• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pemikiran Negara dan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Pemikiran Negara dan Hukum"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumbuhnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukkan pergulatan pemikiran yang tidak henti-hentinya dalam lapangan ilmu hukum. Apabila pada masa lalu, filsafat merupakan produk sampingan dari para filsuf, dewasa ini kedudukannya tidak lagi demikian karena masalah-masalah filsafat hukum telah menjadi bahan kajian tersendiri dara para ahli hukum.

Teori ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan kejadian-kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian. Menurut Radburch tugas dari teori hukum adalah

membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada dasar-dasar filsafat yang paling dalam.Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum.

Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani maupun Romawi telah membuat pelbagai pemikiran tentang hukum sampai kepada akar-akar filsafatnya. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik.Para ahli fikir hukum terbesar pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan penelitian hukum.

(2)

Positivisme adalah suatu aliran dalam filsafat hukum yang beranggapan bahwa teori hukum itu hanya bersangkut paut dengan hukum positif saja. Ilmu hukum tidak membahas apakah hukum positif itu baik atau buruk, dan tidak pula membahas soal efektivitas hukum dalam masyarakat. Pemikir positivisme hukum yang terkemuka adalah John Austin (1790-1859) yang berpendirian bahwa hukum adalah perintah dari penguasa. Hakikat hukum sendiri menurut Austin terletak pada unsur “perintah” (Command).

1.2. Rumusan Masalah

A. Bagaimana Teori Hukum Positivisme dalam aliran filsafat hukum? B. Bagaimana Teori Hukum Modern dalam aliran filsafat hukum?

C. Bagaimana Perbandingan Teori Hukum Positivisme dan Teori Hukum Modern?

1.3. Tujuan Penulisan

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

.1. Pelopor Teori Hukum Positivisme

Pemikir positivisme hukum yang terkemuka adalah John Austin (1790-1859) yang berpendirian bahwa hukum adalah perintah dari penguasa..Selain itu pelopor teori hukum positivisme lain seperti Hen Kelsen dan Hart1.

.2. Teori Hukum Positivisme

Sebelum Abad Ke-18 Pikiran Berkenaan Dengan Positivisme Hukum Sudah Ada, Tetapi pemikiran itu baru menguat setelah lahirnya negara-negara modern.

Di sisi lain, pemikiran positivisme hukum juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan positivisme (ilmu) dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dari pemikiran hukum kodrat, dimana hukum kodrat disibukkan dengan permasalahan validasi hukum buatan manusia, sedangkan pada positivisme hukum aktivitas justru diturunkan kepada permasalahan konkrit. Melalui positivisme, hukum ditinjau dari sudut pandang positivisme yuridis dalam arti yang mutlak dan positivisme hukum seringkali dilihat sebagai aliran hukum yang memisahkan antara hukum dengan moral dan agama. Bahkan tidak sedikit pembicaraan terhadap positivisme hukum sampai pada kesimpulan, bahwa dalam kacamata positivisme tiada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command from the lawgivers), hukum itu identik dengan undang-undang.

Bahwa munculnya gerakan positivisme mempengaruhi banyak pemikiran di berbagai bidang ilmu tentang kehidupan manusia. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang

berkenaan dengan metafisik.

(4)

A. Hans Kelsen

Teori Positivisme menyatakan bahwa tidak usah mempersoalkan asal mula negara, sifat serta hakekat negara dan sebagainya karena kita tidak mengalami sendiri.

Jadi tanpa menyinggung-menyinggung tentang asal mula negara, sifat serta hakikat negara. Kalau sekarang timbul atau ada negara itu bukanlah merupakan suatu kelahiran asli, tetapi hanya merupakan kelahiran kembali daripada negara yang ada pada zaman dahulu.

Maka aliran positivisme lalu mengatakan kalau kita akan membicarakan negara katakanlah saja itu sebagaimana adanya.

Pada hakikatnya ajaran Hans Kelsen melangkah lebih jauh. Menurut Han kelsen, bahwa ilmu negara itu harus menarik diri atau melepaskan pemikirannya secara prinsipil. Dari tiap-tiap percobaan yang menerangkan negara serta bentuk-bentuknya secara kausal atau sebab musabab yang bersifat abstrak. Dan mengalihkan pembicaraannya atau pemikirannya secara yuridis murni. Maka dari itu tiap-tiap negara hanya dapat di pelajari dan dipahami di dalam sistem hukum itu sendiri.

Jadi kata hans kelsen : ilmu hukum tidak perlu lagi mencari dasar negara, kelahiran negara untuknya hanya merupakan suatu kenyataan belaka, yang tidak dapat di terangkan dan di tangkap dalam sebutan yuridis.

Selanjutnya Hans Kelsen mengatakan bahwa negara itu sebenarnya adalah merupakan suatu tertib hukum, Tertib hukum mana timbul karena di ciptakannya peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana orang di dalam masyarakat atau engara itu harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Peraturan-peraturan hukum tadi sifatnya adalah mengikat, artinya bahwa setiap orang itu harus mentaatinya, dan harus menyesuaikan sikap, tingkah laku dan

perbuatannya itu dengan peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Malahan orang dapat di paksa untuk mentaatinya bila tidak mentaatinya ia dapat di jatuhi sangsi, jadi sebenarnya negara itu adalah suatu tertib hukum yang memaksa. Dengan demikian dapatlah di katakan ada tertib hukum apabila peraturan-peraturan hukum yang beraneka warna itu, serta yang jumlahnya banyak sekali itu di dasarkan pada satu sumber yang di namakan Norma Dasar2.

B. John Austin

Austin adalah tokoh yang memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan hukum yang dicita-citakan, dengan kata lain ia memisahkan secara tegas antara hukum dengan moral dan agama. Ilmu hukum hanya membahas hukum positif saja, tidak membahas hubungan antara hukum positif dengan moral dan agama.

(5)

John Austin fokus pada aliran hukum positif yang analitis. Bagi Austin, hukum merupakan sebuah perintah dari penguasa, dan hukum secara tegas dipisahkan dari moral. Hakekat dari semua hukum adalah perintah (command), yang dibuat oleh penguasa yang berdaulat yang ditujukan kepada yang diperintah dengan disertai sanksi apabila perintah itu dilanggar.

Lebih jauh Austin menjelaskan, pihak superior itulah yang menentukan apa yang diperbolehkan. Kekuasaan dari superior itu memaksa orang lain untuk taat. Ia memberlakukan hukum dengan cara menakut-nakuti, dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang diinginkannya. Hukum adalah perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil, atau sebaliknya.

John Austin membagi hukum menjadi dua, yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan untuk manusia (law set by God to men= law of God). Dan Hukum yang dibuat oleh manusia (law set by men to men=human law). Hukum yang dibuat oleh manusia untuk manusia ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu hukum yang tepat disebut hukum (law properly so colled=positive law) adalah hukum yang dibuat oleh penguasa politik yang sedang memegang kekuasaan atas orang-orang yang secara politis ada dibawah kekuasaannya, contohnya undang-undang. Selanjutnya hukum yang tidak tepat disebut hukum (law improperly so colled) adalah aturan-aturan yang tidak dibuat oleh penguasa politik, baik secara langsung maupun tidak langsung, contohnya : ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh perkumpulan-perkumpulan, ketentuan-ketentuan mode, ketentuan-ketentuan ilmu kesusilaan, ketentuan-ketentuan hukum Internasional.

Prinsip dasar positivism hukum adalah yang pertama merupakan suatu tatanan hukum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial, jiwa bangsa, dan hukum alam, melainkan karena mendapat bentuk positifnya suatu instansi yang berwenang. Selanjutnya dalam mempelajari hukum hanya bentuk yuridisnya yang dipandang. Hukum sebagai hukum hanya ada dengan bentuk formalnya.

Isi material hukum memang ada, tetapi tidak dipandang sebagai bahan ilmu pengetahuan hukum, karena isi merupakan variabel yang bersifat sewenang-wenangan. Isi hukum tergantung dari situasi etis dan politik suatu negara, maka harus dipelajari ilmu pengetahuan lain

(6)

Aliran ini mendekonstruksi kosep-konsep hukum aliran hukum alam, dari konsepnya yang semula metafisik (hukum sbg ius atau asas-asas keadilan yang abstrak) kekonsepnya yang lebih positif (hukum sebagai lege atau aturan perundang-undangan), oleh sebab itu harus dirumuskan secara jelas dan pasti3.

Hukum menurut Austin harus dipahami dalam arti perintah karena hukum seharusnya tidak memberi ruang untuk memilih (apakah mematuhi atau tidak mematuhi). Hukum bersifat non optional. Karena itu, Austin menegaskan bahwa hukum bukan setumpuk peraturan atau nasihat moral. Ketika hukum tidak lagi dapat dipaksakan, yakni pelanggarannya dikenai hukuman atau sanksi hukum. Dengan demikian, kepatuhan pada hukum adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Menyebut perintah sebagai hukum tetapi dalam praktek tidak dapat ditegakkan melalui penerapan sanksi hukum adalah absurd, karena hukum yang demikian tidak mampu memenuhi fungsi sosialnya sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku masyarakat. Padahal, demikian Austin, mengontrol perilaku masyarakat adalah fungsi utama hukum. Dalam arti ini, sebetulnya Austin sepakat dengan Aquinas yang juga melihat hukum sebagai alat kontrol sosial. Akan tetapi, berbeda dengan Aquinas yang melihat hukum tertuma sebagai hasil kerja rasio, Austin justru menekankan watak perintah hukum yang bersumber pada kedaulatan penguasa. Dalam arti ini, pandangan hukum Aquinas lebih lunak dibandingkan dengan pandangan Austin.

Hukum sebagai perintah, menurut Austin, memuat dua elemen dasar yaitu sebagai berikut: 1. Hukum sebagai perintah mengandung pentingnya keinginan, yakni keinginan dari seorang

penguasa bahwa seseorang harus melakukan atau menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu. Karena itu, keinginan dalam arti hukum memiliki kekhususan, yakni bahwa “pihak yang terkena hukum harus menanggung akibat yang tidak menyenangkan atau

membahayakan dari yang lain apabila gagal memenuhi hukum yang berlaku.” Dengan demikian, hukum dalam arti perintah yang mengungkapkan keinginan penguasa pada dasarnya memuat ancaman hukuman bagi siapa pun yang berada di bawah hukum yang berlaku.

2. Bahwa hukum memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang tidak menyenangkan atau bahkan membahayakan subjek yang melanggarnya. Individu yang terkena perintah dengan sendirinya terikat, wajib berada dibawah keharusan untuk melakukan apa yang diperintahkan. Kegagalan memenuhi tuntutan perintah akan berakibat bahwa subjek yang terkena perintah mendapat sanksi hukum4.

3 http://gurupknmh.blogspot.com/2011/01/teori-hukum-positivisme-analitis-john.html di akses hari sabtu, 25 oktober 2014

(7)

C. Hart

Konsep hukum hart yang dituangkan pada bukunya the concept of law, menjelaskan bahwa pertama-tama hukum harus dipahami sebagai sistem peraturan.

Melihat dari pernyataan Hart bahwa pertama-tama hukum harus dipahami sebagai suatu sistem peraturan, ia membagi dua dalam konsep hukumnya tentang peraturan itu, yaitu:

1. Peraturan Primer

peraturan primer terdiri dari standar-standar bagi tingkah laku yang membebankan berbagai kewajiban. Peraturan-peraturan primer menentukan kelakuan-kelakuan subjek-subjek hukum, dengan menyatakan apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang.Aturan yang masuk dalam jenis ini muncul sebagai akibat dari kebutuhan masyarakat itu sendiri. Adapun kekuatan mengikat dari berbagai aturan jenis ini didasarkan dari penerimaan masyarakat secara mayoritas.

2. Peraturan Sekunder

Aturan-aturan sekunder adalah sekelompok aturan yang memberikan kekuasaan untuk mengatur penerapan aturan huhuk yang tergolong kedalam kelompok yang sebelumnya atau aturan-aturan primer. Aturan-aturan-aturan yang dapat digolongkan kedalam kelompok ini adalah aturan-aturan yang memuat prosedur bagi pengadopsian dan penerapan hukum primer. Berisi pemastian syarat-syarat bagi pelakunya kaidah-kaidah primer dan dengan demikian menampakkan sifat yuridis kaidah kaidah-kaidah itu5

Seorang pengikut positivisme, di ajukan berbagai arti dari positivisme sebagai berikut:

1. Analisi terhadap konsep-konsep hukum adalah usaha yang berharga untuk di lakukan. Analisis yang demikian ini berbeda dari studi sosiologi dan historis serta berlainan pula dengan suatu penilaian kritis

2. Keputusan-keputusan dapat di dedukasikan dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas. 3. Penghukuman ( Judgement ) secara moral tidak dapat di tegakan dan di pertahankan oleh

penalaran rasional, pembuktian atau pengujian.

4. Hukum sebagaimana di undangkan, di tetapkan, positum, harus senantiasa di pisahkan dari hukum yang seharusnya di ciptakan, yang di inginkan. Inilah yang sering terima sebagai pemberian arti terhadap positivisme ini6.

.3. Pelopori Teori Hukum Modern

5 http://hasbialkafi.blogspot.sg/2013/03/makalah-konsep-hukum.html di akses hari sabtu, 25 oktober 2014.

(8)

Pemikir dari Toeri Hukum Modern yaitu Prof.Mr.R.Krenenburg, Leogemann, yang menjelaskan dan mendiskripsikan bagaiman hukum modern itu sendiri yang berbeda dengan positivisme.

.4. Teori Hukum Modern

Teori hukum modern mengatakan bahwa hukum merupakan suatu norma yang dibuat oleh manusia dan lahir dari sebuah kesepakatan-kesepakatan antara manusia dalam sebuah bentuk musyawarah untuk mufakat yang diproses secara otonom, logis-rasional, secara mekanis dan teratur. Teori hukum modern ini merupakan bagian terkecil dari teori of law sehingga kajianya menyangkut legal teory atau legal doctrin yang aturan-aturan hukumnya dipositifkan atau dikodifikasikan melalui kesepakatan legislative secara sistematis dan mekanis sehingga

melahirkan suatu tatanan hukum yang positivistik berbasis pada peraturan yang berlaku secara netral yang juga merupakan ius constititum7.

A. Prof.Mr.R.Kranenburg

Mengemai pendapatnya tentang negara kranenburg menyatakan bahwa negara itu pada

hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang di ciptakan oleh sekelompok manusia yang di sebut bangsa. Jadi menurut krenenburg terlebih dahulu harus ada sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi, dengan tujuan untuk memelihara kepentingan dari kelompok tersebut. Maka di sini yang primer, artinya yang terpenting dan yang terlebih dahulu harus ada itu adalah kelompok manusianya. Sedangkan negara itu adalah

sekunder, artinya adanya itu meyusul kemudian, dan adanya itu hanya dapat kalau berdasarkan atas suatu kelompok manusia yang di sebut bangsa.

Pendapat krenenburg tersebut di atas kiranya di dasarkan atau di kuatkan dengan alasan-alasan bahwa ada zaman modern ini terdapat formasi-formasi kerja sama internasional, atau antara bangsa-bangsa. Misalnya perserikatan bangsa-bangsa ( PBB ) di sini yang menjadi anggota yaitu adalah negara-negara.

Tetapi mengapa tidak disebut dengan istilah perserikatan negara-negara melainkan disebut perserikatan bangsa-bangsa?

Bukan United States melainkan United Nation. Hal yang demikian ini menurut krenenburg menunjukan bahwa menurut pandang modern, bangsa itu menjadi dasar daripada negara, jadi bangsalah yang primer, yang harus ada terlebih dahulu, baru kemudian menyusul adanya negara, jadi negara sifatnya sekunder. Terhadap hal ini kiranya dapat di kemukakan :

(9)

1. Istilah tersebut di atas, yaitu perserikatan negara-negara dan perserikata bangsa-bangsa itu sudah mempunyai pengertian-pengertian yang pasti, oleh karena itu istilah-istilah tersebut tidak boleh di pakai menyebut formasi-formasi baru. Karena jika demikian, ini akan menimbulkan kesulitan dalam peristilahan dan pengertian.

2. Apa yang di kemukakan oleh Krenenburg di atas yaitu bahwa bangsa-bangsalah yang menciptakan negara adalah bertentangan dengan kenyataan, karena misalnya saja sesudah perang dunia pertama, di benua eropa timbul beberapa negara yang tidak hanya meliputi satu jenis bangsa, melainkan meliputi beberapa jenis bangsa.

B. Logemann

Berbeda dengan pendapat krenenburg, logemann mengatakan bahwa negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa.

Jadi pertama-tama negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan, maka organisasi ini memiliki suatu kewibawaan, atau gezag, dalam mana terkandung pengertian dapat memaksakan

kehendaknya pada semua orang yang di liputi oleh organisasi itu. Di sini kita harus ingat bahwa tidak tiap-tiap organisasi itu merupakan negara , misalnya organisasi mahasiswa, organisasi buruh, organisasi politik, sebab organisasi-organisasi ini tidak memiliki kekuasaan seperti halnya negara.

Jadi logemann berpendapat bahwa yang primer itu adalah organisasi kekuasaannya yaitu negara. Sedangkan kelompok manusianya adalah sekunder. Maka perbedaannya dengan pendapat krenenburg adalah kalau menurut sistem krenenburg menciptakan organisasi, jadi adanya atau terbentuknya organisasi itu tergantung pada bangsa, sedangkan menurut sistem logemann organisasi itu menciptakan bangsa, maka bangsa inilah yang tergantung pada organisasi. Perbedaan pendapat antara kedua orang sarjana ini disebabkan karena perbedaan pengertian mengenai istilah apa yang dimaksud dengan istilah bangsa itu. Jadi masing-masing sarjana mempunyai pendapat yang berbeda tentang pengertian bangsa8.

BAB III

PENUTUP

(10)

.1. Kesimpulan

Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Tumbuhnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukkan pergulatan pemikiran yang tidak henti-hentinya dalam lapangan ilmu hukum

Pada dasarnya konsep dari teori hukum modern memiliki sisi positif dengan adanya suatu norma hukum yang selalu menyesuaikan dengan perkembangan zama atau norma hukum yang fleksibel dengan system kodifikasi yang rasional. Tetapi dari sisi negatifnya, norma hukum ini debentuk tanpa memperhatikan nilai-nilai agama, etika dan moralitas yang seharusnya menjadi dasar dari pembentukan hukum itu sendiri, sehingga teori hukum modern terkesan kaku dan pragmatis (hanya berdasarkan pada undang-undang tertulis saja) dalam menafsirkan keadilan sosiologis yang seharusnya menjadi tujuan dari penetapan norma hukum itu sendiri

Sehingga tentu saja konsep hukum ini tidak sesui dengan karakter bangsa yang memiliki ragam budaya dan kepercayaan yang ada di dalamnya sehingga salah satu benturan yang dihadapi dalam penerapan konsep teori ini adalah persoalan masuknya usur paksaan sebagai konsekwensi menjadi warga Negara yang menganut system ini, yang menghilangkan nilai-nilai yang telah ada dan lama di anut dalam kehidupan masyarakat tertentu.

.2. Saran

Penulis menyadari bahwa, dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan. Di samping itu juga terbatas karena hanya merupakan makalah, yang tidak mungkin memuat segala hal mengenai pembahasan sebagaimana dalam judul. Dengan demikian, kiranya ke depan ada studi lanjut yang dapat memaparkan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dengan lebih baik.

(11)

Prof.Dr.Satjipto Rahardjo.S.H, Ilmu Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti , 2010 Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1980

http://ajhieb.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html http://hasbialkafi.blogspot.sg/2013/03/makalah-konsep-hukum.html

Referensi

Dokumen terkait

Doktrin imunitas negara ( State immunity ) lahir dari suatu norma hukum internasional terkait kedudukan sama atau sejajar negara-negara berdaulat yang merupakan

Lahir di Jakarta, 06 April 1970, adalah Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, dengan keahlian Hukum Tata Negara, sebagai Ketua P3IH Fakultas

Soerso mengatakan hukum adalah sebuah himpunan peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang memiliki

Kesepuluh prinsip pokok tersebut merupakan pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu Negara Hukum modern 5 , yakni: (1) supremasi hukum (supremacy of

Menurut Lawrence M. Friedman budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum yang lahir melalui sistem kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya yang berkembang menjadi satu

Perbedaan Hukum Internasional dan Hukum Nasional dari Teori Dualisme Dualisme mengatakan bahwa Hukum Internasional dan Hukum Nasional berbeda secara instrinsik, baik dalam Subjek,

Pada dasarnya, hukum yang memiliki fungsi untuk mengatur susunan dan juga bentuk pemerintahan pada sebuah negara beserta dengan hubungan terkait kekuasaan yang terdapat pada alat-alat

Secara grand theory, sistem hukum civil law yang dianut oleh Indonesia merupakan bagian dari teori hukum Barat modern dimana di dalam teori ini memiliki tujuan hukum untuk keadilan,