• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bobot Badan Tikus Betina Bunting Yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella Alpina) Pada Hari 13-21 Kebuntingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bobot Badan Tikus Betina Bunting Yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella Alpina) Pada Hari 13-21 Kebuntingan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BOBOT BADAN TIKUS BETINA BUNTING YANG DIBERI

EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (

Pimpinella

alpina

) PADA HARI 13-2I KEBUNTINGAN

WAHYU SRI WULANDARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bobot Badan Tikus Betina Bunting yang diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella alpina) pada Hari 13–21 Kebuntingan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Wahyu Sri Wulandari

(4)
(5)

ABSTRAK

WAHYU SRI WULANDARI. Bobot Badan Tikus Betina Bunting yang diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella alpina) pada Hari 13-21 Kebuntingan. Dibimbing oleh PUDJI ACHMADI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Purwoceng (Pimpinella alpina) adalah salah satu tanaman asli Indonesia yang berkhasiat sebagai afrodisiak, diuretik, dan tonik. Tanaman ini dapat ditemukan di dataran tinggi. Tanaman ini diduga memiliki efek androgenik dan anabolik. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pemberian 25 mg/300 g BB ekstrak etanol akar purwoceng pada hari 13–21 kebuntingan terhadap bobot badan tikus betina bunting. Terdapat dua kelompok tikus, kelompok kontrol yang tidak diberi purwoceng dan kelompok yang diberi 25 mg/300 g BB ekstrak etanol akar purwoceng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa purwoceng cenderung meningkatkan bobot badan dan konsumsi pakan pada tikus bunting.

Kata kunci : anabolik, afrodisiak, androgenik, bobot badan, purwoceng

ABSTRACT

WAHYU SRI WULANDARI. Body Weight of Pregnant Female Rats that were Given of Purwoceng Root’s Ethanol Extract at 13-21 Days of Pregnancy. Supervised by PUDJI ACHMADI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Purwoceng (Pimpinella alpina) is one of medicinal plants widely grow in Indonesia which can be used as aphrodisiac, diuretic, and tonic. Purwoceng generally be found in the highlands. This plant may also have androgenic and anabolic effect. This experiment was aimed to study the effect of purwoceng as body weight of pregnant rats that were given 25 mg/300 g BB of purwoceng root’s ethanol at 13–21 day of pregnancy. There were two groups of rats, the control group received placebo and the treatment group given 25 mg/300 g BB purwoceng. Result of the experiment indicated that purwoceng increased the body weight and feed consumptions of pregnant rats.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

WAHYU SRI WULANDARI

BOBOT BADAN TIKUS BETINA BUNTING YANG DIBERI

EKSTRAK ETANOL AKAR PURWOCENG (Pimpinella

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2015 ini ialah “Bobot Badan Tikus Betina Bunting yang diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella alpina) pada Hari 13-21 Kebuntingan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs Pudji Achmadi, MSi dan Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, masukan, dukungan, nasihat, serta kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Bapak Edi, beserta staf Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi (FKH IPB) Dramaga.

3. Drh Budhy Jasa Widiananta, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik.

4. Keluarga tercinta, Almarhum Mbah Taroji, Bapak Mujiono, Ibu Sri Murdiyati, Adik Ridwan Kurnia Fajar atas dukungan dan doa kepada penulis selama ini. 5. Teman-teman : Rio Topan, Meilany Cyntia, Maulana Sydik, Riska Amalia

Nurjannah, Ayu Herawati, Elma Nefia, Iga Mahardi, Tyas Noormalasari, Eny Dyah Pratiwi, Eka Deandra Rahayu, Tiara Widiati, Selma Anggita, Vian Puput Wijaya, Yenny Rakhmawati, Latifah Nur Laila, Hilda Ayu, Ganglion 48, dan Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS), serta seluruh Civitas Akademika Fakultas Kedokteran Hewan, atas segala doa, kerja sama, dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Purwoceng 2

Biologi Umum Tikus 3

Pertambahan Bobot Badan dan Konsumsi Pakan Tikus 4

METODE 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Alat dan Bahan 5

Pembuatan Larutan Ekstrak Akar Purwoceng 5

Penentuan Dosis Ekstrak 6

Tahap Persiapan Hewan 6

Tahap Perlakuan Hewan 6

Tahap Pengambilan Data 7

Analisis Statistik 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng terhadap

Pertambahan Bobot Badan 7

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng terhadap

Konsumsi Pakan Tikus Bunting 10

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji fitokimia akar purwoceng 3

2 Rataan bobot badan tikus betina bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng pada 13-21 hari kebuntingan 8

3 Rataan konsumsi pakan tikus betina bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng pada 13-21 hari kebuntingan 10

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi tanaman purwoceng 3

2 Bagan penelitian 7

2 Grafik persentase kenaikan bobot badan induk tikus betina bunting 9

3 Grafik peningkatan konsumsi pakan induk tikus betina bunting 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengolahan ANOVA pertambahan bobot badan tikus betina bunting 15

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman obat telah diketahui dapat menjadi produk jamu yang bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan (Soedibyo 1992). Pemanfaatan tanaman obat untuk tujuan peningkatan fertilitas pada manusia telah lama dikenal, tetapi belum banyak dilakukan pada hewan. Serangkaian studi dari tanaman obat membuktikan bahwa Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis yang sangat luas beserta keanekaragaman hayati yang ada didalamnya dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial. Salah satu tanaman obat asli Indonesia adalah Purwoceng (Pimpinella alpina). Tanaman ini banyak tumbuh di dataran tinggi. Penelitian fitofarmaka untuk mengetahui kandungan bahan aktif tanaman purwoceng terus dilakukan. Hal ini terkait dengan penggunaan tanaman purwoceng cenderung terus meningkat dan telah banyak beredar di pasaran. Berdasarkan laporan hasil uji fitokimia oleh Balittro (2011), akar purwoceng diketahui mengandung senyawa alkaloid, tanin, flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas ekstrak etanol purwoceng yang diberikan pada tikus betina galur Sprague-Dawley pada hari 13-21 kebuntingan terhadap pertambahan bobot badan melalui konsumsi pakannya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas pemberian ekstrak akar etanol purwoceng pada hari 13-21 kebuntingan terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting.

Hipotesis

Hipotesis yang dapat ditarik berdasarkan latar belakang di atas adalah: H0 : Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) pada

hari 13-21 kebuntingan tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting.

H1 : Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) pada hari 13-21 kebuntingan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting.

TINJAUAN PUSTAKA

Purwoceng

Purwoceng (Pimpinella alpina) adalah tanaman obat komersial asli Indonesia yang hidup di daerah pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangango di Jawa Barat, dan areal pegunungan di Jawa Timur. Menurut Rahayu dan Sunarlim (2002), akar tanaman purwoceng dilaporkan berkhasiat sebagai obat afrodisiak (meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi) dan diuretik (melancarkan saluran air seni). Tanaman obat lain yang bersifat afrodisiak antara lain pasak bumi (Nainggolan dan Simanjuntak 2005) dan ekstrak akar ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn) yang dapat meningkatkan jumlah spermatozoa hidup (Rahmi et al. 2011), serta cabe jawa yang mengandung senyawa piperin (Nuraini 2003).

(17)

3

Gambar 1 Morfologi Tanaman Purwoceng. a = tanaman, b = bunga kuncup, c = bunga mekar, d = buah, dan e = akar dari tanaman berumur 6 bulan ( Darwati dan Roostika 2006)

Pada penelitian ini, akar purwoceng yang digunakan berasal dari Dieng, Jawa Tengah dan telah dianalisa kandungan bahan aktifnya seperti yang tertera pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Hasil uji fitokimia akar Purwoceng

Uji fitokimia Hasil pengujian

Alkaloid +++

Saponin -

Tanin +

Fenolik -

Flavonoid +++

Triterfenoid +

Steroid +

Glikosida +

Keterangan:

- : Negatif, +: Positif Lemah, ++ : Positif, +++ : Positif kuat, ++++ : Positif kuat sekali

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011). Biologi Umum Tikus

(18)

4

Galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan memiliki ekor relatif lebih pendek (Baker et al. 1980). Penelitian yang dilakukan menggunakan tikus putih galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya (Malole dan Pramono 1989). Tikus galur Sprague-Dawley memiliki pertumbuhan yang cepat, temperamen baik, dan memiliki kemampuan laktasi yang tinggi (Baker et al. 1980). Tikus dapat hidup lebih dari 3 tahun dengan bobot badan berkisar 250-300 g pada betina dewasa dan bobot badan tikus jantan dewasa berkisar 450-520 g (Malole dan Pramono 1989).

Pertambahan Bobot Badan dan Konsumsi Pakan Tikus

Pertumbuhan memiliki makna yang luas bagi makhluk hidup. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap makhluk hidup dan umumnya dinyatakan dengan pengukuran bobot badan dan tinggi badan (Sampurna dan Suatha 2010). Menurut Lawrence dan Fowler (2002), pertumbuhan berarti pertambahan berat badan dan peningkatan ukuran akibat peningkatan jumlah sel (hiperplasia) atau peningkatan ukuran sel (hipertrofi). Anggorodi (1994) melaporkan bahwa pertumbuhan murni mencakup pertumbuhan dalam bentuk bobot, organ tubuh, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak). Pertumbuhan dan perkembangan yang baik dari makhluk hidup ditandai dengan terjadinya kenaikan berat badan yang mengikuti bentuk kurva pertumbuhan yang sigmoid. Pertumbuhan hewan dimulai sejak masih fetus yang dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesuburan induk, jenis kelamin, suhu lingkungan dan nutrisi makanan terutama protein, kandungan energi, aktivitas metabolisme, dan aktivitas fisik yang bersangkutan (Sulchan dan Nur 2007). Pertumbuhan yang cepat terjadi sampai tikus lepas sapih, dan mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan seiring bertambahnya usia. Laju pertumbuhan pada hewan dipengaruhi oleh hormon, tidak hanya hormon pertumbuhan tetapi juga oleh hormon androgen, glukokortikoid, insulin, dan tiroid (Ganong 2008). Hormon-hormon tersebut mempengaruhi pertumbuhan massa tubuh, termasuk pertumbuhan tulang dan metabolisme nitrogen (Soeparno 2009). Tingkat konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan tikus selama hewan tersebut hidup. Pakan memberikan pasokan beberapa zat makanan yang dibutuhkan untuk perbaikan kondisi tubuh ternak, perkembangan oosit dan spermatozoa, proses ovulasi, fertilisasi, perkembangan dan daya tahan embrio hingga lahir (Marjuki 2008).

(19)

5 Isoleusin, Leusin, Methionin, Tryptofan, Fenilalanin, Treonin, dan Valine. Kandungan vitamin juga dibutuhkan tikus seperti Vitamin A, D, B12, Alfatokoferol, Asam linoleat, Thiamin, Riboflavin, Phantotenat, Biotin, Cholin, dan Pyridoksin (National Research Council 1995). Tikus dewasa rata-rata mengkonsumsi 5 g pakan dan 10 ml air per 100 g BB (Malole dan Pramono 1989). Pemberian pakan pada tikus Sprague-Dawley selama periode pertumbuhan dan kebuntingan sebesar 15-20 g/hari, dan 30-40 g/hari selama menyusui (National Research Council 1995).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2015 sampai Mei 2015 bertempat di Laboratorium Fisiologi; Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi; Fakultas Kedokteran Hewan; Institut Pertanian Bogor dan di Kandang Hewan Coba; Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium FKH IPB.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan hewan coba 20 ekor tikus putih betina dan 20 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley (SD). Bahan yang digunakan adalah larutan NaCl fisiologis 0.9%, etanol 70%, ekstrak etanol akar purwoceng, kit akuades, pakan tikus (pelet), sekam. Alat yang digunakan adalah kandang tikus berupa kotak plastik, kawat kasa, jaring kawat sebagai penutup, botol minum tikus, spoit, pinset, gunting, objek gelas, sonde lambung, mikroskop, timbangan analitik digital, pipet, cotton buds, tissue, kapas, kain saring, Rotavapor Buchi R-205, chiller, oven, porselin, kertas nama, Erlenmeyer dan gelas ukur.

Pembuatan Larutan Ekstrak Akar Purwoceng

(20)

6

dapat diencerkan kembali dengan akuades jika ingin digunakan pada hewan coba sesuai dosis perlakuan.

Penentuan Dosis Ekstrak Purwoceng

Penentuan dosis pada penelitian ini berdasarkan penelitian terdahulu dari Nasihun (2009) yaitu sebesar 25 mg/ untuk bobot badan tikus sebesar 300 g atau 83.25 mg. Jadi jumlah ekstrak akar purwoceng yang dicekokan pada tikus yang memiliki bobot 300 g adalah sebanyak 0.5 ml.

Tahap Persiapan Hewan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley dengan bobot badan berkisar antara 150-200 g. Tikus dipelihara dalam kandang yang berbentuk kotak dan terbuat dari plastik, berukuran 30 cm × 20 cm × 20 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan jaring kawat sebagai penutup bagian atas dan lantai diberi sekam sebagai alas, serta botol air minum yang dijepit pada jaring kawat. Serutan kayu diberikan sebagai alas tikus dengan ketebalan dua cm. Tikus diberi pakan pellet sehari dua kali (pagi dan sore hari) sebanyak 10% dari BB dan pemberian air minum ad libitum. Penggantian sekam dan pencucian kandang dilakukan dua kali dalam seminggu.

Tikus percobaan diadaptasikan selama tiga minggu dengan melakukan pemeriksaan feses terhadap adanya telur cacing. Pemeriksaan menggunakan metode preparat natif, yaitu dengan meneteskan NaCl fisiologis 0.9% di atas gelas objek dan menambahkan beberapa bagian feses yang akan diperiksa dan diamati di bawah mikroskop. Sebanyak 20 ekor tikus dikawinkan secara alamiah dengan menyatukan hewan jantan dan betina dalam satu kandang dengan perbandingan 1:1. Deteksi perkawinan dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya spermatozoa yang mengelilingi sel kornifikasi pada preparat ulas vagina dengan menggunakan mikroskop. Pada umumnya jika terdapat banyak spermatozoa pada ulas vagina, sudah dapat dipastikan bahwa tikus tersebut bunting (Baker et al. 1980). Tikus yang bunting kemudian dipisahkan dari tikus jantan dan selanjutnya masuk ke tahap perlakuan.

Tahap Perlakuan Hewan

(21)

7

Gambar 2 Bagan Penelitian

Tahap Pengambilan Data

Bobot badan tikus bunting ditimbang dengan timbangan digital setiap hari selama kebuntingan dan pakan dihitung berdasarkan pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan yang ada.

Analisis Statistik

Hasil parameter yang diukur dinyatakan dengan rataan dan simpangan baku serta persentase kenaikan bobot badan. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistik dengan analisis sidik ragam dilanjutkan dengan Duncan (Steel dan Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Bunting

Purwoceng yang diberikan pada induk betina bunting pada hari 13-21 dengan dosis 25 mg untuk 300 g BB diduga dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan induk betina bunting dan konsumsi pakan. Pada hari 13-21 kebuntingan tikus mengalami pembentukan plasenta dan organogenesis (Theiler 1989). Masa plasentasi adalah masa pembentukan plasenta dan terjadi pembesaran

Tikus jantan

×

Tikus betina

Tikus betina bunting

Kelompok A (kontrol) Kelompok B (perlakuan)

Dicekok air 13-21 hari kebuntingan, ditimbang setiap hari dan dihitung konsumsi pakan

(22)

8

abdomen serta tingginya vaskularisasi yang menghubungkan antara induk dan embrio (Hunter 1995). Masa plasentasi tikus dimulai pada hari ke-9 dan ke-10. (Hunter 1995). Hasil penelitian pertambahan bobot badan pada tikus kelompok kontrol dan tikus kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan bobot badan tikus betina bunting kontrol dan yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng pada hari 13-21 kebuntingan

Rataan bobot badan

harian Perlakuan (g) Persentase kenaikan bobot badan (%)

Kontrol Purwoceng Kontrol Purwoceng

* signifikan pada taraf nyata 5%

(23)

9 Kemudian pada hari ke-17 kebuntingan persentase kenaikkan bobot badan masih lebih tinggi pada induk tikus bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng yaitu 32.14% dibandingkan dengan kontrol yang hanya mencapai kenaikan persentase bobot badan mencapai 29.84%. Peningkatan ini berlanjut sampai hari ke-21 kebuntingan. Persentase kenaikkan bobot badan pada induk tikus bunting pada hari ke-21 masing-masing yaitu 47.94% untuk perlakuan dan 43.28% untuk kontrol.

Persentase kenaikan bobot badan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase kenaikan bobot badan induk tikus betina bunting Pertambahan bobot badan tikus betina bunting yang dicekok purwoceng cenderung lebih cepat dibandingkan tikus betina kontrol diduga karena adanya kadar estrogen yang meningkat akibat pemberian purwoceng. Purwoceng diduga bekerja seperti estrogen, yaitu membuat sel-sel mampu berproliferasi. Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011) didapatkan zat-zat antara lain alkaloid, tanin, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida. Hasil uji menunjukkan bahwa kandungan terbanyak pada purwoceng adalah alkaloid dan flavonoid. Senyawa yang dikandung tersebut menunjukkan bahwa purwoceng mengandung suatu substrat yang memiliki khasiat mirip estrogen (Fitoestrogen). Fitoestrogen atau sumber estrogen berbasis tumbuh-tumbuhan merupakan senyawa non steroidal mempunyai aktivitas estrogenik atau dimetabolisme menjadi senyawa beraktivitas estrogen (Tsourounis 2004). Molekul-molekul fitoestrogen dapat menempati reseptor estrogen (Anggaini 2008). Estrogen mempunyai dua jenis reseptor yaitu reseptor alfa (REα) dan beta (REβ). Reseptor α terdapat pada organ testis, epididimis, ovarium, payudara, ginjal, uterus, hipofisis dan adrenal sedangkan reseptor beta ditemukan pada ovarium (Ganong 2003).

(24)

10

dapat mempengaruhi perkembangan morfologi dan fungsional organ reproduksi (Hughes et al. 2004). Purwoceng yang diberikan pada saat kebuntingan dapat membantu pekerjaan estrogen endogen dengan menduduki reseptor yang sama dengan sifat agonisnya. Estrogen juga mempunyai reseptor α pada uterus sehingga menimbulkan respon berupa proliferasi sel-sel yang terdapat pada uterus. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pemberian ekstrak etanol akar purwoceng pada hari 1-13 kebuntingan mampu mempercepat pertambahan bobot ovarium dan uterus tikus betina bunting (Satyaningtijas et al. 2014).

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Purwoceng Terhadap Konsumsi Pakan Tikus Bunting

Pengaruh pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) pada hari 13-21 kebuntingan terhadap konsumsi pakan tikus betina bunting dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan konsumsi pakan tikus betina bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng pada hari 13-21 kebuntingan

Rataan konsumsi pakan

* signifikan pada taraf nyata 5%

(25)

11 Peningkatan ini berlanjut sampai induk tikus tersebut melahirkan. Peningkatan konsumsi pakan pada induk tikus bunting dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peningkatan konsumsi pakan induk tikus betina bunting

Konsumsi pakan induk tikus bunting yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsumsi pakan induk tikus bunting kontrol. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain umur, spesies, aktivitas, bobot badan, jenis kelamin dan suhu lingkungan. National Research Council (1995) menyatakan bahwa rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus putih galur Sprague-Dawley selama periode pertumbuhan dan kebuntingan sebesar 15-20 g/hari, dan 30-40 g/hari selama menyusui. Kebutuhan nutrisi dan konsumsi pakan semakin meningkat seiring dengan semakin tuanya umur kebuntingan. Peningkatan konsumsi pakan menyebabkan pertambahan bobot badan karena adanya peningkatan metabolisme fisiologis pada hewan bunting.

Menurut Darwati dan Roostika (2006), akar tanaman purwoceng dilaporkan berkhasiat obat sebagai afrodisiak, diuretik, dan tonik. Tonik merupakan zat yang digunakan untuk mengembalikan kondisi normal jaringan atau untuk merangsang nafsu makan. Purwoceng berkhasiat obat sebagai tonik dan melancarkan peredaran darah (Hermayanti 2013). Pada tikus bunting terdapat plasenta yang merupakan salah satu tempat penghasil ghrelin. Ghrelin merupakan peptida asam amino yang dapat diproduksi dan diekskresikan di dalam kelenjar-kelenjar mukosa yang tersebar di lambung. Ghrelin juga dapat dihasilkan sedikit di testis, plasenta, pankreas, ginjal, dan bagian otak lainnya (Gualillo et al. 2003). Mekanisme kerja ghrelin adalah merangsang sinyal lapar melalui jalur syaraf yang memproduksi NPY (Neuropeptida Y) sehingga dapat menyebabkan peningkatan asupan makanan (Cowley et al. 2003). Purwoceng yang mempunyai efek anabolik diduga semakin banyak memproduksi ghrelin pada plasenta sehingga tingkat konsumsi pakan pada tikus bunting yang diberi purwoceng lebih tinggi dibandingkan tikus kontrol.

(26)

12

berikatan dengan reseptor hormon androgen dan menimbulkan terjadinya proses anabolik seperti peningkatan protein. Aksi metabolik adalah terjadinya peningkatan aktivitas anabolisme protein yang diduga menyebabkan pertambahan bobot badan dan peningkatan kebutuhan energi oleh tubuh yang dapat dipergunakan oleh tikus bunting. Peningkatan kebutuhan energi menuntut asupan pakan yang lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan tikus bunting. Protein adalah salah satu zat gizi yang sangat penting bagi makhluk hidup karena kulit, tulang, otot dan semua bagian tubuh lain dibangun oleh protein. Protein mempunyai banyak fungsi yaitu digunakan untuk membangun jaringan yang baru selama periode pertumbuhan, kehamilan, masa anak-anak, untuk kesehatan tubuh dan juga untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (Goenewegen et al. 1990)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) dengan dosis 25 mg/ 300 g BB selama 13 sampai dengan 21 hari kebuntingan meningkatkan pertambahan bobot badan dan cenderung meningkatkan konsumsi pakan tikus betina bunting.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis optimum yang aman untuk digunakan serta perlu adanya pengukuran kadar DNA yang menggambarkan proliferasi sel dan pengukuran RNA yang menggambarkan aktivitas sintesis sel.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta(ID): Gramedia.hlm 178. Anggaini W. 2008. Fitoestrogen sebagai alternative alami terapi sulih hormon

untuk pengobatan osteoporosis primer pada wanita menopouse. M.I.Ked Gigi. 23(1): 27, 29.

Baker DEJ, Lindsey JR, Weisborth SH. 1980. The laboratory rat: Research Application Vol 2. London: Academic Pr Inc.hlm 453-478.

[Balittro] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2011. Hasil uji fitokimia dari akar purwoceng. Bogor (ID): Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Cowley MA, Smith RG, Diano S. 2003. The distribution and mechanism of action of ghrelin in the CNS demonstrated a novel hypothalamic circuit regulating energy homeostasis. Neuron.37:649-661.

(27)

13 Favaro WJ, Cagnon VHA. 2007. Immunolocalization of androgen and oestrogen reseptors in the ventral lobe of rats (Rattus norvegicus) prostate after long-term treatment with ethanol and nicotine. Int J Androl.31:609-618.

Fernandez I, Gacia MAA, Pingarron MC, Jerez LB. 2006. Physiological bases of bone regeneration II. The remodeling process. Med Oral Patol Cir Bucal.11:E151-157.

Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID):EGC. Hal 1265-75.

Ganong WF. 2008. Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Penerjemah: M. Djuhari Widjajakusumah.Jakarta(ID) :EGC.Halaman 253-256.

Glover A, Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormon receptor expression. J Endocrinology. 189: 565-573.

Goenewegen PP, Bride Mc, B W, JH Burton, T H Elsasser. 1990. Bioactivity of milk from bST -treated cow s. J of Nut.120, 514.

Gualillo O, Lago F, Gomez RJ. 2003. Ghrelin, a widespread hormone: insight to molecular and cellular regulation of its expression and mechanism of action. FEBS letter.552:105-109.

Hermayanti. 2013. Uji efek tonikum ekstrak daun ceguk (Quisqualis indica L.) terhadap hewan uji mencit (Mus musculus). J Bionature. 14(2):95-99. Hughes CL, Liu G, Beall S, Foster WG, Davise V. 2004. Effects of genistein or

soy milk during late gestation and lactation on adult uterine organization in the rat. Exp Biol Med. 229:108-117.

Hunter RHF. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Bandung (ID): ITB.hlm 469.

Kohn DF, Barthold SW. 1984. Biology and Disease of Rat Laboratory Animal Medicine.New York: Academic Pr.Inc.hlm 91-122.

Lawrence TLJ, VR Fowler. 2002. Growth of Animal. New York. CABI Publising.hlm 63-66

Malole MBM, Pramomo SP. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor (ID): Penerbit Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi IPB.hlm 16-18.

Marjuki. 2008. Penggunaan tepung ikan dalam pakan konsentrat dan pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan kambing betina. J ternak tropika. 9(2):90-100.

Nainggolan O, Simanjuntak JW. 2005. Pengaruh ekstrak etanol akar pasak bumi terhadap perilaku seksual mencit putih. Cermin Dun Ked.146:47

Nasihun T. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina Molk) terhadap peningkatan indikator vitalitas pria (studi eksperimental pada tikus jantan Sprague Dawley. JSains Med.1(1):53-62.

National Research Council. 1995. Nutrient Requirement of the Laboratory Rat Washington. National Academic Pr.hlm 22-98.

Nuraini A. 2003. Mengenal etnobotani beberapa tanaman yang berkhasiat sebagai aprodisiak. BPOM RI.4(10):1-4.

Rahardjo M. 2003. Purwoceng tanaman obat afrodisiak yang langka. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.9(2):4-7.

(28)

14

Rahman D. 2014. Tampilan anak tikus betina (Rattus norvegicus) dari induk yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmi, Eriani K, Widyasari. 2011. Potency of java ginseng (talinum paniculatumgaertn.) root extract on quality and viabilityof mice sperm. J Natural.11(1):8-10.

Sampurna IP, Suatha IK. 2010. Pertumbuhan alometri dimensi panjang dan lingkar tubuh sapi Bali jantan. J vet Indones.11(1):46-51.

Satyaningtijas AS, Maheswari H, Achmadi P, Pribadi WA, Hapsari S, Jondriatno D. 2014. Kinerja reproduksi tikus bunting akibat pemberian ektrak etanol purwoceng. J Med Vet Indones.8(1):35-37.

Sugiastuti S, Rahmawati H. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa organik fraksi semipolar herba purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII. Bogor(ID).hlm 255-261.

Sulchan M, Nur EW. 2007. Nilai gizi dan komposisi asam amino tempe gembus serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tikus. Maj Ked Indones. 57(3). Suzery M, Cahyono B, Ngadiwijaya, Nurhasnawati H. 2004. Senyawa

stigmasterol dari Pimpinella alpina Molk. (Purwoceng). Suplemen.39(1): 39-41.

Soedibyo BM. 1992. Pendayagunaan tanaman obat. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah. Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat. Bogor (ID). Puslitbang Tanaman Industri.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta :UGM Pr. Hlm 17. Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Sumantri

B,penerjemah. Jakarta (ID): Gedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

Theiler Karl. The House Mouse: Atlas of Embryonic Development.1989. New York : Springer-Verlag.

Tsourounis C. 2004. Clinical effect of fitoestrogen. Clin Obst Ginecol.44:836-842 Usmiyati S, Yuliani S. 2010. Efek androgenik dan anabolik ekstrak akar

Pimpinella alpinaMOLK (Purwoceng) pada anak ayam jantan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Widowati D, Faridah. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa organik fraksi semipolar herba purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII. Bogor(ID).pp.hlm 255-261.

(29)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil pengolahan ANOVA pertambahan bobot badan tikus betina bunting

One Way ANOVA : bb1 versus perlakuan

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 2 K P

hari 1 H1

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20 Dependent Variable: respon

Source DF Sum of square Mean Square F Value Pr > F

Model 1 8.450000 8.450000 0.03 0.8598

Error 18 4734.500000 263.027778

Corrected

Total 19 4742.950000

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.001782 9.565397 16.21813 169.5500

Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 263.0278

Number of Means 2

Critical Range 15.24

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 170.200 10 P

A

(30)

16

Level of respon

Hari N Mean Std Dev H1 20 169.550000 15.7996502

Lampiran 2 Hasil pengolahan ANOVA konsumsi pakan tikus betina bunting Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 2 K P

hari 1 H1

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20 Dependent Variable: respon

Source DF Sum of square Mean Square F Value Pr > F

Model 1 22.0500000 22.0500000 0.87 0.3634

Error 18 456.5000000 25.3611111

Corrected Total 19 478.5500000

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.046077 46.41458 5.035982 10.85000 Duncan's Multiple Range Test for respon

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square 25.36111

Number of Means 2

Critical Range 4.732

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 11.900 10 P

A

A 9.800 10 K

Level of respon

(31)

17

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Morfologi Tanaman Purwoceng. a = tanaman, b = bunga kuncup, c = bunga mekar, d = buah, dan e = akar dari tanaman berumur 6 bulan  ( Darwati dan Roostika 2006)
Gambar 2 Bagan Penelitian
Tabel 2 Rataan bobot badan tikus betina bunting kontrol dan yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng pada hari 13-21 kebuntingan
Gambar 3 Persentase kenaikan bobot badan induk tikus betina bunting
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas, penulis selaku kepala sekolah melakukan terobosan untuk menyikapi sekaligus memperbaiki pola-pola pemikiran yang salah dengan memberikan

Sasaran lain dari penelitian ini adalah menguji pengaruh antara privasi kepercayaan, keamanan, serta pengalaman.Kepercayaan dan resiko menjadi konsep dalam penelitian

Berdasarkan hasil penulisan dan pembahasan dapat disimpulkan nilai pendidikan moral pada puisi anak dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat edisi bulan Januari – Juni

Cara untuk menentukan seberapa layak seorang mahasiswa untuk direkomendasiakn mendapatkan beasiswa salah satunya dapat menggunakan metode fuzzy query database dengan

PERAN MOTIVASI KERJA DALAM MEMEDIASI PENGARUH PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN PRESTASI AKADEMIK TERHADAP KESIAPAN KERJA STUDI KASUS PADA SISWA KELAS XI AKUNTANSI DI SMK PALEBON

Maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah (1) Guru seni musik dapat menggunakan media iringan MIDI dalam proses pembelajaran vokal untuk meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja tentang keamanan makanan jajanan antara sebelum dan sesudah pendidikan dengan media

Untuk saat ini yang menjadi masalah utama pada keluarga Bapak I Dewa Nyoman Kerug pada masalah pendapatan yang tidak mencukupi karena Bapak I Dewa Nyoman Kerug