• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI BASAH

WATER ABSORBENT

PATI

SINGKONG TERHADAP SIFAT RETENSI AIR PADA TANAH

BERTEKSTUR PASIR

SEKAR MAYANG

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

SEKAR MAYANG. Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Retensi air merupakan salah satu sifat fisik tanah yang menunjukkan ketersediaan air dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh suatu tanaman. Rendahnya sifat retensi air umumnya dimiliki oleh tanah bertekstur pasir seperti tailing bekas tambang dan tanah berpasir lainnya. Tanaman yang berada di tanah dengan sifat retensi air yang rendah akan mengalami cekaman air yang pada kondisi ekstrim tanaman akan layu. Upaya umum yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemberian irigasi dengan frekuensi yang tinggi sehingga menjadi tidak efisien. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lain untuk mengatasi masalah tersebut.

BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) telah memperkenalkan Super Water Absorbent (SWA) pati singkong yang dapat menyerap air hingga ± 300 kali lipat dari bobot awalnya. Namun, bagaimana SWA bekerja dan berpengaruh terhadap sifat retensi air tanah masih dipertanyakan.

Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian SWA terhadap sifat retensi air tanah yang dilakukan di rumah kaca, IPB. Hasil penelitian menujukkan bahwa pemberian SWA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah air yang dapat ditahan tanah (retensi air) pada tanah dengan kadar pasir yang sangat tinggi. Kandungan bahan organik dan kadar pasir mempengaruhi lamanya tanah menahan dan menyimpan air.

Kata kunci : retensi air, super water absorbent, tanah berpasir

ABSTRACT

SEKAR MAYANG. Effect of Wet Aplication Water Absorbent Cassava Starch to Water Retention Characteristic in Sand Textured Soils. Supervised DWI PUTRO TEJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE.

Water retention is one of soil physical properties that indicate water availability tobe used by a plant. The low water retention ability is generally owned by sand textured soils such as former mine tailings and other sand texture of soils. Plant on soil with low water retention ability will quickly sustain of water stress that extreme condition will lead to permanent wilting. Common effort to overcome this problem is generally by high frequency irrigation. This effort is however inefficient. Other alterative is needed to solve this problem.

(6)

The study aimed to assess the effect of SWA on soil retention characterstic was carried in a green house of IPB. Results of the study showed that SWA application had no significantly effect on the amount of water retained by soil with very high sand. Organic matter and content of sand are influencing the soil capability in water holding and storing.

(7)

PENGARUH APLIKASI BASAH WATER ABSORBENT PATI SINGKONG TERHADAP SIFAT RETENSI AIR PADA TANAH BERTEKSTUR PASIR

SEKAR MAYANG

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir Nama : Sekar Mayang

NIM : A14100075

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Pembimbing I

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Aplikasi Basah Water Absorbent Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir. Skripsi ini merupakan tugas akhir program sarjana pertanian (S1) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan berupa kasih sayang, doa, dan motivasi;

2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. dan Dr.Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan nasihat; 3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi. sebagai dosen penguji yang telah memberikan

saran dan masukan saat pelaksanaan ujian skripsi;

4. Yanuar Azhari beserta keluarga yang banyak memberikan doa dan dukungan; 5. Dr. Darmawan Darwis, M.Sc., Apt , Ibu Tita Puspitasari, M.Si., Ibu Dewi, dan

Ibu Susi selaku dari pihak BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional); 6. Rekan- rekan satu bagian laboratorium Konservasi Tanah dan Air; 7. Staf laboratorium Konservasi Tanah dan Air;

8. Seluruh teman- teman SOILER 47;

9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dalam bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, September 2014

Sekar Mayang

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODOLOGI PENELITIAN 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Pelaksanaan Penelitian 3

Rancangan Penelitian 3

Persiapan Tanah 4

Persiapan SWA (Super Water Absorbent) 4

Analisis Pendahuluan 5

Penetapan Jumlah Air yang Ditahan Tanah 5 Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF) 6

Variasi Harian Kadar Air Tanah 6

Penurunan Kadar Air Tanah 6

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Tanah 6

Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) Metode Alhricks 7

Jumlah Air yang Ditahan Tanah 9

Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF) 10

Variasi Harian Kadar Air Tanah 11

Penurunan Kadar Air Tanah 13

KESIMPULAN DAN SARAN 14

Kesimpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

(12)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan Bahan Penelitian 2

2 Analisis Karakteristik Tanah 5

3 Hasil Analisis Karakteristik Tanah 7

4 Penurunan Kadar Air pada Perlakuan Tanpa Penyiraman (P0) 13 5 Penurunan Kadar Air pada Perlakuan dengan Penyiraman (P1) 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar Air Tanah Menurut Waktu pada Penetapan Kapasitas Lapang Metode Alhricks

8

2 Grafik Jumlah Air yang Ditahan Tanah 9

3 Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol (b) Tanpa Penyiraman dan dengan Penyiraman pada Tekanan Hisapan Matriks Tertentu (pF)

10

4 Perubahan Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol (b) Tanpa Penyiraman dan dengan Penyiraman dari Hari ke Hari

12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tekstur Tanah 17

2 Laju Evaporasi 17

3 Kemampuan SWA Menyerap Air 18

4 Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) Metode Alhricks 19

5 Jumlah Air yang Ditahan Tanah 20

6 Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Simulasi Tailing 20

7 Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Regosol 21

8 Variasi Harian Kadar Air Tanah Simulasi Tailing 22

9 Variasi Harian Kadar Air Tanah Regosol 23

10 Karakteristik Tanah 24

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertambangan memiliki peran cukup penting dalam penerimaan pendapatan Negara Indonesia. Salah satu usaha pertambangan tersebut ialah tambang timah di Pulau Bangka yang menyumbang 40% kebutuhan timah dunia (Astira 2005 dalam Nurtjahya 2008). Kegiatan produksi timah meninggalkan lahan tailing berupa hamparan pasir. Pertambangan timah di Pulau Bangka menguasai sebagian dari wilayah Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1,16 juta hektar dan penyebaran tailing bekas tambang timah meliputi areal seluas 198.751 ha. Tailing tambang timah tersebut memiliki kadar pasir sebesar 92,00%, kadar debu sebesar 5,50%, dan kadar klei sebesar 2,50% (Sutono 2012).

Upaya reklamasi dan pemanfaatan tailing tambang untuk usaha pertanian seperti halnya tanah pasir lain dihadapkan pada beberapa kendala salah satunya adalah rendahnya retensi air. Tanah dengan retensi air yang sangat rendah akan sulit menyimpan air sehingga tanaman akan mengalami cekaman air yang pada kondisi ekstrim dapat mengalami kekeringan dan mati.

Upaya umum yang dilakukan untuk mengatasi cekaman air adalah dengan pemberian irigasi. Akan tetapi pada tanah berpasir dengan sifat retensi air yang sangat rendah, irigasi yang diberikan memerlukan frekuensi yang tinggi sehingga menjadi sangat tidak efisien. Oleh karena itu perlu adanya upaya lain yang dititikberatkan pada perbaikan karakteristik tanah. Saat ini banyak penelitian mengenai penggunaan bahan pembenah tanah untuk memperbaiki sifat fisik tanah terutama kemampuan tanah dalam menahan air (retensi air). Seperti yang dilakukan oleh Sutono (2012) yang menggunakan tanah mineral dengan kandungan klei yang tinggi, bahan organik dari kompos, dan kalsium (Ca) dari terak baja untuk perbaikan sifat fisik tanah tailing tambang timah. Pemilihan alternatif lain dalam memperbaiki sifat retensi air tanah adalah dengan penggunaan water absorbent. Namun, hingga saat ini efektivitas water absorbent dalam memperbaiki retensi air tanah masih diperdebatkan.

Water absorbent merupakan suatu bahan yang mampu menyerap air dan melepaskannya untuk digunakan oleh tanaman. Oleh karena itu pada penelitian ini bahan water absorbent diuji dalam menyediakan air tanah. Water absorbent yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil produksi BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) yang dibuat dari pati singkong. Water absorbent tersebut dapat mengembang dan menyerap air hingga 300 kali lipat dari bobot awalnya serta ramah lingkungan dan disebut sebagai SWA (Super Water Absorbent) pati singkong ( Darwis dan Puspitasari 2012).

(14)

2

dan adanya kontak antara air yang disiramkan dengan yang diserap SWA terlalu sedikit sehingga retensi air tidak optimal. Selain itu tanah yang digunakan merupakan tanah bertekstur klei sehingga tidak menunjukkan hasil dari kerja water absorbent tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian SWA pati singkong dengan aplikasi basah pada tanah berkadar pasir tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian water absorbent dan kompos terhadap sifat retensi air pada tanah dengan kadar pasir yang sangat tinggi.

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah kaca University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Uji sifat fisik tanah dilaksanakan di laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga Agustus 2014.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian

No Kegiatan Alat Bahan

1 Persiapan Tanah Cangkul, sekop, tali, pisau, karung

Pasir dan latosol (9:1) dan tanah Regosol

2 Persiapan Tanaman Pot, sekop, timbangan, plastik,

insect net, sprayer,

gembor, tray, dan penggaris

Benih cabai merah keriting varietas Kastilo F1, arang sekam, pupuk urea, KCL, SP-36, Furadan, Insektisida, Kompos, dan Air

3 Persiapan Water Absorbent

Gelas/ botol air mineral kemasan, gelas ukur, saringan

SWA pati singkong BATAN, air, Alginat, dan Khitosan

4 Pengukuran Kadar Air dan Bobot Isi Tanah

Cawan, ring sample,

timbangan, oven

(15)

3

Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan)

No Kegiatan Alat Bahan

Contoh tanah, aquadest, dan Natrium Pirofosfat

6 Pengukuran C- organik Tanah 7 Pengukuran Kadar Air

Kapasitas Lapang metode Alhricks

Gelas piala 500 ml, penggaris, pipa gelas, kain kasa,

sprayer, plastik, karet, cawan, dan oven

Contoh tanah, zeolit, dan air

8

SWA pati singkong dan air

10

12 Pengukuran Kadar Air Lapang

Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara faktorial dengan perlakuan :

1. Aplikasi bahan water absorbent yang terdiri dari 8 taraf, yaitu: a. K : Kontrol

b. C : Kompos 1gr/kg

(16)

4 2. Tanah terdiri dari 2 taraf yaitu:

a. T1 : Pasir + latosol rasio 9 : 1

(Untuk mendapatkan kadar pasir dalam tanah sebesar 90% yang mewakili tanah pasir tailing tambang timah)

b. T2 : Tanah Regosol

3. Penyiraman tanaman terdiri dari 2 taraf yaitu: a. P0 : Tanpa penyiraman

b. P1 : Penyiraman dengan interval waktu satu minggu sekali

Perlakuan tersebut dikombinasikan dan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 96 satuan percobaan. Perlakuan kedua penyiraman (P0 dan P1) dilakukan setelah penyiraman tanaman 4 hari sekali selama 20 hari selesai dilakukan yaitu saat tanaman cabai mulai tidak megalami stres air.

Persiapan Tanah

Tanah yang digunakan pada penelitian ini ialah pasir kuarsitik yang dicampur dengan latosol pada rasio 9:1 untuk mensimulasi tailing bekas tambang timah yang asli berdasarkan penelitian Sutono (2012). Sedangkan tanah regosol diambil di daerah sekitar kampus IPB Dramaga. Tekstur kedua tanah tersebut adalah pasir dengan hasil analisis disajikan pada Lampiran 1.

Persiapan awal meliputi pengambilan tanah yang kemudian dikering udarakan di suatu ruangan terbuka di Kebun Percobaan Cikabayan University Farm, Institut Pertanian Bogor selama 1 minggu. Setelah itu tanah untuk simulasi tailing, pasir dan tanah latosol dicampurkan sesuai dengan rasio dan kemudian dimasukan kedalam pot sebanyak 5 kg. Sedangkan tanah regosol terlebih dahulu dipisahkan dari akar- akar tanaman sebelum akhirnya dimasukan kedalam pot sebanyak 5 kg tanah. Agar kedua tanah tidak turun saat dilakukan pengetukkan maka pot dilapisi jaring sebelum kedua tanah tersebut dimasukan. Setelah itu SWA dimasukan pada kedalaman 10 cm dari permukaan tanah dalam pot sesuai dengan dosis yang telah ditentukan secara dikonsentrasikan.

Untuk mengetahui besarnya penguapan yang berpengaruh terhadap hilangnya air dari dalam tanah maka dilakukan percobaan awal yaitu pengamatan evaporasi. Pengukuran evaporasi dilakukan dengan menimbang bobot pot dan tanah tersebut setiap hari selama satu minggu untuk mengetahui pengurangan ketersediaan air dalam kedua tanah.Tabel besarnya laju evaporasi disajikan pada Lampiran 2.

Persiapan SWA (Super Water Absorbent)

(17)

5

dilakukan perendaman dengan air sebanyak 1000 ml. Hal tersebut berdasarkan pengujian yang telah dilakukan BATAN terhadap kemampuan SWA dapat mengikat air sebanyak 300 kali lebih besar dari bobot awalnya. Perlakuan SWA+ Alginat dilakukan setelah SWA tersebut diswelling dan kemudian dilakukan perendaman dengan Alginat selama 24 jam. SWA dengan dosis 0,1 g/ kg tanah dilakukan perendaman dengan Alginat sebanyak 100 ml, sedangkan SWA dengan dosis 0,5 g/ kg tanah dilakukan perendaman dengan Alginat sebanyak 500 ml.

Perlakuan SWA dengan penambahan Khitosan dilakukan saat tanaman telah dipindahkan kedalam pot dan disemprotkan seminggu sekali pada bagian bawah daun yang sebelumnya telah diencerkan sebanyak 1000 ml. Selain itu dilakukan pula pengamatan kapasitas SWA dalam menyerap air dengan interval waktu 4 jam (t4), 6 jam (t6), 10 jam (t10), dan 16 jam (t16) dengan dosis SWA sebanyak 5 gram dan jumlah air perendaman 1 liter. Tabel pengamatan SWA dalam menyerap air disajikan pada Lampiran 3.

Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik umum tanah yang digunakan pada penelitian. Berikut daftar analisis yang dilakukan. Tabel 2 Analisis Karakteristik Tanah

No Analisis Parameter Metode

1 Pengukuran Kadar Air dan Bobot Isi

Menentukan besarnya kadar air tanah dalam % dan mengetahui kepadatan kadar air tanah pada kapasitas lapang atau pada keadaan tanaman

membutuhkan air dalam tanah

Alhricks

Keterangan: penetapan KAKL metode Alhricks terlampir (Lampiran 5)

Penetapan Jumlah Air yang Ditahan Tanah

(18)

6

air yang ditahan oleh tanah (retensi air). Perhitungan persentase volume air yang ditahan oleh tanah sebagai berikut :

� ��� � � ℎ ℎ (%) = − × 100%

Keterangan: a = volume air yang ditambahkan b = volume air yang keluar

Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF)

Pengukuran ini dilakukan untuk menyetimbangkan tanah simulasi tailing dan tanah regosol dengan berbagai perlakuan pada hisapan matriks tertentu yang kemudian dilakukan pengukuran kadar air. Hisapan matriks tersebut ialah pF 1; pF 2; pF 2,54; dan pF 4,2. Hasil pengukuran dinyatakan dalam kuva pF.

Variasi Harian Kadar Air Tanah

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penurunan kadar air pada kedua tanah dari hari ke hari dan mengetahui perlakuan mana yang mengalami penurunan kadar air yang paling cepat maupun yang mengalami penurunan kadar air yang lebih lambat. Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode gravimetri.

Penurunan Kadar Air Tanah

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan apa yang memiliki kemampuan retensi air yang lebih baik. Pengukuran dilakukan dengan menghitung selisih kadar air tanah hari pertama dan hari terakhir setiap perlakuan.

Analisis Data

Anaisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis ragam berupa uji ANOVA dan untuk melihat perlakuan mana yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah

(19)

7

antar partikel yang berukuran besar sehingga kerapatan tanah menjadi maksimum dan nilai bobot isi tanah menjadi tinggi (Hillel 1997).

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa tanah simulasi tailing memiliki kadar C- organik yang sangat rendah yaitu sebesar 0,84% dibandingkan dengan tanah regosol sebesar 1,04%. Berdasarkan Supardi (1983), kadar bahan organik tanah mineral tidak melebihi 3%-5% dari bobot tanah. Walaupun jumlahnya sedikit, pengaruh bahan organik terhadap sifat- sifat tanah dan pertumbuhan tanaman sangatlah nyata. Menurut Rusdi (2003), bahan organik yang rendah sangat berpengaruh dalam menentukan struktur tanah. Semakin tinggi kadar bahan organik tanah maka struktur tanah yang terbentuk akan semakin baik dan bobot isi tanah akan rendah. Tetapi dalam kasus penelitian ini, tanah regosol yang berkadar organik lebih tinggi dibandingkan tanah simulasi tailing justru memiliki bobot isi yang lebih tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa faktor keruangan yang terkait dengan struktur tanah dan kadar bahan organik tidak mempengaruhi nilai bobot isi kedua tanah yang digunakan pada penelitian ini. Nilai bobot isi tanah tersebut lebih dipengaruhi oleh perbedaan jenis mineral penyusunnya. Tanah simulasi tailing berasal dari mineral kuarsa pada campuran pasirnya sedangkan tanah regosol mengandung mineral yang berasal dari bahan volkanik dengan asosiasi plagioklas dan hipersten (Sinaga 2003). Selain itu karena tailing yang digunakan pada penelitian ini merupakan simulasi maka diduga dapat disebabkan tanah pasir kuarstik yang digunakan memiliki kadar pasir yang tidak setara dengan kadar pasir tailing tambang timah yang asli. Hal ini yang menyebabkan tanah simulasi tailing memiliki bobot isi yang lebih rendah dibandingkan tanah regosol pada penelitian ini.

Tabel 4 Hasil Analisis Karakteristik Tanah

Tanah Pasir

Tailing 85,14 9,07 5,79 Pasir 1,25 0,84

Regosol 81,34 8,05 10,78 Pasir 1,45 1,04

Hasil pengujian awal karakteristik umum tanah menunjukkan bahwa tanah simulasi tailing yang dibuat hampir menyerupai karakteristik tailing tambang timah yang asli. Sutono (2012) mendapatkan bahwa sifat fisik pasir tailing mempunyai tekstur dengan fraksi pasir, debu, dan klei berturut- turut adalah 92,00%; 5,50%; dan 2,50%. Bobot isi tailing sebelum diayak 1,47 kg/liter, setelah diayak dengan diameter butir ≤ 2 mm menjadi 1,64 kg/liter. Sifat kimia tailing berupa kadar C-organik sebesar 0,12%.

Kadar Air Kapasitas Lapang (KAKL) Metode Alhricks

(20)

8

plate. Pada penelitian ini kadar air kapasitas lapang (KAKL) ditetapkan dengan menggunakan metode Alhircks, yaitu suatu metode yang menganggap terjadinya pengisian pori-pori kapiler tanah dipengaruhi oleh air yang bergerak secara gravitasi. Menurut Baskoro dan Tarigan (2007), penyetaraan kadar air kapasitas lapang (KAKL) dengan kadar air pF 2,54 (metode Pressure plate) cenderung memberikan hasil yang terlalu rendah oleh karena itu metode Alhricks dianggap sebagai metode yang tepat untuk penetapan kadar air kapasitas lapang pada penelitian ini.Waktu inkubasi yang dilakukan pada analisis ini yaitu 0 jam, 1jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam, 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Penggunaan intensitas waktu tersebut bertujuan untuk melihat penurunan kadar air secara bertahap. Hasil analisis kadar air pada waktu- waktu tertentu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kadar Air Tanah Menurut Waktu pada Penetapan Kapasitas Lapang Metode Alhricks

Berdasarkan Gambar 1 (Lampiran 5) terlihat bahwa kadar air pada kedua tanah tersebut cenderung menurun seiring lamanya waktu inkubasi. Nilai kadar air kapasitas lapang (KAKL) pada Gambar 1 ditetapkan dengan mencari titik singgung pada kurva yaitu dimana terjadi perubahan kemiringan kurva yang setelah titik tersebut kurva mulai mendatar. Berdasarkan hal tersebut diperoleh bahwa nilai KAKL pada tanah simulasi tailing adalah 8,43% yang tercapai setelah 4 jam drainase terjadi. Sedangkan pada tanah regosol nilai KAKL adalah 21,46% yang tercapai setelah 24 jam drainase terjadi. Data tersebut menunjukkan bahwa tanah simulasi tailing mengalami penurunan kadar air lebih cepat dibandingkan tanah regosol. Hal ini juga terlihat pada kurva tanah simulasi tailing yang lebih curam dibandingkan tanah regosol yang lebih landai. Keadaan demikian dipengaruhi oleh kadar pasir tanah simulasi tailing yang lebih tinggi dan kandungan bahan organik yang lebih rendah dibandingkan tanah regosol sehingga proses drainasenya berlangsung lebih cepat dan tidak dapat menahan air dalam waktu yang lebih lama. Hal ini juga menunjukkan kemampuan retensi tanah simulasi tailing lebih rendah dibandingkan tanah regosol.

0

(21)

9

Jumlah Air yang Ditahan Tanah

Jumlah air yang ditahan tanah pada setiap perlakuan disajikan dalam Gambar 2 (Lampiran 5). Gambar 2 menunjukkan bahwa tanah simulasi tailing menampung air lebih banyak dibandingkan tanah regosol. Hal ini terjadi karena tanah simulasi tailing dengan komposisi tekstur yang hampir sama dengan tailing aslinya memiliki kadar air awal yang sangat rendah (3,78%) dibandingkan tanah regosol (17,02%) sehingga ruang pori yang dapat terisi air menjadi lebih banyak.

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+ Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Gambar 2 Jumlah Air yang Ditahan Tanah

Secara umum Gambar 2 menunjukkan bahwa pemberian water absorbent baik SWA pati singkong maupun kompos tidak berpengaruh nyata terhadap kemampuan tanah dalam menampung air. Namun, secara spesifik tanah dengan pemberian SWA seperti perlakuan S5 (SWA pati singkong 0,1 g/ Kg + Khitosan) pada kedua tanah memiliki nilai retensi air yang tinggi. Tanah simulasi tailing perlakuan S5 memiliki nilai retensi air sebesar 74,67%, sedangkan tanah regosol perlakuan S5 memiliki nilai retensi air sebesar 70,50%. Jika dibandingkan dengan perlakuan Kompos, nilai retensi air perlakuan yang diberikan SWA cenderung lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh aplikasi SWA yang digunakan merupakan aplikasi basah dimana SWA telah terisi air sehingga saat dilakukan penambahan air hanya perlakuan tanah yang berpengaruh. Selain itu disebabkan pula oleh kurangnya waktu untuk SWA dapat menyerap air yang disiramkan karena sifat tanah pasir yang cepat melalukan air sehingga SWA tidak bekerja secara efektif serta adanya tekanan yang kuat dari tanah yang padat dan mengakibatkan ruang untuk SWA mengembang dan menyerap air menjadi terbatas. Sifat kompos sebagai bahan organik memiliki peran ganda yaitu mampu memperbaiki sifat fisik tanah dan mampu menyerap serta menyimpan air sehingga pada analisis ini

(22)

10

perlakuan kompos memiliki nilai retensi air yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan SWA.

Kadar Air Tanah pada Hisapan Matriks Tertentu (pF)

Hubungan kadar air pada kedua tanah dengan tekanan hisapan matriks tertentu disajikan pada Gambar 3 (Lampiran 6 dan 7).

a)

b)

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+ Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

(23)

11

diberikan pada tanah bertekstur pasir maka terjadi sedikit perubahan pengurangan kadar air dan semakin rendah hisapan matriks (pF) yang diberikan maka lebih banyak kadar air yang berkurang. Keadaan tersebut menunjukkan kedua tanah memiliki kemampuan retensi air yang rendah.

Gambar 3 juga menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas yang ditunjukkan oleh perbedaan perlakuan pemberian SWA. Perlakuan SWA tertentu dapat memiliki nilai kadar air hisapan mariks yang lebih rendah bahkan dapat memiliki nilai kadar air hisapan matriks yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan Kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SWA tidak berpengaruh nyata terhadap retensi air tanah. Keadaan tersebut disebabkan karena sifat retensi air tanah berkaitan dengan distribusi ukuran pori tanah, sedangkan pemberian SWA tidak mempengaruhi distribusi ukuran pori karena bukan merupakan bahan pembenah tanah yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah melainkan hanya sebagai penampung air. Perlakuan kompos pada penelitian ini juga tidak memberikan perbedaan pola kurva kadar air yang menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap sifat retensi air tanah. Hal tersebut disebabkan kurangnya waktu inkubasi dan kadar klei yang cukup rendah pada kedua tanah untuk berikatan dengan kompos sebagai bahan organik dalam pembentukan stuktur tanah.

Penetapan kadar air tanah pada pF tertentu dilakukan dengan menjenuhkan tanah pada tahapan awal analisis. Oleh karena itu, perlakuan penyiraman tidak berpengaruh terhadap besarnya kadar air kedua tanah yang digunakan pada penelitian ini. Namun, Gambar 3 menunjukkan tanah dengan perlakuan tanpa penyiraman (P0) memiliki kadar air awal yang lebih tinggi dan pola kurva antar perlakuan yang lebih renggang dibandingkan tanah pada perlakuan dengan penyiraman (P1). Hal ini disebabkan pada perlakuan P0 (tanpa penyiraman) peluang terjadinya konsolidasi partikel tanah dapat terjadi lebih besar sehingga peluang terbentuknya struktur tanah akan lebih baik. Hal tersebut yang mempengaruhi distribusi ukuran pori dan kemampuan tanah dalam menahan air menjadi lebih banyak.

Variasi Harian Kadar Air Tanah

Variasi harian kadar air pada tanah simulasi tailing dan tanah regosol dengan perlakuan tanpa penyiraman dan dengan penyiraman disajikan pada Gambar 4 (Lampiran 8 dan 9 ). Secara umum, kedua tanah pada perlakuan tanpa penyiraman (P0) memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan perlakuan dengan penyiraman (P1).

(24)

12

menunjukkan bahwa perlakuan Kontrol memiliki kadar air awal yang lebih tinggi dibandingkan tanah dengan perlakuan water absorbent namun juga mengalami penurunan kadar air yang paling cepat. Perlakuan yang menunjukkan penurunan kadar air yang paling lambat yaitu perlakuan Kompos. Sedangkan pada perlakuan dengan penyiraman (P1), tanah dengan perlakuan water absorbent memiliki kadar air awal lebih tinggi dibandingkan dengan Kontrol. Penurunan kadar air yang paling cepat dimiliki oleh perlakuan S2 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg) dan yang menunjukan penurunan kadar air paling lambat adalah perlakuan S6 (SWA pati singkong 0,5 g/Kg + Khitosan).

a)

b)

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+ Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Gambar 4 Perubahan Kadar Air Tanah Simulasi Tailing (a) dan Tanah Regosol (b) Tanpa Penyiraman dan dengan Penyiraman dari Hari ke Hari Cepat lambatnya penurunan kadar air lapang tersebut terlihat dari bentuk kurva pada masing- masing perlakuan. Perlakuan yang mengalami penurunan

0

Tanpa Penyiraman (P0) Dengan Penyiraman (P1)

(25)

13

kadar air yang cepat ditandai dengan bentuk kurva yang curam, sedangkan tanah yang mengalami penurunan kadar air yang lambat ditandai dengan bentuk kurva yang landai.

Penurunan Kadar Air Tanah

Hasil pengamatan penurunan kadar air perlakuan tanpa penyiraman (P0) pada tanah simulasi tailing dan tanah regosol disajikan dalam Tabel 4. Secara umum perlakuan tanah dan penyiraman memberikan pengaruh yang nyata terhadap besarnya penurunan kadar air tanah, sedangkan perlakuan water absorbent tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar air tanah. Pada tanah simulasi tailing yang memiiki nilai penurunan kadar air tertinggi (24,14%) yaitu perlakuan S3 (SWA pati singkong 0,1 g/kg + Alginat) dan yang memiliki penurunan kadar air terendah (15,24%) yaitu pada S5 (SWA pati singkong 0,1 g/kg + Khitosan). Sedangkan pada tanah regosol perlakuan yang memiliki penurunan kadar air tertinggi (23,15 %) adalah Kontrol dan terendah (16,73%) perlakuan Kompos.

Tabel 4 Penurunan Kadar Air pada Perlakuan Tanpa Penyiraman (P0)

Perlakuan

Kadar Air (%)

Hari Ke- 0 Hari Ke- 7 Penurunan Simulasi

K 28,19 37,83 6,01 14,68 22,18 23,15

C 31,97 31,09 11,09 14,36 20,88 16,73

S1 32,59 34,38 12,77 12,17 19,81 22,21

S2 31,75 33,73 9,16 14,45 22,60 19,28

S3 34,03 31,25 9,89 10,15 24,14 21,11

S4 31,74 32,48 11,86 14,39 19,87 18,09

S5 32,91 34,28 17,67 14,90 15,24 19,38

S6 34,97 28,50 13,84 10,49 21,13 18,01

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

(26)

14

Berdasarkan data pada kedua tabel dapat disimpulkan bahwa pemberian SWA pati singkong ke dalam tanah tidak memberikan pengaruh nyata terhadap sifat retensi air pada kedua tanah tersebut. Secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa tanah simulasi tailing mengalami penurunan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tanah regosol. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, hal ini diduga karena tanah simulasi tailing memiliki kadar bahan organik yang lebih rendah dibandingkan tanah regosol sehingga tidak mampu meretensi air dalam waktu yang lebih lama meski keduanya merupakan tanah berpasir.

Tabel 5 Penurunan Kadar Air pada Perlakuan dengan Penyiraman (P1)

Perlakuan

Kadar Air (%)

Hari Ke- 0 Hari Ke- 7 Penurunan Simulasi

K 36,75 34,98 21,10 20,61 15,64 14,37

C 37,70 33,62 21,65 21,90 16,06 11,73

S1 39,08 32,61 23,96 20,04 15,12 12,57

S2 40,73 36,85 22,46 20,87 18,27 15,97

S3 39,70 36,39 21,30 25,52 18,40 10,87

S4 41,59 36,02 25,87 23,01 15,72 13,01

S5 41,81 39,31 23,91 24,88 17,89 14,43

S6 37,64 34,16 18,44 24,30 19,20 9,86

Keterangan : K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg, S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian water absorbent tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah air yang dapat ditahan tanah (retensi air). Namun, tanah yang diberi water absorbent menunjukkan nilai retensi air yang sedikit lebih tinggi dibandingkan yang tanpa water absorbent (Kontrol);

2. Tanah yang diberi perlakuan Kompos menunjukkan nilai retensi air yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi SWA pati singkong;

3. Kandungan bahan organik dan tekstur tanah mempengaruhi lamanya tanah menahan dan menyimpan air.

Saran

(27)

15

tanaman. Selain itu perlu dilakukan tehnik penyiraman yang tepat agar proses SWA dalam menyerap air dalam tanah dapat berlangsung secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Baki YP. 2013. Pemanfaatan SWA (Super Water Absorbent) Pati Singkong untuk Meningkatkan Ketersediaan Air pada Tanaman Jagung (Zea mays) di Tanah Bertekstur Klei. Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Baskoro DPT, Tarigan SD. 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah pada Beberapa Jenis Tanah. J Tanah Lingk. 9(2):77-81.

Darwis D, Puspitasari T. 2012. Super Water Absorbent (SWA) Cassava Starch-Co-Acrylate Sebagai Bahan Pembenah Tanah (Soil Conditioner). Jakarta (ID): Badan Tenaga Nuklir Nasional, siap terbit.

Habayahan R. 2013. Pengaruh SWA (Super Water Absorbent) Pati Singkong Terhadap Sifat Retensi Air Tanah. Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Hillel D. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Susanto RH, Purnomo RH, penerjemah. Yogyakarta (ID): PT. Mitra Gama Widya. Terjemahan dari: Introduction of Soil Physics.

Jatnika D. 2013. Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Nurtjahya. 2008. Revegetasi Lahan Pasca Tambang Timah dengan Beragam Jenis Pohon Lokal di Pulau Bangka. Tesis. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

Mahartika S. 2013. Penetapan Kadar Air Kapasitas Lapang dengan Metode Alhricks, Drainase Bebas dan Pressure Plate pada Berbagai Tekstur Tanah Untuk Tanaman Bunga Matahari (Helianthusannuus L.). Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Rusdi D. 2003. Karakterisasi Sifat Fisika Tanah pada Berbagai Tekstur dan Jenis Tanah Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sinaga SO. 2003. Karakeristik Tanah Regosol dan Latosol Darmaga serta

Dinamika Konsentrasi Residu Herbisida Glisofat di Dalam Tanah. Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB

Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID). Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Susanti RS. 2006. Karakteristik Kelembaban Tiga Jenis Tanah (Grumosol Cihea, Latosol Dramaga, Regosol Laladon). Skripsi. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

(28)
(29)
(30)
(31)

Lampiran 1 Tekstur Tanah

Lampiran 2 Laju Evaporasi

Tanah Ulangan Evaporasi (mm) hari

ke-1 2 3 4 5 6 7

Simulasi Tailing

1 3,46 2,31 2,31 2,31 2,31 2,31 2,31

2 3,46 2,31 2,31 2,31 3,46 1,15 1,15

3 3,46 1,15 2,31 2,31 3,46 1,15 2,31

Regosol

1 3,46 1,15 2,31 2,31 2,31 3,46 2,31

2 3,46 2,31 2,31 1,15 3,46 2,31 1,15

3 2,31 2,31 2,31 2,31 3,46 1,15 2,31

Tanah Ulangan Pasir (%) Rata- rata (%) Debu (%) Rata- rata (%) Klei (%) Rata- rata (%) Klasifikasi

Simulasi Tailing

1 85,82

85,14

5,11

5,79

9,07

9,07 Pasir

2 84,81 6,13 9,07

3 84,80 6,13 9,07

Regosol

1 78,91

81,34

12,29

10,78

8,80

8,05 Pasir

2 83,88 10,05 6,57

(32)
(33)

Lampiran 4 Kadar Air Kapasitas Lapang Metode Alhricks Tanah Waktu

(Jam)

BKU (g) BKM (g) % KAKL Rata rata % KA

1 2 3 1 2 3 1 2 3

Simulasi Tailing

t0 6,18 6,11 6,72 5,15 5,08 5,48 20,00 20,27 22,63 20.97 t1 7,37 7,56 9,42 6,51 6,59 7,99 13,21 14,72 17,90 15.28 t2 9,79 10,58 7,73 8,96 9,56 6,84 9,26 10,67 13,01 10.98 t4 13,22 19,16 13,18 12,33 17,95 11,84 7,22 6,74 11,32 8.43 t8 14,56 15,74 9,38 13,64 14,75 8,51 6,74 6,71 10,22 7.84 t12 13,37 13,77 16,39 12,41 12,79 15,29 7,74 7,66 7,20 7.53 t24 14,32 15,63 9,21 13,43 14,64 8,46 6,62 6,76 8,87 7.42 t48 14,21 15,73 9,04 13,56 14,37 8,61 4,79 9,46 4,99 6.41

Regosol

t0 8,13 7,70 7,55 6,39 6,13 5,93 27,23 25,61 27,31 26.72 t1 10,17 10,85 9,48 8,19 8,63 7,57 24,18 25,72 25,23 25.04

t2 11,31 9,54 7,46 9,19 7,69 6,03 23,06 24,06 23,71 23.61 t4 10,64 14,45 14,01 8,73 11,71 11,25 21,88 23,42 24,53 23.28 t8 9,20 11,08 11,67 7,54 9,05 9,41 22,02 22,43 24,02 22.82

(34)

20

Lampiran 5 Jumlah Air yang Ditahan Tanah

Tanah Perlakuan (%)

K C S1 S2 S3 S4 S5 S6

Simulasi

Tailing 72,05 78,33 68,33 70,50 68,34 72,17 74,67 71,17

Regosol 73,00 71,00 69,67 63,50 67,34 67,50 70,50 63,33 Keterangan: K = tanpa absorban, C = kompos, S1= SWA dosis 0,1g/kg, S2= SWA dosis 0,5g/kg,

S3= SWA dosis 0,1g/kg+Alginat, S4= SWA dosis 0,5g/kg+ Alginat, S5= SWA dosis 0,1g/kg+ Khitosan, S6= SWA dosis 0,5g/kg+ Khitosan

Lampiran 6 Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Simulasi Tailing Perlakuan Kadar Air (% v/v) pada

pF-1 2 2,54 4,2

…..Tanpa Penyiraman…..

K 47,89 39,89 25,06 22,60

C 35,67 27,09 24,27 21,03

S1 46,64 38,61 34,34 27,11

S2 41,10 36,50 30,82 25,27

S3 46,05 35,52 33,30 27,63

S4 35,06 26,36 23,19 20,05

S5 35,40 23,77 19,06 12,37

S6 40,94 32,82 25,59 20,09

…..Dengan Penyiraman…..

K 44,53 35,44 28,74 23,26

C 43,58 31,85 27,97 25,18

S1 45,46 38,39 34,02 22,21

S2 45,53 34,40 26,06 22,49

S3 41,98 30,63 24,69 21,51

S4 42,47 32,08 26,10 23,22

S5 45,55 36,72 30,69 26,56

S6 43,72 37,54 30,89 24,31

(35)

21

Lampiran 7 Kadar Air pada Berbagai pF Tanah Regosol Perlakuan Kadar Air (% v/v) pada

pF-1 2 2,54 4,2

…..Tanpa Penyiraman…..

K 49,67 36,19 30,67 27,41

C 52,51 32,48 20,62 18,94

S1 48,63 35,08 24,49 23,23

S2 49,67 36,19 30,67 27,41

S3 52,51 22,51 20,62 18,94

S4 49,99 27,93 23,11 22,32

S5 52,96 35,70 31,03 30,80

S6 54,92 37,98 29,91 22,92

…..DenganPenyiraman…..

K 33,00 25,16 23,38 21,97

C 36,77 28,51 25,95 25,21

S1 36,69 26,26 24,53 23,42

S2 36,10 26,86 23,47 22,00

S3 32,69 25,48 23,31 22,50

S4 35,76 25,67 22,65 20,18

S5 33,30 24,46 21,22 20,12

S6 40,36 30,21 22,79 21,45

(36)

Lampian 8 Variasi Harian Kadar Air Tanah Simulasi Tailing

Hari ke- Kadar Air Perlakuan (% b/b)

K C S1 S2 S3 S4 S5 S6

…Tanpa Penyiraman…

0 28,19 31,97 32,59 31,75 34,03 31,74 32,91 34,97

1 23,52 27,51 27,93 29,60 27,87 27,32 30,57 27,35

2 19,87 25,91 26,55 27,53 26,41 26,34 27,74 23,19

3 16,53 25,07 25,19 25,00 23,53 23,12 26,00 21,96

4 13,78 21,51 21,70 23,38 21,68 20,45 23,43 20,41

5 12,04 16,46 19,24 20,25 19,73 18,13 21,27 19,46

6 10,26 13,58 16.,94 15,18 12,92 15,55 19,79 17,48

7 6,01 11,09 12,77 9,16 9,89 11,86 17,67 13,84

…Dengan Penyiraman…

0 36,75 37,70 39,08 40,73 39,70 41,59 41,81 37,64

1 34,17 35,51 37,66 39,48 38,16 39,60 39,14 34,73

2 31,91 33,87 36,23 37,47 36,88 38,48 37,39 33,65

3 30,36 31,39 33,33 35,10 35,82 37,46 34,81 32,40

4 29,24 29,62 31,06 32,34 33,65 35,14 32,20 30,92

5 27,22 27,58 29,05 28,82 27,66 32,02 29,45 25,37

6 24,86 23,90 26,41 25,64 24,79 28,88 27,05 21,67

7 21,10 21,65 23,96 22,46 21,30 25,87 23,91 18,44

(37)

Lampiran 9 Variasi Harian Kadar Air Tanah Regosol

Hari ke- Kadar Air Perlakuan (% b/b)

K C S1 S2 S3 S4 S5 S6

…Tanpa Penyiraman…

0 37,83 31,09 34,38 33,73 31,25 32,48 34,28 28,50

1 33,19 26,79 27,40 30,42 27,65 29,31 30,35 26,09

2 31,00 25,44 26,28 27,12 24,94 27,60 27,10 23,68

3 27,48 23,29 22,83 24,58 21,56 24,30 24,80 21,65

4 25,94 21,57 21,55 23,22 19,45 22,22 21,76 18,76

5 21,54 20,39 17,77 20,62 16,06 19,88 19,50 15,59

6 17,31 17,85 15,50 17,78 12,58 17,94 17,93 13,36

7 14,68 14,36 12,17 14,45 10,15 14,39 14,90 10,49

…Dengan Penyiraman…

0 34,98 33,62 32,61 36,85 36,39 36,02 39,31 34,16

1 32,96 32,17 31,54 35,16 34,87 33,55 35,78 34,16

2 31,84 30,78 30,38 32,95 32,00 33,21 33,07 32,99

3 30,19 29,86 28,87 27,15 30,89 30,31 29,65 31,30

4 26,83 28,07 27,57 28,00 29,88 29,23 28,06 30,06

5 23,73 26,69 25,95 26,40 28,94 28,50 26,86 29,04

6 22,06 24,62 22,96 23,15 27,85 26,58 25,92 27,59

7 20,61 21,90 20,04 20,87 25,52 23,01 24,88 24,30

(38)

24

Lampiran 10 Karakteristik Tanah

Tanah Simulasi Tailing Regosol

Kadar Air Kering Udara (-% bobot) 3,78 17,02

Bobot Isi (g/cm3) 1,25 1,45

Air Tersedia (-% bobot) 8,43 21,46

Pasir (%) 85,14 81,34

Debu (%) 5,79 10,78

Klei (%) 9,07 8,05

Kelas Tekstur Pasir Pasir

Kadar C- Organik Tanah (%) 0,84 1,04

Lampiran 11 Fraksi Kasar Tanah

Tanah Bobot Fraksi (g)

> 2mm 1-2mm 0.5-1mm <0.5mm

Simulasi Tailing 434,80 403,95 672,40 532,14

Regosol 636,63 440,92 698,17 277,88

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Grafik Jumlah Air yang Ditahan Tanah
Tabel 1  Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 1  Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan)
Gambar 2 (Lampiran 5). Gambar 2 menunjukkan bahwa tanah simulasi Jumlah air yang ditahan tanah pada setiap perlakuan disajikan dalam tailing menampung air lebih banyak dibandingkan tanah regosol
+5

Referensi

Dokumen terkait

Risiko akibat pergerakan suku bunga di pasar yang berlawanan dengan posisi banking book, yang berpotensi memberikan dampak terhadap permodalan dan rentabilitas (earnings) Bank..

Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan selaku Wasfung pengelolaan BBG di lingkungan Kemhan dan TNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)

Penelitian ini menggunakan dua (2) variabel yaitu variabel Dependen dan variabel Independen.Variabel Independen adalah modal kerja, likuiditas, aktivitas, ukuran

Renstra Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Blitar Tahun 2016-2021 merupakan dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi pembangunan daerah dalam

Nilai impor Sulawesi Tenggara pada bulan Mei 2015 tercatat US$ 36,66 juta atau mengalami peningkatan sebesar 52,24 persen dibanding impor April 2015 yang tercatat US$ 24,08

Meskipun dalam tulisan ini, sering disebutkan istilah Bugis Pagatan, namun hal tersebut tidaklah merujuk pada orang-orang Bugis yang hanya tinggal di Dsa Pagatan sebab

batik solo trans berbasis framework codeigniter telah selesai dibuat dan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa business process pengelolaan laporan kerusakan bus