18 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i R i t u a l S u k u A s m a t
Tinjauan Simbol sebagai Alat Komunikasi Ritual Suku Asmat
Oleh :
Jerry Dounald Rahajaan
Program Studi Desain Komunikasi Visual STISI Telkom email: [email protected]
Abstract
Symbols in the Asmat people is an expression of the embodiment of a sense of community and faith.
The symbol is sometimes become the most important part of the lives of its people, because symbols in the Asmat tribe is a sign that determines and shows the someone ‘s potition in the community structure.
From these observations the authors looked for signs of visual and meaning and symbols emerge from carving forms contained in the lives of its people. Visual meaning of the symbols is a form of embodiment of nature around them. The other meaning of the symbols Asmat tribe is as a communication tool in it and mixed with natural forms. The colors in the symbol is the personification of all backgrounds caste and clan diversity in the Asmat tribe itself. But from observation of the form of the symbol in its application as a medium of communication in the rituals of tribal beliefs, the authors look at the use of the form of a symbol or a symbol as a sign of Asmat tribe in verbal communication can be a ritual meaning. The reason for this symbol in the allocation for the recognition of the social status of the community, but on the other hand is a symbol as well as a media or means of communication in any rituals beliefs that exist in tribal societies asmat.
Keywords: forms, meanings, symbols, ritual communication
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang besar dan memiliki keragaman seni dan budaya, merupakan potensi utama untuk kemajuan bangsa. Kebudayaan Irian Jaya merupakan sebagian kecil dari budaya yang ada di Indonesia. Irian Jaya yang merupakan pulau terbesar di dunia, memiliki begitu banyak budaya lokal yang beragam. Budaya lokal Irian Jaya terbagi menurut suku-suku yang berdiam di dalamnya. Suku Asmat merupakan salah satu suku yang di kenal dengan berbagai ciri khas budayanya. Simbol adalah salah satu sistem penerapan yang ada dalam
Suku Asmat dan di pakai sebagai alat-alat komunikasi ritualnya. Sebagai alat komunikasi ritual, simbol yang ada hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat Suku Asmat dan suku-suku lain yang berdiam disekitarnya.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan ruang lingkup dalam penggunaan simbol tersebut, dan komunikasi yang terbatas dalam masyarakat, keterbatasan ruang lingkup inilah yang menjadikan simbol Suku Asmat hanya dapat di pergunakan di dalam lingkungan Suku Asmat itu sendiri.
Disamping itu, keterbatasan komunikasi
19 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2
yang terjadi, disebabkan karena adanya
perbedaan bahasa diantara suku-suku yang ada di Irian Jaya. Oleh sebab itu, hal tersebut menjadi permasalahan yang utama dalam pengembangan simbol- simbol yang ada di Irian Jaya untuk menjadi alat komunikasi yang bersifat nasional.
Tinjauan Pustaka
Untuk tinjauan pustaka, dalam melakukan peneltian ini, maka penulis akan mengunakan (i) teori Pierce (Pierce 1974) untuk melihat tanda verbal (ikon, indeks, simbol); teori Barthes (Barthes : 2004) untuk melihat kode (kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode kebudayaan); (iii) teori Saussure untuk melihat makna konotatif dan makna denotatif).
Tinjauan data penelitian lainnya diperoleh dari berbagai informasi seperti tulisan mengenai Adat istiadat Suku Asmat, serta budaya masyarakat Papua. Data berupa tulisan tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Kemudian, data dianalisis menggunakan pendekatan semiotik struktural dan pascastruktural. Semiotik struktural dengan mendasarkan pada teori Pierce untuk melihat tanda (ikon, indeks, simbol). Teori Barthes untuk melihat kode:
kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi / proairetic (aksi) dan kode kultural (kebudayaan).
Metode pertama mengunakan pendekatan semiotik untuk melihat tanda dan simbol dari simbol-simbol Suku Asmat yang ada, dan kedua dengan mengunakan metode pendekatan pascastruktural untuk memahami unsur budaya yang terdapat pada simbol tersebut. Dari kedua pendekatan tersebut kemudian di ambil sebuah benang merah tentang hubungan yang terkait, agar dapat di tarik ke simpulan mengenai adanya pengaruh
komunikasi dalam penerapan simbol sebagai sarana dalam ritual-ritual masyarakat asmat.
Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis akan mengunakan semiotika sebagai disiplin ilmu untuk mengeksplorasi simbol di atas. Dengan alasan bahwa semiotika merupakan ilmu yang mempelajari berbagai hal mengenai tanda. Ada berbagai macam teori semiotik yang bisa di gunakan untuk mengkaji makna simbol ini. Kajian mengenai semiotika tersebut di mulai dari teori pemahaman tentang semiotika, pendekatan semiotika (arti dan tanda dalam semiotika), uraian tentang ikon, indeks dan simbol serta kode. Selain itu di urai pula tentang pengolongan semiotika yaitu pragmatik, sintatik dan semantic, paparan mengenai kode dalam semiotika serta hubungan tanda dengan makna konotatif dan denotatif.
Dalam penelitian ini objek didekati dengan metode pendekatan kualitatif dalam bentuk deskriptif analisis, sementara untuk menganalisa objek digunakan metode analisis tekstual yaitu dengan mengunakan konsep semiotika struktural dan pendekatan pascastruktural. Dalam tulisan di makalah ini penelitian yang dilakukan adalah menginterpretasikan simbol dalam fungsinya sebagai alat komunikasi ritual.
Dari hasil pembahasan penelitian ini, dapat di ambil dua kualitas data yang mana data tersebut berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder yang merupakan data teoritik tentang pemahaman makna secara tekstual (semiotika), dan data primer yang merupakan data langsung berupa hasil survey serta kajian lapangan yang berupa dokumentasi lapangan. Data yang terpublikasi ataupun tidak yang merupakan temuan lapangan dimana objek berada.
Selanjutanya validitas data tersebut
20 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i R i t u a l S u k u A s m a t
kemudian dikaji dengan metodologi melalui beberapa urutan. Pertama menentukan topik penelitian berupa latar belakang masalah, kemudian membuat suatu rumusan masalah. Objek penelitian sudah dirumuskan dan dibatasi terlebih dahulu masalahnya supaya tidak melebar tetapi fokus. Objek penelitian kemudian diurai melalui data yang ada (primer dan sekunder) melalui sebuah pendekatan yang dalam hal ini penulis melakukannya dengan pendekatan semiotika.
Simbol sebagai alat komunikasi ritual pada Suku Asmat, dalam penerapanya dapat juga dipakai dalam kehidupan masyarakat modern dewasa ini, salah satu cara penerapanya yaitu, pada arsitektur rumah tinggal. Seperti yang kita ketahui, dunia arsitektur terutama arsitektur rumah tinggal dewasa ini, semarak dengan gaya-gaya yang bertemakan kebudayaan (kedaerahan), hal tersebut dapat dipakai sebagai salah satu obyek, untuk memasyarakatkan simbol Suku Asmat dikalangan masyarakat luas.
Aplikasi Simbol Pada Komunikasi Ritual Dalam penerapanya, simbol-simbol Suku Asmat dapat dilihat dari berbagai bentuk barang atau benda yang dipakai dalam keseharianya maupun upacara-upacara tertentu. Penggunaan simbol ini, merupakan suatu komunikasi ritual yang dilakukan untuk menggambarkan tentang keyakinan mereka pada apa yang mereka percayai dalam hidupnya.
Dalam pandangan Suku Asmat, dunia atau alam merupakan inspirasi yang sangat berkaitan erat dengan acara religius mereka.
Upacara Ritual Suku Asmat
Dalam kehidupan masyarakat Suku Asmat, upacara-upacara ritual diselanggarakan tidak secara besar-besaran yang memakan banyak biaya, tenaga dan
mengembangkan secara luas hubungan- hubungan antar kelompok, meskipun sebagian besar penduduk Irian Jaya, telah menganut agama kristen katolik dan protestan, namun sampai saat ini mereka masih menjalankan beberapa upacara ritual, sehubungan dengan lingkaran (daur) hidup, serta aktifitas sehari-hari, dengan demikian upacara-upacara yang mereka laksanakan dapat dikategorikan atas upacara daur hidup dan upacara adat lainya.
Simbol Komunikasi Ritual
Suku Asmat adalah suku yang besar dan cukup terkenal di pulau ini, dunia luar banyak mengenalnya lewat ukiran- ukiranya yang spesifik dan penuh daya ritus berfalsafah tinggi. Suku Asmat dalam keseharianya baik tatanan sosial maupun budaya, kerapkali mempergunakan simbol sebagai ciri khas atau sebagai alat komunikasinya.
Dalam penggunaan simbol sebagai alat komunikasi ritual Suku Asmat, terdapat bentuk-bentuk yang umum dipergunakan antara lain:
1. Bipane Wow, ukiran bentuk simbol ini berbentuk bulan sabit, dan kebanyakan diukir pada perisai atau pada tifa. Ukiran ini melambangkan kebesaran dan keberanian seseorang, agar lawan gentar.
2. Bokoper Wow, ukiran digambarkan dengan tiga lapisan lingkaran. Lingkaran tengah sering berupa titik hitam, ini melambangkan putaran hidup manusia, fungsinya supaya semua orang taat pada ketentuan hukum atau peraturan adat.
3. Tar Wow, diukir untuk melambangkan pengayau dan keberhasilan seorang pahlawan, fungsinya sama dengan Buamber Wow.
4. Tar Efe Wow, diukir pada perisai, dengan bentuk jari-jari kelelawar yang dihubungkan dengan roh orang mati.
21 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2
5. Ufir Kus Wow, simbol ini mengandung
dua pengertian. Pertama, melambangkan kebesaran seorang panglima atau pengayau yang disegani. Kedua, burung ini diteladani sebagai lambang pengintai dan keberhasilan dalam pengayau, fungsinya supaya semua orang mempunyai kemampuan otak dan fisik yang baik untuk keselamatanya, serta masyarakat lainya.
6. Viriyak Wow, arti dan fungsinya sama dengan Aluiyak Wow.
7. Manmak wow, simbol dengan bentuk bulat panjang, dengan sebuah lingkaran atau garis datar di tengah. Simbol mata adalah pertanda adanya perhatian roh leluhur kepada orang hidup didunia, diukir pada perisai, tombak dan lain-lain, fungsinya supaya orang sabar, bahwa roh selalu memperhatikan mereka.
8. Merparam Wow, simbol yang menggambarkan cahaya yang terpancar, biasanya terdapat pada pinggiran perisai, perahu, wadah-wadah dan lain-lain, melambangkan keberuntungan seseorang pengayau.
9. Pomor Wow, simbol ini diukir di kepala perahu dan perisai. Burung ini lambang seorang panglima yang pandai mengintai musuh, berpanca indra tajam serta bisa menyelamatkan diri dari serangan.
10. Seisi Wow, simbol ini juga disebut bianam, berupa gambar kapak batu dengan tangkainya, menggambarkan kesabaran panglima atau seorang yang dianggap pemimpin kelompok, fungsinya untuk menunjukan kedudukan seseorang dalam masyarakat.
11. Ucu Wow, melambangkan perlindungan roh nenek moyang, fungsinya sebagai peringatan terhadap pohon beringin sebagai tempat tinggal roh.
12. Ufirep Wow, simbol kakak tua hitam atau kakak tua raja ini melambangkan seorang
panglima atau pengayau yang disegani masyarakat.
13. Bei Wow, simbol kaki ini sama seperti simbol tangan yang diukir pada perisai, tifa, terompet bambu, perahu dan lain- lain. Kaki merupakan lambang keberanian serta semangat tinggi untuk berperang ke tempat jauh, fungsinya supaya berhasil dalam usaha perjuangan hidup ditempat yang jauh.
14. Beten O’kos Wow, gelang babi sering pula diukirkan pada benda-benda kayu, seperti pada perisai, terompet bambu, dan lain-lain, fungsinya terutama dipakai laki-laki agar selalu bersifat berani.
15. Wanet Wow, simbol belalang sembah melambangkan panglima perang dan pengayau, biasanya diukir pada perisai, tombak, tifa, dan lain-lain.
16. Worot Wow, simbol ini arti dan fungsinya sama dengan Ufir Kus Wow.
17. Kiki Wow, simbol berbentuk garis lurus, menggambarkan tulang atau bagian tubuhyang menonjol keluar atau kedalam, biasanya diukir pada patung- patung kerabat yang meninggal, fungsinya agar orang tetap memperingati kerabat-kerabat yang sudah meninggal.
18. Kewenak Wow, figur manusia diukir untuk mengenangkan kerabat-kerabat yang meninggal, simbol manusia ini ada yang berbentuk relif dan patung, fungsinya untuk memanggil roh supaya menjamin keselamatan jasmani dan rohani orang banyak.
19. Aminfum Wow, ukiran pohon fum terkenal dengan dongeng fumeripits yang tinggal diatasnya, fungsinya untuk mendapat berkat karena berkekuatan gaib dari fumeripits, pendiri kebudayaan Asmat.
20. Cemen Wow, bagi orang Asmat merupakan sesuatu yang berharga dan dinilai sangat tinggi dan luhur, bagi laki-
22 | J e r r y D o u n a l d R a h a j a a n : T i n j a u a n S i m b o l s e b a g a i A l a t K o m u n i k a s i R i t u a l S u k u A s m a t
laki merupakan lambang kegagahan dan kehidupan. Ukiran ini amat sering ditemukan pada setiap ukiran kayu Suku Asmat, fungsinya supaya orang menjunjung hidup serta nilai-nilainya.
21. Cen Wow, simbol ini lambang kesuburan dan sekaligus lambang kehidupan untuk wanita, karena bisa melahirkan anak dan berperan penting dalam ekonomi rumah tangga, fungsinya supaya menghargai wanita sebagai pusat kehidupan.
22. Kave Wow, merupakan gabungan dari dua simbol Wenet (belalang sembah).
Baik Kave maupun Wanet sama-sama melambangkan nenek moyang atau kerabat yang sudah meninggal. (Anur E.
Mulhadiono, 1988 : 9-20).
Kesimpulan
Secara keseluruhan aspek yang ada, pada simbol Suku Asmat yang dipergunakan sebagai alat komunikasi ritual, telah mampu berkomnikasi dengan masyarakat pemakainya secara baik dan benar. Hal ini tampak pada kemampuan simbol tersebut, untuk menyampaikan maksud dan tujuan dari apa yang divisualkan secara ritual, pesan atau maksud yang diterjemahkan dalam bentuk visual (simbol), dapat secara jelas dimengeti dan dpahami oleh masyarakat yang dituju atau konsumen.
Dari kajian ilmu komunikasi, simbol Suku Asmat telah memiliki unsur-unsur yang melekat pada visual simbol tersebut, antara lain yang ada pada kriteria komunikasi visual, misalnya : dari warna, bentuk ( wujud ), komposisi ( penerapan ) dan yang utama mampu membawa pesan kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
Amir Piliang, Yasraf. 2003. Hiper Semiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Jalasutra: Yogyakarta
Budiman, Kris. 2004. Semiotika Visual.
Yogyakarta: Buku Baik dan Yayasan Seni Cemeti
Barthes, Roland. 2004. Mitologi, (Terj.
Nurhadi & Sihabul Millah). Yogyakarta:
Kreasi Wacana
Cobley, Paul dan Jansz, Litza. 2002.
Mengenal Semiotika For Beginners.
Bandung: Penerbit Mizan
Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:
Jalasutra
Panuti Sujiman, dan Zoest Van Aart,
“Serba-serbi Simiotika”, Jakarta : Gramedia Pustaka, 1996.
Onong Uchjane ; Prof. Drs. MA, “Dinamika Komunikasi”, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992
Raimundo Panikkar, “Dialog Intra Religius”, Yogyakarta : Kanisius, 1994.
Koentjaraningrat, “Irian Jaya, Membangun Masyarakat Majemuk”, Jakarta : Djambatan, 1994.
23 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2
Pengaruh Globalisasi pada Desain Busana Pengantin Wanita di Indonesia
Oleh:
Arini Arumsari
Program Studi Kriya Tekstil dan Mode STISI Telkom email: [email protected]
Abstract
Beside the main function of clothes in everyday life to protect and cover the body, through clothes people can express their identity, opinions and tastes of each person.
Devinitiflyclothes or fashion can be defined as an item worn on the human body for the purpose to protect our physical, ethical, and aesthetical and symbolic which appropriate with the environment, social and cultural values.
Wedding dress is a kind of clothes that can not be worn arbitrary. Because it symbolize a hopes that would only be used once in a lifetime. And it will only be used by the right people at the right time for the right reasons. And involving many other things such as culture, religion, ideology and others. So all the meaning and majesty contained therein that attract many people to better understand, analyze, and process.
In this discussion I will discuss the impact of globalization on the bride's dress design in Indonesia. Currently, many people of Indonesia especially women who prefer to use modern dress (european / west) wther than use kebaya or other traditional dress. Although initially these dresses are derived from European culture and especially Christians, but along with the times and cultural globalization that occurred in Indonesia, the use of modern wedding dresses is also being rapidly adopted.
With the increasing of this modern dresses needs, in Indonesia fashion industry people were competing in this business, with weighing the benefits to be derived from this field. Modern wedding dresses can be very varied in the model or style. Can also combine different types of styles, not just consist of one style only. Due to the design of a wedding gown involves many factors such as religion, culture, traditions, tastes, trends and other
Keywords: wedding dress, globalization, modern
1. Pendahuluan
Dalam bukunya Fashion From Concept to Costumer, Gini Stephens Frings menjelaskan definisi fashion dari konsep dasarnya, yaitu fashion sebagai sebab akibat dan refleksi yang
terjadi akibat keadaan sosial, politik, ekonomi dan kekuatan artistik yang sedang berkembang pada saat tersebut. Gaya yang berkembang dan berevolusi dari faktor-faktor tersebut
24 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a
menceritakan kejadian prasejarah atau kejadian-kejadian sosial yang berdampak pada bagaimana orang bepakaian dan berubah secara periodik sesuai berkembangnya keadaan sosial dan faktor lainnya yang mempengaruhi di atas. Seluruh ruang ganti dari zaman ke zaman mampu menceritakan dan mencerminkan siklus trend pada bagaimana cara orang berfikir dan hidup. Maka busana atau pakaian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia dan selalu berubah mengikui perkembangan zaman. Hal ini berlaku juga terhadap busana pengantin terutama busana pengantin wanita.
2.1 Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
1. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan
barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
2. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
3. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal- hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
4. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Globalisasi terdiri dari:
1. Globalisasi Budaya 2. Globalisasi Ekonomi 3. Globalisasi Informasi
25 | J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 3 N o 1 2 0 1 2
Perkembangan desain busana pengantin ini masuk dalam kategori globalisasi kebudayaan. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek- aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama.
Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi.
Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan yaitu:
1. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
2. Penyebaran prinsip multi kebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
3. Berkembangnya turisme dan pariwisata.
4. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
5. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
6. Bertambah banyaknya kegitan- kegiatan berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
2.1 Gaun Pengantin Modern
Gaun pengantin adalah pakaian yang dikenakan oleh pengantin wanita pada upacara pernikahan. Warna, gaya dan berbagai kepentingan untuk proses upacaranya sangat penting, tergantung agama, dan kebudayaan kedua mempelai. Pada tradisi modern, warna gaun pengantin barat adalah putih. Putih dalam hal ini termasuk juga yang bernuansa putih seperti, putih gading, ivory, putih kulit telur.
Kepopuleran warna putih ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1840 pada pernikahan Ratu Victoria dan Albert of Saxe-Coburg. Sang ratu memilih menggunakan gaun putih pada acara tersebut untuk melambangkan kesucian cintanya, walaupun sebenarnya warna gaun pernikahan kerajaan pada saat itu adalah perak.
26 | A r i n i A r u m s a r i : P e n g a r u h G l o b a l i s a s i p a d a D e s a i n B u s a n a P e n g a n t i n W a n i t a I n d o n e s i a
Pernikahan tersebut disebarluaskan besar-besaran, maka para wanita pun menjadi terinspirasi untuk melakukan hal yang sama pada pernikahannya.
Pernikahan Ratu Victoria dengan Albert of Saxe-Coburg
Dan tradisi tersebut berlanjut hingga kini. Walaupun sebelumnya para wanita menikah dengan gaun pengantin berwarna apapun selain hitam.Tetapi warna putih telah menjadi simbol kesucian hati dan kepolosan.Lalu seiring berjalannya waktu ditambahkan bahwa putih juga melambangkan keperawanan, yang justru merupakan pendapat yang salah karena seharusnya warna biru.
(The History of the White Wedding Dress by Kelsey McIntyre)
Pada kebudayaan timur, misalnya Cina gaun pengantin biasanya berwarna merah yang melambangkan keberuntungan, tetapi saat ini para pengantin wanita lebih memilih gaun pengantin modern berwarna putih untuk pernikahannya.Juga di India bagian utara, warna gaun pernikahan tradisional mereka adalah merah.
Orang India Selatan menggunakan warna putih atau krem pada sari yang mereka gunakan sebagai gaun pengantin.
Kelsey McIntyre dalam tulisannya berjudul “The History of White Wedding Dress“ juga mengemukakan pendapat yang sama jika tradisi gaun pengantin putih ini dimulai oleh Ratu Victoria pada pernikahannya, dan memberikan pengaruh yang sangat besar. Pada buku “Godey’s Lady’s Book”, 1849, terdapat kalimat ini:
“Custom has decided, from the earliest ages, that white is the most fitting hue, whatever may be the material. It is an emblem of the purity and innocence of girlhood, and the unsullied heart she now yields to the chosen one.”
Juga terdapat puisi kuno tentang bagaimana warna memberikan pengaruh terhadap masa depan:
“Married in white, you will have chosen all right. Married in grey, you will go far away. Married in black, you will wish yourself back. Married in red, you’ll wish yourself dead. Married in blue, you will always be true. Married in pearl, you’ll live in a whirl. Married in green, ashamed to be seen, Married in yellow, ashamed of the fellow.
Married in brown, you’ll live out of