• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron) Sebagai Bahan Baku Papan Partikel."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PENYULINGAN KAYU

PUTIH (Melaleuca leucadendron) SEBAGAI BAHAN BAKU

PAPAN PARTIKEL

WINDI PRASETIAWATI DARAJAT

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku Papan Partikel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Windi Prasetiawati Darajat

(4)

ABSTRAK

WINDI PRASETIAWATI DARAJAT. Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku Papan Partikel. Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN.

Papan partikel merupakan papan komposit terbuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lain yang ditambah perekat kemudian dikempa. Limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) mengandung lignoselulosa yang berpotensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan papan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan partikel dari limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) yang diperoleh dari KPH Indramayu, Jawa Barat. Selanjutnya limbah padat dicacah hingga berbentuk partikel, kemudian dioven selama dua hari dengan suhu 65-70

0

C. Papan partikel dibuat dengan memberi perlakuan perekat UF sebanyak 10%, 12%, dan 14% dengan target kerapatan mencapai 0.9 g/cm3. Karakteristik papan diuji secara fisis dan mekanis berdasarkan JIS A 5908:2003. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap kualitas papan. Hasil uji fisis dan mekanis menunjukkan bahwa papan dengan kadar perekat 14% memiliki sifat paling baik.

Kata kunci: limbah padat penyulingan kayu putih, perekat urea formaldehida, papan partikel

ABSTRACT

WINDI PRASETIAWATI DARAJAT. The Utilization of Melaleuca leucadendron Distilling Solid Waste as Main Material for Particle Board.

Supervised by DEDE HERMAWAN.

Particle board made of wood particles or other materials with lignocelluloses which is added with adhesive, and then pressed. Solid waste of

Melaleuca leucadendron distillation contains lignocellulose which has potentially as main alternative materials in particle board making. The purpose of this research is to find out the physical and mechanical characteristics of the particle board from solid waste of Melaleuca leucadendron distillation which is obtained from KPH Indramayu, West Java. The main material later then minced into particle size then roasted for two days in 65-70 0C. The particle boards then are made with the addition of UF adhesive as many as 10%, 12%, and 14% with density target reaches to 0.9 g/cm3. The boards characteristics then are examined physically and mechanically based on JIS A 5908:2003. The result of this research shows that the differences of adhesive consistency in each particle boards affect the quality of the boards. Physical and mechanical examination result shows that the board with 14% of adhesive consistency has best characteristics.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PENYULINGAN KAYU

PUTIH (Melaleuca leucadendron) SEBAGAI BAHAN BAKU

PAPAN PARTIKEL

WINDI PRASETIAWATI DARAJAT

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2015 ini ialah papan partikel, dengan judul Pemanfaatan Limbah Padat Penyulingan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) sebagai Bahan Baku Papan Partikel.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dede Hermawan, MSc selaku pembimbing, serta seluruh dosen, laboran, dan karyawan Departemen Hasil Hutan yang telah membantu dan memberikan arahan selama penulis menjalani studi di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan adik tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan yang telah membantu selama kegiatan penelitian, seluruh sahabat dan THH 48 atas bantuan, semangat, dan doanya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Persiapan Bahan Baku 4

Pembuatan Papan Partikel 4

Pengkondisian Papan Partikel 4

Pemotongan Papan Partikel 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) 6

Karakteristik Perekat Urea Formaldehida 7

Kerapatan 8

Kadar Air 9

Daya Serap Air 10

Pengembangan Tebal 11

Keteguhan Lentur / Modulus of Elasticity (MOE) 12

Keteguhan Patah / Modulus of Rupture (MOR) 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(10)

viii

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia kayu putih 6

2 Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel 7

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram pembuatan papan partikel 3

2 Bentuk pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003 5

3 Kerapatan rata-rata papan partikel 8

4 Kadar air rata-rata papan partikel 9

5 Daya serap air rata-rata papan partikel 10

6 Pengembangan tebal rata-rata papan partikel 11

7 Keteguhan lentur rata-rata papan partikel 12

8 Keteguhan patah rata-rata papan partikel 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rumus Perhitungan Komposisi Papan 17

2 Proses pengujian papan partikel mengacu pada JIS A 5908:2003 18

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Menurut data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 238.5 juta jiwa dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat. Kondisi ini berkorelasi positif dengan permintaan kayu sebagai bahan baku baik untuk memenuhi kebutuhan papan (bangunan) maupun sebagai meubel.

Saat ini, luas hutan yang dikelola di Indonesia setiap tahun terus menurun, begitupun dengan produktivitasnya. Keadaan tersebut tidak dapat mememenuhi permintaan masyarakat akan kebutuhan kayu. Berbagai macam teknologi digunakan untuk memenuhi kebutuhan kayu yang terus meningkat dengan memanfaatkan bahan baku alternatif non kayu. Massijaya (2014) memaparkan bahwa industri pengolahan kayu di Indonesia dengan kapasitas diatas 6000 m3/tahun, jauh diatas kemampuan pasokan bahan baku dalam negeri yang tersedia saat ini, sehingga sangat disayangkan industri pengolahan kayu tidak dapat beroperasi secara maksimal. Maka perlu dikembangkan bahan baku alternatif sebagai pengganti kayu.

Pengembangan bahan baku alternatif non kayu dilakukan untuk mensubstitusi penggunaan kayu sebagai bahan baku yang saat ini ketersediaan dan kualitasnya cenderung menurun. Bahan baku alternatif dapat berasal dari limbah pertanian maupun perkebunan yang mengandung lignoselulosa. Indonesia sebagai negara agraris memiliki ketersediaan limbah pertanian dan perkebunan yang jumlahnya sangat melimpah, contohnya limbah padat penyulingan kayu putih. Data yang diperoleh dari Statistik Kementrian Kehutanan (2013) menunjukkan kapasitas produksi kayu putih seluruh Indonesia mencapai 88,607 ton/tahun. Jika rendemen pengolahan minyak kayu putih mencapai 0.76%, maka limbah yang didapat berkisar antara 27,981.16 ton/tahun. Kandungan limbah padat penyulingan kayu putih yang mengandung lignoselulosa tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif pembuatan papan partikel.

(12)

2

Perumusan Masalah

Masalah yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kualitas sifat fisis dan mekanis papan partikel yang terbuat dari campuran limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan perekat urea formaldehida (UF) dengan perlakuan konsentrasi perekat yang berbeda, sehingga dapat diketahui pada perlakuan mana dihasilkan papan partikel terbaik dengan analisis data hasil yang mengacu pada JIS A 5908:2003 dengan menggunakan software SPSS 21.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan partikel dari limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) sebagai bahan baku alternatif.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan memberikan informasi mengenai sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan bahan baku alternatif limbah tersebut sehingga dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan industri papan partikel.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui kualitas papan partikel yang terbuat dari bahan baku limbah padat penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) dengan perlakuan kadar perekat urea formaldehida (UF) yang berbeda, serta menentukan papan partikel dengan kombinasi terbaik yang sesuai dengan acuan JIS A 5908:2003.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan, yaitu bulan Maret hingga April 2015 di Laboratorium Biokomposit, Workshop, dan Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

(13)

3 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi golok, chipper, oven, timbangan digital, sprayer gun, plat besi, tanur, plastik bening, label, teflon, cetakan papan (20x20) cm, mesin kempa panas, circular saw, alat uji mekanik Instron Universal Testing Machine (UTM), jangka sorong, kompresor, saringan pasir, masker, dan sarung tangan.

Metode

Penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan. Tahapan pertama yaitu persiapan bahan baku, kedua pembuatan papan partikel, ketiga pengkondisian, dan terakhir pengujian. Tahapan penelitian tersebut secara keseluruhan dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram pembuatan papan partikel Pencacahan menjadi partikel

Penyaringan Partikel

Pengovenan 2 hari dengan suhu 65-70 0C

Pencampuran bahan kemudian dimasukan ke dalam cetakan

Pengempaan panas 10 menit dengan suhu 120 0C

Pengondisian selama 1 minggu

Pemotongan contoh uji

Pengujian sifat fisis dan mekanis

(14)

4

Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku diawali dengan melakukan penyortiran antara ranting dan daun limbah padat penyulingan kayu putih. Ranting yang telah terpisah dari daun kemudian dicacah dengan golok hingga mencapai panjang 3-5 cm. Bahan yang sudah dicacah selanjutnya dimasukkan ke dalam chipper agar berbentuk partikel, kemudian partikel tersebut disaring menggunakan saringan pasir. Partikel tertahan selanjutnya di oven selama 2 hari dengan suhu 65-70 0C.

Pembuatan Papan Partikel

Pembuatan papan partikel diawali dengan melakukan penimbangan partikel limbah ranting kayu putih dan perekat UF sesuai perhitungan bahan dengan target kerapatan 0.9 g/cm3 dan kadar perekat UF masing-masing perlakuan 10%, 12%, dan 14% dari berat bahan. Kemudian partikel tersebut dimasukkan ke dalam plastik bening dan dilakukan penyemprotan perekat dengan bantuan gun sprayer

yang dihubungkan ke kompresor. Setelah tercampur, bahan diletakkan di atas cetakan berukuran (20x20x1) cm dengan diberi alas kertas teflon dan sisinya diberi pembatas plat besi setebal 1 cm, kemudian kempa panas dengan suhu 120

0

C selama 10 menit dan tekanan spesifik 25 kgf/cm2. Pada penelitian ini, dibuat masing-masing 3 ulangan untuk setiap perlakuan kadar perekat UF yang diberikan. Rumus perhitungan papan terdapat pada Lampiran 1.

Pengkondisian Papan Partikel

Pengondisian papan partikel dilakukan selama tujuh hari pada suhu kamar. Tujuan dilakukan pengondisian yaitu untuk membebaskan tegangan sisa yang terbentuk di permukaan papan selama proses pengempaan panas dan menyeragamkan kadar air pada papan yang telah dibuat.

Pemotongan Papan Partikel

(15)

5

20 cm

20 cm

Gambar 2 Bentuk pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003 Keterangan:

(a) contoh uji MOE dan MOR berukuran (5x20) cm

(b) contoh uji kadar air dan kerapatan berukuran (10x10) cm

(c) contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal berukuran (5x5) cm Prosedur Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebanyak tiga kali ulangan. Faktor yang diteliti yaitu jumlah kadar perekat yang digunakan pada papan sebanyak 10%, 12%, dan 14%. Model matematisnya adalah sebagai berikut.

Yij = μ + Pi + εij Keterangan:

Yij = hasil pengamatan pengaruh ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan kadar perekat sebanyak -i

εij = kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Data hasil yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan aplikasi SPSS 21, dengan tahap awal menentukan nilai F dengan ANOVA menggunakan selang kepercayaan 95%.

a

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)

Kayu putih (Melaleuca leucadendron) merupakan salah satu tanaman yang sangat berpotensi untuk rehabilitasi lahan marjinal. Tanaman ini banyak terdapat di Jawa, Pulau Buru, Pulau Seram, Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Maluku sebagai tegakan alam. Secara taksonomi, tanaman ini diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Klas Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Famili Myrtaceae, Genus Melaleuca, dan Spesies Melaleuca leucadendron (Craven dan Barlow 1997). Kayu putih merupakan pohon dengan tinggi dewasa sekitar 30 m, batang berwarna abu-abu sampai putih, daun berwarna hijau dan tebal, serta kelenjar minyak pada daun kurang terlihat jelas. Spesies ini tumbuh pada ketinggian 5-400 mdpl dan mampu tumbuh baik pada lahan marginal maupun genangan-genangan air. Selain itu, kayu putih mampu beradaptasi pada tanah dengan drainase kurang baik, toleran terhadap kebakaran, dan mampu bertahan hidup pada tanah dengan kadar garam rendah. Kayu putih biasa digunakan sebagai bahan baku penghasil minyak atsiri. Minyak tersebut diperoleh melalui proses penyulingan daun dan ranting tanaman. Berdasarkan data yang diperoleh dari Perhutani (2013), luas kawasan hutan kayu putih di Pulau Jawa sebesar 24,255.56 ha yang terdiri dari 2,819 ha di Divisi Regional Jawa Tengah, 8,121 ha Divisi Regional Jawa Timur, dan 13,315.56 ha Divisi Regional Jawa Barat dan Banten dengan kapasitas produksi pertahun mencapai 400 ton. Tanaman kayu putih selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak atsiri, bagian batang kayu putih biasa digunakan sebagai tiang bangunan dan bahan baku pulp. Kajian potensi komposisi kimia tumbuhan kayu putih yang dilakukan Junaidi dan Yunus (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia kayu putih

Komposisi Komposisi Kimia Kayu Putih Klasifikasi Komposisi Kayu Daun

Tinggi Sedang Rendah Kadar Klasifikasi α-Selulosa% > 45 40-44 < 40 37.99 Rendah

Sumber: Junaidi dan Yunus (2009)

(17)

7 partikel dengan cara membentuk ikatan kovalen saat bereaksi dengan senyawa hidroksi radikal.

Karakteristik papan partikel dengan bahan baku limbah penyulingan minyak kayu putih dapat diketahui dengan melakukan pengujian sifat fisis dan mekanis yang mengacu pada standar JIS A 5908:2003. Pengujian sifat fisis terdiri dari kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal. Pengujian sifat mekanis terdiri dari keteguhan lentur dan keteguhan patah. Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel

Sumber: JIS A 5908:2003

Karakteristik Perekat Urea Formaldehida

Perekat merupakan substansi yang menyatukan dua buah benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Berdasarkan reaksi perekat terhadap panas, perekat dibedakan menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic. Perekat bersifat

thermosetting merupakan perekat yang dapat bereaksi jika terkena panas atau bereaksi kimia dengan katalisator. Perekat jenis ini bersifat irreversible, artinya tidak dapat kembali melunak jika sudah mengeras. Perekat bersifat thermoplastic

merupakan perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan mengeras jika didinginkan. Perekat thermoplastic bersifat reversible.

Perekat urea formaldehida (UF) merupakan perekat yang bersifat

thermosetting hasil reaksi antara urea dan formaldehida. Ruhendi et al. (2008) memaparkan bahwa perekat UF matang (curing) pada kondisi asam, keasaman UF diperoleh dari hardener (NH4Cl). UF akan cepat mengeras dengan naiknya

temperatur atau menurunnya pH. Kelebihan perekat UF yaitu memiliki warna putih yang tidak mengganggu saat penggunaan, harga relatif murah dibandingkan perekat sintetis lain, dan relatif tahan terhadap biodeteriorasi dan air dingin.

Malloney (1993) menjelaskan, perekat UF lebih banyak digunakan pada industri papan partikel karena memiliki waktu pengerasan singkat. Papan partikel dengan perekat UF ditujukan untuk penggunaan interior sehingga tidak dituntut daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh air dan kelembaban.

No Parameter Sifat Fisis Mekanis Standar JIS A 5908:2003

1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9 g/cm3

2 Kadar air (%) 5-13%

3 Daya serap air (%) -

4 Pengembangan tebal (%) Maksimal 12%

5 MOE (kgf/cm2) Minimal 20000 kgf/cm2

(18)

8

Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volumenya. Kerapatan papan partikel dipengaruhi kerapatan kayu asal yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan pada proses pengempaan (Bowyer et al.

2007). Selain itu, Alam (2009) menyatakan bahwa kerapatan merupakan sifat fisis yang mempengaruhi sifat mekanis dan sifat fisis lainnya. Nilai kerapatan papan partikel sangat mempengaruhi sifat papan yang dihasilkan, karena hal ini mempengaruhi penggunaan akhir produk tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan (2011), menunjukkan nilai kerapatan papan partikel yang dibuat dari partikel halus memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan partikel yang disusun dari partikel lebih kasar. Hal ini disebabkan partikel halus lebih mudah dipadatkan saat proses pengempaan panas dibandingkan partikel kasar, sehingga terciptanya ruang kosong di dalam papan dapat diminimalisir. Kerapatan bahan baku papan partikel yang digunakan mempengaruhi kerapatan papan yang dihasilkan. Semakin rendah kerapatan bahan yang digunakan, maka papan partikel yang dihasilkan akan memiliki kerapatan dan kekuatan semakin tinggi karena partikel-partikel yang mudah dimampatkan.

Gambar 3 Kerapatan rata-rata papan partikel

Gambar di atas menunjukkan hasil pengujian nilai rata-rata kerapatan yang telah diuji. Papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14% masing-masing memiliki kerapatan 0.884 g/cm3, 0.898 g/cm3, dan 0.891 g/cm3. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penambahan perekat tidak berbeda nyata terhadap kerapatan papan partikel. Artinya pada papan partikel dengan campuran perekat 10%, 12%, maupun 14% tidak menghasilkan perbedaan kerapatan papan. Komponen perekat akan menutup rongga-rongga halus pada papan, sehingga dapat meningkatkan nilai kerapatan. Namun, nilai kerapatan papan partikel pada penelitian ini memiliki target sebesar 0.9 g/cm3, sehingga komposisi perekat dan partikel telah ditentukan sebelumnya agar mencapai kerapatan target. Nilai kerapatan dari ketiga perlakuan memiliki kerapatan kurang dari target, namun hampir mendekati target. Wastu (2011) menyatakan bahwa kerapatan yang berbeda-beda disebabkan penyebaran partikel yang kurang merata

(19)

9 saat proses pengempaan panas. Penyebaran partikel yang kurang merata menyebabkan massa partikel tiap bagian papan memiliki kerapatan bervariatif. Selain itu, tekanan kempa yang kurang menyebabkan partikel-partikel menjadi kurang rapat dan menghasilkan papan dengan kerapatan rendah. Berdasarkan standar yang ditetapkan JIS A 5908:2003, seluruh papan yang dibuat telah memenuhi standar kerapatan yang ditetapkan karena berada pada interval 0,4 - 0,9 g/cm3. Semakin tinggi kerapatan yang dihasilkan, maka kekuatan papan tersebut akan meningkat untuk menahan beban, karena ikatan antarpartikel semakin kuat.

Kadar Air

Kadar air merupakan kandungan air yang terdapat di dalam papan partikel setelah melalui proses pembuatan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungannya. Papan partikel dengan kualitas tinggi memiliki kadar air yang rendah, karena jika kadar air yang terdapat dalam papan partikel terlalu tinggi menyebabkan papan mudah rusak. Selain itu, nilai kadar air mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang (Han et al. 2006). Menurut standar JIS A 5908:2003, nilai kadar air papan partikel berkisar antara 5-13%.

Gambar 4 Kadar air rata-rata papan partikel

Kadar air tertinggi terdapat pada papan dengan perlakuan penambahan UF sebanyak 10%, sedangkan papan dengan penambahan UF 14% memiliki nilai kadar air terendah. Nilai kadar air untuk masing-masing perlakuan 10%, 12%, dan 14% yaitu 12.049%, 11.476%, dan 10.764%. Maloney (1993) menyatakan bahwa nilai kadar air yang terdapat pada papan partikel sangat mempengaruhi sifat dari papan partikel yang dihasilkan. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan penambahan kadar perekat pada papan partikel berbeda sangat nyata terhadap nilai kadar air yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar perekat yang ditambahkan, semakin kecil kadar air yang dimiliki papan tersebut. Jika diamati, semua papan yang dibuat telah memenuhi standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan kadar air pada papan partikel berklisar antara 5-13%. Perekat UF merupakan perekat yang larut air dan bersifat hidrophilic selain itu bahan partikel limbah penyulingan kayu putih juga menyerap uap air dari udara karena sifatnya

(20)

10

yang higroskopis. Seharusnya setiap penambahan kadar UF meningkatkan jumlah kadar air yang terkandung dalam papan. Namun yang terjadi sebaliknya, setiap kadar perekat ditingkatkan jumlah kadar air dalam papan menurun. Hal ini disebabkan partikel perekat mengisi rongga-rongga papan yang berpotensi menyerap uap air dari udara, sehingga semakin banyak perekat yang digunakan akan menyebabkan semakin banyak pula rongga pada papan tertutup partikel perekat. Menurut Suhasman (2011), secara umum perekat bersifat hidrophobic

sehingga menurunkan kemampuan papan untuk menyerap air bebas. Daya Serap Air

Daya serap air menunjukkan kemampuan papan partikel menyerap air setelah direndam selama 24 jam dalam suhu ruang. Ikatan antar partikel pada papan mempengaruhi daya serap air. Semakin rapat dan kuat ikatan yang terjadi akan menghasilkan papan dengan kemampuan daya serap air yang rendah. Standar JIS A 5908:2003 tidak mensyaratkan daya serap air pada papan partikel, namun sifat fisis tersebut perlu diperhatikan karena mempengaruhi kualitas papan partikel. Tarigan (2012) menyebutkan bahwa daya serap air memiliki hubungan linear dengan pengembangan tebal. Semakin kecil nilai daya serap air yang diperoleh, semakin baik kualitas papan partikel yang dihasilkan.

Gambar 5 Daya serap air rata-rata papan partikel

Hasil penelitian menunjukkan nilai daya serap air yang dihasilkan oleh papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14% masing-masing sebesar 55.750%; 47.308%, dan 27.308%. Gambar 5 menunjukkan semakin banyak perekat UF yang ditambahkan pada komposisi papan menyebabkan daya serap air semakin menurun. Daya serap air dari papan dengan perlakuan 12% menghasilkan penurunan nilai daya serap air sebesar 8.442% terhadap perlakuan 10%, sedangkan pada perlakuan 14% menyebabkan daya serap air menurun sebesar 28.442% terhadap perlakuan 10%. Sejauh ini, penambahan kadar perekat sampai 14% memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap penurunan nilai daya

(21)

11 serap air. Perekat cenderung bersifat hidrophobic, sehingga semakin banyak jumlah perekat yang ditambahakan akan mengakibatkan kemampuan papan dalam menyerap air berkurang (Suhasman 2011).

Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan penambahan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap daya serap air. Semakin tinggi kadar perekat yang ditambahkan menyebabkan daya serap air pada papan semakin rendah. Standar JIS A 5908:2003 tidak menetapkan nilai daya serap air pada papan partikel, namun pengujian sifat fisis ini sangat penting dilakukan karena kualitas suatu papan partikel dapat ditentukan oleh nilai daya serap airnya. Semakin kecil nilai daya serap air papan partikel maka kualitasnya semakin baik.

Siringoringo (2011) menambahkan, kerapatan tinggi pada papan komposit menyebabkan ikatan antar partikel semakin kompak dan memperkecil rongga udara dalam lembaran papan, sehingga air atau uap air sulit mengisi rongga udara dan menyebabkan nilai daya serap air semakin kecil. Penyebab tingginya nilai daya serap air pada papan bukan hanya disebabkan faktor absorbsi bahan baku dan ketahanan perekat dalam air saja. Faktor lain seperti volume ruang kosong yang terdapat pada papan, luas permukaan yang tidak tertutup perekat, dan dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel berpengaruh terhadap nilai daya serap air (Putri 2009). Papan dengan kemampuan daya serap air yang rendah memiliki tingkat keawetan dan kekuatan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan papan akan lebih terhindar dari pelapukan dan serangan organisme perusak.

Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal merupakan perubahan dimensi tebal pada papan partikel. Seperti halnya pada daya serap air, pengembangan tebal dipengaruhi oleh air yang masuk ke dalam papan partikel dan dipengaruhi ikatan antar partikel pada papan. Papan dengan kualitas baik memiliki nilai pengembangan tebal rendah.

Gambar 6 Pengembangan tebal rata-rata papan partikel

Nilai pengembangan tebal yang dihasilkan dari papan partikel yang diperoleh masing-masing untuk perlakuan 10%, 12%, dan 14% yaitu 20.386%, 11.527%, dan 5.418%. Gambar 6 menunjukkan setiap penambahan perekat 2% menurunkan nilai pengembangan tebal hampir dua kali lipat. Nilai pengembangan

(22)

12

tebal yang diperoleh berhubungan linear dengan nilai daya serap air. Semakin tinggi kadar perekat yang dicampurkan, semakin rendah air yang masuk ke dalam papan partikel. Nilai pengembangan tebal mempengaruhi stabilitas dimensi suatu papan partikel, semakin rendah nilai pengembangan tebal yang diperoleh maka nilai stabilitas dimensinya semakin tinggi (Setiawan 2008). Umumnya, kelemahan papan partikel memiliki nilai stabilitas dimensi yang rendah. Menurut standar JIS A 5908:2003, pengembangan tebal maksimal pada papan partikel yaitu 12%, sehingga jika mengacu pada standar tersebut papan dengan kadar perekat 12% dan 14% telah memenuhi standar JIS A 5908:2003.

Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap pengembangan tebal suatu papan. Semakin tinggi kadar perekat yang ditambahakan, semakin rendah nilai pengembangan tebal yang diperoleh. Selain penambahan kadar perekat, Suhasman (2011) menambahkan bahwa perlakuan oksidasi pada papan partikel mampu membentuk ikatan kovalen pada saat proses pengempaan panas, sehingga papan menjadi lebih kuat dan stabil, selain itu papan yang dikempa lebih lama akan memiliki pengembangan tebal yang kecil karena memiliki stabilitas dimensi yang tinggi.

Keteguhan Lentur / Modulus of Elasticity (MOE)

Keteguhan lentur atau MOE mengukur kekuatan papan dalam menerima beban hingga batas proporsi (Manurung 2011). Nilai MOE berhubungan dengan kemampuan papan setelah mendapat beban untuk kembali ke bentuk asalnya.

Gambar 7 Keteguhan lentur rata-rata papan partikel

Nilai MOE masing-masing papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14% yaitu 45235.351 kgf/cm2, 59752.359 kgf/cm2, dan 72210.822 kgf/cm2. Semakin tinggi kadar perekat yang ditambahkan, maka semakin tinggi pula nilai MOE yang dihasilkan. Kerapatan dan kekompakkan papan partikel berkorelasi positif dengan nilai MOE yang dihasilkan. Peningkatan nilai MOE secara signifikan terjadi pada penambahan perekat dari 10% menjadi 12% yaitu dengan penambahan 2% perekat menyebabkan nilai MOE meningkat sebesar 14517.008 kgf/cm2. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan

(23)

13 bahwa penambahan perekat pada partikel berbeda sangat nyata terhadap kekuatan MOE. Jika dilihat dari acuan JIS A 5908:2003, nilai MOE memiliki nilai minimal 20000 kgf/cm2, sehingga ketiga perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Keteguhan lentur merupakan salah satu parameter yang sulit dicapai pada papan partikel. Penggunaan bahan baku dengan kandungan lignin tinggi dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai MOE pada papan partikel, selain itu Suhasman (2011) menambahkan penggunaan perekat alami dengan partikel yang lebih besar dapat meningkatkan nilai MOE karena perekat akan lebih mudah menyatu dengan partikel. Selain itu, Bowyer et al. (2007) menyatakan bahwa geometri partikel menjadi salah satu aspek terpenting dalam menentukan sifat-sifat papan yang dihasilkan. Partikel yang ideal untuk menyeimbangkan kekuatan dan stabilitas dimensi adalah partikel serpih tipis dengan ketebalan seragam dan perbandingan panjang ke tebal yang tinggi (slendernees ratio). Peningkatan

slenderness ratio akan meningkatkan nilai MOE.

Keteguhan Patah / Modulus of Rupture (MOR)

Kekuatan lentur patah berhubungan dengan kekuatan papan atau ukuran kemampuan papan dalam menahan beban yang bekerja dan cenderung merubah bentuk dan ukuran papan tersebut. Menurut Bowyer et al. (2007), nilai MOR digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar. Nilai MOR akan meningkat sesuai meningkatnya kerapatan papan. Kerapatan kayu asal mempengaruhi MOR papan partikel melalui sifat keterkempaannya yang semakin baik seiring rendahnya nilai kerapatan kayu. Keteguhan patah atau MOR berhubungan dengan kemampuan papan menahan beban maksimum. Hal ini sangat penting diketahui jika penggunaan papan sebagai komponen struktural.

Gambar 8 Keteguhan patah rata-rata papan partikel

Hasil pengujian menunjukkan nilai MOR masing-masing papan dengan perlakuan 10%, 12%, dan 14% yaitu 51.733 kgf/cm2, 69.412 kgf/cm2, dan 82.016 kgf/cm2. Hasil yang diperoleh dari pengujian menunjukkan bahwa penambahan

(24)

14

kadar perekat UF sebanyak 14% memiliki nilai MOR paling tinggi. Standar JIS A 5908:2003 menetapkan nilai MOR minimal sebesar 80 kgf/cm2. Jika dilihat dari nilai pengujian yang dilakukan, hanya papan partikel dengan kadar penambahan perekat 14% yang memenuhi standar tersebut. Hal ini dapat disebabkan ada zat ekstraktif yang tersisa dalam partikel limbah penyulingan kayu putih sehingga menghambat proses pematangan perekat saat proses pengempaan panas. Maloney (1993) menjelaskan bahwa zat ekstraktif mempengaruhi konsumsi perekat, laju pengerasan perekat, dan daya tahan partikel yang dihasilkan. Selain itu, kurangnya kemerataan penyebaran perekat dapat menjadi faktor kecilnya nilai MOR yang diperoleh. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan penambahan kadar perekat berbeda sangat nyata terhadap nilai keteguhan patah. Selain dipengaruhi perekat, nilai keteguhan patah papan partikel ditentukan oleh panjang serat. Boimau (2010) menyatakan bahwa semakin panjang serat yang digunakan maka penguatan yang diberikan terhadap matrik akan semakin besar sehingga ikatan serat antar matrik semakin kuat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Papan partikel yang dibuat dari bahan baku limbah penyulingan kayu putih (Melaleuca leucadendron) memiliki sifat fisis dan mekanis yang dipengaruhi oleh kadar perekat yang ditambahkan. Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa semakin tinggi perekat yang digunakan akan menghasilkan papan dengan sifat fisis dan mekanis paling baik. Nilai kerapatan pada penelitian ini tidak dipengaruhi kadar perekat, karena telah ditentukan target kerapatan papan yang akan dibuat. Sifat fisis lainnya seperti kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal memiliki nilai lebih baik pada kadar perekat UF sebanyak 14%, selain itu hasil uji sifat mekanis seperti keteguhan elastisitas dan keteguhan patah pun memiliki nilai terbaik pada kadar perekat UF 14%.

Saran

(25)

15

DAFTAR PUSTAKA

Alam SP. 2009. Pengaruh rendaman dingin dan kombinasi campuran kayu terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel dari tiga jenis kayu cepat tumbuh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Boimau K. 2010. Pengaruh Fraksi Volume dan Panjang Serat Terhadap Sifat Bending Komposit Poliester yang diperkuat Serat Batang Pisang. [internet].

[diunduh 2015 Mei 22]. Tersedia pada:

http://www.undana.ac.id/sainstek2/download/teknik/pdf/Teknik%20T142-T145.pdf

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia. [internet]. [diunduh 2015 Mei 30]. Tersedia pada: http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indonesi a_2010-2035.pdf

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science, 5th ed. United States of America (US): Blackwell Publishing

Craven LA, Barlow BA. 1997. New taxa and combination in Melaleuca (Myrtaceae). Botanical nomenclatur J. 7(2): 113-119

Han G, Wu Q, Wang X. 2006. Stress-wave velocity of wood-based panels: effects of moisture, product type, and material direction. Forest Prod. J. 56(1): 28-33 Ikhsan MF. 2011. Pendugaan sifat mekanis lentur papan partikel dari beberapa

kayu cepat tumbuh pengujian secara nondestruktif dengan metode stresswave velocity [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[JIS] Japanese Industrial Standard. 2003. Japanese Standards Association: Particleboards. Tokyo.

Junaidi AB, Yunus R. 2009. Kajian potensi tumbuhan gelam (Melaleuca cajuputi

powell) untuk bahan baku industri dan pulp : aspek kandungan kimia kayu. J. Hutan Tropis Borneo 10 ( 28) : 284-291

Kementrian Kehutanan. 2013. Statistik Kementrian Kehutanan. [internet].

[diunduh 2015 September 12]. Tersedia pada:

2fba7c7da8536e31671e3bb84f141195.pdf

Manurung OM. 2011. Karakteristik papan serat berkerapatan sedang yang dibuat dari serat bambu betung proses CMP sederhana [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Massijaya YM. 2014. Pengembangan Produk Komposit untuk Mendukung Industri Pengolahan Kayu Indonesia. [internet]. [diunduh 2015 Mei 22].

Tersedia pada:

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/73628/Pro%20Dr%20Ir %20Muh%20Yusram%20Massijaya%20MS%20__fahutan.pdf?sequence=1&i sAllowed=y

Maloney TM. 1993. Modern Particle Board and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Miller Freeman Publication. USA

Perhutani. 2013. Minyak Kayu Putih. [internet]. [diunduh 2015 Mei 8]. Tersedia pada: http://bumn.go.id/perhutani/halaman/157

(26)

16

Ruhendi S, Sahriyanti S, Nurhaida, Hikma Y, Firda A, Desy N. 2008. Analisis Perekatan Kayu. Bogor: IPB Press.

Setiawan B. 2008. Kualitas papan partikel sekam padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Siringoringo, JB. 2011. Kualitas papan partikel berkerapatan sedang dari kayu berdiameter kecil [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sudarsono T, Rusianto, Suryadi Y. 2010. Pembuatan Papan Partikel Berbahan Baku Sabut Kelapa dengan Bahan Pengikat Alami (Lem Kopal). J. Teknologi

3(1): 22-32

Suhasman. 2011. Papan Partikel Tanpa Perekat Dari Bambu Andong Dan Kayu Sengon Menggunakan Perlakuan Oksidasi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutresno. 2014. Kombinasi Perlakuan Oksidasi, Penambahan Parafin Dan Waktu Kempa Pada Kualitas Papan Partikel Tanpa Perekat Dari Bambu Tali [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tarigan MD. 2012. Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) Untuk Papan Partikel Pada Berbagai Kadar Perekat Likuida Dengan Fortifikasi Melamin Formaldehid [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Rumus Perhitungan Komposisi Papan

(28)

18

Lampiran 2 Proses pengujian papan partikel mengacu pada JIS A 5908:2003

Kerapatan

Penentuan kerapatan dinyatakan dalam hasil perbandingan antara massa (M) dan volume papan partikel (V). Contoh uji yang digunakan untuk mengukur kerapatan berukuran 10cm x 10cm x 1 cm, sama dengan contoh uji kadar air. Kerapatan papan partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kerapatan(g/cm3) =

Dimana: M = Massa (g)

V = Volume papan partikel (cm3) Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air papan partikel yang dihasilkan. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm (sesuai standar JIS A 5908:2003) ditimbang massa awalnya (B1), lalu dioven selama 24 jam dan

didinginkan dalam desikator sampai kondisi stabil, kemudian ditimbang massanya (B2). Kadar air papan partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Pengukuran dilakukan dengan menghitung massa sebelum (B1) dan massa

sesudah (B2) direndam selama 24 jam. Nilai daya serap air dihitung dengan rumus

sebagai berikut.

Pengembangan tebal dilakukan dengan cara mengukur selisih tebal contoh uji sebelum (T1) dan sesudah (T2) direndam selama 24 jam. Contoh uji yang

digunakan berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Besarnya pengembangan tebal dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

TS =

x 100%

Dimana:

TS = Thickness Swelling (pengembangan tebal (%) T1 = Tebal sampel sebelum direndam (cm)

(29)

19 Pengujian Kuat Lentur / Modulus of Elasticity (MOE)

Pengujian menggunakan alat ukur Universal Testing Machine Instron. Pembebanan dilakukan pada satu titik tengah hingga batas titik elastis contoh uji tersebut. Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Nilai MOE dapat diukur dengan rumus sebagai berikut.

MOE =

Dimana:

MOE = Keteguhan lentur (kgf/cm2) = Selisih beban (kgf)

L = Panjang bentang (cm) = Perubahan defleksi (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)

Pengujian Keteguhan Patah / Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian ini dilakukan secara bersamaan dengan pengujian MOE, namun dilakukan sampai contoh uji rusak. Hal tersebut bertujuan agar nilai beban maksimum (Pmax) yang mampu diterima contoh uji dapat diketahui. Nilai MOR

dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut.

MOR =

Dimana:

(30)

20

Lampiran 3 Anova sifat fisis dan mekanis papan partikel Kerapatan

Corrected total 348.062 8

a R squared = .977 (Adjusted R Squared = ,969)

Intercept 16995.468 1 16995.468 1926.324 .000

Kadar perekat 1280.390 2 640.195 72.562 .000

Error 52.936 6 8.823

Total 18328.794 9

Corrected total 1333.327 8

(31)

21

Kadar perekat 339.933 2 169.966 125.446 .000

Error 8129 6 1.355

Total 1741.591 9

Corrected total 348.062 8

a R squared = .977 (Adjusted R Squared = ,969) Keteguhan Lentur Source Type III Sum

of Squares

df Mean Square F Sig

Corrected Model

1093632773a 2 546816386.5 24.884 .001 Intercept 31399321397 1 31399321397 1028.511 .000 Kadar perekat 1093632773 2 546816386.5 24.884 .001

Error 131849363.1 6 21974893.85 Total 32624803533 9

Corrected total 1225482136 8

a R squared = .892 (Adjusted R Squared = ,857) Keteguhan Patah Source Type III Sum

of Squares

df Mean Square F Sig

Corrected Model

1388.473a 2 694.236 13.951 .006

Intercept 41273.986 1 41273.986 829.447 .000

Kadar perekat 1388.473 2 694.236 13.951 .006

Error 298.565 6 49.761

Total 42961.023 9

Corrected total 1687.038 8

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, 17 April 1993 dari ayah Ir. Darajat dan ibu Nani Rohmani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan taman kanak-kanak di TK Nurul Albab dan lulus tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri Soklat hingga tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Subang. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Subang dan dalam tahun yang sama penulis lulus Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjalani kegiatan pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis melakukan beberapa kegiatan praktik lapang, antara lain: Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cilacap-Baturraden, Jawa Tengah (2013), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat, Sukabumi (2014), serta menjalani Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Timber Indonesia, Probolinggo, Jawa Timur selama dua bulan (2015).

Gambar

Gambar 1 Diagram pembuatan papan partikel
Gambar 2 Bentuk pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
Tabel 1 Komposisi kimia kayu putih
Tabel 2 Standar pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat kehilangan hasil Padi dan Jagung pada saat panen turun 0,25% pertahun, meningkatnya mutu hasil dari penanganan pasca panen dan pengolahan hasil, serta jumlah

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa bahasa waria adalah bahasa yang bersifat unik dan kreatif, penggunaan bahasa waria digunakan kaum waria untuk berkomunikasi

[r]

agribisnis dengan kegiatan lainnya karena masing-masing pelaku agribisnis mengambil keputusan sendiri-sendiri dalam menjalankan usahanya, konsekuensinya adalah dinamika

[r]

Strategi pemberian makan kepada anak oleh induk 1g. Femberian makanan dalam bentuk kuning telur

(2) Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa mempunyai tugas penyiapan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis,

Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok