• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN (Skripsi)

Oleh Cahyadi Prayuda

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max(L.) Merill)

VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN

Oleh

CAHYADI PRAYUDA

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan penting selain padi, jagung, dan kacang tanah. Kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini mencapai 2,4 juta ton per tahun, sedangkan produksi kedelai Indonesia hanya mampu mencapai 850.000 ton per tahun. Upaya agronomik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan melakukan pemupukan susulan pada saat berbunga.

(3)

Cahyadi Prayuda NPK susulan yaitu tidak digerus (g0) dan digerus (g1). Faktor kedua adalah dosis NPK susulan yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0 (p0), 25 (p1), 50 (p2), 75 (p3), dan 100 kg/ha (p4). Homogenitas ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Asumsi analisis ragam terpenuhi, pemisahan nilai rata-rata perlakuan diuji dengan uji perbandingan ortogonal pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pupuk NPK majemuk susulan yang digerus meningkatkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan, hasil ini didukung oleh panjang hipokotil, panjang tajuk dan bobot kering kecambah normal serta menurunkan kecambah abnormal; (2) pupuk NPK majemuk susulan dengan dosis 0 kg/ha sampai 100 kg/ha mempengaruhi viabilitas benih pascasimpan tiga bulan, hasil ini didukung oleh kecepatan perkecambahan, kecambah normal total, panjang akar primer, panjang epikotil, panjang tajuk, panjang kecambah normal, kecambah normal kuat, dan bobot kering kecambah normal; dan (3) viabilitas benih pascasimpan tiga bulan pada semua dosis NPK majemuk susulan

menghasilkan daya hantar listrik lebih kecil bila pupuk diberikan dengan cara digerus dibandingkan dengan tidak digerus.

(4)

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN

Oleh Cahyadi Prayuda

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 8 Juli 1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Hi. Sutrisno, S.P. dan Ibu Hj. Sriyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) PGRI Abung Semuli pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Abung Semuli pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 01 Abung Semuli pada tahun 2007, dan Madrasah Aliyah (MA) Negeri 02 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Produksi Tanaman Perkebunan (2013), mata kuliah Pembibitan Tanaman Perkebunan (2013), Produksi Tanaman Tebu (2014), dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit (2014). Penulis melaksanakan Praktik Umum di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Kabupaten Pesawaran dan KKN di Desa Kali Pasir Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2013. Penulis dalam bidang keorganisasian aktif sebagai anggota muda FOSI FP

(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana penuh perjuangan dan kesabaran ini sebagai ungkapan rasa sayangku dan baktiku kepada:

Ibu dan Bapak tersayang yang selalu mencurahkan rasa sayang tanpa henti, yang selalu mengajariku begaimana menjadi manusia yang terbaik, serta dalam doa dan

sujud selalu menantikan keberhasilanku dengan sabar dan penuh pengertian. Semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, pengorbanan, penghormatan, dan dorongan semangat yang tulus serta

(10)

Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling

mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui (QS. Al-Baqarah:216)

Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,(1) Dan Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu,(2) yang memberatkan punggungmu? (3) Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (4) Karena sesungguhnya sesudah

kesulitan itu ada kemudahan, (5) sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.(6) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.(8)

(QS: Al Insyirah:1-8)

(11)

i

SANWACANA

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Ermawati, M.S., selaku Ketua Tim Penguji dan Pembimbing Pertama sekaligus selaku Pembimbing Akademik atas saran, pengarahan, motivasi, dan kesabaran dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Ibu Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya memberikan bimbingan, pengarahan, pikiran, semangat, motivasi, waktu, kesabaran, saran, nasehat, dan memberi bantuan biaya penelitian sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) selama penulis menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Penguji bukan Pembimbing yang telah memberikan saran, pengarahan, semangat, motivasi, nasehat, dan kesabaran yang sangat berharga untuk perbaikan penulisan skripsi.

(12)

ii 5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas saran, koreksi, dan persetujuan pencetakan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah mensahkan skripsi ini.

7. Ayahanda Sutrisno dan Ibunda Sriyati serta Saudari Cahyani Pratisti dan Ayu Praharsiwi atas kasih sayang, dukungan, kritikan, nasehat, dan saran yang diberikan.

8. Bapak Sungkono dan Ibu yang telah bersedia memberikan fasilitas yang dibutuhkan selama penelitian ini berjalan hingga selesai.

9. Debby Kuncoro Wibowo, S.P., Diago Fajar Saputra, S.P., dan Dendy Fauzie S.P (tim penelitian) yang telah bersama-sama berjuang, memberikan

semangat, dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman Agroteknologi 2010 dan adik-adik Agroteknologi angkatan 2011, 2012, dan 2013 atas segala doa, perhatian, diskusi, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman asrama silampari, terima kasih kebersamaannya selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar lampung, Mei 2015 Penulis

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

kecepatan perkecambahan. ... 30 2. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

kecambah normal total. ... 31 3. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

kecambah abnormal. ... 32 4. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

panjang akar primer. ... 34 5. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

panjang hipokotil. ... 35 6. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

panjang epikotil. ... 35 7. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

panjang tajuk. ... 37 8. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

panjang kecambah normal. ... 38 9. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

kecambah normal kuat. ... 39 10. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

kecambah normal lemah. ... 40 11. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

bobot kering kecambah normal. ... 41 12. Pengaruh bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan pada

(14)

x 14. Uji Bartlett kecepatan perkecambahan kedelai pascasimpan tiga

bulan. ... 54 15. Analisis ragam kecepatan perkecambahan pascasimpan tiga

bulan. ... 55 16. Uji perbandingan ortogonal kecepatan perkecambahan kedelai

pascasimpan tiga bulan. ………. 55 17. Data kecambah normal total pascasimpan tiga bulan. ………... 56 18. Uji Bartlett kecambah normal total pascasimpan tiga bulan. .... 56 19. Analisis ragam untuk kecambah normal total pascasimpan tiga

bulan. ... 57 20. Uji perbandingan ortogonal kecambah normal total pascasimpan

tiga bulan. ... 57 21. Data kecambah abnormal pascasimpan tiga bulan. …... 58 22. Uji Bartlett kecambah abnormal pascasimpan tiga bulan. …….. 58 23. Analisis ragam kecambah abnormal pascasimpan tiga bulan. ... 59 24. Uji perbandingan ortogonal kecambah abnormal pascasimpan

tiga bulan. ... 59 25. Data panjang akar primer pascasimpan tiga bulan. ... 60 26. Uji Bartlett panjang akar primer pascasimpan tiga bulan. ……. 60 27. Analisis ragam panjang akar primer pascasimpan tiga bulan. ... 61 28. Uji perbandingan ortogonal panjang akar primer pascasimpan

tiga bulan. ...

61

29. Data panjang hipokotil kecambah pascasimpan tiga bulan. ... 62 30. Uji Bartlett panjang hipokotil pascasimpan tiga bulan. ……….. 62 31. Uji perbandingan ortogonal panjang hipokotil pascasimpan tiga

bulan. ... 63 32. Uji perbandingan ortogonal panjang hipokotil pascasimpan tiga

bulan. ... 63

(15)

xi

34. Uji Bartlett panjang epikotil pascasimpan tiga bulan. ... 64

35. Analisis ragam panjang epikotil pascasimpan tiga bulan. ... 65

36. Uji perbandingan ortogonal panjang epikotil pascasimpan tiga bulan. ……….. 65

37. Data panjang tajuk pascasimpan tiga bulan. ... 66

38. Uji Bartlett panjang tajuk pascasimpan tiga bulan. ... 66

39. Analisis ragam panjang tajuk pascasimpan tiga bulan. ... 67

40. Uji perbandingan ortogonal panjang tajuk pascasimpan tiga bulan. ... 67

41. Data panjang kecambah normal pascasimpan tiga bulan. ... 68

42. Uji Bartlett panjang kecambah normal kedelai pascasimpan tiga bulan. ... 68

43. Analisis ragam panjang kecambah normal kedelai pascasimpan tiga bulan. ... 69

44. Uji perbandingan ortogonal panjang kecambah normal kedelai pascasimpan tiga bulan. ... 69

45. Data kecambah normal kuat pascasimpan tiga bulan. ... 70

46. Uji Bartlett kecambah normal kuat pascasimpan tiga bulan. ... 70

47. Analisis ragam kecambah normal kuat kedelai pascasimpan tiga bulan. ……….. 71

48. Uji perbandingan ortogonal kecambah normal kuat pascasimpan tiga bulan. ... 71

49. Data kecambah normal lemah pascasimpan tiga bulan. ... 72

50. Uji Bartlett kecambah normal lemah pascasimpan tiga bulan. ... 72

51. Analisis ragam kecambah normal lemah kedelai pascasimpan tiga bulan. ... 73

(16)

xii pascasimpan tiga bulan. ... 73 53. Data bobot kering kecambah normal kedelai pascasimpan tiga

bulan. ... 74 54. Uji Bartlett bobot kering kecambah normal pascasimpan tiga

bulan. ……….. 74

55. Analisis ragam bobot kering kecambah normal pascasimpan tiga

bulan. ... 75 56. Uji perbandingan ortogonal bobot kering kecambah normal

kedelai pascasimpan tiga bulan. ……….. 75 57. Data daya hantar listrik kedelai pascasimpan tiga bulan. ... 76 58. Uji Bartlett daya hantar listrik benih kedelai pascasimpan tiga

bulan. ... 76 59. Analisis ragam daya hantar listrik benih kedelai pascasimpan tiga

bulan. ... 77 60. Uji perbandingan ortogonal daya hantar listrik benih kedelai

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak percobaan. ... 17

2. Kecambah normal. ... 23

3. Kecambah abnormal. ... 24

4. Bagian-bagian kecambah kedelai. ... 27

5. Kriteria kecambah. ... 28

6. Hubungan antara dosis pupuk NPK majemuk susulan dan kecepatan perkecambahan. ... 30

8. Hubungan antara dosis pupuk NPK majemuk susulan dan kecambah normal total. ... 32

9. Hubungan antara dosis pupuk NPK majemuk susulan dan panjangakar primer. ………. 34

10. Hubungan dosis pupuk NPK majemuk susulan dan panjang epikotil. ... 36

11. Hubungan dosis pupuk NPK majemuk susulan dan panjang tajuk. ... 37

12. Hubungan dosis pupuk NPK majemuk susulan dan panjang kecambah normal. ... 38

13. Hubungan dosis pupuk NPK majemuk susulan dan kecambah normal kuat. ... 39

14. Hubungan dosis pupuk NPK majemuk susulan dan kecambah normal lemah. ... 41

(18)

16. Hubungan dosis pupuk NPK susulan dan daya hantar listrik

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... v

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN ... ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... ... 6

1.4 Hipotesis ... ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... ... 9

2.1 Viabilitas Benih ... ... 9

2.2 Pengaruh Pemupukan NPK majemuk Susulan pada Kualitas Benih ... ... 11

2.3 Penyimpanan Benih ... ... ... 13

2.4 Kemunduran Benih ... ... ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... ... 17

3.3 Metode Penelitian ... ... 18

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... ... 19

3.5 Peubah Pengamatan ... ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

(20)

4.1.1 Kecepatan perkecambahan ... ... 30

4.1.2 Kecambah normal total ... ... 31

4.1.3 Kecambah abnormal ... ... 31

4.1.4 Panjang akar primer ... ... 32

4.1.5 Panjang hipokotil ... ... 33

4.1.6 Panjang epikotil ... ... 33

4.1.7 Panjang tajuk ... ... 36

4.1.8 Panjang kecambah normal ... ... 36

4.1.9 Kecambah normal kuat ... ... 38

4.1.10 Kecambah normal lemah ... ... 40

4.1.11 Bobot kering kecambah normal ... ... 40

4.1.12 Daya hantar listrik ... ... 42

4.2 Pembahasan ... ... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 49

5.1 Kesimpulan ... ... 49

5.2 Saran ... ... 49

PUSTAKA ACUAN ... ... 50

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan penting selain padi, jagung, dan kacang tanah. Kadar protein kedelai sekitar 40%, cukup tinggi dibandingkan dengan kacang tanah, beras dan jagung. Menurut Taufik (2004), biji kedelai juga mengandung karbohidrat, lemak, fosfor, besi, kalsium, vitamin B, dan komposisi asam amino lengkap. Kedelai dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman, pupuk hijau, dan pakan ternak.

Kedelai adalah tanaman yang mengandung protein yang tinggi, konsumsi kedelai akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini mencapai 2,4 juta ton per tahun, sedangkan produksi kedelai Indonesia hanya mampu mencapai 850.000 ton per tahun atau 35%. Indonesia saat ini masih mengimpor kedelai sebesar 1,55 juta ton per tahun (Badan Pusat Statistik, 2014).

(22)

2 hanya dijadikan sebagai tanaman sampingan yang ditanam setelah penanaman padi. Harga kedelai impor yang jauh lebih murah daripada kedelai lokal juga menyebabkan rendahnya keinginan petani untuk menanam kedelai (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Produktivitas kedelai yang rendah disebabkan oleh masih rendahnya tingkat penggunaan teknologi budidaya kedelai. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai yaitu melalui program intensifikasi dan

ekstensifikasi. Program ekstensifikasi dilakukan dengan perluasan areal panen kedelai. Program intensifikasi yaitu menerapkan pancausaha tani seperti penggunaan benih bermutu varietas unggul dan pemupukan.

Penyediaan benih kedelai bermutu dari varietas unggul setiap saat tidak mudah. Semua faktor budidaya (agronomik) harus dalam kondisi yang optimum untuk meningkatkan produksi benih. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk memenuhi N, P, dan K bagi tanaman. Pupuk dasar diberikan agar hara yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman kedelai tercukupi, sedangkan pupuk susulan diberikan agar tanaman tidak kekurangan hara saat memasuki fase generatif sehingga hasilnya tetap tinggi (Mugnisjah dan Setiawan, 2004).

(23)

3 pertumbuhan maksimum seiring dengan pertumbuhan pucuk yang mencapai pertumbuhan maksimum sehingga dibutuhkan banyak unsur hara untuk

pertumbuhan generatif seperti pengisian benih. Optimalisasi pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian bentuk dan dosis yang tepat.

Penggunaan bentuk pupuk bagi tanaman harus dilakukan secara tepat agar unsur hara yang tersedia dapat diserap tanaman dengan optimum. Bentuk pupuk yang tepat memungkinkan pupuk lebih cepat larut jika terkena air dan pupuk cepat bereaksi, sehingga unsur hara lebih banyak tersedia untuk tanaman. Salah satu cara untuk mengubah bentuk atau ukuran pupuk yaitu dengan cara penggerusan pupuk. Penggerusan pupuk dilakukan agar pupuk mudah larut dan cepat tersedia untuk tanaman. Menurut Arryanto (2012), semakin kecil ukuran pupuk semakin cepat bereaksi dan dapat dimanfaatkan langsung untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman karena ukurannya yang halus, sehingga pupuk menjadi lebih cepat tersedia untuk tanaman sehingga berpengaruh terhadap hasil dan mutu benih. Hasil penelitian Wibowo (2014) menunjukkan bahwa bentuk pupuk yang digerus berpengaruh pada viabilitas benih yang ditunjukkan dengan variabel kecambah normal kuat.

(24)

4 keracunan sehingga tanaman akan mati. Pemupukan dengan dosis yang tepat sangat diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimum serta viabilitas benih yang baik.

Dosis pupuk yang tepat menghasilkan pertumbuhan, produksi, dan viabilitas benih yang baik. Avivi (2005) menyatakan bahwa pemupukan susulan dengan NPK setengah dosis pupuk normal dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah polong isi per tanaman kedelai. Hasil penelitian Rusdi (2008), pemupukan NPK susulan dengan dosis sampai 100 kg/ha meningkatkan produksi benih kedelai Varietas Anjasmoro berdasarkan variabel jumlah polong total, bobot 100 butir, dan hasil benih per hektar. Dosis pupuk NPK susulan sampai 100 kg/ha juga menghasilkan viabilitas benih yang baik berdasarkan variabel daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan keserempakan berkecambah. Hasil penelitian Nurmiaty (2010) juga menunjukkan bahwa penambahan dosis pupuk NPK sebagai pupuk susulan mampu meningkatkan laju perkecambahan atau kecepatan perkecambahan benih kedelai. Penelitian

Marwanto (2003) juga menunjukkan penambahan dosis N, P, dan K berpengaruh pada membran sel kulit benih Varietas Detam 1 sehingga memiliki daya simpan yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan daya berkecambah yang lebih tinggi dan nilai daya hantar listrik yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dipupuk pascasimpan tiga bulan.

(25)

5 yang tepat akan menghasilkan viabilitas benih yang baik. Bentuk pupuk yang semakin kecil akan mudah terserap dan akan menjadi toksik bagi tanaman bila berlebihan, maka perlu adanya kombinasi antara bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan yang tepat. Penelitian Wibowo (2014) menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara bentuk dan dosis pada viabilitas benih yang ditunjukkan variabel kecepatan perkecambahan, panjang epikotil, dan bobot kering kecambah normal prasimpan. Pada penelitian ini, benih kedelai Varietas Dering 1 yang telah diaplikasikan pupuk NPK majemuk susulan dengan bentuk dan dosis yang

berbeda di lapang ingin diketahui tanggapannya terhadap viabilitas benih yang dihasilkan setelah periode simpan tiga bulan.

Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pemberian bentuk pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda

menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda? 2. Apakah pemberian dosis pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda

menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda?

3. Apakah tanggapan tanaman terhadap bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

(26)

6 2. Mengetahui pemberian dosis pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda

menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda.

3. Mengetahui pemberian bentuk dan dosis pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda.

1.3 Kerangka Pemikiran

Benih merupakan salah satu sarana untuk dapat menghasilkan produksi yang setinggi-tingginya. Produksi benih bertujuan untuk menghasilkan benih yang memiliki viabilitas tinggi. Produksi benih bermutu dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang optimum diperlukan dalam produksi benih, salah satunya adalah unsur hara yang cukup. Salah satu upaya agronomik dalam produksi benih untuk menyediakan unsur hara adalah

pemupukan. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan pada saat berbunga.

(27)

7 Pemupukan tanaman harus dilakukan dengan tepat agar dapat memperkecil risiko kehilangan pupuk dan meningkatkan serapan hara oleh tanaman. Pemupukan yang baik dapat dilakukan dengan mengubah bentuk atau ukuran pupuk menjadi lebih kecil, salah satu cara untuk megubah bentuk atau ukuran pupuk yaitu dengan penggerusan pupuk. Bentuk pupuk yang mudah larut ini mudah diserap oleh tanaman sehingga meningkatkan kandungan kimia benih dan menghasilkan membran sel yang lebih baik sehingga mampu menurunkan laju kemunduran benih dan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan tetap baik.

Dosis pupuk juga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan produksi benih. Pemupukan dengan dosis yang sedikit menghasilkan pertumbuhan yang kurang baik, sedangkan pemupukan dengan dosis yang berlebihan akan menyebabkan toksik atau keracunan sehingga tanaman akan mati. Pemupukan dengan dosis yang tepat sangat diperlukan untuk mendapatkan produksi tanaman yang optimum. Peningkatan dosis pupuk NPK yang diberikan dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman yang akan berpengaruh juga pada fase generatif. Penambahan unsur hara berpengaruh saat pembentukan biji sehingga pada saat masak fisiologis diperoleh bobot kering dan viabilitas yang maksimal. Saat melalui periode

simpan benih mengalami laju kemunduran benih, karena memiliki viabilitas awal yang baik maka dapat menurunkan laju kemunduran benih sehingga viabilitas benih pascasimpan tiga bulan tetap tinggi.

(28)

8 dan perkembangan sehingga akan menghasilkan viabilitas benih yang baik.

Interaksi antara keduanya diharapkan mampu meningkatkan kandungan benih dan menurunkan laju kemunduran benih saat periode simpan sehingga menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang baik. Viabilitas benih yang baik ditunjukkan dengan tolok ukur yaitu peningkatan kecepatan perkecambahan, kecambah normal total, kecambah abnormal, panjang akar primer, panjang hipokotil, panjang epikotil, panjang tajuk, panjang kecambah normal, persentase kecambah normal kuat, dan bobot kering kecambah normal serta penurunan kecambah normal lemah dan daya hantar listrik setelah periode simpan tiga bulan.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan dasar teori yang ada maka dapat ditarik hipotesis yaitu

1. Pemberian bentuk pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda akan menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda. 2. Pemberian dosis pupuk NPK majemuk susulan yang berbeda akan

menghasilkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan yang berbeda. 3. Tanggapan tanaman terhadap pemberian bentuk dan dosis pupuk NPK

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Viabilitas benih

Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Viabilitas benih merupakan daya kecambah benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolok ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjad, 1994). Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih yang merupakan indeks viabilitas benih.

Konsep periodisasi viabilitas benih Steinbauer-Sadjad menerangkan hubungan antara viabilitas benih dan periode hidup benih. Periode hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, dan periode III. Periode I adalah periode penumpukan energi (energy deposit) dan juga merupakan periode pembangunan atau pertumbuhan dan perkembangan benih yang diawali dari antesis sampai benih masak fisiologis. Periode II merupakan periode

(30)

10 potensial mulai menurun sehingga kemampuan benih untuk tumbuh dan

berkembang menurun. Periode II merupakan periode penggunaan energi (energy release).

Menurut Copeland dan McDonald (2001), viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity). Perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari embrio benih serta kecambah tersebut menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi

tanaman normal pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolik dan memiliki enzim yang dapat mengkatalis reaksi metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.

Copeland dan McDonald (2001) juga menjelaskan bahwa kemungkinan besar viabilitas benih tertinggi terjadi pada saat masak fisiologi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas benih yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dapat mempengaruhi viabilitas benih yaitukondisi lingkungan pada saat memproduksi benih, saat panen, pengolahan, penyimpanan, dan

(31)

11 2.2 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk susulan pada Kualitas Benih

Upaya meningkatkan kualitas benih dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain teknik budidaya. Salah satu dari teknik budidaya yang tepat untuk

meningkatkan produktivitas kedelai yaitu dengan melakukan pemenuhan kebutuhan unsur hara tanaman melalui pemupukan. Pemupukan pada tanaman kedelai dilakukan dua kali yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan pada saat berbunga. Pupuk dasar diberikan agar hara yang digunakan untuk

pertumbuhan tanaman kedelai tercukupi sedangkan pupuk susulan diberikan agar tanaman tidak kekurangan hara saat memasuki fase generatif sehingga hasilnya tetap tinggi (Mugnisjah dan Setiawan, 2004).

Pemupukan susulan pada tanaman kedelai perlu dilakukan pada fase generatif. Saat tanaman memasuki periode pembungaan, pertumbuhan akar mencapai pertumbuhan maksimum seiring dengan pertumbuhan pucuk yang mencapai pertumbuhan maksimum sehingga dibutuhkan banyak unsur hara untuk pertumbuhan generatif seperti pengisian benih. Penambahan unsur hara ke tanaman dengan melakukan pemupukan susulan dalam jumlah yang cukup dapat memaksimalkan pengisian biji, sehingga viabilitas benih menjadi lebih baik (Adisarwanto, 2005).

(32)

12 mencakup beberapa unsur sehingga lebih cepat tersedia untuk tanaman dalam

penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal. Kelebihan lain penggunaan pupuk majemuk yaitu menghemat waktu, tenaga kerja, biaya pengangkutan, dan penyimpanan (Hardjowigeno, 2003).

Pemupukan NPK yang tepat dosis, tepat cara, tepat jenis, dan tepat waktu dapat membantu pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan tanaman dengan dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut dapat menghasilkan produksi yang optimum. Dosis pupuk N yang tinggi dalam tanah dapat

meningkatkan kadar protein dan produktivitas tanaman kedelai. Pemupukan unsur N tanpa P dan K dapat menyebabkan tanaman mudah rebah, rentan terhadap serangan hama penyakit, dan menurunnya kualitas produksi. Pemupukan P secara terus-menerus tanpa melihat ketersediaan P dalam tanah yang sudah jenuh

mengakibatkan tanggapan tanaman rendah terhadap pupuk P dan tanaman yang dipupuk P dan K tanpa disertai N, hanya mampu menaikkan produksi yang lebih rendah (Winarso, 2005).

Bentuk pupuk berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi kedelai. Menurut Arryanto (2012), penggunaan pupuk yang berukuran kecil memiliki

(33)

13 dilakukan dengan mengubah bentuk atau ukuran pupuk menjadi lebih kecil yang memungkinkan luas permukaan pupuk tersebut dengan tanah menjadi lebih luas sehingga lebih mudah larut dan unsur hara tersedia lebih banyak untuk

dimanfaatkan tanaman untuk agar menghasilkan benih dengan viabilitas tinggi.

Dosis pupuk NPK juga mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai yang lebih baik. Peningkatan pupuk NPK secara terus-menerus melebihi batas optimum mengakibatkan pertumbuhan dan hasil kedelai semakin menurun seiring dengan dosis pupuk yang diberikan. Dosis pupuk yang berlebihan juga dapat menjadi racun bagi tanaman. Avivi (2005) menyatakan bahwa pemupukan NPK dengan setengah kali dosis pupuk normal mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah polong isi per tanaman. Hasil penelitian Rusdi (2008) juga menunjukkan bahwa pemupukan NPK susulan pada saat berbunga dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai berdasarkan variabel tinggi tanaman dan viabilitas benih.

2.3 Penyimpanan benih

(34)

14 ditanam pada tahun-tahun berikutnya atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman (Sutopo, 2002).

Penyimpanan benih merupakan salah satu penanganan pascapanen kedelai yang penting dari keseluruhan teknologi benih dalam memelihara kualitas benih. Menurut Harnowoet al. (1992), benih kedelai relatif tidak tahan disimpan lama, sehingga penyimpanan berpengaruh terhadap mutu fisiologis dari benih kedelai. Penyediaan benih dari dan untuk petani bagi musim tanam berikutnya sering harus mengalami penyimpanan terlebih dahulu, sehingga upaya merekayasa

penyimpanan benih untuk memperoleh benih kedelai bermutu sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu teknologi penyimpanan yang baik agar viabilitas benih tetap tinggi pada saat tanam sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil yang baik.

Viabilitas benih kedelai cepat mengalami kemunduran di dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak dan proteinnya relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah sifat genetik, daya kecambah dan vigor, kondisi kulit, dan kadar air benih awal. Faktor eksternal adalah kemasan benih, komposisi gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan McDonald, 2001).

2.4 Kemunduran benih

(35)

15 daya kecambah dengan cepat, rentangan lingkungan untuk tumbuh menjadi

sempit serta tanamannya menjadi peka terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga akhirnya produktivitas akan menurun. Menurut Sadjad (1994), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih; baik fisik, fisiologi, dan kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju kemunduran benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya kecambah dan vigor, kondisi fisik, kadar air benih awal, dan tingkat kematangan benih. Faktor eksternal adalah suhu, kelembaban ruang simpan, kemasan benih, dan kebersihan organisme (Copeland dan Donald, 2001).

(36)

16 Uji daya hantar juga dapat digunakan untuk mendeteksi vigor benih dan daya simpan (DS) benih kedelai. Vigor benih dapat dideteksi secara dini dari membran sel yang dapat diukur melalui konduktivitas kebocoran benih. Benih yang

(37)

17

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan tegalan Perumahaan Puri Sejahtera, Desa Haji Mena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014. Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada Mei 2014.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Dering 1 yang memiliki keunggulan tahan pada kekeringan dan responsif pemupukan (Balitkabi, 2012), substrat kertas merang, air bebas ion, plastik pelapis, kertas label, dan larutan KCl 0,01 M.

(38)

18 3.3 Metode Penelitian

Rancangan percobaan menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna yang diulang tiga kali. Rancangan perlakuan terdiri dari dua faktor yang disusun secara faktorial (2x5). Faktor pertama adalah bentuk pupuk susulan yaitu pupuk tidak digerus (g0) dan pupuk digerus (g1). Faktor kedua adalah dosis pupuk NPK susulan yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0 kg/ha (p0), 25 kg/ha (p1), 50 kg/ha (p2), 75 kg/ha (p3), dan 100 kg/ha (p4). Homogenitas ragam data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Asumsi analisis ragam

terpenuhi, pemisahan nilai rata-rata perlakuan diuji dengan uji perbandingan kontras dan uji polinomial pada taraf nyata 5%.

[image:38.595.114.490.393.670.2]

U

Gambar 1. Tata letak percobaan.

Keterangan: g0dan g1= pupuk NPK majemuk susulan tidak digerus dan digerus; d0,d1,d2,d3,dan d4= pupuk NPK majemuk susulan dosis 0, 25, 50, 75, dan 100 kg/ha; I, II, III = Kelompok

d1g1

d4g1

d0g1

d4g0

d1g0

d3g1

d2g0

d2g1

d0g0

d3g0

I

d4g0

d0g1

d3g1

d1g1

d0g0

d2g0

d2g1

d3g0

d1g0

d4g1

II III

d2g0

d3g0

d0g1

d4g1

d0g0

d1g0

d3g1

d1g1

d4g0

(39)

19 3.1 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan benih

Benih kedelai yang dipanen dari lahan penelitian tanaman kedelai di lahan

tegalan Perumahaan Puri Sejahtera, Desa Haji Mena Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Setiap petak percobaan berukuran 2 m x 3 m sebanyak 30 petakan dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Setiap ulangan terdiri dari 10 plot yang masing-masing diberikan perlakuan pupuk susulan berbeda bentuk pupuk dan taraf dosis pupuk susulan NPK majemuk. Pemupukan dilakukan dua kali pemberian yaitu pemupukan pertama sebagai pupuk dasar dilakukan pada saat tanam dengan dosis anjuran 200 kg/ha NPK majemuk. Dosis pupuk dasar yang dibutuhkan pada pertanaman kedelai per petak dengan ukuran petakan 2 m x 3 m adalah 0,12 kg/petak. Pemupukan kedua sebagai perlakuan dilakukan pada saat tanaman berbunga 50% yaitu dengan dosis pupuk NPK majemuk susulan 0 kg/ha atau 0,000 kg/petak, 25 kg/ha atau 0,015 kg/petak, 50 kg/ha atau 0,030 kg/petak, 75 kg/ha atau 0,045 kg/petak, dan 100 kg/ha atau 0,060 kg/petak. Setiap dosis pupuk NPK majemuk susulan diberikan dengan bentuk pupuk NPK berbeda yaitu digerus dan tidak digerus. Penggerusan dilakukan dengan mortar kemudian pupuk NPK disaring dengan saringan berukuran 145 mess. Pemupukan diberikan dengan cara dibuat larikan di sela-sela tanaman dengan jarak 20 cm. Benih kedelai dipanen pada 31 Januari 2014 (14 MST).

(40)

20 dibersihkan kemudian dijemur hingga kadar air benih mencapai 11,5% dan siap untuk diuji. Benih yang telah dibersihkan, benih tersebut dimasukkan ke dalam alat pembagi tepat tipe APT-Boerner Tipe 6717 sampai didapatkan jumlah benih untuk diuji. Benih lebih lanjut disimpan pada kotak penyimpanan (drybox wonderful) terbuat dari besi dengan suhu 270C selama tiga bulan mulai Pebruari sampai dengan April 2014.

Pengujian viabilitas benih

(41)

21 Pengujian daya hantar listrik

Pengujian daya hantar listrik dilakukan dengan cara 10 gram benih kedelai ditimbang dengan timbangan tipe Ohaus. Benih kedelai dimasukkan ke dalam

glassjar. Glassjarditutup dan disimpan selama 24 jam. Konduktometer WTW tetracon 325 yang telah dibersihkan dan dilakukan pemanasan secara manual selanjutnya dilakukan kalibrasi dengan larutan KCl 0,01 M. Glassjaryang berisi benih kedelai yang telah direndam selama 24 jam, diguncang 10-15 detik agar larutan tercampur secara merata. Air rendaman benih dipindahkan keglassjar

kemudian benih dan air dituangkan dengan saringan. Dip celldimasukkan ke dalam air rendaman, nilai konduktivitasnya akan terbaca dengan satuan μ S/cm/g.

3.2 Peubah Pengamatan

Viabilitas benih dilihat pada kecambah hasil uji kecepatan perkecambahan (UKP) dan uji keserempakan perkecambahan (UKsP). Uji kecepatan perkecambahan diukur dengan tolok ukur yaitu kecepatan perkecambahan, kecambah normal total, dan kecambah abnormal; sedangkan uji keserempakan perkecambahan diukur dengan tolok ukur panjang akar primer kecambah normal, panjang hipokotil, panjang epikotil, panjang tajuk kecambah normal, panjang kecambah normal, kecambah normal kuat, kecambah normal lemah, dan bobot kering kecambah normal. Faktor pendukung viabilitas adalah daya hantar listrik.

1. Kecepatan perkecambahan benih

(42)

22 dalam UKDdP. Pengukuran kecepatan perkecambahan benih dilakukan pada hari ke-2 sampai hari ke-5. Kecepatan perkecambahan benih dihitung dengan rumus:

KP (%/hari) =

Keterangan: KP = Kecepatan perkecambahan benih

Pi = Pertambahan persen kecambah normal dari harii-1ke harii Ti = Jumlah hari setelah tanam pada pengamatan hari ke-i

2. Kecambah normal total

Kecambah normal total diamati pada kecambah hasil uji kecepatan

perkecambahan benih (UKP). Kriteria kecambah normal (Deptan, 2008) yaitu 1. Kecambah dengan pertumbuhan sempurna, ditandai dengan akar dan batang yang berkembang baik, jumlah kotiledon sesuai, daun berkembang baik dan berwarna hijau serta mempunyai tunas pucuk yang baik.

2. Kecambah cacat ringan akar, hipokotil/epikotil, kotiledon, daun primer dan koleoptil.

3. Kecambah terinfeksi sekunder tetapi bentuknya masih sempurna.

Benih ditanam dengan media kertas merang sebanyak 25 butir benih dan diamati jumlah kecambah normalnya. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-3 dan pada hari ke-5 setelah dikecambahkan. Satuan pengamatan kecambah normal total adalah persen.

3. Kecambah abnormal

(43)

23 1. Kecambah rusak adalah kecambah yang struktur pentingnya hilang atau rusak

berat, sedangkan plumula atau radikula patah atau tidak tumbuh.

2. Kecambah cacat atau tidak seimbang adalah kecambah dengan pertumbuhan lemah atau kecambah yang struktur pentingnya cacat atau tidak proporsional; plumula tumbuh membengkok atau tumbuh ke bawah; sedangkan radikula tumbuh sebaliknya.

3. Kecambah lambat adalah kecambah yang pada akhir pengujian belum mencapai ukuran normal, jika kecambah tersebut dibandingkan dengan pertumbuhan kecambah normal maka kecambah abnormal ukurannya lebih kecil.

[image:43.595.176.451.486.722.2]

Benih ditanam dengan media kertas merang sebanyak 25 butir benih dan diamati jumlah kecambah abnormalnya. Pengamatan dilakukan pada hari ke-5 setelah dikecambahkan. Satuan pengamatan kecambah abnormal adalah persen.

(44)

24 4. Panjang akar primer kecambah normal

Panjang akar primer kecambah normal diukur pada kecambah hasil uji

keserempakan perkecambahan benih (UksP). Panjang akar diukur dengan mistar dari pangkal akar sampai ujung akar pada lima sampel benih setiap satuan

[image:44.595.169.461.374.637.2]

percobaan dengan pemilihan sampel secara acak (Gambar 4). Panjang akar primer adalah rata-rata panjang akar primer dari lima sampel kecambah normal pada masing-masing ulangan. Pengukuran dilakukan pada kecambah normal hasil dari uji keserempakan pada hari ke-4. Satuan pengamatan panjang akar primer kecambah normal adalah sentimeter.

(45)

25 5. Panjang hipokotil

Panjang hipokotil diukur dari kecambah normal pada kecambah hasil uji

keserempakan perkecambahan benih (UKsP). Panjang hipokotil diukur dengan mistar dari pangkal akar sampai titik tumbuh pada lima sampel benih setiap satuan percobaan dengan pemilihan sampel secara acak (Gambar 4). Panjang hipokotil adalah rata-rata hipokotil dari lima sampel kecambah normal pada masing-masing ulangan. Pengukuran dilakukan pada kecambah normal dari hasil uji

keserempakan pada hari ke-4. Satuan pengamatan panjang hipokotil dalam sentimeter.

6. Panjang epikotil

Panjang epikotil diukur dari kecambah normal pada kecambah hasil uji

keserempakan perkecambahan benih (UKsP). Panjang epikotil diukur dengan mistar pada lima sampel benih setiap satuan percobaan dengan pemilihan sampel secara acak (Gambar 4). Panjang epikotil adalah rata-rata epikotil dari lima sampel kecambah normal pada masing-masing ulangan. Pengukuran dilakukan pada kecambah normal dari hasil uji keserempakan pada hari ke-4. Satuan pengamatan panjang epikotil dalam sentimeter.

7. Panjang tajuk kecambah normal

(46)

26 adalah rata-rata panjang tajuk dari lima sampel kecambah normal pada masing-masing ulangan. Pengukuran dilakukan pada kecambah normal dari hasil uji keserempakan pada hari ke-4. Satuan pengamatan panjang tajuk kecambah normal adalah sentimeter.

8. Panjang kecambah normal

Panjang kecambah normal diukur pada kecambah hasil uji keserempakan

perkecambahan benih (UKsP). Panjang kecambah normal diukur dengan mistar dari ujung akar sampai ujung tajuk kecambah normal pada lima sampel benih setiap satuan percobaan dengan pemilihan secara acak (Gambar 4). Panjang kecambah normal adalah rata-rata panjang kecambah normal dari lima sampel kecambah normal pada masing-masing ulangan. Pengukuran dilakukan pada kecambah normal dari hasil uji keserempakan pada hari ke-4. Satuan pengamatan panjang kecambah normal adalah sentimeter.

9. Kecambah normal kuat

(47)
[image:47.595.164.464.166.407.2]

27 dihitung persentase kecambah normal kuat dari seluruh benih yang ditanam pada hari ke-4. Satuan pengamatan kecambah normal kuat adalah persen.

Gambar 4. Bagian-bagian kecambah kedelai Keterangan: a = Panjang akar primer

b = Panjang hipokotil c = Panjang epikotil d = Panjang tajuk

e = Panjang kecambah normal 10. Kecambah normal lemah

Kecambah normal lemah adalah suatu peubah sebagai tolok ukur vigor kekuatan tumbuh benih. Kriteria kecambah normal lemah adalah kecambah dengan bagian-bagiannya yang lengkap (akar, hipokotil, plumula, dan kotiledon), penampilan yang lebih lemah perkecambahannya kurang dari rata-rata kecambah normal kuat seperti pengujian prapenelitian yaitu hipokotil kurang panjang ( <4 cm) dan lemah, akarnya lebih pendek (<6 cm) atau lebih sedikit dan plumulanya lebih kecil (Gambar 5). Kecambah normal lemah diukur pada kecambah hasil uji

e d

b d

(48)
[image:48.595.156.473.168.375.2]

28 keserempakan perkecambahan benih (UksP) yaitu dengan dihitung persentase kecambah normal lemah dari seluruh benih yang ditanam pada hari ke-4.

Gambar 5. Kriteria kecambah (a) kecambah normal kuat,

(b) kecambah normal lemah, (c) kecambah abnormal, dan (d) benih mati

11. Bobot kering kecambah normal

(49)

29

Bobot kering kecambah normal ditetapkan dengan rumus:

BKKN (%) =bobot kering kecambah normal dalam satuan ulangan jumlah kecambah normal dalam ulangan tersebut

12. Daya hantar listrik

Uji daya hantar listrik dilakukan pada benih kedelai yang telah ditimbang sebanyak 10 gram dari setiap perlakun, kemudian benih direndam di dalam 100 ml air bebas ion selama 24 jam. Pengukuran nilai daya hantar listrik dengan konduktometerWTW tetracon325 dengan satuan µS/cm/g. Satuan pengamatan daya hantar listrik adalah µS/cm/g. Perhitungan konduktivitas per gram benih untuk masing-masing ulangan menggunakan rumus:

(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Pupuk NPK majemuk susulan yang digerus meningkatkan viabilitas benih pascasimpan tiga bulan. Hasil ini didukung oleh panjang hipokotil, panjang tajuk dan bobot kering kecambah normal serta menurunkan kecambah abnormal.

2. Pupuk NPK majemuk susulan dengan dosis 0 kg/ha sampai 100 kg/ha mempengaruhi viabilitas benih pascasimpan tiga bulan. Hasil ini didukung oleh kecepatan perkecambahan, kecambah normal total, panjang akar primer, panjang epikotil, panjang tajuk, panjang kecambah normal, kecambah normal kuat, dan bobot kering kecambah normal.

3. Viabilitas benih pascasimpan tiga bulan pada semua dosis NPK majemuk susulan menghasilkan daya hantar listrik lebih kecil bila diberikan dengan cara digerus dibandingkan dengan tidak digerus.

5.2 Saran

(51)

PUSTAKA ACUAN

Adisarwanto, T. 2005. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai.Penebar Swadaya. Jakarta. 86 hlm.

Arryanto, Y. 2012. Nano Technology in Agriculture. Disajikan pada Workshop Peluang Nano Teknologi untuk Pertanian. Bogor, 26 Januari 2012.

Avintari. 2008. Pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK tambahan pada

viabilitas tiga umur simpan benih buncis (Phaseolus vulgarisL.). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 88 hlm.

Avivi. 2005. Efek AplikasiSynechococcus sp. pada Daun dan Pupuk NPK terhadap Parameter Agronomis Kedelai. Jurnal Agronomi. 33(3): 1723. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Kedelai di Indonesia. http://www.bps.go.id

diakses tanggal 7 Maret 2014 pukul 23.15 WIB.

Balitkabi. 2012. Varietas unggul baru kedelai toleran kekeringan.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/965-dering-1-varietas-unggul-baru-kedelai-toleran-kekeringan.html. Diakses pada tanggal 10 Nopember 2013 pukul 22.10 WIB.

Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 2001. Principles Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Michigan State University. Minneapolis, Minnesota. 369 p.

Deptan. 2008. Pedoman laboraturium pengujian mutu benih tanaman pangan dan hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. 190 hlm.

Fauzie, D. 2015. Pengaruh bentuk dan dosis NPK majemuk susulan pada produksi kedelai (Glycine max[L.] Merr.) Varietas Dering I. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 87 hlm. Harnowo, D., Fathan Muhajir, M. Muchlis Adie, dan Soleh Solahudin. 1992.

(52)

51 International Seed Testing Association. 2007. International Rules of Seed

Testing. Zurich. Switzerland. 125 p.

Ismatullah. 2003. Studi penciri mutu benih kedelai (Glycine max[L.] Merr.) Varietas Wilis selama masa penyimpanan. (Skripsi). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 39 hlm.

Lee, J. 2010. Effect of Application Methods of Fertilizer on Growth. Agron J. 77(5): 720-725

Marwanto. 2003. Hubungan antara membran kulit benih dengan daya hantar listrik benih kedelai (Glycine max[L.] Merr.) Varietas Detam 1 pascasimpan tiga bulan. Jurnal Akta Agrosia. 6(2): 51-54.

Matthews, S. and A. Powell. 2006. Electrical Conductivity Viability Test: Physiological Basis and Use. Journal ISTA. 3(1): 32-35

Mugnisjah.W.Q. dan A. Setiawan. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara, Jakarta. 610 hlm

Nurmauli, N. dan Y. Nurmiaty. 2010. Pengaruh Hidrasi Dehidrasi dan Dosis NPK pada Viabiltas Benih Kedelai. Jurnal Agrotropika. 15(1): 18. Nurmiaty, Y. dan N. Nurmauli. 2010. Pengendalian Agronomik melalui NPK

Susulan dan Waktu Panen dalam Menghasilkan Vigor Benih Kedelai.

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 10(1): 29-37.

Rachman, I. A., S. Djuniwati, dan K. Idris. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Ternate. J. Tanah dan Lingkungan. 10(1): 7-13.

Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta. 210 hlm.

Rusdi. 2008. Pengaruh pupuk NPK (16:16:16) susulan saat berbunga pada produksi benih kedelai (Glycine max[L.] Merr.) Varietas Anjasmoro. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 92 hlm.

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Grasindo. Jakarta. Hlm. 8-17.

Salisbury, F.B. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 2. ITB press. Bandung. 85 hlm.

(53)

52 Taliroso, D. 2008. Deteksi status viabilitas benih kedelai (Glycine max[L.]

Merr.) melalui metode uji daya hantar listrik. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 84 hlm.

Taufik, T. dan I. Novo. 2004. Kedelai, Kacang Hijau, dan Kacang Panjang. Absolut Press. Yogyakarta. 123 hlm.

Wibowo, D.K. 2014. Pengaruh bentuk dan dosis NPK majemuk susulan pada viabilitas benih kedelai (Glycine max[L.] Merr.) Varietas Dering I prasimpan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 80 hlm. Winarso, S. 2005.Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Edisi

Pertama. Gava Media. Yogyakarta. 65 hlm.

Gambar

GambarHalaman
Tabel 13-62     ...................................................................................
Gambar 1.  Tata letak percobaan.
Gambar 2. Kecambah normal
+4

Referensi

Dokumen terkait

The effective interest rate is the rate that exactly discounts estimated future cash receipts or payments (including all fees and points paid or received that form

14 tahun 1945 tentang Mahkamah Agung (yang tidak dirubah oleh Undang-undang No.3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 14 tahun 1945 tentang Mahkamah

Dari hasil perhitungan rata – rata nilai TCR resistor dapat disimpulkan bahwa semakin besar semakin besar Rs ( Resistivity Sheet ) semakin kecil nilai TCR dan

Faktor Penghambat yang menjadi kendala dalam meningkatkan wisata budaya di Pampang adalah terdapat perbedaan pola pikir masyarakat yang masih berpola lama

Kesimpulan dalam penelitian ini: (1) Objek Wisata Danau Teluk Gelam memiliki iklim Tipe B, dengan keadaan cuaca yang sejuk, (2) Dilihat dari keberadaannya lokasi Objek

Bentuk dari ketidakjujuran teman sebagai acuan mencari jawaban selaras dengan hasil penelitian Purnamasari (2013) bahwa kecurangan yang terjadi pada mahasiswa

[r]

Saya tidak yakin tidak ada pekerjaan yang cocok dengan kemampuan yang saya miliki selain menjadi agen asuransi. Saya ingin mendapat nasabah