7-
-j'l/<L
i l /I \L
t"\
ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR HIJAU DI KOTA DEPOK
F.X. HERWIRAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Struktur Ruang dalam Pengembangan Infiastruktur Hijau di Kota Depok adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pergwuan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, April 2009
F.XHerwirawan
ABSTRACT
P.X.HERWIRAWAN. Landscape Structure Analysis to Develop Green Infastructure Network in Depok City. Under direction of ALINDA FITRIANY M.ZAIN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Abstract
Utilitation of land caused by development and living need pushed conversion of green spaces to build up area. Therefore, it's important to plan and manage open green spaces, like: conservation area, parks,lakes, river, etc. One thing that should be considered in regional planning was carrying capacity. Carrying capacity from population and build up area became limited factor for development. In spite of that, regional development should refered to landscape characteristic and local potency which was connected by infrastructure. Green infrastructure was one of city development concept to control development as a strategy for land conservation by establishment of hubs and links as boundary of development. A research to implement green infrastructure concept was carried out in Depok City. This research was aimed to identzfi hubs and links in Depok city as green infrastructure network and found an implementation strategy. Metodology used are: trend analysis of population and build up area, LQ and Skalogram analysis for determine regional hierarki; Geographic Information System analysis on aerial photograph and thematic map; created green infastructure network based on English Nature Greenspaces criteria. The result show that Depok has landscape typology that can enhance to became Hubs dun Links in green infrastructure concept, like: Town Forest, Town Park, Lakes, River, Street, area along High Electrical Network, area along gas pipe, train trail, and speciJc location. The green infrastructure network is about 3,609 hectares. Establishment of the green infrastructure network as conservation area is the strategy for implementation of the green infrastructure concept.
RINGKASAN
P.X.HERWIRAWAN. Analisis Struktur Ruang Dalam Pengembangan
Infrastrulttur Hijau di ICota Depok~ Dibawah bimbingan ALINDA FITRIANY
M.ZA1N and DWI PUTRO TEJO BASICORO
Peitanlbahan venduduk di kawasan Jabodetabek vane
.
-
ceoatmengalcibatltan wilayah Kota Depok menjadi salah satu kawasan pengembangan pemulti~nan bagi masayarakat kota Jakarta. Penlbangunan kawasan perkotaan telah melnacu terkonversinya lahan-lahan terbulta meijadi kawasan tkrbangun. Hal tersebut mengakibatlcan terdegradasinya ltualitas lingkungan hidup di Kota Depolt. Oleh karena itu diperlukan suatu landasan perencanaan yang jelas untuk lnengatur alokasi lcawasan konservasi sumberdaya alam dan lahan-lahan pertanian
serta kawasan terbuka lainnya yang dihubungltan ole11 network alami dalam suatu
ltesatuan yang tidak terpisahkan. Penelitian i~zi bertujuan untuk: (1) Memprediksi
pertumbuhan pendudult di masa yang alcan datang dan menghitung carrying
ccpacity wilayah; ( 2 ) Menlprediksi lcecenderungan perkembangan ltawasan
terbaagun; (3) Membuat rencana networlc infrastruktur hijau berupa lokasi-lokasi
eltosistem alaini yang ada (Hubs) dan hubungan-hubungannya (Links); (4)
Menentultan prioritas program yang harus dilakukan untuk penerapan infrastruktur hijau di lapangan.
Penelitian ini dilaltultan dengall menentukan trend jumlah penduduk lcota
dan trend luasan kawasan terbangun di wilayah lcota de~lgan lnenggunaltan model
pertumbuhan logistik (satzn.ation model). Setelah itu dilalcukan analisis kondisi
eksisling dengan melakultan interpretasi data foto udara tahun 2006, untuk
mengetahui sebaran dan luas lcawasan terbulta yang ada. Selanjutnya dilakukan analisis sisteln informasi geografis untuk menyusun rencana network infrastrulctur hijau dellgall menggunakan data statistik fasilitas lingkungan yang ada di Kota Depolt, foto udara, dan peta-peta tematik. Kenludian dilaltukan analisis hierarki proses untuk mnencari prioritas program yang dipilih oleh para stakeholder untuk lnenerapltan infrastruktur hijau tersebut.
Hasil prediksi pertumbuhan penduduk dengan menggunaltan model pert~unbuhan logistik mengindikasiltan bahwa jumlah pendudult akan bertambah
dengall cepal dan ~nencapai batas carrying capacity wilayah sebesar 1,589,499
jiwa pada tahun 2020 yang merupaltan jumlah maksimal yang dapat ditampung
oleh wilayah agar tetap sustain, dengan ltepadatan tertinggi pada ICecamatan
Sulunajaya dan Beji. Kecenderungan kawasan terbangun bertambah se~naltin
cepat seiring perta~nbahan jumlah penduduk dan pembangunan, dan terindikasi
altan melampaui batas carrying capacity wilayah lebih cepat dari yang seharusnya
terjadi, ltarena berdasarkan data kondisi nyata pada tahun 2006 telah melampaui
Iurva model hasil prediksi menggu~lakau model pertumbuhan logistik. R~lang
terbuka di wilayah Icota Depok cender~u~g terfragmentasi, nanlun masih
mempunyai potensi yang dapat diltembangkan sebagai elemen-elemen
infrastrulttur hijau berupa Hzrbs seluas 2,149.47 Ha terdiri dari: taman hutan raya,
taman kota, kawasan dengan fungsi k l ~ ~ ~ s u s , sempadan situ, dan lcawasan
sempadannya, sempadan jalan, sempadan SUTET, dan sempadan re1 kereta api. Luas total rencana network i n f i a s W u r hijau yang akan dikembangkan adalah seluas 3,609.61 hektar (17.35% dari total wilayah). Prioritas program yang dipilih dari beberapa alternatif adalah dengan menetapkan infiastruktur hijau tersebut
sebagai kawasan lindung. Hal ini berdasarkan kuisioner kepada para stakeholder,
dengan nilai sebesar 61.3%, yang berarti tiga kali lebih diinginkan dibandingkan alternatif yang lain.
Kata kunci: infrasbuktur hijau, network, hubs, links, carrying capacity, model
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis irzi tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilntiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya
ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR HIJAU Dl KOTA DEPOK
F. X. KERWIRAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Struktur Ruang dalam Pengembangan Infrastruktur Hijau di Kota Depok
Nama : F.X.Herwirawan
NRP
: A 156070254Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain. M.Si Ketua
Diketahui
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Juli sld Nopember 2008 ini adalah Analisis Struktur Ruang dalam Pengembangan Infrastruktur Hijau di Kota Depok. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selakx Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing.
2. Dr. Ir. Eman Rustiadi, M. Agr selaku Dosen penguji luar komisi dan Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.
3. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
4. Para Pimpinan dan staf Pemerintah Daerah Kotamadya Depok terutama Bappeda, Dinas Pariwisata dan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertamanan Kota Depok.
5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.
6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas angkatan 2007 atas segala do'a,
dukungan dan kerjasamanya.
7. Didit Okta Pribadi, SP.,M.Si (P4W IPB), Manijo, Reni dan Ana (Lab. Lnderaja IPB) dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu- persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Akhimya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya atas do'a, dukungan dan pengertian dari seluruh keluarga di rumah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Balai pada Tanggal 5 April 1970 dari ayah
(Alm) Djamal Soenarjo dan ibu (Alm) Theresia Widiastuti. Penulis merupakan putra kelima dari sembilan bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1994.
Pada tahun 1994-1996, penulis bekerja pada Proyek Inventarisasi Hutan Nasional di Jakarta. Tahun 1996 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan sebagai staf pada Badan Planologi. Penulis menerima
Beasiswa Bappenas RI Tahun 2007 dan diterima pada Program Studi Ilmu
%&~ersem6aht&an Kaarya ICmiati ini (qada:
1 6 u d a @Cm) ?liere& W i a s t u t i Ayahada @Cm) m)jamaCSoenajo, Istri tercinta Xeierfitur CyriCi, dun anakku Naria Jessica Aquilh, serta @kak@@ljdan a&ka&f$ku tersayang
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR TABEL iv
...
DAFTAR GAMBAR vi
...
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN
. .
...
Latar Belakang Penelit~an 1
Identifikasi Masalah
...
3...
Tujuan dan Manfaat Penelitian
.
.
4...
Kerangka Penellt~an 4
TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Kawasan Perkotaan
...
Daya Dukung (Carrying Capacify)...
...
Hutan Kota
Penataan Ruang
...
...
Infrastruktur
.
.
...
Infrastruktur Hijau
Konservasi Lahan
...
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
...
. .
...
Alat dan Bahan Penelitian
.
.
...
Metode Penelitian
Analisis Tren
...
Identifkasi Kondisi Eksisting
...
...
Penyusunan Rencana Infrastruktur Hijau
Prioritas Program untuk Penerapan Rencana Infrastruktur Hijau
..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
. .
...
27 Analisis Tren...
28 Kondisi Eksisting Ruang Terbuka...
35...
Penyusunan Rencana Infrashvktur Hijau 36
Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau
...
57SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
...
63S arm
...
63DAFTAR TABEL
Halaman
...
.
1 Skala Perbandingan Secara Berpasangan
....
2
.
Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2001.2007.2020. dan 2050...
3
.
Hasil Analisis Citra Landsat Multitemporal...
4
.
Luas Kawasan Terbuka per Penutupan Lahan Kota Depok...
5
.
Hasil Analisis LQ Menurut Fasilitas di Kota Depok...
6
.
Jumlah dan Jenis Fasilitas Lingkungan di Kota Depok...
7
.
Komponen-komponen Infrastruktur Hijau Kota Depok...
9
.
Prioritas Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau Menurut Kriteria10
.
Hasil Sintesis Prioritas Altematif Program yang Dipilih...
...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
...
.
1 Kerangka Pemikiran Penelitian
...
.
2 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan
...
.
3 Konsep Nehvork pada Infrastntktur Hijau
...
4
.
Konsep Kisaran GreedGey Inji-ashucture...
.
5 Fragmentasi Lahan
...
.
6 Diagram Alir Metode Penelitian
...
.
7 Struktur Analisis Hierarki Proses
...
8
.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Depok...
.
9 Tren Luasan Kawasan Terbangun
...
10
.
Komposisi Anggaran Kota Depok Tahun 2006....
11
.
Hasil Interpretasi Foto Udara Tahun 2006 untuk Kawasan Terbuka...
12
.
Foto Udara Tahura dan Foto Lapangan...
13
.
Foto Udara dan Foto Taman Kota Universitas Indonesia...
14
.
Foto Udara dan Foto Taman Kota Buperta Cibubur15
.
Foto Udara Letak Situ-situ di Kota Depok...
...
16
.
Foto-foto Kondisi-Situ Jatijajar dan Rawa Kalong di Kota Depok...
17
.
Foto Udara dan Foto Lapangan Golf Emeralda di Kota Depok...
18
.
Foto Udara dan Foto Lokasi Penelitian Pertanian.
...
19
.
Foto Udara dan Foto Kawasan Khusus RRI di Kec Cimanggis20
.
Foto Udara dan Foto Studio Alam TVRI...
...
21
.
Foto Udara dan Foto Kondisi Sungai dan Sempadannya...
22
.
Foto Udara dan Foto Re1 Kereta Api dan Sempadannya...
23
.
Sebaran Sutet dan Foto di Lapangan...
.24 Sebaran Saluran Gas dan Foto di Lapangan
25
.
Peta Jaringan Jalan Kota Depok...
...
26
.
Kawasan Konservasi Air Kota Depok...
27
.
Elemen-elemen Infrastruktur Hijau (Hubs)...
28
.
Network Infrastuktur Hijau (Links)...
29
.
Nehvorking antara Hubs dan Links30
.
Inhstruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer 300 meter...
...
32. Infiasmtktur Hijau Lebih Besar dari 100 Ha dengan Buffer 5 Km...
.
5433. Infiastruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer 300 meter,
DAFTAR LAMPIRAN
Halarnan
1
.
Jurnlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Depok Tahun2001-2007
...
672
.
Anggaran Penerimaan dan Biaya Daerah Kota Depok Tahun 2006...
untuk Pembiayaan Infrastruktur 68
3
.
Data Jumlah dan Jenis Fasilitas di Kota Depok per Kecamatan...
71...
4
.
Peta Rencana Infrastruktur Hijau Kota Depok 725
.
Peta Prediksi Kondisi Kota Depok Tahun 2050 dengan FrameworkPENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Posisi kota Depok mendorong pembangunan di kota Depok menjadi
penting sebagai kota penyangga Kota Jakarta yang saat ini telah menjadi kota
megapolitan dengan konsep pengembangan kota meliputi Jabodetabek-Punjur.
Sebagai kota penyangga, Depok hams mampu memberikan dukungan terhadap
perkembangan kota Jakarta, baik sebagai penyeimbang lingkungan maupun
penyedia pelayanan yang lain seperti sarana pemukiman. Lahan yang terbatas di
Kota Jakarta membuat daerah sekitar Jakarta menjadi sasaran perluasan terutama
untuk pemukiman para penduduk yang bekerja di Jakarta. Akibatnya,
perkembangan Kota Depok menjadi sangat pesat karena letaknya yang
berhimpitan dengan Jakarta.
Sejak awal perkembangan Kota Depok tidak direncanakan sebagai kota
yang mandiri, tetapi lebih kepada penyediaan pemukiman bagi orang-orang yang
bekerja di Jakarta dengan pembangunan perumahan secara besar-besaran oleh
Perum Perumnas. Sehingga jumlah penglaju ke Jakarta menjadi cukup besar,
karena Depok kurang menyediakan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan
ekonomi.
Kota Depok memiliki karakteristik campuran antara sifat perkotaan yang
ditandai dengan berkembangnya kegiatan jasa, perdagangan, industri dan
pemukiman yang padat di beberapa tempat dan pedesaan dengan dominasi
kegiatan pertanian dan perkampungan yang terpencar. Hal ini tentunya
mengakibatkan konversi lahan-lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya menjadi
kawasan terbangun dengan sangat cepat. Tuntutan pembangunan akibat desakan
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat juga menuntut penyediaan fasilitas
pemukiman, rumah sakit, jalan, sekolah, industri dan lain-lain.
Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan mutlak diperlukan, sebagai
arahan m u m pembangunan yang akan dilaksanakan guna mendukung kegiatan
ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat kota. Pembangunan yang dilakukan
seharusnya tidak mengurangi areal produktif untuk pertanian dan kawasan
konsewasi alam, apalagi Kota Depok telah ditetapkan sebagai kawasan konsewasi
daerah resapan air dan konservasi tanah serta mencegah bahaya lingkungan
temtama banjir yang setiap tahun melanda Jakarta. Selain itu Kota Depok juga
diiarapkan berfungsi sebagai counter magnet, yaitu wilayah penyeimbang
lingkungan bagi Jakarta.
Berkembangnya konsep-konsep pembangunan yang lebih
mempertimbangkan aspek limgkungan telah mewamai perencanaan-perencanaan
wilayah saat ini. Salah satu konsep dasar yang berkembang sejak tahun 1980an
adalah Eco-city yang menunjukkan hubungan dari rangkaian isu perencanaan
perkotaan dan pembangunan ekonomi melalui keadilan sosial dengan
mengedepankan demokrasi lokal dalam konteks keberlanjutan.
Dimensi pembangunan yang berkelanjutan m e ~ p a k a n salah satu sasaran
dari konsep dasar Eco-city yang dikembangkan oleh para perencana, akademisi,
pemerintah daerah dan kelompok komunitas untuk perencanaan pengembangan
wilayah. Dalam konteks ini, maka hams terjadi keseimbangan pembangunan
ekonomi, sosial dan lingkungan dan tidak melebihi carrying capacity suatu
wilayah, dengan tujuan bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini tidak
mengurangi pilihan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian
perencanaan kawasan perkotaan hams diawali dengan perencanaan penataan
ruang yang mendukung perkembangan kota yang berkelanjutan. Penentuan
struktur mang dan pola mang yang tepat menjadi syarat mutlak bagi
perkembangan kawasan perkotaan.
Berdasarkan perencanaan penataan ruang yang berkelanjutan tersebut,
maka dapat dibuat suatu perencanaan infiastruktur yang mantap guna mendukung
kehidupan perekonomian, sosial dan lingkungan di wilayah kota. Infiastruktur
seringkali diidentikkan dengan sarana dan prasana dalam bentuk fisik atau yang
biasa digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan sosial bempa bangunan,
jalan, saluran air, rumah sakit, pasar, terminal, sekolah atau yang mengarah pada
bangunan infrastruktur (Grey Infratructure). Saat ini telah berkembang konsep
mengenai infrastruktur yang lebih luas lagi, yang sangat mempengaruhi
keberlanjutan dan perkembangan suatu komunitas yaitu infrastruktur hijau (Green
jalur hijau dan sebagainya yang berhubungan dengan alam atau lingkungan.
Kedua infrastruktur tersebut hams dikembangkan dan diencanakan secara
seimbang dengan memperhatikan aspek keberlanjutan untuk mencapai kemajuan
suatu wilayah untuk pertumbuhan yang gemilang (Smart Growth).
Identifikasi Masalah
Pertambahan penduduk di kawasan Jabodetabek yang cepat
mengakibatkan wilayah Kota Depok menjadi salah satu kawasan pengembangan
pemukiman bagi masayarakat kota Jakarta. Pembangunan kawasan perkotaan
telah memacu terkonversinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan terbangun.
Hal tersebut mengakibatkan terdegradasinya kualitas lingkungan hidup di Kota
Depok.
Lahan-laban terbangun yang baru tersebut umumnya juga tidak didukung
oleh pembangunan fasilitas yang memadai seperti jaringan jalan, pembuangan
limbah, air bersih, dan sebagainya. Pemerintah hams mengeluarkan biaya yang
tidak sedikit untuk menyediakan fasilitas-fasilitas publik bagi masyarakat, apalagi
bila masyarakat menyebar secara tidak teratur, maka biaya yang hams dikeluarkan
akan semakin tinggi dan sistem perekonomian maupun sosial menjadi tidak
efektif dan efisien.
Saat ini di Kota Depok belum terdapat fasilitas pendukung kehidupan
secara layak, baik fasilitas yang berbentuk fisik (grey infrastructure) maupun
fasilitas lingkungan (green infraslructure). Fasilitas fisik seperti: tempat
beribadah, sarana olah raga, pasar, jaringan jalan, dan fasilitas m u m lainnya yang
mendukung aktivitas perekonomian dan sosial masyarakat. Sedangkan fasilitas
lingkungan berupa: hutan kota, tarnan kota, kawasan konservasi, sarana rekreasi,
jalur hijaq areal untuk berolahraga di alam terbuka, dan kawasan terbuka lainnya.
Pembangunan fisik Kota Depok yang sangat intensif dapat menurunkan
kualitas lingkungan seperti: udara, air dan sumberdaya alam lainnya yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat Kota Depok. Oleh
karena itu diperlukan suatu landasan perencanaan yang jelas untuk mengatur
lokasi green inzastructure berupa kawasan konservasi sumberdaya alam dan
network alami dalam suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Belum adanya
rencana induk tata ruang yang mantap dengan mempertimbangkan keseimbangan
antara unsur-unsur alami dan buatan juga menjadi surnber permasalahan di Kota
Depok.
Tujuan dan Maufaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Memprediksi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang dan
menghitung carrying capacity wilayah.
2) Memprediksi kecenderungan perkembangan kawasan terbangun
3) Membuat rencana network infrastruktur hijau berupa lokasi-lokasi ekosistem
alami yang ada (Hubs) dan hubungan-hubungannya (Links)
4) Menentukan prioritas program yang harus dilakukan untuk penerapan
infrastruktur hijau di lapangan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan arahan dalam
penyusunan rencana pengembangan kota dan masukan dalam pembuatan rencana
penataan ruang kota sebagai usaha untuk melakukan konservasi lahan dalam
rangka mencapai pembangunan kota yang berkelanjutan.
ICerangka Pemikiran
Penelitian ini didasari oleh permasalahan utama semakin berkurangnya
lahan-lahan alami di Kota Depok yang berubah menjadi kawasan terbangun.
Peningkatan luasan kawasan terbangun akan mengurangi luasan ruang terbuka.
Kecenderungan pertumbuhan kota dan populasi penduduk akan mengkibatkan
kebutuhan ruang terbangun meningkat. Kondisi ini akan diprediksi dengan
melihat tren jumlah penduduk dan kawasan terbangun untuk masa yang akan
datang. Hal tersebut menentukan kebutuhan luasan infrastruktur hijau minimal
yang hams ada. Disisi lain, ruang terbuka yang ada saat ini merupakan wilayah
yang berpotensi untuk ditingkatkan sebagai infrastruktur hijau. Melalui
identifikasi karakteristik wilayah akan diperoleh gambaran kondisi ruang terbuka
Selanjutnya dibuat network irxkastruktur hijau berdasarkan kondisi saat ini
dan kebutuhan di masa yang akan datang. Rencana infrastruktur hijau tersebut
diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kota untuk mendukung kegiatan
ekonomi masayarakat secara lebih efisien atau dikenal sebagai Smart Growth.
Konsep tersebut mengacu pada prinsip pengembangan kota yang
mempertimbangkan aspek lingkungan secara seimbang selain aspek ekonomi dan
sosial (eco-city) untuk mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Penelitian ini disusun dalam suatu kerangka pikir sebagai berikut:
Pertambahan Penduduk Pesat
Ruang Terbangun Terns Pembangunan aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan tidak seimbang
+
Fungsi Ekologis Terganggu
Konsep Green
I?ifiuslrzrctzcre
Pelayanan Lingkungan Memadai dan Seimbang
Sniurt Growth
TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Kawasan Perkotaan
Menurut UU Penataan Ruang No.26 tahun 2007, yang dimaksud kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pcrtanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan d m distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi. Pennasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya
adalah konversi lahan, penyediaan infrastn~ktur. laju pertarnbahan penduduk yang
pesat, dan anls urbanisasi.
Pembangunan yang menyebar secara tidak teratur adalah perluasan
pembangunan dengan intensitas ltepadatan yang rendall dengan nmemanfaatlcan
lahan-lahan yang sebelw1u1ya tidak terbangun. Sebagai contoh di Amerika Serikat
diperkirakan kehhangan 50 ucre setiap jam untuk pembangunan subzrrbun dan
perluasan kota (Longman. 1998). Pembangunan yang menyebar tidak teratur ini
menuntut pemerintah lokal untuk menyediakan pelayanan publik bagi komunitas
di pemukiman yang ban^, dan seringkali pajak yang dibayarkan oleh masyaralcat
tidak menculiupi untuk pembangunan fasilitas tersebut. Sebagai perbandingan di
Kota Prince William, Virginia, diperkirakan biaya untuk penyediaan pelayanan
untuk pemukiman perumahan barn yang diambil dari pajak-pajak dan pungutan
lainnya adalah sebesar $1,600 per rumah (Shear and Casey, 1996).
Dalam pengembangan kawasan yang berorientasi ekonomi, pusat-pusat
kegiatan yang membentuk kota metropolitan membutuhkan jaringan infrastn~ktur
yang dapat memberikan pelayanan terhadap alctivitas ekonomi yang ada dan
menjadi kekuatan pembentuk struktur ~uang pada kawasan tersebut. Konsep kota
metropolitan merupakan suatu bentuk pemukiman berskala besar yang terdiri dari
satu atau lebih kota besar dan kawasan yang secara keselunthan terintegrasi,
membentuk suatu sistem struktur mang tertentu dengan satu atau lebih kota besar
sebagai pusat dalam keterkaitan ekonomi, sosial dan lingkungan serta mempunyai
kegiatan ekonomi jasa dan industri yang beragam (Dardak, 2007). Konsep
pengembangan kawasan perkotaan hams dilalcukan dengan mempertimbangkan
Gambar 2. Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan (Dardak, 2007)
Daya dukung (Carrying capacity)
Pembatasan faktor ekologi diimplementasikan berdasarkan prinsip
keseimbangan ekologis, dengan tujuan untuk menghitung berapa banyak
kebutuhan ruang terbuka hijau agar tercipta keseimbangan ekologis (Zhang et al.
2007). Metode ini diimplementasikan untuk perencanaan system ruang terbuka
hijau di Hanoi, berdasarkan analisis elemen-elemen kunci ekologis termasuk
canying capacily populasi, keseimbangan karbon-oksigen, dan keseimbangan
supply-demand sumberdaya air. Carrying capacity populasi adalah jumlah
penduduk terbesar yang dapat didukung oleh ekosistem untuk inakanan dan
energy berdasarkan kondisi produksi yang tetap, produktivitas lahan, standar
hidup dan kelayakan (Pham D. U., Nobukazu N. 2007).
Konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan adalah konsep
yang bertujuan untuk mencapai harmonisasi antara ekonomi dan lingkungan, dan
mengelola kualitas lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Konsep
ini didasari asumsi bahwa lingkungan alami mempunyai batas untuk mendukung
aktivitas manusia seperti variasi penggunaan lahan. Lebih dari itu, dikatakan
bahwa pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan akan memberikan
pengaruh negate pada produktivitas ekonomi dan mengakibatkan polusi
lingkungan yang meningkatkan biaya aktivitas ekonomi dan sebagai
harus dikontrol secara hati-hati dengan kapasitas lingkungan agar tetap sustain
(Kyushik, 0. et al. 2004).
Ekologis umumnya mempertimbangkan carrying capacity sebagai angka
maksimum jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dan penurunan
kemampuan wilayah dalam mendukung generasi yang akan datang (Chung,
1988). Perencana biasanya mendefinisikan carrying capacity sebagai kemampuan
alami atau system yang dibuat oleh manusia untuk menampung pertumbuhan
populasi atau pembangunan fisik dengan mempertimbangkan degradasi atau
kerusakan (Schneider et a1.,1978). Carrying capacity juga dikatakan sebagai
kemampuan alam dan system buatan manusia untuk mendukung pemintaan dari
berhagai penggunaan, dan mengikuti batasan dam dalam system yang akan dating
dengan ketidakstabilan, degradasi atau kerusakan yang terjadi (Godschalk and
Parker, 1975). Ilmu sosial terpusat pada manusia, carrying capacity dapat juga
didefinisikan sebagai skala ekonomi yang system alami dan wilayah dapat sustain
(Seoul Development Institute, 1999).
Secara umum konsep carrying capacity wilayah perkotaan didefinisikan
sebagai aktivitas manusia, pertumbuhan populasi, penggunaan lahan,
pembangunan fisik, yang dapat berkelanjutan dengan lingkungan perkotaan tanpa
menimbulkan degradasi dan kerusakan yang parah (Oh et al., 2002). Konsep ini
didasari asumsi bahwa ada batasan lingkungan yang pasti bilamana terlampaui
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang parah (Kozlowski, 1990).
Pendekatan konsep carrying capacity dapat berguna ketika batasan diidentifikasi
untuk masa yang akan datang. Perbedaan kapasitas system sebagai acuan ke
depan untuk pengelolaan fasilitas perkotaan seperti penyediaan air, pengolahan
limhah, dan transportasi(Oh, 1998).
Hutan Kota
Tujuan dari hutan kota adalah untuk memperoleh kebutuhan sosial
ekonomi. Selanjutnya hutan kota merupakan komponen dari keseluruhan proses
perencanaan yang terpadu dan memiliki tujuan politik. Hutan kota adalah sebuah
menganut tradisi lokal dalam pengelolaan dan cita-cita dari nilai-nilai adat dan
budaya yang secara keselui-uhan menggunakan teknik kehutanan dengan biaya
minimum. Selanjutnya dalam proses perencanaan hutan kota dapat dilakukan
dengan cara menyuarakannya melalui sektor ekonomi dan teknik argumentasi
untuk pengembangan lahan-lahan yang tidak terbangun untuk memperoleh
manfaat rekreasi outdoor, keanekaragaman jenis, dan manfaat sosial ekonomi
(Skarback, 2007).
Pohon-pohon di perkotaan meningkatkan kualitas udara dengan
menghilangkan polutan di udara. Di Guangzhou, hamper 312.02 Mg polutan
udara dihilangkan oleh pohon-pohon di perkotaandi tahun 2000 dengan nilai
setara RMB 90.19 ribu. Kebanyakan dihilangkan pada bulan-bulan di musim
dingin dimana konsentrasi polutan tertinggi terjadi. Selain itu, ukuran yang besar
dan penutupan tajuk yang kontinu dapat mendorong efisiensi penghilangan
polutan udara. Penghilangan polutan udara rata-rata hampir sama dengan hasil
empiris yang dilakukan di berbagai tempat, termasuk kemampuan pen&langan
polutan dari hutan kota di kota-kota di Amerika (Nowak, et al. 2006).
Menurut Davies, et al. (2007) yang dimaksud hutan kota adalah
terminology umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan pohon-
pohon yang berada di jalan dan area dengan pepohonan berkayu dalam taman-
taman kota dan sekarang diartikan juga sebagai proses alami yang diakui terjadi di
alam daripada sekedar pohon-pohon yang ditanam. Hutan kota juga
menggambarkan lanskap lahan yang luas yang seiing ditemukan di pinggiran
perkotaan yang mencerminkan bentuk hutan yang tradisional yang terdiri dari
pohon-pohon dan lahan terbuka, dengan banyak penggunaan lahan dan
karakteristik lanskap.
Penataan Ruang
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan
dalam PP No.26 Tahun 2005, Kota Depok termasuk dalam bagian kawasan
perkotaan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabek. Selain itu dalam
RTRWN tersebut, Kawasan Jabodetabek-Punjur ditetapkan sebagai Kawasan
membutuhkan rehabilitasi/revitalisasi sebagai Kawasan Strategi Nasional dengan
sudut kepentingan ekonomi.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiay-ya (UUPR No.26 tahun 2007).
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang
disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 16
pasal 4 ayat 1, 2004). Peraturan ini mendukung pemanfaatan tanah yang lebih
efisien bagi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat di suatu
wilayah. Penentuan lokasi pembangunan menjadi penting terkait juga dengan tipe
penggunaan lahan di suatu lokasi, termasuk pembangunan infrastruktur dan
menentukan daerah-daerah yang menjadi kawasan lindunglkonservasi.
Pada pasal 29 Undang-undang RI No.26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dikatakan bahwa:
1. Ruang terbuka hijau (sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf a) terdiri
dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat
2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota
Dalam UUPR no.26 tahun 2007 dikenal pembagian pola ruang menjadi
kawasan lindung yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan, dan kawasan budidaya yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiii atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitamya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang
dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan
Menurut Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 dinyatakan bahwa
strategi pelaksanaan ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1
dirumuskan dengan mempertimbangkan kemarnpuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta data dan informasi dari berbagai pihak untuk terciptanya upaya
pemanfaatan ruang secara berhasil guna dan berdaya gun% terpeliharanya
kelestarian kemampuan lingkungan hidup, dan tenvujudnya keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan keamanan. Strategi pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1 berisi pengelolaan
kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan,
dan kawasan tertentu serta sistem pusat pemukiman, sistem prasarana wilayah,
dan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya, sumber daya buatan, dengan memperhatikan
keterpaduan dengan sumber daya manusia.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 6 tahun 2007 bahwa
pada area jalur hijau yang berfungsi sebagai area preservasi dan tidak dapat
dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan:
(a) Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija);
(b) Sepanjang bantaran sungai;
(c) Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;
(d) Sepanjang area dibawah jaringan listrik tegangan tinggi;
(e) Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang
merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.
Sistem ruang terbuka dan tata hijau merupakan komponen rancang
kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen
sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan
sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau
yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara
ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, memiliki karakter
Infrastruktur
Infrastruktur menurut wikipedia bahasa Melayu diartikan sebagai satu set
struktur yang bergabung antara satu sama lain lalu membentuk satu rangka yang
menyokong keseluruhan struktur tertentu, seperti: rel, jalan, pelabuhan, jaringan
telepon, sanitasi, gas, dan lain-lain. Sedangkan wikipedia free encyclopedia
mengartikan infrastruktur sebagai: (1) struktur dasar berbentuk fisik yang
terorganisasi yang diperlukan untuk melangsungkan kegiatan sosial;
(2) memberikan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan oleh fungsi ekonomi;
(3) berkaitan dengan struktur teknik yang mendukung kehidupan masyarakat,
seperti: jalan, saluran air, jaringan listrik, telekomunikasi, sekolah dan rumah
sakit; (4) instalasi militer.
Graham Larcombe mengatakan "Secara tradisional, infrastruktur termasuk
instalasi dasar dan fasilitas yang mendukung sektor ekonomi, sedangkan yang
dimaksud bangunan infrastiuktur adalah re1 kereta api, jalan, jaringan listrik dan
gas, infrastruktur air, dan infrastruktur sosial seperti sekolah, m a h sakit dan
perpustakaan.
Infrastruktur Hijau
Eco-ciiy merupakan dasar pemikiran yang mengacu pada prinsip-prinsip
pengembangan kota yang seimbang dan berkelanjutan. Konsep tersebut
mempunyai misi untuk membangun kota-kota yang ekologis dan seimbang
dengan alam. Konsep ini menuntut rencana penataan ruang yang sesuai dan juga
perencanaan pembangunan infrastruktur yang mendukung keseimbangan dengan
alam dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (Roseland, 1997).
Lingkungan hidup yang sehat dapat diciptakan melalui kesadaran
masyarakat akan kebutuhan terhadap lingkungan yang bersih, nyaman dan indah.
Di negara-negara maju telah dikenal konsep penataan infrastruktur yang
berbasiskan lingkungan yang sehat atau yang dikenal dengan konsep green
infrastruktur. Konsep tersebut saat ini di Indonesia diimplementasikan dengan
mengelola kawasan terbuka hijau. Sesungguhnya konsep green infiashuktur
Menurut The Conservation Fund and USDA Forest Services (1999),
infrastruktur hijau adalah sistem alami yang mendukung kehidupan manusia yang
terdiri dari hubungan jejaring (network) dari saluran air, lahan basah, lahan yang
berisi pepohonan, habitat satwa liar, dan areal alami lainnya; jalur hijau, taman-
taman, dan areal konservasi lainnya; lahan pertanian, lahan penggembalaan, dan
hutan; serta sumber hidupan liar lainnya dan daerah terhuka yang mendukung
kehidupan alami spesies, tempat berlangsungnya proses ekologi alami,
keberlanjutan sumber daya alam udara dan air, dan memberikan kontrihusi kepada
kesehatan dan kualitas kehidupan komunitas dan masyarakat.
Sebenarnya ada beberapa istilah dan definisi mengenai green
infrasfructure, namun yang lebih penting adalah bahwa konsep tersebut meliputi:
(a) Penetapan pengelolaan kawasan terbuka yang hijau baik di kawasan perkotaan
maupun pedesaan; (b) Hubungan yang strategis antara kawasan terbuka yang
lijau; (c) Masyarakat mendapatkan keuntungan yang herlipat. Secara umum
pendekatan konsep infrastruktur hijau adalah hubungan mufti fungsi antara daerah
terbuka termasuk taman, kehun, areal tanaman hutan, koridor hijau, saluran air,
pohon-pohon di sepanjang jalan, dan daerah terbuka lainnya serta kondisi fisik
lingkungan di pedesaaan maupun di perkotaan (Jongman dan Pungetti, 2004).
Pendekatan tersebut juga memberikan kontribusi terhadap pengelolaan sumber
[image:30.595.124.480.526.699.2]daya alam secara lestari di masa yang akan datang.
Gambar 3. Konsep Network pada Infiastruktur Hijau (Maryland DNR, 2000)
Prinsip dasar konsep peen infraspucture adalah menghubungkan area
(hubs) dengan menggunakan koridor alami yang membuat hubungan saling terkait
antara lanskap lahan alami (Weber, 2003). Hubungan tersebut dapat membantu
mengurangi hilangnya fungsi ruang terbuka karena fragmentasi. Diagram konsep
Hubs- Corridor tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Menurut Mark A. Benedict dan Edward T. McMahon (2000), infiastruktur
hijau mempakan hubungan interkoneksi dari mang terbuka yang melindungi
fungsi dan nilai-nilai ekosistem alam dan memberikan keuntungan bagi populasi
manusia. Jadi infrastruktur hijau mempakan kerangka dasar ekologi yang
dibutuhkan untuk keberlanjutan sistem lingkungan, sosial dan ekonomi, atau bisa
dikatakan sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan.
Infrastruktur hijau menghubungkan lanskap sumberdaya alam yang sangat
bervariasi sebagai cadangan ekosistem yang memiliki karakteristik alami yang
dibuat dalam sistem Hubs dan Links (Benedict dan McMahon, 2000).
John Olmsted dan Frederick Law Olmsted Jr. (1903) mengatakan bahwa
sistem yang terhubung dari taman-taman dan taman yang berbentuk jalur akan
memberikan kegunaan dan kelengkapan yang jauh lebih baik dibandingkan
sejumlah taman-taman yang terisolasi/terpisah-pisah.
Infrastruktur hijau dan infrastruktur fisik (greedgrey infrastructure)
sebenamya sulit untuk dipisahkan secara tegas. Keduanya memiliki unsur-unsur
yang diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia dan saling inelengkapi.
Kisaran antara green/grey infrastrzrcture digambarkan oleh Davies, C. et al.
(2007) sebagai berikut:
I I
I I
Menurut Weber, T. (2003), area yang terfragmentasi merupakan awal dari
hilangnya komponen-komponen lingkungan dan lahan yang penting. Seperti
dicontobkan pada gambar 5, dimana terdapat enam kelompok habitat populasi
yang saling terhubung oleh koridor alam (a), selanjutnya disisipi oleh hilangnya
satu bagian habitat dan mengakibatkan kelompok terpisah menjadi dua bagian
yang lebih kecil dan menjadi kelompok populasi yang terisolasi (b).
Gambar 5. Fragmentasi Lahan (dimodifikasi dari Darmstad. 1996)
Konsewasi Lahan
Perencanaan yang berkelanjutan diperoleh dengan melakukan pengelolaan
ekosistem dengan baik. Kebijakan yang sangat beralasan untuk menjaga
sumberdaya alam dan ekosistem saat ini sering dilakukan, baik melalui restorasi
maupun rehabilitasi habitat atau perlindungan spesies langka. Konsewasi lahan
meliputi perlindungan tanah dari erosi, meningkatkan kualitas air, atau secara
umum meningkatkan kualitas lingkungan kita (Rodiek, J. 2007).
Pada prinsipnya konsewasi lahan dan sumberdaya alam ingin membangun
siklus ekonomi, membangun siklus sosial, meningkatkan mutu lingkungan
ekologis kota, mengendalikan polusi udara dengan kemajuan teknologi, dan
mengatur cadangan air, tanah, dan sumberdaya lainnya. Konservasi lahan juga
ingin membangun sector sosial ekonomi di bawah batasan carrying capacity
BAHAN DAN METODE
Waktn dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan yaitu bulan Agustus s/d
Nopember 2008. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Depok
meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas, Beji,
Limo, Sukmajaya dan Cimanggis.
Atat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang dipergunakan antara lain adalah: sofmare
pengolahan data citra dan GIS (Arcview, Global Mapper, Envi, ErMapper,
ErDas), data foto udara tahun 2006, peta-peta tematik (Peta Penggunaan Lahan,
Peta Jaringan Jalan, Peta Hidrologi, Peta Jaringan SUTET: Peta Kawasan
Konsemasi Air, Peta Saluran Gas), GPS, kuisioner, buku Depok Dalam Angka
tahun 2001-2007, dan kamera digital.
Metode Penelitian
Identifikasi kondisi ruang terbuka dilakukan dengan analisis foto udara,
peta-peta tematik dan data-data statistik. Hasil analisis ini berupa: sebaran,
proporsi, dan penggunaan nlang terbuka hijau.
Analisis trend perkembangan penduduk dan ruang terbangun dilakukan
dengan analisis saturation model menggunakan model lung logistik dan analisis
citra multitemporal. Selain itu juga dilakukan perhitungan terhadap
keseimbangan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Analisis tersebut untuk
memperoleh gambaran kebutuhan infrastruktur hijau minimal yang harus ada pada
masa yang akan datang.
Kedua analisis tersebut di atas, selanjutnya dipadukan untuk
mengantisipasi kebutuhan infiastruktur hijau di masa yang akan datang dengan
memanfaatkan potensi ruang terbuka yang ada pada saat ini. Penyusunan rencana
infrastruktur hijau dilakukan dengan analisis: foto udara, LQ, Skalogram, kawasan
konsemasi air, standar dan kriteria English Nature Greenspaces.
Kemudian dilakukan pengumpulan pendapat para stakeholder untuk
infiastruktur hijau yang terbaik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis hierarki proses. Secara lebih jelas kaitan proses penelitian ini
digambarkan pada diagram alir berikut (gambar 6 ) .
[image:34.595.96.516.111.599.2]Analisis Citra Multiternporal
Gambar 6 . Diagram Alir Metode Penelitian
Analisis Trend
Pertama yang dilakukan adalah analisis trend jumlah penduduk. Analisis
trend dilakukan dengan menggunakan data-data statistik Kota Depok beberapa
tahun terakhir dengan menggunakan model saturation, yaitu model dugaan untuk
jangka panjang atau biasa diienal dengan model Lung Logistik (Warpani, 1980).
Model ini merupakan modifkasi dari model eksponensial dan dianggap paling
berkembang. Nilai k dari model tersebut juga menggambarkan daya dukung
wilayah (carrying capacity). Rumus yang digunakan menurut Wibisono (2007)
adalah:
dimana: t = X3-X2 = X2-X1
p
= l/t (Log (Yl(Y3-Y2)/Y3(Y2-Y1))a = Log ( ( ~ 1 - Y ~ ) / ( I o Y2-Yl))
k = Y1(l+lOa)
Xl,X2,X3 =tahunken
Y1, Y2, Y3 = jumlah penduduk tahun 2001,2004,2007
t = selisih tahun pengambilan data
q = selisih antara tahun ke n dengan tahun awal
Pt+q = prediksi jumlah penduduk tahun ke n (jiwa)
Data tahun 2001-2007, X1=2001, X2=2004, X3=2007
Kedua, dilakukan analisis trend ruang terbangun. Analisis tersebut
menggunakan hasil interpretasi citra satelit untuk beberapa tahun (multitenzpora()
berdasarkan basil penelitian Radnawati (2005), dengan maksud untuk menghitung
jurnlah luasan lahan terbuka yang terkonversi menjadi ruang terbangun sebagai
konsekuensi dilakukan pembangunan.
Penghtungan dilakukan dengan menggunakan model perhunbuhan
logistik (saturation model) dengan rumus :
dimana: t = X3-X2 = X2-X1
p
= l/t (Log (Yl(Y3-Y2)/Y3(Y2-Y1))a = Log ((Yl-y2)/(10Pt Y2-Yl))
k=Yl(l+lOa)
Y 1, Y2, Y3 = jumlah penduduk tahun ke n
q = selisih antara tahun ke n dengan tahun awal
Pt+q = prediisi jurnlah penduduk tahun ke n (jiwa)
Data tahun 1972,1990,1997,2001, dan 2006
Karena tahun pengambilan data tidak memiliki selisih tahun yang sama, maka
dilakukan ekstrapolasi, dengan menghitung pendekatan dari besamya rata-rata
konversi lahan terbangun per tahun pada periode yang bersangkutan. Sehingga
dapat diperoleh tahun selisih pengambilan data yang sama sebagai XI, X2, dan
X3 dan juga diperoleh nilai Y1, Y2, dan Y3.
Asumsi yang digunakan bahwa luas kawasan terbangun maksimal adalah
sebesar 70% dari luas total wilayah (sesuai dalam peraturan UUPR No.26 tahun
2007). Luas tersebut bisa dikatakan sebagai carrying capacity wilayah, sehingga
diharapkan pembangunan fisik tidak melebihi batas luasan itu. Selanjutnya
diitung nilai
a
dengan menggunakan rumus diatas dengan nilai k (carryingcapacity) diketahui yaitu luas total wilayah dikali 70%. Demikian juga dengan
nilai
p
dihitung dengan menurunkan dari rumus setelah diketahui nilaia.
Sehingga dapat diperoleh persamaan model pertumbuhan logistik sesuai rumus di
atas dan diplotkan dalam grafik.
Ketiga, dilakukan perhitungan keseimbangan pembiayaan pembangunan
infiastruktur. Infkastruktur dipisahkan menjadi inkastruktur yang bersifat fisik
(grey infrastructure) dan infrastruktur lingkungan (green infrastructure). Analisis
tersebut akan memberikan perbandiigan pembiayaan yang dikeluarkan
pemerintah daerah Kota Depok untuk kedua infrastruktur tersebut berdasarkan
APBD Kota Depok.
Identifiasi Kondisi Eksisting
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan foto u d q peta-peta tematik,
dan data statistik. Obyek-obyek yang terdapat pada peta-peta tematik dan data
statistik diidentifikasi dan dideliniasi pada foto udara dengan menggunakan
sofmare-software pengolahan data Sistem Informasi Geografis (SIG), seperti:
ArcView, Global Mapper, ErDas Imagine. Hasil identifikasi berupa peta sebaran,
Penyusunan Rencana Infrastrnktur Hijau
Analisis Location Quotient (LQ) dimaksudkan untuk mengetahui pusat-
pusat pelayanan lingkungan, dalam hal ini mengidentifikasi infrastruktur hijau
yang ada di Kota Depok berdasarkan data statistik. Selanjutnya ditentukan
hierarki pelayanan lingkungan dengan melihat ada dan tidaknya infiashvktur
lingkungan di wilayah tertentu dengan menggunakan data statistik pada buku
Depok Dalam Angka.
Menurut Warpani (1980), perhitungannya dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
LQ
= m
==S/N NiM
dimana: Si = jumlah fasilitas lingkungan di daerah i
S = jumlah seluruh fasilitas di daerah i
Ni = jumlah fasilitas lingkungan di seluruh Kota Depok
N = jumlah seluruh fasilitas di wilayah Kota Depok
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam
sektor tertentu. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan
sementara yang masih harus dikaji dan ditilik kembali menggunakan teknik
analisis yang lain.
Analisis skalogram digunakan untuk mengetahui hierarki wilayah dan
menentukan daerah yang menjadi daerah layanan dari infrastruktur yang ada serta
dapat diietahui jumlah dan jenis infrastmktw yang ada,
Skalogram yang digunakan adalah yang sederhana tanpa pembobotan.
Hierarki wilayah ditentukan oleh jumlah dan jenis fasilitas lingkungan yang ada di
wilayah tertentu. Analisis ini dimaksudkan untuk membantu identifkasi
karakteristik wilayah, sehingga diketahui wilayah mana yang memiliki potensi
berkembangnya suatu jenis fasilitas lingkungan atau wilayah mana yang menjadi
pusat fasilitas lingkungan.
Kawasan konservasi air diperoleh dari hasil penelitian Radnawati (2005)
dengan mempertimbangkan faktor-faktor: curah hujan, penggunaan lahan, lereng,
dengan kriteria sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Wilayah
terpilih untuk pengembangan infrastruktur hijau adalah wilayah dengan kriteria
sangat tinggi yang mempakan mang terbuka dengan luasan yang signifikan dan
kompak.
Hasil tersebut selanjutnya ditelaah kembali dengan menggunakan foto
udara untuk memperoleh wilayah-wilayah yang layak untuk dijadikan kawasan
konsewasi air dan terintegrasi dengan sistem infrastruktur hijau yang akan dibuat.
Selanjutnya, dilakukan analisis melalui foto udara untuk menentukan
obyek-obyek yang berpotensi sebagai Hubs dan Links. Selain menggunakan foto
udara tahun 2006, analisis ini juga didukung oleh peta-peta tematik lainnya
seperti: Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Wisata Kota Depok, Peta Penggunaan
Lahan, Peta RTRW Kota, Peta Jaringan Jalan, dan Peta Jaringan SUTET.
Analisis tersebut menggunakan software-software pengolahan data
penginderaan jauh dan SIG, seperti: Arcview, ErMapper, Global Mapper, ENVI,
dan lain-lain. Untuk mengidentifikasi penutupan lahan, sebaran, luasan dan
sebagainya yang berkaitan dengan perhitungan dan pembuatan peta-peta.
Penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau berdasarkan standar luasan
dan letak menurut English Nature Greenspaces (Davies et al. 2006) adalah:
- Paling sedikit terdapat mang terbuka seluas 2 Ha untuk jarak 300 meter dari
lokasi pemukiman;
- Paling sedikit terdapat mang terbuka hijau seluas 2 Ha per 1000 jiwa
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 20 Ha dengan jarak 2
Km dari pemukiman;
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 100 Ha dengan jarak 5
Km dari pemukiman;
-
Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 500 Ha dengan jaraklOKm dari pemukiman;
- Ruang terbuka yang berdekatan saliig terhubung, sedangkan prioiitas dan
Kriteria yang digunakan dalam penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau
adalah:
- Konteks: kebutuhan, keinginan, aspirasi dan masalah dari kelompok atau
individu sebagai pertimbangan untuk melakukan konservasi,
merubah atau membangun
- Kualitas: berdasarkan standar kecukupan dan kenyamanan pelayanan
lingkungan yang diberikan
-
Interaksi: mempunyai multi fungsi sebagai network yang bersinergis antarasupply dan demand
Selain itu syarat suatu area ditetapkan sebagai hub adalah area yang terikat
dalam network infrastruktur hijau dan memberikan tempat atau persinggahan
untuk kehidupan liar dan tempat berlangsungnya proses-proses ekologi. Hubs
dapat dalam bentuk apa saja dengan berbagai ukuran, dengan klasi&asi sebagai
berikut (Williamson, K. 2003):
a. Cadangan alami (Reserves), yaitu areal konservasi yang luas seperti Taman
Nasional, taman yang dikelola oleh pemerintah, dan daerah perlindungan
satwa liar;
b. Lanscape alami yang ditata (Manage native lanscapes), yaitu lahan milik yang
diianfaatkan oleh orang banyak, seperti hutan negara atau hutan kota,
dikelola untuk ekstraksi sumberdaya alam dan nilai rekreasi;
c . Lahan untuk kegiatan usaha (Working Lands), seperti: pertanian pada tanah
milik, hutan, ladang penggembalaan yang diielola untuk produksi komoditi
yang didominasi oleh kawasan yang tidak dibangun;
d. Taman-taman kota dan kawasan lindung (Parks and open space area), dalam
jumlah yang lebih kecil menyebar sebagai ekologi wilayah yang penting,
termasuk tarnan rekreasi, lapangan golf;
e. Lahan terbuka yang dalam kondisi rusak, tanah terbuka, lahan bekas
pertambangan, dan semak (Recycled Lands) yang dapat diperbaiki untuk
menyediakan pelayanan lingkungan yang lebih baik.
Penentuan suatu area sebagai Hubs sangat tergantung oleh tujuan yang
ditentukan oleh fungsi minimum yang diberikan area tersebut, hasil dari studi
secara ilmiah yang spesifik. Misalnya berapa luas area dan kondisi biogeofisik
yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang baik, kualitas udara yang
baik, atau habitat yang sesuai untuk burung, d m lain-lain. Pada penelitian ini
analisis kecukupan elemen infrastruktur hijau (hubs) menggunakan standar luas
area yang diacu dari English Nature Greenspaces melalui teknik analisis
buffering.
Secara umum syarat bagi masing-masing hubs menwut tujuannya adalah:
- Hubs konservasi keanekaragaman hayati: memiliki kekayaan jenis tumbuhan atau satwa liar yang spesifk dan langka
-
Hubs konservasi air: berdasarkan analisis biogeofisik wilayah tersebut sangat penting untuk menjaga kestabilan proses hidrologi dan tata air-
Hubs cadangan air: memiliki kantung-kantung penyimpanan air bempa danau, waduk, situ, rawa atau lainnya dan wilayah yang melindunginya.-
Hubs taman kota: memiliki karakteristik alami yang ditata secara baik dengan perpaduan unsur-unsur alami dan buatan yang dapat melayani penduduk kota-
Hubs olah raga dam terbuka: wilayah yang didominasi unsur alami dan berfungsi sebagai sarana olah raga di alam terbuka-
Hubs pengembangan pertanian: wilayah yang berkaitan dengan kegiatan pertanian secara luas yang didominasi oleh lahan terbuka-
Hubs restorasi lahan: merupakan lahan-lahan terbuka yang rusak atau terdegradasi yang dapat dikembangkan untuk memberikan layanan lingkunganbagi masyarakat kota
- Hubs kawasan budaya dan rekreasi: kawasan untuk kegiatan budaya yang didominasi unsw-unsw alam dan berfungsi juga sebagai tempat rekreasi alam
terbuka
Sedangkan syarat sebagai Links, me~pt3kan koridor alam yang
menghubungkan sistem ekologi secara terintegrasi dan dapat membuat network
infrastruktur hijau berfungsi, yang dibatasi oleh ukuran, fungsi dan kepemilikan,
a. Koridor konsemasi (Conservation Corridor), dengan jumlah yang lebih kecil
dan menyebar secara linear pada kawasan lindungkonsemasi seperti: sungai,
koridor irigasi yang memberikan keuntungan biologis untuk hidupan liar dan
rekreasi
b. Jalur hijau (Green Belts), koridor yang dilindungi dari lahan yang dikelola
untuk konsemasi sumber daya d a m atau penggunaan untuk rekreasi, lahan
alami atau lahan untuk suatu kegiatan yang dilindungi yang memberikan
layanan sebagai framework untuk pembangunan dan sekaligus juga
perlindungan ekosistem alam atau lahan pertanian, atau batas desa dan kota;
c. Hubungan-hubungan lanskap areal alami yang dilindungi dan
menghubungkan taman-taman yang ada, kawasan lindung atau areal alami
lainnya, dan menyediakan lahan yang cukup bagi tumbuhan dan hewan secara
alami untuk tumbuh dan berkembang sebagai koridor yang menghubungkan
ekosistem dan lanskap.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah secara prinsip rencana
infrastruktur yang dibuat harus mempertimbangkan bagaimana untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, kualitas hidup dan kualitas lokasi dengan
memusatkan perhatian pada ruang terbuka hijau, links dan nefwork ruang terbuka
tersebut. Selain itu juga pertimbangan bagaimana mengantisipasi tekanan
pembangunan dan implikasi skenario pembangunan pada ruang terbuka eksisting,
akses ruang terbuka dan infrastruktur hijau yang lebih luas.
Prioritas Program untuk Penerapan Rencaua Infrastruktur Hijau
Prioritas program yang akan dilakukan memerlukan pemikiran yang
terfokus dari beberapa pilihan kegiatan yang ada dengan menggunakan teknik
analisis hierarki proses (AHP). Sehingga dari piliban yang banyak dapat
ditentukan program atau kegiatan prioritas yang harus dilakukan agar rencana
infrastruktur dapat diterapkan.
Responden yang dipilh terdiri atas beberapa latar belakang pekerjaan dan
pendidikan serta yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan di wilayah
orang, tokoh masyarakat 2 (dua) orang, akademisilpakar 2 (dua) orang, pengelola
kawasan terbuka 2 (dua) orang, dan pengembang 2 (dua) orang.
Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan teknik AHP dengan
membuat pohon altematif dan menentukan tiga kriteria dan tiga altematif program
yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pejabat terkait yang
mengelola masdah lingkungan hidup di Kota Depok, seperti pada gambar berikut:
I
Penerapan Rencana Infrastntktur HijauI
elakukan Melakukan Menetapkan
[image:42.595.96.514.257.474.2]Penertiban Kawasan Lindung
Gambar 7. Struktur Analisis Hierarki Proses
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Menyediakan
Anggaran
Prinsip dari analisis ini adalah membandingkan dua pilihan alternatif
secara berpasangan. Hasil pemilihan alternatif tersebut kemudian dihitung rata-
rata nilai perbandingannya
untuk
masing-masing alternatif. Nilai yang palingbesar adalah prioritas alternatif yang dipilih, dan dihitung juga konsistensi
jawaban responden. Skala perbandingan disajikan pada tabel 1. MenegaMtan
Tabel 1 Skala Perbandingan Secara Berpasangan
1
Penjelasan Intensitas
3
D e f d s i
Kedua elemen sama
pentingnya
5
Dua elemen memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan
Elemen yang satu sediit lebih penting dari elemen yang lain
7
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen yang lainnya
Elemen yang satu lebih
penting dari elemen yang lain
9
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen disbanding elemen lain
Satu elemen mutlak lebii penting dari elemen lainnya
I I
I I I
Sumber: Saaty, 1993
Satu elemen dengan kuat didukung d m dominan terlihat dalam praktek
Satu elemen sangat mutlak lebih penting daripada elemen lainnya
Kebalikan
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
Nilai ini diberikan bila dua kompromi diantara dua pilihan
2,4, 6 ,
8
I
Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebaliian bila dibandiigkan dengan i
Nilai-nilai diantara dua
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah
Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6°19'00" - 6'28'00"
Lintang Selatan dan 106°43'00" - 106°55'30" Bujur Timur. Secara umum Kota
Depok merupakan dataran rendah sampai sedikit bergelombang dengan
kemiringan sekitar 2% hingga 15%, dan hanya di daerah sepanjang tepi sungai
yang memiliki kemiringan hingga 45%. Ketinggian dari permukaan laut sekitar
50 sampai 140 meter diatas permukaan laut.
Batas wilayah Kota Depok meliputi:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat (Tangerang) dan Jakarta
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Bojonggede
Kabupaten Bogor
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung, Gunung Sindur
Kabupaten Bogor
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede, Bekasi dan
Kecamatan Gunung Puhi Kabupaten Bogor.
Kota Depok awalnya merupakan daerah perkebunan karet dan tebu yang
dikembangkan oleh warga Belanda yang bemama Comelis Chastelein. Mungkin
karena itu pula sering diberikan julukan Belanda Depok kepada masyarakat
Depok asli yang dulunya sebagai pekerja di perkebunan tersebut. Selanjutnya
Depok berkembang menjadi Kota Administratif sejak tahun 1981 yang meliputi 3
(tiga) kecamatan yaitu: Pancoran Mas, Beji dan Sukmajaya. Luas Kotif Depok
adalah 6.794 hektar yang terdiii dari 23 Kelurahan.
Kota Madya Daerah Tingkat I1 Depok ditetapkan pada tanggal 20 April
1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999. Wilayah Kota Depok diperluas
menjadi 6 (enam) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pancoran Mas, Beji, Sukmajaya,
Sawangan, Cimanggis dan Limo. Kota Depok terbagi dalam 63 kelurahan, 772
RW, 3.850 RT serta 218.095 rumah tangga dengan luas wilayah 207,06 Km2.
Jumlah Penduduk di Kota Depok pada Tahun 2001 berdasarkan data dari
BPS adalah 1.204.687 jiwa, sehingga dengan luas wilayah yang ada yaitu 207,06
km2 maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 5.818 jiwa/km2 dengan laju
2 8
2007 penduduk Kota Depok diperkirakan telah mencapai sekitar 1,4 juta jiwa,
sehingga berdasarkan UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Kota
Depok dikategorikan sebagai Kota Metropolitan.
Analisis Treizd
Analisis kependudukan merupakan salah satu cara untuk mengetahui ciri
perkembangan suatu kotaldaerah. Perencanaan yang dibuat untuk penduduk,
tidak dapat dilepaskan dari perkiraan perkembangan penduduk di masa yang akan
datang. Perkiraan perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah pada masa
yang akan datang menentukan arah perencanaan yang dibuat saat ini.
Jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan sejak tahun 2001-2007,
tahun 2020 dan 2050 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2001,2007,2020 dan 2050
Kecamatan 2001 2007 2020 2050
Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) Sawangan 136,864 2,918 159,543 3,541 166,076 3,642 170,877 3,643 Pancoran Mas 219,312 7.202 247,622 8,839 269,144 8,868 270,028 8,868 Sukmajaya 278,080 8,778 307,753 10,810 342,447 11,937 403,001 12,721 Cimanggis 331,778 6,559 379,487 7,968 403,037 8,551 434,153 8,583 Beji 11 5,575 7,086 136,899 8,577 139,888 9,853 165,108 10,123 Limo 123,078 3,952 143,218 4,798 149,410 4,945 154,036 4,947
1,204,687 6,083 1,470,002 7,422 1,580,284 7,632 1,586,493 8,148 Sumber: Depok Dalam Angka Tahun 2001-2007 dan Hasit Prediksi Tahun 2020 dan 2050
Berdasarkan data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Depok
dari tahun 2001 hingga 2007 (lampiran I), selanjutnya dilakukan analisis dengan
menggunakan model pertumbuhan logistik. Model pertumbuhan logistik
(Logistic Growth Models) menggunakan kaidah logistik (logistic law) bahwa
persediaan logistik ada batasnya, model ini mengasumsikan bahwa pada masa
tertentu jumlah populasi akan mendekati titik keseimbangan (equilibrium). Pada
titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama, sehingga grafiknya akan
mendekati konstan (zero growth). Dengan memasukkan jumlah penduduk Kota
Depok tahun 2001-2007 ke dalam model persamaan seperti dijelaskan dalam
t=X3-X2=X2-X1 = 4 - 1 = 3
Nilai
0
= llt Log ((Yl(Y3-Y2))/Y3(Y2-Y1))= 113 Log ((1,204,687(1,470,002-1,369,461)/
(1,470,002(1,369,461-1,204,687)
= - 0.1003
Nilai a = Log ((Y 1 - ~ 2 ) / 1 0 ~ ' ~ 2 - ~ 1 )
= Log ((1,204,687-1,369,461)/10('~~'~~~)~(1,369,461)-
1,204,687)
= - 0.4990
Nil& k = Y1(l+lOa)
= 1,204,687(1+10 '0-4"0)
= 1,589,499
Dengan memasukkan ke dalam persamaan seperti dijelaskan dalam
metodologi, maka diperoleb model pertumbuhan logistik sebagai berikut:
dimana: Pt+q = Jumlah penduduk pada tahun ke n
X = tahun ke n
Nilai k sebesar 1,589,499 menunjukkan kapasitas atau daya dukung ideal
wilayah Kota Depok untuk menampung jumlah penduduk maksimal yaitu sekitar
1,589,499 jiwa atau 7,6