ABSTRAK
VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F5
HASIL PERSILANGAN WILIS x B3570
OLEH AULIA MEYDINA
Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Produksi kedelai di Indonesia dihadapkan pada masalah alih fungsi lahan pertanian produktif dan perubahan iklim global. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan produksi kedelai adalah dengan kegiatan pemuliaan tanaman. Seleksi merupakan langkah yang penting dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas unggul baru. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genetik dan fenotipe serta
Aulia Meydina karakter umur berbunga dan umur panen. Keragaman genotipe yang sempit terdapat pada semua karakter agronomi yang diamati. Besaran nilai heritabilitas yang tinggi terdapat pada karakter bobot 100 butir. Nilai heritabilitas sedang pada karakter tinggi tanaman, jumah cabang produktif, dan total jumlah polong.
Karakter bobot biji per tanaman, umur berbunga, dan umur panen memiliki nilai heritabilitas paling rendah. Nomor-nomor harapan yang diperoleh yaitu genotipe nomor 1-4, 130-2-11, 130-2-11, 1-15, 102-3-2, 1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2 yang diperingkat sesuai dengan bobot biji per tanaman yang berat yang akan mengacu pada produksi yang tinggi.
VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F5
HASIL PERSILANGAN WILIS X B3570
(Skripsi)
Oleh
AULIA MEYDINA
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak penanaman benih kedelai persilangan Wilis x B3570
DAFTAR ISI
2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai ... 10
2.1.2 Morfologi tanaman kedelai ... 10
2.1.3 Syarat tumbuh ... 11
2.1.4 Varietas kedelai ... 11
2.2 Parameter Genetik Kedelai ... 12
2.2.1 Keragaman fenotipe ... 12
2.2.2 Keragaman genotipe ... 12
2.2.3 Heritabilitas ... 13
III. BAHAN DAN METODE ... 17
3.5.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan... 20
3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar ... 21
3.5.3 Pelabelan ... 21
3.5.4 Pemeliharaan tanaman ... 21
3.5.5 Panen ... 22
3.5.6 Peubah yang diamati ... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Hasil Penelitian ... 24
4.2 Pembahasan ... 28
v
4.2.2 Nomor-nomor harapan kedelai populasi keturunan F5
hasilpersilangan Wilis x B3570 ... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 35
PUSTAKA ACUAN ... 36
LAMPIRAN ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Analisis Ragam. ... 20
2. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 25
3. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 26
4. Nilai tengah dan simpangan baku fenotipe populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 26
5. Heritabilitas arti luas pada populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570. ... 27
6. Nomor-nomor harapan populasi keturunan F5 persilangan Wilis x B3570. ... 29
7. Silsilah genotipe yang digunakan. ... 40
8. Keragaman fenotipe hasil persilangan Wilis x B3570. ... 42
9. Keragaman genotipe hasil persilangan Wilis x B3570. ... 42
10.Heritabilitas arti luas hasil persilangan Wilis x B3570. ... 42
11.Analisis ragam untuk karakter umur berbunga. ... 43
12.Analisis ragam untuk karakter umur panen. ... 43
13.Analisis ragam untuk karakter tinggi tanaman. ... 44
14.Analisis ragam untuk karakter jumlah cabang produktif. ... 44
15.Analisis ragam untuk karakter total jumlah polong. ... 45
16.Analisis ragam untuk karakter bobot 100 butir. ... 45
Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak
y
R
“
”
y
dimiliki di Republik ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua
berpotensi. Mereka hanya dibedakan oleh keadaan (Anies Baswedan).
Kehebatan sejati terletak pada kemampuan seseorang mengambil langkah yang
Present
dalam bahasa Inggris mempunyai dua makna yaitu
hadiah dan sekarang. Mungkin, itu berarti hadiah yang paling
berharga adalah saat ini.
Hadiah kecil ini kupersembahkan kepada Ibu dan Bapak ku
tercinta sebagai ungkapan rasa cinta, kasih, sayang, dan bakti
kepada kalian.
Serta kakakku Sri Setiawati, Sri Dwi Arisanti, Prio Tri
Hantoro, Ari Setiawan, Nani Haryani, S.E., Kristina yang
senantiasa mencurahkan perhatian dan kasih sayang.
Keluargaku yang tercinta.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Mei 1992 sebagai anak
keenam dari enam bersaudara pasangan Bapak Syamsudin dan Ibu Sri Rahayu.
Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar (SD) Al Azhar 1 Bandar
Lampung tahun 1998 − 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2
Bandar Lampung tahun 2004 − 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9
Bandar Lampung tahun 2007 − 2010, dan pada tahun 2010 penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Program Studi
Agroteknologi melalui Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB).
Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Kecamatan
Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pada bulan Januari − Maret 2014 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Karang Mulya, Kecamatan Way
SANWACANA
Skripsi dengan judul “Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter agronomi
Kedelai (Glycine Max [L]. Merrill) Generasi F5 Persilangan Wilis X B3570” adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas
Lampung.
Skripsi ini dalam penulisannya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat, dan kesabaran yang
tak terhingga saat membimbing dalam penelitian ini.
2. Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Pembimbing Kedua yang telah
memberikan perhatian, pemikiran, dan bimbingan yang sangat membangun
selama penulis melakukan perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian skripsi.
3. Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M.Sc. selaku Penguji yang telah memberikan
pengarahan, ilmu pengetahuan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
4. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
5. Saudara ipar Slamet Supriadi, S.E., Samiko, Nurhayati, Taharuddin, dan
iii 6. Keponakan M. Sepryan Astrayesa, Almira Aprianiastra R., Wira Arya S.,
Wulan Kirana S., M. Gatam Aditya, Kazalika Rasya P. A., Ummi Salma, M.
Safik, M. Zaky, dan M. Rafly R. yang memberikan semangat dan kebahagian.
7. Sahabat “ddjaati” Tiara Dea K., Debby Agsari, Jesika Wulandari, S.Ked.,
Afina Mariza, S.H., Agustia Pratiwi, S.Ked., Immas Nurisma, S.P. yang telah
memberikan semangat dan dukungan.
8. Teman-teman satu penelitian Noviaz Adriani, S.P., Nidya Wanda, S.P., Jefri
Zulkarnain, S.P., Riza Aprianti, S.P., Tety Maryenti, S.P., Nurrul Aslichah,
S.P., Christian Raymond, S.P., Dimas Agung Nugroho yang telah membantu
dan terlibat dalam penelitian serta memberikan masukan dalam pembuatan
skripsi ini.
9. Sahabat seperjuangan Viany Restiana, Dian Saputra S.P., Novri S.P., Intan A.
Bellapama, Mesa Suberta, Sandi Aji, Eka Purnama Sari, S.P., Bangun Ferdian
S.P., Agung A. Brata S.P., Dewi Mentari, S.P., terima kasih untuk bantuan,
kebersamaan, keakraban, kebahagiaan juga kesulitan dan duka yang selama ini
selalu dilalui bersama.
10.Teman-teman Agroteknologi 2010 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka dan semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin..
Bandar Lampung, Desember 2014
I.PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang dan Masalah
Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat
akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein
hewani maupun protein nabati. Protein hewani masih tergolong mahal, sehingga
masyarakat memilih alternatif protein nabati dengan harga yang murah dan
terjangkau (Mursito, 2003).
Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi kedelai terbesar di dunia.
Berbagai macam olahan berbahan baku kedelai telah menyatu sebagai bahan
makanan sehari-harirakyat Indonesia. Semakin meningkatnya jumlah penduduk
di Indonesia menyebabkan kebutuhan kedelai nasional terus meningkat.
Sementara itu, produksi kedelai di Indonesia dihadapkan pada masalah alih fungsi
lahan pertanian produktif dan perubahan iklim global, menyebabkan semakin
rentannya stabilitas hasil kedelai.
Produksi kedelai tahun 2014 (ARAM I) diperkirakan sebesar 892,60 ribu ton
biji kering atau mengalami peningkatan sebanyak 112,61 ribu ton (14,44%)
dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai diperkirakan terjadi
karena kenaikan luas panen seluas 50,44 ribu hektar (9,16%) dan
2
2014). Kebutuhan kedelai di Indonesia rata-rata di atas 2 juta ton per tahun,
untuk memenuhi sebagian kebutuhan dalam negeri dengan impor rata-rata
1,3 juta ton per tahun (Facino, 2012). Dengan produksi yang rendah
diperlukan berbagai usaha agar produksi kedelai nasional meningkat. Dengan
demikian, ketergantungan impor akan berkurang dan membantu menghemat
devisa negara. Usaha peningkatan produktivitas kedelai perlu dilakukan agar
dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui program pemuliaan
tanaman. Pemuliaan tanaman merupakan kombinasi antara seni dan ilmu
pengetahuan dalam mengubah dan memperbaiki karakter genetik yang
diwariskan. Tujuan program pemuliaan tanaman berbeda-beda tergantung dari
spesies tanaman dan maksud dikembangkannya spesies tersebut. Tujuan program
pemuliaan tanaman dalam satu spesies juga akan berbeda-beda karena kondisi
lingkungan yang mempengaruhi produksi juga berbeda-beda antara daerah satu
dengan yang lain (Poehlman dan Sleper, 1995 dikutip oleh Wibowo, 2002).
Secara umum, program pemuliaan tanaman terdiri atas tiga tahapan penting yaitu
(1) menciptakan populasi tanaman yang memiliki keragaman genetik yang cukup
besar, (2) menseleksi genotipe-genotipe yang memiliki karakter khusus yang
diinginkan pemulia, dan (3) melakukan pengujian dan evaluasi genotipe-genotipe
terpilih tersebut (Dudley dan Moll, 1969 dikutip oleh Wibowo, 2002).
Usaha-usaha dan penelitian untuk memperoleh varietas unggul dapat ditempuh
dengan beberapa cara yaitu (a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan
3
ada seperti varietas lokal atau varietas dalam koleksi, dan (c) mengadakan
program pemuliaan dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan
(Mursito, 2003).
Tersedianya keragaman genetik tanaman yang cukup besar untuk sifat-sifat
tertentu merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam
melakukan kegiatan pemuliaan tanaman. Dengan tersedianya keragaman genetik
maka seleksi akan dapat dilakukan lebih mudah dan cepat. Keragaman genetik
tersebut dapat diperoleh dengan cara introduksi tanaman, hibridisasi, mutasi
buatan, poliploidi, dan kultur in vitro (Makmur dan Sutjahjo, 1995 dikutip oleh
Wibowo, 2002).
Keragaman genetik yang luas memberikan kesempatan kepada pemulia untuk
dapat melakukan seleksi. Seleksi adalah proses pemuliaan tanaman dan perbaikan
tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keberhasilan seleksi
tergantung pada kemampuan pemulia untuk memisahkan genotipe-genotipe
unggul dari genotipe yang tidak dikehendaki. Selain itu, cara membedakan antara
genotipe unggul dengan genotipe yang tidak unggul atas dasar penilaian fenotipe
individu atau kelompok tanaman yang dievaluasi diperlukan pertimbangan
tentang besaran beberapa parameter genetik. Beberapa parameter genetik yang
dapat digunakan sebagai pertimbangan supaya seleksi efektif antara lain besaran
nilai keragaman genetik, nilai tengah, heritabilitas, pola segregasi, jumlah gen,
dan aksi gen pengendali karakter yang menjadi perhatian (Barmawi, 2007).
Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi penampilan yang
4
dengan tanaman lainnya pada dasarnya akan berbeda dalam beberapa hal. Dalam
suatu sistem biologis, keragaman suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat
disebabkan oleh keragaman genetik penyusun populasi, keragaman lingkungan
dan keragaman interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).
Teknik pendugaan nilai heritabilitas pada tanaman dapat dikategorikan menjadi
tiga yaitu regresi tetua-anak, komponen ragam dan analisis ragam, dan perkiraan
ragam yang tidak diwarisi populasi yang secara genetik seragam untuk menduga
ragam genetik totalnya. Pendugaan nilai heritabilitas seringkali menggunakan
asumsi efek gen aditif, tidak ada epistasis, dan tidak ada hubungan antara ragam
genetik dan ragam lingkungan (Warner, 1952 dikutip oleh Wibowo, 2002).
Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam
genetik total dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor
genetik pada fenotipe suatu karakter tanaman (Fehr, 1987). Heritabilitas untuk
melihat sifat genetik yang diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Apabila
nilai heritabilitas tinggi berarti ragam genetik lebih berpengaruh dibandingkan
dengan ragam fenotipe. Sebaliknya jika nilai heritabilitas rendah maka ragam
fenotipe yang lebih berpengaruh.
Keragaman dan heritabilitas diestimasi dari benih kedelai hasil penelitian Maimun
Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Nyimas Sa’diyah yang dibantu oleh beberapa
mahasiswa Program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap
soybean stunt virus (SSV), soybean mosaic virus (SMV), dan cowpea mild mottle
5
varietas Wilis dan B3570 oleh Maimun Barmawi dkk. Penanaman generasi F1
dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemuliaan Tanaman
Lanjutan pada semester genap tahun 2011.
Penelitian kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 yang dilaksanakan
oleh Lindiana (2012) menunjukkan bahwa besaran keragaman fenotipe dan
genetik berbagai karakter agronomi kedelai adalah luas untuk karakter umur
berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per
tanaman, dan bobot 100 butir, kecuali jumlah cabang produktif memiliki
keragaman genetik yang sempit. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi
kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua
karakter yang diamati yaitu umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah
cabang produktif, total jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan
bobot 100 butir. Nomor-nomor harapan berdasarkan nilai tengah bobot biji per
tanaman yang diperoleh pada generasi ini sebanyak 25 genotipe (Tabel 7).
Penelitian kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 yang dilaksanakan
oleh Wantini (2013) menunjukkan bahwa besaran keragaman fenotipe karakter
agronomi kedelai adalah sempit hanya pada karakter umur panen. Keragaman
genetik pada karakter umur panen, jumlah cabang produktif, serta bobot 100 biji
memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat
pada karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman serta
bobot biji per tanaman. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai
generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua karakter
6
produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100
butir. Nomor-nomor harapan berdasarkan nilai tengah bobot biji per tanaman
yang diperoleh pada generasi ini sebanyak 120 genotipe (Tabel 7).
Penelitian kedelai generasi F4 hasil persilangan Wilis x B3570 dilaksanakan pada
tahun 2013 oleh Maimun Barmawi, Nyimas Sa’diyah, dan mahasiswa
Agroteknologi. Dari hasil penelitian Barmawi tersebut diperoleh besaran
keragaman fenotipe yang luas dan keragaman genetik yang sempit untuk semua
karakter agronomi yang diamati. Besaran nilai heritabilitas karakter tinggi
tanaman, total jumlah polong, dan bobot biji per tanaman adalah sedang. Besaran
nilai heritabilitas karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif,
dan bobot 100 butir adalah rendah (belum dipublikasi). Nomor-nomor harapan
berdasarkan nilai tengah bobot biji per tanaman yang diperoleh pada generasi ini
sebanyak 15 genotipe (Tabel 7) (Maimun Barmawi, komunikasi pribadi). Pada
generasi F5 diharapkan karakter agronomi yang diamati memiliki keragaman
yang beragam dan heritabilitas yang beragam serta diharapkan menghasilkan
nomor-nomor harapan yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua
tetuanya.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Berapa besaran nilai keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil
persilangan antara Wilis × B3570 ?
2. Berapa besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai
7
3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan
Wilis × B3570 yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya ?
1.2Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan
penelitian sebagai berikut.
1. Mengetahui besaran keragaman karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil
persilangan antara Wilis × B3570.
2. Mengetahui besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi
kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis × B3570.
3. Mengetahui nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis
× B3570 yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya.
1.3Kerangka Pemikiran
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan produksi kedelai adalah dengan
kegiatan pemuliaan tanaman. Pada pemuliaan tanaman langkah yang penting
dalam perakitan varietas unggul adalah seleksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi seleksi antara lain jenis tanaman yang diseleksi, pola segregasi,
keragaman dan heritabilitas karakter kedelai, jumlah gen dan aksi gen pengendali
yang diharapkan. Penelitian ini dibatasi hanya pada keragaman genotipe dan
fenotipe serta heritabilitas dalam arti luas.
Generasi F5 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil persilangan
antara Wilis x B3570. Wilis dan B3570 memiliki ciri-ciri dan keunggulan
8
terhadap soybean stunt virus (SSV). B3570 memilki daya hasil dan kualitas rendah,
namun tahan terhadap SSV.
Persilangan antara Wilis x B3570 ini telah menghasilkan zuriat hingga generasi ke
lima. Pada generasi F2 besaran keragaman fenotipe dan genetik berbagai karakter
agronomi kedelai adalah luas, kecuali jumlah cabang produktif memiliki
keragaman genetik yang sempit. Besaran nilai heritabilitas adalah tinggi untuk
semua karakter agronomi yang diamati. Pada generasi F3 besaran keragaman
fenotipe adalah sempit hanya pada karakter umur panen. Keragaman genetik pada
karakter umur panen, jumlah cabang produktif, serta bobot 100 biji memiliki
keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang luas terdapat pada
karakter umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman serta bobot
biji per tanaman. Besaran nilai heritabilitas adalah tinggi untuk semua karakter
agronomi yang diamati. Pada generasi F4 besaran keragaman fenotipe yang luas
dan keragaman genetik yang sempit untuk semua karakter agronomi yang diamati.
Besaran nilai heritabilitas karakter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman,
dan bobot biji per tanaman adalah sedang. Besaran nilai heritabilitas karakter
umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir adalah
rendah. Pada generasi F5 diharapkan karakter agronomi yang diamati memiliki
keragaman dan heritabilitas yang beragam serta diharapkan menghasilkan
nomor-nomor harapan yang memiliki nilai tengah lebih baik daripada kedua tetuanya.
Generasi F5 merupakan populasi yang masih bersegregasi ini secara teoretis
memiliki persentase heterozigot sebesar 6,25% dan persentase homozigot sebesar
9
keragaman genotipe yang sempit. Keragaman dalam suatu populasi tanaman
ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Keragaman genetik dapat
terlihat jika berbagai genotipe ditanam pada lingkungan yang sama. Faktor
lingkungan yang berpengaruh adalah iklim, kesuburan tanah, kelembaban, suhu,
cahaya matahari, dan ketersediaan air.
Nilai duga heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam
genetik dan ragam fenotipe. Ragam genetik meliputi ragam aditif, ragam
dominansi dan ragam epistasis. Ragam aditif merupakan variasi nilai pemuliaan
antara individu. Ragam dominansi merupakan ragam yang timbul karena
interaksi antara alel pada lokus yang sama. Ragam epistasis adalah ragam yang
timbul karena interaksi antara alel pada lokus yang berbeda. Keturunan F5 yang
masih bersegregasi ini diduga menghasilkan heritabilitas yang beragam.
1.4Hipotesis
Hipotesis yang didapatkan adalah sebagai berikut.
1. Karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan antara Wilis × B3570
adalah beragam.
2. Karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis × B3570
mempunyai nilai heritabilitas yang beragam.
3. Terdapat nomor-nomor harapan kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis ×
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kedelai
2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal
dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai dibudidayakan mulai
abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan pupuk hijau. Menurut Shukla dan Misra
(1979) dikutip oleh Djuita (2004), tanaman kedelai diklasifikan sebagai berikut
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Bangsa : Leguminales
Suku : Papilionaceae
Marga : Glycine
2.1.2 Morfologi tanaman kedelai
Tanaman kedelai berbatang pendek (30 – 100 cm) memiliki 3 – 6 percabangan
dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat seringkali tidak
terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai
berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di
11
Bunga kedelai berbentuk kupu-kupu dengan mahkota bunga terdiri atas dua
mahkota yang berukuran besar dan dua mahkota yang berukuran lebih kecil.
Tetapi dua mahkota yang lebih kecil tidak pernah mekar sehingga tetap
menyelubungi gamet betina dan gamet jantan. Stamen (tangkai anter) menyatu
(fusi) membentuk pipa yang ujungnya terpecah kembali untuk tumbuhnya anter
yang berjumlah 6 buah. Pipa tangkai stamen ini membungkus stili dan stigma
sehingga tidak dapat dipolinasi oleh polen asing (=polen dari tanaman lain).
Bagian luar struktur pipa stamen ini masih terbungkus oleh seludang (sheath)
untuk memberikan perlindungan ekstra terhadap polinasi kros. Pada akhir
polinasi dan fertilisasi hanya stigma yang keluar dari bungkus seludang. Tetapi
tidak ada satupun struktur gamet jantan maupun betina yang muncul menembus
mahkota (Hikam, 2011).
2.1.3 Syarat tumbuh
Pengembangan kedelai dapat dilakukan di lahan sawah maupun di lahan kering,
bergantung kepada iklim dan kebutuhan petani setempat. Tanaman kedelai dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara)
tanah cukup baik, curah hujan 100 − 400 mm/bulan, suhu udara 23 − 30 ˚C,
kelembaban 60 − 70 %, pH tanah 5,8 − 7, dan ketinggian kurang dari 600 m dpl
(Nazar dkk., 2011).
2.1.4 Varietas kedelai
Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit
12
demikian galur kedelai tersebut mempunyai daya hasil dan kualitas yang rendah
(Barmawi, 2007). Menurut Assadi dkk. (2002), galur B3570 merupakan salah
satu galur kedelai yang tahan terhadap SSV dan biasanya dijadikan sumber tetua
jantan.
2.2Parameter Genetik Kedelai
2.2.1 Keragaman fenotipe
Penampilan fenotipe suatu tanaman merupakan interaksi antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Keragaman fenotipe yang tampak dihasilkan oleh perbedaan
genotipe dan atau lingkungan tumbuhnya. Keragaman fenotipe yang terjadi
merupakan akibat adanya keragaman genotipe dan atau keragamanan lingkungan.
Keragaman fenotipe mencerminkan keragaman lingkungan (Murti dkk., 2002).
Ragam fenotipe ( ) suatu sifat tanaman biasanya disusun oleh ragam genotipe
( ), ragam lingkungan ( ) dan adakalanya melalui interaksi antara ragam
genotipe dan ragam lingkungan ( ). Ragam fenotipe dapat dituliskan sebagai
berikut
= + + (Jambormias, 2004)
2.2.2 Keragaman genotipe
Keragaman atau variabilitas genotipe menunjukkan kriteria keanekaragaman
genetik. Seleksi merupakan suatu proses pemuliaan tanaman dan dasar dari
seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Variabilitas
13
Seleksi suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti apabila karakter tersebut
mudah diwariskan (Wahyuni, 2004).
Keragaman genotipe tersusun atas keragaman karena pengaruh gen aditif ( ),
pengaruh dominansi ( ) dan pengaruh interaksi gen ( ) yang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
= + + (Jambormias, 2004).
Menurut Gupta dan Singh (1969) dikutip oleh Hakim (2010) genotipe tetua yang
digunakan dalam persilangan menentukan tinggi rendahnya keragaman genotipe
pada populasi galur hasil persilangan. Karakter yang memiliki keragaman genotipe
yang luas akan memiliki keragaman fenotipe yang luas. Namun, karakter yang
memiliki keragaman genotipe yang sempit belum tentu memiliki keragaman
fenotipe yang sempit (Syukur dkk., 2010).
2.2.3 Heritabilitas
Nilai heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif faktor genetik dibandingkan
dengan faktor lingkungan di dalam memberikan pengaruh pada keragaman akhir
(fenotipe) suatu karakter (Allard, 1960 dikutip oleh Rizki, 2003).
Pendugaan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh
genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipe bila dibandingkan dengan
lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik
atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat
14
Heritabilitas merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur
kemampuan genotipe suatu populasi tanaman dalam mewariskan karakteristik
yang dimiliki. Pendugaan nilai heritabititas suatu karakter sangat terkait dengan
faktor lingkungannya. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang
diwariskan apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, sebesar
apapun manipulasi yang dilakukan terhadap faktor lingkungan tidak akan mampu
mewariskan suatu karakter yang diinginkan apabila gen pengendali karakter
tersebut tidak ada (Rachmadi, 2000).
Teknik pendugaan nilai heritabilitas pada tanaman dapat dikategorikan menjadi
tiga yaitu regresi tetua-anak, komponen ragam dan analisis ragam, dan perkiraan
ragam yang tidak diwarisi populasi yang secara genetik seragam untuk menduga
ragam genotipe totalnya. Pendugaan nilai heritabilitas seringkali menggunakan
asumsi efek gen aditif, tidak ada epistasis, dan tidak ada hubungan antara ragam
genotipe dan ragam lingkungan (Warner, 1952 dikutip oleh Wibowo, 2002).
Nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ H≤ 100%. Menurut Mangoendidjojo (2003)
heritabilitas dikatakan:
1. Tinggi apabila nilai H > 50%;
2. Sedang apabila nilai H terletak antara 20 − 50%;
15
Menurut Rachmadi (2000), besarnya nilai heritabilitas suatu karakter dalam
populasi tergantung kepada beberapa hal yaitu
1. Karakteristik populasi
Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai varians
genotipe yang ada di dalam populasi. Suatu populasi yang berasal dari turunan
tetua yang berkerabat jauh akan memberikan harapan varians genotipe yang lebih
besar dibandingkan dengan penggunaan tetua yang berkerabat dekat. Jumlah
generasi menyerbuk sendiri juga mempengaruhi besarnya nilai varians genotipe
dalam populasi.
2. Sampel genotipe yang dievaluasi
Jumlah segregasi gen yang mungkin timbul dalam suatu populasi sangat
tergantung kepada konstitusi gen yang mengendalikannya. Konstitusi gen
kuantitatif akan memberikan jumlah segregasi yang sangat besar sehingga akan
memberikan nilai duga varians genotipe besar yang mengarah kepada
diperolehnya pendugaan nilai heritabilitas yang besar. Hal tersebut ada
kemungkinan tidak akan tercapai apabila jumlah sampel tanaman yang dievaluasi
terbatas, sehingga menyebabkan hilangnya beberapa komponen segregasi gen
(segregan) yang terlibat dalam analisis ini.
3. Metode Penghitungan
Pendugaan nilai heritabilitas suatu karakter dapat diperoleh melalui beberapa
metode penghitungan yang memberikan nilai pendugaan yang berbeda.
Penggunaan metode disesuaikan dengan karakteristik populasinya, ketersediaan
16
4. Keluasan evaluasi genotipe
Seleksi di antara genotipe-genotipe tanaman pada suatu spesies didasarkan pada
penampilan masing-masing individu tanaman atau terhadap penampilan rata-rata
keturunan dari genotipe-genotipe yang dievaluasi dalam satu atau lebih ulangan,
lokasi, dan musim.
5. Ketidakseimbangan pautan
Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (linked) secara coupling (AB/ab) atau
secara repulsion (Ab/aB). Suatu populasi dikatakan berada dalam
ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion tidak
seimbang.
6. Pelaksanaan percobaan
Dalam suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh
komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan
menurunnya pendugaan varians genotipe suatu karakter. Galat percobaan yang
besar, misalnya dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat keseragaman lingkungan
pengujian dan ketidaktepatan pengukuran yang diamati, atau konstitusi genetik
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani Tanjung Seneng, Bandar Lampung
pada bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Pengamatan
dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas
Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe kedelai generasi F5
hasil persilangan Wilis x B3570, tetua Wilis dan B3570, Furadan 3G berbahan aktif
Karbofuran, fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif
Deltamethrin25g/l. Pupuk Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan
pupuk kandang 10 ton/ha. Benih yang digunakan adalah benih galur kedelai hasil
pemuliaan Maimun Barmawi dkk. Alat yang digunakan adalah sabit, cangkul,
koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor, bambu, kantung panen,
18
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna dengan tiga
ulangan. Genotipe yang diuji sebanyak 25 genotipe. Berikut ini adalah tata letak
penanaman kedelai F5 hasil persilangan kultivar Wilis x B3570 (Gambar 1).
III II I
Contoh : genotipe 102-3
artinya
102 : nomor genotipe F3
3 : nomor genotipe F4
Gambar 1. Tata letak penanaman benih kedelai persilangan Wilis x B3570 dan
19
3.4Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam untuk memperoleh kuadrat nilai tengah
harapan yang digunakan untuk menduga nilai keragaman dan heritabilitas dalam
arti luas. Analisis ragam menggunakan model acak pada satu lokasi dalam satu
musim (Tabel 1) (Baihaki, 2000).
Tabel 1. Analisis Ragam
Sumber
Ragam lingkungan ( ) diduga dengan rumus:
= M1
Ragam genetik ( ) diduga dengan rumus:
= (M2 – M1)/r
Ragam fenotip ( ) diduga dengan rumus:
= +
Suatu karakter memiliki keragaman genetik dan keragaman fenotipe yang luas
apabila ragam genetik dan ragam fenotipe lebih besar dua kali simpangan
20
Rumus mencari simpangan baku untuk data sampel:
Simpangan baku untuk ragam genetik:
]
Simpangan baku untuk ragam fenotipe:
]
(Anderson dan Bancroft, 1952 dikutip oleh Wahdah, 1996)
Nilai heritabilitas arti luas (H) dapat dihitung dengan rumus:
H
=
× 100%(Mangoendidjojo, 2003).
Nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ H≤ 100%. Menurut Mangoendidjojo (2003)
heritabilitas dikatakan:
1. Tinggi apabila nilai H > 50%;
2. Sedang apabila nilai H terletak antara 20 − 50%;
3. Rendah apabila nilai H < 20%.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan
Pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20 − 30 cm
21
penelitian dibuat dengan ukuran 10 m x 12 muntuk 3 ulangan. Setiap ulangan
terdapat 17 baris genotipe dengan 15 lubang tanam pada setiap barisnya.
3.5.2 Penanaman dan pemberian pupuk dasar
Penanaman dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam 3 − 5 cm dan tiap
lubang tanam berisi 1 butir benih. Jarak tanam 60 cm x 20 cm. Pemberian pupuk
kandang dilakukan saat tanam dengan cara dimasukkan ke lubang tanam. Pupuk
Urea diberikan sebanyak dua kali yaitu 7 − 10 hari setelah tanam dan menjelang
pembungaan (±25 hari setelah tanam). Pupuk SP36 dan KCl diberikan satu kali
bersamaan dengan pemberian pupuk Urea pertama. Pada lubang tanam
dimasukkan Furadan sebanyak 10 − 15 butir agar benih yang ditanam tidak rusak
oleh serangga atau hewan lain.
3.5.3 Pelabelan
Kedelai yang telah ditanam setiap barisnya diberi tanda dengan bambu yang telah
diberi keterangan tentang benih yang ditanam. Setelah benih kedelai tumbuh, tiap
tanaman diberi label. Label tersebut berisi nama kedelai hasil persilangan F5,
nomor harapan kultivar dan nomor ulangan.
3.5.4 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama penyakit,
memperhatikan label yang rusak, memperhatikan patok, dan penyiangan gulma.
Penyiraman dilakukan setiap sore hari kecuali kalau hujan. Pengendalian hama
22
Deltamethrin25g/ldan fungisida berbahan aktifMancozeb 80 %. Penyemprotan
insektisida dilakukan setiap minggu untuk melindungi tanaman dari serangan
hama dan penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Penyiangan gulma dilakukan setiap seminggu sekali secara mekanis
dengan menggunakan sabit atau koret.
3.5.5 Panen
Panen ditentukan berdasarkan penampilan tanaman. Ciri-ciri umum tanaman
kedelai siap panen yaitu polong secara merata berwarna kuning kecoklatan,
batangnya telah kering dan sebagian besar daunnya telah kering dan rontok.
Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman kedelai secara utuh per tanaman,
kemudian dimasukkan ke dalam kantung panen yang berbeda untuk
masing-masing tanaman. Setiap kantung panen diberi label yang berisi nomor tanaman
dan tanggal panen.
3.5.6 Peubah yang diamati
Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah-peubah yang diamati sebagai
berikut
1. Umur berbunga
Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman berbunga
pertama kali.
2. Umur panen
23
3. Tinggi Tanaman
Diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi
tanaman diukur setelah panen.
4. Jumlah cabang produktif
Dihitung berdasarkan banyaknya cabang tanaman yang dapat menghasilkan
polong bernas.
5. Jumlah polong per tanaman
Dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman.
Penghitungan ini dilakukan setelah panen.
6. Bobot 100 butir
Ditimbang dengan timbangan elektrik berdasarkan rata-rata bobot 100 butir
kering yang konstan dan diambil secara acak.
7. Bobot biji per tanaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada penelitian F5 hasil persilangan Wilis x B3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih
dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B3570. Pada umumnya ragam
fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada
semua karakter yang diamati kecuali umur berbunga dan umur panen (Tabel 2).
Nilai keragaman fenotipe yang luas ditunjukkan oleh ragam fenotipe lebih besar
dua kali simpangan bakunya. Nilai keragaman fenotipe yang sempit ditunjukkan
oleh ragam fenotipe lebih kecil dua kali simpangan bakunya.
Tabel 2. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe populasi F5 hasil persilangan
Wilis x B3570.
25
Pada ragam genotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang sempit
untuk semua karakter yang diamati (Tabel 3). Nilai keragaman genotipe yang
sempit ini ditunjukkan oleh ragam genotipe lebih kecil dua kali simpangan
bakunya.
Tabel 3. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada populasi F5 hasil
persilangan Wilis x B3570.
Karakter
Jumlah cabang produktif 0,45 0,33 0,67 Sempit
Total jumlah polong 227,19 191,43 382,87 Sempit
Bobot 100 butir 0,05 0,02 0,05 Sempit
Bobot biji per tanaman 12,43 15,41 30,81 Sempit
Keterangan :
Keragaman Luas : > 2σg
Keragaman Sempit : < 2σg
(Anderson dan Bancroft, 1952 dikutip oleh Wahdah, 1996)
Tabel 4. Nilai tengah dan simpangan baku fenotipe populasi F5 hasil persilangan
Wilis x B3570.
No Karakter
Nilai Tengah ±
Simpangan Baku Kisaran nilai tengah
26
Karakter total jumlah polong dan tinggi tanaman memiliki kisaran nilai tengah
yang luas. Karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, bobot
100 butir, dan bobot biji per tanaman memiliki kisaran nilai tengah yang sempit
(Tabel 4).
Tabel 5. Heritabilitas arti luas populasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570.
Karakter Heritabilitas (H) Kriteria
Umur berbunga 0% Rendah
Umur panen 0% Rendah
Tinggi tanaman 37,35% Sedang
Jumlah cabang produktif 29,00% Sedang
Total jumlah polong 24,98% Sedang
Bobot 100 butir 50,42% Tinggi
Bobot biji per tanaman 16,60% Rendah
Keterangan :
Kisaran nilai heritabilitas menurut Mangoendidjojo (2003): 1. Tinggi apabila nilai H > 50 %;
2. Sedang apabila nilai H terletak antara 20 – 50 %; 3. Rendah apabila nilai H < 20 %.
Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam genotipe
dengan ragam fenotipe. Nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada
karakter bobot 100 butir (Tabel 5). Karakter tinggi tanaman, jumlah cabang
produktif dan total jumlah polong menunjukkan nilai duga heritabilitas sedang.
Nilai duga heritabilitas rendah ditunjukkan oleh karakter umur berbunga, umur
panen dan bobot biji per tanaman. Menurut Mangoendidjojo (2003) nilai duga
heritabilitas yang tinggi apabila nilai heritabilitasnya lebih besar dari 50%. Nilai
duga heritabilitas sedang ditunjukkan oleh nilai heritabilitasnya terletak 20 –
27
Tabel 6. Nomor-nomor harapan kedelai keturunan F5 hasil persilangan Wilis x
B3570.
28
Rerata F5 terpilih untuk karakter umur berbunga tidak berbeda dengan rerata F5
-nya dan mendekati rerata umur berbunga tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk
karakter umur panen tidak berbeda dengan rerata F5-nya dan mendekati rerata
umur panen tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk karakter tinggi tanaman berbeda
dengan rerata F5-nya dan mendekati rerata tinggi tanaman tetua B3570. Rerata F5
terpilih untuk jumlah cabang produktif tidak berbeda dengan rerata F5-nya dan
mendekati rerata jumlah cabang produktif tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk
karakter total jumlah polong berbeda dengan rerata F5-nya dan mendekati rerata
total jumlah polong tetua B3570. Rerata F5 terpilih untuk karakter bobot 100 butir
berbeda dengan rerata F5-nya dan melebihi rerata bobot 100 butir tetua Wilis.
Rerata F5 terpilih untuk karakter bobot biji per tanaman berbeda dengan rerata F5
-nya dan melebihi rerata bobot biji per tanaman tetua Wilis (Tabel 6). Pemilihan
nomor-nomor harapan sebanyak 26 genotipe yang terdapat pada populasi F5
didasarkan pada genotipe-genotipe yang memiliki bobot 100 butir dan bobot biji
per tanaman melebihi rerata kedua tetua. Dengan demikian dapat diperhitungkan
kemajuan genetik dari genotipe yang tumbuh.
4. 2 Pembahasan
4.2. 1 Keragaman dan heritabilitas
Pada penelitian ini terdapat tujuh karakter agronomi yang diamati. Karakter
tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir,
dan bobot biji per tanaman memiliki keragaman fenotipe yang luas. Keragaman
fenotipe yang sempit ditunjukkan oleh karakter umur berbunga dan umur panen
29
berbeda ditanam pada lingkungan yang seragam, akan menunjukkan penampilan
fenotipe yang berbeda-beda. Pada penelitian ini semua genotipe ditanam pada
lingkungan yang relatif sama dan menghasilkan keragaman fenotipe yang luas
hampir pada semua karakter, kecuali umur berbunga dan umur panen.
Keragaman yang luas juga dapat dipengaruhi oleh gen yang mengatur proses
fisiologis tanaman. Gen tersebut menata asupan unsur hara yang diperoleh dari
tanah ke seluruh bagian tanaman. Dalam hal ini kelengkapan dan kuantitas unsur
hara akan menentukan kinerja gen. Kemampuan gen dalam membentuk
asam-asam amino atau enzim yang diperlukan dalam proses biokimia akan
berhubungan dengan hal-hal penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Erwin Yuliadi, komunikasi pribadi). Gen adalah bagian asam
deoksiribo nukleat (ADN). Gen mengatur pekerja molekuler yang melaksanakan
seluruh kegiatan yang menunjang kehidupan di dalam sel. Situs tempat
bekerjanya gen adalah sel. Tanaman terbentuk dari banyak sel yang
masing-masing sel memiliki fungsi yang berbeda sesuai dengan jaringan-jaringannya.
Contohnya, tanaman mempunyai sel yang membentuk akar tanaman dan sel lain
yang membentuk daun. Masing-masing fungsi sel di dalam suatu organisme
ditentukan oleh informasi genetik yang dikode di dalam ADN. Asam deoksiribo
nukleat membawa informasi pewarisan dalam bentuk yang dapat disalin dan
diteruskan secara utuh dari generasi ke generasi. Proses biokimia yang terdapat di
dalam kebanyakan gen dikenal sebagai kode genetik, menentukan struktur kimia
suatu protein tertentu. Protein tersusun atas asam amino yang panjang dan urutan
khas asam-asam amino ini mengatur fungsi dari setiap protein. Struktur ADN gen
30
dan fungsi protein yang dibuat (Hikam dkk., 2009). Keanekaragaman gen yang
mengatur proses fisiologis ini yang menyebabkan terjadinya keragaman yang luas
pada beberapa karakter tanaman yang diamati.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wantini (2013) pada tanaman
kedelai generasi F3 hasil persilangan Wilis x B3570. Wantini melaporkan bahwa
karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100
butir, dan bobot biji per tanaman memiliki keragaman fenotipe yang luas. Hasil
penelitian yang sama dilaporkan oleh Sa’diyah dkk. (2010)dan Sa’diyah (2011)
yaitu keragaman fenotipe yang luas terdapat pada karakter bobot 100 butir benih
dan bobot biji per tanaman.
Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada semua
karakter yang diamati memiliki keragaman genotipe yang sempit. Keragaman
yang sempit mungkin disebabkan oleh benih yang digunakan diperkirakan
merupakan generasi F5 yang persentase heterozigotnya sudah rendah yaitu 6,25%.
Kemungkinan secara genetik karakter umur berbunga, umur panen, tinggi
tanaman, jumlah cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan
bobot biji per tanaman lokus-lokusnya telah homozigot. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Wantini (2013) pada tanaman kedelai yang
menunjukkan bahwa karakter umur panen memiliki keragaman genotipe yang
sempit.
Karakter total jumlah polong dan tinggi tanaman memiliki kisaran nilai tengah
yang luas (Tabel 4). Karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang
31
tengah yang sempit. Menurut Mangoendidjojo (2003), ukuran luas sempitnya
keragaman (variabilitas) dinyatakan dengan variasi, yaitu besarnya simpangan
setiap nilai pengamatan dari nilai rata-rata. Terjadinya atau timbulnya variasi
disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik.
Heritabilitas merupakan perbandingan ragam genetik dengan ragam fenotipe.
Tujuh karakter agronomi yang diamati pada generasi F5 menunjukkan bahwa
bobot 100 butir mempunyai nilai heritabilitas yang termasuk ke dalam kriteria
tinggi yaitu 50,42% (Tabel 5). Besaran nilai heritabilitas yang tinggi
mengindikasikan bahwa karakter tersebut diwariskan secara sederhana dan
mudah diturunkan kepada keturunannya. Seleksi dapat efektif karena faktor
genetik lebih berperan daripada lingkungan dalam pewarisan sifat. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sa’diyah (2010) pada tanaman
kacang panjang generasi F4. Karakter bobot 100 butir memiliki nilai heritabilitas
tinggi sebesar 80% sehingga seleksi untuk memperoleh genotipe berbiji besar
pada generasi selanjutnya relatif mudah diturunkan.
Karakter total jumlah polong, jumlah cabang produktif, dan tinggi tanaman
memiliki nilai heritabilitas sedang yaitu 24,98%; 29,00%; dan 37,35% (Tabel 5).
Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Hakim (2010) yaitu untuk karakter
jumlah cabang per tanaman memiliki nilai heritabilitas sedang sebesar 41,20%.
Pada penelitian ini nilai heritabilitas paling rendah ditunjukkan oleh umur
berbunga, umur panen, dan bobot biji per tanaman yaitu 0%; 0%; dan 19,37%
(Tabel 5). Heritabilitas rendah mengindikasikan bahwa karakter tersebut
32
lingkungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Susiana (2006)
bahwa karakter umur berbunga dan umur panen memiliki nilai heritabilitas
rendah yaitu 0%. Hasil penelitian Wirnas (2006) menunjukkan bahwa karakter
bobot biji per tanaman mempunyai nilai heritabilitas yang rendah dibandingkan
dengan karakter yang lain pada beberapa populasi kedelai generasi F6. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Hakim (2010) pada tanaman kacang hijau
bahwa hasil biji per tanaman mempunyai nilai heritabilitas rendah sebesar
19,40%.
4.2.2 Nomor-nomor harapan kedelai populasi keturunan F5 hasil persilangan Wilis x B3570
Pada penelitian initerdapat 282 genotipe yang tumbuh kemudian dipilih sebanyak
26 genotipe. Pemilihan genotipe berdasarkan nilai rerata bobot 100 butir dan
bobot biji per tanaman di atas rerata kedua tetuanya. Setiap biji kedelai
mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7 − 9 g/100 butir), sedang
(10 − 13 g/100 butir), dan besar (>13 g/100 butir). Tujuan dilakukannya
pemeringkatan adalah untuk mengetahui genotipe-genotipe yang lebih unggul
dari seluruh genotipe yang ada (Tabel 6).
Dari 26 genotipe tersebut terdapat satu genotipe yang memiliki keunggulan
dibandingkan dengan kedua tetuanya. Genotipe 163-1-4 memiliki bobot 100
butir dan bobot biji per tanaman yaitu 14,50 g dan 80,30 g. Jika ditanam kembali
pada generasi selanjutnya diharapkan menghasilkan genotipe yang memiliki
ukuran biji besar dan berdaya hasil tinggi. Karakter bobot 100 butir memiliki
33
memperoleh ukuran biji yang besar sesuai dengan minat pasar relatif mudah
didapat.
Nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x B3570
yang memiliki keunggulan pada bobot 100 butir dan bobot biji per tanaman
antara lain genotipe nomor 1-4, 130-2-11, 130-2-11, 1-15, 102-3-2,
163-1-1, 140-1-15, 163-1-6, 181-5-4, 140-1-2. Keunggulan ini sesuai dengan
tingginya bobot biji per tanaman yang berat dan mengacu pada produksi yang
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
1. Besaran keragaman fenotipe karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil
persilangan Wilis x B3570 yang luas terdapat pada tinggi tanaman, jumlah
cabang produktif, total jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per
tanaman. Karakter umur berbunga dan umur panen memiliki keragaman
fenotipe yang sempit. Keragaman genotipe yang sempit terdapat pada karakter
umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, total
jumlah polong, bobot 100 butir, dan bobot biji per tanaman.
2. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F5 hasil
persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk karakter bobot 100 butir. Nilai
heritabilitas sedang pada karakter tinggi tanaman, jumah cabang produktif, dan
total jumlah polong. Karakter bobot biji per tanaman, umur berbunga, dan
umur panen memiliki nilai heritabilitas paling rendah.
3. Nomor-nomor harapan untuk kedelai generasi F5 hasil persilangan Wilis x
B3570 yang memiliki keunggulan pada bobot 100 butir dan bobot biji per
tanaman antara lain genotipe nomor 163-1-4, 130-2-11, 130-2-11, 163-1-15,
35
dengan bobot biji per tanaman yang berat yang akan mengacu pada produksi
yang tinggi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengingat terdapat 26 nomor-nomor genotipe
harapan yang memiliki keunggulan pada bobot biji per tanaman dan bobot 100
PUSTAKA ACUAN
Assadi, Soemartono, M. Woerjono dan H. Jumanto. 2002. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat14. (2): 1 – 21.
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2014). Berita Resmi Statistik. No. 50/07/Th. XVII.
Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.
Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Mlg2521.Jurnal HPT Tropika. 7(1): 45 − 52.
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti. UGM. Yogyakarta. 499 hlm.
Djuita, N. R. 2004. Penggunaan analisis peubah ganda dalam taksonomi numerik: contoh kasus 2 kultivar kedelai dan keturunannya (F2). (Tesis).
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hlm.
Facino, A. 2012. Penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia serta kebijakan perkedelaian nasional. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hlm.
Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar Development: Theory and Technique. Macmillan Publishing Company: New York. 536 hlm.
Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna radiate(L.) Wilezek). Berita Biologi. 10(1): 23-32.
Hikam, S. 2011. Panduan Praktikum Pemulian Tanaman. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33 hlm.
37
Jambormias, E. 2004. Seleksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merrill) generasi seleksi F5 dan F6 persilangan varietas Slamet × Nakhonsawan (dengan pendekatan kuantitatif).(Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 192 hlm
Jambormias, E., H. Surjono, Sutjahjo, M. Jusuf, dan Suharsono. 2007.
Keragaan dan keragaman genetik sifat-sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi seleksi F6 persilangan varietas Slamet x Nakhonsawan. Bul. Agron. 35(3): 168 – 175.
Lindiana. 2012. Estimasi parameter genetik karakter agronomi kedelai (Glycine max[L.] Merrill)generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 54 hlm.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.
Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max. (L.) Merrill).Agrosains. 6(2): 58 – 63.
Murti, R. H., D. Prajitno, A. Purwantoro, Tamrin. 2002. Keragaman genotip salak lokal Sleman.J. Habitat. 8(1): 57 – 65.
Nazar, A, D. R. Mustikawati, dan A. Yani. 2011. Teknologi Budidaya Kedelai. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung. 15 hlm.
Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.
Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif.
Universitas Padjajaran. Bandung. 159 hlm.
Rizki, Y. R. 2003. Keragaman genetik, heritabilitas, dan analisis koefisien lintasan pada plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.) koleksi balitbiogen. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 52 hlm.
Sa’diyah, N. 2011. Variabilitas genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik
frekuensi stomata dan kandungan klorofil beberapa genotipe kedelai generasi F4. Jurnal Agrotopika. 16(2): 80 – 83.
Sa’diyah, N., T. R. Basoeki, A. Saputra, Firmansyah, dan S. D. Utomo. 2010.
Parameter genetik dan korelasi karakter agronomi kacang panjang populasi F4 persilangan testa coklat x coklat putih.Jurnal Agrotopika. 15(2): 23 – 77.
38
Suprapto dan N. Md Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen, dan kemajuan genetik kedelai (Glycine maxMerrill)pada ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9(2): 183 − 190.
Susiana, E. 2006. Pendugaan nilai heritabilitas, variabilitas, dan evaluasi kemajuan genetik beberapa karakter agronomi genotipe cabai (Capsicum annuum L.) F4. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hlm.
Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan K. Nida. 2010. Pendugaan komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi cabai (Capsicum Annuum L.) populasi F5. J. Horti Indonesia. 1(3): 74 – 80.
Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.
Wantini, L. 2013. Keragaman dan heritabilitas karakter agronomi kedelai (Glycine max[L.] Merril)family F3 hasil persilangan Wilis × B3570.
(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 hlm.
Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan parameter genetik karakter toleran naungan pada generasi F2 persilangan kedelai(Glycine max[L.] Merr.). (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm.
Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006.