9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka adalah penjabaran dari kerangka teoretis yang mengandung kumpulan materi dari beberapa sumber terpilih untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam pembahasan penelitian. Suatu karya ilmiah harus menggunakan dasar analisis tertentu yang relevan, yaitu sebuah teori. Teori dalam penelitian adalah teori-teori dari para ahli bahasa yang kemudian diterapkan dalam penelitian ini. Dalam kajian pustaka ini, teori yang berkenaan dengan sosiolinguistik, variasi bahasa, bahasa jargon, bentuk, dan fungsi bahasa.
Kemudian, pada bagian akhir terdapat suatu bagan kerangka berpikir yang berisikan tentang rasionalitas peneliti dalam permasalahan penelitiannya.
2.1 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Bahasa adalah ungkapan yang dapat digunakan untuk menyampaikan suatu maksud kepada orang lain. Suatu maksud tersebut disampaikan oleh seorang penutur agar dapat dipahami oleh orang lain atau lawan tutur. Manusia adalah makhluk sosial yaitu tidak dapat hidup sendirian. Interaksi yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dapat menciptakan suatu hubungan yang erat dan menumbuhkan berbagai bahasa. Tanpa disadari bahwa bahasa adalah hasil karya dari manusia untuk menyampaikan pendapat, menyampaikan berbagai perasaan, dan sebagainya. Apabila tidak ada bahasa, seseorang tidak dapat melakukan komunikasi dengan orang lain.
Adanya interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap manusia dapat menghasilkan bahasa yang beragam. Berkembangnya ragam bahasa terjadi apabila bahasa yang digunakan oleh masyarakat sangat beragam dan berada di lingkungan yang cukup luas. Terdapat proses pembagian fungsi antara bahasa
yang satu dengan bahasa yang lain. Adanya satu bahasa tertentu dapat digunakan dalam keadaan ragam formal, sedangkan bahasa yang lain dapat digunakan dalam keadaan ragam nonformal atau dapat dikatakan sebagai sarana komunikasi intradaerah.
Bahasa merupakan sebuah lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan kerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010:1).
Sebagai suatu sistem, bahasa terbentuk karena adanya sebuah aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Lambang atau simbol yang digunakan oleh suatu sistem bahasa dapat berupa bunyi dihasilkan oleh alat ucap manusia. Lambang atau simbol yang digunakan berupa bunyi, maka yang dianggap primer di dalam bahasa adalah bahasa yang diucapkan atau sering disebut bahasa lisan.
Bahasa merupakan suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain, meliputi daya cipta dan sistem aturan (Dhieni, 2014:3). Pada setiap manusia, bahasa dapat ditandai oleh adanya sebuah daya cipta yang tidak akan pernah habis dan adanya suatu aturan. Melalui daya cipta, manusia dapat menciptakan berbagai macam kalimat yang bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas. Oleh karena itu, bahasa yang ada pada manusia merupakan upaya kreatif yang tidak pernah berhenti.
Dalam kehidupannya, bahasa digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, bahasa adalah suatu hal yang hakiki dalam kehidupan manusia. Menurut Chaer (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010:2), terdapat dua belas butir hakikat bahasa sebagai berikut:
1. Bahasa adalah sebuah sistem.
2. Bahasa berwujud lambang.
3. Bahasa berwujud bunyi.
4. Bahasa bersifat arbitrer.
5. Bahasa bermakna.
6. Bahasa bersifat konfensional.
7. Bahasa bersifat unik.
8. Bahasa bersifat universal.
9. Bahasa bersifat produktif.
10. Bahasa bersifat dinamis.
11. Bahasa bervariasi.
12. Bahasa adalah manusiawi
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah simbol yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, bahasa juga dapat diartikan sebagai bunyi yang berupa bentuk dan terdapat makna yang digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan orang lain, dapat diucapkan secara lisan maupun tulisan.
Selain itu, dapat diketahui bahwa ketika seseorang berbicara tidak dapat dilepaskan dari beberapa faktor dalam memilih kata, frasa, hingga kalimat. Hal tersebut terjadi karena dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, tentunya berdasarkan pada fungsi bahasa. Adanya perbedaan pada kata, frasa, hingga kalimat yang digunakan, maka fungsi bahasapun juga berbeda.
2.2 Fungsi Bahasa
Pada dasarnya, fungsi bahasa ialah tujuan yang sedang kita capai ketika berbahasa, seperti meminta, menanggapi, menyampaikan sesuatu, dan sebagainya.
Suatu fungsi bahasa tidak dapat dipenuhi apabila tidak ada bentuk bahasa seperti morfem, kata, makna, tata bahasa hingga wacana. Komunikasi tidak hanya suatu peristiwa atau suatu tindakan yang sedang terjadi, namun komunikasi memiliki tujuan dan dirancang untuk memperoleh dampak dari suatu perubahan.
Bahasa adalah suatu alat komunikasi yang digunakan oleh anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa berupa simbol bunyi yang diucapkan secara lisan maupun tulisan dapat dijadikan sebagai alat komunikasi yang efektif karena terdapat dua pihak yang sedang berkomunikasi dengan menggunakan cara tertentu yang telah disepakati oleh mereka. Menurut Keraf (dalam Prasasti, 2016:115), secara umum terdapat beberapa fungsi umum meliputi:
1) Sebagai alat komunikasi
Bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain dan bertujuan menyampaikan suatu maksud tertentu kepada orang lain.
2) Sebagai alat untuk mengekspresikan diri
Bahasa digunakan untuk untuk menyampaikan suatu ekspresi kepada orang lain. Melalui bahasa, seseorang dapat menyampaikan pikirannya secara terbuka kepada orang lain dengan berbagai cara.
3) Sebagai alat untuk melakukan adaptasi dengan situasi atau lingkungan tertentu
Seseorang menggunakan bahasa tergantung dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Apabila dalam keadaan formal maka bahasa yg digunakan adalah bahasa formal atau sopan, sedangkan ketika dengan teman menggunakan bahasa non-formal, serta
4) Sebagai alat kontrol sosial
Bahasa diterapkan oleh seseorang yang berada di lingkungan masyarakat agar sikap, perilaku, dan tutur kata tidak menyimpang. Apabila bahasa yang digunakan kasar, maka itu adalah cerminan diri orang tersebut.
Fungsi bahasa ialah peran bahasa dalam melakukan komunikasi.
Seseorang yang melakukan komunikasi secara lisan maupun tulisan pastinya mempunyai harapan agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut Jacobson (dalam Fahmi, 2019:3), terdapat enam macam fungsi bahasa, meliputi:
1) Fungsi emotif
Bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan suatu perasaan seseorang.
Seperti perasaan senang, gembira, sedih, kecewa, marah, dan sebagainya. Banyak sekali tujuan seseorang dalam mengungkapkan perasaannya, seperti agar terbebas dari tekanan emosi dalam hatinya. Apabila tidak tersalurkan, tekanan perasaan yang ada dalam hati seseorang akan membelenggu jiwanya dan secara psikologis akan mengganggu keseimbangan jiwanya. Oleh karena itu, dengan bahasa seseorang akan dapat mengungkapkan emosinya.
2) Fungsi konatif
Bahasa digunakan oleh seseorang untuk memotivasi orang lain agar bersikap dan berbuat sesuatu. Seseorang menggunakan bahasa untuk memperoleh
sebuah tanggapan berupa ucapan atau perbuatan. Komunikasi yang dilakukan oleh dua pihak (penutur dan lawan tutur), sangat diharapkan oleh penutur agar lawan tutur memahami maksud dan dapat melakukan sesuatu, entah itu tanggapan atau ucapan. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan harus baik, tepat, dan mudah dipahami.
3) Fungsi referensial
Bahasa yang digunakan dalam kelompok masyarakat untuk membicarakan sebuah permasalahan yang memiliki topik tertentu. Melalui bahasa, seseorang dapat belajar mengenal sesuatu di suatu lingkungan seperti moral, agama, adat istiadat, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai suatu alat komunikasi, bahasa memiliki peran sebagai pemersatu antar masyarakat karena bahasa berfungsi sebagai mengungkapkan maksud dan pikiran seseorang.
4) Fungsi puitik
Bahasa digunakan untuk menyampaikan sebuah amanat. Melalui bahasa dapat mengungkapkan suatu pikiran, gagasan, perasaan, dan tingkah laku seseorang. Sebagai sebuah alat komunikasi, bahasa sebagai alat atau media dalam menyampaikan yang sedang dirasakan oleh seseorang kepada orang lain.
5) Fungsi fatik
Bahasa digunakan oleh seseorang untuk memulai komunikasi dengan orang lain. Dengan bahasa, seseorang dapat memanfaatkan pengalaman yang dimiliki dan mempelajari pengalaman tersebut. Dengan demikian, seseorang dapat terikat dan menjadi bagian dalam suatu masyarakat.
6) Fungsi metalingual
Bahasa digunakan untuk membicarakan suatu masalah bahasa dengan bahasa tertentu.
Berdasarkan fungsi-fungsi bahasa diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, bahasa sangat berkaitan dengan masyarakat. Oleh karena itu, karakteristik bahasa, fungsi bahasa, dan pemakai bahasa sangat berkaitan dan terjadi perubahan di lingkungan masyarakat, sehingga terdapat suatu studi interdisipliner yang disebut dengan sosiolingiuistik.
2.3 Sosiolinguistik
Dalam linguistik makro mengkaji tentang hubungan bahasa dengan faktor di luar bahasa. Dengan kata lain bahwa linguistik makro mengkaji tentang hubungan bahasa dengan masyarakat pemakai bahasa dan situai penggunaan suatu bahasa. Untuk linguistik makro, peneliti memfokuskan kajian pada subkategori linguistik makro yaitu sosiolinguistik. Sosiolinguistik berasal dari dua kata, yaitu sosiologi yang berarti masyarakat dan linguistik yang berarti kajian ilmu bahasa.
Jadi, sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi masyarakat.
Menurut Chaer dan Agustina (dalam Evizariza, 2017:48), sosiolinguistik merupakan cabang ilmu linguistik yang memiliki sifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi yaitu objek penelitiannya memiliki hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial yang ada dalam suatu masyarakat tutur. Sosiolinguistiik berbicara tentang pemakai dan pemakaian bahasa, situasi tutur, peristiwa tutur, tempat pemakaian bahasa, dan ragam bahasa. Oleh karena itu, kajian
sosiolinguistik berusaha untuk mengetahui tentang masyarakat itu terjadi, sedang berlangsung, dan tetap ada sampai saat ini.
Dalam kajian sosiolinguistik memang terdapat kemungkinan seseorang mulai dari masalah di masyarakat kemudian mengaitkan dengan bahasa. Akan tetapi, hal tersebut juga bisa berlaku sebaliknya yaitu memulai dari bahasa kemudian mengaitkan dengan gejala di masyarakat. Seperti pendapat dari Appel (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 6) bahwa sosiolinguistik memandang suatu bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi dan bagian dari masyarakat serta kebudayaan tertentu. kemudian, pemakaian bahasa merupakan bentuk dari interaksi sosial yang terjadi dalam situasi sosial yang nyata. Oleh karena itu, bahasa dalam sosiolinguistik tidak dilihat secara internal, melainkan sebagai sarana interaksi di dalam masyarakat.
Sosiolinguistik adalah ilmu antardisipliner antara linguistik dan sosiologi.
Dua bidang ilmu tersebut memiliki kaitan yang erat. Sosiologi adalah bidang ilmu yang objek kajiannya adalah masyarakat di lingkungan, lembaga, dan suatu proses sosial yang terjadi di suatu kehidupan sosial. Melalui lembaga masyarakat, proses sosial, dan problematika yang terjadi di masyarakat akan memperoleh pengetahuan tentang cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat untuk bersosialisasi, menyesuaikan diri, dan menempatkan diri dengan lingkungannya.
Kemudian, linguistik adalah bidang ilmu yang objek kajiannya adalah bahasa.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisipliner yang mengkaji tentang penggunaan bahasa yang terjadi di dalam masyarakat.
Sosiolinguistik memandang bahwa bahasa sebagai sistem komunikasi dan sistem sosial yang memiliki kedudukan di masyarakat dan kebudayaan tertentu.
Pemakaian bahasa adalah bentuk dari interaksi sosial yang dilakukan oleh seseorang yang terjadi di situasi masyarakat yang nyata. Oleh karena itu, kajian sosiolinguistik bersifat kualitatif karena adanya hubungan antara penggunaan suatu bahasa yang sebenarnya seperti deskripsi tentang bentuk pemakaian bahasa tertentu yang digunakan oleh seseorang dalam menyampaikan topik dan latar pembicaraan yang dijelaskan oleh Fishman (dalam Apriliyani, 2016:186).
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Kartomihardjo (dalam Alwi, 2017:321), mengemukakan gagasan mengenai objek kajian sosiolinguistik.
Sosiolinguistik mengkaji tentang hubungan antara penutur dan lawan tutur, berbagai macam bahasa dan variasinya, penggunaan bahasa sesuai dengan faktor kebahasaan maupun faktor non-kebahasaan, serta berbagai bentuk bahasa yang terjadi di dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik mencakup bidang kajian yang luas, tidak hanya tentang wujud formal bahasa dan variasi bahasa, tetapi juga berkaitan dengan penggunaan bahasa di masyarakat.
Sosiolinguistik lebih memfokuskan pada suatu kelompok sosial dan variabel linguistik yang digunakan oleh kelompok tersebut dan mencoba untuk menghubungkan variabel tersebut dengan kondisi sosial seperti jenis kelamin, umur, kelas sosial ekonomi masyarakat, status sosial, dan lain-lain. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial dan variabel bahasa.
Secara garis besar terdapat lima macam yang diselidiki oleh sosiolinguistik yaitu macam-macam kebiasaan (convention) dalam mengorganisasi ujaran yang berorientasikan pada tujuan sosial studi bagaimana norma dan nilai sosial mempengaruhi perilaku linguistik. Berbagai variasi telah dihubungkan dengan kerangka sosial dari para penutur, pemanfaatan terhadap sumber-sumber linguistik dilakukan secara politis dan aspek sosial secara bilingualisme.
Sosiolinguistik menyoroti berbagai masalah yang terjadi di masyarakat yang berhubungan dengan suatu sikap bahasa, perilaku bahasa, perilaku bahasa dan pemakaian bahasa. Terdapat kemungkinan seseorang mengawali dari sebuah masalah yang terjadi di masyarakat lalu mengaitkannya dengan bahasa. Akan tetapi, juga berlaku sebaliknya yaitu memulai dari bahasa kemudian mengaitkannya dengan gejala sosial.
Trudgill (dalam Latif, 2016:384) mengungkapkan bahwa sosiolinguistik merupakan bagian dari linguistik yang memiliki keterkaitan dengan bahasa sebagai suatu gejala sosial dan gejala kebudayaan. Implikasinya yaitu adanya keterkaitan antara bahasa dengan kebudayaan yang menjadi cakupan dari sosiolinguistik karena terdapat kebudayaan tertentu pada suatu lingkungan masyarakat. Berada di lingkungan masyarakat, sosiolinguistik terikat oleh nilai- nilai budaya di masyarakat seperti nilai dalam penggunaan suatu bahasa. Nilai memiliki keterkaitan antara sesuatu yang baik dan tidak baik, serta dapat ditampilkan dalam aturan tertulis maupun tidak tertulis tetapi dipatuhi oleh setiap masyarakat.
Berdasarkan batasan tentang sosiolinguistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik meliputi tiga hal yaitu bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahsa dan masyarakat. Sosiolinguistik mengkaji tentang hubungan bahasa dengan penutur dan bahasa dalam masyarakat. Tentang bagaimana bahasa itu digunakan untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, saling bertukar pendapat, dan berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, dalam suatu kelompok masyarakat, terdapat perbedaan latar belakang budaya dan kelas sosial sehingga pemakaian bahasa dalam suatu kelompok masyarakat menghasilkan berbagai variasi bahasa.
2.4 Variasi Bahasa
Dalam suatu kelompok sosial, setiap individu menggunakan bahasa untuk melakukan interaksi dengan individu lain. Pada kenyataannya, setiap individu tidaklah homogen, tetapi heterogen. Keberadaan individu yang heterogen, dapat melahirkan ragam atau variasi dalam menggunakan bahasa. Munculnya variasi bahasa disebabkan karena adanya penutur yang heterogen serta adanya kegiatan sosial yang dilakukan juga beragam.
Menurut Rokhman dalam Nuryani (2013:15), variasi bahasa merupakan ragam bahasa yang memiliki pola umum bahasa induknya dan dapat terjadi karena adanya penggunaan oleh masyarakat dalam lingkup yang luas. Variasi bahasa akan semakin luas jika digunakan oleh masyarakat bahasa yang terdiri dari berbagai tempat dengan berbagai perbedaan latar belakang sosial, budaya, tradisi, adat istiadat, pendidikan, ekonomi, status, agama, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Kemudian, penutur bahasa yang beragam dapat memunculnya berbagai ragam bahasa yang khas.
Ragam bahasa tersebut dimiliki oleh setiap individu sebagai anggota masyarakat mempunyai bahasa dan memiliki ciri tertentu dalam penggunaan bahasa dalam menyampaikan topik pembicaraan. Terdapat faktor penyebab munculnya suatu ragam bahasa seperti adanya faktor sosial, meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, jabatan, pergaulan, dan sebagainya. Tidak hanya faktor sosial, tetapi juga faktor situasi, yaitu lawan bicara atau mitra tutur, waktu berkomunikasi, hingga adanya peristiwa di dalam berkomunikasi. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, maka dapat muncul berbagai jenis ragam bahasa.
Terdapat dua pandangan mengenai bahasa. Pertama, variasi bahasa dilihat sebagai akibat dari adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa telah ada untuk memenuhi fungsinya yaitu sebagai alat untuk melakukan interaksi dalam berbagai kegiatan yang terjadi di masyarakat. Menurut Chaer dan Agustina (dalam Junaidi, 2016:8), membedakan variasi bahasa menjadi empat, yaitu variasi bahasa dari segi penutur, pemakaian, dan keformalan.
2.1.1 Variasi dari Segi Penutur
Berdasarkan segi penutur, variasi bahasa dibedakan menjadi empat jenis, yaitu idiolek, dialek, kronolek, sosiolek (Chaer dan Agustina, 2004:66).
Pertama, idiolek yaitu ragam bahasa yang bersifat individu. Masing-
masing individu memiliki ciri tersendiri untuk membedakan diri dengan individu lainnya. Hal tersebut karena setiap individu memiliki ciri yang khas yang tidak dimiliki oleh individu lain. Perbedaan tersebut didasarkan oleh faktor fisik yaitu meliputi perbedaan alat ucap, sedangkan faktor psikis yaitu intelektual, watak, dan lain-lain.
Kedua, dialek atau bahasa areal, geografis dan regional yaitu ragam bahasa
yang berada dalam satu tempat dan tempat tertentu. Ketiga, kronolek yaitu ragam bahasa yang digunakan oleh suatu kelompok masyarkat pada masa tertentu.
Keempat, sosiolek yaitu ragam bahasa yang berhubungan dengan golongan,
status, dan kelas sosial penutur.
Selanjutnya, variasi bahasa berdasarkan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial penutur seperti akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Akan tetapi, peneliti memilih jargon sebagai fokus dalam penelitian ini.
Jargon merupakan ragam bahasa yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu.
2.1.2 Variasi dari Segi Penggunaan
Evizariza (2017:51), menyatakan bahwa variasi bahasa berdasarkan segi penggunaan, pemakaian, dan fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register.
Variasi berdasarkan penggunaan ini digunakan pada bidang yang tentunya berbeda-beda. Misalnya digunakan dalam bidang sastra, militer, jurnalistik, dan keilmiahan. Kemudian, ragam bahasa register yang memiliki hubungan dengan bahasa yang digunakan untuk suatu kegiatan tertentu. Ragam bahasa register sering dikaitkan dengan masalah dialek.
2.1.3 Variasi dari Segi Keformalan
Variasi bahasa disebabkan oleh adanya interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok yang sangat beragam, dapat dilihat dari segi waktu, tempat, situasi, dan cara dalam penggunan bahasa. Oleh karena itu, setiap individu atau kelompok harus mampu menggunakan jenis variasi bahasa yang pantas digunakan dalam bermasyarakat.
Variasi bahasa berdasarkan segi keformalan menurut Martin Joos (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004:70) dibagi menjadi lima macam ragam bahasa yaitu ragam beku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab.
Akan tetapi, peneliti menjelaskan dua variasi bahasa dari segi keformalan yang memiliki keterkaitan dengan peneliti yaitu:
a) Ragam santai, yaitu bahasa dalam situasi tidak resmi dan lawan tuturnya adalah keluarga atau teman pada waktu santai atau beristirahat. Pembicaraan yang dilakukan tidak terikat dengan aturan berbicara yang baik. Pembicaraan berjalan dengan begitu saja, tanpa ada perencanaan sehingga ragam bahasa santai yang dilakukan oleh pembicara tidak kaku. Mereka menggunakan bahasa yang biasanya digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari.
b) Ragam akrab, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh penutur yang memiliki hubungan akrab, seperti anggota keluarga maupun teman yang sudah akrab. Ciri-cirinya yaitu tidak pernah mengambil bahasa itu sendiri sebagai topik pembicaraan atau menggunakan kode bahasa yang bersifat pribadi.
Dua variasi bahasa berdasarkan segi keformalan tersebut, memiliki keterkaitan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan yaitu penggunaan bahasa jargon pada komunitas Aremania. Hal tersebut terjadi karena penggunaan bahasa jargon sangatlah santai digunakan oleh mereka. Kemudian, dengan adanya interaksi dan komunikasi yang dilakukan antar anggota komunitas Aremania dapat terjadinya keakraban dan bahasa yang digunakan dalam menyampaikan topik pembicaraan berjalan dengan baik.
2.5 Jargon
Di berbagai bidang profesi, terdapat bahasa khusus yang hanya dipahami oleh anggota bidang tersebut. Misalnya pada bidang kesehatan, pendidikan, kepolisian, tukang, dan lain sebagainya pasti memiliki bahasa yang digunakan untuk kelancaran berkomunikasi dan tidak dapat dipahami oleh bidang lainnya.
Bahasa khusus tersebut disebut dengan jargon. Pemakaian jargon dalam sebuah komunitas bertujuan untuk membuat bahasa yang eksklusif atau bahasa yang hanya dimengerti oleh kelompok dan sebagai perwujudan dari eksistensi sebuah kelompok.
Jargon merupakan salah satu bentuk variasi bahasa yang dilihat dari segi pemakaiannya. Menurut Purita (2019:2) jargon adalah kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan atau lingkungan tertentu. Kosakata yang digunakan memiliki ciri khusus yang tidak dapat dimengerti oleh orang atau kelompok lain. Hal tersebut terjadi agar interaksi antaranggota dapat berjalan dengan lancar dan baik. Seperti bahasa yang digunakan oleh montir-montir, guru bahasa, dan tukang kayu. Alasannya agar kosakata yang digunakan oleh bidang tertentu tidak digunakan juga dalam bidang lain.
Jargon adalah bahasa umum yang digunakan oleh suatu kelompok tertentu untuk melakukan komunikasi, namun jargon ini meskipun bukan bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat umum. Akan tetapi, jargon ini juga bukan merupakan bahasa yang bersifat rahasia, hanya saja tidak biasa digunakan oleh masyarakat umum. Bahasa khusus yang digunakan oleh masyarakat sangat berguna demi kepentingan tertentu. Penciptaan jargon pun juga bersifat dinamis dan bergantung pada kebutuhan pemakai jargon. Jargon hanya digunakan oleh
kelompok tertentu saja saat berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa jargon adalah ungkapan atau bahasa khusus yang digunakan oleh sekelompok orang pada bidang tertentu dan kelompok lainnya tidak dapat memahami maksud dan makna jargon yang digunakan tersebut. Karakteristik jargon sangat menyerupai bahasa lokal dan mempunyai kosakata khusus yang berguna sebagai alat komunikasi dengan penutur lainnya.
2.6 Bentuk Jargon
Jargon adalah bahasa khusus yang digunakan pada suatu kelompok tertentu. Bentuk jargon sama halnya dengan bentuk kebahasaan pada umumnya yaitu dapat berupa kata, frasa, klausa, dan ungkapan. Bentuk bahasa yang dapat dikatakan sebagai jargon adalah kata atau kode tertentu yang sering digunakan dan dipahami oleh kelompok tertentu. Jargon berbentuk satuan gramatikal terkecil dan bentuk istilah yang tercipta melalui proses morfologis seperti afiksasi, abreviasi, pengulangan (reduplikasi), dan komposisi (Soedjito, 2014:26).
2.6.1 Bentuk Jargon berdasarkan Proses Pembentukannya 2.6.1.1 Bentuk kata dasar
Kata dasar yaitu kata yang menjadi dasar dalam pembentukan suatu kata yang belum mengalami proses perubahan secara morfologis seperti mengalami imbuhan, pengulangan kata, hingga pemendekan kata. Seperti kata menang, yang merupakan bentuk dasar karena tidak memiliki satuan yang lebih kecil. Dalam penelitian ini, terdapat kata dasar peristilahan karena jargon berupa istilah atau
bahasa yang digunakan oleh suatu kelompok sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi.
2.6.1.2 Afiksasi
Afiksasi merupakan sebuah proses pengimbuhan kata bentuk tunggal maupun kompleks untuk membentuk sebuah kata dan menghasilkan makna baru.
Dalam proses pemberian afiks pada bentuk atau kata dasar, bentuk dasar merupakan unsur yang bukan afiks. Terdapat empat macam afiksasi, yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Prefiks adalah bentuk afiks letaknya berada diawal kata dasar, seperti kata berharap=ber+harap. Infiks adalah bentuk afiks yang diselipkan pada bentuk dasar, seperti kata gemuruh yang berasal dari kata guruh memperoleh imbuhan -em. Kemudian, sufiks adalah bentuk afiks yang letaknya berada di belakang bentuk dasar seperti kata pikiran, sedangkan konfiks adalah bentuk afiks yang letaknya berada di awal dan akhir bentuk dasar, seperti kata kemenangan=ke-an+menang.
2.6.1.3 Reduplikasi
Reduplikasi adalah salah satu bentuk proses morfologi yang terjadi pengulangan kata pada bentuk dasar. Pengulangan pada bentuk dasar yang terjadi pada keseluruhan atau sebagian kata, yang terdapat variasi pada fonem ataupun tidak disebut dengan reduplikasi.
Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi adalah suatu mekanisme yang sangat penting dalam proses pembentukan kata, selain afiksasi, komposisi, maupun akronim. Reduplikasi tidak hanya bicara tentang masalah morfologi dan pembentukan kata, tetapi menyangkut masalah fonologi, sintaksis, dan semantik.
Akan tetapi, dalam penelitian terhadap penggunaan bahasa jargon pada komunitas
Aremania di kota Malang, hanya menggunakan reduplikasi fonologis dan morfologi.
Reduplikasi fonologis berlangsung terhadap bentuk kata yang memiliki status lebih tinggi dari akar. Reduplikasi fonologis tidak menghasilkan makna gramatikal, tetapi menghasilkan makna leksikal. Contohnya yaitu bertubi-tubi, kocar-kacil, mondar-mandir. Kemudian, reduplikasi morfologis terjadi pada bentuk kata dasar yang berupa akar yaitu terjadinya pembentukan afiksasi dan komposisi. Proses pembentukan kata dapat berupa pengulangan utuh, berubah bunyi, dan sebagian. Contohnya seperti kata ayo-ayo, lari-lari, tetangga, bolak- balik, dll.
2.6.1.4 Abreviasi
Abreviasi adalah salah satu bentuk proses morfologi yang berupa pemendekan kata seperti penyingkatan, pemenggalan, dan akronim. Abreviasi merupakan proses pemenggalan pada suatu leksem yang menjadi bentuk baru dan berstatus kata (Kridalaksana dalam Balqis, 2018:4). Terdapat lima macam abreviasi, yaitu pemenggalan kata, singkatan, akronim, lambing huruf, dan kontraksi. Akan tetapi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk akronim saja. Akronim yaitu proses pemendekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata yang ditulis atau dilafalkan seperti salam satu jiwa (sasaji).
2.6.2 Bentuk Jargon Berdasarkan Sumber Istilah atau Asal Bahasa 2.6.2.1 Kosa Kata Bahasa Asing
Kosa kata pada bahasa asing dapat digunakan ketika dalam penggunaan bahasa Indonesia maupun serumpun tidak ditemukan istilah yang benar. Oleh karena itu, dalam peristilahan bahasa Indonesia dapat menggunakan bahasa asing
sebagai sumber peristilahan. Adanya sebuah peristilahan baru yang dibentuk dan tercipta melalui cara menerjemahkan, menyerap, serta menyerap dan menerjemahkan istilah asing (Waridah, 2008:52).
1) Menerjemahkan Istilah Asing
Sebuah istilah baru dapat dibentuk melalui cara menerjemahkan istilah asing, seperti our day (hari kita). Dalam menerjemahkan suatu istilah asing, perlu diperhatikannya suatu kesamaan konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna harafiah.
2) Penyerapan Istilah Asing
Demi memudahkan suatu pengalihan bahasa, pemasukan istilah asing yang bersifat internasional, melalui suatu proses penyerapan dapat dipertimbangkan apabila salah satu syarat atau lebih dapat terpenuhi, meliputi:
a. Istilah serapan yang digunakan lebih baik karena konotasinya.
b. Istilah serapan yang digunakan lebih singkat jika dibandingan dengan terjemahan bahasa Indonesia.
c. Istilah serapan yang digunakan dapat mempermudah tercapainya kesepakatan apabila istilah bahasa Indonesia memiliki banyak persamaan atau sinonim.
Suatu proses penyerapan istilah asing dapat berjalan melalui cara pengubahan atau tidak adanya pengubahan yang berupa penyesuaian sebuah ejaan dan lafal. Contohnya adalah win, goal, dan good.
3) Penyerapan dan Penerjemahan
Suatu istilah bahasa Indonesia yang dapat dibentuk melalui cara menyerap dan menerjemahkan sebuah bahasa asing secara bersamaan. Contohnya adalah skill nya bagus.
Berdasarkan paparan di atas, kesimpulannya adalah bentuk jargon dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu berdasarkan proses pembentukannya dan sumber istilah. Berdasarkan proses pembentukannya meliputi bentuk dasar, afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan abreviasi). Kemudian, berdasarkan sumber istilah berupa kosakata bahasa Indonesia, bahasa serumpun, dan bahasa asing.
2.6.2.2 Kosa kata Bahasa Malangan
Bahasa merupakan suatu sistem yang bervariasi atau beragam sehingga memiliki perbedaan dalam penggunaan bahasa sangat mungkin terjadi. Penutur dapat memberikan pengaruh besar terhadap bentuk bahasa. Penutur berpengaruh besar dalam menghasilkan suatu bunyi bahasa. Menurut Kridalaksana (2007:3) bahasa adalah suatu sistem tanda bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat tertentu dalam melakukan kerja sama, komunikasi, dan mengidentifikasi diri.
Oleh karena itu, suatu variasi bahasa dapat terjadi di suatu daerah.
Bahasa dan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, dapat terjadinya pergeseran pada bahasa. Bahasa mengalami perubahan yang sangat cepat karena bahasa tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Hal tersebut saling berkaitan seperti pada fenomena bahasa malangan yang terjadi dan digunakan oleh masyarakat di kota Malang. Bahasa Malangan yang memiliki dua ciri utama, yaitu: Bahasa khas Malang/dialek Malang (Osob Ngalaman) dan Bahasa Walikan (Osob Kiwalan). Keduanya menyatu/tidak terpisahkan dalam pemakaian bahasa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa walikan malangan mempunyai nilai historis. Awal mula adanya bahasa walikan malangan dipergunakan ketika perjuangan rakyat Malang
terhadap penjajah Belanda (Setyanto, 2016:5). Perjuangan rakyat Malang bersifat rahasia dan tersembunyi. Akan tetapi, terdapat suatu kejadian bahwa terdapat penjajah Belanda yang menyusup, memperoleh, dan membocorkan informasi mengenai gerakan perjuangan rakyat Malang. Oleh karena itu, muncul sebuah ide untuk membuat bahasa rahasia yang tidak dapat diketahui orang lain yang saat ini dikenal dengan nama bahasa walikan. Walikan berasal dari kata walik yang memiliki arti dalam bahasa Jawa yaitu balik. Oleh karena itu, bahasa walikan adalah bahasa Jawa yang struktur katanya dibalik. Pembalikan kata tersebut terjadi hanya sebatas satuan kata.
Bahasa walikan adalah bahasa yang dalam mengucapkan atau menyampaikan sebuah kata dilakukan secara dibalik dari belakang. Bahasa ini telah menjadi budaya dan digunakan oleh Arema (Arek Malang) yang mempunyai ciri khas dalam penggunaan bahasa. Ciri khasnya yaitu dalam pergaulan sehari- hari mereka menggunakan bahasa walikan. Tidak hanya itu, bahasa walikan adalah identitas tersendiri untuk masyarakat kota Malang. Menurut Putra (2016:30), bahasa walikan memiliki ciri-ciri, seperti 1) bahasa atau kata yang digunakan dibalik tetapi pengucapan dan penyampaiannya sesuai dan mengandung makna, 2) campuran dari bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya, dan 3) tidak semua kata dapat dibalik dan digunakan untuk berkomunikasi pada konteks tertentu. Kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat harus tetap baik diucapkan, didengar dan memiliki makna, sehingga tidak semua kata dapat dijadikan sebagai bahasa walikan. Contohnya yaitu singo e rudit. Pada kalimat tersebut adanya campuran antara bahasa jawa dengan bahasa walikan yang diterjemahkan menjadi singanya tidur.
Menurut Soenarno dalam Setyanto (2016:6), fungsi bahasa walikan atau malangan meliputi:
a) Sebagai Identitas Diri
Awal mula munculnya bahasa malangan adalah adanya semangat persaudaraan dan sikap loyalitas terhadap tanah air. Selain itu, bahasa malangan adalah simbol identitas dari masyarakat kota Malang. Oleh karena itu, bahasa malangan dapat menjadi suatu kebanggaan oleh masyarakat kota Malang. Ketika bertemu dan bertegur sapa dengan orang lain, mereka mencoba mengawali percakapan dengan menggunakan berbagai kosa kata yang berhubungan dengan bahasa walikan atau bahasa malangan.
b) Sebagai Semangat Cinta Tanah Air
Selain untuk menghargai para pejuang, dengan menggunakan bahasa malangan dapat selalu mengenang dan melanjutkan perjuangan para pejuang.
Melalui bahasa dan berbagai kosa kata yang diujarkan juga terdapat harapan agar semangat perjuangan itu tetap ada.
c) Sebagai Upaya Menjalin Keakraban
Bahasa malangan termasuk bahasa yang dapat menciptakan keakraban untuk pejabat, pebisnis, dan kaum professional lainnya. Jika dilihat dari penggunaan bahasa walikan, dapat menciptakan kedekatan hubungan dalam urusan bisnis dan berbagai masalah penting.
d) Sebagai Kebanggaan Tersendiri
Terdapat suatu anggapan bahwa seseorang yang bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa walikan, dapat dikatakan sebagai orang cerdas. Hal tersebut terjadi karena ketika seseorang berbicara, pikirannya akan terus berputar
dan dengan cepat akan bisa menemukan kata-kata yang dibalik yang akan diucapkan. Apabila seseorang menginginkan kelancaran dalam berbicara dan menggunakan bahasa walikan yang umum digunakan, itu juga tergolong cerdas karena pembicaraan mengarah pada topik yang bermakna. Ada yang menggunakan bahasa walikan dengan menyisipkan beberapa kosa kata walikan secara lisan maupun tulis. Selain itu, ada yang sebagian besar kalimatnya menggunakan bahasa walikan dan ada juga yang membalik kata meskipun kata tersebut terdengar tidak enak.
2.6.6.3 Kosakata Bahasa Jawa
Penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia memiliki pengaruh yang positif, antara lain; bahasa Indonesia memiliki banyak kosakata, sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia, sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah serta menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi. Mulyana (2008:
234) menjelaskan bahwa “bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari antara seseorang dengan orang lain oleh masyarakat Jawa”.
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih dilestarikan dan berkembang. Pemakai bahasa Jawa adalah sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setiap daerah memiliki perbedaan di setiap bahasa daerahnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari lafal, intonasi, dan kosa katanya.
Berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa mengenal beberapa tingkatan.
Bentuk tingkatan tutur bahasa Jawa terbagi menjadi lima, yaitu; ngoko, krama madya, dan karma inggil. Ngoko digunakan untuk berkomunikasi dengan
seseorang yang memiliki usia lebih muda, seperti adek. Krama madya digunakan untuk berkomunikasi dengan seseorang yang memiliki usia sama, seperti teman.
Dan karma inggil digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang usianya lebih tua, seperti orang tua, guru. Contohnya kata kamu dalam basa ngoko menjadi awakmu, dalam basa karma madya menjadi sampeyan, dan dalam basa karma inggil menjadi panjenengan.
2.7 Makna Jargon
Pada dasarnya, suatu bahasa tidak dapat dipisahkan dari bentuk dan makna. Bahasa adalah suatu bunyi yang diujarkan oleh manusia yang terwujud menjadi sebuah bentuk yang memiliki keterkaitan dengan makna. Makna adalah suatu arti, pengertian, gagasan, konsep, informasi, pesan, maksud dari suatu bentuk kebahasaan yang berhubungan dengan alam di luar bahasa. Makna bahasa jargon sama hanya dengan makna bahasa pada semantik. Menurut Pateda (2010:116) bahwa terdapat tiga jenis makna jargon yaitu makna gramatikal, leksikal, dan kontekstual.
1) Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang muncul karena adanya pertemuan antara unsur bahasa yang satu dengan yang lainnya dalam sebuah pembentukkan kata secara morfologis dan secara sintaksis. Makna gramatikal dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai makna dalam bentuk morfologi. Hal tersebut terjadi karena memiliki batasan yaitu dalam bentuk kata. Oleh karena itu, kontruksi morfologis yang berkaitan dengan bentuk jargon yaitu bentuk dasar, afiksasi, reduplikasi, dan akronim.
2) Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna sebenarnya yang memiliki kesesuaian dengan yang dihasilkan oleh indra penglihatan, pendengaran, dan pengucapan (makna nyata). Makna ini merupakan dasar kata yang terlepas dari sebuah konteks penggunaannya. Contohnya adalah kata menang bermakna leksikal unggul, mengalahkan lawan.
3) Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna pada sebuah leksem yang berada dalam suatu konteks. Misalnya kata semangat yang diucapkan oleh para suporter memiliki makna yaitu memberikan dorongan kepada klub sepak bola yang tertinggal poin dari lawannya.
2.8 Fungsi Jargon
Fungsi penggunaan bahasa jargon sama halnya dengan fungsi pemakaian bahasa. Dalam hal ini, fungsi jargon yang digunakan adalah menurut teori Halliday bahwa fungsi bahasa jargon ada enam, meliputi fungsi regulasi, instrumental, representasi, persona, imajinatif, dan interaksi (Halliday dalam Aslinda dan Leni, 2010:91). Akan tetapi, dalam penelitian yang peneliti lakukan terhadap penggunaan bahasa jargon dalam komunitas Aremania ini hanya terdapat 5 fungsi, antara lain:
1) Fungsi Instrumental
Fungsi bahasa adalah menghasilkan berbagai situasi tertentu dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa. Fungsi bahasa yang dilihat melalui sisi pendengar atau mitra tutur disebut dengan fungsi instrumental. Dalam hal ini, bahasa berfungsi untuk mengatur tingkah laku mitra tutur. Oleh karena itu, melalui bahasa, seseorang dapat melakukan suatu kegiatan sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh penutur. Penutur menggunakan kata atau kalimat yang menyatakan suatu permohonan, permintaan, perintah, imbauan, hingga rayuan.
2) Fungsi Regulasi
Fungsi bahasa sebagai pengendali, pengawas, dan pengatur suatu peristiwa. Bentuk tuturannya dapat berupa ancaman, persetujuan, larangan, perjanjian, hingga penolakan.
3) Fungsi Representasi
Fungsi bahasa yaitu menyampaikan berbagai fatka dan pengetahuan, membuat suatu pernyataan, menjelaskan, dan melaporkan suatu realita yang dilihat oleh seseorang. Suatu bahasa dapat dikatakan sebagai fungsi representasi apabila dilihat dari sisi topik pembicaraan yaitu membicarakan suatu peristiwa atau objek yang ada di sekitar penutur.
4) Fungsi Interaksional
Fungsi bahasa yaitu dapat menjamin suatu pertahanan dan keberlangsungan suatu komunikasi antara penutur dan mitra tutur serta dapat menjalin sebuah interaksi sosial di lingkungan masyarakat. Tuntutan terhadap pengetahuan mengenai lelucon, logat, jargon, dapat tercapainya sebuah keberhasilan pada interaksi sosial masyarakat.
5) Fungsi Personal
Fungsi bahasa ini dapat memberi sebuah kesempatan terhadap penutur atau seseorang dalam mengekspresikan berbagai perasaan perasaan yang sedang dialaminya. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain dapat dijadikan sebagai penyampaian dalam menunjukkan bentuk kepribadiannya. Melalui bahasa yang digunakan oleh
penutur dapat diketahui tentang yang sedang dirasakan seperti perasaan marahm gembira, senang, sedih, dan sebagainya.
Sama halnya dengan pernyataan Jakobson, bahwa terdapat enam faktor tuturan yang dapat mempengaruhi fungsi bahasa, meliputi penutur, mitra tutur, pesan kode, konteks, dan saluran komunikasi. Seorang penutur menyampaikan pesan kepada mitra tutur dan dalam pesan tersebut terdapat konteks yang akan dipahami oleh mitra tutur. Pesan tersebut berupa kode yang berguna untuk menggambarkan suatu makna. Kemudian. Adanya saluran komunikasi antara penutur dan mitra tutur yang memungkinkan terjadinya suatu interaksi dan komunikasi. Berdasarkan penyataan mengenai faktor tersebut, menurut Jakobson (dalam Fahmi, 2019:3), terdapat lima macam fungsi bahasa jargon, meliputi:
a) Fungsi emotif
Bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan suatu perasaan seseorang.
Seperti perasaan senang, gembira, sedih, kecewa, marah, dan sebagainya. Banyak sekali tujuan seseorang dalam mengungkapkan perasaannya, seperti agar terbebas dari tekanan emosi dalam hatinya. Apabila tidak tersalurkan, tekanan perasaan yang ada dalam hati seseorang akan membelenggu jiwanya dan secara psikologis akan mengganggu keseimbangan jiwanya. Oleh karena itu, dengan bahasa seseorang akan dapat mengungkapkan emosinya.
b) Fungsi konatif
Bahasa digunakan oleh seseorang untuk memotivasi orang lain agar bersikap dan berbuat sesuatu. Seseorang menggunakan bahasa untuk memperoleh sebuah tanggapan berupa ucapan atau perbuatan. Komunikasi yang dilakukan oleh dua pihak (penutur dan lawan tutur), sangat diharapkan oleh penutur agar lawan
tutur memahami maksud dan dapat melakukan sesuatu, entah itu tanggapan atau ucapan. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan harus baik, tepat, dan mudah dipahami.
c) Fungsi referensial
Bahasa yang digunakan dalam kelompok masyarakat untuk membicarakan sebuah permasalahan yang memiliki topik tertentu. Melalui bahasa, seseorang dapat belajar mengenal sesuatu di suatu lingkungan seperti moral, agama, adat istiadat, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai suatu alat komunikasi, bahasa memiliki peran sebagai pemersatu antar masyarakat karena bahasa berfungsi sebagai mengungkapkan maksud dan pikiran seseorang.
d) Fungsi fatik
Bahasa digunakan oleh seseorang untuk memulai komunikasi dengan orang lain. Dengan bahasa, seseorang dapat memanfaatkan pengalaman yang dimiliki dan mempelajari pengalaman tersebut. Dengan demikian, seseorang dapat terikat dan menjadi bagian dalam suatu masyarakat.
e) Fungsi metalingual
Bahasa digunakan untuk membicarakan suatu masalah bahasa dengan bahasa tertentu.
Kemudian, terdapat pernyataan mengenai fungsi bahasa yang disampaikan oleh Karl Buhler bahwa fungsi dasar bahasa sebagai suatu alat komunikasi yang terjadi antara penutur dan mitra tutur tentang suatu atau disebut dengan organon model of linguistic. Organon memiliki fungsi sebagai alat untuk menyampaikan suatu informasi kepada orang lain. Terdapat tiga komponen yang dapat terjadinya suatu komunikasi, yaitu pengirim, penerima, dan informasi. Berdasarkan
pernyataan tersebut, terdapat tiga fungsi bahasa jargon menurut Karl Buhler (dalam Muliadi, 2016:53), meliputi: (1) fungsi ekspresif, (2) fungsi representatif, dan (3) fungsi appeal dari pendengar.
1) Fungsi Ekspresif
Dalam fungsi ini, terdapat korelasi antara penutur dengan lambang bahasa.
Bahasa adalah sebuah penyebab dan digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau hal-hal yang dirasakan oleh penutur.
2) Fungsi Representatif
Bahasa merupakan simbol yang digunakan untuk membicarakan objek dan keadaan yang sedang terjadi (menggambarkan sesuatu).
3) Fungsi Apelatif
Adanya korelasi antara bahasa sebagai simbol dengan mitra tutur atau pendengar. Tujuannya yaitu agar mitra tutur melakukan sesuatu atau sebagai daya tarik dalam mengarahkan perilaku dan perasaan mitra tutur.
2.9 Komunitas Aremania
Arema adalah salah satu klub sepak bola di Indonesia yang berdiri tanggal 11 Agustus 1987. Sebelum adanya Aremania, klub sepak bolah Arema hanyalah didukung oleh geng-geng pemuda kota Malang dan terkenal dengan perilaku yang sangat brutal. Ketika berada di stadion, setiap geng tersebut saling unjuk kemampuan dalam mendukung Arema. Akan tetapi, hal tersebut malah membuat keadaan semakin panas dan terjadinya bentrokan antar suporter Arema. Semakin berjalannya waktu, para suporter mulai merubah pola pikir mereka dengan tidak melakukan perilaku brutal. Para suporter sadar bahwa perilaku brutal akan mempengaruhi dan merugikan klub sepak bola Arema. Oleh karena itu, mereka
akan berusaha menjadi pendukung atau suporter yang professional. Seiring berjalannya waktu, pendukung atau suporter Arema mulai merubah sikap dan perilakunya. Suporter Arema diakui menjadi suporter terbaik se-Indonesia.
Penampilan suporter Arema dikenal sangat sportif, kreatif,dan atraktif.
Pada dasarnya, komunitas Aremania beranggotakan warga asli kota Malang. Mereka berasal dari berbagai daerah di wilayah kota maupun kabupaten Malang. Di kota Malang terdapat berbagai komunitas Aremania. Setiap komunitas memiliki identitas sendiri. Akan tetapi, saat ini anggota komunitas Aremania sudah tersebar dimana-mana. Tidak hanya di wilayah kota Malang, namun juga terdapat di kota-kota lain di Indonesia, seperti Aremania Blitar, Aremania Batavia, Aremania Jakarta, dan lain sebagainya. Kebanyakan dari mereka adalah imigran dari berbagai daerah yang bekerja di kota Malang maupun di luar kota Malang yang tetap mendukung klub sepak bola Arema.
Anggota komunitas Aremania bersifat heterogen. Heterogenitas ini meliputi bidang pendidikan, profesi, agama, usia, wilayah, budaya, gender, dan lain-lain. Tidak hanya dari kalangan remaja saja, tetapi juga terdapat dari kalangan tua yang dapat dikatakan sebagai senior. Aremania adalah sebutan untuk pendukung bagi kaum laki-laki. Untuk kaum perempuan dapat disebut dengan Aremanita.
Kelompok sosial yang satu dengan lainnya pasti tidaklah sama dan mempunyai ciri tertentu merupakan konsep bahasa sebagai identitas. Melalui bahasa, suatu kelompok sosial dapat berkomunikasi satu sama lain. Seperti dalam suporter atau komunitas Aremania. Dengan jumlah suporter yang sangat besar, Aremania memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Meskipun memiliki
perbedaan, mereka dapat melakukan komunikasi dan interaksi dengan menggunakan bahasa.
Adanya perbedaan setiap anggota komunitas Aremania, pastinya mereka memiliki variasi bahasa yang berbeda-beda tergantung darimana asal mereka.
Anggota komunitas Aremania sering berkomunikasi menggunakan bahasa atau tuturan yang sulit dimengerti oleh orang lain. Akan tetapi, tuturan tersebut tidak rahasia karena bebas digunakan oleh siapapun, yang terpenting adalah dapat dimengerti dan dipahami dengan baik.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dalam komunikasi yang dilakukan oleh komunitas Aremania terdapat penggunaan kosa kata yang tidak biasanya digunakan oleh orang lain. Kosa kata tersebut dapat dilihat dengan menggunakan perspektif sosiolinguistik. Kosa kata tersebut dapat disebut dengan jargon. Jargon memiliki sifat khas yang hanya dapat dipahami oleh komunitas Aremania. Jargon yang terjadi secara sengaja atau tidak sengaja muncul karena adanya respon dari suatu keadaan di lingkungan Aremania. Jargon Aremania adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama anggota komunitas Aremania.