• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Laju Dan Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah Pada Penggunaan Lahan Berbeda Di Jampang Tengah, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Laju Dan Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah Pada Penggunaan Lahan Berbeda Di Jampang Tengah, Sukabumi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LAJU DAN SEBARAN VERTIKAL INFILTRASI TANAH

PADA PENGGUNAAN LAHAN BERBEDA

DI JAMPANG TENGAH, SUKABUMI

REGINA PEBRIYANTI HAERY

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Laju dan Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Berbeda di Jampang Tengah, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016 Regina Pebriyanti Haery

(4)
(5)

ABSTRAK

REGINA PEBRIYANTI HAERY. Analisis Laju dan Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Berbeda di Jampang Tengah, Sukabumi. Dibimbing oleh WAHYU PURWAKUSUMA dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Infiltrasi merupakan proses masuknya air hujan ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Proses infiltrasi berperan penting dalam pendistribusian air hujan sehingga berpengaruh terhadap aliran permukaan, banjir, erosi dan simpanan air bawah tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi di antaranya adalah tekstur, kepadatan tanah, dan ruang pori. Kepadatan tanah dan ruang pori sampai tahap tertentu dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan yang berbeda akan dapat menentukan sifat dan kemampuan tanah meresapkan air yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan sebaran vertikal infiltrasi pada penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran, dan kebun jati serta hubungannya dengan sifat fisik tanah di Jampang Tengah, Sukabumi. Pengukuran infiltrasi tanah dilakukan pada lahan semak belukar, kebun campuran, dan kebun jati dengan menggunakan Double Ring Infiltrometer. Laju infiltrasi minimum tertinggi terdapat pada penggunaan lahan kebun campuran (28.8 cm jam-1), kemudian semak belukar (18.8 cm jam-1), dan terendah kebun jati (6.6 cm jam-1). Menurut klasifikasi Kohnke (1959), infiltrasi pada lahan kebun campuran, semak belukar, dan kebun jati berturut-turut tergolong dalam kelas infiltrasi sedang, sedang hingga lambat, dan sedang hingga lambat. Sebaran vertikal infiltrasi pada lahan semak belukar cenderung menyebar lurus ke bawah hingga kedalaman 33 cm, sedangkan pada lahan kebun campuran cenderung menyebar ke bawah dan ke samping hingga kedalaman 45 cm, dan pada lahan kebun jati cenderung menyebar ke samping hingga kedalaman 27 cm. Sebaran aliran pada lahan kebun campuran menunjukkan sebaran vertikal infiltrasi lebih dalam dibandingkan dengan pada penggunaan lahan hutan dan semak belukar.

(6)

ABSTRACT

REGINA PEBRIYANTI HAERY. Analysis of the Rate and Vertical Movement of Soil Infiltration in Different Land Use in Jampang Tengah, Sukabumi. Supervised by WAHYU PURWAKUSUMA and ENNI DWI WAHJUNIE.

Infiltration is the process by wich rain water in the ground surface enter the soil. The infiltration process has an important role in the distribution of rain water that affect runoff, flood, erosion and groundwater storage. Factors that influence the infiltration i.e, texture, soil density and pore space. Soil density and pore space until some extent are influenced by land use. Therefore, different land uses should be able to determine the nature and capabilities of soil to absorb water. This research aimed to know the infiltration rate and the vertical movement of infiltrated water in schrub, mixed garden, and take plantation land use, and their relationship to soil physical properties in the research area. Measurement of soil infiltration conducted at schrub, mixed garden and teak plantation using Double Ring Infiltrometer. The highest value of infiltration rate showed at mixed garden land use (28.8 cm h-1), then at scrub (18.8 cm h-1), and the smallest teak plantation (6.6 cm h-1). According to Kohnke classification (1959), mixed garden, schrub, and teak plantation are classified to medium, medium-slow, and medium-slow rate. Vertical movement of infiltrated water in schrub tends to spread straight downward until 33 cm, while in mixed garden tends to spread downward and laterally until 45 cm, and in teak plantation tends to spread laterally until 27 cm. The vertical movement of infiltrated water in mixed garden is deeper than teak plantation and schrub.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

ANALISIS LAJU DAN SEBARAN VERTIKAL INFILTRASI TANAH

PADA PENGGUNAAN LAHAN BERBEDA

DI JAMPANG TENGAH, SUKABUMI

REGINA PEBRIYANTI HAERY

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Analisis Laju dan Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Berbeda di Jampang Tengah, Sukabumi” ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan penulis guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Wahyu Purwakusuma, MSc selaku dosen pembimbing pertama yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Yayat Hidayat, MSi selaku dosen penguji atas masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua dan keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan S1 ini.

3. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODOLOGI PENELITIAN 1

Waktu dan Lokasi Penelitian 1

Bahan dan alat 2

Metode 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi umum lokasi penelitian 4

Tekstur 6

Bobot isi (Bulk Density) dan Porositas 7

Distribusi Ruang Pori 7

Permeabilitas Tanah 8

Laju Infiltrasi Tanah 8

Laju Infiltrasi awal 9

Sebaran Vertikal Infiltrasi Pada Profil Tanah 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 13

(14)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah Kohnke (1959) 3

2 Metode Analisis Sifat-Sifat Fisik Tanah 3

3 Sifat-Sifat Fisik Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran,

dan Kebun Jati pada ke dalaman 0-20cm 6

4 Tekstur Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati 7 5 Laju Infiltrasi Konstan pada Semak Belukar, Kebun Campuran,

dan Kebun Jati 9

6 Kedalaman Maksimum Pembasahan Aliran Infiltrasi Tanah

pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati 10

DAFTAR GAMBAR

1 Pengukuran Laju Infiltrasi Menggunakan Double Ring Infiltrometer 3

2 Penggunaan Lahan Semak Belukar 4

3 Penggunaan Lahan Kebun Campuran 5

4 Penggunaan Lahan Kebun Jati 6

5 Infiltrasi Minimum pada Semak Belukar, Kebun Campuran,

dan Kebun Jati 9

6 Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran,

dan Kebun Jati 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kadar Air Pada Berbagai Tekanan (pF) 15

2 Kadar Air Awal pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati 15 3 Grafik Laju Infiltrasi Minimum pada Semak Belukar, Kebun Campuran,

dan Kebun Jati 16

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infiltrasi merupakan proses masuknya air hujan ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Infiltrasi mengatur jumlah air hujan yang akan menjadi bagian dari air tanah dan yang akan menjadi aliran permukaan. Berbagai sifat permukaan tanah akan mempengaruhi laju dan sebaran vertikal infiltrasi, salah satu di antaranya adalah tipe penggunaan lahan. Tipe penggunaan lahan berbeda akan mempengaruhi karakteristik tanah tertentu sehingga dapat mengakibatkan laju dan sebaran vertikal infiltrasi berbeda. Tipe penggunaan lahan tertentu dapat menyebabkan terbentuknya sifat-sifat fisik permukaan yang baik sehingga infiltrasi menjadi baik.

Jika sebagian besar air hujan yang jatuh di permukaan tanah masuk ke dalam tanah dan menjadi air bawah tanah, maka tidak akan berpotensi menimbulkan banjir. Sebaliknya ketika laju infiltrasi pada suatu penggunaan lahan rendah, maka potensi air hujan yang masuk ke dalam tanah akan rendah. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya aliran permukaan yang berpotensi menimbulkan banjir. Selain itu, porsi air hujan yang hanya sedikit masuk ke dalam tanah menyebabkan berkurangnya cadangan air tanah, sehingga dalam pemanfaatannya terutama pada saat musim kemarau akan berkurang. Oleh karena itu, perlu adanya kajian terhadap laju dan sebaran vertikal infiltrasi pada penggunan lahan berbeda untuk mengetahui porsi air hujan dan aliran permukaan yang terjadi. Dengan mengetahui laju dan sebaran vertikal infiltrasi diharapkan penggunaan lahan yang ada di lokasi penelitian dapat tetap menjaga laju infiltrasi yang baik dan perubahan penggunaan yang terjadi tidak sampai mengurangi porsi air hujan yang akan menjadi cadangan air tanah.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi yang memiliki luas 25 km2, dengan rata-rata curah hujan 2500 mm/tahun, dan suhu rata-rata 27ºC, serta berada pada ketinggian 400-600 mdpl. Dengan curah hujan relatif kecil, lokasi penelitian perlu memiliki laju dan sebaran vertikal infiltrasi yang baik agar cadangan air tanahnya dapat tetap terjamin.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui laju dan sebaran vertikal infiltrasi tanah pada penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran, dan kebun jati di kecamatan Jampang Tengah, Sukabumi, serta hubungannya dengan sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhinya.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

(16)

2

Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu, air, pewarna, serta bahan-bahan kimia untuk keperluan ekstraksi di laboratorium. Alat yang digunakan yaitu double ring Infiltrometer, penggaris, ember, gayung, stopwatch, cangkul, kantong plastik, label, alumunium foil, plastic warp dan peralatan laboratorium untuk menetapkan sifat fisik tanah.

Metode Pemilihan Lokasi Tiga Penggunaan Lahan

Lokasi tiga penggunaan lahan yaitu semak belukar, kebun campuran, dan kebun jati ditentukan pada jenis tanah yang sama. Penggunaan lahan berbeda dipilih berdasarkan variasi perakaran. Semak belukar mewakili sebaran perakaran berdiameter halus (< 2mm) yang didominasi oleh tipe perakaran serabut, kebun campuran mewakili sebaran perakaran berdiameter halus (<2 mm) hingga sedang (2-10 mm) dengan tipe perakaran serabut dan tunggang, dan kebun jati mewakili sebaran perakaran berdiameter besar (>10 mm) dengan tipe perakaran tunggang. Perbedaan perakaran ini diharapkan akan menunjukkan laju dan sebaran vertikal infiltrasi yang berbeda, sehingga dapat diketahui keterkaitan antar penggunaan lahan dengan kemampuannya dalam menyerap air.

Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan masing-masing dengan menggunakan double ring infiltrometer (Gambar 1) dengan diameter 28.5 cm dan 10.5 cm. Pengukuran laju infiltrasi ditetapkan berdasarkan penurunan tinggi genangan air setiap selang waktu tertentu, yaitu pada 10 menit pertama setiap 1 menit, kemudian setiap 2 menit hingga menit ke 20, dan dilanjutkan setiap 5 menit hingga mencapai waktu pengukuran 180 menit.

(17)

3

Tabel 1 Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah Kohnke (1959)

Kelas Laju Infiltrasi Konstan (mm jam-1)

Sangat Lambat <1

Laju infiltrasi konstan ditetapkan dengan perhitungan perbandingan penurunan muka air yang konstan dengan waktu pengukuran.

ft =∆h/∆t

dimana : ft : Laju Infiltrasi (cm/jam) ∆h : Penurunan Muka Air (cm) ∆t : Waktu (jam)

Pengamatan Sebaran Vertikal Infiltrasi

Pengamatan sebaran vertikal infiltrasi pada setiap penggunaan lahan dilakukan dengan memberikan air masing-masing sebanyak 10 liter yang dicampur dengan pewarna ke dalam ring infiltrometer. Setelah 3 jam, (diperkirakan air sudah meresap) profil tanah dibuka untuk pengamatan sebaran vertikal infiltrasi yang terjadi.

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah pada setiap penggunaan lahan terdiri dari contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah utuh diambil menggunakan ring sampler untuk penetapan bobot isi, kadar air pada beberapa tekanan (pF), dan permeabilitas tanah. Pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan secara komposit untuk penetapan bobot jenis partikel (BJP) dan tekstur. Sifat fisik tanah yang dianalisis adalah sifat-sifat yang mempengaruhi laju dan sebaran vertikal infiltrasi tanah. Parameter sifat fisik tanah serta metode analisisnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Metode Analisis Sifat-sifat Fisik Tanah

Parameter pengamatan Metode analisis

Kadar Air Awal Gravimetri

Tekstur Tanah Pipet

Bobot Isi Clod

Porositas Total Gravimetri

Distribusi Ruang Pori Pressure Plate Apparatus

(18)

4

Analisis Data

Data sifat fisik tanah dari hasil pengamatan di lapangan maupun di labiratorium diolah secara deskriptif menggunakan Microsoft Office Exel 2007, dengan cara membandingkan nilai rata-rata sifat fisik tanah antar penggunaan lahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum lokasi penelitian

Jampang Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan peta jenis tanah Balai Penelitian Tanah (1979) pada skala 1:250.000, jenis tanah lahan penelitian adalah Mediteran dengan bahan induk batuan kapur dengan ciri utama warna coklat kekuningan, tekstur klei, struktur remah, dan memiliki solum dalam >100 cm. Sifat-sifat fisik tanah hingga tahap tertentu dapat mengalami perubahan seiring dengan perubahan penggunaan lahan. Tanah yang terbentuk dari bahan induk yang sama dan berkembang pada kondisi yang sama akan mempunyai sifat-sifat yang berbeda apabila memiliki vegetasi penutup atau penggunaan lahan yang berbeda (Yuwana 1986).

Semak Belukar

Semak belukar merupakan tanaman liar yang tumbuh pada habitat alami dengan tinggi rata-rata 0.5-3 m. Semak dapat dikatakan sebagai penutup tanah yang dapat berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah secara alami, mengurangi timbulnya erosi, sebagai bahan pakan ternak, sebagai penutup tanah dalam bentuk mulsa dan serasah, serta dapat memperlambat aliran permukaan, dan memperbesar porositas tanah. Lahan ini sebelumnya merupakan lahan sawah, kemudian berubah menjadi kebun akasia, dan setelah itu beralih fungsi menjadi lahan yang kurang termanfaatkan. Lahan ini menjadi lahan semak belukar selama ±5 tahun terhitung sejak tahun 2010. Pada saat ini tanaman yang ada di lahan semak belukar didominasi oleh rerumputan dan terdapat pohon pisang (Musa paradisiaca) serta mangga (Magnifera indica). Jumlah serasah dan humus cenderung banyak. Perakaran pada lahan ini dari dangkal hingga dalam. Kondisi lahan semak belukar ditampilkan pada Gambar 2.

(19)

5

Kebun Campuran

Lahan kebun campuran merupakan lahan yang ditanami tanaman pertanian dan tanaman tahunan sepanjang tahun. Lahan ini sudah digunakan untuk lahan kebun campuran selama ± 11 tahun. Pada saat ini terdapat berbagai jenis tanaman, antara lain : kacang tanah (Arachis hypogaea L.), ubi jalar (Ipomoea batatas L.), singkong (Manihot utilissima), pisang (Musa paradisiaca), nangka (Arthocarpus heterophyllus), mahoni, (Swietenia macrophylla), dan petai (Parkia speciosa). Lahan kebun campuran mengalami pengelolaan tanah yang cukup intensif. Hal ini dapat diketahui dari pengolahan tanah, pembersihan gulma, dan pemupukan yang dilakukan terus menerus. Proses pemupukan diberikan sebanyak 2 kali selama periode tanam. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik dan pupuk sintetik. Pupuk organik diberikan pada awal tanam, sedangkan pupuk sintetik diberikan pada awal tanam dan masa pertumbuhan. Jumlah serasah dan humus pada lahan ini sedikit, serta memiliki perakaran dangkal. Kondisi lahan kebun campuran ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Penggunaan Lahan Kebun Campuran

Kebun Jati

Lahan ini telah ditanami jati lebih dari 10 tahun. Sebelumnya berbagai pemanfaatan lahan sudah dicoba pada lahan ini, yaitu sebagai sawah dan kolam ikan. Namun karena pasokan air berkurang, agar lahan masih dapat dimanfaatkan, maka lahan ini sekarang digunakan sebagai kebun jati. Selain pohon jati (Tectona grandis) terdapat juga pohon gmelina (Arborea), sengon (Albizia chinensis), mahoni (Swietenia macrophylla), dan berbagai jenis rumput-rumputan. Kebun jati ini memiliki tajuk yang kurang rapat, serasah serta humus yang tipis. Perakaran bervariasi dari dangkal hingga dalam. Pohon jati di lokasi ini umurnya sekitar 10 tahun.

(20)

6

Gambar 4. Penggunaan Lahan Kebun Jati

Sifat-Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah pada suatu penggunaan lahan yang berbeda dapat mempunyai nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis vegetasi dan teknik pengolahan tanahnya. Jenis vegetasi berbeda akan memiliki sebaran dan ukuran perakaran berbeda yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap sifat fisik tanah yang bersangkutan. Selain itu, tingkat pengolahan tanah akan berbeda pada penggunaan lahan berbeda sehingga tingkat gangguannya terhadap sifat fisik tanahpun akan bebeda. Hasil analisis sifat fisik tanah pada semak belukar, kebun campuran, dan kebun jati disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sifat-Sifat Fisik Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati pada ke dalaman 0-20 cm.

Sifat Fisik

(21)

7

penentu tata air dalam tanah seperti pada kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan mengikat air oleh tanah. Tekstur pada ketiga penggunaan lahan adalah klei, dengan kandungan klei rata-rata 80% (Tabel 4). Tingginya kandungan klei dapat memperlambat pergerakan air. Hal ini disebabkan karena tanah-tanah bertekstur klei mempunyai luas permukaan spesifik yang besar sehingga memiliki kemampuan menahan air tinggi (Hardjowigeno 1995). Selain itu, klei termasuk dalam jenis tanah berat. Tanah berat menurut Kanisius (1990) akan sulit ditembus oleh air, sedangkan pada tanah ringan air akan mudah menembusnya. Tekstur pada ketiga penggunaan lahan cenderung sama sehingga pengaruhnya terhadap perbedaan laju dan sebaran vertikal infiltrasi tanah relatif rendah (Tabel 4).

Tabel 4 Tekstur Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran dan Kebun Jati.

Penggunaan Lahan Pasir Debu Klei Kelas

Tekstur …..(%)…..

Semak Belukar 5.49 11.83 82.68 Klei

Kebun Campuran 1.96 13.55 84.50 Klei

Kebun Jati 3.77 9.48 86.75 Klei

Bobot isi (Bulk Density) dan Porositas

Bobot isi atau bulk density merupakan petunjuk kepadatan suatu tanah. Semakin tinggi nilai bobot isi suatu tanah maka semakin padat suatu tanah, sehingga semakin sulit untuk meneruskan air atau sulit untuk ditembus oleh akar tanaman. Bobot isi pada ketiga penggunaan lahan rata-rata 1.1 g cm-3 dengan sebaran berturut-turut 1.14 g cm-3, 1.15 g cm-3 dan 1.14 g cm-3 pada penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran dan kebun jati (Tabel 3). Tanah dengan bobot isi tinggi dapat disebabkan oleh pengolahan lahan secara intensif yang dilakukan terus menerus dalam waktu lama sehingga menyebabkan pemadatan tanah. Pada lahan kebun campuran menunjukkan bobot isi cenderung paling tinggi (1.15 g cm-3). Hal ini dipengaruhi oleh pengolahan tanah intensif yang terjadi pada penggunaan lahan tersebut. Menurut Arsyad (2010) pengaruh pengolahan tanah hanya bersifat sementara menggemburkan tanah, selanjutnya akan terjadi erosi dan penyumbatan pori-pori tanah akibat pengolahan tanah yang salah. Akibat penyumbatan pori, tanah menjadi lebih padat sehingga bobot isi meningkat.

Porositas pada ketiga penggunaan lahan berturut-turut 51.74%,51.32% dan 50.95% pada lahan semak belukar, kebun campuran dan kebun jati. Tanah pada ketiga penggunaan lahan termasuk kedalam jenis tanah yang relatif porous, karena jumlah porositasnya > 50%. Tanah yang porous menurut Hakim (1986) berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara.

Distribusi Ruang Pori

(22)

8

pori air tersedia (PAT), dan pori air tidak tersedia. Pori drainase dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu pori drainase sangat cepat (PDSC), pori drainase cepat

(PDC), dan pori drainase lambat (PDL). PDSC adalah pori yang berukuran ≥ 300 μm

dan akan kosong (tidak mengandung air) pada tekanan 10 cm (pF 1), sedangkan PDC adalah pori yang berukuran antara 300-30 μm dan akan kosong antara tekanan 10 cm (pF 1), dan tekanan 100 cm (pF 2), dan PDL adalah pori yang berukuran antara 30-9

μm dan akan kosong pada tekanan antara 100 cm (pF 2) dengan tekanan sekitar 1/3

atmosfer atau 330 cm (pF 2.54) (Sitorus et al 1981).

Berdasarkan Tabel 3, lahan semak belukar memiliki jumlah pori drainase yang dapat memfasilitasi pergerakan air dalam tanah paling tinggi (17.39%), diikuti kebun campuran (14.77%), dan kebun jati (10.43%). Tingginya ruang pori drainase di lahan semak belukar lebih banyak didominasi oleh pori drainse lambat. Hal ini dapat terjadi akibat tingginya jumlah serasah dan rerumputan di lahan ini.

Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk melewatkan air. Nilai permeabilitas pada lahan semak belukar (0.70 cm jam-1) berdasarkan Sitorus

et al (1981) termasuk dalam kelas lambat, sementara kebun campuran (0.92 cm jam-1) dan kebun jati (1.60 cm jam-1) tergolong agak lambat (Tabel 3).

Rendahnya nilai permeabilitas di lokasi penelitian disebabkan oleh kandungan mineral montmorilonit yang dapat mengembang dan mengkerut. Tanah di lokasi penelitian memiliki nilai COLE > 0.03 (Tabel 3). Menurut Hardjowigeno (2010) nilai COLE > 0.03 menunjukkan dalam tanah ditemukan mineral montmorilonit agak tinggi, sedangkan jika COLE > 0.09 menunjukkan bahwa tanah mengembang dan mengerut dengan nyata, karena kandungan montmorilonit tinggi. Pada tanah demikian, apabila kadar air tanah tinggi akan mengembang dan dapat menghambat pergerakan air sehingga permeabilitas tanahnya rendah. Relatif lebih tingginya nilai permeabilitas tanah pada kebun jati dan kebun campuran, selain disebabkan oleh kadar montmorilonit yang lebih tinggi (Tabel 3) diduga juga akibat adanya peran perakaran dari masing-masing vegetasi pada penggunaan lahan yang bersangkutan.

Laju Infiltrasi Tanah

(23)

9

Tabel 5 Laju Infiltrasi Minimum Lahan Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati.

Penggunaan Lahan Laju Infiltrasi Minimum

(cm jam-1) Kelas Infiltrasi

Semak Belukar 18.8 Sedang-Lambat

Kebun Campuran 28.8 Sedang

Kebun Jati 6.6 Sedang-Lambat

*Klasifikasi menurut Kohnke (1968)

Tabel 5 menunjukkan bahwa laju infiltrasi minimum tertinggi terdapat pada kebun campuran (28.8 cm jam-1), diikuti semak belukar (18.8 cm jam-1), dan kebun jati (6.6 cm jam-1). Menurut klasifikasi Kohnke (1959) laju infiltrasi pada kebun campuran, semak belukar, dan kebun jati secara berturut-turut termasuk dalam klasifikasi sedang, sedang hingga lambat, dan sedang hingga lambat. Penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisik tanah yang selanjutnya akan mempengaruhi laju infiltrasi.

Menurut Arsyad (2010) pori yang berukuran besar adalah pori yang paling berpengaruh terhadap infiltrasi tanah. Tingginya serasah dan rerumputan di lahan kebun campuran memungkinkan terciptanya pori kontinyu dan struktur tanah yang stabil, sehingga laju infiltrasinya tinggi. Adapun laju infiltrasi paling rendah di kebun jati dapat disebabkan oleh munculnya horison C yang tidak tertutup rapat oleh serasah sehingga belum tercipta struktur tanah yang baik.

Gambar 5 Laju Infiltrasi Minimum pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Hutan Jati.

Laju infiltrasi awal

(24)

10

gaya gravitasi. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada lahan semak belukar dan kebun jati memiliki laju infiltrasi awal lebih rendah dibandingkan dengan lahan kebun campuran. Perbedaan laju infiltrasi awal berhubungan dengan kadar air awal pada saat air meresap ke dalam tanah. Tingginya laju infiltrasi awal disebabkan oleh rendahnya kadar air awal. Kadar air awal pada penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran, dan hutan jati secara berturut-turut sebesar 39.29%, 43.24%, 46.61% (Lampiran 2). Kadar air awal pada lahan kebun jati cenderung paling tinggi mengakibatkan laju infiltrasi awal rendah. Pada lahan semak belukar kadar air awal menunjukkan paling rendah akan tetapi laju infiltrasi awal lebih kecil dibandingkan dengan kebun campuran. Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan pada lahan semak belukar yang cenderung lebih kering tanahnya dibandingkan dengan lahan kebun campuran menyebabkan kadar air awal pada semak belukar lebih rendah. Kadar air tanah awal yang rendah dapat menyebabkan hisapan matriks yang menyebabkan air akan masuk ke dalam tanah lebih cepat atau lebih banyak, sehingga tanah-tanah yang lebih kering memiliki kemampuan menarik dan memasukkan air lebih besar (Arsyad 2010).

Sebaran Vertikal Infiltrasi Pada Profil Tanah

Air hujan yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan akan menyebar di dalam tanah. Secara umum sebaran air vertikal ini akan terlihat pada profil tanah. Sebaran vertikal tersebut akan dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik profil tanah. Perbedaan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sifat profil tanah, diantaranya melalui sifat sebaran dan ukuran akar, sehingga sebaran vertikal air infiltrasi dalam profil dapat berbeda. Sebaran vertikal air yang masuk ke dalam tanah disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 6.

Tabel 6 Kedalaman Maksimum Pembasahan Aliran Infiltrasi Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran dan Kebun Jati.

a. Semak Belukar b. Kebun Campuran c. Kebun Jati

Gambar 6 Sebaran Vertikal Infiltrasi Tanah pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati.

Jenis Tanah Kedalaman Air (cm)

Semak Belukar 33

Kebun Campuran 45

(25)

11

Penyebaran vertikal air pada lahan semak belukar cenderung lurus ke bawah hingga kedalaman 33 cm, pada lahan kebun campuran cenderung ke bawah dan ke samping hingga kedalaman 45 cm, dan pada lahan kebun jati cenderung ke samping hingga kedalaman 27 cm. Hasil yang diperoleh berkaitan dengan laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan, dimana laju infiltrasi besar menghasilkan sebaran vertikal infiltrasi pada profil tanah paling dalam. Sebaran air pada lahan kebun campuran menunjukkan distribusi paling dalam dibandingkan dengan penggunaan lahan semak belukar dan kebun jati. Perbedaan kedalaman sebaran air dipengaruhi penggunaan lahan yang selanjutnya akan mempengaruhi sifat fisik tanah. Haridjaja et al. (1990) menyatakan setiap jenis vegetasi mempunyai sistem kanopi, batang, dan perakaran yang berbeda sehingga memberikan tingkat pengaruh yang berbeda terhadap infiltrasi tanah. Sebaran air pada lahan kebun jati cenderung paling dangkal, karena lahan ini sebelumnya merupakan kolam ikan yang telah mengalami cut and fill sehingga horison A dan B telah hilang dan horison C berada di permukaan tanah.

Air meresap ke dalam tanah melalui ruang pori. Salah satu faktor yang membentuk ruang pori pada tanah yaitu sisa-sisa tanaman (serasah di permukaan tanah dan akar). Perakaran yang ada dalam tanah dapat membentuk ruang pori kontinyu (biopori). Selain perakaran, organisme tanah juga berperan dalam pembentukan biopori. Pada lahan semak belukar sebaran air cenderung ke bawah hingga kedalaman 33 cm (Gambar 6), disebabkan pada lahan ini didominasi oleh tanaman dengan perakaran berdiameter halus (<2 mm) tipe perakaran serabut. Pada lahan kebun campuran sebaran air cenderung ke bawah dan ke samping hingga kedalaman 45 cm, disebabkan pada lahan ini didominasi oleh tanaman dengan perakaran berdiameter halus (<2 mm) hingga sedang (2-10 mm) dengan tipe perakaran serabut dan tunggang. Pada kebun jati sebaran air cenderung ke samping hingga kedalaman 27 cm. Hal ini diduga diakibatkan oleh terexposenya horison C ke permukaan tanah, sehingga lapisan yang lebih bawah cenderung lebih keras dan sulit ditembus akar, akibatnya juga sulit dilalui air.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Penggunaan lahan mempengaruhi laju dan sebaran vertikal infiltrasi tanah. Laju infiltrasi tertinggi terdapat pada lahan kebun campuran (28.8 cm jam-1), kemudian semak belukar (18.8 cm jam-1) dan kebun jati (6.6 cm jam-1).

(26)

12

Saran

Perlu dilakukannya pengolahan tanah dengan kaidah konservasi tanah dan air, serta memperbanyak residu tanaman untuk menambah bahan organik tanah yang dapat memperbaiki sifat-sifat fisik dan pergerakan air tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hakim, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademikan Presindo.

Haridjaja O et al. 1990. Hidrologi Pertanian. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kanisius AA. 1990. Tanah dan Pertanian. Jakarta (ID): Kanisius.

Kohnke, H. and A. R. Bertrand. 1959. Soil Conservation. New York (US) : McGraw-Hill Book Co Inc.

Sarief S. 1989. Fisika-Kimia Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Sitorus SRP, O Haridjaja, dan K R Brata. 1981. Penuntun Prantikum Fisika Tanah. Dept ITSL. Bogor (ID) : Institut Pertannian Bogor.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.

Susanto RH, Purnomo RH. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Terjemahan. Yogyakarta (ID): PT. Mitra Gama Widya.

(27)
(28)
(29)

15

Lampiran 1 Kadar Air pada Berbagai Tekanan (pF) Penggunaan Lahan

Kadar air

pF 1 pF 2 pF 2.54 pF 4.2

…..% Volume...

Senak Belukar 49.58 44.96 34.57 28.87

Kebun Campuran 48.12 44.38 36.56 32.27

Kebun Jati 49.54 46.47 40.52 36.14

Lampiran 2 Kadar Air Awal pada Semak Belukar, Kebun Campuran, dan Kebun Jati

Penggunaan Lahan Rata-rata (% v)

Semak Belukar 39.29

Kebun Campuran 43.24

(30)

16

(31)

17

Lampiran 4 Gambar Sebaran Vertikal Infiltrasi 1. Penggunaan Lahan Semak Belukar

Ulangan 1

Ulangan 2

(32)

18

2. Penggunaan Lahan Kebun Campuran

Ulangan 1

Ulangan 2

(33)

19

3. Penggunaan Lahan Kebun Jati

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

(34)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sukabumi pada tanggal 20 Februari 1993, putri dari Bapak Acep Haery dan Ibu Syamsulastri. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara. Penulis memenuhi pendidikan formal di SDN 1 Bojong Lopang pada tahun 1999 dan lulus tahun 2005. Setelah lulus SD, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Mardi Yuana Bojong Lopang tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Selesai menjalani menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan menegah atas di SMAN 1 Jampang Tengah dan lulus pada tahun 2011. Lulus dari SMA penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SMNPTN Undangan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi pengurus dan mengikuti organisasi-organisasi mahasiswa serta unit kegiatan mahasiswa (UKM). Pada tahun 2011, penulis menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka IPB (PASKIBRA) hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2011 dan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2012. Serta mengikuti UKM Merpati Putih. Selain itu, penulis aktif di kepanitiaan di antaranya, panitia Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2012, Temu Alumni Ilmu Tanah 2013, Pekan Olahraga Tanah (PORTAN) 2013, Seminar Nasional 2013 dan 2014, Soilidarity 2013 dan 2014, serta panitia Pertemuan Nasional Ilmu Tanah 2014. Pada tahun 2012 dan 2013, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) IPB sebagai Wakil Bendahara tahun 2012, dan Bendahara Umum tahun 2013. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Fisika Tanah pada tahun 2015, serta Survei dan Evaluasi Lahan pada tahun 2015.

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah Kohnke (1959)
Gambar 4. Penggunaan Lahan Kebun Jati

Referensi

Dokumen terkait

Januardin : Pengukuran Laju Infiltrasi Pada Tata Guna Lahan Yang Berbeda Di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan, 2008. Ukur perubahan tinggi muka air pada cincin

Hal ini menunjukkan jumlah pori yang terdapat dalam tanah dapat lebih dipertahankan sehingga penurunan laju infiltrasi yang terjadi tidak terlalu besar dan memiliki laju

Pengukuran kerapatan partikel tanah sebelum dan sesudah infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tanjung Putus Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat

Penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan laju infiltrasi suatu lahan, perbedaan kapasitas infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan menunjukkan bahwa faktor

Meskipun bahan organik yang terdapat pada lahan kebun kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan bahan organik yang terdapat pada lahan semak belukar, tetapi

Evaluasi Laju Infiltrasi pada Beberapa Penggunaan Lahan Menggunakan Metode Infiltrasi Horton di Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.. Jurnal

Analisa sebaran laju infiltrasi dengan model KI- NEROS dilakukan dengan mempertimbangkan tata guna lahan di lokasi penelitian tahun 2000, 2005, dan 2010 dengan masukan hujan dengan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil laju, volume dan kapasitas infiltrasi yaitu hasil dari laju infiltrasi yang tertinggi terdapat pada tutupan lahan Hutan Sekunder yaitu