• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Kitosan dan Kemasan Plastik Film untuk Memperpanjang Masa Simpan Salak Pondoh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Kitosan dan Kemasan Plastik Film untuk Memperpanjang Masa Simpan Salak Pondoh."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KITOSAN DAN KEMASAN PLASTIK FILM

UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN SALAK

PONDOH

PURI SAHANAYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Kitosan dan Kemasan Plastik Film untuk Memperpanjang Masa Simpan Salak Pondoh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Puri Sahanaya

(3)

ABSTRAK

PURI SAHANAYA. Penggunaan Kitosan dan Kemasan Plastik Film untuk Memperpanjang Masa Simpan Salak Pondoh. Dibimbing Oleh Y. ARIS PURWANTO

Salak merupakan komoditas buah tropis yang mudah mengalami kerusakan selama proses transportasi dan penyimpanan. Beberapa penyebab kerusakan di antaranya adalah benturan, respirasi dan infeksi mikroba jamur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh penggunaan kemasan plastik dan pelapisan kitosan terhadap masa simpan salak pondoh selama penyimpanan. Salak pondoh dipanen di kebun petani di daerah Sleman pada tingkat kematangan 80 persen. Setelah dipanen sampel buah salak dibersihkan dan disortasi. Selanjutnya buah salak dibawa ke bangsal pasca panen di Semarang. Sampel buah salak disoratasi kembali dan dilakukan pelapisan kitosan dengan konsentrasi 0.5%. Sampel buah salak dikemas dengan tiga kemasan berbeda, yaitu polipropilen, polietilen dan white stretch film dengan masing-masing berat 500 gram. Buah salak dibawa ke laboratorium dengan menggunakan kendaraan pada suhu ruang selama 24 jam. Selanjutnya kemasan buah salak disimpan pada suhu 15°C dan suhu ruang. Kualitas salak pondoh selama penyimpanan diukur berdasarkan besar susut bobot, nilai TPT, kadar air, kekerasan, persentase kerusakan dan dilakukan uji organoleptik. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa salak yang dikemas dengan plastik polietilen (LDPE) memilki masa simpan maksimum 24 hari pada suhu penyimpanan 15oC. Pada suhu ruang perlakuan bahan pengemasan mampu memperpanjang masa simpan hingga 9 hari. Salak pondoh tanpa perlakuan memilki masa simpan 6 hari pada suhu ruang dan 18 hari pada suhu 15oC.

(4)

ABSTRACT

PURI SAHANAYA. Application of Chitosan and Plastic Film Packaging to Extend Self-Life of Snake Fruit var. Pondoh supervised by Y. ARIS PURWANTO

Snake fruit is a tropical fruit which easily damaged during transportation and storage. The main causes of damage were due to mechanical impact, respiration and fungal microbe infection. The purpose of this research was to analyze the effect of chitosan coating and plastic film on shelf-life of snake fruit var. pondoh during storage. Snake fruit var. pondoh was harvested at farmer orchards in Sleman with condition of 80 percent maturity level. After the harvesting stage, sample of fruit were cleaned and sorted. Snake fruit samples were transported to the packing house in Semarang. Snake fruit samples were then coated by solution with concentration of 0.5 % chitosan substance. Sample of fruits were packed with three different packaging materials. The packaging materials were polypropylene plastic, polyethylene plastic and white stretch film the weight of each packed was 500 grams. Sample of fruits were transported to laboratory at ambient temperature condition for 24 hours. After arriving at laboratory fruits were stored at 15oC and ambient temperature. The parameters of quality in this research were weight loss, water content, total soluble solids, firmness value and organoleptic. The results showed the polyethylene has maximum shelf-life up to 24 days at temperature 15oC. Plastic packaging at room temperature has shelf-life up to 9 days of storage. The fruits that stored at room temperature without treatment it was observed that fruits over-ripe at 6 days and the fruits that stored at 15oC without packaging was in good conditions up to 18 days.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PENGGUNAAN KITOSAN DAN KEMASAN PLASTIK FILM

UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN SALAK

PONDOH

PURI SAHANAYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul skripsi : Penggunaan Kitosan dan Kemasan Plastik Film untuk Memperpanjang Masa Simpan Salak Pondoh.

Nama : Puri Sahanaya NIM : F14100102

Disejutui Oleh

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc Pembimbing Akademik

Diketahui Oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan ridho-Nya sehingga penelitian dan skripsi dengan judul “Penggunaan Kitosan dan Kemasan Plastik Film untuk Memperpanjang Masa Simpan Salak Pondoh” dapat diselesaikan. Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik ini penulis persembahkan untuk ayah, ibu dan semua orang yang telah mendukung saya selama ini dengan cinta, kasih sayang, bimbingan, pengorbanan, dan doa yang senantiasa menyertai perjalanan penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat.

2. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr serta Dr Lenny Saulia, S.TP MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran selama pelaksanaan tugas akhir.

3. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan perhatian.

4. Wenny Sulistyowati, Qoniurrochmatulloh dan seluruh teman - teman Antares 47 yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta senantiasa membantu saya selama pengerjaan penelitian ini.

5. Teknisi dan laboran di laboratorium PKHT dan TPPHP yang senantiasa membantu, mengarahkan dan mendukung penelitian saya.

6. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong terselesaikannya kegiatan penelitian, serta kerjasamanya dalam penyusunan laporan penelitian ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2015

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang………... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Salak Pondoh ……... 2

Plastik Kemasan ………... 3

Pelapisan Kitosan ... 5

METODOLOGI PENELITIAN ... 5

Waktu dan Tempat ... 5

Bahan dan Alat ... 5

Prosedur Penelitian…….. ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Lama Penyimpanan…………... 10

Kerusakan... 11

Susut Bobot ... 13

Kadar Air………... 15

Total Padatan Terlarut……... 17

Kekerasan ………... 18

Organoleptik ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ………... 24

DAFTAR PUSTAKA... 24

LAMPIRAN ... 26

(9)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi buah salak pondoh per 100 gram ... 3 2 Permeabilitas plastik film menurut jenisnya ... 4 3 Daya simpan salak pondoh dengan perlakuan pengemasan dan

pelapisan kitosan... 11

DAFTAR GAMBAR

1 Letak titik pengambilan data kekerasan pada salak pondoh 9 2 Kerusakan salak pondoh pada kulit dan daging buah oleh jamur 11 3 Jumlah kerusakan salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15oC 12 4 Jumlah kerusakan salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang 12 5 Laju perubahan persentase susut bobot salak pondoh selama

penyimpanan pada suhu 15oC 14

6 Laju perubahan persentase susut bobot salak pondoh selama

penyimpanan pada suhu ruang 14

7 Perubahan kadar air salak pondoh selama penyimpanan pada

suhu 15oC 15

8 Perubahan kadar air salak pondoh selama penyimpanan pada

suhu ruang 16

9 Perubahan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada

suhu 15oC 17

10 Perubahan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada

suhu ruang ... 17

11 Perubahan nilai kekerasan salak pondoh selama penyimpanan pada

suhu 15oC 18

12 Perubahan nilai kekerasan salak pondoh selama penyimpanan pada

suhu ruang ……... 19 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15oC dengan perlakuan tanpa pengemasan 20 14 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15oC dengan perlakuan bahan kemasan polipropilen 20 15 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15oC dengan perlakuan bahan kemasan polietilen 21 16 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15oC dengan perlakuan bahan kemasan WSF 21 17 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

(10)

18 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15oC dengan perlakuan bahan kemasan polipropilen 22 19 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15oC dengan perlakuan bahan kemasan polietilen ... 22 20 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15oC dengan perlakuan bahan kemasan WSF 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir tahapan penelitian 26

2 Data kerusakan salak pondoh selama penyimpanan 27 3 Data susut bobot salak pondoh selama penyimpanan ... 27 4 Data kekerasan salak pondoh selama penyimpanan ... 28 5 Data total padatan terlarut pada salak pondoh selama penyimpanan 28 6 Data kadar air salak pondoh selama penyimpanan 29 7 Analisis statistik persentase kerusakan salak pondoh selama

penyimpanan 30

8 Analisis statistik persentase susut bobot salak pondoh selama

penyimpanan 31

9 Analisis statistik perubahan nilai total padatan terlarut salak pondoh

selama penyimpanan... 32 10 Analisis statistik perubahan kadar air salak pondoh selama penyimpanan 33 11 Analisis statistik perubahan kekerasan salak pondoh selama

Penyimpanan 34

12 Perhitungan luasan perforasi kemasan LDPE dan PP 35 13 Hasil organoleptik panelis terhadap salak tanpa perlakuan selama

penyimpanan 36

14 Hasil organoleptik panelis terhadap salak perlakuan polipropilen selama

penyimpanan 36

15 Hasil organoleptik panelis terhadap salak perlakuan polietilen selama

penyimpanan 37

16 Hasil organoleptik panelis terhadap salak perlakuan WSF selama

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah-buahan sering kali dipasarkan dan dikonsumsi dalam keadaan segar, namun produk hortikultura ini memiliki sifat sangat mudah rusak (perishable) sehingga memiliki masa simpan (shelf life) yang relatif singkat. Kerusakan yang terjadi disebabkan karena setelah dipanen, di dalam produk hortikultura masih terjadi reaksi metabolik seperti respirasi dan juga proses perombakan pati menjadi gula. Seiring dengan peningkatan permintaan konsumen akan buah segar hal ini dapat mengganggu kontinuitas pasokan buah, baik kuantitas maupun kualitasnya.

Penanganan pasca panen dapat dilakukan selama penyimpanan maupun saat pendistribusian produk kepada konsumen. Diharapkan dengan penanganan pasca panen yang tepat, mutu dan umur simpan produk hortikultura dapat mencapai nilai yang optimum.

Buah salak pondoh (Salacca zalacca var. pondoh) merupakan buah non klimakterik yang hidup di daerah tropis. Indonesia memiliki beragam varietas salak, mulai dari salak pondoh, salak madu, salak banjar baru, salak padang sidempuan (Salacca sumatrana), salak condet dan salak bali (Salacca amboinensis). Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2010), bahwa total produksi salak di Indonesia mencapai 829 014 ton pada tahun 2009. Produksi ini jelas meningkat, mengingat produksi salak pondoh pada tahun 1997 hanya sebesar 525 461 ton atau meningkat 58% dalam kurun waktu 12 tahun.

Kerusakan utama pada buah salak disebabkan oleh mikroorganisme dan benturan selama pendistribusian dan penyimpanan. Kerusakan dapat dihambat atau ditunda dengan adanya penanganan pasca panen pada buah salak secara tepat. Penanganan pasca panen pada buah salak dilakukan mulai awal pemanenan hingga sampai ke tangan konsumen. Penanganan pasca panen dilakukan pada proses seperti sortasi, pemutuan, pengemasan, pendistribusian, serta proses penyimpanan. Proses penanganan pasca panen produk hortikultura memerlukan teknologi penanganan pasca panen yang baik agar persentase susut mutu dapat diperkecil.

(12)

Tujuan

Menganalisis pengaruh pelapisan kitosan dan pengemasan plastik terhadap daya tahan buah salak selama penyimpanan dan mengamati perubahan kualitas buah salak selama penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA

Salak pondoh

Salacca zalacca var. pondoh (salak pondoh) hidup di daerah tropis. Tanaman buah salak tumbuh pada ketinggian 200 - 700 mdpl dengan curah hujan 200 - 400 mm per tahun. Tanaman salak sendiri dapat tumbuh subur pada pada tanah lempung berpasir dan subur dengan pH tanah 6.0 hingga 7.0 pada suhu lingkungan berkisar 20 - 30˚C dan juga intensitas cahaya matahari 30 - 70% ( Badan Agribisnis Departemen Pertanian 1999).

Salak digolongkan dalam tiga kelas mutu yaitu salak super, kelas A dan kelas B. Masing-masing mutu memiliki kriteria yaitu dilihat dari kecacatan, total area rusak cacat serta ukuran berdasarkan bobot buah (BSN 2009). Salak pondoh untuk keperluan domestik, siap panen pada usia 5 sampai 6 bulan setelah pembungaan sedangkan untuk keperluan ekspor buah salak dipanen lebih awal yaitu pada usia 4 bulan setelah pembungaan. Salak pondoh yang siap panen ditandai oleh sisik yang mulai jarang, warna kulit mengkilap, mudah untuk dikupas, duri-duri halus pada salak sudah mulai hilang serta telah mengeluarkan aroma harum khas salak. Masa panen salak sendiri terbagi menjadi empat musim, untuk panen raya terjadi pada bulan November hingga Januari, panen sedang pada bulan Mei hingga Juli, panen kecil pada bulan Februari hingga April sedangkan bulan kosong terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober. Buah salak pondoh adalah salah satu buah yang kaya akan manfaat serta memiliki kandungan gizi yang cukup kompleks seperti yang dipaparkan pada Tabel 1.

Dewi (2012) mengungkapkan bahwa kadar air buah salak pondoh curah adalah 78.1 % sedangkan nilai total padatan terlarutnya adalah 17 Brix˚. Salak pondoh, terdiri dari tiga bagian yaitu kulit, daging buah dan biji.

Kerusakan buah-buahan dibedakan atas penyusutan kuantitatif dan kualitatif. Kerusakan kuantitatif dinyatakan dalam bobot sedangkan penyusutan kualitatif berupa penyimpangan rasa, warna, bau, penurunan nilai gizi, sifat-sifat fisikokimia, serta pencemaran oleh jasad renik dan senyawa beracun yang membahayakan kesehatan (Widodo et al. 1997).

(13)

Tabel 1 Kandungan gizi buah salak pondoh per 100 gram

Kandungan gizi Proporsi

Kalori (kal) 77.40

Protein (g) 0.40

Karbohidrat (g) 20.90

Kalsium (mg) 28.00

Fosfor (mg) 18.00

Zat besi (mg) 4.20

Vitamin B (mg) 0.04

Vitamin C (mg) 2.00

Air (mg) 78.00

Bagian yang dapat dimakan (%) 50.00

Sumber :Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2000)

Kerusakan mekanis seperti tersobek, luka, memar dan pecah diakibatkan cara pengemasan produk yang kurang sempurna serta perlakuan dan cara pendistribusian produk yang kurang baik. Kerusakan mekanis ini apabila dibiarkan terjadi merupakan awal bagi kerusakan – kerusakan lain seperti kimiawi dan mikrobiologi (Widodo et al. 1997).

Plastik Kemasan

Pengemasan buah bertujuan agar produk terlindung dari kerusakan fisik serta mempermudah penyimpanan dan pengangkutan baik untuk tujuan dalam negeri maupun ekspor. Adapun prinsip pemilihan kemasan untuk tujuan ekspor yaitu bahan kemasan bagian dalam harus baru, bersih dan berkualitas, kertas bahan pengemas dan label harus sesuai dengan permintaan, pencetakan dan pelabelan harus menggunakan tinta dan lem yang tidak berbahaya, buah dikemas dengan plastik wrapping tipis, kering, baru jika buah beraroma kuat bungkus juga dengan kertas, kemasan harus bersih (Mulyadi 2010).

(14)

Tabel 2 Permeabilitas plastik film menurut jenisnya

Polietilen adalah material yang biasa digunakan pada aplikasi keperluan rumah tangga, pengemasan makanan, minuman, dan obat-obatan. Keuntungan dari polimer ini adalah memberikan efek yang lebih baik dalam proses penyegelan (sealing), terutama dengan menggunakan LDPE (low density polyethylene).

LDPE mempunyai densitas mulai dari 0.918 g/cc s/d 0.935 g/cc, HDPE (high density polyethylene) mempunyai nilai densitas mulai dari 0.940 g/cc s/d 0.960 g/cc dan untuk linear low density polyethylene (LLDPE) mempunyai nilai densitas mulai dari 0.928 s/d 0.940 g/cc. LLDPE mempunyai sifat yang lebih baik yaitu memiliki elastisitas yang baik, nilai kekuatan tinggi, serta memiliki tampilan lebih mengkilap. Pada penggunaannya LDPE dan LLDPE lebih banyak digunakan, karena lebih fleksibel dan kuat (Giles dan David 2001).

Polipropilen (PP)

Polipropilen atau biasa kita kenal dengan istilah PP, biasa digunakan untuk keperluan tumah tangga, kosmetik, makanan, minuman dan bahan-bahan kimia. Material ini memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih keras dibandingkan HDPE. PP memiliki karakteristik lebih kaku namun tetap cukup kuat dan fleksibel yang sangat penting dalam proses pabrikasi. PP memiliki permukaan yang mengkilap namun tidak mudah tergores seperti HDPE. Tidak seperti PE, PP mempunyai daya rekat yang alami. PP memiliki daya guna yang baik, untuk banyak hal tergantung pengaplikasiannya. Terdapat dua macam PP yaitu homopolimer dan kopolimer. Kemampuan PP dalam suhu rendah, tidak sebaik HDPE (Giles dan David 2001).

White stretch film (WSF)

(15)

Pelapisan Kitosan

Pelapisan adalah salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan dari produk-produk hortikultura. Pelapisan bisa dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah pembusaan, penyemprotan (spraying), pencelupan dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapiskan pada produk segar menggunakan sikat. Penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan dengan mencelupkan buah atau sayur ke dalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis dengan menggunakan kuas ke buah dan sayuran (Akamine et al. 1986).

Perlakuan untuk memperpanjang umur simpan salak pondoh juga dilakukan dengan pelapisan dengan kitosan juga telah diujikan. Kitosan juga adalah salah satu jenis pelapisan yang banyak digunakan dalam penyimpanan produk segar. Selama ini, penggunaan kitosan di dunia industri sudah banyak ditemukan. Penggunaan kitosan dibidang pertanian belum begitu banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan mampu menggantikan formalin, bahkan mutu produk yang dihasilkan lebih bagus dibandingkan dengan yang menggunakan formalin. Kitosan merupakan zat anti bakteri, efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan karena kitosan memiliki polikation alami yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (swastawati et al. 2008). Pelapisan dengan kitosan menurut Rachmawati (2010), bahwa pelapisan salak dengan kitosan 0.5% dengan disimpan pada suhu 15 ºC adalah paling efektif dan mampu meningkatkan masa simpan salak pondoh hingga 15 hari.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Bulan Mei 2014 di laboratorium PKHT (Pusat Kajian Hortikultura Tropika).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 108 kg buah salak pondoh dengan umur panen 5 bulan setelah pembungaan. Salak diperoleh dari asosiasi petani salak Sleman Prima Sembada Desa Merdikorejo Kecamatan Tempel, Sleman - DI Yogyakarta, kitosan, plastik polipropilen dan plastik polietilen densitas rendah (LDPE) ketebalan 50m dengan lubang pada dua sisi plastik, WSF, dan sterofoam untuk kemasan. Bahan lain yang digunakan adalah asam asetat 1%

(16)

refraktometer digital Atago tipe PR-201 untuk menentukan total padatan terlarut, ruang pendingin bersuhu 15oC, oven, kamera dan serta alat penunjang lainnya.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi penelitian pendahuluan, persiapan kemasan, pembuatan larutan kitosan, aplikasi pelapisan, pengemasan, penyimpanan dan pengamatan salak pondoh selama penyimpanan.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan beberapa faktor dalam perlakuan pengujian. Pada penelitian pendahuluan dilakukan beberapa perlakuan yaitu coating dengan lilin lebah, kitosan dan campuran kitosan dengan lilin lebah. Kadar larutan coating adalah kitosan 0.5% dan lilin lebah 10%. Bahan pengemas yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah LDPE dengan ketebalan 30µm dengan persentase perforasi adalah 0.2%.

Penyimpanan dilakukan pada dua suhu yang berbeda yaitu suhu 15˚C dan suhu ruang (27-29˚C). Selama pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil terbaik adalah salak dengan coating kitosan 0.5% yang disimpan pada suhu 15˚C memiliki umur simpan hingga 16 hari, sedangkan perlakuan tanpa coating hanya mampu bertahan selama 12 hari. Perlakuan menggunakan lilin lebah dan campuran kitosan dan lilin lebah menunjukkan hasil yang lebih rendah dari pada kitosan yang hanya memiliki umur simpan selama 14 hari.

Umur simpan yang masih relatif pendek pada salak dengan coating kitosan 0.5% dikarena persentase perforasi kemasannya hanya 0.2% sehingga uap air tidak tersirkulasi dengan baik dan akhirnya uap air terjebak pada kemasan sehingga mempercepat tumbuhnya mikroorganisme, yang menyebabkan proses pembusukan berjalan dengan cepat. Lampiran 1 menunjukkan tahapan penelitian pengaruh kemasan dan suhu penyimpanan salak pondoh terhadap kualitas mutu salak pondoh dengan luasan perforasi 0.5% dengan perlakuan jenis kemasan plastik yang berbeda.

Pamanenan Buah Salak

Pemanenan salak pondoh dilakukan dengan memilih satu persatu pohon salak yang memiliki buah dengan usia kurang lebih 5 bulan. Pemanenan salak dengan memotong pangkal tandan salak yang kemudian ditampung pada bak-bak yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Salak yang telah dipetik tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung untuk menghindari penurunan mutu, oleh karena itu salak dipanen ketika pagi atau sore hari.

(17)

Pembuatan Larutan Kitosan 0.5%

Larutan kitosan dipersiapkan dengan cara melarutkan kitosan 0.5% dalam larutan asam asetat glasial 1% pada suhu 40 oC selama 30 menit sambil diaduk hingga homogen. Perbandingan kitosan dengan asam asetat adalah 0.5:100 (b/v). Aplikasi Pelapisan (spraying) Buah Salak Pondoh

Kekentalan larutan coating kitosan rendah yaitu berkisar antara 6 - 7 cP (sentipois) sehingga cocok dilakukan pelapisan kitosan dengan teknik penyemprotan (spraying). Dewi (2012) mengemukakan bahwa larutan kitosan 0.5% memiliki pH 3 dan nilai kekentalannnya pada suhu 26oC adalah 7 cP. Menurut Krochta et al. (1994) teknik pelapisan dengan cara penyemprotan dapat menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih seragam. Pengaplikasian larutan kitosan sebagai bahan pelapis pada salak pondoh adalah dengan menyemprotkan larutan kitosan 0.5% pada permukaan salak. Penyemprotan dilakukan hingga seluruh permukaan salak terlapisi oleh larutan kitosan. Setelah penyemprotan, langkah selanjutnya adalah mengangin-anginkan salak hingga kering dengan menggunakan kipas angin selama kurang lebih 30 menit.

Penentuan Kemasan

PP dan LDPE dengan ketebalan 50µm sebagai bahan pengemas memiliki nilai permeabilitas lebih rendah dibandingkan WSF. Oleh karenanya diberikan lubang perforasi agar CO2, O2 dan uap air dapat melewati kemasan sehingga tidak terjadi reaksi anaerob. Besarnya volume gas CO2, O2, dan air yang melewati kemasan akan bervariasi dan tergantung kepada luasan lubang perforasi pada kemasan plastik film.

Persentase perforasi pada kemasan yang efektif untuk penyimpanan salak adalah 0.5%. Jika ukuran kemasan yang akan digunakan memiliki luasan 1140 WSF dikemas pada sterofoam tanpa disertai dengan lubang perforasi.

Pengangkutan

(18)

Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan menimbang masing-masing sampel adalah 500 gram per kemasan (7 hingga 8 buah per kemasan) sebanyak tiga kali pengulangan. Sampel salak yang diperlukan dalam pengamatan adalah 10 kemasan per perlakuan. Perlakuan tanpa pegemasan juga dilakukan untuk dijadikan kontrol dari percobaan, dan dilanjutkan dengan proses penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 15°C.

Pengamatan

Pengaruh pengemasan dan suhu terhadap perubahan mutu salak selama penyimpanan diketahui dengan melakukan pengamatan setiap tiga hari sekali yaitu pada hari ke 1; 3; 6; 9; 12; 15; 18; 21, dan 24 selama penyimpanan. Pengamatan terhadap perubahan mutu buah salak meliputi kerusakan, kadar air, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan uji organoleptik. Prosedur pengamatan pengaruh kemasan dan kitosan terhadap perubahan mutu salak adalah sebagai berikut :

a. Kerusakan

Pengukuran terhadap besarnya kerusakan yang terjadi pada penyimpanan salak pondoh dilakukan dengan cara pemisahan dan penimbangan salak yang telah mengalami kerusakan berupa busuk, berjamur, memar, kemudian dibandingkan dengan berat seluruh salak dalam suatu kemasan. Masing-masing kemasan berisi 500 gram ( 7-8 buah salak ). Pengukuran kerusakan sampel yang diamati adalah dengan pengambilan sampel acak pada masing-masing ulangan di tiap perlakuannya. Pengukuran dilakukan hingga kerusakan sebesar 100%. Besarnya kerusakan yang terjadi dinyatakan dalam persen kerusakan berdasarkan persamaan 2 berikut ini :

Pengukuran susut bobot menggunakan metode gravimetri yaitu berdasarkan persentase penurunan susut bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan.Pengukuran susut bobot dapat menggunakan rumus pada persamaan 3.

Susut o ot - a

100 ……… (3)

Keterangan :

W = Bobot salak pondoh sebelum disimpan (gram)

(19)

c. Kekerasan

Pengukuran kekerasan salak dilakukan dengan menggunakan rheometer. Pengukuran dilakukan dengan cara menusuk buah salak dengan rheometer pada tiga tempat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, sehingga nilai kekerasan pada masing-masing bagian salak terbaca di jarum dengan satuan kgf/mm2.

Gambar 1 Letak titik tusuk salak pondoh dalam pengukuran kekerasan d. Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut ditentukan dengan menggunakan alat Refractometer, dimana bahan dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel diletakkan di atas obyek gelas yang terdapat pada Refractometer Atago PR-210, sehingga total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display skala pembacaan dalam satuan oBrix.

e. Uji Organoleptik ( Metode Uji Hedonik )

Pengamatan uji organoleptik meliputi warna, aroma, kekerasan dan rasa buah. Pengujian akan dilakukan oleh 15 orang panelis terlatih. Panelis telah mengetahui ciri-ciri salak segar dan layak konsumsi mulai dari aroma, warna kulit buah, warna daging buah, kerenyahan, serta tingkat kemanisan. Salak pondoh segar memiliki kulit yang mengkilap, daging buah berwarna putih tulang, aroma segar khas salak pondoh dan tidak tercium bau alkohol, daging buah renyah serta memiliki rasa yang manis. Skor yang diberikan terdiri dari 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (netral), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). Masing-masing kategori tingkat kesukaan dinyatakan dengan persentase, yaitu perbandingan antara jumlah panelis yang memberikan penilaian dengan total panelis yang memberikan penilaian.

f. Uji Kadar Air (metode oven)

Pengukuran kadar air sampel (potongan buah salak) dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan metode oven. Langkah awal dalam pengukuran kadar air sampel dengan mengeringkan cawan kosong di dalam oven bersuhu 105 o

(20)

untuk didinginkan. Beberapa saat kemudian sampel dikeluarkan dari desikator dan ditimbang. Perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen kadar air, seperti yang ditunjukkan pada persamaan 4.

Kadar air basis basah : m = a- x 100% ……… (4) Keterangan :

m = Kadar air sampel dalam basis basah (% bb.) a = Berat sampel sebelum dikeringkan (gram) b = Berat sampel setelah dikeringkan (gram)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lama Penyimpanan

Salak pondoh yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah salak pondoh grade A, dengan berat per buah antara 60 - 80gram dan diameter tengah nya antara 4 - 5.2cm. Karakter fisik salak pondoh yang digunakan sebagai sampel uji yaitu kulit berwarna coklat cerah dengan bagian pangkal lebih gelap, salak memiliki aroma yang segar, warna daging yang putih cerah, nilai kekerasan antara 1.2 - 1.5kgf/mm2, nilai derajat kemanisan antara 17.2 - 22.4 oBrix dan memiliki kadar air awal antara 78.5% - 79.6%.

Masing-masing perlakuan yang dilakukan berpengaruh terhadap masa simpan salak pondoh. Tabel 3 menunjukkan masa simpan salak pondoh selama penyimpanan. Salak pondoh pada suhu kamar dengan perlakuan pengemas polipropilen, polietilen maupun WSF bertahan hingga 9 hari setelah perlakuan (HSP). Perlakuan tanpa pengemasan pada suhu kamar, hanya mampu bertahan selama 6 HSP. Penyimpanan pada suhu dingin (15˚C), untuk kontrol ertahan hingga 18 HSP. Perlakuan salak dengan bahan pengemas polipropilen dan WSF mampu bertahan hingga 21 HSP, sedangkan buah dengan pengemas polietilen mampu bertahan hingga 24 HSP.

(21)

Tabel 3 Daya simpan salak pondoh dengan perlakuan pengemasan dan pelapisan kitosan

Perlakuan Ketahanan simpan ( hari) Suhu dingin Suhu kamar

Poliprolipen 21 9

Polietilen 24 9

WSF 21 9

Kontrol 18 6

Kerusakan

Kerusakan yang terjadi selama penyimpanan dihitung berdasarkan pengamatan fisik dan visual pada salak. Kriteria pengukuran kerusakan dilihat dari penampakan kulit dan daging buah meliputi memar, pecah kulit, busuk dengan aroma menyengat, berjamur, layu dan kering seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Kerusakan yang terjadi banyak disebabkan oleh kerusakan mikrobiologi, kimia dan mekanis. Kerusakan tersebut disebabkan beberapa faktor di antaranya terjadinya goncangan selama pengangkutan dan transportasi, kondisi kelembaban udara yang tinggi serta salak yang sudah rusak atau pecah kulit saat sebelum dilakukan proses coating. Selama proses penyimpanan semua perlakuan mengalami peningkatan kerusakan setiap harinya.

(22)

Gambar 3 Jumlah kerusakan salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15oC Rata-rata laju kerusakan penyimpanan pada suhu ruang lebih besar dibandingkan penyimpanan pada suhu dingin. Laju kerusakan terbesar adalah salak yang disimpan dengan perlakuan tanpa pengemasan pada suhu ruang yaitu 9.92% per harinya seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 7. Kerusakan yang terjadi pada perlakuan tanpa pengemasan pada penyimpanan hari keenam di suhu ruang yang disajikan pada Gambar 4 mencapai 85.82%, sedangkan salak dengan yang simpan dengan kemasan WSF, PP, LDPE menunjukan laju kerusakan per hari nya hampir sama pada Lampiran 7 yaitu 8.4 - 8.5%. Laju kerusakan yang tinggi diakibatkan oleh tingkat kelembaban udara yang tinggi sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih cepat dibandingkan dengan suhu dingin.

(23)

maksimum pada tiap-tiap perlakuan berbeda seperti terlihat pada Gambar 3, salak dengan bahan pengemas LDPE mengalami kerusakan 28.1% pada penyimpanan hari ke 15. Persentase kerusakannya cenderung naik dengan kerusakan pada hari ke 24 mencapai 67.8%.

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa kemasan dan suhu erpengaruh nyata (α 0.05) sedangkan interaksi antara suhu dan keamasan tidak berbeda nyata terhadap kerusakan buah. Menurut analisis duncan salak tanpa pengemasan memiliki laju kerusakan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. perlakuan kemasan berbahan LDPE, PP, dan WSF menunjukkan keseragaman laju kerusakan.

Perlakuan pengemasan LDPE pada salak mampu mengontrol aliran O2 , CO2 dan uap air sehingga respirasi aerobik terhambat dan kerusakan atau pembusukan juga terhambat. Kemasan dengan bahan LDPE baik dalam menghambat pertukaran gas dan juga uap air dengan nilai laju transmisi uap air sebesar 10 - 20 g m-2/24 jam pada kondisi tropis dengan RH 90% dan permeabilitas sebesar 6500 - 8500 cm3 m-2/24 jam, nilai tersebut lebih tinggi dari pada PP (Sudheer dan Indira 2007). Perlakuan suhu dingin juga mampu menghambat laju kerusakan pada buah karena, pada suhu dingin mikroorganisme akan susah untuk berkembang. Karakteristik plastik film yang digunakan sangat mempengaruhi lama simpan pada perlakuan pengemasan perlakuan kemasan. Plastik jenis PP tidak sebagus plastik LDPE jika disimpan pada penyimpanan dingin. Sedangkan pada kemasan dengan bahan plastik WSF terjadi proses anaerob dikarenakan transmisi oksigen terhalangi oleh plastik film. Menurut Kirwan dan Strawbridge (2003), PP akan rapuh atau rusak jika disimpan pada suhu 0oC dan retak pada suhu -5oC.

Susut Bobot

Kehilangan air selama penyimpanan dapat menyebabkan kehilangan berat atau susut bobot, penampakan yang kurang menarik serta tekstur yang lunak. Susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, menyebabkan terjadinya penurunan mutu serta menyebabkan kerugian secara ekonomi. Susut bobot sendiri terjadi sebagai akibat terjadinya proses respirasi dan transpirasi selama penyimpanan. Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air melalui proses penguapan. Respirasi adalah proses perombakan karbohidrat menjadi CO2, H2O dan energi.

(24)

Pada suhu dingin susut bobot tertinggi terjadi pada salak yang disimpan tanpa pengemasan mencapai 17.6% pada hari penyimpanan ke 18. Salak dengan bahan pengemas WSF memiliki susut bobot terkecil yaitu 8.6 % selama 21 hari penyimpanan dan salak yang dikemas dengan kemasan polipropilen menunjukan susut bobot yang lebih kecil dibanding kemasan polietilen yaitu 13.8%. Perlakuan kemasan polietilen mampu mempertahankan mutu salak hingga 24 hari dengan susut bobot 16.5% .

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kemasan dan suhu berpengaruh nyata (ɑ 0.05) terhadap laju perubahan susut bobot salak pondoh sedangkan penggabungan antara kemasan dan suhu juga berpengaruh nyata (ɑ 0.05) pada laju perubahan susut bobot. Uji lanjut Duncan menyatakan laju perubahan susut bobot terbesar terjadi pada penyimpanan tanpa kemasan. Bahan kemasan dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju susut bobot karena keduanya mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi selama penyimpanan.

Gambar 5 Laju perubahan persentase susut bobot salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15oC

(25)

Susut bobot yang tinggi pada perlakuan tanpa pengemasan dikarenakan tidak ada lapisan penghalang untuk memperlambat proses respirasi dan transpirasi. Hal ini karena adanya kontak langsung antara salak dengan udara bebas tanpa adanya lapisan penghalang seperti plastik film yang mampu menghambat pertukaran gas-gas tersebut sehingga laju respirasi dan susut bobot tanpa pengemasan relatif tinggi.

Susut bobot pada salak dengan kemasan WSF memiliki susut bobot terkecil karena permeabilitas plasik film menghambat pertukaran gas O2, CO2 dan uap air sehingga proses respirasi ataupun kehilangan air berjalan lambat, sedangkan pada PP dan LDPE laju respirasi berjalan cukup cepat karena adanya lubang perforasi 0.5% pada masing-masing kemasan yang berpengaruh terhadap susut bobot salak pondoh.

Kadar Air

Kualitas mutu salak juga dipengaruhi oleh hilangnya air selama proses penyimpanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air salak selama penyimpanan di suhu ruang menunjukkan penurunan. Penyimpanan pada suhu dingin, perlakuan pengemasan memiliki kadar air yang relatif stabil selama penyimpanan, namun untuk salak tanpa pengemas slope kadar airnya cenderung turun.

(26)

Gambar 8 Perubahan kadar air salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang.

Pada Gambar 7 dapat diamati bahwa kadar air buah salak dengan bahan pengemas LDPE adalah 80.18% pada hari penyimpanan ke 24 sedangkan salak dengan pengemas PP memiliki kadar air 80.44% pada hari penyimpanan ke 21, kedua bahan pengemas tersebut mampu mempertahankan kadar air salak pondoh dimana kadar air awal salak pondoh adalah 78-79%. Pengemas dengan bahan WSF menunjukkan kenaikan kadar air di akhir penyimpanan yaitu mencapai 82.04%. Kenaikan kadar air ini disebabkan oleh uap air yang terperangkap di dalam kemasan sehingga sebagian air meresap ke daging salak. Tingginya kadar air pada buah salak dengan kemasan WSF menyebabkan semakin cepatnya pertumbuhan mikroorganisme pembusuk pada salak pondoh. Nilai kadar air pada perlakuan tanpa pengemasan mengalami penurunan hingga 76.2% sehingga buah salak yang disimpan tanpa pengemasan kulitnya keriput serta dagingnya juga layu.

Nilai kadar air buah salak pada suhu ruang pada Gambar 8 rata-rata mengalami penurunan, penurunan tertinggi terjadi pada salak pondoh dengan perlakuan tanpa pengemasan yaitu kadar air nya turun hingga 77.24% pada penyimpanan hari ke 6. Pengemasan dengan menggunakan plastik PP, LDPE serta WSF mampu mempertahankan kadar air salak pondoh antara 78-80% pada akhir penyimpanan.

(27)

Total Padatan terlarut

Total padatan terlarut dapat menunjukkan kandungan gula pada buah karena gula dapat terlarut di dalam air. Nilai padatan total terlarut dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan, karena gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut (Santoso dan Purwoko 1995). Semakin tinggi nilai total padatan terlarutnya semakin tinggi tingkat kemanisannya. Salak pondoh memiliki nilai total padatan terlarut rata-rata 19 - 20 o

Brix, oleh karenanya untuk mengetahui perubahan derajat kemanisan selama penyimpanan dapat dilihat pada slope perubahan nilainya dalam Gambar 9 dan 10.

Gambar 9 Perubahan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu

15˚C

Gambar 10 Perubahan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu ruang

(28)

perlakuan tanpa pengemasan serta kemasan PP mengalami penurunan nilai total padatan terlarutnya.

Penurunan ataupun peningkatan nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada salak pondoh disebabkan oleh adanya kesetimbangan antara degradasi senyawa kompleks dengan proses degradasi gula dalam glikolisis pada buah. Pada suhu rendah total padatan terlarut menurut karena diduga gula sederhana pada salak yang dihasilkan dari pemecahan polisakarida digunakan dalam proses glikolisis dalam respirasi. Kandungan total padatan terlarut pada salak yang dikemas oleh kemasan berbahan PP dan WSF pada suhu 15˚C cenderung turun karena ketersediaan oksigen sekitas salak terbatas menyebabkan peluang terjadinya fermentasi yang menggunakan gula lebih banyak untuk menghasilkan energi. Nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu 15˚C antara 16.5 -19 ˚Brix dengan kandungan awal total padatan terlarut rata-rata 20˚Brix. Penyimpanan pada suhu ruang nilai total padatan terlarutnya antara 17-20˚Brix dengan kandungan awal rata-rata adalah 18.5˚Brix.

Kombinasi antara perlakuan kemasan dan suhu selama penyimpanan erpengaruh nyata (α 0.05) terhadap nilai total padatan terlarut pada salak pondoh. Kemasan berpengaruh nyara terhadap nilai toral padatan terlarut karena peluang terjadinya fermentasi pada kemasan tanpa lubang seperti pada WSF sehingga nilai total padatan terlarutnya rendah pada suhu dingin. Uji duncan yang dilakukan menunjukan bahwa salak yang disimpan dalam kemasan WSF berbeda nyata (α 0.05) terhadap perlakuan lain.

Kekerasan

Kekerasan daging buah menunjukkan tingkat kerenyahan dan kematangan buah. Semakin kecil nilai kekerasannya saat pemanenan, maka dapat dipastikan umur buah saat pemetikan lebih dari 6 bulan atau kematangan rata-rata 90 %. Nilai kekerasan pada salak juga menentukan tekstur buah salak secara keseluruhan.

(29)

Gambar 12 Nilai kekerasan salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang Nilai kekerasan salak pondoh pada awal penyimpanan pada Gambar 12 adalah 1.13-1.17 kgf/mm2. Selama proses penyimpanan, baik pada suhu ruang maupun suhu dingin nilai kekerasan buah salak pondoh mengalami peningkatan akibat adanya proses metabolik selama penyimpanan seperti respirasi, penguapan uap air yang mempengaruhi nilai kadar air pada buah. Pada suhu ruang perubahan nilai kekerasan salak pondoh selama 9 hari penyimpanan, relatif tidak terlalu tinggi yaitu 1.32 - 1.38 kgf/mm2 pada perlakuan pengemasan, sedangkan untuk perlakuan tanpa pengemasan yaitu 1.33 kgf/mm2 pada akhir penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 15oC menunjukan perubahan nilai kekerasan yang cukup besar yaitu pada kemasan LDPE di akhir penyimpanan mencapai 1.81 kgf/mm2.

Laju perubahan kekerasan selama penyimpanan pada suhu 15oC lebih tinggi ditunjukkan pada Gambar 11 diakibatkan penyusutan kadar air bahan selama penyimpanan. Salak pada suhu 15oC laju kekerasaannya lebih tinggi dibanding yang lain dikarenakan karena perlakuan pada suhu 15oC kulit salak kadar air nya rata-rata dari pengukuran pada hari ke 24 adalah 40.7% sehingga kulit salak menjadi mengeras dan nilai kekerasan yang terbaca pada rheometer akan meningkat. Perlakuan suhu dan kemasan tidak memberikan beda nyata kecoklatan dengan warna lebih gelap dibagian pangkal. Setelah dilakukan coating kitosan, warna salak lebih mengkilap dibandingkan salak yang tanpa dilapisi kitosan. Warna kulit yang disukai panelis berupa kenampakan kulit yang cerah mengkilap, tidak keriput dan tidak ada bintik-bintik pada area kulit salak.

(30)

Warna daging salak pondoh menjadi parameter kesukaan panelis karena warna dapat menunjukan kerusakan pada buah. Daging buah salak pondoh berwarna putih tulang pada awal penyimpanan dan akan berubah semakin gelap karena adanya pencoklatan enzimatis. Kekerasan dan tekstur salak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Selain itu rasa dan aroma salak sangat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Aroma salak yang segar dan wangi akan lebih menarik minat konsumen dari pada salak yang aromanya hambar. Salak pondoh sendiri memiliki kadar total padatan terlarut yang cukup tinggi sehingga tingkat kemanisan salak pondoh cukup tinggi. Rasa manis legit salak pondoh adalah andalan dari varietas salak ini, sehingga panelis lebih menyukai salak dengan rasa manis daripada salak dengat rasa sepet. Hasil organoleptik salak tiap perlakuan pengemasan pada penyimpanan suhu 15oC disajikan pada Gambar 13, 14, 15, dan Gambar 16.

Gambar 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama

penyimpanan pada suhu 15˚C dengan perlakuan tanpa pengemasan

Gambar 14 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15˚C dengan perlakuan ahan kemasan polipropilen

0

sangat suka suka netral tidak suka sangat tidak suka

0

(31)

Gambar 15 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu 15˚C dengan perlakuan ahan kemasan polietilen

Gambar 16 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan

pada suhu 15˚C dengan perlakuan bahan kemasan WSF

Hasil analisis uji hedonik menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh cenderung menurun selama penyimpanan. Kesukaan panelis terhadap salak dengan perlakuan tanpa pengemasan pada hari ke 15 penyimpanan sebanyak 28.57% panelis masih menyatakan suka. Perlakuan bahan kemasan menggunakan polipropilen (PP) meningkatkan tingkat kesukaan panelis. Sebanyak 35.71% panelis masih menyatakan suka terhadap salak pondoh pada hari ke 18 penyimpanan. Salak yang dikemas dengan LDPE meningkatkan kesukaan panelis hingga penyimpanan hari ke 21 sebesar 28.57% dari total keseluruhan panelis, sedangkan 7.14% panelis menyatakan suka terhadap salak pondoh dengan kemasan WSF pada hari ke 18 penyimpanan.

Salak dengan bahan pengemas LDPE mampu mempertahankan tingkat kesukaan konsumen hingga 21 hari, sedangkan pada hari ke 24 panelis menyatakan tidak suka. Panelis mengatakan suka terhadap salak berdasarkan beberapa kriteria yaitu warna salak coklat terang mengkilap, aroma segar, renyah dan warna daging terlihat segar serta rasa yang manis.

0

sangat suka suka netral tidak suka sangat tidak suka

0

(32)

Gambar 17 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang dengan perlakuan tanpa pengemasan

Gambar 18 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang dengan perlakuan bahan kemasan polipropilen

Gambar 19 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang dengan perlakuan bahan kemasan polietilen

0

sangat suka suka netral tidak suka sangat tidak suka

0

sangat suka suka netral tidak suka sangat tidak suka

0

(33)

Gambar 20 Tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang dengan perlakuan bahan kemasan WSF

Gambar 17, 18, 19, dan 20 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh di tiap-tiap perlakuan pada penyimpanan suhu ruang. Tingkat kesukaan panelis pada suhu ruang mengalami penurunan, dibandingkan dengan penyimpanan suhu 15oC. Sebanyak 57.14% panelis menyatakan suka salak dengan penyimpanan tanpa kemasan pada 3 hari penyimpanan sedangkan pada hari ke 6, sebanyak 64.28% panelis menyatakan netral dan 35.82% lainnya menyatakan tidak suka. Panelis menyatakan kesukaan tertinggi terhadap salak dengan pengemas polipropilen, sebanyak 42.85% dari panelis menyatakan suka pada hari ke 6 penyimpanan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan pengemasan dengan plastik film dan kitosan 0.5 % secara nyata berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan kontrol (salak dengan edible coating kitosan 0.5%). Besar kerusakan pada salak pondoh yang dikemas dengan kemasan plastik, lebih kecil dibandingkan dengan kontrol, selama pengamatan didapatkan bahwa faktor kemasan plastik film dan kitosan hanya berpengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar air, dan kerusakan buah. Umur simpan salak pondoh dengan kemasan plastik film lebih lama dibandingkan dengan perlakuan kontrol terutama pada penyimpanan pada suhu 15oC. Perlakuan pengemasan dengan bahan pengemas polietilen (LDPE) pada penyimpanan suhu 15°C mampu memperpanjang umur simpan salak pondoh dengan besar kerusakan lebih kecil dibandingkan perlakuan yang lain.

Salak pondoh memiliki masa simpan hingga 24 hari dengan perlakuan pengemasan plastik polietilen ketebalan 50µm dengan lubang perforasi 0.5% dan disimpan pada suhu 15oC. Kerusakan pada hari ke 24 sebesar 67% dan pada hari ke 21 kerusakannya sebesar 50%, persentase susut bobot pada akhir penyimpanan

0

(34)

sebesar 16% dengan besar susut bobot 0.687% per hari, besar total padatan terlarut 17.5-19.2 oBrix, kekerasan buah antara 1.5-2.1 kgf/mm2, kadar air pada penyimpanan hari ke 24 antara 78.5–80.5%, dan tingkat kesukaan panelis terhadap salak pondoh sebesar 72% menyatakan suka dan 28% panelis menyatakan tidak suka pada salak pondoh pada hari ke 21.

Saran

1. Persentase lubang perforasi pada kemasan salak pondoh perlu dilakukan uji lebih lanjut agar didapatkan nilai persentase lubang perforasi yang optimum agar masa simpan salak lebih lama.

2. Pada saat proses pengemasan salak pondoh, harus dipastikan bahwa salak pondoh dalam keadaan kering setelah diaplikasi kitosan agar kondisi tidak lembab sehingga dapat mencegah kerusakan dan penyakit.

3. Proses pengukuran nilai kekerasan buah seharusnya dilakukan pada bagian daging salak saja. Apabila pengukuran dilakukan pada kulit buah juga, maka kekerasan yang terukur akan naik akibat kehilangan air pada lapisan kulit buah selama penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

Akamine EK, H Kitagawa, H Subramanyam, dan PG Long. 1986. Kegiatan - kegiatan dalam gudang pengemasan, hal. 421-445. Di dalam: EB Pantastico (Ed.). Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Pres.

Badan Agribisnis Departemen pertanian. 1999. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Salak. Jakarta (ID): Deptan.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2010. Data Produksi Salak Pondoh Indonesia. Jakarta (ID): BPS.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3167 Salak. Jakarta (ID): BSN. Dewi LMN. 2012. Aplikasi coating kitosan untuk memperpanjang umur simpan

buah salak pondoh (Salacca edulis Reinw) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Chace W, EB Pantastico. 1975. Principle of Transport and Commercial Transport Operation, in: Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Fruit and Vegetable. Westport, Connecticut (US): The Avi Co. Inc.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2000. Daftar komposisi bahan makanan. Di dalam : Palupi, Hamidah S, Purwanti S. Peningkatan Produktivitas Hasil Olahan Salak Melalui Diversifikasi Sekunder untuk Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta (ID): Inotek 13: 1.

(35)

Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian penyimpanan salak segar (Salacca edulis Reinw) dalam kemasan film dengan modified atmosphere [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hugh T, J Krochta. 1994. Permeability properties of edible films. Di dalam: Krochta J, Baldwin E, Nisperos-Carriedo M, editor. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Switzerland, Swiss (CH): Technomic Publ. Co. Basel.

Kirwan MJ, WJ Strawbridge. 2003. Plastic in food packaging. Di dalam: Coles R, McDowell D, Kirwan MJ, editor. Food Packaging Technology. London (GB): Blackwell Publishing Ltd. hlm 191-193.

Mulyadi A. 2010. Buku Pintar Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Rachmawati M. 2010. Pelapisan Kitosan pada Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) sebagai Upaya Memperpanjang Umur Simpan dan Kajian Sifat Fisiknya Selama Penyimpanan. Di dalam: Siragih B, Dahrulsyah, Briawan D, Syamsu K, Roesli MS, Prihananto V, editor. Jurnal Teknologi Pertanian; 2010 Agust; Samarinda, Indonesia. Samarinda (ID): Universitas Mulawarman. hlm 45-50.

Robertson GL. 1993. Food Packaging : Principles and Practices. New York (US): Marcell Dekker, Inc.

Santoso BB, BS Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Jakarta (ID): Indonesia-Australia Eastern Univ. Project. hlm 187.

Sudheer KP, V Indira. 2007. Post Harvest Technology of Horticultural Crops. New Delhi (IN): Jai Bharat Printing Press.

Swatawati F, Wijayanti I, Susanto E. 2008. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Menjadi Edible Coating untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

(36)

Lampiran 1. Diagram alir tahapan penelitian

PP

Pengamatan setiap 3 hari selama 24 hari : kerusakan, laju susut bobot, kekerasan, uji TPT,

kadar air dan uji organoleptik Pengemasan

Penyimpanan pada suhu ruang (27-29 oC) dan suhu dingin 15ºC

WSF LDPE

Penirisan selama 5 menit

Pengeringan dengan kipas angin sampai kering Penyemprotan larutan kitosan

pada permukaan kulit salak

Analisis data

Pembuatan larutan kitosan 0.5 %

Salak yang telah disortasi

(37)

Lampiran 2 Data kerusakan salak pondoh selama penyimpanan

Lampiran 3 Data susut bobot salak pondoh selama penyimpanan

(38)

Lampiran 4 Data kekerasan salak pondoh selama penyimpanan

Lampiran 5 Data total padatan terlarut pada salak pondoh selama penyimpanan

Lama Penyimpanan

(hari)

Suhu (oC)

Total padatan terlarut (oBrix)

(39)

Lampiran 6 Data kadar air salak pondoh selama penyimpanan

Lama Penyimpanan

(hari)

Suhu (oC)

Kadar air (%)

P0 P1 P2 P3

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

1

15

78.5 79.7 79.1 78.5 79.7 79.1 78.5 79.7 79.1 78.5 79.7 79.1 3 78.3 79.4 78.8 82.2 77.1 84.2 79.0 78.8 81.1 82.5 78.5 82.4 6 77.3 79.6 78.5 82.1 78.8 79.6 79.4 84.0 78.1 83.4 81.8 81.1 9 76.7 85.4 81.0 85.1 83.8 82.8 83.2 77.7 81.3 86.1 79.6 80.9

12 81.6 78.7 80.1 81.7 80.0 80.5 78.4 77.2 82.3 80.4 79.4 81.6 15 77.4 76.7 77.0 76.6 77.9 80.4 77.7 77.7 78.4 76.6 79.0 83.9 18 75.9 76.6 76.3 80.6 78.5 79.3 77.9 77.8 78.5 78.3 80.8 85.2 21 74.4 66.0 70.2 80.6 81.5 79.3 78.8 79.5 77.4 80.0 80.9 85.2

24 - - - 78.4 80.4 81.7 78.3 80.8 85.2

1

27

80.3 81.1 80.7 79.6 82.8 81.7 84.4 77.3 79.0 81.0 79.7 81.9 3 79.2 77.0 78.1 83.7 79.4 80.4 80.2 78.9 78.1 80.5 77.6 78.5 6 78.6 75.9 77.2 82.1 77.6 80.4 79.3 79.3 79.9 80.4 79.3 79.3 9 - - - 80.2 79.9 80.3 81.9 78.7 78.6 77.5 78.7 77.8

Keterangan : P0 : Kontrol P1 : Polipropilen P2 : Polietilen

(40)

Lampiran 7 Analisis statistik persentase kerusakan salak pondoh selama penyimpanan

Laju kerusakan (%/Hari) salak pondoh

P0 P1 P2 P3

T1

4.513 3.272 2.745 3.164 4.639 3.019 2.685 3.871 4.576 3.714 3.045 3.770 T2

10.172 8.389 8.845 6.353 9.677 9.387 8.656 9.461 9.925 7.956 8.105 9.372 Keterangan : P0 : Kontrol

P1 : Polipropilen P2 : Polietilen P3 : WSF

Hasil analisis ragam (ANOVA) Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

(α = 0.05) kemasan 6.597 3 2.199 4.241 0.022* Suhu 160.789 1 160.789 310.122 0.000* kemasan * Suhu 0.724 3 0.241 0.465 0.710 Error 8.296 16 0.518

Total 1090.845 24

(41)

Lampiran 8 Analisis statistik persentase susut bobot salak pondoh selama penyimpanan

Laju susut bobot (%/Hari) salak pondoh

P0 P1 P2 P3

T1

1.108 0.599 0.717 0.319 0.847 0.579 0.676 0.508 0.978 0.638 0.667 0.402 T2

1.943 1.414 1.121 0.625 2.626 0.759 0.755 1.603 2.285 0.851 0.953 0.722 Keterangan : P0 : Kontrol

P1 : Polipropilen P2 : Polietilen P3 : WSF

Hasil analisis ragam (ANOVA) Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

(α=0.05)

Kemasan 3.370 3 1.123 15.126 0.000*

Suhu 2.419 1 2.419 32.574 0.000*

kemasan * Suhu 0.978 3 0.326 4.392 0.020*

Error 1.188 16 0.074

Total 31.353 24

(42)

Lampiran 9 Analisis statistik perubahan nilai total padatan terlarut salak pondoh selama penyimpanan

Nilai perubahan total padatan terlarut (%/hari)

P0 P1 P2 P3

T1

0.144 -0.138 -0.225 -0.962 0.006 -0.110 -0.183 -0.900 0.075 -0.171 -0.058 -0.931 T2

-0.317 -0.189 0.156 0.211 0.350 0.144 0.667 0.189 0.017 -0.122 -0.144 0.167 Keterangan : P0 : Kontrol

P1 : Polipropilen P2 : Polietilen P3 : WSF

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

(α=0.05)

Kemasan 0.678 3 0.226 5.559 0.008*

Suhu 0.875 1 0.875 21.516 0.000*

kemasan * Suhu 1.241 3 0.414 10.174 0.001*

Error 0.650 16 0.041

Total 3.669 24

(43)

Lampiran 10 Analisis statistik perubahan kadar air salak pondoh selama penyimpanan

Nilai perubahan kadar air (%/hari)

P0 P1 P2 P3

T1

-0.199 0.085 -0.007 -0.011 -0.653 -0.049 0.033 0.047 -0.426 0.006 0.108 0.256 T2

-0.284 0.067 -0.280 -0.384 -0.865 -0.325 0.157 -0.109 -0.574 -0.157 -0.040 -0.450 Keterangan : P0 : Kontrol

P1 : Polipropilen P2 : Polietilen P3 : WSF

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig.

(α=0.05)

kemasan 0.912 3 0.304 7.832 0.002*

Suhu 0.218 1 0.218 5.616 0.031*

kemasan * Suhu 0.049 3 0.016 0.418 0.743

Error 0.621 16 0.039

Total 2.536 24

(44)

Lampiran 11 Analisis statistik perubahan kekerasan salak pondoh selama penyimpanan

Nilai perubahan kekerasan (%/hari)

P0 P1 P2 P3

T1

0.0056 0.0204 0.0111 0.0074 0.0250 0.0111 0.0315 0.0389 0.0722 0.0111 0.0296 0.0185 T2

0.0083 0.0063 0.0097 0.0024 0.0398 0.0421 0.0250 0.0373 0.0444 0.0365 0.0194 0.0175 Keterangan : P0 : Kontrol

P1 : Polipropilen P2 : Polietilen P3 : WSF

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA)

Source Type III Sum

of Squares

df Mean

Square

F Sig

(α=0.05)

Kemasan 0.001 3 0.000 0.607 0.620

Suhu 1.715E-006 1 1.715E-006 0.005 0.944

kemasan * Suhu 0.000 3 0.000 0.373 0.774

Error 0.005 16 0.000

Total 0.020 24

(45)

Lampiran 12 Perhitungan luasan perforasi kemasan LDPE dan PP

Diketahui :

Persentase perforasi ( q ) = 0.5% Diameter lubang perforasi ( d ) = 6 mm Luas kemasan = 1140 cm2

= 0.1140 m2 Ditanya : jumlah lubang / kemasan . Jawab :

12d 2k 10-6 100

(12d)2 k 10-4 ( )

0.5 3.14 12 6 2 k 10-6 100 0.5 2 .26 k 10-4

0.5

2 .26 k 10

-4 0.01 69 k 10-4

k 0.01 690.0001

k 1 6.92 lu ang m2

n k luas area ilm n 1 6.92 0.1140

(46)

Lampiran 13 Hasil organoleptik panelis terhadap salak tanpa perlakuan selama

(47)

Lampiran 15 Hasil organoleptik panelis terhadap salak perlakuan pengemasan

(48)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1  Kandungan gizi buah salak pondoh per 100 gram
Tabel 2  Permeabilitas plastik film menurut jenisnya
Gambar 1  Letak titik tusuk salak pondoh dalam pengukuran kekerasan
Gambar 2  Kerusakan salak pondoh pada kulit dan daging buah oleh jamur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, maka secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan pola asuh yang di lakukan oleh orang tua tunggal

Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan

Deskripsi data yang akan disajikan berupa data hasil belajar lompat jauh gaya jongkok pada siswa kelas V SDN Sidomulyo II Krian Sidoarjo sebelum ( pre-test ) dan sesudah (

1. Bagi investor dan calon investor yang akan menanamkan modalnya pada perusahaan adar lebih memperhatikan fungsi dan peran dari Good Corporate Governance. Karena GCG

Adapun beberapa usulan strategi yang dapat dilakukan antara lain berupa kegiatan sosialisasi untuk para mahasiswa, dosen maupun staf, studi banding dengan kampus lain

Ibu bayi umur 6-12 bulan yang diberi penyuluhan dengan metode partisipatif mengalami peningkatan rata-rata skor praktek MP-ASI yang lebih tinggi dibanding

Beberapa unsur matematika yang ada dalam pola anyaman tersebut diantaranya: bangun geometri persegi, antara persegi yang satu dengan yang lainnya simetris, sudut-sudut

Dari rumusan masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan pada tinjaun pustaka, maka kerangka pikir dalam penelitan tentang perbandingan ketepatan anatomi dan