• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Simbol sebagai Alat Komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Simbol sebagai Alat Komunikasi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

18 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i R i t u a l S u k u A s m a t

Tinjauan Simbol sebagai Alat Komunikasi Ritual

Suku Asmat

Oleh :

Jerry Dounald Rahajaan

Program Studi Desain Komunikasi Visual STISI Telkom

email: jerry@dkv.stisitelkom.ac.id

Abstract

Symbols in the Asmat people is an expression of the embodiment of a sense of community and faith. The symbol is sometimes become the most important part of the lives of its people, because symbols in the Asmat tribe is a sign that determines and shows the someone s potitio i the community structure.

From these observations the authors looked for signs of visual and meaning and symbols emerge from carving forms contained in the lives of its people. Visual meaning of the symbols is a form of embodiment of nature around them. The other meaning of the symbols Asmat tribe is as a communication tool in it and mixed with natural forms. The colors in the symbol is the personification of all backgrounds caste and clan diversity in the Asmat tribe itself. But from observation of the form of the symbol in its application as a medium of communication in the rituals of tribal beliefs, the authors look at the use of the form of a symbol or a symbol as a sign of Asmat tribe in verbal communication can be a ritual meaning. The reason for this symbol in the allocation for the recognition of the social status of the community, but on the other hand is a symbol as well as a media or means of communication in any rituals beliefs that exist in tribal societies asmat.

Keywords: forms, meanings, symbols, ritual communication

Pendahuluan

Indonesia sebagai negara yang besar dan memiliki keragaman seni dan budaya, merupakan potensi utama untuk kemajuan bangsa. Kebudayaan Irian Jaya merupakan sebagian kecil dari budaya yang ada di Indonesia. Irian Jaya yang merupakan pulau terbesar di dunia, memiliki begitu banyak budaya lokal yang beragam. Budaya lokal Irian Jaya terbagi menurut suku-suku yang berdiam di dalamnya. Suku Asmat merupakan salah satu suku yang di kenal dengan berbagai ciri khas budayanya. Simbol adalah salah satu sistem penerapan yang ada dalam

Suku Asmat dan di pakai sebagai alat-alat komunikasi ritualnya. Sebagai alat komunikasi ritual, simbol yang ada hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat Suku Asmat dan suku-suku lain yang berdiam disekitarnya.

(3)

19 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2 yang terjadi, disebabkan karena adanya

perbedaan bahasa diantara suku-suku yang ada di Irian Jaya. Oleh sebab itu, hal tersebut menjadi permasalahan yang utama dalam pengembangan simbol-simbol yang ada di Irian Jaya untuk menjadi alat komunikasi yang bersifat nasional.

Tinjauan Pustaka

Untuk tinjauan pustaka, dalam melakukan peneltian ini, maka penulis akan mengunakan (i) teori Pierce (Pierce 1974) untuk melihat tanda verbal (ikon, indeks, simbol); teori Barthes (Barthes : 2004) untuk melihat kode (kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan); (iii) teori Saussure untuk melihat makna konotatif dan makna denotatif).

Tinjauan data penelitian lainnya diperoleh dari berbagai informasi seperti tulisan mengenai Adat istiadat Suku Asmat, serta budaya masyarakat Papua. Data berupa tulisan tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Kemudian, data dianalisis menggunakan pendekatan semiotik struktural dan pascastruktural. Semiotik struktural dengan mendasarkan pada teori Pierce untuk melihat tanda (ikon, indeks, simbol). Teori Barthes untuk melihat kode: kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi / proairetic (aksi) dan kode kultural (kebudayaan).

Metode pertama mengunakan pendekatan semiotik untuk melihat tanda dan simbol dari simbol-simbol Suku Asmat yang ada, dan kedua dengan mengunakan metode pendekatan pascastruktural untuk memahami unsur budaya yang terdapat pada simbol tersebut. Dari kedua pendekatan tersebut kemudian di ambil sebuah benang merah tentang hubungan yang terkait, agar dapat di tarik ke simpulan mengenai adanya pengaruh

komunikasi dalam penerapan simbol sebagai sarana dalam ritual-ritual masyarakat asmat.

Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis akan mengunakan semiotika sebagai disiplin ilmu untuk mengeksplorasi simbol di atas. Dengan alasan bahwa semiotika merupakan ilmu yang mempelajari berbagai hal mengenai tanda. Ada berbagai macam teori semiotik yang bisa di gunakan untuk mengkaji makna simbol ini. Kajian mengenai semiotika tersebut di mulai dari teori pemahaman tentang semiotika, pendekatan semiotika (arti dan tanda dalam semiotika), uraian tentang ikon, indeks dan simbol serta kode. Selain itu di urai pula tentang pengolongan semiotika yaitu pragmatik, sintatik dan semantic, paparan mengenai kode dalam semiotika serta hubungan tanda dengan makna konotatif dan denotatif.

Dalam penelitian ini objek didekati dengan metode pendekatan kualitatif dalam bentuk deskriptif analisis, sementara untuk menganalisa objek digunakan metode analisis tekstual yaitu dengan mengunakan konsep semiotika struktural dan pendekatan pascastruktural. Dalam tulisan di makalah ini penelitian yang dilakukan adalah menginterpretasikan simbol dalam fungsinya sebagai alat komunikasi ritual.

Dari hasil pembahasan penelitian ini, dapat di ambil dua kualitas data yang mana data tersebut berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yang merupakan data teoritik tentang pemahaman makna secara tekstual (semiotika), dan data primer yang merupakan data langsung berupa hasil survey serta kajian lapangan yang berupa dokumentasi lapangan. Data yang terpublikasi ataupun tidak yang merupakan temuan lapangan dimana objek berada.

(4)

20 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i R i t u a l S u k u A s m a t

kemudian dikaji dengan metodologi melalui beberapa urutan. Pertama menentukan topik penelitian berupa latar belakang masalah, kemudian membuat suatu rumusan masalah. Objek penelitian sudah dirumuskan dan dibatasi terlebih dahulu masalahnya supaya tidak melebar tetapi fokus. Objek penelitian kemudian diurai melalui data yang ada (primer dan sekunder) melalui sebuah pendekatan yang dalam hal ini penulis melakukannya dengan pendekatan semiotika.

Simbol sebagai alat komunikasi ritual pada Suku Asmat, dalam penerapanya dapat juga dipakai dalam kehidupan masyarakat modern dewasa ini, salah satu cara penerapanya yaitu, pada arsitektur rumah tinggal. Seperti yang kita ketahui, dunia arsitektur terutama arsitektur rumah tinggal dewasa ini, semarak dengan gaya-gaya yang bertemakan kebudayaan (kedaerahan), hal tersebut dapat dipakai sebagai salah satu obyek, untuk memasyarakatkan simbol Suku Asmat dikalangan masyarakat luas.

Aplikasi Simbol Pada Komunikasi Ritual Dalam penerapanya, simbol-simbol Suku Asmat dapat dilihat dari berbagai bentuk barang atau benda yang dipakai dalam keseharianya maupun upacara-upacara tertentu. Penggunaan simbol ini, merupakan suatu komunikasi ritual yang dilakukan untuk menggambarkan tentang keyakinan mereka pada apa yang mereka percayai dalam hidupnya.

Dalam pandangan Suku Asmat, dunia atau alam merupakan inspirasi yang sangat berkaitan erat dengan acara religius mereka.

Upacara Ritual Suku Asmat

Dalam kehidupan masyarakat Suku Asmat, upacara-upacara ritual diselanggarakan tidak secara besar-besaran yang memakan banyak biaya, tenaga dan

mengembangkan secara luas hubungan-hubungan antar kelompok, meskipun sebagian besar penduduk Irian Jaya, telah menganut agama kristen katolik dan protestan, namun sampai saat ini mereka masih menjalankan beberapa upacara ritual, sehubungan dengan lingkaran (daur) hidup, serta aktifitas sehari-hari, dengan demikian upacara-upacara yang mereka laksanakan dapat dikategorikan atas upacara daur hidup dan upacara adat lainya.

Simbol Komunikasi Ritual

Suku Asmat adalah suku yang besar dan cukup terkenal di pulau ini, dunia luar banyak mengenalnya lewat ukiran-ukiranya yang spesifik dan penuh daya ritus berfalsafah tinggi. Suku Asmat dalam keseharianya baik tatanan sosial maupun budaya, kerapkali mempergunakan simbol sebagai ciri khas atau sebagai alat komunikasinya.

Dalam penggunaan simbol sebagai alat komunikasi ritual Suku Asmat, terdapat bentuk-bentuk yang umum dipergunakan antara lain:

1. Bipane Wow, ukiran bentuk simbol ini berbentuk bulan sabit, dan kebanyakan diukir pada perisai atau pada tifa. Ukiran ini melambangkan kebesaran dan keberanian seseorang, agar lawan gentar.

2. Bokoper Wow, ukiran digambarkan

dengan tiga lapisan lingkaran. Lingkaran tengah sering berupa titik hitam, ini melambangkan putaran hidup manusia, fungsinya supaya semua orang taat pada ketentuan hukum atau peraturan adat. 3. Tar Wow, diukir untuk melambangkan

pengayau dan keberhasilan seorang pahlawan, fungsinya sama dengan

Buamber Wow.

(5)

21 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2 5. Ufir Kus Wow, simbol ini mengandung

dua pengertian. Pertama, melambangkan kebesaran seorang panglima atau pengayau yang disegani. Kedua, burung ini diteladani sebagai lambang pengintai dan keberhasilan dalam pengayau, fungsinya supaya semua orang mempunyai kemampuan otak dan fisik yang baik untuk keselamatanya, serta masyarakat lainya.

6. Viriyak Wow, arti dan fungsinya sama dengan Aluiyak Wow.

7. Manmak wow, simbol dengan bentuk bulat panjang, dengan sebuah lingkaran atau garis datar di tengah. Simbol mata adalah pertanda adanya perhatian roh leluhur kepada orang hidup didunia, diukir pada perisai, tombak dan lain-lain, fungsinya supaya orang sabar, bahwa roh selalu memperhatikan mereka.

8. Merparam Wow, simbol yang

menggambarkan cahaya yang terpancar, biasanya terdapat pada pinggiran perisai, perahu, wadah-wadah dan lain-lain, melambangkan keberuntungan seseorang pengayau.

9. Pomor Wow, simbol ini diukir di kepala perahu dan perisai. Burung ini lambang seorang panglima yang pandai mengintai musuh, berpanca indra tajam serta bisa menyelamatkan diri dari serangan. 10. Seisi Wow, simbol ini juga disebut

bianam, berupa gambar kapak batu dengan tangkainya, menggambarkan kesabaran panglima atau seorang yang dianggap pemimpin kelompok, fungsinya untuk menunjukan kedudukan seseorang dalam masyarakat.

11. Ucu Wow, melambangkan perlindungan roh nenek moyang, fungsinya sebagai peringatan terhadap pohon beringin sebagai tempat tinggal roh.

12. Ufirep Wow, simbol kakak tua hitam atau kakak tua raja ini melambangkan seorang

panglima atau pengayau yang disegani masyarakat.

13. Bei Wow, simbol kaki ini sama seperti simbol tangan yang diukir pada perisai,

tifa, terompet bambu, perahu dan lain-lain. Kaki merupakan lambang keberanian serta semangat tinggi untuk berperang ke tempat jauh, fungsinya supaya berhasil dalam usaha perjuangan hidup ditempat yang jauh.

14. Bete O kos Wow, gelang babi sering pula diukirkan pada benda-benda kayu, seperti pada perisai, terompet bambu, dan lain-lain, fungsinya terutama dipakai laki-laki agar selalu bersifat berani. 15. Wanet Wow, simbol belalang sembah

melambangkan panglima perang dan pengayau, biasanya diukir pada perisai, tombak, tifa, dan lain-lain.

16. Worot Wow, simbol ini arti dan fungsinya sama dengan Ufir Kus Wow.

17. Kiki Wow, simbol berbentuk garis lurus, menggambarkan tulang atau bagian tubuhyang menonjol keluar atau kedalam, biasanya diukir pada patung-patung kerabat yang meninggal, fungsinya agar orang tetap memperingati kerabat-kerabat yang sudah meninggal. 18. Kewenak Wow, figur manusia diukir

untuk mengenangkan kerabat-kerabat yang meninggal, simbol manusia ini ada yang berbentuk relif dan patung, fungsinya untuk memanggil roh supaya menjamin keselamatan jasmani dan rohani orang banyak.

19. Aminfum Wow, ukiran pohon fum

terkenal dengan dongeng fumeripits yang tinggal diatasnya, fungsinya untuk mendapat berkat karena berkekuatan gaib dari fumeripits, pendiri kebudayaan Asmat.

20. Cemen Wow, bagi orang Asmat

(6)

laki-22 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i R i t u a l S u k u A s m a t

laki merupakan lambang kegagahan dan kehidupan. Ukiran ini amat sering ditemukan pada setiap ukiran kayu Suku Asmat, fungsinya supaya orang menjunjung hidup serta nilai-nilainya. 21. Cen Wow, simbol ini lambang kesuburan

dan sekaligus lambang kehidupan untuk wanita, karena bisa melahirkan anak dan berperan penting dalam ekonomi rumah tangga, fungsinya supaya menghargai wanita sebagai pusat kehidupan.

22. Kave Wow, merupakan gabungan dari dua simbol Wenet (belalang sembah). Baik Kave maupun Wanet sama-sama melambangkan nenek moyang atau kerabat yang sudah meninggal. (Anur E. Mulhadiono, 1988 : 9-20).

Kesimpulan

Secara keseluruhan aspek yang ada, pada simbol Suku Asmat yang dipergunakan sebagai alat komunikasi ritual, telah mampu berkomnikasi dengan masyarakat pemakainya secara baik dan benar. Hal ini tampak pada kemampuan simbol tersebut, untuk menyampaikan maksud dan tujuan dari apa yang divisualkan secara ritual, pesan atau maksud yang diterjemahkan dalam bentuk visual (simbol), dapat secara jelas dimengeti dan dpahami oleh masyarakat yang dituju atau konsumen.

Dari kajian ilmu komunikasi, simbol Suku Asmat telah memiliki unsur-unsur yang melekat pada visual simbol tersebut, antara lain yang ada pada kriteria komunikasi visual, misalnya : dari warna, bentuk ( wujud ), komposisi ( penerapan ) dan yang utama mampu membawa pesan kepada masyarakat.

Daftar Pustaka

Amir Piliang, Yasraf. 2003. Hiper Semiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta

Budiman, Kris. 2004. Semiotika Visual. Yogyakarta: Buku Baik dan Yayasan Seni Cemeti

Barthes, Roland. 2004. Mitologi, (Terj. Nurhadi & Sihabul Millah). Yogyakarta: Kreasi Wacana

Cobley, Paul dan Jansz, Litza. 2002. Mengenal Semiotika For Beginners. Bandung: Penerbit Mizan

Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra ‘eligius , Yogyakarta : Kanisius, 1994.

(7)

23 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Pengaruh Globalisasi pada Desain Busana

Pengantin Wanita di Indonesia

Oleh: Arini Arumsari

Program Studi Kriya Tekstil dan Mode STISI Telkom email: arini@stisitelkom.ac.id

Abstract

Beside the main function of clothes in everyday life to protect and cover the body, through clothes people can express their identity, opinions and tastes of each person. Devinitiflyclothes or fashion can be defined as an item worn on the human body for the purpose to protect our physical, ethical, and aesthetical and symbolic which appropriate with the environment, social and cultural values.

Wedding dress is a kind of clothes that can not be worn arbitrary. Because it symbolize a hopes that would only be used once in a lifetime. And it will only be used by the right people at the right time for the right reasons. And involving many other things such as culture, religion, ideology and others. So all the meaning and majesty contained therein that attract many people to better understand, analyze, and process.

In this discussion I will discuss the impact of globalization on the bride's dress design in Indonesia. Currently, many people of Indonesia especially women who prefer to use modern dress (european / west) wther than use kebaya or other traditional dress. Although initially these dresses are derived from European culture and especially Christians, but along with the times and cultural globalization that occurred in Indonesia, the use of modern wedding dresses is also being rapidly adopted.

With the increasing of this modern dresses needs, in Indonesia fashion industry people were competing in this business, with weighing the benefits to be derived from this field. Modern wedding dresses can be very varied in the model or style. Can also combine different types of styles, not just consist of one style only. Due to the design of a wedding gown involves many factors such as religion, culture, traditions, tastes, trends and other

Keywords: wedding dress, globalization, modern

1. Pendahuluan

Dalam bukunya Fashion From Concept

to Costumer, Gini Stephens Frings

menjelaskan definisi fashion dari

konsep dasarnya, yaitu fashion

sebagai sebab akibat dan refleksi yang

terjadi akibat keadaan sosial, politik, ekonomi dan kekuatan artistik yang

sedang berkembang pada saat

(8)

24 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a

menceritakan kejadian prasejarah

atau kejadian-kejadian sosial yang berdampak pada bagaimana orang

bepakaian dan berubah secara

periodik sesuai berkembangnya

keadaan sosial dan faktor lainnya yang mempengaruhi di atas. Seluruh ruang ganti dari zaman ke zaman mampu

menceritakan dan mencerminkan

siklus trend pada bagaimana cara orang berfikir dan hidup. Maka busana atau pakaian merupakan hal yang

tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan manusia dan selalu

berubah mengikui perkembangan

zaman. Hal ini berlaku juga terhadap busana pengantin terutama busana pengantin wanita.

2.1 Globalisasi

Globalisasi adalah sebuah istilah yang

memiliki hubungan dengan

peningkatan keterkaitan dan

ketergantungan antarbangsa dan

antarmanusia di seluruh dunia dunia

melalui perdagangan, investasi,

perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.

Dalam banyak hal, globalisasi

mempunyai banyak karakteristik yang

sama dengan internasionalisasi

sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

Berikut ini beberapa ciri yang

menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.

1. Perubahan dalam konsep ruang

dan waktu. Perkembangan

barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan

internet menunjukkan bahwa

komunikasi global terjadi

demikian cepatnya, sementara

melalui pergerakan massa

semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.

2. Pasar dan produksi ekonomi di

negara-negara yang berbeda

menjadi saling bergantung

sebagai akibat dari pertumbuhan

perdagangan internasional,

peningkatan pengaruh

perusahaan multinasional, dan

dominasi organisasi semacam

World Trade Organization (WTO). 3. Peningkatan interaksi kultural

melalui perkembangan media

massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan

mengalami gagasan dan

pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

4. Meningkatnya masalah bersama,

misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

Globalisasi terdiri dari:

(9)

25 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Perkembangan desain busana

pengantin ini masuk dalam kategori globalisasi kebudayaan. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai

(values) yang dianut oleh masyarakat

ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi

berkaitan dengan aspek-aspek

kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting

artinya apabila disadari, bahwa

tingkah laku seseorang sangat

dipengaruhi oleh apa yang ada dalam

alam pikiran orang yang

bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.

Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world

culture) telah terlihat semenjak lama.

Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W. Pye, 1966 ).

Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi

pada awal ke-20 dengan

berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan

tersebut menjadikan komunikasi

antarbangsa lebih mudah dilakukan,

hal ini menyebabkan semakin

cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.

Ciri berkembangnya globalisasi

kebudayaan yaitu:

1. Berkembangnya pertukaran

kebudayaan internasional.

2. Penyebaran prinsip multi

kebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.

3. Berkembangnya turisme dan

pariwisata.

4. Semakin banyaknya imigrasi

dari suatu negara ke negara lain.

5. Berkembangnya mode yang

berskala global, seperti

pakaian, film dan lain lain.

6. Bertambah banyaknya

kegitan-kegiatan berskala global,

seperti Piala Dunia FIFA.

2.1 Gaun Pengantin Modern

Gaun pengantin adalah pakaian yang dikenakan oleh pengantin wanita pada upacara pernikahan. Warna, gaya dan berbagai kepentingan untuk proses upacaranya sangat penting, tergantung agama, dan kebudayaan kedua mempelai. Pada tradisi modern, warna gaun pengantin barat adalah putih. Putih dalam hal ini termasuk juga yang bernuansa putih seperti, putih gading, ivory, putih kulit telur. Kepopuleran warna putih ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1840 pada pernikahan Ratu Victoria dan Albert of

Saxe-Coburg. Sang ratu memilih

menggunakan gaun putih pada acara

tersebut untuk melambangkan

kesucian cintanya, walaupun

(10)

26 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a

Pernikahan tersebut disebarluaskan besar-besaran, maka para wanita pun menjadi terinspirasi untuk melakukan hal yang sama pada pernikahannya.

Pernikahan Ratu Victoria dengan Albert of Saxe-Coburg

Dan tradisi tersebut berlanjut hingga kini. Walaupun sebelumnya para

wanita menikah dengan gaun

pengantin berwarna apapun selain

hitam.Tetapi warna putih telah

menjadi simbol kesucian hati dan kepolosan.Lalu seiring berjalannya waktu ditambahkan bahwa putih juga melambangkan keperawanan, yang justru merupakan pendapat yang salah karena seharusnya warna biru.

(The History of the White Wedding

Dress by Kelsey McIntyre)

Pada kebudayaan timur, misalnya Cina gaun pengantin biasanya berwarna

merah yang melambangkan

keberuntungan, tetapi saat ini para pengantin wanita lebih memilih gaun pengantin modern berwarna putih untuk pernikahannya.Juga di India bagian utara, warna gaun pernikahan tradisional mereka adalah merah. Orang India Selatan menggunakan warna putih atau krem pada sari yang

mereka gunakan sebagai gaun

pengantin.

Kelsey McIntyre dalam tulisannya

erjudul The History of White

Wedding Dress juga e ge ukaka

pendapat yang sama jika tradisi gaun pengantin putih ini dimulai oleh Ratu Victoria pada pernikahannya, dan memberikan pengaruh yang sangat besar. Pada uku Godey’s Lady’s

Book , 1 4 , terdapat kali at i i:

Custom has decided, from the earliest ages, that white is the most fitting hue, whatever may be the material. It is an emblem of the purity and innocence of girlhood, and the unsullied heart she now yields to the

hose o e.

Juga terdapat puisi kuno tentang

bagaimana warna memberikan

pengaruh terhadap masa depan:

(11)

27 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2 town. Married in pink, your spirits will

si k.

Revolusi Industri juga membawa dampak perubahan. Mulai tahun 1890 dan kemunculan department store,

hampir semua wanita dapat

mewujudkan impiannya untuk

menikah dengan mengenakan gaun pengantin yang baru. Gaun pengantin putih menjadi populer, dan pada tahun 1890, Ladies Home Journal menulis: That fro ti es i e orial

the ride’s go has ee hite .

Walaupun pernyataan ini kurang tepat, namun ini menunjukan betapa

sangat diterimanya jika gaun

pengantin berwarna putih.

Pada saat pesta pernikahan, gaun pegantin eropa ini biasanya dilengkapi oleh beberapa aksesoris yang merupa kan ciri khas utama yaitu:

1. Veil / kerudung.

Bangsa Yunani dan Romawi Kuno percaya bahwa veil dapat menjaga pengantin perempuan dari kekuatan jahat. Pada budaya timur, pemakaian veil berkaitan dengan mitos bahwa pengantin pria tidak boleh melihat wajah pengantinnya sebelum upacara pernikahan, untuk menghindari hal-hal yang buruk. Di Zaman Victoria, veil menjadi bagian penting dari sebuah gaun pengantin. Pernikahan Ratu Victoria memang menjadi acuan dalam tradisi pernikahan di abad 19. Ia memadukan veil dengan bunga

orange blossom yang kemudian

menjadi tren.

Pada masa kini, bahan yang biasanya digunakan sebagai bahan veil adalah kain tulle. Veil berbahan kain tulle ini pertama kali digunakan oleh Nellie Curtis, anak perempuan dari George Washington, presiden Amerika Serikat yang pertama. Berawal saat Nellie sedang duduk dibalik tirai tulle saat

ayahnya berjalan memasuki

kamarnya.

(12)

28 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a

Sejak zaman Mesir dan Yunani kuno, tiara, yang awalnya menyimbolkan kedaulatan dan kekuasaan, hanya dipakai oleh raja-raja dan pemuka agama yang dianggap tinggi dan terhormat. Seiring berjalannya waktu, penggunaan tiara menjadi semakin popular. Pemakaiannya berkembang mulai dari zaman Napoleon, sampai setelah restorasi monarki di Prancis.

Wedding Tiara adalah adaptasi dari

tradisi kuno. Sebelumnya, baju

pengantin tradisional tidak memakai tiara. Tiara pertama kali dipakai sebagai aksesori yang melengkapi gaun pengantin oleh para pengrajin perhiasan di Inggris pada abad ke-19.

Ini merupakan simbol kekayaan

seseorang pada masa itu.

3. Sarung tangan

Di zaman Victoria, pemakaian sarung tangan yang dipadankan dengan gaun

pengantin menyiratkan seorang

perempuan yang mempunyai tata

karma. Sejak abad pertengahan, sarung tangan memang memiliki arti yang berhubungan dengan cinta dan

kesetiaan. Ada tradisi yang

mengharuskan calon pengantin pria

menghadiahkan sarung tangan

sebagai hadiah pertunangan, dan pengantin perempuan memakainya di hari pernikahan mereka. Walaupun

sempat menghilang, pemakaian

sarung tangan bagi pengantin

perempuan kembali hidup pada tahun 1930-an.

4. Buket bunga

(13)

29 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

rambut sebagai simbol kehidupan baru dan kesuburan.

3. Analisa Data

Walaupun seperti telah diketahui dari

keterangan diatas bahwa pada

awalnya gaun pengantin ini memang berasal dari kebudayaan Eropa dan

terutama umat Kristiani, namun

seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi budaya yang terjadi di Indonesia, saat ini mulai bayak wanita

Indonesa yang lebih memilih

menggunakan gaun pengantin

modern (Eropa/barat) dibandingkan

kebaya ataupun pakaian daerah

lainnya.

Salah satu buktinya adalah fenomena beberapa tahun belakangan ini, mulai

berkembangnya industri

penyelenggara pernikahan (wedding

organizer), bridal, dan desain gaun

pengantin. Tahun ini saja banyak diadakan pameran–pameran bridal

(wedding exhibition) di kota-kota

besar di Indonesia, dan masyarakat pun menyambutnya dengan sangat antusias. Seperti pameran Bridal World, Bridal Vaganza, Wong Hang Wedding Exhibition, dan lain-lain yang diadakan hampir setiap bulan dengan

megah di gedung-gedung besar

ataupun di ballroom hotel berintang di Kota Bandung. Karena pada saat ini gaya hidup masyarakat telah berubah dan jasa bridal ini kini sudah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat di kota-kota besar di Indonesia.

“uasa a pada pa era Bridal World 2011 di Graha Manggala Siliwangi,

(14)

30 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a

Dengan mulai dibutuhkannya industri

gaun pengantin modern ini di

Indonesia, maka orang pun berlomba-lomba untuk menggeluti usaha ini,

dengan menimbang-nimbang

keuntungan besar yang akan

diperoleh dari bidang ini. Sebagai contoh saat ini banyak desainer terkemuka Indonesia anggota APPMI dan IPMI yang membuat line khusus

wedding dress pada rumah modenya

seperti Adjie Notonegoro, Deden Siswanto, Biyan, Rusly Tjohnardi, Harry Ibrahim, Ferry Sunarto dan lain-lain seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap gaun pengantin modern ini.

Dokumentasi karya para desainer anggota APPMI Jawa Barat, pada acara Fahion

Tendence APPMI Jawa Barat 2011 di Hotel Hyatt, Bandung

Selain peran para desainer, kalangan yang berperan menciptakan trend ini adalh kalangan artis dan public figur di

Indonesia yang memilih untuk

menggunakan gaun pengantin

modern pada saat pesta pernikahan

mereka yang tentu saja pesta

(15)

31 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

Namun dibalik maraknya penggunaan gaun pengantin modern ini, bukan berarti busana pengantin daerah Indonesia ditinggalkan begitu saja.

Busana pengantin daerah tetap

menjadi pilihan utama misalnya

kebaya, tetapi desain kebaya saat ini sudah berkembang menjadi sangat

beragam dan cenderungsemakin

modern.sebagai contoh, karya kebaya modern paling popular saat ini adalah kebaya modern karya Anne Avantie,

desainer anggota APPMI asal

Semarang, Jawa tengah. Yang

karyanya selalu dipakai oleah para

selebritis dan kaum sosialita,

termasuk selalu digunakan untuk Putri Indonesia pada ajang pemilihan Miss Universe pada sesi busana daerah.

Ia bahkan berhasil mencatatkan

prestasi tak hanya di dalam negeri

namun hingga ke mancanegara.

Pelanggannya datang dari kalangan pejabat hingga selebritis. Beberapa

Miss Universe yang datang ke

Indonesia juga pernah mengenakan kebaya rancangan Anne. Mereka antara lain, Jennifer Hawkins (Miss Universe 2004 asal Australia), Chyntia Ollavaria (runner up 1 Miss Universe 2005 asal Puerto Rico), Zulyeka Rivera Mendoza (Miss Universe 2006 asal Puerto Rico), Riyo Mori (Miss Universe 2007 asal Jepang), serta Dayana Mendoza (Miss Universe 2008 asal Venezuela)

Di tangan Anne Avantie ini, kebaya yang awalnya cenderung dianggap sebagai busana konvensional yang ketinggalan zaman, diubah menjadi adibusana yang menembus garis batas kedaerahan tanpa meninggalkan akar

budaya bangsa. Kebaya hasil

kreativitasnya memberi warna baru bagi perkembangan dunia fashion

Indonesia karena keberaniannya

menerobos aturan baku tentang kebaya yang terkesan kuno dan kaku. Dengan ciri khas tersebut, ia telah menciptakan trend yang merupakan tonggak baru eksplorasi garis rancang dan siluet kebaya.

(16)

32 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a

Kebaya modern karya Anne Avantie

Kebaya modern karya desainer Indonesa lainnya

4. Kesimpulan

Melihat betapa gemerlap dan

megahnya gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini yang dapat dilihat dari penggunaan gaun pengantin yang mewah ini. Walaupun sebagai pembenaran sering dikatakan bahwa gaun pengantin ini kan memang

sangat istimewa karena hanya

dikenakan satu hari pada saat pernikahan yang merupakan momen yang sangat istimewa dan sakral dalam kehidupan manusia.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dampak globalisasi budaya ini bukan hanya terdapat pada tradisi dan desain gaun pengantinnya saja,

tetapi secara umum sangat

mempengaruhi gaya hidup orang

Indonesia menjadi berbudaya

konsumerisme. Budaya

konsumerisme adalah budaya

konsumsi yang dikonstruksi

kapitalisme melalui proses

pe iptaaa difere si, itra , gaya

dan gaya hidup.Budaya belanja

didoro g oleh logika hasrat desire

da kei gi a want) yang jauh

lebih besar daripada logika

kebutuhan (need). Orang

dikondisikan tidak sekedar membeli barang, tetapi membeli citra, ilusi, status simbol, prestise, dan gaya hidup. Hal ini dikembangkan rasa ketakutan untuk tidak mengikuti yang baru (trend, fashion, mode).

Budaya ko su eris the culture of

consumerism) adalah kegiatan

konsumsi yang dimuati dengan

makna-makna simbolik tertentu

(17)

33 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2

penciptaaan difere si secara terus e erus le at pe ggu aa itra dan tanda dalam proses konsumsi.

Konsumsi adalah aktivitas

menghabiskan nilai tanda (sign/

value). Maka dapat disimpulkan

bahwa pengaruh globalisasi yang mengakibatkan konsumerisme pada masyarakat ini salahsatu contohnya

dapat dilihat dari fenomena

perubahan desain gaun pengantin ini.

Daftar Pustaka

Agus Sachari & Yan Yan Sunarya Sejarah dan Perkembangan Desain dan Dunia Kesenirupaan di Indonesia Penerbit ITB 2002 Bandung

Andrean, Tina. 2006. Wedding

Inspiration by Tina Andrean. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama

Frings, Gini Stephens. 1987. Fashion

From Concept To Consumer. New

Jersey – USA : Prentice Hall, Inc

Hitchcock, Michael. 1991. Indonesian

Textiles. Singapore : Peripilus Edition

(HK) Ltd

Hottenroth, Friedrich. 2002, L’Art du

Costume, Pra is: L A e turi e.

O Hara, Georgi a. 1 . The

Encyclopedia of Fashion. London:

Thames and Hudson Ltd

Tim Penyusun Seri Buku Indonesia Indah, 1997, Indonesia Indah Seri

Busana Daerah, Jakarta: Yayasan

Referensi

Dokumen terkait

Skor Morning Sickness Setelah Akupresur pada Ibu Hamil Trimester I Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen adalah pemberian terapi akupresur pada titik pericardium 6

peran Humas dilihat dari perencanaan Program, Perencanaan Strategi, Aplikasi Strategi, dan Evaluasi dan kontrol, jika semua itu diprioritaskan untuk

Cluster 2 adalah cluster dengan tingkat kesejahteraan rakyat rendah karena memiliki nilai yang paling tinggi untuk varibel penduduk miskin, angka kematian bayi

Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa yang belajar dengan guru yang mengajar. Pembelajaran biologi berkaitan dengan cara

Penelitian ini diawali dengan menentukan kardinalitas pada graf hasil operasi comb sisi dan menentukan power domination number dari graf hasil operasi comb sisi, serta

Filter kedua yang dirancang seperti halnya filter pertama, dengan perbedaan, substrate yang digunakan memiliki kerugian yang kecil, yaitu TMM10 dengan

Syukur Alhamdulillah dan Subhanallah atas segala rahmat, karunia Allah SWT, sehingga penulis memiliki kekuatan, kesabaran, dan kepercayaan untuk menyelesaikan tugas

Data yang sudah dalam tahap pengumpulan data dengan metode wawancara saat pagi hari di saat orang yang memberikan jawaban masih segar dan tidak mendapat banyak