• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDYANALIS$ SPEKTRUM FREKUENSI KOMPONEN PASANG SURUT (Study Kasus Pasang Surut Stasiun Tanjung Priok)(STUDY SPECTRALANALYSIS OF TIDE TREQUENCIES (Case study: tide observation from Statiop of Tanjung Priok))

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDYANALIS$ SPEKTRUM FREKUENSI KOMPONEN PASANG SURUT (Study Kasus Pasang Surut Stasiun Tanjung Priok)(STUDY SPECTRALANALYSIS OF TIDE TREQUENCIES (Case study: tide observation from Statiop of Tanjung Priok))"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

STUDY ANALISIS SPEKTRUM FREKUENSI KOMPONEN PASANG SURUT

(Study Kasus Pasang Surut Stasiun Tanjung Priok)

Oleh SARWIN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

2.2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut ... 10

(7)

3.1 Wilayah Studi ... 20

3.2 Sumber Data ... 20

3.3Teknik Pengolahan Data ... 20

3.4Flow Chart ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 23

4.2 Grafik spektrum Data Pasang Surut ... 24

4.2.1 Grafik Tahun 1985 ... 26

4.2.2 Grafik Tahun 1986 ... 27

4.2.3 Grafik Tahun 1987 ... 29

4.3 Tabel Hasil Analisis Metode Spektrum dan Perbandingan Frekuensi Astronomi ... 30

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 36

4.4.1 Periode 15 (lima belas) hari ... 36

4.4.1.1 Periode Tanggal 1 s.d 15 ... 36

4.4.1.2 Periode Tanggal 16 s.d 30 ... 39

4.4.2 Periode 30 (tiga puluh) hari ... 41

V. PENUTUP 5.1 Penutup dan Saran ... 44

5.1.1 Kesimpulan ... 44

5.1.2 Saran ... 45

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu

Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis

katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup

besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut wilayah laut Indonesia menunjukkan

beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup

tinggi.

Kejadian pasang surut yang sering disebut pasut merupakan kejadian proses naik

turunnya air laut secara periodik yang ditimbulkan adanya gaya tarik-menarik dari

benda-benda angkasa, yang terutama sekali disebabkan oleh gaya tarik matahari

dan gaya tarik bulan terhadap massa air bumi. Proses kejadian pasang surut dapat

dilihat secara langsung jika kita berada di pantai. Gerakan naik turunnya

permukaan air laut secara periodik juga memengaruhi aktivitas kehidupan

manusia yang tinggal di daerah pantai. Seperti pelayaran, pembangunan dermaga

di daerah pantai, aktivitas para nelayan, dan sebagainya (Zakaria, 2009).

Pengamatan terhadap pasang surut air laut sudah sejak lama dilakukan oleh

manusia. Seperti Horodotus (450 BC) sudah sejak lama menulis mengenai

(9)

menyimpulkan bahwa naik turunnya permukaan air laut selalu terjadi untuk waktu

yang relatif tetap, walaupun ternyata kesimpulan yang diambil tidak benar

(Zakaria, 2009).

Teori pasang surut yang dikenal sekarang ini adalah berasal dari teori gravitasi

Newton (1642—1727) dan persamaan gerak yang dikembangkan oleh Euler.

Kemudian teori–teori ini dipelajari oleh Laplace (1749—1827) yang selanjutnya

menurunkan teori mengenai pasang surut ini secara matematika (Zakaria, 2009).

Jika fenomena pasang surut posisi bulan dan matahari terhadap bumi

berubah-ubah, maka resultan gaya pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua benda

angkasa tersebut tidak sesederhana yang dipikir. Akan tetapi, karena rotasi bumi,

revolusi bumi terhadap matahari, dan revolusi bulan terhadap bumi sangat teratur,

maka resultan gaya penggerak pasang surut yang rumit ini dapat diuraikan sebagai

hasil gabungan sejumlah komponen harmonik pasut (harmonic constituents).

Doodson mengembangkan metode sederhana untuk menentukan komponen-

komponen (constituents) utama pasang surut, Principal Lunar (M2), Principal

Solar (S2), Large Lunar Elliptic (N2), Lunar-Solar (K2), LuniSolarDiurnal (K1),

Principal Lunar Diurnal (O1), Principal Lunar Diurnal (P1), Komponen Laut

Dangkal (M4), dan Komponen Laut Dangkal (MS4), dengan menggunakan

panjang data pengamatan pasang surut 15 dan 29 hari dengan pengamatan

jam-jaman. Sembilan komponen tersebut dan jumlah seri data 15 harian dipergunakan

dalam membuat program interaktif untuk penguraian komponen pasang surut.

Selama ini, orang menggunakan sembilan komponen untuk menguraikan

(10)

menguraikan komponen pasang surut dengan Metode Spektrum. Metode

Spketrum merupakan metode yang bisa menguraikan komponen pasang surut dari

data pasang surut. Metode ini menggunakan program FTRANS FFT yang

dikembangkan oleh Zakaria (2009). Program komputer berbasis software ini bisa

mencari frekuensi, mengevaluasi nilai frekuensi, dan mengetahui jumlah frekuensi

pasang surut dengan periode panjang. Dengan menggunakan metode spektrum

memudahkan dalam menguraikan pasang surut, mengetahui berapa komponen

yang dominan dalam penguraian komponen pasang surut, sesuai dengan yang

sudah ada atau dengan penambahan dan pengurangan komponen. Apakah metode

spektrum dengan program berbasis software dapat menguraikan komponen

pasang surut?

Untuk menjawab pertanyaan yang dipaparkan penulis, maka dibutuhkan sebuah

studi analisis yang berkaitan dengan spektrum frekuensi komponen pasang surut.

Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul Studi Analisis Spektrum Frekuensi

Komponen Pasang Surut.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

”Bagaimanakah hasil frekuensi pasang surut dengan menggunakan metode

(11)

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) mencari frekuensi komponen pasang surut dengan menggunakan metode

spektrum.

2) membandingkan frekuensi yang didapat dengan frekuensi dari astronomi.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu.

1. Dapat mengetahui nilai frekuensi pasang surut yang didapat dengan metode

spektrum.

2. Dapat memperkirakan akurasi/ketelitian frekuensi pasang surut yang didapat

dengan metode spektrum.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasang surut dari

Stasiun Tanjung Priok.

2. Menggunakan program komputer berbasis software Metode Spektrum

Transformasi Fourier.

(12)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1Penelitian yang Relevan

Untuk menghindari pengulangan topik atau kajian penelitian, seorang peneliti

ha-rus mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian

ini. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memahami, memperkecil, dan

dapat memecahkan masalah, serta melakukan antisipasi guna mencegah

timbul-nya masalah baru. Oleh karena itu, dalam penelitian ini semaksimal mungkin

untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang ada dalam

proses penelitian yang berkaitan dengan pemrograman komputer berbasis

software.

Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa orang yang melakukan penelitian

sejenis dengan penelitian ini yaitu penelitian tentang pemrograman komputer.

Adapun judul penelitian yang telah dilakukan antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rio Bhakti (2010) dengan judul Analisis

Periode Dominan Curah Hujan Rerata di Kabupaten Tanggamus tahun 2010.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mempelajari data curah hujan

di Tanggamus dalam rangka untuk menentukan periode dominan curah hujan

rata-rata dan standar deviasi yang sesuai dengan menggunakan program

(13)

grafik spektrum menyajikan korelasi antara periode (hari) curah hujan dan

amplitudo (mm) yang sesuai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak

semua periode dominan yang berasal dari periode 10 tahun muncul sebagai

periode dominan untuk periode tahunan. Sepuluh periode yang muncul

sebagai periode dominan selama sepuluh tahun direkomendasikan digunakan

untuk menghasilkan curah hujan buatan.

2. Penelitian yang dilakuman oleh M. Angga Wirly Putra (2011) dengan judul

Analisis Periode Dominan Data Curah Hujan Harian di Kota Bandar

Lampung tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah mengolah data statistik

curah hujan dan mencari frekuensi dominan dari data curah hujan

menggunakan metode spektrum Transformasi Fourier. Dalam penelitian ini,

data diperoleh dari data curah hujan harian sekunder di wilayah Bandar

Lampung berdasarkan laporan dari beberapa stasiun pemantauan; stasiun

Pahoman, stasiun Sumur Putri, dan Stasiun Sumber Rejo dalam kurun waktu

14 tahun. Frekuensi periode dominan tahunan ditentukan dengan cara

menggabungkan semua data curah hujan tahunan disetiap tahunnya dan

diaplikasikan kedalam metode spektral, metode transformasi yang

dipresentasikan sebagai Transformasi Fourier. Hasilnya adalah spektrum

curah hujan harian dari tahun 1987—2000. Pada penelitiaan ini didapat 11

frekuensi periode dominan, dari tiap-tiap periode dominan didapat nilai

standar deviasi yang terjadi.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dipaparkan, kedua peneliti tersebut

(14)

dengan data yang digunakan adalah data curah hujan. Berbeda dengan judul

penelitian ini yang menggunakan data pasang surut.

2.2Pasang Surut

Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka air laut secara

berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan

bulan terhadap massa air di bumi (Pariwono, 1989). Pendapat sama diungkapkan

oleh pakar lain, yaitu pasang surut adalah suatu fenomena pergerakan naik

turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya

gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh

matahari, bumi dan bulan (Dronkers, 1964). Sedangkan menurut Poerbandono dan

Djunarsjah, (2005), pasang surut (ocean tide) adalah sebuah fenomena naik dan

turunnya permukaan air laut yang disebabkan oleh pengaruh gaya tarik

benda-benda langit terutama bulan dan matahari, yang mana fenomena naik dan

turunnya permukaan air laut bergerak secara periodik.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, definisi pasang

surut mengacu pada pendapat Poerbandono dan Djunarsjah (2005) karena secara

jelas mengemukakan bahwa pasang surut adalah fenomena naik turunnya

permukaan air laut yang disebabkan oleh pengaruh gaya tarik benda-benda langit

terutama bulan dan matahari, yang mana fenomena naik dan turunnya permukaan

air laut bergerak secara periodik.

Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau

ukurannya labih kecil. Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu:

(15)

pasang surut bumi padat (tide of the solid earth). Pasang surut laut merupakan

hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah

dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan

masssa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih

kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar dari pada gaya

tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih

dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke

arah bulan dan matahari yang menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut

gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi,

sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

Gambar 2.1 Gaya Pembangkit Pasang Surut

2.2.1 Teori Pasang Surut

2.2.1.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642—

1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasang surut secara kualitatif. Teori

(16)

kelembaban (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik turunnya

permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).

Untuk memahami gaya pembangkit pasang surut dilakukan dengan memisahkan

pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 (dua) yaitu, sistem bumi-bulan

dan sistem bumi matahari. Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup

air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding

dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu

Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan

hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit

pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua

lokasi (Gross, 1990).

2.2.1.2 Teori Pasang Surut Dinamik (Dynamical Theory)

Dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi bumi pada

kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan

gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya (Pond dan

Pickard, 1978). Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP,

kedalaman dan luas perairan , pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar.

Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1749—1827). Teori ini

melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara

kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan

gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit

pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu

(17)

Kedalaman perairan dan luas perairan

Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)

Gesekan dasar rotasi bumi menyebabkan semua benda begerak di permukaan

bumi akan berubah arah (CoriolosEffeck).

Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan fenomena pasut, gaya Coriolis

mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut

dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan

gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semakin

besar pengaruh gesekannya.

2.2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori

kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap

matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis

adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan

gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat

mempengaruhi pasut suatu perairan seperti, topografi dasar laut, lebar selat,

bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut

yang berlainan (Wyrtki, 1961).

Pasang surut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek

sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara

langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun

ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih

(18)

karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik

gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua

tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang

surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bisang

orbital bulan dan matahari (Priyana, 1994).

Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi

yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik

tersebut. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan

bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Gaya tarik

gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih

kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama

periode sedikitnya di atas 24 jam (Priyana, 1994).

2.2.3 Tipe Pasang Surut

Perairan laut memberikan respon yang berada terhadap gaya pembangkit pasang

surut, sehingga terjadi tipe pasang surut yang berlainan di sepanjang pesisir.

Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :

a. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu

kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.

b. Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan

dua kali surut yang hampir sama tingginya.

c. Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan

melintasi katulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diunal, dan jika

(19)

Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) yaitu:

a. Pasang surut harian tunggal (Diunal Tide)

Merupakan pasut yang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu

hari ini terdapat di Selat Karimata.

Gambar 2.2 Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)

b. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)

Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang

tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga

Laut Andaman.

Gambar 2.3 Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)

c. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing

Diurnal)

Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut

(20)

dalam tinggi dan waktunya, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan

Pantai Utara Jawa Barat.

Gambar 2.4 Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)

d. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, prevaling Semi

Diurnal)

Merupakan pasang surut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam

sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan

memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa

dan Indonesia bagian Timur.

(21)

2.2.4 Alat Pengukur Pasang Surut

Beberapa alat pengukuran pasasng surut diantaranya adalah sebagai berikut :

2.2.4.1Tide Staff.

Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter.

Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide staff (papan

pasut) merupakan alat pengukuran pasut paling sederhana yang umumnya

digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut.

Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, aluminium atau bahan lain

yang di cat anti karat.

(22)

2.2.4.2 Tide guage

Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan

otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air

laut yang kemudian direkan ke dalam komputer. Tide guage terdiri dari dua jenis :

a. Floating tide guage (self regestering)

Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang

dapat diketahui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat

(recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan,

namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut. b. Pressure tide guage (self registering)

Prinsip keja presure tide guage hampir sama dengan floating tide guage,

namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan

pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit).

Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah

permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk

pengamatan.

(23)

2.2.4.3 Satelit

Prinsip dasar Satelit Altimetri adalah satelite altimetri dilengkapi dengan

pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver),

serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh

satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar)

kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan

diterima kembali oleh satelit. Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut

dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur

jarak vertikal dari satelit kepermukaan laut. Karena tinggi satelit di atas pemukaan

elipsoid refrensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH)

saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak

vertikal.

2.3Komponen Pasang Surut

Pasang surut bersifat periodik sehingga dapat diramalkan. Untuk meramalkan

pasang surut dibutuhkan besaran amplitudo dan face dari tiap komponen

pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari

komponen tengah harian, pasang surut harian dan pasang surut periode panjang.

Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk marfologi pantai dan

superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, terbentuk

komponen-komponen pasang surut yang baru. Komponen-komponen-komponen utama ini disebut juga

frekuensi astronomi yang digunakan dalam pembuatan program interaktif untuk

(24)

Tabel 2.1: 13 Komponen harmonik pasut yang penting

Nama Komponen Simbol Frekuensi

(25)

Doodson dalam (Zakaria, 2009) mengembangkan metode sederhana untuk

menetukan komponen-komponen(contituents) utama pasang surut, dengan

menggunakan panjang data pengamatan pasang surut 15 dan 29 harian dengan

pengamatan jam-jaman. Metode yang dikembangkan oleh Doodson ini dinamakan

metode Admiralty. Dalam metode Admiraly tidak menjelaskan secara rinci dalam

pengambilan tanggal dalam memulai pengamatan 15 hari, tetapi dalam penelitian

ini menggunakan tanggal 1 dan tanggal 16 tiap bulan. Dan pengamatan 29 hari

dimulai tanggal 1 tiap bulannya. Ke 9 komponen yang digunakan doodson

tersebut adalah seperti dalam Tabel 2.2 berikut,

Tabel 2.2 Tabel frekuensi 9 komponen gelombang pasut

No. Jenis Komponen Frekuensi

(deg/jam) Periode (jam)

1 K1 15,05 23,94

2 O1 13,94 25,82

3 P1 14,96 24,06

4 M2 28,96 12,42

5 S2 30,00 12,00

6 K2 30,08 11,97

7 N2 28,44 12,66

8 M4 57,97 6,21

(26)

2.4 Metode Spektral

Dalam penelitian ini metode pengolahan data menggunakan metode Spektrel.

Metode Spektral merupakan metode transformasi yang dipresentasikan sebagai

Fourier Transform (Zakaria, 1998; Zakaria, 2003)

... (2.1)

Dimana P(tn) merupakan data pasang surut dominan waktu (time series) dan P(fm)

merupakan data pasang surut dalam dominan frekuensi (frequency domai). tn

merupakan seri waktu yang menunjukan jumlah data sampai ke N, fmmerupakan

seri frekuensi (frekuency domain).

Berdasarkan data frekuensi pasang surut yang didapat menggunakan metode

spektrum, dihasilkan frekuensi yang mempunyai amplitudo dominan. Dan

membandingkan frekuensi yang didapat dari metode spektrum dengan frekuensi

(27)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Wilayah Studi

Wilayah studi dari penelitian ini terletak di Stasiun Tanjung Priok dengan

menggunakan Metode Spektrum Transformasi Fuorier. Stasiun Tanjung Priok

merupakan salah satu dari stasiun pasang surut yang ada di Indonesia, yang menjadi

stasiun pasut di perairan Nusantara.

3.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data pasang surut jam-jaman, dan

panjang data pasang surut yang digunakan selama 3 tahun. Data pasang surut berupa

data hasil pengukuran pasang surut yang kemudian diolah menjadi data yang siap

untuk dijalankan menggunakan program komputer.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Untuk menguraikan frekuensi pasang surut, dari data pasang surut jam-jaman

digunakan metode Spektrum Transformasi Fourir. Panjang data 3 tahun (1096 hari).

Dalam permodelan data pasang surut terukur setiap tahunnya sebanyak 3 tahun

(28)

data dengan panjang data 512 dan 1024 jam adalah menggunakan algoritma dari

subroutine yang dikembangkan oleh Cooley dan Tukey ( 1965), sehingga jumlah data

yang digunakan harus mengikuti 2n atau mengikuti deret 4, 8, 14, 32, 64, 128, 256,

512, 1024, dan seterusnya. Untuk menghitung data curah hujan 15 dan 30 hari

didapat perhitungan 360 dan 720, tetapi peneliti mengacu pada perhitungan deret

algoritma. Sehingga didapat data yang lebih banyak yaitu 512 dan 1024.

Tahapan dalam penggunaan program Metode Spektrum Transformasi Fourier adalah :

1. Data hasil pengukuran dipisahkan dengan sesuai dengan panjang hari 15 dan 30

hari.

2. Data disimpan dengan menggunakan nama “signal.inp” yang berisi data hasil

pengukuran jumlah data dipergunakan fungsi 2n .

3. Program FTRANS akan membaca data nama “signal.inp” sebagai data input.

4. Hasil program berupa data “fourier.inp”, data spektrum berupa data text

“spektrum.out” dan “spektrum.eps”.

5. Dari data “spektrum.out” berupa kecepatan sudut ( ) dan amplitudo. Untuk

mendapatkan periode 3600 dibagi dengan nilai kecepatan sudut ( ).

6. Dari periode dan amplitudo digambarkan grafik frekuensi pasang surut.

7. Dari gambar grafik ditentukan periode komponen dominan (amplitudo

maksimum) periode diambil 15 dan 30 hari.

8. Dari komponen yang dominan didapat analisis perbandingan frekuensi dominan

(29)

3.4 Flow Chart

MULAI

MENYIAPKAN DATA PASANG SURUT JAM-JAMAN SELAMA

15 DAN 30 HARI

SIGNALS.INP

GRAFIK 15 DAN 30 HARI

ANALISIS PERBANDINGAN FREKUENSI DOMINAN

DENGAN FREKUENSI ASTRONOMI PROGRAM FTRANS

SELESAI KESIMPULAN SPEKTRUM.OUT

(30)

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan saran

5.1.1 Kesimpulan

1. Dalam perhitungan periode 15 (lima belas) hari panjang data 512 jam,

rata-rata dalam 3 (tiga) tahun terdapat 7 (tujuh) komponen yang muncul.

Jenis komponennya adalah K1 (luni-solar diurnal), O1 (principal lunar

diurnal), P1 (principal solar diurnal), M2 (principal lunar), S2

(principal solar), N2 (large-solar elliptic), K2 (lunar solar).

2. Untuk perhitungan dengan periode 30 (tiga puluh) hari, dalam 3 (tiga)

tahun terdapat 6 (enam) komponen yang muncul. Komponen-komponen

yang muncul adalah K1 (luni-solar diurnal), O1 (principal lunar

diurnal), P1 (principal solar diurnal), M2 (principal lunar), S2

(principal solar), K2 (lunar solar).

3. Komponen pasang surut laut dangkal M4 dan MS4 tidak muncul dalam

analisis metode spektrum, dalam periode 15 (lima belas) hari maupun 30

(tiga puluh) hari.

4. Akurasi atau ketelitian frekuensi pasang surut yang didapat dengan

(31)

30 (tiga puluh) hari adalah 98,32 %.

5. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya bahwa

komponen K1 (luni-solar diurnal) sangat dominan di wilayah Laut Jawa

(termasuk wilayah Stasiun Tanjung Priok), Laut Flores, Laut Maluku dan

Teluk Tomini.

5.1.2 Saran

1. Penelitian ini menggunakan data yang overlaping/lebih panjang,

disarankan untuk penelitian kedepannya dapat dicoba dengan data

menerus.

2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dilanjutkan penelitian

berikutnya dalam menentukan tipe pasang surut dan membuat simulasi

gelombang pasang surut yang terjadi di Stasiun Tanjung Periok.

3. Menggunakan Jumlah data yang lebih panjang dari penelitian ini,

sehingga dapat mengetahui lebih mendalam lagi dalam menganalisis data

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Bhakti, Rio. 2010. Analisis Periode Dominan Curah Hujan Rerata di Kabupaten

Tanggamus. (Skripsi) Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Cooley, James W. And Tukey, Jhon W. 1965. An Algorithm For The Machine

Calculation of Complex Fourier Series. Mathematics of Computation. Pp. 199-215.

Defant, A. 1958. The Tide of Earth, Air and Water. The University of Michigan Press, Michigan.

Gross, M. G. 1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey

Dronkers, J.J. 1964. Tidal Computation in Rivers and Coastal Water., North-Holland Publishing Company: Amsterdam.

King C.A.M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book

Company, Inc: New York, San Franscisco.

Mac Millan. 1966. Tide. American Elsevier Publishing Company, Inc.: New York.

Pariwono, J.I.. 1989. Kondisi Pasang Surut di Indonesia. Kursus Pasang Surut.

P3O-LIPI: Jakarta.

Poerbandono dan Djunarsjah, Eka. 2005 Survey Hidrografi. Bandung : PT Refika Aditama.

Priyana, Toto. 1994. Studi Pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok – Lombok Nusa Tenggara Barat. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Putra , A.W. 2011. Analisis Periode Dominan Data Curah Hujan Harian di Kota

Bandar Lampung. (Skripsi). Universitas Lampung:Bandar Lampung.

(33)

Wyrtki, K. 1961, Phyical Oceanography of the South East Asian Water, Institute Oceanography: California.

Zakaria, A. 1998. Preliminary Study of Tidal Prediction Using Least Squares Method, Thesis (Master). Bandung Institute of Technology, Bandung, Indonesia.

Zakaria, A. 2003. Numerical Modelling of Wafe Propagation Using Higher Order Finite Difference Formulas. Thesis (Doktor). Curtin University of

Technology. 247 hlm.

Zakaria, A. 2008. The Generation of Synthetic Sequences of Monthly Cumulative Rainfall Using FFT Adn Least Squares Method. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada masyarakat Universitas Lampung, Vol.1:1-15.

Zakaria, A. 2009. Studi Pengembangan Program Aplikasi Berbasis Web untuk

Analisis Komponen Gelombang Pasang Surut Menggunakan PHP Scripts,

Gambar

Gambar 2.1 Gaya Pembangkit Pasang Surut
Gambar 2.2 Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Gambar 2.4 Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Gambar 2.6 Alat Pengukur Pasang Surut Tide Staff
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yaitu membuat sistem prediksi pasang surut air laut pada Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas Semarang dengan menggunakan metode least squares yang