• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PRAKTEK PEMERIKSAAN PERKARA PRAPERADILAN DAN KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA (Studi Perkara No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PRAKTEK PEMERIKSAAN PERKARA PRAPERADILAN DAN KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA (Studi Perkara No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Lembaga praperadilan dalam sistem peradilan Indonesia merupakan sarana kontrol hakim terhadap tindakan hukum selama proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. Praktek praperadilan saat ini belum berjalan optimal. Contohnya pada perkara praperadilan No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK yang membahas mengenai bagaimanakah praktek pemeriksaan perkara praperadilan dan bagaimanakah perlindungan hak-hak tersangka dalam perkara No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK.

Metode yang digunakan terdiri dari metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan wawancara dengan penyidik polisi, hakim dan dosen. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari penelitian.

(2)

sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan hukum pemohon praperadilan, sehingga akan melindungi hak-hak tersangka dan memberikan keadilan terhadap pihak pencari keadilan dan bagi pemohon apabila terjadi penahanan yang tidak sah sebaiknya langsung mengajukan gugatan praperadilan pada saat proses penyidikan bukan pada saat proses penuntutan di pengadilan.

(3)

ANALISIS PRAKTEK PEMERIKSAAN PERKARA PRAPERADILAN DAN KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA (STUDI PERKARA NO.2/PID.PRA/2012/PN.TK)

Oleh:

RYMNI CHYNTIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universistas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS HUKUM

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal 13 Januari 1992, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. S. Tambunan, M.Pd., dan Ibu B. Batubara.

Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak-Kanak Katholik (TKK) Harapan Bunda Jakarta dan diselesaikan pada tahun 1998, Pendidikan Sekolah Dasar di SD Katholik (SDK) Harapan Bunda Jakarta dan dapat diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 236 Jakarta, diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 21 Jakarta, dan diselesaikan pada tahun 2010.

(7)

MOTO

Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam

berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan

bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.

(Titus 2:7)

Let your Dreams be bigger than your Fears. Your Action louder than your

Words, and your Faith stronger than your Feelings

(8)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur ku persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan menyertai ku sepanjang perjalanan penulisan skripsi ini sehingga segala sesuatu yang sulit

menjadi mudah.

Dengan segala ketulusan dan rasa syukur, sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang serta bakti yang tulus, kupersembahkan karya ku ini kepada :

Kedua orang tuaku tercinta yang tidak lelah membimbing, memberikan kasih sayang, semangat, dan terus berdoa untuk kebahagiaan dan kesuksesanku.

Abangku tersayang yang telah mengajariku menjadi lebih dewasa, tegar, dan mendukungku dalam setiap langkahku.

Terimakasih atas nasihat dan dukungan yang telah diberikan sangat berguna bagiku.

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas izin dan senantiasa melimpahkan karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Analisis Praktek Pemeriksaan Perkara Praperadilan dan Kaitannya Dengan Perlindungan Hak - Hak Tersangka (Studi Perkara No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna mengingat keterbatasan penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(10)

Penulis selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana dan Pembimbing II yang dengan sabar memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang senantiasa telah meluangkan waktu memberikan masukan, dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah meluangkan waktu memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini maupun dalam proses pendidikan.

8. Seluruh responden yang telah bersedia memberikan info dan masukkan sehingga skripsi ini bisa di selesaikan oleh Penulis dengan baik.

9. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimakasih telah mendidik, memberikan ilmu pengetahuan dan bantuannya selama proses pendidikan. 10. Teristimewa untuk kedua Orang Tuaku tercinta, Papa Drs. S. Tambunan,

(11)

ini.

12. Yang spesial dihatiku ...

13. Teman-Teman Kosanku baik kakak-kakak maupun adik-adik tersayang : Mesianna M. Ambarita, S.P., Aditya Jesika Pakpahan, Kartika Pakpahan, Friscila Purba, S.A.N., Victoria A. Ambarita, S.Pd., Monica R. Ambarita, S.Pd., Mirna Octaviana, S.Pd., Tince Noeryani, S.Pd., Dini Kurnia, S.Pd., Yoka Pratiwi, S.T., Eka Novita T. Siregar, S.H., Gesron Purba, S.E., Annisa Putri, S.Pd., Agus Oloan Tigor Sinaga, Riris Yuli Valentine Sinaga, S.P., dan seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

14. Teman-Teman seperjuangan Fakultas Hukum 2010 Aji Ridho Utama, S.H., kak Ranti, S.H., Hetty Ratna Novitasari, S.H., M. Haikal, S.H., Raffky Ariansyah, Sonya Yurica Harahap, S.H., Reina, S.H., Doddy Irwansyah, Denny M Napitupulu, S.H., dan teman-teman lain yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaanya selama proses pendidikan dan penulisan skripsi.

(12)

16. Sepupu-Sepupuku : Frans Boyke Samosir, Harry Chandra Nababan, Kak Mika Mayshe, Kak Cherry Mian, Kak Mindo Trace, Modes Ndemast, Kak Debora Tambunan, Kak Vina Edyka Simorangkir, Kak Wira Simarmata, Kak Noverica Fanny Solafide, Yessy Theresya L.K, Verdy F. Tambunan, S.H., dan seluruh Keluarga Besarku yang telah banyak memberikan banyak dukungan moril dan materil kepada Penulis.

17. Teman-Teman Formahkris angkatan 2013, 2012, 2011, 2010, 2009, 2008, 2007 dan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. Bapak dan Ibu kos ku yang senantiasa mendukung ku dalam penyelesaian skripsi ini.

19. Almamater Tercinta.

20. Seluruh Pihak yang telah memberikan bantuan semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Dengan segala kerendahan hati, Penulis berdoa semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak di bidang hukum.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 13

E. Sistematika Penulisan ... 19

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 21

A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana ... 21

B. Tinjauan Umum Tentang Tersangka ... 24

C. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 41

A. Pendekatan Masalah ... 41

B. Sumber dan Jenis Data ... 41

C. Penetuan Populasi dan Sampel ... 43

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 44

(14)

B. Praktek Pemeriksaan Perkara Praperadilan Nomor

02/PID.PRA/2012/PN.TK ... 48

C. Perlindungan Terhadap Hak Tersangka dalam Perkara Nomor No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK ... 66

V. PENUTUP ... 78

A. Simpulan ... 78

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tergambar jelas bahwa KUHAP sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia terutama hak-hak-hak-hak dari tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan pidana di Indonesia. Untuk itu dalam rangka pelaksanaan pembaharuan pada penegak hukum acara pidana, terdapat pemikiran terhadap tindakan koreksi yang ditujukan kepada aparatur hukum dalam bentuk penertiban yang melakukan penyelewengan, penyalahgunaan wewenang serta perbuatan lain harus dilakukan secara maksimal dan oleh karenanya diarahkan ke dalam bentuk pengawasan vertikal, yaitu“built in control”dan pengawasan horizontal. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia lebih banyak terjadi karena penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang antara lain dalam bentuk penahanan yang tidak tepat atau illegal arrest.1

Diundangkannya KUHAP, dapat memberikan jaminan bagi perlindungan Hak Asasi yang dimiliki setiap Warga Negara Indonesia (WNI). Diperlukan tindakan-tindakan tertentu yang akan melanggar hak asasi seseorang, yakni tindakan-tindakan upaya paksa yang diperlukan bagi suatu penyidikan sehingga dapat menghadapkan seseorang ke depan pengadilan karena di dakwa telah melakukan tindak pidana,

1

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan

(16)

tetapi juga upaya paksa yang dilaksanakan tersebut akan menuruti aturan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang sehingga bagi seseorang yang disangka atau didakwa telah melakukan suatu tindak pidanam mengetahui jelas hak-hak dan wewenang dari aparatur penegak hukum yang akan melaksanakan upaya paksa tersebut, dimana tindakan tersebut akan mengurangi hak asasinya.2

Ketentuan KUHAP tersebut juga memuat asas praduga tak bersalah yang menimbulkan hak tertentu bagi seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana. Salah satu hak bagi seseorang tersangka/terdakwa adalah hak untuk mengajukan praperadilan kepada pengadilan negeri, apabila penyidikan ataupun proses penuntutan. Perlindungan hak-hak terhadap tersangka yang diberikan oleh KUHAP tidak terlepas dari asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang telah mengalami perubahan (bukan pencabutan), setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang dinyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Landasan hukum peradilan pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP, membawa konsekuensi bahwa alat negara penegak hukum dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk meninggalkan cara lama secara keseluruhan, baik dalam berfikir maupun bertindak, harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku

2

(17)

dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, terutama terhadap mereka yang tersangkut dalam peradilan pidana.

Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Hakim harus menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran dari peristiwa yang diajukan kemudian menilai dengan menghubungkannya pada hukum yang berlaku, barulah menjatuhkan putusan. Berhubungan dengan itu dalam menemukan hukumnya seorang hakim diperbolehkan untuk bercermin pada yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum (doktrin). Menurut Wirjono Projodikoro dalam menemukan hukum tidak berarti bahwa seorang hakim menciptakan hukum tetapi hakim hanya merumuskan hukum.3

Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada Undang-Undang yang berlaku saja tetapi juga harus berdasarkan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini jelas tercantum di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, yaitu hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam memberikan putusan harus berdasarkan penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga berdasarkan faktor lain yang dapat mempengaruhi.

Pertanggungjawaban Majelis hakim seharusnya memberikan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono) dan tidak sedikit penegak hukum tidak terlepas dari kemungkinan untuk berbuat tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku, sehingga perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan

3

(18)

pemeriksaan demi terciptanya keadilan dan ketertiban masyarakat justru mengakibatkan kerugian bagi tersangka, atau pihak ketiga yang berkepentingan. Oleh karena itu, untuk menjamin perlindungan terhadap HAM dan agar aparatur negara menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-Undangan maka KUHAP mengatur suatu lembaga yang dinamakan praperadilan. Dengan adanya lembaga praperadilan, KUHAP telah menciptakan mekanisme kontrol yang berfungsi sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan bagaimana aparat penegak hukum menjalankan tugasnya dalam peradilan pidana.

Keberadaan lembaga Praperadilan dalam sistem peradilan indonesia merupakan sebagai sarana kontrol oleh hakim terhadap tindakan-tindakan hukum selama proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Kepolisian maupun Kejaksaan. Dalam sistem Peradilan Pidana terpadu yang dianut oleh Hukum Acara Pidana mengandung arti hubungan antara Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan harus merupakan hubungan yang

sinkron sehingga tidak terjadi saling tumpang tindih. Hukum Acara Pidana

merupakan suatu sarana dalam pembinaan keseluruhan komponen di atas, dalam arti bahwa Hukum Acara Pidana haruslah dapat memberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga diantara komponen tersebut tidak terjadi saling tumpang tindih, serta masing-masing komponen mengetahui tempatnya serta fungsi masing-masing dalam suatu rangkaian keseluruhan sistem.4

Kewenangan praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dicantumkan dalam Bab X

4

(19)

bagian kesatu tentang kewenangan pengadilan untuk mengadili yaitu Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Praperadilan adalah suatu hal yang wajar yang tidak perlu ditakuti sepanjang proses penyidikan atau upaya paksa yang dilakukan berdasarkan aturan dalam KUHAP. Tidak semua putusan praperadilan dimenangkan oleh tersangka atau pihak yang mengajukan dalam proses sidang pemeriksaan praperadilan tentunya akan mempertimbangkan baik secara yuridis maupun fakta materil, dikabulkannya praperadilan juga harus ditinjau lagi secara adil apakah karena suatu sebab yang disengaja atau karena berasal dari luar proses penyidikan. Oleh karena itu, lembaga praperadilan sebagai lembaga pengawas oleh Hakim terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kepolisian maupun Kejaksaan akan mewujudkanya apa yang dikehendaki oleh sistem peradilan pidana terpadu tersebut.

(20)

hakim praperadilan dimana dengan adanya pelimpahan berkas perkara otomatis gugatan praperadilan gugur karena bukan lagi kewenangan praperadilan. Adapun kasus yang sama dengan peneliti lakukan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, atas perkara praperadilan No.02/PID.PRA/2012/PN.TK. Kronologis perkara praperadilan Nomor 02/PID.PRA/2012/PN.TK, yaitu:

a. Pemohon merasa penahanan atas dirinya pada tanggal 18 September 2012 dianggap tidak sah sehingga pemohon mengajukan permohonan praperadilan pada hari Kamis tanggal 27 September 2012 dan telah diregister oleh Panitera Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang;

b. Penuntut Umum dari Kejaksanaan Negeri Tanjungkarang juga melakukan pelimpahan berkas perkara pokok atas perkara yang dilakukan praperadilan oleh pemohon pada hari Kamis tanggal 27 September 2012; c. Hari Jumat Tanggal 28 September 2012, Hakim Ketua Pengadilan Negeri

telah menunjuk hakim praperadilan untuk perkara yang diajukan pemohon; Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang juga menetapkan hari sidang pertama praperadilan pada hari Senin tanggal 1 Oktober 2012 dan mengirimkan surat panggilan kepada kedua dua belah pihak;

d. Sidang pertama hari Senin tanggal 1 Oktober 2012 dihadiri oleh kedua belah pihak, yaitu Pemohon maupun Termohon (Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjungkarang).

(21)

f. Tertuntut/Penuntut umum Kejaksaan Negeri Tanjungkarang pada sidang kedua tanggal 2 Oktober 2012 membacakan jawabannya atas tuntutan Pemohon Praperadilan (Penuntut Praperadilan);

g. Atas jawaban Tertuntut (Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjungkarang) tersebut, pihak Penuntut Praperadilan meminta sidang ditunda untuk menyusun replik atas jawaban Tertuntut Praperadilan, Berdasarkan permintaan Penuntut Praperadilan, Hakim Praperadilan menunda sidang sampai tanggal 4 Oktober 2012;

h. Pada Sidang ketiga, yaitu tanggal 4 oktober 2012 Penuntut Praperadilan membacakan repliknya atas jawaban Tertuntut Preperadilan. Atas replik dari Penuntut Praperadilan, Tertuntut Praperadilan pada hari itu juga menjawabnya replik dari Penuntut Praperadilan (melakukan duplik). i. Atas pembacaan replik dan duplik dari masing-masing pihak, Hakim

Praperadilan menunda sidang sampai tanggal 5 Oktober 2012 untuk membacakan putusan praperadilan atas perkara ini;

j. Pada sidang keempat, yaitu tanggal 5 Oktober 2012, Hakim Praperadilan dalam putusannya menyatakan praperadilan yang dilakukan oleh Pemohon/Penuntut Praperadilan gugur;

(22)

huruf d KUHAP menentukan dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.

Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang memutuskan permohonon perkara praperadilan No.02/PID.PRA/2012/PN.TK gugur, karena berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menyatakan bahwa permohonan praperadilan Pemohon gugur. Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Akan tetapi, hakim seharusnya dalam perkara ini dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan lain berdasarkan alat bukti dari Pemohon.

(23)

didapatkan kuasa hukum, kuasa hukum menyatakan bahwa Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara pokok atau mendaftarkan berkas perkara pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang pada hari yang sama sekitar pukul 14.30 siang tanggal 27 September 2012.

Pendaftaran perkara yang dilakukan pada hari yang sama tentunya sudah menjadi kesenjangan hukum dan pada saat dilaksanakannya persidangan secara langsung hasil putusan hakim praperadilan permintaan tersebut gugur, karena berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, dengan demikian perkara permohonan praperadilan dinyatakan gugur dan tidak perlu lagi menunda sidang untuk memberikan jawaban dan melanjutkan perkara tersebut.

(24)

berdasarkan undang-undang yang dirugikan adalah pihak yusticiabelen (pencari keadilan).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisis putusan hakim dalam perkara praperadilan, yang dikaitkan dengan perlindungan terhadap hak-hak tersangka. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis memutuskan untuk memilih judul: “Analisis Praktek Pemeriksaan Perkara Praperadilan dan Kaitannya Dengan Perlindungan Hak-Hak Tersangka (Studi Perkara No.

02/PID.PRA/2012/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah praktek pemeriksaan perkara praperadilan Nomor 02/PID.PRA/2012/PN.TK?

b. Bagaimanakah perlindungan hak tersangka terkait perkara praperadilan Nomor 02/PID.PRA/2012/PN.TK?

2. Ruang Lingkup

(25)

Lampung. Adapun ruang lingkup bidang ilmu pidana dalam KUHAP Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 tentang Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa, Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 tentang Praperadilan serta peraturan perundang-undangan terkait, antara lain Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analisis yaitu dengan memberikan masalah hukum sebagaimana yang disebutkan dalam permasalahan diatas dan berusaha memahami secara mendalam dengan kajian-kajian terhadap masalah hukum serta hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya masalah hukum itu, sehingga diharapkan hasil kajian ini melahirkan pemikiran prospektif dalam kerangka pembaharuan hukum berkaitan dengan masalah hukum yang menjadi fokus penelitian. Dengan demikian adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini meliputi beberapa hal yang akan dianalisis, yaitu:

a. Untuk mengetahui praktek pemeriksaan perkara praperadilan.

(26)

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, kegunaan dari penelitian ini adalah mencangkup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat untuk mengembangkan informasi, wawasan ilmu hukum, dan hukum pidana khususnya berguna bagi pengembangan pemikiran terhadap perkara yang menyangkut pelaksanaan pemeriksaan praperadilan dalam kaitannya dengan masalah yang menyangkut pelaksanaan pemeriksaan praperadilan yang berkaitan dengan masalah hak-hak tersangka serta untuk dapat menambah bahan referensi di bidang karya ilmiah dan bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

b. Kegunaan Praktis

(27)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti5. Pada setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.6

Eksistensi lembaga praperadilan diatur dalam Bab I Pasal 1 angka 10 dan Bab X Bagian Kesatu Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Menurut etimologinya, praperadilan terdiri dari dua suku kata, yaitu pra dan peradilan. Kata “pra” itu

sendiri diartikan sebelum, sedangkan kata “peradilan” diartikan sebagai suatu

proses pemeriksaan atas tersangka, saksi-saksi dan barang bukti oleh pengadilan dalam rangka mencari kebenaran materil.7 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa praperadilan diartikan sebagai proses pemeriksaan voluntair yang dilakukan sebelum pemeriksaan terhadap pokok perkara berlangsung di pengadilan. Adapun yang dimaksud dengan pokok perkara dalam hal ini adalah suatu dakwaan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana, yang sedang dalam tahap penyidikan atau penuntutan.8

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, 1986, UI Press, Jakarta, Hlm. 124 6

Ibid.Hlm.124 7

H.A.K. Mochamad Anwar, Chalimah Suyanto dan Sunanto, Praperadilan, (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1989), hlm. 25

8

(28)

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP. Loebby Loqman mengatakan bahwa perbedaan antara praperadilan dengan Rechter Commissaris di negari Belanda dan Habeas Corpus di Amerika Serikat adalah praperadilan hanya mempunyai fungsi examinating judge. Dikatakan demikian, karena praperadilan hanya memeriksa sah atau tidaknya suatu penangkapan serta sah tidaknya suatu penahanan. Sedangkan Rechter Commissaris dapat bertindak secara eksekutif yakni mereka berhak untuk memanggil, memeriksa serta melakukan penahanan, di samping sebagai Hakim pengawas dalam pelaksanaan upaya paksa mereka juga mempunyai fungsi baik sebagai investigating judge maupun sebagai examinating

judge. Kemudian, Habeas Corpus di Amerika Serikat mempunyai fungsi yang

sama dengan Rechter Commissaris. Dikatakan demikian karena di samping mereka mengawasi jalannya upaya paksa mereka juga memberikan nasehat-nasehat dalam pelaksanaan upaya paksa tersebut.9

Istilah praperadilan di Amerika Serikat, lebih dikenal dengan istilah pre trial. Namun terdapat perbedaan antara lembaga praperadilan dengan lembaga pre trial. Dalam lembaga pre trial memiliki kewenangan untuk meneliti ada atau tidak

9

(29)

adanya dasar hukum yang cukup untuk mengajukn suatu penuntutan terhadap suatu perkara pidana di depan pengadilan. Sementara itu, ruang lingkup praperadilan bersifat limitatif sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 77 huruf a dan b KUHAP dan Pasal 95 KUHAP, yaitu sebagai berikut:

1. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahan;

2. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

3. Memeriksa dan memutus ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan; 4. Memeriksa dan memutus terhadap tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh

tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan;

5. Memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri.10

Berdasarkan ruang lingkup tersebut maka pada dasarnya, lembaga praperadilan berfungsi sebagai lembaga yang melakukan pengawasan secara horizontal terhadap tindakan yang dilakukan oleh instansi kepolisian selaku penyidik dan instansi kejaksaan selaku penuntut umum. Oleh karena itu, praperadilan memiliki peran yang penting untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan, di

10

(30)

samping adanya pengawasan intern dalam penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan yang dilakukan aparat hukum.11 Sehingga meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang (abuse of

power) dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. Adapun tujuan yang ingin

dicapai dari pengawasan horizontal dari lembaga praperadilan tersebut adalah sesuai dengan tujuan umum dibentuknya KUHAP, yaitu untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law.12 Menurut Loebby Loqman, bahwa fungsi pengawasan horizontal terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh lembaga praperadilan tersebut juga merupakan bagian dari kerangka sistem peradilan pidana terpadu.13

Praperadilan sangat erat dengan dilaksanakannya pengawasan dalam suatu proses pidana, karena tanpa pengawasan yang ketat tidak mustahil hak asasi manusia akan ditindas oleh kekuasaan. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan bagaimana seorang aparatur melaksanakan wewenang yang ada padanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga aparat penegak hukum tidak sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya. Bagi tersangka atau keluarganya sebagai akibat dari tindakan menyimpang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, berhak mendapatkan ganti rugi dan atau rehabilitasi.14

11

Hari Sasongko, Komentar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (Bandung: Mandar

Maju, 2004). Hlm.105 12

R. Soeparmono, Praperadilan Dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian Dalam

KUHAP (Bandung: Mandar Maju, 2003), Hlm. 15-17 13

Loebby Loqman, Op.cit. Hlm.20. 14

(31)

Demi terciptanya suatu tujuan utama praperadilan yaitu untuk menempatkan pelaksanaan hukum pada proporsi yang sebenarnya yakni demi terlindunginya hak asasi manusia, khususnya terjaminnya hak-hak tersangka dan terdakwa dalam pemeriksaan pada tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan seorang tersangka tetap diberikan hak-hak yang tercantum dalam Pasal 50 KUHAP sampai dengan Pasal 68 KUHAP dan pada tingkat pemeriksaan, baik pada tingkat penyidikan, penuntutan maupun persidangan salah satunya berlandaskan pada asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, dimana asas ini menghendaki agar peradilan dilakukan dengan cepat dan dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sederhana mengandung arti bahwa dalam menyelenggarakan peradilan dilakukan dengan simpel, singkat dan tidak berbelit-belit. Biaya ringan berarti penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan menekan sedemikian rupa agar terjangkau oleh pencari keadilan, menghindari pemborosan.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah gambaran hubungan antara konsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti.15

Ada beberapa konsep dan istilah yang dijadikan sebagai batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah untuk dijadikan pegangan dalam memahami istilah yang digunakan dalam penelitian skripsi ini, yakni sebagai berikut:

a. Analisis adalah suatu kajian yang dilaksanakan dalam suatu permasalahan terhadap sebuah penelitian dengan menggunakan argumentatif yang akan

15

(32)

menghasilkan suatu jawaban dari permasalahan dengan membandingkan antara fakta dengan teori.16

b. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP.

c. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

d. Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP.

16

(33)

E. Sistematika Penulisan

Peneliti membuat Sistematika Penulisan dalam penulisan ini agar memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini, maka sistematika penulisannya yakni sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara garis besar mengenai latar belakang pemilihan judul Analisis Praktek Pemeriksaan Perkara Praperadilan dan Kaitannya Dengan Perlindungan Hak-Hak Tersangka (Studi Perkara No.02/PID.PRA/2012/PN.TK), yang kemudian dilanjutkan dengan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(34)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat dan membahas tentang langkah-langkah yang digunakan dalam metode penelitian yang dimulai dari pendekatan masalah,sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, pengumpulan dan pengolahan data dan diakhiri dengan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu praktek pemeriksaan perkara praperadilan Nomor 02/PID.PRA/2012/PN.TK dan fungsi praperadilan terhadap perlindungan hak-hak tersangka.

V. PENUTUP

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

1. Hakim dan Kewajibannya

Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara (mengadili), mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk menerima memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (9) KUHAP, ia tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan hukumnya atau aturan hukumnya kurang jelas. Oleh karena hakim itu dianggap mengetahui hukum

curialus novit jika aturan hukum tidak ada ia harus menggalinya dengan ilmu

pengetahuan hukum, jika aturan hukum kurang jelas maka ia harus menafsirkannya.

(36)

No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semanda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seoarng hakim anggota, jaksa advokat, atau panitera sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Hakim dalam menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan suatu perkara, khususnya perkara pidana tidak jarang ditemui bahwa untuk menyelesaikan satu perkara tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang, bisa sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan dan mungkin bisa sampai satu tahun lamanya baru bisa terselenggara atau selesainya satu perkara di pengadilan.

(37)

Hambatan atau kesulitan yang ditemui hakim untuk menjatuhkan putusan bersumber dari beberapa faktor penyebab, seperti pembela yang selalu menyembunyikan suatu perkara, keterangan saksi yang terlalu berbelit-belit atau dibuat-buat, serta adanya pertentangan keterangan antara saksi yang satu dengan saksi lain serta tidak lengkapnya bukti materil yang diperlukan sebagai alat bukti dalam persidangan.

Putusan di dalam sistem peradilan pemeriksaan perkara pidana, tidak terlepas dari tujuan hukum itu sendiri sebagai alat yang dipakai untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara. Sehingga bilamana suatu hukum atau Undang-Undang tidak mempunyai tujuan, tentunya acara pegakan hukum dan hak-hak asasi manusia akan berjalan dengan suatu ketidakpastian. Oleh sebab itulah di dalam mencapai suatu tujuan tersebut kuncinya terletak pada aparat hukum itu sendiri.

(38)

Peranan hakim dalam menentukan suatu kebenaran melalui proses peradilan tidak lain adalah putusannya itu sendiri. Maksudnya ada tidaknya kebenaran itu ditentukan atau diterapkan lewat putusan dan di dalam hubungan tersebut jelaslah apa yang ditegaskan bahwa untuk menemukan kepastian, kebenaran dan keadilan antara lain akan tampak dalam apa yang diperankan oleh hakim dalam persidangan, sejak pemeriksaan sampai pada putusan pengadilan bahkan sampai eksekusinya.

Dasar pertimbangan hakim harus berdasarkan pada keterangan saksi-saksi, barang bukti, keterangan terdakawa, dan alat bukti surat dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta unsur-unsur pasal tindak pidana yang disangkakan kepada terdakwa sesuai yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP. Putusan yang dibuktikan adalah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan selain itu juga dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa harus berdasarkan keterangan ahli (surat visum et repertum), barang bukti yang diperlihatkan di persidangan, pada saat persidangan terdakwa berprilaku sopan, terdakwa belum pernah di hukum, terdakwa mengakui semua perbuatannya dan apa yang diutarakan oleh terdakwa atau saksi benar adanya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

B. Tinjauan Umum Tentang Tersangka

1. Pengertian Tersangka

(39)

diduga sebagai pelaku tindak pidana. Secara harfiah tersangka merupakan sebutan atau status bagi pelaku tindak pidana sesuai tingkat atau tahap pemeriksaan dan penyidikan.

2. Hak-Hak Tersangka

Adapun hak-hak yang diberikan kepada tersangka yang tercantum dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP antara lain sebagai berikut:

a. Hak untuk segera diperiksa oleh penyidik, diajukan ke pengadilan dan diadili sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHAP. b. Hak untuk menerima pemberitahuan dengan jelas dan bahasa yang dimengerti

tentang apa yang disangkakan dan didakwakan kepadanya sebagaimana diatur dalam Pasal 51 huruf a dan huruf b KUHAP.

c. Hak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 52 KUHAP. Penjelasan Pasal 52 KUHAP menyebutkan bahwa supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang sesuai dengan kebenaran dan tidak menyimpang dari yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut, sehingga paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa wajib dicegah.

d. Tersangka yang tidak mengerti bahasa Indonesia berhak mendapat bantuan juru bahasa agar dapat memahami apa yang disangkakan atau yang didakwakan kepadanya sebagaimana diatur dalam Pasal 53 KUHAP.

(40)

f. Hak memilih sendiri penasihat hukumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHAP.

g. Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP memberikan hak kepada tersangka yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan dalam hal: disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati; disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana lima belas tahun atau lebih; tersangka atau terdakwa yang tidak mampu, terkena ancaman pidana lima tahun atau lebih.

h. Tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya, demikian juga bagi yang berkebangsaan asing juga berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.

i. Untuk kepentingan kesehatannya, Pasal 58 KUHAP memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan untuk menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya.

(41)

lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa baik dalam bentuk bantuan hukum maupun jaminan untuk penangguhan penahanan bagi tersangka atau terdakwa.

k. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun usaha untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 60 KUHAP.

l. Untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan kekeluargaan yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka, tersangka berhak untuk menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya, baik secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 61 KUHAP.

m. Pasal 62 KUHAP memberikan beberapa hak kepada tersangka dalam hal: mengirim surat atau menerima surat dari penasihat hukum dan sanak keluarganya setiap kali diperlukan, dan disediakan alat tulis menulis.

n. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 KUHAP.

o. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHAP.

p. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 66 KUHAP.

(42)

C. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan

1. Pengertian Praperadilan

Istilah praperadilan diambil dari kata pretrial, akan tetapi ruang lingkupnya lebih sempit, karena pretrial dapat meneliti apakah ada dasar hukum yang cukup mengajukan suatu penuntutan terhadap perkara pidana di depan pengadilan. Sementara ruang lingkup praperadilan terbatas sepanjang yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP dan Pasal 95 KUHAP.1 Pasal 1 angka 10 KUHAP mengatakan, praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (KUHAP) tentang:

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum demi tegaknya hukum dan keadilan.

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkara dalam hal ini yaitu penahanan

Menurut etimologinya praperadilan terdiri dari dua suku kata, pra berarti sebelum, sedangkan peradilan berarti suatu proses pemeriksaan atas tersangka, saksi-saksi dan barang-barang bukti oleh pengadilan, Penuntut Umum dan atau penasehat hukum guna mencari kebenaran materiil dan setelah Ketua Pengadilan Negeri memutus perkara dengan menjatuhkan pidana atau membebaskan terdakwa dan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.Menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1

(43)

pra berarti awalan, yang bermakna sebelum atau di muka. Sedangkan peradilan adalah sesuatu mengenai perkara pengadilan atau Lembaga Hukum bertugas memperbaiki.2

2. Fungsi dan Tujuan Praperadilan

Praperadilan dibangun dengan tujuan agar terjadi pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa terhadap tersangka atau terdakwa, upaya yang dimaksud tidak lain adalah penangkapan, penahanan, penyitaan dan lain sebagainya yang bersifat mengurangi dan membatasi kemerdekaan dan hak asasi tersangka. Untuk itu keberadaan lembaga praperadilan ini adalah untuk menghindari adanya pelanggaran dan perampasan hak asasi, namun pada prakteknya praperadilan hanya melakukan pengawasan secara administratif.

Praperadilan lahir bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, namun peaturan itu sendiri lahir sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman guna mengganti perundang-undangan zaman kolonial, yaitu HIR/RBG. Praperadilan dimaksudkan sebagai pengawasan horizontal oleh hakim Pengadilan Negeri terhadap pelaksanaan tugas penyidik dan penuntut umum, terutama menyangkut pelaksanaan upaya paksa dan menempatkan pelaksanaan hukum pada proporsi yang sebenarnya demi terlindunginya hak asasi manusia, khususnya terjaminnya hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan.

2

(44)

Menurut Pasal 1 angka 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus sebagaimana yang tercantum di dalamnya. Bila dipahami dengan demikian praperadilan hanyalah menguji dan menilai tentang tepat atau tidaknya upaya daya paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum dalam menyangkut penangkapan dan penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta hal ganti rugi atau rehabilitasi.

Praperadilan masih memiliki kelemahan dan kekurangan, tidak semua upaya paksa dapat dimintakan pemeriksaan untuk diuji kebenaran dan ketepatannya oleh lembaga praperadilan (misalnya tindakan penyitaan, penggeledahan, dan lain lain), sehingga dapat menimbulkan ketidakjelasan pihak mana yang berwenang memeriksa bila terjadi pelanggaran. Hakim juga lebih memperhatikan perihal dipenuhi atau tidaknya syarat-syarat formil dari suatu penangkapan atau penahanan.

(45)

Sejalan dengan demikian tujuan praperadilan adalah untuk menempatkan pelaksanaan hukum pada proporsi yang sebenarnya demi terlindunginya hak asasi manusia, khususnya terjaminnya hak-hak tersangka dan terdakwa dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan pengadilan.3

3. Ruang Lingkup Praperadilan

Ruang lingkup praperadilan bersifat limitatif, berdasarkan Pasal 77 KUHAP ruang lingkupnya adalah pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP yaitu tentang:

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan.

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan atau penghentian penuntutan. c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi yang berhubungan dengan

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Berkaitan dengan itu, dalam Pasal 77 ayat (1) KUHAP wewenang praperadilan meliputi:

1. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan

Pengertian penangkapan dalam Pasal 1 angka 20 KUHAP adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna memenuhi kepentingan/penuntutan dan/peradilan dalam hal serta cara yang diatur dalam Undang-Undang. Penangkapan yang dilakukan terhadap seseorang, harus dilakukan dengan

3

(46)

memenuhi syarat materil maupun formil. Berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 19 ayat (2) KUHAP, dalam melakukan penangkapan harus ada 3 syarat, yaitu:4

a. Ada dugaan keras ia melakukan tindak pidana; b. Bukti permulaan yang cukup; dan

c. Tindak pidana yang ia lakukan, termasuk kejahatan, bukan pelanggaran.

Mengenai bukti permulaan yang cukup, terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para penegak hukum. Menurut P.A.F Lamintang, bukti permulaan yang cukup dalam Pasal 17 KUHAP, berupa alat-alat bukti yang terdapat dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang dapat menjamin aparat penegak tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan penyidikan terhadap seseorang yang disangka melakukan tindak pidana setelah dilakukan penangkapan terhadap orang itu.5

2. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penahanan.

Penahanan berkaitan erat dengan penangkapan karena seorang tersangka pelaku tindak pidana setelah diangkap kemudian dikenakan penahanan, apabila telah memenuhi persyaratan. Aparat hukum yang berwenang dalam melakukan penahanan terhadap seseorang wajib memperhatikan landasan dan tata cara dilakukannya penahanan. Adapun landasan penahanan meliputi dasar hukum, keadaan, serta syarat-syarat yang memberi kemungkinan melakukan tindakan penahanan antara yang satu dengan yang lainnya.

4

Ratna Nurul Afiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, (Jakarta: CV. Akademika Presindo Jakarta, 1986). Hlm. 31

5

(47)

Berikut adalah unsur yang menjadi landasan dasar penahanan, yaitu:6 a. Landasan Yuridis

Dasar yuridis ditentukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menjelaskan bahwa penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau pencobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

1. Tindak pidana yang diancam pidana lima tahun atau lebih dari lima tahun ialah kejahatan terhadap nyawa orang yang diatur dalam Bab XIX KUHP mulai dari Pasal 338 dan seterusnya.

2. Tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, yaitu Pasal 282 ayat (3), Pasal 335 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, dan lain-lainnya.

b. Landasan Unsur Keadaan Kekhawatiran

Unsur ini merujuk kepada keadaan yang meliputi subyektivitas tersangka atau terdakwa, yang mana penilaian keadaan yang menimbulkan kekhawatiran didasarkan pada subyektivitas penegak hukum yang melakukan penahanan yang

ditentukan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu berupa adanya “keadaan yang

menimbulkan kekhawatiran”, yakni tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,

merusak atau menghilangkan barang bukti, atau dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana.

6

(48)

c. Dipenuhinya Pasal 21 ayat (1) KUHAP

Adapun unsur lain yang harus memenuhi syarat undang-undang dalam melakukan penahanan yaitu apabila tersangka atau terdakwa diduga keras sebagai pelaku tindak pidana dan dugaan yang keras itu didasarkan pada bukti yang cukup.

3. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Sejalan dengan demikian bila dalam pemeriksaan dijumpai unsur kadaluarsa dalam perkara, sehingga wajar penyidikan/penuntutan dihentikan, namun bila tidak diteruskan ke sidang, dengan memberi hak kepada penuntut umum/pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan pemeriksaan ke praperadilan tentang sah atau tidaknya penghentian penyeidikkan tersebut dan begitu sebaliknya.

4. Memeriksa tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.

Ganti kerugian yang diajukan kepada praperadilan berdasarkan alasan: a. Penangkapan atau penggeledahan tidak sah.

b. Penggeledahan/penyitaan yang bertentangan dengan hukum dan undang-undang.

c. Adanya kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan dan atau diperiksa.

(49)

mengenai orang dan atau hukum yang dterapkan yang diajukan ke sidang pengadilan.

4. Pihak yang Mengajukan Praperadilan

Menurut Pasal 79 KUHAP, yang berhak mengajukan permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya kepada ketua Pengadilann Negeri. Menurut Pasal 80 KUHAP, penghentian penyidikan/penuntutan dapat diajukan oleh penyidik untuk mengajukan pemeriksaan mengenai sah atau tidaknya suatu penyidikan. Sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP diberikan hak untuk mengajukan pemeriksaan dalam hal penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Secara umum pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu pemeriksaan adalah saksi yang menjadi korban tindak pidana, sehingga dalam hal ini maka saksi korbanlah yang berhak mengajukan permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan kepada praperadilan.

Menurut Pasal 81 KUHAP, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi dapat diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 82 ayat (3) KUHAP, dapat diketahui bahwa yang dapat diajukan praperadilan adalah penyidik dan penuntut umum. Pasal 95 ayat (2), menyatakan:

(50)

5. Acara pemeriksaan praperadilan

Acara Pemeriksaan praperadilan diatur dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c yang mengatakan, pemeriksaan dilakukan secara cepat dan maksimal 7 hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya, dalam memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan serta permintaan ganti rugi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari pemohon atau termohon. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan mengenai permintaan pemeriksaan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.

Di dalam praktek acara pemeriksaan praperadilan terdiri dari susunan sebagai berikut:

a. Pembukaan sidang oleh Hakim Praperadilan

b. Memeriksa kelengkapan Pihak-Pihak yang terkait dalam Praperadilan. c. Pembacaan Surat Tuntutan Praperadilan

d. Penuntut Praperadilan di dengar keterangannya e. Tertuntut Praperadilan di dengar keterangannya f. Penyampaian alat-alat bukti

g. Kesimpulan Tuntutan Praperadilan h. Putusan Praperadilan

(51)

Pengadilan Negeri dengan dibantu oleh panitera sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (2) KUHAP.

6. Isi Putusan dan Gugurnya Praperadilan

Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970, segala putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu serta memuat Pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang berasal dari sumber hukum tertulis sebagai dasar untuk mengadili, sehingga isi putusan praperadilan juga tercantum dalam Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP.

Pertimbangan Hukumnya tidak boleh bertentangan satu sama lain atau mengandung kekeliruan. Hakim praperadilan harus berada pada suatu keyakinan dalam membuat suatu keputusan tertentu. Mengenai Amar Putusan yang ada dalam praperadilan, yakni memuat hal-hal yang diputuskan oleh hakim, baik menyangkut hal-hal yang ditolak atau yang dikabulkan ataupun putusan yang tidak dapat diterima. Melihat ketentuan terhadap isi putusan praperadilan yang tercantum dalam Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) bahwa putusan praperadilan merupakan suatu putusan yang bersifat declaratoir, yang pada dasarnya merupakan suatu putusan yang menegaskan bahwa seseorang mempunyai hak.

Sehingga semua putusan praperadilan bersifat “voluntair”, maksudnya putusan itu

bukanlah putusan terhadap perkara pokoknya, tetapi putusan yang diambil mendahului terhadap perkara pokoknya, merupakan ikutan (asesoir) dari perkara pokoknya.7

7

(52)

Menurut ketentuan tercantum bahwa putusan hakim adalah acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81, harus memuat jelas dasar dan alasannya. Selain itu, isi putusan harus pula memuat hal-hal yang tercantum dalam Pasal 82, yaitu:

a. Putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-maisng harus membebaskan tersangka.

b. Putusan yang menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.

c. Putusan yang menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam penghentian penyidikan atau penuntutan sah dan tersangka tidak ditahan, maka putusan dicantumkan rehabilitasinya.

d. Putusan yang menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

7. Upaya Hukum di Praperadilan

(53)

pemeriksaan kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dimuat dalam BAB XVIII KUHAP.8

Pasal 83 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa terhadap putusan praperadilan dalam hal dimaksudkan dalam Pasal 79, Pasal 80, dan Pasal 81 KUHAP tidak dapat mengajukan banding, akan tetapi dapat mengajukan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi daerah hukum bersangkutan.

Terhadap putusan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penyitaan, tuntutan ganti rugi dan permintaan rehabilitasi tidak dapat dimintakan banding. KUHAP juga tidak mengatur mengenai apakah putusan praperadilan dapat mengajukan kasasi atau tidak, namun pada Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No: M. 14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, tanggal 10 Desember 1983 menegaskan lagi tentang tenggang waktu acara praperadilan dalam tingkat pemeriksaan banding.

Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia point 12 ditentukan bahwa dalam hal ini banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP, penyidik atau penuntut umum harus mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dalam waktu 7 hari setelah putusan praperadilan. Selanjutnya, Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 3 hari setelah menerima permohonan banding harus sudah mengirimkannya ke Pengadilan Tinggi.

8

(54)

Pengadilan Tinggi dalam tenggang waktu 3 hari setelah menerima berkas perkara dari Pengadilan Negeri harus sudah menetapkan hari sidang dan dalam tenggang waktu 7 hari terhitung tanggal sidang yang ditetapkan itu harus sudah memberikan putusannya. Antara penetapan hari sidang dan tanggal sidang tidak boleh melebihi 3 hari.

8. Kelemahan Sistem Praperadilan

Beberapa kelemahan sistem praperadilan yaitu tidak semua upaya paksa dapat dimintakan untuk diuji dan dinilai ketepatannya oleh lembaga Praperadilan. Kelemahan selanjutnya adalah praperadilan tidak berwenang untuk menguji sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, tanpa adanya permintaan dari tersangka, keluarga, atau pihak lain atas kuasa tersangka. Sejalan dengan demikian bila pemintaan tersebut tidak ada, walaupun penangkapan atau penahanan menyimpang dari ketentuan umum yang lama yang berlaku, maka sidang praperdilan tidak dapat ditiadakan.

(55)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Untuk itu pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk mempelajari dan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan, asas-asas, teori-teori, konsep yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini.

Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum berdasarkan pada fakta obyektif yang didapatkan dalam penelitian di lapangan berupa hasil wawancara dengan responden. Sifat penelitian ini adalah eksplorasi dengan tujuan mengumpulkan bahan dan data untuk dapat memecahkan permasalahan hukum yang ada.

B. Sumber dan Jenis Data

(56)

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil studi lapangan. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa penegak hukum dari Kehakiman yang dilakukan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan juga dosen yang terkait dengan pelaksanaan praperadilan perkara pidana.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil studi pustaka meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi serta arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin, dan asas-asas hukum yang berkaitan yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang menyangkut analisis praktek pemeriksaan perkara praperadilan terhadap pelaku penipuan dan penggelapan. Data sekunder dalam skripsi ini terdiri dari dua (dua) bahan hukum, yaitu:

(a) Bahan Hukum Primer :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP); dan

3. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

(b) Bahan Hukum Sekunder :

(57)

pelaksanaan maupun teknis yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dikemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.14.PW.07.03 Tahun 1983 dan Putusan Pengadilan Negeri kelas IA Tanjungkarang No. 02/PID.PRA/2012/PN.TK.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan1 atau populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama, dapat berupa himpunan orang, benda, kejadian, kasus-kasus, waktu dan tempat, dengan sifat atau ciri yang sama.2

Sampel adalah himpunan obyek yang jumlahnya sebagian dari populasi.3 Dalam penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti, penulis menggunakan metode

purposive sampling”, yaitu memilih sampel yang bersangkutan dari

masing-masing populasi yang akan diteliti dengan cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu yang dianggap telah mewakili populasi terhadap masalah yang hendak digambarkan dan dicapai.4

1

Moh. Natzir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005). Hlm. 271 2

Bambang Sugono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997). Hlm.

121 3

Ibid. Hlm. 122 4

(58)

Sesuai dengan metode penentuan sampel, adapun sampel yang dijadikan responden dalam penelitian adalah:

a. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang b. Penyidik di Polresta Bandarlampung : 1 Orang c. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 Orang Jumlah : 3 Orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilaksanakan pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (library research)

Studi Kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder dilakukan melalui serangkaian studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat dan mengutip teori-teori buku atau literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian menginventarisir serta mensistematisirnya.

b. Studi Lapangan (field research)

(59)

2. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui tahapan antara lain:5

a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.

b. Klasifikasi data, yaitu penyusunan data dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai dengan pokok bahasan.

c. Editing data, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, dan kebenaran dari data yang diperoleh serta relevansinya dengan penulisan.

d. Sistemasi data, yaitu melakukan penyusunan data yang telah dikumpul dan disusun sesuai dengan pokok bahasan untuk memudahkan dalam menganalisa data tersebut.

E. Analisis Data

Analisa terhadap data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Data yang telah diolah kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menguraikan data kedalam bentuk penulisan yang tersusun secara sistematis sehingga memiliki arti dan kesimpulan. Selanjutnya dapat disimpulkan secara deduktif yaitu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan terhadap permasalahan yang didasarkan pada fakta-fakta yang dibahas secara umum kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus guna menjawab permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

5

(60)

IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan perkara praperadilan adalah sidang pendahuluan yang merupakan forum untuk menguji sah/tidaknya upaya paksa atau penggunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Praperadilan merupakan perwujudan asas bahwa setiap penangkapan, penahanan penggeledahan, dan penyitaan harus dilakukan dengan perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah. Berdasarkan ruang lingkup kewenangan tersebut maka pada dasarnya, lembaga praperadilan berfungsi sebagai lembaga yang melakukan pengawasan secara horizontal terhadap tindakan yang dilakukan oleh instansi kepolisian selaku penyidik dan instansi kejaksaan selaku penuntut umum. Oleh karena itu, praperadilan memiliki peran yang penting untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang (abuse

of power) dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. Dalam pemeriksaan

(61)

contoh masih ada kekurangan dan kelemahan dalam praperadilan bahwa praktek pemeriksaan praperadilan tidak selamanya sesuai dengan ketentuan praperadilan yang tercantum dalam KUHAP dimana karena penahanan yang tidak sah sehingga pemohon mengajukan praperadilan.

(62)

(1) huruf d KUHAP, dan Hakim Praperadilan tidak lagi menunda persidangan dan memberi waktu kepada Termohon/Tertuntut Praperadilan (Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjungkarang) untuk menyusun jawabannya. Sehingga dalam prakteknya pemeriksaan praperadilan tidak sesuai dengan ketentuan pemeriksaan praperadilan yang tercantum dalam KUHAP karena Hakim telah memberi celah kepada pihak tertuntut yakni kejaksaan dengan memberi waktu mensiasati demi gugurnya praperadilan.

(63)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:

1. Agar adanya sikap Hakim yang tegas, karena praperadilan merupakan suatu lembaga yang aktif dalam pemeriksaan pendahuluan menjadi sarana estimasi, sehingga hakim praperadilan harus sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan hukum pemohon praperadilan, yang nantinya akan melindungi hak-hak tersangka dan memberikan keadilan terhadap pihak pencari keadilan.

Referensi

Dokumen terkait

dimana telah diketahui bahwa cikal bakal pensyarahan hadits yaitu dari adanya gharib al- hadits, dan pemaknaan terhadap gharib hadits juga sudah diketahui berbagai

When I went to the clinic (not yet having medical coverage of any kind), the clinician seemed nonplussed. She told me with a shrug that 1) I would have to experiment by isolating

Penggunaan lahan saat ini pada kawasan permukiman nelayan di Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai berdasarkan tingkat kemampuan lahan untuk permukiman

simetri; (4) Memiliki teras yang mengelilingi denah bangunan untuk mencegah masuknya matahari langsung dan tampias air hujan; (5) Mempunyai elemen arsitektur

Bandung merupakan salah satu kota besar dan berkembang di Indonesia, yang memiliki latar belakang dan warisan sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah tersebut

pembelajaran bahasa isyarat untuk anak berkebutuhan khusus. 2) Dengan dibuatnya aplikasi ini semoga dapat mempercepat tanggapnya. anak-anak berkebutuhan khusus terhadap

Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji pengaruh penambahan prostaglandin F 2 α (PGF 2 α ) terhadap motilitas dan persentase hidup spermatozoa kambing peranakan Ettawah yang

Sedangkan sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu set peristiwa yang terdiri dari komponen-komponen yang mana komponen tersebut saling berinteraksi dan