POTENSIAL DYE CURTAIN WITH PANDANUS LEAF (Pandanus amaryllifolius Roxb.) EXTRACT AGAINS
Aedes aegypti (Linn.) MOSQUITO
AZATU ZAHIRAH SAYOETI
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a dangerous disease with the vector is Aedes aegypti in subtropical countries. It is necessary for vector control, one of them is to discover the potential of dye curtains to assesses extract fragrant pandan leaves (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) residue. The study was conducted in the Field, Laboratory of Biology and of Organic Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Lampung within 2 months. The design used was a completely randomized design (CRD) with the extract concentration of 30%, 35%, 40%, 45%, 50%, and 0%. The results of this study indicate fragrant pandan extract residue with the presence of death and fainted on the test mosquitoes. Research conclusions contained residual effect of fragrant pandan extract to cause death of Aedes aegypti, early in dyeing and continue to decline with increasing time with the value of p> 0.05.
POTENSI GORDEN CELUP EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) TERHADAP NYAMUK
Aedes aegypti (Linn.)
AZATU ZAHIRAH SAYOETI
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti di negara-negara subtropis. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian vektor, salah satunya dengan melihat potensi gorden celup untuk menilai residu ektrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) Penelitian dilakukan di Lapangan, Laboraturium Biologi dan Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung selama 2 bulan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak 30%, 35%, 40%, 45%, 50%, dan 0%. Hasil penelitian ini menunjukkan residu ekstrak pandan wangi pada gorden celup dengan terdapat kematian dan pingsan pada nyamuk uji. Kesimpulan penelitian terdapat pengaruh residu dari ekstrak pandan wangi berpotensi menyebabkan kematian nyamuk
Aedes aegypti di awal pencelupan dan terus berkurang dengan bertambahnya waktu dengan nilai p>0,05.
POTENSI GORDEN CELUP EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) TERHADAP NYAMUK
Aedes aegypti (Linn.) (Skripsi)
Oleh:
AZATU ZAHIRAH SAYOETI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
v
DAFTAR BAGAN
Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
i
1.5.2 Kerangka Konsep...6
1.6Hipotesis ...7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Biologi Daun Pandan Wangi ...8
2.1.1 Klasifikasi Daun Pandan Wangi ...8
2.1.2 Morfologi Daun Pandan Wangi ...8
2.1.3 Penyebaran Daun Pandan Wangi ...9
2.1.4 Kandungan Daun Pandan Wangi ...10
2.2Biologi Aedesaegypti ...12
2.2.1 Klasifikasi Aedes aegypti ...12
2.2.2 Siklus Hidup Aedes aegypti ...14
2.2.3 Pengendalian Vektor ... 15
2.3Insektisida Botani ...18
2.4Pandanwangi dan Insektisida Botani ...19
2.5Gorden Celup ...20
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...21
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...21
3.3 Populasi dan Sampel ...21
ii
3.5 Prosedur Penelitian ...24
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ...28
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ...30
3.8 Aspek Etik Penelitian ...31
3.9 Alur Penelitian ...33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil ...34
4.2Pembahasan ...37
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ...40
5.2Saran ...40
DAFTAR PUSTAKA ...41
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Sampel ...22
Tabel 2. Volume Ekstrak Daun pandan Wangi yang Dibutuhkan ...26
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...29
Tabel 4. Persentase Nyamuk Aedes aegypti yang Mati ...35
Tabel 5. Hasil EDNyamuk Mati ...35
Tabel 6. Persentase Nyamuk Aedes aegypti yang Pingsan ...36
Tabel 7. Hasil ED Nyamuk Pingsan ...37
Tabel 8. Dummy Tabel ...45
Ku persembahkan karyaku ini kepada :
Allah Subhanahu
Wa Ta ‘ala
Sebagai salah satu bentuk rasa syukurku
atas segala pertolongan dan kemudahan yang telah diberikan hingga
saat ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1993 di Bandar Lampung. Penulis merupakan anak ke-3dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Abdullah Sayoeti dan Ibu Noni Agustini. Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Al-Kautsar, dilanjutkan Sekolah Dasar Al-Kautsar Bandar Lampung dan tamat belajar pada tahun 2005.
Penulis melanjutkan pendidikan kejenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2008 dan dilanjutkan kejenjang Sekolah Menengah Atas di SMA Al- Kautsar Bandar Lampung dan tamat belajar pada tahun 2011.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan
karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa
shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang syafaatnya sangat diinginkan dan dirindukan kelak di
Yaumil Akhir.
Skripsi dengan judul “POTENSI GORDEN CELUP EKSTRAK DAUN
PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) TERHADAP NYAMUK
Aedes aegypti (Linn.)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran.
3. Dr. Emantis Rosa, M.Biomed selaku Pembimbing Utama atas segala
kesediaan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, saran, kritik,
4. dr. Catur Ariwibowo selaku Pembimbing Kedua atas waktu, pikiran,
saran, bimbingan, serta kesabarannya dalam membimbing saya hingga
skripsi ini selesai.
5. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.Kes, Sp. MK selaku Penguji Utama
pada ujian skripsi. Terima kasih atas motivasi, dukungan, saran dan kritik
membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
6. dr. Reni Zuraida selaku dosen Pembimbing Akademik yang sudah
memberikan pengalaman, memberi motivasi, dan membimbing saya dalam
mengatur strategi perkuliahan.
7. Staf–staf dosen yang telah menjadi guru saya, sangat banyak ilmu yang
telah diberikan, dan hanya Tuhan yang bisa membalas semua hal yang
telah beliau–beliau berikan kepada saya.
8. Staf Akademik dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran yang telah membantu
saya dalam segala administrasi di kampus.
9. Kedua orang tuaku papi Abdullah Sayoeti dan mami Noni Agustini yang
senantiasa mendukung dan selalu ada untukku. Terima kasih atas segala
doa yang tak pernah terlupa di setiap shalatmu, segala bentuk dukungan,
motivasi, nasehat, pengalaman hidup, dan kesabaran dalam menghadapi
anakmu ini. Maaf bila ananda sering mengecewakan dan belum bisa
membanggakan, sesungguhnya aku takkan menjadi seperti sekarang ini
bila tanpa genggaman tanganmu. You’re hero in my world.
10.Abang M. Fitra Wardana Sayoeti, kakak Talitha Badzlina Sayoeti dan ade
memberikan dukungan, perhatian, menjadi teman dikala jenuh, dan
menjadi contoh yang baik sehingga adek bisa menjadi seorang wisudawan.
11.Sahabatku, teman seperjuanganku, geng terbaik sepanjang masa dan teman
seperjuangan penelitian dan skripsi Aini Putri, Dwitya Rilianti, muflikha
Sofiana Putri, Zuryati Toiyiba Qurbany dan Nycho Alva Chindo.
Terimakasih atas segala suka dan duka yang telah kita lewati bersama dan
juga segala waktu bahagia, tenaga tanpa pamrih, serta selalu memberikan
jalan keluar disetiap permasalahanku. Semoga semua angan dan harapan
yang kita inginkan akan tercapai kelak dan persahabatan ini tetap terjaga
selamanya. Thanks for always cheers me up, you’re the best cheerleader in
my life.
12.Sahabatku, yang selalu menemaniku meskipun kita jauh, yang selalu
memberi semangat dan dukungan dikala senang dan susah Annisa Silvera,
Aulia Nadia Putri Amelia, Desty Ayu Putri dan Rahma Kusuma Dewi.
Terimakasih untuk semua waktu dan dukungannya selama ini.
13.Sahabatku, yang sudah menemaniku sejak masih SMP sampai sekarang
Arthadina Julianda, Ayu Martiana Putri, Ica Rizki Aneftasari. Terimakasih
untuk dukungannya selama ini.
14.Teman-teman yang selama ini mendukung, membantu dan memberi
semangat Danar Fahmi Sudarsono, M.Yogie Fadli, Diano Ramadhan
Fauzan, Putu Filla Wijaya, Alvionita Nur Fitriana, Dea Lita Barozha.
Terimakasih untuk dukungan, bantuan dan semangatnya dikala susah,
15.Teman sejawat satu angkatan 2011 dari absen 1118011001 sampai absen
1118011143, terimakasih telah memberikan saya kesempatan untuk
mengenal kalian, kalian sungguh menyenangkan dan membanggakan.
Terimakasih kita sudah menjadi satu bagian dan satu keluarga yang senang
dan susah selalu bersama. Semoga kita dapat membanggakan almamater
tercinta dan menjadi dokter yang berguna untuk nusa dan bangsa.
16.Teman–teman tutorial 1, alvionita, fauzia, giok, rifka, sakinah, zuryati,
topaz, mahendra yang telah berbagi ilmu pada akhir semester di fakultas
kedokteran.
17.Dan semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih telah
membantu dalam kelancaran skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Desember 2014
Penulis
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di
negara-negara subtropis. Penyakit ini endemik dibeberapa negara-negara antara lain
Afrika, Amerika, Mediterranea Timur, Pasifik Barat serta Asia Tenggara
seperti Laos, kamboja, Vietnam, Malaysia, Philipina, Thailand dan
Indonesia (WHO, 2005; Depkes R.I., 2009). Dari laporan Ditjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2013, terdapat
50-100 juta kasus Dengue di seluruh dunia. 250.000-500.000 kasus adalah Demam Berdarah Dengue dengan 24.000 kasus kematian setiap tahun. Di
Indonesia periode tahun 2011 terdapat 65.725 dengan kematian mencapai
597 jiwa, tahun 2012 tercatat 90.245 penderita dengan angka kematian
mencapai 816. Dan tahun 2013 kasus penderita DBD terdapat 50.348 orang,
384 di antaranya meninggal dunia. Untuk provinsi Lampung tahun 2012
terdapat 6.386 kasus dengan angka kematian mencapai 351 (Gibbons et al., 2002 dalam Yong et. al., 2006).
Aedes aegypti merupakan vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor potensial dari DBD, kedua jenis nyamuk ini tersebar di daerah pedesaan dan
2
aegypti menggigit, nyamuk akan beristirahat di tempat peristirahatan yang disukainya yaitu, benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah,
seperti gordeng, kelambu dan pakaian (Suroso dan Umar, 2005; Depkes
R.I., 2007).
Dari berbagai kasus yang terjadi harus dilakukan upaya pengendalian,
sampai saat ini upaya pengendalian vektor masih banyak menggunakan
insektisida kimia. Penggunaan insektisida kimia secara terus menerus akan
menimbulkan dampak antara lain terjadinya resistensi pada serangga. Selain
itu juga dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa
manusia dan menimbulkan penyakit atau cacat, serta dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan. (Depkes R.I., 2009; Safar, 2010). Melihat banyak
efek samping yang ditimbulkan oleh insektisida kimia maka dirasa perlu
upaya pengendalian alternativ lain yaitu penggunaan insektisida botani yang
berasal dari tanaman, yang lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan
efek samping yang berarti (Kardinan, 2004). Untuk itu dalam rencana
penelitian digunakan insektisida yang berasal dari ekstrak daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) yang dicelupkan pada tempat peristirahatan nyamuk di dalam rumah yaitu gorden (Dalimartha, 2009;
Hastuti, 2008).
Penggunaan gorden celup dengan insektisida alami merupakan salah satu
alternatif untuk upaya pengendalian vektor. Gorden celup adalah gorden
yang telah dicelup dengan ekstrak yang telah ditentukan konsentrasinya.
3
oleh Rosa pada tahun 1999. Namun penelitian menggunakan gorden celup
dengan ekstrak daun pandan wangi yang mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, dan polifenol belum ada informasinya. Untuk itu dilakukan penelitian menggunakan ekstrak daun pandan wangi dengan
gorden celup yang diduga efektiv untuk membunuh nyamuk Ae. aegypti.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah gorden celup ekstrak daun pandan wangi berpotensi sebagai
insektisida terhadap nyamuk Ae. aegypti?
b. Pada konsentrasi berapakah ekstrak daun pandan wangi paling efektif
sebagai insektisida terhadap nyamuk Ae. aegypti?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui potensi gorden yang dicelup dengan ekstrak daun
pandan wangi terhadap nyamuk Ae. aegypti.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui potensi dari residu ekstrak daun pandan wangi yang
dicelupkan pada terhadap nyamuk Ae. aegypti.
b. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif dari ekstrak daun
4
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu Parasitologi, khususnya bidang Entomologi
selain itu diharapkan sebagai salah satu alternatif pengendalian
vektor demam berdarah dengue khususnya di Provinsi Lampung.
1.4.2 Manfaat praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai wujud dalam mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga menambah pengetahuan mengenai cara
pengendalian vektor dengan menggunakan insektisida alami
yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.
b. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dapat memberikan informasi mengenai manfaat lain dari
ekstrak daun pandan wangi sebagai insektisida alami terhadap
vektor demam berdarah yaitu nyamuk Ae. aegypti.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan masukan dalam upaya pengendalian
vektor dan pencegahan penularan penyakit Demam Berdarah
Dengue dengan ekstrak daun pandan wangi sebagai insektisida
5
d. Bagi Peneliti selanjutnya
Memberikan informasi dan acuan dalam pengembangan
penelitian selanjutnya, sehingga dapat menghasilkan penelitian
yang lebih baik dari sebelumnya.
1.5 Kerangka Penelitian
1.5.1 Kerangka teori
Bagan 1. Kerangka Teori (Diah, 2014) dengan modifikasi.
Polifenol
6
1.5.2 Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah :
Bagan 2. Hubungan Antar Variabel (Diah, 2014) dengan modifikasi.
Variabel terikat
Ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.)
7
1.6 Hipotesis
H0: Gorden celup ekstrak daun pandan wangi tidak berpotensi sebagai
insektisida nyamuk Ae. aegypti.
Hi: Gorden celup ekstrak daun pandan wangi berpotensi sebagai
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) 2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi Pandan Wangi:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius, Roxb. (Van steenis, 2008)
2.1.2 Morfologi
Pandan wangi merupakan tanaman yang tumbuh banyak di daerah
tropis. Pandan wangi dapat tumbuh secara liar ataupun ditanam di
halaman rumah atau kebun. Bentuk pohon atau perdu pandan wangi
bercabang lebar dan kadang-kadang berbatang banyak dengan tinggi
9
Gambar 1. Daun Pandan Wangi (Sumber: Koleksi pribadi, 2014)
Bentuk batangnya bulat bercabang dan berwarna coklat. Pandan
wangi berdaun tunggal, berbentuk pita denan ujung runcing dan tepi
rata. Panjang daun ± 2 m dan lebar ± 10 cm, licin dan berwarna
hijau. Bunga dari tumbuhan ini termasuk dalam bunga majemuk,
berbentuk bongkol, dan berumah dua. Sedangkan buahnya termasuk
dalam buah batu dengan bentuk bola, menggantung, berdiameter
4-7,5 cm berwarna jingga dan memiliki akar tunggang berwarna putih
kekuningan (Van Steenis, 2008).
2.1.3 Penyebaran
Tanaman pandan wangi dapat dengan mudah dijumpai di daerah
tropis dan banyak ditanam di halaman, di kebun, di pekarangan
10
Selain itu, tumbuhan ini dapat tumbuh liar di tepi sungai, rawa, dan
tempat-tempat lain yang tanahnya agak lembab dan dapat tumbuh
subur dari daerah pantai sampai di daerah dengan ketinggian 500 m
dpl (dibawah permukaan laut) (Dalimartha, 2009).
2.1.4 Kandungan Senyawa Kimia
Pandan wangi merupakan tumbuhan yang berasal dari famili
Pandanaceae yang mengandung senyawa kimia berupa alkaloid, saponin, sterol, terpenoid, flavonoida, tanin, polifenol, minyak atsiri dan zat warna yang merupakan macam-macam senyawa metabolik
sekunder (Rohmawati 1995 dalam Susanna et. al., 2003).
Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen
aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia
2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman
jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih
tinggi dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee dan Siree, 2006).
Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang
merupakan suatu senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh
tumbuhan di dalam jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat
toksik dan berfungsi sebagai alat perlindungan diri dari gangguan
pesaingnya (hama) (Kardinan 2002 dalam Mardalena, 2009).
11
Diketahui bahwa, saponin dan polifenol dapat menghambat bahkan membunuh larva nyamuk, saponin dapat merusak membran sel dan mengganggu proses metabolisme serangga sedangkan polifenol
sebagai inhibitor pencernaan serangga (Hastuti, 2008).
Alkaloid pada serangga bertindak sebagai racun perut serta dapat bekerja sebagai penghambat enzim asetilkolinesterase sehingga
mengganggu sistem kerja saraf pusat, dan dapat mendegradasi
membran sel telur untuk masuk ke dalam sel dan merusak sel telur
(Cania, 2012)
Tanin dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan dengan cara menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase)
serta mengganggu aktivitas protein usus. Serangga yang memakan
tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan memperoleh sedikit
makanan, akibatnya akan terjadi penurunan pertumbuhan (Hastuti,
2008).
Selain itu senyawa flavonoid juga memiliki sifat anti insektisida yaitu dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa organ
vital serangga yang dapat menyebabkan kematian, seperti
12
2.2 Biologi Nyamuk Aedes aegypti 2.2.1 Klasifikasi
Menurut Mullen dan Durden (2002), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Sub Ordo : Nematocera
Infra Ordo : Culicomorpha
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub Famili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti (Linn.)
Nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor dari penyakit DBD dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito
karena tubuhnya memiliki ciri khas tersendiri, yaitu dengan adanya
garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna
hitam dibandingkan dengan nyamuk lainnya. Sedangkan yang
13
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti
(Sumber: Centers for Disease Control, 2012).
berwarna putih keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis
lengkung sejajar digaris median yang berwarna dasar hitam dari
punggungnya (lyre shaped marking). Nyamuk Ae. aegypti
mempunyai 3 pasang kaki yang melekat pada thorax dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1 ruas tibia, dan 5 ruas tarsus. Panjang
nyamuk ini sekitar 3-4 mm(Gillot, 2005).
Ae. aegypti sendiri dalam siklus hidupnya mengalami empat stadium yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Pada stadium telur, larva, dan
pupa hidup di genangan air tawar yang jernih dan tenang. Sebagai
tempat perindukannya Ae. aegypti menyukai genangan air yang terdapat di suatu wadah atau container, bukan genangan di tanah. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan.
Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar
14
2.2.2 Siklus Hidup
Telur nyamuk Ae. aegypti yang berada di dalam air dengan suhu 20-40oC akan menetas dan menjadi larva dalam waktu 1-2 hari.
Kecepatan dari pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat dan keadaan air dan
kandungan zat makanan yang ada dalam tempat perindukan selama
fase pertumbuhan. Pada kondisi optimum, larva akan berkembang
menjadi pupa dalam waktu 2-3 hari. Sehingga dalam pertumbuhan
dan perkembangannya mulai dari telur, larva, pupa, sampai dewasa
memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari. Pada saat bertelur, induk
nyamuk Ae. aegypti meletakkan telurnya satu per satu pada benda yang terapung atau pada dinding permukaan bagian dalam tempat
penampungan air yang berbatasan langsung pada permukaan air
(Soegijanto, 2006).
Setelah 2-3 hari, telur menetas menjadi larva (jentik) yang selalu
hidup di dalam air. Selama proses pertumbuhannya larva nyamuk
mengadakan pengelupasan kulit (moulting) sebanyak 4 kali. Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung dalam 2–3 hari,
15
rumah. Nyamukbetina menggigit dan menghisap darah lebih banyak
pada siang hari dan dapat menggigit hingga beberapa kali sampai
nyamuk merasa cukup kenyang (Soegijanto, 2006).
2.2.3 Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor Aedes aegypti dapat dilakukan dengan cara perlindungan perseorangan dengan memasang kawat kasa di lubang
angin, tidur dengan menggunakan kelambu, penggunaan repellent
pada kulit saat berkebun atau berpergian. Mencegah nyamuk
meletakkan telurnya dengan cara membuang dan mengubur
benda-benda di pekarangan yang dapat menampung air hujan seperti kaleng
atau pot yang tidak digunakan. Selain itu, pemberian larvasida,
melakukan fogging dan pendidikan kesehatan masyarakat (Natadisastra dan Agoes, 2009).
2.2.3.1 Pengendalian Secara Alami
Pengendalian alami ini diantaranya adalah faktor ekologi
yang berpengaruh terhadap perkembangan vektor, seperti
lautan, gunung, danau, sungai yang dapat menghalangi
penyebaran vektor. Perubahan musim yang merupakan
suatu ancaman bagi vektor, serta adanya hewan lain sebagai
16
2.2.3.2Pengendalian Secara Buatan
Pengendalian secara buatan adalah suatu upaya dari
manusia untuk menekan populasi vektor, dengan beberapa
cara di antaranya:
a. Pengendalian lingkungan hingga menjadi tidak baik bagi perkembangan vektor
Cara ini paling aman yaitu seperti memodifikasi
lingkungan dan pengendalian tanpa mencemari
lingkungan dengan cara pengaturan sistem irigasi,
penimbunan tempat yang dapat menampung air dan
sampah, pengaliran air yang tergenang menjadi kering,
pengubahan rawa menjadi sawah.
Atau dapat dengan memanipulasi lingkungan dengan
cara melancarkan aliran got sehingga tidak menjadi
tempat perindukan, membuang tumbuhan air yang
tumbuh di kolam dan rawa yang dapat menekan populasi
(Anies, 2006.
b. Pengendalian Kimiawi
Cara ini dipakai bahan yang berkhasiat untuk membunuh
vektor (insektisida) atau menghalau serangga (rapellent). Kelebihan dari cara ini adalah dapat mencapai daerah
yang luas secara segera, sehingga dapat menekan
17
cara ini dapat membunuh serangga lain atau tumbuhan
disekitarnya (soemirat, 2007).
c. Pengendalian Mekanik
Cara ini dapat menggunakan alat yang dapat membunuh,
menangkap, menghalau, menyisir, dan mengeluarkan
vektor dari jaringan tubuh. Dengan dimisalkan dengan
penggunaan baju pelindung dan pemasangan kawat kasa
pada jendela rumah dengan maksud untuk menghalangi
kontak antara manusia dengan vektor (Ditjen PP dan PL,
2013).
d. Pengendalian Fisik
Pengendalian ini dengan penggunaan alat fisika untuk
pemanasan, pembekuan, dan penggunaan alat listrik
untuk pengadaan angin, penyinaran cahaya yang dapat
membunuh atau mengganggu kehidupan vektor tersebut.
Dengan adanya suhu yang dingin, angin akan
menghambat aktivitas perkembangan dari vektor, seperti
penggunaan AC, hembusan angin kencang dari kipas dan
penggunaan pencahayaan lampu yang terang (Safar,
18
e. Pengendalian Biologik
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan memperbanyak
pemangsa atau musuh alami dari vektor atau hospes
perantara (Gandahusada, 2006).
2.3 Insektisida Botani
Insektisida merupakan suatu sarana pengendalian hama alternatif yang
diekstrak dari tumbuhan yang mudah terurai di lingkungan dan relatif aman
terhadap mahkluk bukan sasaran. Insektisida botani memiliki zat metabolik
sekunder yang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, terpenoid, dan zat-zat kimia sekunder lainnya. Senyawa tersebut ini dapat dimanfaatkan seperti layaknya senyawa pada insektisida sintetik,
perbedaannya bahan aktif insektisida botani disintesa oleh tumbuhan dan
jenisnya dapat lebih dari satu macam campuran. Apabila insektisida botani
diaplikasikan pada tanaman yang terinfeksi organisme pengganggu tidak
berpengaruh terhadap fotosintesa, pertumbuhan atau aspek fisiologis
19
2.4 Pandan Wangi dan Insektisida Botani
Telah diketahui bahwa, daun pandan wangi mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, dan polifenol. saponin dan polifenol dapat menghambat bahkan membunuh larva nyamuk, saponin dapat merusak membran sel dan mengganggu proses metabolisme serangga sedangkan
polifenol sebagai inhibitor pencernaan serangga (Hastuti, 2008). Alkaloid
pada serangga bertindak sebagai racun perut serta dapat bekerja sebagai
penghambat enzim asetilkolinesterase sehingga mengganggu sistem kerja
saraf pusat, dan dapat mendegradasi membran sel telur untuk masuk ke
dalam sel dan merusak sel telur (Cania, 2012). Tanin dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan dengan cara menurunkan aktivitas enzim
pencernaan (protease dan amilase) serta mengganggu aktivitas protein usus.
Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi akan
memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan
pertumbuhan (Hastuti, 2008). Selain itu senyawa flavonoid juga memiliki sifat anti insektisida yaitu dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada
beberapa organ vital serangga yang dapat menyebabkan kematian, seperti
pernapasan. Kandungan zat yang terdapat pada pandan wangi tersebut yang
20
2.5 Gorden Celup
Seperti yang telah diketahui, gorden merupakan salah satu tempat
peristirahatan nyamuk Aedes aegypti. Gorden celup itu sendiri terbuat dari goren yang seing digunakan dikehidupan sehari-hari yang kemudian
dicelupkan dengan ekstrak yang telah ditentukan konsentrasinya. Penelitian
gorden celup dengan permetrin sudah pernah dilakukan oleh Rosa pada tahun 1999, dengan hasil residu yang masih menempel dari ektrak yang
21
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yaitu 30%, 35%, 40%, 45% dan
50% serta aquades sebagai kontrol (0%) dengan pengulangan sebanyak 4
kali.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Zoologi, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung,
sedangkan pembuatan ekstrak daun pandan wangi dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung pada bulan Desember 2014.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
22
Ciamis, Jawa Barat, yang masih dalam stadium telur yang kemudian
dipelihara sampai dewasa di lab. Telur didapatkan dalam bentuk
kering dengan menggunakan kertas saring.
3.3.2 Sampel
a. Kriteria Inklusi
Nyamuk dewasa yang pingsan atau mati
b. Kriteria Eksklusi
Nyamuk dewasa yang tidak pingsan atau mati
c. Besar Sampel
Jumlah sampel nyamuk uji yang digunakan sebanyak 10 ekor
nyamuk mengikuti penelitian Rosa (1999) dan ulangan 4 kali
sehingga didapatkan 240 sampel nyamuk. Uji bio assay dilakukan berdasarkan standar WHO modifikasi Rosa (2005). (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Nyamuk Uji yang Dibutuhkan
Perlakuan Jumlah nyamuk x jumlah
23
3.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.4.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Alat preparasi bahan uji.
1. Gorden ukuran 25x25 cm,
2. Mangkuk plastik untuk perangkap nyamuk,
3. Kapas,
4. Paper cup,
5. Kotak kawat untuk pengembang biakan nyamuk,
6. Aspirator,
b. Alat untuk pembuatan larutan uji.
1. Timbangan untuk menimbang daun pandan wangi yang
diperlukan.
2. Blender untuk menghaluskan daun pandan wangi.
3. Stoples dan kain kasa untuk proses maserasi daun pandan
wangi.
4. Rotary evaporator untuk membuat ekstrak daun pandan wangi. 5. Pipet tetes untuk mengambil ekstrak pandan wangi.
6. Gelas ukur dan botol tertutup sebagai tempat untuk ekstrak
daun pandan wangi.
7. Gelas ukur 100 ml untuk mengukur ekstrak daun pandan
24
c. Alat untuk uji efektivitas.
1. Gelas ukur 250 ml untuk mengukur jumlah air yang
dibutuhkan.
2. Gorden yang akan di celup dengan ekstrak pandan wangi.
3. Tali penggantung gorden.
4. Mangkuk plastik untuk perangkap nyamuk.
3.4.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah
a. Daun pandan wangi sebanyak 10 kg
b. 5 Liter Ethanol 96% sebagai pelarut saat pembuatan stock ekstrak. c. Aquades sebagai pengencer stock ekstrak untuk mendapatkan
konsentrasi yang diinginkan.
d. Nyamuk Ae. aegypti. e. Larutan air gula 10%
f. 2 ekor marmut
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian dibagi menjadi 3 tahap :
3.5.1 Tahap Persiapan a. Preparasi Bahan Uji
Nyamuk Ae. aegypti yang dipakai pada penelitian adalah nyamuk hasil pelihara telur yang diperoleh dari ruang insektarium Loka
Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pemberantasan Penyakit
25
kemudian telur dipelihara, ditetaskan dan diriring. Sedangkan daun
pandan wangi diambil dari suplier yang telah di homogenkan
jenisnya.
b. Pembuatan Ekstrak pandan wangi
Pembuatan ekstrak ini dilakukan sesuai dengan metode Harborne
tahun 1996, ekstrak yang akan digunakan adalah daun pandan
wangi. Daun pandan wangi sebanyak 10 kg lalu dibersihkan
dengan air, lalu dicacah dan di keringkan dalam suhu ruangan 3x24
jam. Setelah kering, kemudian daun pandan wangi dibelender
kering tanpa menggunakan air. Kemudian daun pandan wangi
ditimbang sebanyak 30 gr, selanjutnya simplisia daun pandan wangi dimaserasi selama 3x24 jam menggunakan larutan etanol 96% sebanyak 5L, kemudian disaring dan dipekatkan pada suhu
400C –500C dalam rotary evaporator sehingga dihasilkan ekstrak pekat daun pandan wangi konsentrasi 100% (Tabel 2).
c. Pembuatan Dosis Ekstrak daun pandan wangi
Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat
digunakan rumus:
Dimana :
VІ = volume larutan yang akan diencerkan (ml).
MІ = konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang tersedia (%).
VЇ = volume larutan (air + ekstrak) yang diinginkan (ml).
26
MЇ = konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang dibuat (%).
Jumlah volume ekstrak daun pandan wangi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Volume Ekstrak Daun Pandan Wangi yang Dibutuhkan.
MІ VЇ MЇ VІ = VЇMЇ
V1: Volume larutan yang diencerkan V2: Volume larutan (air + ekstrak)
3.5.2 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi optimum
bahan uji yang dapat membunuh nyamuk yang kemudian digunakan
sebagai patokan pada pengujian akhir. Uji pendahuluan pada
penelitian ini menggunakan larutan uji yaitu ekstrak ethanol daun
pandan wangi dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35%
(Lampiran I).
Gorden yang telah disiapkan dicelupkan pada ekstrak ethanol daun
27
setelah gorden kering pengujian dilakukan. Kemudian dilakukan uji
bio assay dengan memasukkan 10 ekor nyamuk Ae. aegypti betina pada mangkuk plastik yang telah dipasang dan kemudian ditutup
dengan kapas, selanjutnya dilakukan pengamatan selama 30 menit,
setelah itu jumlah nyamuk yang mati dihitung. Nyamuk yang masih
hidup dikeluarkan dari mangkuk plastik, dimasukkan ke dalam paper cup, diberi makan larutan air gula 10% pada kapas, lalu diamati selama 24 jam. Nyamuk yang mati pada periode ini dihitung
jumlahnya dan ditentukan persentase kematiannya. Uji bio assay
dilakukan selama 30 menit dengan 4 kali pengamatan. Maka
didapatkan mulai dari konsentrasi 30% pada uji sebenarnya dari uji
pendahuluan tersebut.
3.5.3 Tahap Penelitian
Pertama dilakukan pengenceran ekstrak yang telah ditentukan
konsentrasinya yaitu 30%, 35%, 40%, 45%, 50% , dan 0% sebagai
kontrol negatif dan siapkan gorden ukuran 25x25 cm. Kemudian
celupkan gorden pada masing-masing konsentrasi ekstrak dan angkat,
lalu gorden digantung dan dikering anginkan dalam ruangan, seltelah
gorden kering pengujian dapat langsung dilakukan.
Untuk mengetahui dosis efektifitas ekstrak daun pandan wangi
28
kemudian dilakukan pengamatan selama 30 menit, setelah itu jumlah
nyamuk yang mati dihitung. Nyamuk yang masih hidup dikeluarkan
dari mangkuk plastik, dimasukkan ke dalam paper cup, diberi makan larutan air gula 10% pada kapas, lalu diamati selama 24 jam. Nyamuk
yang mati pada periode ini dihitung jumlahnya dan ditentukan
persentase kematiannya. Uji bio assay dilakukan selama 30 menit dengan 4 kali pengulangan pada 0 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.
Atau penelitian dihentikan bila kematian nyamuk uji kurang dari 70%.
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.6.1. Identifikasi Variabel
a. Variabel Bebas
Gorden celup dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun pandan
wangi dengan 6 konsentrasi yaitu 0%, 30%, 35%, 40%, 45% dan
50%.
b. Variabel Terikat
Banyaknya nyamuk Ae. aegypti betina yang mati dan pingsan.
3.6.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak
29
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian.
Variabel Definisi
Parameter efektivitas pada penelitian ini adalah berdasarkan
penelusuran pustaka, karena belum ditemukan standar efektivitas
insektisida. Oleh karena itu, parameter efektivitas hanya
diinterpretasikan berdasarkan uji statistik yang dilakukan,
suatu larutan dikatakan efektif jika memiliki perbedaan yang
bermakna dengan kontrol (kosentrasi 0%) sebagai pembandingnya
30
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah didapat dari hasil pengamatan akan diolah dengan
menggunakan software statistik. Data dari hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan uji normalitas (Shapiro-Wilk). Jika distribusi data normal, dilanjutkan dengan menggunakan uji analisis repeated ANOVA. Berikut ini adalah langkah-langkah melakukan uji analisis repeated
ANOVA:
1. Memeriksa syarat uji parametrik repeated ANOVA untuk lebih dari 2 kelompok berpasangan:
a. Distribusi data harus normal;
b. Varians data tidak menjadi syarat (karena berpasangan)
2. Jika memenuhi syarat uji parametrik (distribusi data normal), dipilih uji
repeated ANOVA;
3. Jika tidak memenuhi syarat, maka akan diupayakan untuk melakukan
transformasi data supaya distribusi menjadi normal dan varians sama;
4. Jika variabel transformasi data memenuhi syarat, maka dipilih uji
parametrik repeated ANOVA;
5. Jika variabel hasil transformasi tidak memenuhi syarat, maka
alternatifnya dipilih uji nonparametrik friedman, jika menghasilkan
nilai p<α(p<0,05) dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc
31
3.8 Aspek Etik Penelitian
Penelitian ini telah diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, dengan menerapkan prinsip 3R dalam
protokol penelitian, yaitu:
1. Replacement, adalah keperluan hewan percobaan sudah diperhitungkan
secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk
menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh
makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.
2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit
mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian
ini sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu (r-1)(t-1) ≥ 15,
dengan r adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah
kelompok perlakuan.
3. Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara
manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam
beberapa kondisi, yaitu:
a. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba
diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum.
b. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba
ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25ºC,
kemudian hewan coba terbagi menjadi 300 ekor tiap kandang.
Animal house berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas
manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga, mengurangi
32
c. Bebas dari penyakit dan menjalankan program pemantauan, pada
penelitian hewan coba dilakukan pengambilan sampel
menggunakan aspirator dengan mempertimbangkan kenyamanan
dan mengurangi rasa sakit pada hewan serta kerusakan struktur
33
3.9 Alur Penelitian
Untuk memperjelas proses penelitian, maka disajikan diagram alur
penelitian sebagai berikut,
Bagan 3. Diagram Alir Efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi Insektisida Nyamuk Ae. aeg
Ekstrak pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.)
0% 30% 35% 40% 45% 50%
Tiap kelompok dilakukan pengulangan 4 kali
Diamati selama 30 menit
Data dianalisis
40
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Residu ekstrak daun pandan wangi dapat menyebabkan kematian
nyamuk Aedes aegypti di awal pencelupan dan terus berkurang dengan bertambahnya waktu.
2. Potensi residu dari ekstrak daun pandan wangi akan berkurang seiring
berjalannya waktu, dibuktikan berkurangnya efek terhadap nyamuk.
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meningkatkan
41
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D.S. 2011. Stop Demam Berdarah Dengue. Bogor: Bogor Publishing.
Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan: Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Cania, E. 2012. Uji efektivitas ekstrak daun legundi (Vitex negundo) sebagai larvasida terhadap Larva Instar III Aedes Aegypti linn [Skripsi]. Mahasiswa Kedokteran. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Cheetangdee, V., Siree, C. 2006. Free Amino Acid and Reducing Sugar Composition of Pandan (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) Leaves. Thailand: Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agro-Industry. Kasetsart University.
Centers for Disease Control (CDC). 2012. Mosquito Life-Cycle. Dengue homepage centers for Disease Control and Prevention. USA Government. Tersedia dari http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html. (Diakses tanggal 23 September)
Dahlan, M.S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Seri Evidence Medicine 1. Jakarta: Salemba Medika.
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pustaka Bunda.
Depkes, R.I. 2007. INSIDE (Inspirasi dan Ide) Litbangkes P2B2 vol II : Aedes aegypti Vampir Mini yang Mematikan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes Republik Indonesia.
Depkes, R.I. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Diah, S. 2014. Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa Merah (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai ovisida Aedes aegypti [Skripsi] Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyakit Lingkungan Kemenkes R.I.. 2013.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
42
Gillot C. 2005. Entomology. Plenum Press, New York.
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Ed. ke-2. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Hastuti, H. 2008. Daya Bunuh Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) terhadap Larva Anopheles aconitusDonitz [Skripsi] Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS.
Herms, W. 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States of America. Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Cetakan ke-2. Jakarta: Penebar
Swadaya. Kesehatan Masyarakat USU, Medan 9(1).
Natadisastra D; R. Agoes. 2009. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuhyang diserang. Jakarta: EGC
Rosa, E. 1999. Perbandingan Dua Jenis Gorden yang Dicelup Dengan Permetrin Terhadap Kematian Aedes Aegypti. Seminar Nasional Sains MIPA dan Aplikasinya. Lampung: Universitas Lampung
Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran. Edisi khusus. Bandung: Yrama Widya.
Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Soemirat. 2007. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Susanna, D.; A. Rahman; T.P. Eram. 2003. Potensi Daun Pandan Wangi Untuk Membunuh Larva Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan, Agustus 2003 : 228-231. Jakarta: Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Vol 2 No 2.
Van Steenis. 2008. Flora, Cetakan ke-12. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
43
World Health Organization. 2012. Dengue, http://www.who.int/topics/dengue/en/html. (Diakses tanggal 23 September 2014).