2005).

Serasah berfungsi sebagai penjaga kestabilan mikro iklim habitat karena mencegah evaporasi tanah di dalam kawasan hutan. Menurut Zuhud (1989) fungsi dari serasah pada habitat Rafflesia yaitu menjaga kestabilan kelembaban tanah terutama pada musim kemarau untuk menghindari evaporasi yang tinggi di lantai hutan serta melindungi kuncup Rafflesia dari gangguan satwa maupun manusia. Iklim

Berdasarkan data curah hujan selama 5 tahun terakhir yang diperoleh dari stasiun pengamatan iklim Balai PSDA wilayah sungai Cisadea-Cibareno Kecamatan Cidaun. diperoleh bulan basah 8 bulan, bulan kering 3 bulan, dan bulan lembab 1 bulan dengan curah hujan tahunan 1898.25 mm (Tabel 8). Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) jika hasil pembagian total bulan kering dan bulan basah berkisar antara 0.33-0.6 maka kawasan tersebut termasuk kedalam tipe iklim C dengan kondisi iklim agak basah. Sedangkan menurut BKSDA (2007) tipe iklim kawasan termasuk kedalam tipe iklim B dengan curah hujan tahunan 1840 mm.

Rafflesia tumbuh pada berbagai kondisi iklim yang tersebar pada berbagai ketinggian tempat. Priatna et al. (1989) menemukan Rafflesia tumbuh pada tipe iklim B, Zuhud (1989) menemukan Rafflesia tumbuh pada tipe iklim C, dan Zuhud et al. (1999) menemukan Rafflesia tumbuh pada pada tipe iklim Af menurut klasifikasi iklim Koppen dan tipe iklim A menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.

Curah hujan rataan habitat R. patma di CA Leuweung Sancang 3 686 mm/tahun (Priatna et al. 1989), sedangkan di Taman Nasional (TN) Meru betiri curah hujan tahunan mencapai 2 161 mm dengan jumlah hari hujan 96 hari, jumlah bulan basah 8.4 bulan dan jumlah bulan basah 3.6 bulan (Zuhud 1989).

Tabel 8 Karakteristik iklim habitat R. patma dan inangnya

Distribusi curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April, Mei dan Desember dengan curah hujan diatas 300 mm, sedangkan distribusi curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus, September dan Oktober dengan curah hujan di bawah 60 mm. Terdapat perbedaan kondisi curah hujan di CA Bojonglarang Jayanti dibandingkan dengan kawasan hutan lainnya di daerah tropis yang memiliki

Data Iklim Mikro Nilai Sumber data

Rafflesia Tetrastigma

Curah hujan 1 898.25

Balai PSDA

jumlah hari hujan 86.5

Jumlah bulan lembab 1

jumlah bulan basah 8

jumlah bulan kering 3

Tipe curah hujan C

Suhu udara rata-rata 31oC 31oC

Pengukuran

Kelembaban rata-rata 90% 90%

(29)

19

persebaran curah hujan yang tinggi pada bulan Oktober – Maret dan rendah pada April - September. Zuhud (1989) berpendapat bahwa pengaruh angin musim pada daerah tropis yang terjadi menyebabkan musim hujan di indonesia. Handoko (1993) menjelaskan pengaruh angin musim yang datang dari laut ke darat membawa uap air yang tinggi menyebabkan naiknya kelembaban udara sehingga menambah tingkat keawanan dan curah hujan yang dilaluinya.

.

Gambar 7 Distribusi curah hujan bulanan rata-rata di CA Bojonglarang Jayanti Kondisi iklim yang diamati secara langsung pada habitat R. patma yaitu suhu, kelembaban udara, dan persentase tutupan tajuk. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban rataan di habitat R. patma yang dilakukan pada pagi hari (09.00 wib), siang hari (12.00 wib), dan sore hari (04.00 wib) pada plot pengamatan Rafflesia

dan Tetrastigma tidak berbeda jauh yaitu 31oC dan 90%. Kelembababan udara pada habitat R. patma dan Tetrastigma menurut Zuhud (1989) dipengaruhi oleh evapotranspirasi, curah hujan, serta angin laut dan angin darat. Kondisi iklim mikro R. patma di CA Bojonglarang Jayanti lebih panas dibandingkan dengan kondisi iklim mikro R. patma di CA Leuweung Sancang yang berkisar pada 23.50C dengan kelembaban 85%-95% (Priatna et al. 1989), di CA dan TWA Pananjung Pangandaran sebesar 25.50C dengan kelembaban 65%-99% (Mukmin 2008) dan di TN Meru Betiri sebesar 23.20C dan kelembaban 89.1% (Zuhud 1989).

Kondisi iklim mikro berpengaruh pada kelangsungan hidup Rafflesia. Kondisi kelembaban yang stabil merupakan habitat yang dibutuhkan oleh

Rafflesia (Zuhud 1989). Kematian Rafflesia yang rendah terjadi pada kondisi kelembaban yang tinggi, suhu yang rendah, dan kondisi iklim mikro yang relatif konstan pada kondisi kemarau atau penghujan (Susatya 2011).

Pengambilan data penutupan tajuk dilakukan pada plot pengamatan berukuran 0.1 ha pada plot pengamatan Rafflesia dan plot pengamatan

Tetrastigma. Besarnya nilai penutupan tajuk pada plot Rafflesia sebesar 14.20% sedangkan pada plot Tetrastigma 17.44%. Kondisi tutupan tajuk dapat menguntungkan prtumbuhan spesies tertentu dalam komunitas vegetasi tersebut (spesies toleran) dan merugikan bagi spesies lain (spesies intoleran). Penutupan tajuk juga berpengaruh pada perubahan iklim mikro di habitat Rafflesia. Tutupan

0 50 100 150 200 250 300 350 400

C

ur

ah

hujan

(30)

tajuk yang lebih terbuka memungkinkan cahaya masuk ke dalam lantai hutan yang menyebabkan kenaikan suhu permukaan dan berkurangnya kelembaban udara.

Rafflesia yang ditemukan pada penelitian ini tumbuh pada lantai hutan yang terkena sinar matahari. Zuhud (1989) juga menemukan Rafflesia yang tumbuh pada Tetrastigma terpapar oleh cahaya matahari secara langsung. Cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan juga memeberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup Rafflesia. Asri (2011) menyatakan bahwa pemaparan lantai hutan secara langsung menyebabkan terjadinya evaporasi yang berlebih sehingga terjadi kekeringan pada knop Rafflesia.

Tabel 9 Perbandingan karakteristik habitat R. patma di CA Bojonglarang Jayanti dengan habitat R. patma di lokasi lain

(31)

21

Tabel 9 Perbandingan karakteristik habitat R. patma di CA Bojonglarang Jayanti dengan habitat R. patma di lokasi lain (lanjutan)

(32)

Tabel 9 Perbandingan karakteristik habitat R. patma di CA Bojonglarang Jayanti dengan habitat R. patma di lokasi lain (lanjutan)

ketinggian 0-100

Aktivitas Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Habitat R. patma

Tekanan lingkungan pada suatu habitat lebih banyak disebakan oleh faktor biotik dalam ekologi. Untuk menghindari tekanan tersebut berbagai strategi dilakukan oleh makhluk hidup untuk mempertahankan eksistensinya dalam komunitasnya. Strategi hidup yang digunakan oleh organisme hidup ada dua cara yaitu strategi hidup r yang mengutamakan jumlah individu yang banyak dan strategi hidup K yang mengutamakan perlindungan dan pertahanan individu (Wirakusumah 2003). Rafflesia dalam menjaga eksistensinya menggunakan strategi r dengan mengutamakan jumlah individu atau populasi yang besar karena kematian pada knop Rafflesia yang tinggi.

Strategi pertahan hidup yang digunakan oleh Rafflesia tidak dapat menjamin keberadaan Rafflesia tetap lestari karena adanya gangguan lain seperti kerusakan habitat yang disebabkan oleh manusia. Gangguan terhadap R. patma di CA Bojonglarang Jayanti tidak terjadi secara langsung melalui perusakan populasi R. patma atau pemungutan knop R. patma tapi terjadi secara tidak langsung melalui perusakan habitat.

(33)

23

masyarakat di dalam kawasan yaitu mengambil bambu dan kayu untuk bahan bangunan.

Aktivitas masyarakat di dalam kawasan cagar alam masih terjadi karena kurangnya pengelolaan yang dilakukan oleh petugas cagar alam. Hasil wawancara dengan pengelola cagar alam bahwa pengelola hanya memfokuskan pengelolaan di CA Gunung Simpang dan pengelolaan CA Bojonglarang Jayanti diserahkan kepada masyarakat sekitar untuk mengamankan hutan dari kebakaran di musim kemarau. Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan tergabung dalam satu unit organisasi yang bekerja untuk melakukan pengamanan hutan dan perlindungan hutan dari kebakaran.

Pengelola dari Resort hanya melakukan patroli pengamanan hutan jika ada laporan dari pihak masyarakat mitra di sekitar kawasan saat terjadi pembalakan liar, sedangkan upaya untuk perlindungan terhadap R. patma secara langsung belum ada. Adanya ancaman dari masyarakat sekitar terhadap perusakan habitat dan belum adanya upaya pengelolaan yang optimal oleh pengelola kawasan merupakan ancaman bagi keberlangsungan hidup R. patma di CA Bojonglarang Jayanti.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kondisi habitat biotik R. patma adalah hutan dataran rendah dan hutan pantai dengan spesies dominannya Cyathocalys biovulatus dan ditemukan hidup pada inang ki barera (T. leucostaphyllum). Fauna yang berperan dalam kehidupan

R. patma sebanyak 19 spesies dari 15 famili yaitu fauna penyerbuk meliputi

Sarcophaga haemorrhoidalis, Drosophila colorata, Chrysomya megacephala,

Paederus littoralis, dan Euprenolepis procera; fauna pengurai jaringan rayap meliputi Macrotermes sp., Pardosa pseudoannulata, dan Anoplolepis gracilipes, Ponera sp., Odontomachus simillimus dan penyebar biji meliputi Anoplolepis gracilipes, Ponera sp., Odontomachus simillimus, Varanus salvator, Sus scrofa, Rusa sp., dan Macrotermes.

Kondisi habitat abiotik R. patma dicirikan dari tempat tumbuh R. patma

pada ketinggian 0-100 m diatas permukaan laut, kemiringan rata-rata 14.73% , jarak dari pesisir pantai 758 meter, jarak dari sumber air 12 meter, ketebalan serasah 1,7 cm, dan jenis tanah podsolik dengan kandungan hara rendah dan pH asam. Tipe iklim pada habitat R. patma adalah tipe iklim C dengan curah hujan 1898.25 mm/tahun, 86.5 hari hujan, suhu udara 310C, kelembaban 90% dan tutupan tajuk 14.20%.

Saran

(34)

populasinya secara teratur untuk menentukan waktu mekar bunga R. patma dan kelestariannya sehingga dapat memberikan nilai tambah untuk kegiatan ekowisata.

DAFTAR PUSTAKA

[Balai Besar KSDA Jawa Barat]. 2007. Bojonglarang Jayanti. Data Sekunder dan Data Primer Balai Besar KSDA Jabar. Bandung (ID): BBKSDA Jawa Barat. [Presiden Republik Indonesia]. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta (ID): Presiden RI.

Asri M. 2011. Kondisi habitat dan sikap masyarakat terhadap konservasi Rafflesia micropylora meijer di Taman Nasional Gunung Leuser [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Galang R, Madulid DA. 2006. A second new species of Rafflesia (Rafflesiaceae) from Panay Island, Philippines. Folia Malaysiana. 7 (1 dan 2):1-8.

Gamasari AS. 2007. Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Handoko. 1993. Klimatologi Dasar, Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-Unsur Iklim Edisi kedua. Bogor (ID):Pustaka Jaya.

Herdiyanti PR, Prasetyo LB, Hikmat A. 2009. Pemetaan kesesuaian habitat

Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut Jawa Barat. Media Konservasi. 2 (2): 82-88.

Hikmat A. 1998. Kajian karakteristik lingkungan biotik Rafflesia (Rafflesia zollingeriana Kds.) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jury WA dan Horton R. 2004. Soil Physics Sixth Edition. New Jersey (US): John Willey and Son Inc.

Kahono S, Mursidawati S, Erniawati. 2009. Komunitas serangga pada bunga

Rafflesia patma Blume (Rafflesiaceae) di luar habitat aslinya Kebun Raya Bogor Kota Bogor Provinsi Jawa Barat Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia. 6 (3): 429-442.

Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York (US): Harper and Row Publisher, Inc.

Lestari D. 2013. Konservasi Rafflesia zollingeriana Koord di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology, A Primer on Methods and

Computing. Canada (CA):John Wiley & Sons, Inc.

Mcnaughton SJ, Wolf LL. 1990. Ekologi Umum. Edisi ke-2. Pringoseputro S, Srigandono B, penerjemah; Soedarsono, editor.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: General Ecology, Second edition. Mukmin H. 2008. kajian populasi habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam

(35)

25

Priatna DR, Zuhud EAM, Alikodra HS. 1989. Kajian ekologis Rafflesia patma

Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Jawa Barat. Media Konservasi. 2 (2):1-7.

Priatna DR. 1989. Kajian habitat Rafflesia patma Blume dan aspek pengelolaan kawasan di Cagar Alam Leuweung Sancang Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Primack RB. 2007. Biologi Konservasi. Edisi ke-2. Indarwan M, Primack RB, Supriatna J, penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari: A Primer of Conservation Biology, Third edition.

Ramdaniah Y. 2001. Studi kualitas tanah pada tipe penutupan lahan hutan alam, hutan pinus dan padang rumput di sub DAS Curug Cilember, Cisarua, Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Santosa Y, Ramadhan EP, Rahman DA. 2008. Studi keanekaragaman mamalia pada beberapa tipe habitat di stasiun penelitian pondok ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Media Konservasi 13 (3):1–7. Solichatun, Anggarwulan E, Mudyantini W. 2005. Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan kandungan bahan aktif saponin tanaman ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Biofarmasi. 3 (2): 47-51.

Susatya A. 2011. Rafflesia Pesona Bunga Terbesar di Dunia. Jakarta (ID): Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung.

Suwartini R, Hikmat A, Zuhud EAM. 2008. Kondisi vegetasi dan populasi

Raflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang. Media Konservasi. 13 (3):1-8.

Syahbuddin. 1981. Studi Ekologi di dalam usaha pelestarian Rafflesia arnoldi R. Br di Cagar Alam Batung Palupuh [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Verta L. 2004. Pengaruh vegetasi terhadap perubahan iklim mikro di kampus Institut Pertanian Bogor, Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wirakusumah S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta (ID): UI-Press.

Yeo CK, Ang WF, Lok AFSL. 2012. Tetrastigma planch (Vitaceae) with special note on Tetrastigma dichotomum (Bl.) Planch. Nature in singapore. 5:263-270.

Zuhud EAM, Damayanti EK, Ekawaty R. 2001. Program Konservasi Rafflesia

Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Puspa Langka Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zuhud EAM, Hikmat A, Nina H. 1999. Pelestarian Rafflesia hasseltii Suringar di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Riau-Jambi. Media Konservasi. 4 (1) : 23-26.

Zuhud EAM, Hikmat A, Jamil N. 1998. Rafflesia Indonesia: Keanekaragaman,

Ekologi dan Pelestariannya. Bogor (ID): Yayasan Pembina Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia.

(36)

Lampiran 1 Kekayaan spesies tumbuhan dan habitusnya di plot Rafflesia

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus

1 Areuy Kupu Tetrastigma tuberculatum Vitaceae Liana 2 Bamban Donax cannaeformis Maranthaceae Terna

3 Bambu Bambusa bambos Poaceae Pohon

4 Bayondah Microstegium ciliatum Poaceae Terna

5 Beurih Sterculia campanulata Sterculiaceae Pohon 6 Cerelang Pterospermum diversifolium Sterculiaceae Pohon

7 Gadung Dioscorea hispida Dioscoreaceae Liana

8 Gempur batu Hemigraphis alternata Acanthaceae Terna

9 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Terna

10 Hantap Sterculia coccinea Sterculiaceae Pohon 11 Heras laban Mischocarpus sundaicus Sapindaceae Pohon

12 Heras tanduk Vitex pubescens Lamiaceae Pohon

13 Ipis kulit Aporosa frutescens Euphorbiaceae Pohon 14 Jenis s Clibadium surinamense Asteraceae Perdu

15 Ki baceta Clausena excavata Rutaceae Perdu

16 Ki dawolong Acalypha indica Euphorbiaceae Pohon 17 Ki endog Xanthophyllum excelsum Polygalaceae Pohon

18 Ki hoe Aglaia odoratissima Meliaceae Pohon

19 Ki serut Dysoxylum gaudichaudianum Meliaceae Pohon 20 Ki seumat Lepisanthes tetraphylla Sapindaceae Pohon 21 Ki tamaga Dysoxylum densiflorum Meliaceae Pohon

22 Ki tambang - - Pohon

23 Ki tamiang Trema amboinensis Ulmaceae Pohon

24 Ki tanah - - Pohon

25 Ki tulang Callerya atropurpurea Fabaceae Pohon

26 Kiara Ficus sumatrana Moraceae Pohon

27 Koneng joho Curcuma mangga Zingiberaceae Terna

28 Laja Alplnia galanga Zingiberaceae Terna

29 Langkap Arenga obtusifolia Arecaceae Terna

30 Leles Ficus retusa Moraceae Pohon

31 Oar Flagellaria indica Flagellariaceae Liana

32 Paku Selaginella plana Selaginellaceae Epifit

33 Palahlar Dyospyros trucata Lythraceae Pohon

34 Rengas manuk Antidesma montanum Euphorbiaceae Pohon 35 Rotan cacing Calamus javensis Arecaceae Liana

36 Sampora Schoutenia ovata Tiliaceae Pohon

37 Sasagaan Dalbergia pinnata Fabaceae Liana

38 Sauheun Cyathocalys biovulatus Annonaceae Pohon

39 Sempur Dillenia excelsa Dilleniaceae Pohon

40 Sulangkar Leea aequeta Vitaceae Liana

(37)

27

Lampiran 2 Tabulasi indeks nilai penting (INP) vegetasi semai pada plot Rafflesia

No Nama spesies F FR(%) K KR(%) INP (%)

1 Tetrastigma tuberculatum 0.36 5.63 1272.73 4.19 9.83

2 Bambusa bambos 0.09 1.41 272.73 0.90 2.31

3 Dioscorea hispida 0.45 7.04 2090.91 6.89 13.93

4 Sterculia coccinea 0.18 2.82 545.45 1.80 4.61

5 Aporosa frutescens 0.45 7.04 909.09 2.99 10.04

6 Clausena excavata 0.73 11.27 1909.09 6.29 17.56

7 Acalypha indica 0.18 2.82 454.55 1.50 4.31

8 Xanthophyllum excelsum 0.45 7.04 2363.64 7.78 14.83

9 Aglaia odoratissima 0.09 1.41 545.45 1.80 3.20

10 Dysoxylum

gaudichaudianum 0.36 5.63 2090.91 6.89 12.52

11 Lepisanthes tetraphylla 0.73 11.27 6545.45 21.56 32.82

12 Trema amboinensis 0.09 1.41 181.82 0.60 2.01

13 Callerya atropurpurea 0.36 5.63 2181.82 7.19 12.82

14 Ficus annulata 0.09 1.41 363.64 1.20 2.61

15 Arenga obtusifolia 0.18 2.82 363.64 1.20 4.01

16 Flagellaria indica 0.18 2.82 272.73 0.90 3.72

17 Dyospyros trucata 0.09 1.41 363.64 1.20 2.61

18 Antidesma montanum 0.18 2.82 1363.64 4.49 7.31

19 Calamus javensis 0.18 2.82 181.82 0.60 3.42

20 Cyathocalys biovulatus 0.91 14.08 5909.09 19.46 33.55

21 Artocarpus elasticus 0.09 1.41 181.82 0.60 2.01

Total 6.45 100 30364 100 200

Lampiran 3 Tabulasi INP vegetasi tumbuhan bawah pada plot Rafflesia

No Nama spesies F FR (%) K KR (%) INP (%)

1 Donax cannaeformis 0.18 9.52 727 8.89 18.41

2 Microstegium ciliatum 0.09 4.76 1000 12.22 16.98

3 Hemigraphis alternata 0.45 23.81 3727 45.56 69.37

4 Amomum dealbatum 0.09 4.76 91 1.11 5.87

5 Clibadium surinamense 0.18 9.52 364 4.44 13.97

6 Curcuma mangga 0.09 4.76 273 3.33 8.10

7 Alplnia galanga 0.09 4.76 91 1.11 5.87

8 Selaginella plana 0.27 14.29 727 8.89 23.17

9 Schoutenia ovata 0.18 9.52 636 7.78 17.30

10 Leea aequeta 0.27 14.29 545 6.67 20.95

Total 1.91 100 8182 100 200

Lampiran 4 Tabulasi INP vegetasi pancang pada plot Rafflesia

No Nama spesies F FR (%) K KR (%) INP (%)

1 Sterculia coccinea 0.18 3.33 45 1.57 4.90

(38)

Lampiran 4 Tabulasi INP vegetasi pancang pada plot Rafflesia (lanjutan)

3 Acalypha indica 0.18 3.33 45 1.57 4.90

4 Xanthophyllum excelsum 0.64 11.67 336 11.60 23.27

5 Aglaia odoratissima 0.09 1.67 18 0.63 2.29

6 Dysoxylum gaudichaudianum 0.73 13.33 400 13.79 27.13

7 Lepisanthes tetraphylla 0.73 13.33 336 11.60 24.93

8 Ki tambang 0.09 1.67 9 0.31 1.98

9 Ki tanah 0.09 1.67 9 0.31 1.98

10 Callerya atropurpurea 0.36 6.67 64 2.19 8.86

11 Ficus annulata 0.09 1.67 18 0.63 2.29

12 Lagerstroemia sp. 0.09 1.67 27 0.94 2.61

13 Antidesma montanum 0.18 3.33 164 5.64 8.98

14 Dalbergia pinnata 0.09 1.67 18 0.63 2.29

15 Cyathocalys biovulatus 1.00 18.33 536 18.50 36.83

16 Dillenia sp. 0.09 1.67 9 0.31 1.98

17 Artocarpus elasticus 0.09 1.67 9 0.31 1.98

Total 5.45 100 2900 100 200

Lampiran 5 Tabulasi INP vegetasi pohon pada plot Rafflesia

No Nama spesies F FR

(%) K

KR (%) D

DR (%)

INP (%)

1 Sterculia campanulata 0.18 4.08 1.82 3.17 0.26 3.45 10.71

2 Pterospermum

diversifolium 0.18 4.08 1.82 3.17 0.12 1.55 8.80

3 Sterculia coccinea 0.36 8.16 4.55 7.94 0.30 4.00 20.10

4 Mischocarpus sundaicus 0.18 4.08 1.82 3.17 0.20 2.66 9.91

5 Vitex sp. 0.09 2.04 0.91 1.59 0.20 2.66 6.29

6 Aporosa frutescens 0.45 10.20 4.55 7.94 0.33 4.32 22.46

7 Acalypha compacta 0.27 6.12 2.73 4.76 1.04 13.72 24.60

8 Aglaia odoratissima 0.36 8.16 6.36 11.11 0.66 8.74 28.01

9 Dysoxylum sp. 0.18 4.08 3.64 6.35 0.07 0.91 11.34

10 Lepisanthes tetraphylla 0.82 18.37 14.55 25.40 1.41 18.66 62.42

11 Dysoxylum sp. 0.09 2.04 0.91 1.59 0.05 0.61 4.24

12 Trema amboinensis 0.09 2.04 0.91 1.59 0.10 1.33 4.95

13 Callerya atropurpurea 0.36 8.16 3.64 6.35 0.20 2.59 17.10

14 Ficus annulata 0.36 8.16 4.55 7.94 2.04 26.99 43.09

15 Ficus sp. 0.09 2.04 0.91 1.59 0.03 0.44 4.07

16 Dillenia sp. 0.36 8.16 3.64 6.35 0.56 7.38 21.89

Total 4.45 100 57.27 100 7.55 100 300

Lampiran 6 Kekayaan spesies tumbuhan dan habitusnya di plot Tetrastigma

No Nama Lokal Nama Ilmiah Family Habitus

1 Balung injuk Polyalthia lateriflora Annonaceae Pohon 2 Beurih Sterculia campanulata Sterculiaceae Pohon

Gambar

Tabel 1 Tabel jenis data dan metode pengambilan data
Tabel 2 Kategori pengelompokan vegetasi dan luas petak ukur
Tabel 3 Metode analisa untuk indikator kualitas tanah
Tabel 4 Perbandingan jumlah knop R. patma di beberapa lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

PATH's approach will be one of gradual development. PATH will initialize utilize funding available from existing projects and small amounts of PATH funds to

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan pada kelompok eksperimen yang diberikan pelatihan komunikasi

Hibah Kompetensi, Hibah Strategis Nasional, Hibah Kerjasama LN dan Publikasi Int’l dan Penelitian

PENGARUH CUSTOMER VALUE TERHAD AP LOYALITAS TAMU IND IVIDUAL YANG MENGINAP D I THE PAPAND AYAN. Universitas Pendidikan Indonesia

Analisis hasil menggunakan Anova two-factor without replication, diketahui bahwa sediaan krim Asam Glikolat 20% yang menggunakan Sepigel* 305 ® (Formula I) dan kombinasi

A financial asset or a group of financial assets is deemed to be impaired if, and only if, there is an objective evidence of impairment as a result of one or more events

[r]

Semut Unwidha merupakan repository perangkat lunak opensource yang disediakan oleh Universitas Widya Dharma Klaten untuk mendukung perkembangan FOSS (Free Open