PERBANDINGAN METODE WILLIAMS DAN BETA-BINOM
DALAM REGRESI LOGISTIK BERMASALAH LAJAK-RAGAM
(
OVERDISPERSION
) : KASUS PEMILU INDONESIA 2014
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
RINGKASAN
FIRMAN HIDAYAT. Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014. Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO dan BAGUS SARTONO.
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini di Indonesia merupakan sistem pemilihan langsung yang memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat pemilih untuk menentukan partai, calon anggota legislatif, dan calon presiden yang akan mereka pilih. Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2011 (LSI 2011) menemukan bahwa instabilitas pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) kemungkinan terkait dengan rasionalitas dari pemilih. Rasionalitas pemilih tersebut di setiap kabupaten/kota di Indonesia berbeda-beda. Faktor rasionalitas tercermin dari nilai komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Irvani (2012) dalam penelitiannya pada kasus pilpres 2009, menunjukkan bahwa Kondisi ekonomi-politik, identitas partai dan kualitas calon yang bersaing merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong keputusan memilih calon presiden. Pada penelitian ini akan dibahas faktor rasionalitas dan faktor ideologis yang tercermin pada pilihan partai pada saat pemilu legislatif terhadap keputusan memilih calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau Joko Widodo-Jusuf Kalla
Regresi logistik merupakan regresi yang digunakan ketika peubah responnya berupa biner. Akan tetapi pada regresi logistik seringkali terjadi masalah ketika ragam dari peubah respons tidak mengikuti ragam dari sebaran binom, yaitu n(1). Jika ragam dari peubah respons lebih besar dari ragam sebaran binom maka masalah ini di dalam literatur dikenal sebagai masalah lajak ragam. Metode yang digunakan untuk menangani lajak-ragam pada penelitian ini adalah dengan metode Williams dan Beta-Binom.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil perolehan suara pilpres 2014 menurut kab/kotadan data perolehan suara partai politik pada pileg 2014 serta data nilai komponen IPM yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), AMH, RLS, dan Pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Berdasarkan analisis regresi logistik terdapat masalah lajak ragam, sehingga dapat ditangani dengan metode Williams dan Beta-Binom. Metode Williams merupakan metode yang lebih baik dibandingkan metode Beta-Binom dalam mengatasi masalah lajak ragam. Hal itu dikarenakan pada metode Williams mempunyai nilai Akaike Information Criterion (AIC) lebih kecil daripada metode Beta-Binom yaitu 8210.747 untuk metode Williams dan 11380.200 untuk metode Beta-Binom. Peubah-peubah yang berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi keputusan pemilih pada pilpres 2014 adalah AHH, AMH, RLS, dan KIH.
pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai rasio odds RLS sebesar 0.911 berarti bahwa setiap kenaikan 1 tahun RLS, maka akan menurunkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 0.911 kali dibandingkan memilih pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai rasio odds KIH sebesar 6.162 berarti bahwa setiap kenaikan 1 persen KIH, maka akan menaikkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 6.162 kali dibandingkan memilih pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Faktor rasionalitas pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai rasionalitas yang lebih rendah dibandingkan pemilih yang memilih Prabowo-Hatta. Hal itu disebabkan nilai AMH dan RLS kab/kota dari domisili pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan kab/kota dari domisili pemilih yang memilih Prabowo-Hatta. Faktor ideologis partai dari pemilih yang memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mayoritas berasal dari pemilih yang memilih partai yang tergabung dalam KMP pada saat pileg berlangsung. Hal ini menunjukkan faktor ideologis partai pada hasil pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak berpengaruh nyata
SUMMARY
FIRMAN HIDAYAT. Comparison of Williams and Beta-Binomial Methods Logistic Regression Accounting for Overdispersion: A Case of Indonesia General Election Data 2014. Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and BAGUS SARTONO.
The Systems Election in Indonesia today is the direct election system that provides complete freedom for voters to determine the parties, legislative candidates, and presidential candidate that they will vote. The results of a survey was conducted by the Indonesian Survey Institute in 2011 (LSI 2011) found that the instability of the legislative and presidential elections may be linked to the rationality of voters. The rationality of voters in each district / city in Indonesia vary. Rationality factors can be reflected by components Human Development Index (HDI) is the literacy rate (AMH) and the mean years school (RLS). Irvani (2012) in his research at the case of the presidential election in 2009, showed that the political-economic conditions, the identity of parties and the candidates quality competing were factors that could encourage the decision to choose a presidential candidates. This research will be discussed rationality and ideological factors were reflected on the choice of the parties at the legislative election to the decision to choose Prabowo-Hatta or Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Regression Logistic was the regression that could be used when the response variable was binary form. However, the logistic regression often occurs anomaly when the variance of the response y not follow variety of binomial distribution, namely n(1). If the variance of the response is greater than a variety of binomial distribution then this problem in the literature is known as the overdispersion problem. The method that is used to handle overdispersion in this study is Williams Method and Beta-Binomial.
The data used in this research were the data vote results of presidential election 2014 according to districts / cities and the data vote results of political parties in legislative election 2014, and the data components of HDI value were life expectancy (AHH), literacy rate (AMH), mean years school (RLS) and expenditure per capita adjusted.
Based on logistic regression analysis, there was a overdispersion problem, so it can be handled by Williams and beta binomial methods. The Williams method was better than beta binomial method in overcame overdispersion problem. That's because Williams method has a value Akaike Information Criterion (AIC) and standard error were smaller than beta binomial. AIC value Williams method was 8210.747 smaller than beta binomial was 11380.2. The variables that affected significantly in influencing the decision of voters in the presidential election 2014 were AHH, AMH, RLS, and KIH
Prabowo-Hatta. Furthermore, OR value for KIH was 6.162 that every increase of 1 percent KIH, it would raise the number of votes Joko Widodo-Jusuf Kalla by 6162 times compared to choose Prabowo-Hatta.
The rationality factor of voters who voted Joko Widodo-Jusuf Kalla has a rationality that is lower than the voters who choose Prabowo-Hatta. That is because the value of AMH and RLS districts / cities came from voters who voted Joko Widodo-Jusuf Kalla has a lower value than districts / cities came from voters that choose Prabowo-Hatta. The ideological parties factor of voters who voted Joko Widodo-Jusuf Kalla, the majority came from voters who vote for parties which are members of the KMP at legislative election. This showed ideological parties factors at winnings Joko Widodo-Jusuf Kalla had no significant effect Keywords : Overdispersion, Williams’Method, General Election, Beta-Binomial
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Statistika Terapan
PERBANDINGAN METODE WILLIAMS DAN BETA-BINOM
DALAM REGRESI LOGISTIK BERMASALAH LAJAK-RAGAM
(
OVERDISPERSION
) : KASUS PEMILU INDONESIA 2014
FIRMAN HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) :
Kasus Pemilu Indonesia 2014 Nama : Firman Hidayat
NIM : G152130071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Ketua
Dr. Bagus Sartono, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dr. Ir. Indahwati, M.Si
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Perbandingan Metode Williams dan Beta-Binom dalam Regresi Logistik Bermasalah Lajak-Ragam (Overdispersion) : Kasus Pemilu Indonesia 2014”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S dan Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si selaku penguji luar komisi pembimbing atas masukan yang diberikan.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini.
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang takterhingga juga penulis ucapkan kepada kedua orangtuaku Bapak Asropi dan Ibu Karimah yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan semangat penulis disetiap langkahnya dengan penuh kasih sayang serta mendoakan penulis tiada hentinya demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga istriku tercinta Siti Nur Kholifah serta seluruh keluargaku atas doa dan semangatnya.
Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Keluaran yang diharapkan 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Regresi Logistik 3
Lajak Ragam 4
Metode Williams 5
Regresi Beta-Binom 5
Pengujian Parameter 6
Pengujian Kesesuaian Model 7
Pemilihan Model Terbaik 7
METODE PENELITIAN 7
Data 7
Metode Analisis 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Pemrosesan Data Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014 9
Pemrosesan Data Komponen IPM 2013 10
Deskripsi Hasil Pemilihan Legislatif 2014 10
Deskripsi Hasil Pemilihan Presiden 2014 10
Pascapilpres 2014 13
Pengujian Multikolinieritas 14
Analisis Regresi Logistik 14
Perbandingan Hasil Regresi Logistik, Metode Williams dan Beta Binom 15
Pemilihan Model Terbaik 16
Rasionalitas dan Ideologis Partai 18
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
DAFTAR TABEL
1 Deskripsi jumlah pemilih serta jumlah suara pileg & pilpres 2014 10 2 Koalisi partai yang unggul pada pileg terhadap hasil pilpres 11
3 Nilai korelasi antar peubah bebas 14
4 Pendugaan parameter regresi logistik & kriteria kecocokan model 14 5 Ukuran statistik untuk mendeteksi lajak-ragam 15 6 Perbandingan hasil Williams dan hasil Beta-Binom pada model penuh 16 7 Perbandingan hasil Williams dan hasil Beta-Binom pada model tidak penuh 16
8 Selang kepercayaan 95% rasio odds 17
DAFTAR GAMBAR
1 Pergeseran suara pasangan capres dan koalisi partai pada pemilu 2014 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data rata-rata perolehan suara pada pileg dan pilpres 2014 serta komponen
IPM 2013 per provinsi 21
2 Pergeseran perolehan suara dari hasil pileg ke hasil pilpres yaitu dari KIH ke Prabowo-Hatta & dari KMP ke Jokowi-Jusuf Kalla 22 3 Peta tematik keunggulan KMP & KIH pada pileg 2014 tingkat kab/kota 24 4 Peta tematik persentase suara KIH pada pileg 2014 tingkat provinsi 25 5 Peta tematik kemenangan capres dan cawapres pada pilpres 2014
tingkat kab/kota 26
6 Peta tematik persentase suara Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres 2014
tingkat provinsi 27
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini di Indonesia merupakan sistem pemilihan langsung yang memberikan kebebasan sepenuhnya bagi masyarakat pemilih untuk menentukan partai, calon anggota legislatif, dan calon presiden yang akan mereka pilih. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 merupakan pilpres ketiga yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Di sisi lain, ketatnya kualifikasi kepesertaan pemilu menyebabkan tingginya derajat kompetisi (competitiveness) partai peserta pemilu 2014 yang diikuti 12 partai dan 2 pasang calon presiden dan calon wakil presiden. Pada pilpres 2014 terdapat kekuatan 2 Koalisi yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). KIH terdiri atas 5 partai yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sedangkan KMP terdiri atas 7 Partai yaitu Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Sedangkan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden terdapat 2 pasangan yaitu pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Hasil sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2011 (LSI 2011) menemukan bahwa instabilitas pemilihan legislatif dan pemilihan presiden kemungkinan terkait dengan rasionalitas dari pemilih. Rasionalitas pemilih tersebut di setiap kabupaten/kota di Indonesia berbeda-beda. Hal itu dikarenakan setiap kabupaten/kota mempunyai nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berbeda. Penilaian IPM ini berdasarkan komponennya berupa Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan pengeluaran perkapita yang disesuaikan. IPM terdiri dari 3 dimensi yaitu dimensi kesehatan yang diukur dengan AHH, dimensi pendidikan yang diukur dengan AMH dan RLS, serta dimensi standar hidup layak. United Nations Development Programme (UNDP) mengukur standar hidup layak dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan, sedangkan BPS menggunakan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (BPS 2008).
IPM merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia dengan melihat perkembangannya dari waktu ke waktu. Angka IPM berkisar antara 0 hingga 100. Semakin mendekati 100, maka diindikasikan pembangunan manusia semakin baik. Berdasarkan nilai IPM, UNDP membagi status pembangunan manusia ke dalam 3 (tiga) kriteria, yaitu: rendah untuk IPM kurang dari 50, sedang atau menengah untuk nilai IPM antara 50 – 79,9 dan tinggi untuk nilai IPM 80 ke atas. Namun ada pula yang membagi lagi kategori menengah menjadi kategori menengah bawah (Nilai IPM 50 – 65,9) dan menengah atas (Nilai IPM 66 – 79,9) (BPS 2008)
2 merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong keputusan memilih calon presiden. Pada penelitian ini akan dibahas faktor rasionalitas dari pemilih yang dapat tercermin dari nilai AMH dan RLS di suatu kab/kota. serta faktor ideologis partai yang tercermin pada pilihan partai pada saat pemilu legislatif (pileg) terhadap keputusan memilih calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau Joko Widodo-Jusuf Kalla. Faktor rasionalitas pemilih di suatu kab/kota berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat rasionalitas pemilih di suatu kab/kota, maka semakin tinggi pula nilai AMH dan RLS di suatu kab/kota tersebut. Sebaliknya faktor ideologis partai dari pemilih dapat dilihat dari kekonsistenan pemilih pada pilihan partai pada saat pileg terhadap pilihan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung oleh koalisi partai yang dipilihnya.
Dengan demikian, peneliti ingin menduga apakah pemilih di Indonesia merupakan pemilih yang rasional atau tidak serta apakah pemilih tersebut cenderung memegang ideologis atau tidak dengan koalisi partai politik tertentu terhadap pemilihan presiden 2014 antara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dengan menggunakan regresi logistik, permasalahan tersebut bisa teratasi karena regresi logistik merupakan regresi yang digunakan ketika peubah responnya bersifat biner. Akan tetapi pada regresi logistik seringkali terjadi masalah ketika ragam dari peubah respons tidak mengikuti ragam dari sebaran binom, yaitu n(1). Jika ragam dari peubah respons lebih besar dari ragam sebaran binom maka masalah ini di dalam literatur dikenal sebagai masalah lajak ragam. Jadi, secara umum, lajak-ragam adalah suatu keadaan dimana keragaman dari data lebih besar dari keragaman yang seharusnya diperoleh sesuai dengan model statistika digunakan. Beberapa penyebab lajak-ragam adalah keliru dalam menspesifikasikan komponen sistematik, adanya satu atau lebih data pencilan, fungsi penghubung logistik yang digunakan terhadap model tidak tepat, adanya korelasi antar pengamatan (Hinde dan Demetrio 2007).
Adanya lajak-ragam menyebabkan penarikan kesimpulan yang tidak tepat. Ada beberapa cara untuk mengatasi lajak-ragam diantaranya regresi logistik dengan pengaruh acak, model Beta-Binom, metode Williams, Persamaan Pendugaan Terampat atau Generalized Estimating Equation (GEE). Metode yang digunakan untuk menangani lajak-ragam pada penelitian ini adalah dengan metode Williams dan Beta-Binom. Ide dari metode Williams yaitu menyamakan nilai chi-square Pearson dengan aproksimasi nilai harapan. Metode ini memberikan pembobot i pada pengamatan sehingga menghasilkan persamaan statistik chi-square Pearson yang didekati dengan nilai harapan. Sedangkan Model Beta-Binom digunakan untuk mengakomodasi ragam dari peluang respon dengan menggunakan sebaran Beta.
Dengan demikian akan diperoleh bagaimana model regresi logistik beserta penanganan lajak-ragam untuk hasil pilpres dan membandingkan model yang lebih baik diantara metode Williams dengan metode Beta-Binom.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
3 2. Bagaimana mengevaluasi model Williams dan Beta-Binom dalam
menangani lajak ragam?
3. Apakah rasionalitas dan ideologis partai dari pemilih dapat mempengaruhi keputusan dalam memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilihan presiden 2014?
4. Bagaimana membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota se-Indonesia dan menurut provinsi se-Indonesia
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji model regresi logistik bermasalah lajak ragam
2. Mengevaluasi model Williams dan Beta-Binom dalam menangani lajak ragam.
3. Mengkaji rasionalitas dan ideologis partai dari pemilih pada pemilihan presiden 2014
4. Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota se-Indonesia dan menurut provinsi se-se-Indonesia
Keluaran yang Diharapkan
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan model terbaik untuk hasil pilpres yang mengandung lajak-ragam
2. Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota se-Indonesia dan menurut provinsi se-se-Indonesia
2
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Logistik
Analisis regresi logistik dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa peubah bebas terhadap peubah respon kategorik.
Model umum regresi logistik biner adalah sebagai berikut :
0 1 1
0 1
exp( ... )
( )
1 exp( ... )
p p
i p p
x x
x
x x
(2.1)
dengan ( )x menyatakan peluang sukses, pmenyatakan parameter-parameter regresi, xpadalah pengamatan peubah bebas ke-p.
Fungsi ( )x merupakan fungsi nonlinear sehingga perlu dilakukan transformasi logistik untuk memperoleh fungsi yang linear agar dapat dilihat hubungan antara peubah respon y dengan peubah bebas x. Bentuk logistik dari
( )x
4 ( )
( ) log
1 ( ) x g x x
(2.2)
Kemudian persamaan (2.1) disubstitusikan pada persamaan (2.2) sehingga diperoleh:
0 1 1
( )
( ) log ...
1 ( ) p p
x
g x x x
x
(2.3)
(Hosmer dan Lemeshow 2000)
Lajak-Ragam
Lajak-ragam terjadi jika ragam sebenarnya lebih besar dari pada ragam dugaan (ragam distribusi binomial). Lajak-ragam sering terjadi ketika melakukan pengepasan model berdasarkan sebaran Binomial atau Poisson. Implikasinya, untuk model yang benar, nilai statistik Chi-square Pearson dibagi dengan derajat bebasnya akan bernilai sama dengan 1. Lajak-ragam terjadi jika nilai tersebut jauh melebihi dari 1, dan underdispersion terjadi jika nilai tersebut jauh kurang dari 1. Hinde dan Demetrio (2007) mengatakan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh lajak-ragam adalah galat bakunya akan mengalami underestimate sehingga hasil pengujian hipotesis menjadi tidak tepat. Hasil pengujian hipotesis yang tidak tepat akan mengakibatkan interpretasi yang salah dan penarikan kesimpulan yang salah pula mengenai hubungan antara peubah bebas dengan peubah respon.
Hosmer dan Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa ada dua statistik yang digunakan untuk menguji kelayakkan model yaitu Chi-square Pearson dan Devians. Kedua statistik ini merupakan fungsi dari sisaan, yaitu selisih dari nilai aktual dengan nilai dugaan. Nilai sisaan Pearson untuk amatan ke-i dinyatakan sebagai berikut:
2 2 1 1 ni i i
i
i i i
y n n
Sedangkan nilai sisaan devians untuk amatan ke-i dinyatakan sebagai berikut:
1/ 2
( )
( , ) 2 ln ln
(1 )
i i i
i
i i i i
i i i i
y n y
d y y n y
n n
Sehingga devians dapat dinyatakan sebagai berikut:
2 1 ( , ) n i i i
D d y
5 Metode Williams
Prosedur penanganan lajak-ragam pada regresi logistik pertama kali diperkenalkan oleh Williams yang disebut dengan pendekatan Williams atau metode Williams (Collet 2003). Metode Williams digunakan untuk menangani lajak-ragam dengan cara memberi bobot pada pendugaan parameter regresi logistik sehingga ragam antara peluang responnya menjadi stabil ketika ragamnya sebagai berikut:
var( )y n(1)
Williams (1982) menduga parameter skala yang tidak diketahui dengan nilai persamaan dari statistik Chi-square Pearson untuk model penuh. Misalkan
* i
adalah bobot pengamatan ke-i, maka statistik Chi-square Pearson sebagai berikut:
* 2
2 ( )
1
i i i i
i i i
y n n
dengan i* 1/ 1
ni1
Nilai harapan dari 2 adalahdimana vi i in(1i) dan di adalah elemen diagonal dari matriks ragam
peragam prediktor, i
jxji. Parameter skala diduga dengan prosedur iterasi. Jika skala dapat dioptimasi, maka i*dapat digunakan untuk memboboti model yang cocok. (Collet 2003). Jika =0, maka akan terjadi persamaan regresi logistik (2.3). Metode Williams hanya bisa digunakan jika peubah respon berbentuk y ni/ i (SAS institute 2009)Regresi Beta Binom
Regresi beta-binom dapat digunakan untuk menangani lajak-ragam. Beta-Binom juga digunakan untuk mencocokan data binom dengan memodelkan ragam peluang respon menggunakan sebaran beta. Karena sebaran beta mempunyai kisaran atau range (0,1) maka hal ini sama dengan nilai peluang. Misalkan i menyebar dengan sebaran beta dengan parameter dan
i
~ Beta (,) , >0 ,>0
Maka fungsi kepekatan peluang (fkp) sebagai berikut:
1 1
( )
( ) (1 )
( ) ( )
f
, dimana 0 1
Menurut Agresti (2002), sebaran beta-binom adalah gabungan sebaran beta dengan sebaran binom, yaitu y diasumsikan mengikuti sebaran binom dan
2 * *1 1
(1 )[1 ( 1)]
n
i i i i
i
E v d n
6 mengikuti sebaran beta. Fungsi kepekatan peluang dari sebaran beta binom adalah sebagai berikut :
; ,
( ) ( )
n y n y
f y
y y n y
(2.4)
Sehingga akan diperoleh nilai tengah dan ragam dari sebaran beta binom sebagai berikut:
2 ( | )
( )
( | )
( ) ( 1)
i i
i
i i
E y n n
n Var y n n
Pendugaan parameter regresi beta binom dilakukan dengan pendekatan kemungkinan maksimum. Pendugaan parameter regresi beta binom menggunakan metode iterasi Newton-Raphson untuk memaksimumkan fungsi kemungkinan, sehingga diperoleh model regresi beta-binom sebagai berikut:
1 1 2 2
( )i ... i i
Logit x x x
Pengujian Parameter
Pengujian terhadap pendugaan p parameter dilakukan secara simultan menggunakan likelihood ratio test dengan hipotesis:
H0 : 12 ... p 0
H1 : paling sedikit terdapat satu dimana j 0 Statistik uji:
0
0 ( )
2 ln 2[ln ( ) ln ( )]
( ) p
p L
G L L
L
dengan dengan L0( ) adalah likelihood dari model tanpa peubah bebas, sedangkan Lp( ) adalah likelihood dari model dengan p peubah bebas.
Jika G2(1; )v hipotesis nol diterima.
Pengujian terhadap pendugaan p parameter dilakukan secara parsial menggunakan statistik uji Wald, dengan hipotesis:
H0 : j 0
H1 : j 0 j= (1,…,p) Statistik uji: ( ) j j j W SE
Statistik uji Wj mengikuti sebaran normal baku
7
Pengujian Kesesuaian Model
Untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai atau tidak, maka perlu dilakukan pengujian kesesuaian model atau goodness of fit. Adapun statistik uji yang digunakan adalah 2 Pearson dengan hipotesis:
H0 : model sudah sesuai dengan data (tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai pengamatan dengan nilai dugaan dari model)
H1 : model tidak sesuai dengan data (terdapat perbedaan yang signifikan antara
nilai pengamatan dengan nilai dugaan dari model) Statistik uji :
2
2
1 1
n i i i
i
i i i
y n
n
H0 ditolak jika 2 2( ;n p ) (Hosmer dan Lemeshow 2000)
Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan dan kriteria kecocokan model perlu memperhatikan prinsip parsimony, yaitu kesederhanaan model. Model yang baik adalah banyak parameter yang diduga lebih sedikit. Ukuran parsimony yang sering digunakan adalah Bayesian Information Criterion (BIC) dan Akaike Information Criterion (AIC) yang didefinisikan sebagai berikut:
AIC= -2 ln L()+2p BIC= -2 ln L()+p ln (n)
dimana L( ) adalah nilai maksimum Likelihood, p menunjukkan banyak parameter dalam model dan n merupakan banyak objek pengamatan. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan BIC terkecil yang menunjukkan bahwa model yang dihasilkan lebih dapat menjelaskan variasi data (Kutner et al. 2004)
3
METODE PENELITIAN
Data
Penelitian ini menggunakan data hasil pilpres 2014 dan data hasil suara parpol 2014 menurut kabupaten/kota di seluruh Indonesia dari KPU yang berasal dari situs www.kpu.go.id dan meminta langsung ke bagian humas KPU pada tanggal 14 November 2014, serta data dari BPS yaitu komponen IPM 2013 (AHH, AMH, RLS, Pengeluaran per kapita yang disesuaikan) menurut Kab/Kota yang berasal dari situs www.bps.go.id
8 Widodo-Jusuf Kalla yang berasal dari proses Bernoulli atau proses biner. Peubah penjelasnya adalah sebagai berikut:
x1 = AHH dengan nilai berkisar dari 25-85 tahun
x2 = AMH dengan nilai berkisar dari 0-100 %.
x3 = RLS dengan nilai berkisar dari 0-15 tahun
x4 =Pengeluaran per Kapita yang disesuaikan dengan nilai berkisar dari Rp
360.000 – Rp 732.720
x5 = Persentase suara partai politik yang tergabung dalam KIH (1 - %KMP)
Metode Analisis
Tahapan analisis pada penelitian ini adalah (1) Melakukan uji multikolinearitas antar peubah bebas.
Untuk memeriksa multikolinearitas dapat dilihat dengan meihat nilai korelasi antar peubah bebasnya. Jika nilai korelasi antar peubah bebasnya di luar kisaran -0.7 sampai 0.7, maka terjadi multikolinearitas.
(2) Melakukan pendugaan parameter regresi logistik dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SAS. Berikut model regresi logistik:
0 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5
( ) ( ) log
1 ( )
_ _
( ) log
_ _
i i x
g x x x x x x
x
proporsi suara jokowi g x
proporsi suara prabowo
0 1AHH 2AMH 3RLS 4Pengeluaran_ perkapita 5KIH
(3) Mendeteksi adanya lajak-ragam
Untuk mendeteksi adanya lajak-ragam dilakukan dengan membagi nilai statistik 2Pearson dengan derajat bebas. Jika rasio 2 Pearson/db jauh lebih dari 1 maka terdapat lajak-ragam. Atau jika nilai-p < 0.05 maka terdapat lajak-ragam juga.
(4) Melakukan pemodelan regresi Beta-Binom dan metode Williams (5) Melakukan pengujian signifikansi parameter
Untuk melakukan pengujian signifikansi parameter menggunakan statistik uji Wald atau nilai-p < 0.05 maka parameter tersebut dikatakan signifikan. (6) Melakukan uji kelayakan model
Untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai atau tidak, maka perlu dilakukan pengujian kesesuaian model atau goodness of fit. Adapun statistik uji yang digunakan adalah 2 Pearson.
(7) Pemilihan model terbaik.
Untuk memilih model terbaik digunakan AIC. Model terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC terkecil.
(8) Membangun peta tematik dari hasil pilpres 2014 menurut kab/kota se-Indonesia dan menurut provinsi se-se-Indonesia
9 menggunakan model Williams dan Beta-Binom. Sedangkan Arcgis 10.1 digunakan untuk membuat peta perolehan suara KIH dan KMP pada pemilihan legislatif (pileg) 2014 dan peta perolehan suara pasangan capres-cawapres pada pilpres 2014.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemrosesan Data Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014
Data pemilihan legislatif (pileg) dilakukan penyaringan terlebih dahulu. Data yang akan digunakan yaitu data dari suara sah partai politik tiap kab/kota yang berdasarkan pemilihan anggota DPR RI. Setelah diperoleh data suara sah partai politik tiap kab/kota, maka dilakukan pengelompokan suara partai politik ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok Koalisi Merah Putih (KMP) dan kelompok Koalisi Indonesia Hebat (KIH)
Jumlah suara partai politik yang sah dari pemilihan anggota DPR RI sebesar 124.972.491 suara, sedangkan suara yang tidak sah sebesar 14.601.436 suara atau mencapai 10.46%. Jumlah suara yang tidak sah ini dikarenakan pemilih ada yang masih belum mengetahui cara memilihnya seperti mencontreng, menyoblos dua kali dan lupa untuk mencontrengnya atau menyoblosnya. Jumlah pemilih yang terdaftar pada pileg 2014 sebesar 185.826.024 orang. Berarti ada 46.152.097 orang atau 24.84% merupakan pemilih golongan putih (golput) atau tidak berpartisipasi dalam pileg 2014 ini. Angka pemilih golput sebesar 24.84% pada pileg 2014 cenderung turun dibandingkan dengan pileg 2009 yaitu sebesar 49.677.076 atau 29.1%. Menurut KPU, jumlah partisipasi masyarakat Indonesia pada pileg 2014 telah melampaui target KPU sebesar 75%.
Data yang digunakan pada pilpres 2014 juga dilakukan penyaringan data. Data yang terpilih pada pilpres yang digunakan untuk analisis yaitu data suara sah yang memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jumlah daftar pemilih pada pilpres 2014 sebesar 190.307.134 pemilih. Jumlah masyarakat Indonesia yang berpartisipasi pada pilpres 2014 ini sebesar 134.953.967 pemilih atau sebesar 70.91%. Berarti ada 55.353.167 pemilih atau 29.09% dinyatakan sebagai pemilih golput. Angka golput pada pilpres 2014 lebih tinggi dibandingkan pilpres 2009 yaitu sebesar 49.212.158 pemilih atau 27.77%. Sedangkan jumlah suara yang sah pada pilpres 2014 sebesar 133.574.277 suara atau 98.98% dari total pemilih yang aktif berpartisipasi dalam pilpres dan suara yang tidak sah hanya 1.379.690 suara atau 1.02% dari total pemilih aktif.
10 Tabel 1 Deskripsi jumlah pemilih serta jumlah suara pileg & pilpres 2014
Pileg 2014 Pilpres 2014
Jumlah pemilih terdaftar 185.826.024 orang 190.307.134 orang Jumlah pemilih golput 46.152.097 orang 55.353.167 orang Jumlah suara pemilih 139.573.927 orang 134.953.967 orang Jumlah suara tidak sah 14.601.436 suara 1.379.690 suara Jumlah suara sah 124.972.491 suara 133.574.277 suara
Pemrosesan Data Komponen IPM 2013
Data komponen IPM 2013 terdiri dari AHH, AMH, RLS dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Pada data ini dilakukan penyaringan terlebih dahulu karena data yang tersedia di BPS merupakan data komponen IPM kab/kota yang sudah dimekarkan menjadi 34 provinsi dan 511 kab/kota. Sedangkan dari KPU masih menggunakan 33 provinsi dan 497 kab/kota, sehingga data pada BPS harus disamakan dengan data di KPU yaitu 33 provinsi dan 497 kab/kota.
Deskripsi Hasil Pemilihan Legislatif 2014
Partai yang tergabung dalam KMP mendominasi pileg 2014 di seluruh kab/kota Indonesia yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebanyak 389 kab/kota dari 497 kab/kota di Indonesia atau 78.27% memilih partai yang tergabung dalam KMP pada pemilihan legislatif, sedangkan sebesar 108 kab/kota memilih partai yang tergabung dalam KIH atau 21.73%. Hal ini sangat ironis mengingat PDIP merupakan partai pemenang pemilu legislatif, akan tetapi pada KMP terdapat beberapa partai pemenang pemilu urutan ke-2, ke-3, dan ke-4 yaitu partai Golkar, Gerindra, dan Demokrat.
Lampiran 4 menunjukkan bahwa hasil suara partai yang tergabung dalam KIH mayoritas mempunyai persentase suara berkisar antara 25.1% - 50%. Persentase suara terkecil diperoleh partai yang tergabung dalam KIH ada di provinsi Gorontalo. Hanya 2 provinsi saja dimana persentase suara partai yang tergabung dalam KIH memperoleh persentase suara diatas 50% yaitu provinsi Bali dan Kalimantan Tengah yang berturut-turut memperoleh persentase suara 53.6% dan 50.4%. Hal ini dikarenakan kurangnya konsolidasi dan sosialisasi anggota partai yang tergabung dalam KIH kepada masyarakat yang berada di kab/kota se-Indonesia sehingga perolehan suaranya menjadi tidak optimum. Akibatnya, partai yang tergabung dalam KMP lebih dominan memperoleh persentase suara diatas 50% dengan 31 provinsi pada pileg 2014..
Deskripsi Hasil Pemilihan Presiden 2014
11 tidak terbukti bisa memenangkan Prabowo-Hatta dengan mulus, karena Lampiran 5 memperlihatkan bahwa pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla justru mendominasi pemilihan presiden 2014 di seluruh kab/kota Indonesia.
Sebanyak 327 kab/kota dari 497 kab/kota di Indonesia atau 65.79% memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung oleh KIH, sedangkan sebesar 170 kab/kota atau 34.21% memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang diusung oleh KMP. Hal ini sangat ironis mengingat pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa adalah pasangan yang didukung oleh partai yang tergabung dalam KMP yang merupakan gabungan partai yang mendominasi suara pada pemilihan legislatif yang diadakan 3 bulan sebelum pemilihan presiden. Hal ini menandakan bahwa pemilih di Indonesia cenderung tidak memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang berasal dari koalisi partai yang dipilihnya pada saat pileg, sehingga dapat dikatakan bahwa pemilih di Indonesia cenderung tidak mempunyai ideologis terhadap partai tertentu dalam memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Lampiran 6 menunjukkan bahwa pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan mengungguli 23 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia atau 69.7%, sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya unggul 10 provinsi atau 31.3%. Padahal pada hasil pileg sebelumnya didominasi oleh KMP dengan unggul 31 provinsi atau sebesar 93.9%. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul mutlak atau memperoleh persentase suara lebih dari 70% di 4 provinsi yaitu provinsi Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua. Perolehan persentase suara tertinggi Joko Widodo-Jusuf Kalla diperoleh di provinsi Sulawesi Barat yang memperoleh persentase suara 73.4% mengungguli suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Hal ini dikarenakan adanya Jusuf Kalla yang merupakan sosok kharismatik di Pulau Sulawesi. Terlebih lagi Jusuf Kalla dibesarkan di Sulawesi Selatan yang bertetanggaan dengan Sulawesi Barat yang merupakan hasil pemekaran dari Sulawesi Selatan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa 230 kab/kota dari 389 kab/kota atau 59.13% yang berasal dari dominasi KMP pada hasil pileg beralih untuk memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih lebih memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak berdasarkan pada ideologis ke partai tertentu sehingga 230 kab/kota tersebut dapat dikatakan kurang konsisten dalam pilpres 2014. Sedangkan 97 kab/kota dari 108 kab/kota atau 89.81% yang berasal dari dominasi KIH pada hasil pileg nampak lebih konsisten dalam pilpres 2014. Secara lebih rinci, pergeseran perolehan suara dari KIH ke pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan dari KMP ke pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla per provinsi dapat disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 2 Hubungan koalisi partai yang unggul pada pileg terhadap hasil pilpres Koalisi yang
unggul pada pileg
Pasangan yang unggul pada pilpres
jumlah Jokowi-Jusuf Kalla Prabowo-Hatta
KIH 97 kab/kota
(89.81 %)
11 kab/kota (10.19 %)
108 kab/kota (100 %)
KMP 230 kab/kota
(59.13 %)
159 kab/kota (40.87 %)
12
0 50 100 150 200 250
Jokowi-JK Prabowo-Hatta 97
11 230
159
ju
m
lah
kab
/ko
ta
Capres-Cawapres
KIH KMP
Gambar 1 memperlihatkan bahwa kemenangan dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di kab/kota banyak didominasi oleh kab/kota yang dikuasai oleh KMP pada hasil pileg 2014 yaitu dengan memenangkan 230 kab/kota. Sedangkan 97 kab/kota dimenangkan di kab/kota yang dikuasai oleh KIH pada hasil pileg 2014. Hal ini membuktikan bahwa kab/kota yang didominasi oleh KMP pada saat pileg terlihat tidak konsisten dalam mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, sedangkan kab/kota yang didominasi KIH pada saat pileg lebih konsisten yaitu hanya 11 kab/kota yang dimenangkan oleh Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Gambar 1 Pergeseran suara pasangan capres dan koalisi partai pada pemilu 2014 Kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini tidak terlepas dari solidnya konsolidasi dan sosialisasi anggota partai yang tergabung dalam KIH di daerah dengan tetap untuk mendukung pasangan yang diusung dari koalisi ini, meskipun suara PKB terpecah karena ketua umum PBNU menyatakan dukungannya terhadap pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Hal ini tidak berpengaruh terhadap simpatisan PKB yang notabene merupakan partai dari kalangan NU.
13 Jusuf Kalla terbukti mempunyai kepiawaian dalam menangani masalah konflik di beberapa daerah di Indonesia saat menjabat sebagai wakil presiden, antara lain Poso, Ambon dan Aceh sehingga penduduk setempat mempunyai ikatan emosional dengan sosok Jusuf Kalla. Namun kenyataannya perolehan suaranya tidak menang di Aceh dan Maluku Utara
Pascapilpres 2014
Pascapilpres 9 Juli 2014, Indonesia mengalami suhu politik yang sangat memanas dan menimbulkan kondisi yang kurang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini disebabkan pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua calon presiden yang menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Dua calon presiden sudah saling menyatakan kemenangan meskipun masih berdasarkan pada lembaga survey.
Deklarasi kemenangan pertama kali diungkapkan oleh Megawati Soekarno Putri yang merupakan pendukung utama Joko Widodo-Jusuf Kalla. Megawati sudah menyatakan kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang merupakan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung oleh KIH. Sementara tim pemenangan Prabowo-Hatta pun tidak lama kemudian mendeklarasikan kemenangannya berdasarkan pada lembaga survei yang mendukung mereka. Berdasarkan hasil perhitungan cepat lembaga survei versi calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, mereka pun menang dengan jumlah persentase yang cukup ketat yaitu 51.67% untuk Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya 48.33%. Sementara itu versi lembaga survei pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul 52.95% dibandingkan Prabowo-Hatta 47.05%. (Wajiran 2014)
Tensi ketegangan masing-masing pendukung semakin meningkat ketika media sosial, televisi, koran dan internet menampilkan pernyataan kemenangan masing-masing pihak. Suasana semakin memanas setelah KPU mengumumkan hasil perhitungannya dengan memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan meraih suara 53.15% mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang meraih suara 46.85% bahkan Pemerintah harus mengerahkan lebih dari 250.000 personel polisi di seluruh Indonesia untuk menjaga keamanan agar kondisi tetap aman terkendali. Hasil keputusan KPU tersebut membuat kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menarik diri dari proses pemilihan umum setelah sebelumnya menegaskan kemenangannya sejak hasil hitung cepat dirilis. Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengatakan telah terjadi kecurangan masif dan sistematis sehingga menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum. (Permana 2014)
14 Pengujian Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui apakah ada korelasi kuat antara peubah bebas pada model ini. Jika terjadi multikolineritas, maka pendugaan parameternya menjadi tidak stabil, sehingga interpretasinya menjadi tidak tepat. Hasil pemeriksaan multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 3.
Indikasi terjadi multikolinearitas adalah adanya korelasi yang kuat antar peubah bebas yang ditunjukkan dengan angka korelasi berkisar > 0.7 atau < -0.7 (Lind et al. 2006). Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada peubah bebas yang nilai korelasinya berada pada interval tersebut, sehingga dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas diantara peubah-peubah bebas dalam model. Oleh karena itu, langkah selanjutnya dapat dilakukan analisis regresi logistik.
Tabel 3 Nilai korelasi antar peubah bebas
Parameter AHH AMH RLS PENG
AMH 0.0810
RLS -0.4756 -0.6199
PENG 0.0281 -0.0139 -0.0192
KIH -0.1250 0.0260 0.0655 -0.0018
Analisis Regresi Logistik
Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pemilih dari suatu kab/kota untuk memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat menggunakan analisis regresi logistik. Hal ini dikarenakan pada peubah responnya berasal dari proses binom. Peubah penjelas yang diduga mempengaruhi peubah respon yaitu AHH, AMH, RLS, pengeluaran per kapita yang disesuaikan, serta koalisi partai politik yang tergabung dalam KMP dan KIH
Tabel 4 Pendugaan parameter regresi logistik dan kriteria kecocokan model Parameter Dugaan galat baku nilai-p
Intercept -6.07260 0.005450 <.0001
AHH 0.11080 0.000070 <.0001
AMH -0.01750 0.000030 <.0001
RLS -0.08010 0.000180 <.0001
PENG 0.00007 0.000001 <.0001
KIH 1.81870 0.001690 <.0001
kriteria nilai db nilai/db nilai-p Deviance 7610685.58 491 15500.38 <.0001 Pearson 7375775.29 491 15021.95 <.0001
15 lajak ragam yang mengakibatkan nilai galat baku menjadi underestimate. Sebagai akibat lebih lanjut dari galat baku yang underestimate maka hasil pengujian hipotesis uji T cenderung untuk tolak H0 sehingga uji nya menjadi cenderung
nyata.
Untuk memeriksa adanya lajak-ragam pada regresi logistik dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio Chi-square Pearson dan deviance dengan derajat bebasnya. Jika nilai Chi-square Pearson dan deviance dengan derajat bebasnya jauh lebih besar dari 1, maka akan terjadi lajak ragam pada model regresi logistik tersebut. Tabel 4 terlihat bahwa nilai rasio Chi-square Pearson dengan derajat bebasnya sebesar 15021.95 jauh lebih besar dari 1, sehingga dapat dikatakan model tersebut terjadi lajak-ragam. Oleh karena itu bisa ditangani lebih lanjut dengan metode Williams dan Beta-Binom.
Perbandingan Hasil Regresi Logistik, Metode Williams dan Beta-Binom
Untuk mengatasi masalah lajak ragam dapat digunakan metode Williams. Suatu model dapat dikatakan bebas dari masalah lajak ragam jika nilai Chi-Square Pearson/db sama dengan 1, atau nilai-p lebih besar dari ( =5%). Tabel 5 menunjukkan bahwa masalah lajak-ragam telah teratasi oleh metode Williams dan Beta-Binom. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio Chi-square Pearson dengan derajat bebasnya sebesar 1.0000 untuk Williams dan 0.9552 untuk Beta-Binom. Tabel 5 Ukuran statistik untuk mendeteksi lajak-ragam
Metode Chi-Square Pearson/df Regresi Logistik 15021.9500 Metode Williams
Beta Binom
1.0000 0.9552
Galat baku model Williams sudah dikoreksi sehingga galat bakunya tidak underestimate. Hal ini menandakan bahwa masalah lajak ragam telah teratasi. Akan tetapi Tabel 6 menunjukkan bahwa pendugaan parameter untuk peubah pengeluaran perkapita tidak nyata padahal galat baku sudah dikoreksi dan tidak underestimate. Oleh karena itu peubah pengeluaran per kapita tersebut harus dikeluarkan dari model. Selanjutnya akan dilakukan pengulangan analisis metode Williams dengan mengeluarkan peubah pengeluaran perkapita.
16 Tabel 6 Perbandingan hasil Williams dan Beta-Binom pada model penuh
parameter
Williams Beta Binom
dugaan galat
baku nilai-p dugaan
galat
baku nilai-p Intercept -3.56020 0.7498 <.0001 -2.44880 0.7886 0.0019 AHH 0.07620 0.0109 <.0001 0.07091 0.0113 <.0001 AMH -0.01540 0.0036 <.0001 -0.02436 0.0039 <.0001 RLS -0.09320 0.0270 0.0005 -0.06773 0.0277 0.0147 PENG 0.00003 0.0001 0.7721 0.00002 0.0001 0.8451 KIH 1.81870 0.2040 <.0001 1.55950 0.2091 <.0001
[image:30.595.113.519.375.475.2]Tabel 7 memperlihatkan bahwa pendugaan parameter dari metode Williams dan Beta-Binom menghasilkan dugaan yang hampir sama dan semua parameter sudah nyata karena nilai-p lebih kecil dari ( =5%). Dengan demikian, kedua model tersebut sudah terbebas dari masalah lajak ragam sehingga penarikan kesimpulan dari model ini menjadi sah. Selanjutnya, metode Williams dan Beta-Binom harus dibandingkan untuk dipilih model yang lebih baik diantara keduanya.
Tabel 7 Perbandingan hasil Williams dan Beta-Binom pada model tidak penuh
Parameter Metode Williams Beta Binom
Dugaan nilai-p galat baku dugaan nilai-p galat baku Intercept -3.5381 <.001 0.7452 -2.4334 0.002 0.7847 AHH 0.0761 <.001 0.0109 0.0708 <.001 0.0113 AMH -0.0154 <.001 0.0036 -0.0243 <.001 0.0039 RLS -0.0932 0.005 0.0269 -0.0677 0.015 0.0277 KIH 1.8185 <.001 0.2038 1.5592 <.001 0.2091
Pemilihan Model Terbaik
Untuk melihat model terbaik juga dapat dilihat dari nilai galat baku. Galat baku yang diperoleh pada Tabel 7 merupakan galat baku yang sudah terkoreksi. Tabel 7 menunjukkan bahwa metode Williams dan Beta-Binom terlihat bahwa galat bakunya hampir sama. Galat baku metode Williams lebih kecil dibandingkan dengan galat baku Beta-Binom, sehingga dapat dikatakan metode Williams lebih baik dibandingkan dengan Beta-Binom.
17
_ _
log
_ _
proporsi suara jokowi proporsi suara prabowo
3.5381 0.0761AHH 0.0154AMH 0.0932RLS 1.8185KIH
(4.1)
Model persamaan (4.1) mempunyai nilai percent concordant atau R-Square sebesar 59.6 % yang menandakan bahwa keragaman peubah respon dapat dijelaskan oleh peubah bebas (AHH, AMH, RLS, KIH) hanya sebesar 59.6%, sedangkan sisanya 41.4% dimungkinkan dijelaskan oleh faktor lain yang tidak disebutkan dalam model.
Nilai rasio odds (odds ratio) dari peubah penjelasnya dapat diperoleh dari persamaan (4.1). Rasio odds adalah ukuran asosiasi yang memperkirakan seberapa besar kecenderungan pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap peubah respon. Rumus untuk mencari Odds Ratio (OR) sebagai berikut:
exp( i) OR c
dengan c merupakan selisih nilai xidari dua buah objek yang dibandingkan. Seperti ditampilkan pada Tabel 8, nilai rasio odds untuk peubah AHH sebesar 1.079 yang berarti setiap kenaikan 1 tahun AHH, maka akan menaikkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 1.079 kali dengan asumsi peubah yang lain tetap. Akibatnya, pemilih yang berasal dari kab/kota yang mempunyai tingkat kesehatan yang lebih baik, maka akan cenderung untuk memilih pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Selanjutnya nilai selang kepercayaan dari rasio odds AHH berkisar dari 1.056 sampai 1.102 yang mempunyai hipotesis sebagai berikut:
0 1 : 1 : 1 H H
dengan adalah rasio odds.
[image:31.595.115.375.565.649.2]Dengan demikian, selang kepercayaan rasio odds AHH sebesar 1.056 sampai 1.102 mengindikasikan bahwa adanya hubungan antara AHH terhadap pemilihan presiden dengan taraf nyata 5 % karena pada selang kepercayaannya tidak memuat 1, sehingga H0 ditolak.
Tabel 8 Selang kepercayaan 95% rasio odds parameter penduga titik selang kepercayaan
batas bawah batas atas
AHH 1.079 1.056 1.102
AMH 0.985 0.978 0.992
RLS 0.911 0.864 0.960
KIH 6.162 4.133 9.188
18 rasio odds AMH berkisar dari 0.978 sampai 0.992 yang mengindikasikan adanya hubungan antara AMH terhadap pemilihan presiden dengan taraf nyata 5 %.
Nilai rasio odds untuk peubah RLS sebesar 0.911 berarti bahwa setiap kenaikan 1 tahun RLS, maka akan menurunkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 0.911 kali. Akibatnya, pemilih yang berasal dari kab/kota yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, maka akan cenderung untuk memilih pasangan presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Nilai selang kepercayaan rasio odds RLS berkisar dari 0.864 sampai 0.960 yang mengindikasikan adanya hubungan antara RLS terhadap pemilihan presiden dengan taraf nyata 5 %.
Selanjutnya, nilai rasio odds untuk peubah KIH sebesar 6.162 berarti bahwa setiap kenaikan 1 persen KIH, maka akan menaikkan perolehan suara pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla sebesar 6.162 kali, sehingga pemilih yang berasal dari kab/kota yang didominasi KIH pada hasil pileg, maka akan cenderung untuk memilih pasangan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Nilai selang kepercayaan rasio odds KIH berkisar dari 4.133 sampai 9.188 yang mengindikasikan adanya hubungan antara KIH terhadap pemilihan presiden dengan taraf nyata 5 %
.
Rasionalitas dan Ideologis Partai
Model Williams menghasilkan peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap hasil pilpres untuk memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atau pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Peubah-peubah yang berpengaruh nyata tersebut adalah AHH, AMH, RLS dan KIH. Dari keempat peubah yang berpengaruh nyata tersebut, yang merupakan faktor rasionalitas dari pemilih di suatu kab/kota adalah peubah AMH dan RLS.
Nilai rasio odds dari peubah AMH sebesar 0.985 yang menandakan bahwa pemilih yang berasal dari kab/kota yang mempunyai nilai AMH yang lebih rendah, akan cenderung untuk memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Demikian pula, nilai rasio odds dari peubah RLS sebesar 0.911 menandakan bahwa pemilih yang berasal dari kab/kota yang mempunyai nilai RLS yang lebih rendah, akan cenderung untuk memilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dengan demikian, pemilih dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres 2014 mempunyai karakteristik pemilih yang kurang rasional. Hal ini disebabkan mayoritas pemilih dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla itu berasal dari kab/kota yang mempunyai nilai AMH dan RLS yang lebih rendah dibandingkan pemilih dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
19
5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model regresi logistik yang diperoleh bermasalah lajak ragam sehingga model regresi logistik tersebut tidak tepat digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan. Hal itu bisa diatasi dengan metode Williams dan Beta-Binom. Metode Williams merupakan metode yang lebih baik dalam mengatasi masalah lajak ragam pada regresi logistik dibandingkan dengan metode Beta-Binom. Hal itu dikarenakan metode Williams mempunyai nilai AIC dan galat baku terkoreksi yang lebih kecil dibandingkan dengan model pada Beta-Binom. Nilai AIC model pada metode Williams sebesar 8210.747 lebih kecil dibandingkan dengan model pada beta binom sebesar 11380.2.
Faktor rasionalitas pemilih dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai rasionalitas yang lebih rendah dibandingkan pemilih dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Hal itu disebabkan nilai AMH dan RLS kab/kota dari domisili pemilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan kab/kota dari domisili pemilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Selanjutnya, faktor ideologis partai dari pemilih pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mayoritas berasal dari pemilih partai yang tergabung dalam KMP pada saat pileg berlangsung. Hal ini menunjukkan faktor ideologis partai tidak berpengaruh pada hasil pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Pada pilpres 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang didukung KIH menang di 327 kab/kota atau 65.79 %, sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang didukung KMP hanya menang 170 kab/kota atau 34.21 %. Untuk tingkat provinsi, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul di 23 provinsi atau 69.7%, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta hanya unggul di 10 provinsi atau 30.3%.
Saran
Untuk dapat melihat hasil yang lebih baik dari penelitian ini, dapat menambahkan faktor pengaruh media cetak dan elektronik, serta membandingkan dengan metode lain untuk mengatasi masalah lajak ragam seperti persamaan pendugaan terampat atau Generalized Estimating Equation (GEE) dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti A. 2002. Categorical Data Analysis. New York: John Wiley & Sons, Inc. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007.
Jakarta: BPS
Collett D. 2003. Modelling Binary Data Second edition. London: Chapman & Hall/CRC,
20 Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression. New York: John
Wiley and Sons, inc
Irvani D. 2012. Pengembangan Interpretasi Model Logit Multinomial dengan Metode Analisis Berbasis Peluang (Studi Kasus: Pemilihan Presiden Tahun 2009) [Tesis]. Bogor: IPB
Jayabuana N. 2014 Okt 17. Prabowo ucapkan selamat kepada Jokowi. Tempo Kutner MH, Nachtsheim CJ, Neter J, Li W. 2004. Applied Linier Statistical
Models Fifth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc
[LSI] Lembaga Survey Indonesia. 2011. Pemilih Mengambang Dan Prospek Perubahan Kekuatan Partai Politik, Rilis tahun 2011
Lind DA, Marchal WG, Wathen SA. 2006. Basic Statistics for Business & Economics fifth edition. New York: Mc Graw Hill
Permana FA. 2014 Jul 22. Timses Prabowo pastikan Prabowo menarik diri. Kompas
SAS Institute Inc. 2009. SAS/STAT® 9.2 User’s Guide, Second Edition. Cary, NC : SAS Institute Inc.
Wajiran. 2014 Jul 11. Negara dalam Kondisi Kritis Pasca Pilpres 9 Juli 2014. Kompasiana
Williams DA. 1982. Extra-Binomial Variation in Logistic Linear Models. Applied Statistics, Vol. 31 No. 2: 144-148
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data rata-rata perolehan suara pada pileg dan pilpres 2014 serta komponen IPM 2013 per provinsi
Kode Provinsi
Pileg (%) Pilpres (%) Komponen IPM
KIH KMP Jokowi
J.Kalla Prabowo Hatta AHH*) (th) AMH*) (%) RLS*) (th) Pengelu aran Per Kapita*) (Ribu)
11 Aceh 29.19 70.81 45.61 54.39 69.38 97.06 9.21 619.89
12 Sumatera Utara 35.72 64.28 55.24 44.76 69.77 97.36 8.86 637.15
13 Sumatera Barat 26.91 73.09 23.08 76.92 69.21 97.88 8.84 637.97
14 Riau 33.61 66.39 49.88 50.12 69.86 98.01 8.68 652.17
15 Jambi 34.29 65.71 50.75 49.25 69.98 96.90 8.19 646.08
16 Sumatera Selatan 38.33 61.67 48.74 51.26 68.75 97.96 8.12 627.08
17 Bengkulu 43.31 56.69 54.73 45.27 68.17 96.08 8.35 628.11
18 Lampung 39.85 60.15 53.07 46.93 69.63 96.15 7.94 622.46
19 Kepulauan Bangka 42.39 57.61 67.26 32.74 69.04 96.55 7.80 638.90
21 Kepulauan Riau 38.80 61.20 59.63 40.37 69.65 96.28 8.61 643.87
31 DKI Jakarta 45.06 54.94 53.08 46.92 73.02 99.24 10.38 644.16
32 Jawa Barat 37.96 62.04 40.22 59.78 68.84 97.26 8.37 643.16
33 Jawa Tengah 48.44 51.56 66.65 33.35 71.03 92.15 7.70 647.21
34 DIY 41.56 58.44 55.81 44.19 73.50 92.94 9.46 648.33
35 Jawa Timur 48.66 51.34 53.17 46.83 69.12 90.27 7.78 647.04
36 Banten 37.31 62.69 42.90 57.10 66.51 97.32 8.64 644.68
51 Bali 53.57 46.43 71.42 28.58 71.72 89.30 8.15 648.92
52 Nusa Tenggara Barat 32.78 67.22 27.55 72.45 62.94 87.06 7.61 635.11
53 Nusa Tenggara Timur 43.06 56.94 65.92 34.08 67.01 89.60 7.06 606.99
61 Kalimantan Barat 49.65 50.35 60.38 39.62 67.48 91.95 7.08 626.22
62 Kalimantan Tengah 50.37 49.63 59.79 40.21 69.36 98.44 8.29 644.61
63 Kalimantan Selatan 33.03 66.97 49.95 50.05 65.81 97.07 7.93 647.12
64 Kalimantan Timur 35.59 64.41 63.38 36.62 71.54 96.98 8.84 647.03
71 Sulawesi Utara 45.90 54.10 53.88 46.12 71.93 99.46 8.76 634.20
72 Sulawesi Tengah 37.53 62.47 54.83 45.17 66.31 96.76 8.32 1157.33
73 Sulawesi Selatan 26.74 73.26 71.43 28.57 72.20 89.49 7.79 640.34
74 Sulawesi Tenggara 24.94 75.06 54.90 45.10 68.49 92.88 8.41 624.71
75 Gorontalo 17.88 82.12 36.90 63.10 68.43 97.28 7.60 626.23
76 Sulawesi Barat 24.47 75.53 73.37 26.63 67.99 92.09 7.55 639.66
81 Maluku 49.08 50.92 50.52 49.48 67.71 97.74 8.78 621.01
82 Maluku Utara 38.77 61.23 45.55 54.45 66.83 97.34 8.51 610.41
91 Papua Barat 28.43 71.57 67.63 32.37 68.74 91.29 8.26 587.39
94 Papua 41.41 58.59 72.49 27.51 67.18 59.72 5.49 606.44
22 Lampiran 2 Pergeseran perolehan suara dari hasil pileg ke hasil pilpres yaitu dari
KIH ke Prabowo-Hatta & dari KMP ke Jokowi-Jusuf Kalla
Provinsi
Koalisi yang unggul pada pileg
Pasangan yang unggul pada
pilpres Jumlah
kab/kota Jokowi-
Jusuf Kalla
Prabowo-Hatta
Aceh KIH 3 kab/kota 0 kab/kota 3 kab/kota
KMP 4 kab/kota 16 kab/kota 20 kab/kota
Sumatera Utara KIH 8 kab/kota 0 kab/kota 8 kab/kota
KMP 12 kab/kota 13 kab/kota 25 kab/kota
Sumatera Barat KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 0 kab/kota 18 kab/kota 18 kab/kota
Riau KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 9 kab/kota 2 kab/kota 11 kab/kota
Jambi KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 6 kab/kota 5 kab/kota 11 kab/kota
Sumatera Selatan KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 5 kab/kota 10 kab/kota 15 kab/kota
Bengkulu KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 7 kab/kota 2 kab/kota 9 kab/kota
Lampung KIH 2 kab/kota 0 kab/kota 2 kab/kota
KMP 8 kab/kota 4 kab/kota 12 kab/kota
Kepulauan Bangka KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 7 kab/kota 0 kab/kota 7 kab/kota
Kepulauan Riau KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 6 kab/kota 0 kab/kota 6 kab/kota
DKI KIH 2 kab/kota 0 kab/kota 2 kab/kota
KMP 2 kab/kota 2 kab/kota 4 kab/kota
Jawa Barat KIH 1 kab/kota 1 kab/kota 2 kab/kota
KMP 3 kab/kota 21 kab/kota 24 kab/kota
Jawa Tengah KIH 18 kab/kota 0 kab/kota 18 kab/kota
KMP 17 kab/kota 0 kab/kota 17 kab/kota
DIY KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 5 kab/kota 0 kab/kota 5 kab/kota
Jawa Timur KIH 11 kab/kota 6 kab/kota 17 kab/kota
KMP 13 kab/kota 8 kab/kota 21 kab/kota
Banten KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 1 kab/kota 7 kab/kota 8 kab/kota
Bali KIH 6 kab/kota 0 kab/kota 6 kab/kota
KMP 3 kab/kota 0 kab/kota 3 kab/kota
NTB KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 0 kab/kota 10 kab/kota 10 kab/kota
NTT KIH 4 kab/kota 0 kab/kota 4 kab/kota
KMP 16 kab/kota 1 kab/kota 17 kab/kota
Kalimantan Barat KIH 6 kab/kota 0 kab/kota 6 kab/kota
23
Lampiran 2 Pergeseran perolehan suara dari hasil pileg ke hasil pilpres yaitu dari KIH ke Prabowo-Hatta & dari KMP ke Jokowi-Jusuf Kalla (Lanjutan)
Kalimantan Tengah KIH 8 kab/kota 0 kab/kota 8 kab/kota
KMP 6 kab/kota 0 kab/kota 6 kab/kota
Kalimantan Selatan KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 5 kab/kota 7 kab/kota 12 kab/kota
Kalimantan Timur KIH 2 kab/kota 0 kab/kota 2 kab/kota
KMP 12 kab/kota 0 kab/kota 12 kab/kota
Sulawesi Utara KIH 5 kab/kota 1 kab/kota 6 kab/kota
KMP 4 kab/kota 5 kab/kota 9 kab/kota
Sulawesi Tengah KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 8 kab/kota 2 kab/kota 10 kab/kota
Sulawesi Selatan KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 22 kab/kota 1 kab/kota 23 kab/kota
Sulawesi Tenggara KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 9 kab/kota 2 kab/kota 11 kab/kota
Gorontalo KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 0 kab/kota 6 kab/kota 6 kab/kota
Sulawesi Barat KIH 0 kab/kota 0 kab/kota 0 kab/kota
KMP 5 kab/kota 0 kab/kota 5 kab/kota
Maluku KIH 3 kab/kota 2 kab/kota 5 kab/kota
KMP 3 kab/kota 3 kab/kota 6 kab/kota
Maluku Utara KIH 2 kab/kota 1 kab/kota 3 kab/kota
KMP 1 kab/kota 5 kab/kota 6 kab/kota
Papua Barat KIH 1 kab/kota 0 kab/kota 1 kab/kota
KMP 10 kab/kota 0 kab/kota 10 kab/kota
Papua KIH 7 kab/kota 0 kab/kota 7 kab/kota
24 Lampiran 3 Peta tematik keunggulan KMP & KIH pada pileg 2014 tingkat kab/kota
25 Lampiran 4 Peta tematik persentase suara KIH pada pileg 2014 tingkat provinsi
LEGENDA
Persentase Suara KIH26 Lampiran 5 Peta tematik kemenangan capres dan cawapres pada pilpres 2014 tingkat kab/kota
LEGENDA
Pemenang Pilpres27 Lampiran 6 Peta tematik persentase suara Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres
2014 tingkat provinsi