PENGUKURAN KESADARAN ETIKA DAN ORIENTASI ETIKA
ANTARA MAHASISWA AKUNTANSI, AUDITOR, DAN DOSEN
AKUNTANSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
JARMIATUN
NIM. F0307059
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user MOTTO
Bahwasanya Allah dan malaikat-malaikat serta penghuni langit dan bumi hingga
semutpun dan juga ikan di laut semuanya memohon rahmat untuk orang yang
mengajarkan ilmu bagi manusia
(Al Hadist)
Apapun yang bisa kita lakukan atau kita impikan bisa kita lakukan dengan
ketekunan dan kekuatan hati
(Penulis)
Pemimpin seharusnya lebih kuat, sanggup menguasai topan badai yang
bergemuruh dalam hatinya. Orang yang tidak sanggup mengusai hal itu tidak akan
sanggup memimpin dirinya atau orang lain
(Penulis)
Orang baik bukannya orang tanpa cela dan tidak berbuat salah, melainkan orang
yang selalu berusaha untuk mejadi baik. Orang yang berani bangkit bila jatuh,
karena percaya pada belas kasih Allah
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil ini kepada:
♥ Allah SWT
♥ Bapak dan Ibu tercinta
♥ Semua orang yang kusayangi
commit to user KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengukuran Kesadaran Etika dan Orientasi Etika antara
Mahasiswa Akuntasi, Auditor, dan Dosen Akuntansi”, sebagai tugas akhir guna
memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak. selaku pembimbing skripsi atas
semua kritik, saran, nasihat dan perhatianya yang sangat membantu
penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.
4. Seluruh pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Terimakasih atas ilmu dan kesabaran yang diberikan selama belajar di
Fakultas ini. Semoga semua ilmu yang telah diberikan dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya.
5. Seluruh karyawan dan staff Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
6. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Demikian ucapan terima kasih yang penulis sampaikan semoga atas
bantuan serta kebaikan dari semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada
penulis hingga tersusunnya skripsi ini, mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Amiin.
Surakarta, Maret 2011
commit to user THANKS TO
1. Allah SWT, atas segala anugerah, ilmu, kesempatan dan segala sesuatu yang
membuatku ada di dunia ini. Subhanallah, sungguh besar nikmat-Mu untukku.
2. Bapak dan Ibuku tercinta atas kasih sayang, perhatian didikan, bimbingan dan
kesempatan yang telah beliau berikan. Terimakasih telah membuatku menjadi
seperti sekarang ini. Hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang
dapat kuucapkan. Aku sayang kalian.
3. Adiku, Yuli, dan Dian, makasih buat doa dan motivasinya. Belajar yang rajin,
jangan kecewakan orang tua kita.
4. Mbah kakung dan mbah putri, terima kasih atas doa dan dukungannya.
5. Anggota geng “Bawah Pohon Blimbing” (Michan, Dinol, Asmara),
kebersamaan bersama kalian 4 tahun di FE, begitu banyak kenangan yang
tidak bisa diungkapkan, mulai dari awal kuliah sampai saat ini, ayo semangat
kawan…... Semangat dalam mengejar cita-cita.
6. Keluarga besar AGEN 007 FE UNS (Erna, andin , diana, ayus, endah, adu,
dee, sofi, tia, irma, cuiy, ici, nia, erna, fira, umi, ve, ifa, ira, fajrika, irla, pu3,
ratih, fat, hermin, murdiani, aniz, suci, dela, novi, dewilis, mba sri, puspa,
dewi indrias, silvy, nani, dewok, ana, meldhan, sari, neesya, made ayu, rina,
sanda, asmara, dina, mb opi, ery, ajeng, mike, aninda, eva, rini, ria, bimo,
hafid, sepep, rija, yandi, basri, anang, ndok, moyo, fitrah, angga, iwak, mek,
timo, andri, tafik, adikur, ragil, dedi, spirtuz, peka, tri, fariz, awang, herman,
smuanya.. terima kasih untuk persahabatan yg begitu besar, hahahaha.. ! thx
7. Temen2 di UNSA, UNB, thx for supportnya….! Aq wes lulus lek…!, Special
thx buat mbak Yani di ATMA BAKTI, makasi bantuannya Bu...!semoga
segera dikukuhkan sebagai dosen teladan, amiiin….!heheheee.
8. Ari, Jevi, makasih buat bantuannya selama aku di Semarang.
9. Teman-teman di KAP Wartono (mas Mail, mas Wahyu, pak Jat, mbak Wati,
mbak Nur, mas Jum, mas Redi, mas Ganung, mas Rahmat Widodo) makasi
buat nasihatnya.
10. Teman-teman di KAP Hanung Triatmoko, KAP Bayudiwatu, KAP Yulianti,
KAP Ngurah Arya, Terimakasih atas bantuannya, maaf banyak merepotkan
selama ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan
demi perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Surakarta, April 2011
commit to user DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
II. LANDASAN TEORI A. Kode Etik Profesi Akuntan Publik ... 9
B. Prinsip-Prinsip Dasar Etika Profesi ... 11
III. METODE PENELITIAN
A. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data ... 34
B. Kuesioner ... 35
C. Pengujian Instrumen Penelitian ... 37
D. Metode Analisis ... 39
IV. ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 42
B. Analisis Data ... 43
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Keterbatasan Penelitian ... 80
C. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA
commit to user DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1. Interpretasi Pertanyaan Kuesioner ... 37
2. Pengkodean dalam SPSS ... 43
3. Hasil Uji Reliabilitas dengan Sampel Mahasiswa Akuntansi ... 45
4. Hasil Uji Reliabilitas dengan Sampel Auditor ... 46
5. Hasil Uji Reliabilitas dengan Sampel Dosen Akuntansi... 47
6. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Equity ... 48
7. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Relativism ... 49
8. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Egoism ... 49
9. Hasil Uji Validitas Dimensi Utilitarian ... 50
10. Hasil Uji Validitas Dimensi Contractualism ... 50
11. Hasil Uji Validitas Pertanyaan Orientasi ... 51
12. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Equity... 52
13. Hasil Uji Validitas Dimensi Relativism ... 52
14. Hasil Uji Validitas Dimensi Egoism ... 53
15. Hasil Uji Validitas Dimensi Utilitarian ... 53
16. Hasil Uji Validitas Dimensi Contractualism ... 54
17. Hasil Uji Validitas Pertanyaan Orientasi ... 54
18. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Equity... 55
19. Hasil Uji Validitas Dimensi Relativism ... 55
20. Hasil Uji Validitas Dimensi Egoism ... 56
21. Hasil Uji Validitas Dimensi Utilitarian ... 56
23. Hasil Uji Validitas Pertanyaan Orientasi ... 57
24. Hasil Uji Analisis Faktor dengan Sampel Mahasiswa Akuntansi ... 59
25. Hasil Pengelompokan Analisis Faktor ... 61
26. Hasil Perhitungan Mean ... 62
27. Hasil Uji Analisis Faktor dengan Sampel Auditor ... 63
28. Hasil Pengelompokan Analisis Faktor ... 64
29. Hasil Perhitungan Mean ... 65
30. Hasil Uji Analisis Faktor dengan Sampel Dosen Akuntansi ... 66
31. Hasil Pengelompokan Analisis Faktor ... 68
32. Hasil Perhitungan Mean ... 69
33. Koefisien Determinasi ... 70
34. Hasil Uji Statistik F ... 71
35. Hasil Uji Statistik t ... 72
36. Koefisien Determinasi ... 73
37. Hasil Uji Statistik F ... 74
38. Hasil Uji Statistik t ... 75
39. Koefisien Determinasi ... 76
40. Hasil Uji Statistik F ... 77
commit to user DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN Halaman
1. Daftar Kuesioner ...86
2. Hasil Uji Reliabilitas ...89
3. Hasil Uji Validitas...97
4. Hasil Uji Analisis Faktor ...106
5. Hasil Uji Mean Faktor ...109
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang akan
digunakan untuk pengambilan keputusan baik bagi pihak intern perusahaan
maupun pihak ekstern. Bagi manajemen, laporan keuangan akan digunakan untuk
berbagai keputusan dalam rangka pengelolaan perusahaan yang sekaligus
merupakan pertanggungjawaban atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya.
Sebaliknya, pihak ekstern akan menilai pertanggungjawaban manajemen sehingga
bisa membuat berbagai keputusan ekonomi.
Adanya berbagai pihak yang menggunakan laporan keuangan bisa
menimbulkan konflik kepentingan. Untuk meminimalkan konflik kepentingan
atas laporan keuangan maka perlu adanya suatu standar untuk penyusunannya.
Dengan adanya standar tersebut diharapkan laporan keuangan bisa
diinterpretasikan secara sama oleh para pemakai. Untuk menjamin bahwa laporan
keuangan sudah disusun sesuai dengan standar, diperlukan pihak ketiga yang
netral yang tidak berkepentingan terhadap laporan keuangan yaitu akuntan publik.
“Akuntan publik merupakan akuntan yang berpraktek dalam kantor
akuntan publik yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik.“ (Mulyadi, 1998:46). Menurut SPAP, berbagai jasa
yang diberikan akuntan publik yaitu audit atas laporan keuangan historis, atestasi,
commit to user
Sebagai profesi yang memberikan jasa kepada masyarakat, akuntan publik
harus mendapat kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Tanpa
kepercayaan tersebut, jasa yang diberikan oleh akuntan publik menjadi tidak
efektif. Untuk mendapatkan kepercayaan tersebut, akuntan publik hendaknya
senantiasa memperhatikan mutu atas pelaksanaan pekerjaannya. Dalam rangka
meningkatkan mutu atas jasa yang diberikan, akuntan publik terikat dengan suatu
aturan atau standar. Salah satu standar yang mengikat akuntan publik dalam
melaksanakan pekerjaannya yaitu standar etika profesi.
Etika profesi mengatur tentang sikap dan tindakan etis dari pelaksana
profesi. Di Indonesia, etika profesi bagi akuntan publik diatur dalam Kode Etik
Akuntan Indonesia. Sebagai standar etika bagi profesi, Kode Etik ini bersifat
mengikat, yang harus dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Oleh karena itu, maka
setiap anggota hendaknya mempunyai pemahaman yang sama atas standar etika
tersebut.
Meskipun standar etika bagi akuntan publik ini sudah dibakukan, dalam
pelaksanaan di lapangan akuntan dihadapkan oleh berbagai kendala. Beberapa
penelitian berkaitan dengan masalah etika sudah banyak dilakukan seperti oleh
Desriani (1993), Sihwahjoeni dan Gudono (2000), Ludigdo (1998), Cohen et al.
(1995) dan Cohen et al. (1996). Berbagai penelitian tersebut kebanyakan meneliti
persepsi berbagai kelompok subyek atas suatu etika tanpa memperhatikan
berbagai dimensi yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan etika,
kecuali penelitian Cohen et al. (1996).
Penelitian ini merupakan pengembangan atas penelitian yang telah
etika. Dalam penelitian tersebut yang telah direplikasi Sutopo (1997), serta
Triatmoko (2006), sama-sama menggunakan metodologi multidimensional ethics
scale (MES) yang dikaitkan dengan model empat-komponen pengambilan
keputusan etika dari Rest (1986), yaitu komponen pertama berupa kesadaran
moral dan komponen kedua membuat pertimbangan moral. Ketiga penelitian yang
dilakukan oleh Cohen, Sutopo maupun Triatmoko tersebut meneliti berbagai
dimensi yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan etika. Dari ketiga
penelitian tersebut menunjukkan bahwa dimensi etika terdiri dari dimensi moral
equity, relativism, contractualism dan utilitarian (egoism). Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Cohen (1996) dan direplikasi
oleh Sutopo (1997) dan Triatmoko (2006) terletak pada vignette, dan sampel yang
digunakan.
Berikut adalah perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya:
1. Baik Cohen (1996) maupun Sutopo (1997) menggunakan vignette etika bisnis
secara umum, sedangkan Triatmoko (2006) menggunakan vignette etika dalam
profesi akuntan publik yang digunakan oleh Cohen et al. (1995), dengan
menggunakan satu vignette. Sama halnya dengan Triatmoko (2006), penelitian
ini juga menggunakan vignette etika dalam profesi akuntan publik, hal ini
dikarenakan obyek penelitian ini berhubungan dengan kode etik akuntan
publik, sehingga vignette yang dipilih bukan vignette etika bisnis secara umum.
Hanya saja berbeda dengan Triatmoko (2006), dalam penelitian ini peneliti
tidak hanya menggunakan satu vignette saja, namun peneliti menggunakan dua
commit to user
dipilih, peneliti tentu saja memilih vignette dengan pertimbangan Kode Etik
Profesi Akuntan Publik yang berlaku di Indonesia saat ini.
2. Sampel dalam penelitian Cohen (1996) adalah auditor profesional Kanada
sedangkan sampel dalam penelitian yang digunakan Sutopo (1997) yaitu
mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, serupa dengan Sutopo,
Triatmoko (2006) juga menggunakan sampel yaitu mahasiswa Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, yang telah menempuh mata kuliah Audit 1,
sedangkan pada penelitian kali ini, peneliti mengembangkan sampel sesuai
dengan judul dari penelitian yaitu dengan meggunakan sampel mahasiswa
akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh mata kuliah Audit I dan II,
auditor, dan dosen akuntansi, dengan tujuan untuk membandingkan
bagaimanakah kesadaran dan orientasi etika dari masing-masing sampel,
dimana masing-masing sampel tersebut sangat berperan penting dalam
penerapan Kode Etik akuntan publik, karena baik mahasiswa akuntansi,
auditor, maupun dosen akuntansi, mereka mempunyai andil besar sebagai agen
moral dalam meningkatkan kualitas etis seorang akuntan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya dinyatakan bahwa
kepercayaan terhadap profesi sangat ditentukan oleh kualitas pelaksanaan profesi.
Untuk menjamin pelaksanaan audit yang berkualitas, auditor harus menjaga
standar etika profesi. Dalam rangka mempertahankan standar etika tersebut,
auditor harus melakukan keputusan etika untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu tindakan yang berkaitan dengan etika.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang dalam proses
pengambilan keputusan etika. Berdasarkan suatu studi literatur filsafat moral,
Reidenbach dan Robin (1988) sebagaimana dikutip oleh Cohen et al. (1996) dan
juga dikutip oleh Sutopo (1997), mengidentifikasikan lima normative modes of
moral reasoning yaitu the theory of justice/moral equity,
deontology/contractualism, relativism, utilitarian, dan egoism reasoning.
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan penelitian (research question) yang menjadi rumusan
masalah.
1. Apakah dimensi egoism termasuk dalam MES?
Peneliti mengajukan pertanyaan ini karena dalam penelitian Cohen et al.
(1996) maupun penelitian Flory et al. (1992) menunjukkan bahwa egoism
tidak termasuk dalam MES sedangkan menurut literatur, dimensi ini masuk
dalam MES. Flory et al. (1992) mengidentifikasi tiga dimensi yang termasuk
dalam multidimensional ethics scale yaitu dimensi moral equity, relativism,
dan contractualism, dimana moral equity merupakan dimensi yang paling
penting (kesadaran etika). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Cohen (1996)
yang berhasil mengidentifikasikan empat dimensi yang termasuk dalam MES
yaitu dimensi moral equity, contractualism, utilitarian, dan relativism, dimana
dimensi relativism merupakan dimensi yang paling penting (kesadaran etika).
commit to user
yaitu moral equity (concern for caring), contractualism, utilitarian (egoism)
dan relativism, dengan dimensi yang paling penting (kesadaran etika) adalah
utilitarian (egoism). Penelitian yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan
oleh Triatmoko (2006), yang mengidentifikasi terdapat empat dimensi yang
termasuk dalam MES yaitu moral equity, relativism, contractualism, dan
utilitarian (egoism), dimana dimensi yang paling penting (kesadaran etika)
adalah dimensi relativism. Peneliti ingin mengetahui apakah hasil dari
penelitian terdahulu masih konsisten ataukah sudah tidak konsisten lagi.
2. Dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap
penilaian etika dari mahasiswa akuntansi?
Pertanyaan ini diajukan peneliti untuk mengetahui konsistensi dengan
hasil penelitian sebelumnya, hanya saja dengan sampel yang tersendiri. Hasil
penelitian Cohen et al. (1996) dan Sutopo (1997) menunjukkan bahwa dimensi
moral equity mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap penilaian etika
secara keseluruhan (orientasi etika). Sedangkan menurut hasil penelitian dari
Triatmoko (2006) menunjukkan bahwa dimensi relativsm mempunyai
pengaruh yang paling kuat terhadap penilaian etika secara keseluruhan
(orientasi etika).
3. Dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian
etika dari auditor?
Pertanyaan ini diajukan peneliti untuk mengetahui dimensi mana yang
paling berpengaruh pada penilaian orientasi etika dari auditor.
4. Dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian
Pertanyaan ini diajukan peneliti untuk mengetahui dimensi mana yang
paling berpengaruh pada penilaian orientasi etika dari dosen akuntansi.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, sesuai dengan permasalahan di atas yaitu melakukan
konfirmasi hasil penelitian sebelumnya tentang berbagai dimensi yang termasuk
dalam dalam multidimensional ethics scale (MES). Dari penelitian Cohen (1996),
Sutopo (1997), dan Triatmoko (2006), menunjukkan bahwa dimensi etika terdiri
dari dimensi moral equity, relativism, contractualism dan utilitarian. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil tersebut masih konsisten, dengan
menggunakan tiga sampel yang berbeda yaitu, mahasiswa akuntansi, auditor, dan
dosen akuntansi.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat:
1. Memberikan kontribusi bukti empirik pada literatur keperilakuan tentang
berbagai dimensi yang mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan
suatu keputusan etika.
2. Secara khusus, manfaat bagi penulis sendiri adalah untuk memahami lebih
dalam mengenai pengukuran kesadaran etika dan orientasi etika.
3. Bagi auditor, diharapkan hasil penelitian ini dapat menggugah para auditor
commit to user
4. Bagi para pendidik akuntansi untuk lebih memperhatikan masalah etika
profesi dalam memberikan kuliah kepada para mahasiswa jurusan
akuntasi.
5. Memberikan masukan bagi para praktisi pada KAP dalam pengelolaan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi
lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi
kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak
hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk
kepentingan publik, setiap Akuntan harus mematuhi dan menerapkan seluruh
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik Profesi
Akuntan Publik.
Dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesi setiap profesi
adalah kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu
jasa yang diserahkan oleh profesi yang menyerahkan jasa tersebut setiap profesi
yang menyediakan jasa kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Umumnya masyarakat sangat awam mengenai
pekejaan yang dilakukan oleh suatu profesi. Masyarakat akan sangat menghargai
profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk
memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Jika
masyarakat pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan
publik maka layanan profesi tersebut kepada klien menjadi tidak efektif.
commit to user
profesi akuntan publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan oleh anggota profesi tersebut.
Kode etik yang berlaku di Indonesia disusun oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI), yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Kode
Etik Profesi Akuntan Publik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi
yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP)
atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan
merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa
assurance dan jasa selain assurance. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh
menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada
ketentuan yang diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik.
Setiap akuntan publik wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip
dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam kode etik, kecuali bila prinsip
dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan
hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata lebih ketat dari Kode Etik
Profesi Akuntan Publik. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan
etika profesi yang diatur dalam perundang undangan, ketentuan hukum, atau
peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik Profesi
B. Prinsip-prinsip Dasar Etika Profesi
Kode Etik Profesi Akuntan Publik menetapkan prinsip dasar dan aturan
etika profesi. Berikut adalah prinsip dasar etika profesi yang berlaku di Indonesia
saat ini:
1. Prinsip Integritas.
Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan
profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.
Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi
lainnya yang diyakininya terdapat:
a. Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan;
b. Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati; atau
c. Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas
informasi yang seharusnya diungkapkan.
2. Prinsip Objektivitas.
Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari
pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan
bisnisnya.
Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi
objektivitasnya. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk
mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap praktisi harus menghindari
setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan
commit to user
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
(Profesional Competence and Due Care)
Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian
profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara
berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima
jasaprofesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional
dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku
dalam memberikan jasa profesionalnya.
Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian
profesional mewajibkan setiap praktisi untuk:
a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan
untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada
klien atau pemberi kerja; dan
b. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai
dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam
memberikan jasa profesionalnya.
Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan
pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian
profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang
terpisah sebagai berikut:
a. Pencapaian kompetensi profesional; dan
Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan
pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan
perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan
profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan
memelihara kemampuan praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya
secara kompeten dalam lingkungan profesional.
Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan
setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh,
dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan penugasan.
Setiap praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan
penyeliaan yang tepat bagi mereka yang bekerja di bawah wewenangnya
dalam kapasitas profesional. Bila dipandang perlu, praktisi harus
menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang diberikan kepada klien,
pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk menghindari
terjadinya kesalahtafsiran atas pernyataan pendapat yang terkait dengan
jasa profesional yang diberikan.
4. Prinsip Kerahasiaan
Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya,
serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga
tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat
kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau
commit to user
hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh
praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.
Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak
melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari
hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP
atau jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus,
kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai
dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku; dan
b. Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari
hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi
atau pihak ketiga.
Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk
dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap
kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi
yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun
anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya.
Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang
diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja.
Setiap praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan
informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.
Setiap praktisi harus menerapkan semua prosedur yang dianggap
yang bekerja di bawah wewenangnya, serta pihak lain yang memberikan
saran dan bantuan profesionalnya.
Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut,
bahkan setelah berakhirnya hubungan antara praktisi dengan klien atau
pemberi kerja. Ketika berpindah kerja atau memperoleh klien baru,
praktisi berhak untuk menggunakan pengalaman yang diperoleh
sebelumnya. Namun demikian, praktisi tetap tidak boleh menggunakan
atau mengungkapkan setiap informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh
sebelumnya dari hubungan profesional atau hubungan bisnis.
Di bawah ini merupakan situasi-situasi yang mungkin
mengharuskan praktisi untuk mengungkapkan informasi yang bersifat
rahasia atau ketika pengungkapan tersebut dianggap tepat:
a. Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh
klien atau pemberi kerja;
b. Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh:
(1) Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang
pengadilan; atau
(2) Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat mengenai suatu
pelanggaran hukum; dan
c. Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban profesional untuk
mengungkapkan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum:
(1) Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan mutu yang dilakukan
commit to user
(2) Dalam menjawab pertanyaan atau investigasi yang dilakukan oleh
organisasi profesi atau regulator;
(3) Dalam melindungi kepentingan profesional praktisi dalam sidang
pengadilan; atau
(4) Dalam mematuhi standar profesi dan kode etik profesi yang
berlaku.
Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat
rahasia, setiap praktisi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga,
jika klien atau pemberi kerja mengizinkan pengungkapan informasi
oleh Praktisi;
b. Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasi yang
relevan. Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung bukti, atau
ketika informasi tidak lengkap, pertimbangan profesional harus
digunakan untuk menentukan jenis pengungkapan yang harus
dilakukan; dan
c. Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju. Setiap
praktisi harus memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam
komunikasi tersebut.
5. Prinsip Perilaku Profesional
Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku
dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan
memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang
dapat menurunkan reputasi profesi.
Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya,
setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi
harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan
sebagai berikut:
a. Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang
dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah
diperoleh; atau
b. Membuat pernyataaan yang merendahkan atau melakukan
perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan
praktisi lain.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik diatas adalah Kode Etik yang berlaku di
Indonesia saat ini, sedangkan sebelumnya Kode Etik juga telah ditetapkan, Kode
Etik sebelumnya disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (sekarang Institut
Akuntan Publik Indonesia). Kode Etik IAI dibagi menjadi empat bagian, yang
pertama adalah prinsip etika, yang kedua aturan etika, ketiga interpretasi aturan
etika dan yang terakhir tanya dan jawab. Prinsip etika memeberikan rerangka
dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip Etika ini disahkan oleh kongres IAI dan berlaku bagi seluruh
anggota IAI, Sedangkan aturan etika disahkan oleh rapat anggota kompartemen
dan hanya mengikat anggota kompartemen yang bersangkutan. Interpretasi etika
commit to user
lainnya, sebagai panduan penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan membatasi
ruang lingkup dan penerapannya. Tanya dan jawab memberikan penjelasan atas
setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang aturan etika beserta
interpretasinya. Prinsip etika profesi dalam Kode Etik IAI menyatakan pengakuan
profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan.
Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip
ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan
kepentingan pribadi. Berikut ini adalah prinsip dasar yang digunakan:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota
juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
a. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab
kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting dalam
masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan terdiri dari klien,
pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya
fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung
jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan
sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
b. Profesi akuntan tetap berada pada posisi yang penting ini hanya
dengan terus menerus memberikan jasa yang unik pada tingkat yang
menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai
jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi
tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk
commit to user
c. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin
menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam mengatasi hal ini, anggota harus bertindak
dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila
anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan
penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
d. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan
anggota untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas,
obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk
melayani kepentingan publik. Anggota diharapkan untuk memberikan
jasa berkualitas, mengenakan inmalan jasa yang pantas, serta
menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat
profesionalisme yang konsisten dengan prinsip etika profesi ini.
e. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan
publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
f. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan
tugasnya, seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik
beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
(1) Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi
untuk mendukung pemberi pinjaman dan kepada pemegang saham
untuk memeroleh modal;
(2) Eksekusi keuangan bekerja di bidang akuntansi manajemen dalam
organisasi dan memberikan kontribusi efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan sumber daya organisasi;
(3) Auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian
internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi
keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar;
(4) Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta
penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
(5) Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap
kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan
manajemen yang baik.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin.
a. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualiatas yang mendasari
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
b. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap
commit to user
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
c. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal
tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi
pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau
perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa
yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah
menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk
menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
d. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip
objektivitas dan kehati- hatian profesional.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
a. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berperasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
berada di bawah pengaruh pihak lain.
b. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka di berbagai situasi. Anggota dalam
praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
keuangan sebagai orang bawahan, melakukan jasa audit intern yang
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan dan pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas
pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
c. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik
berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas,
pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor berikut:
(1) Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang
memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan
kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
(2) Adakalanya tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan
semua situasi di mana tekanan- tekanan mungkin terjadi. Ukuran
kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan
standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau
kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
(3) Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau
pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
(4) Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-
orang yang terlibat dalam pemberianjasa profesional mematuhi
prinsip obyektivitas.
(5) Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau
entertainmen yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang
commit to user
harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi
profesional mereka ternoda.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
a. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal
ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten
dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
b. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memiliki keandalan dan
pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan
dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan
upaya untuk mencapai tingkatan kompetisi yang akan meyakinkan
bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan
profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh prinsip etika.
(1) Pencapaian kompetensi profesional. Pencapaian kompetensi
profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum
yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian
profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman
kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal
untuk anggota.
(2) Pemeliharaan kompetensi profesional.
a) Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen
untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara
berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
b) Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran
untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi,
termasuk diantaranya pernyatan-pernyataan akuntansi,
auditing, dan peraturan lainnya, baik nasional maupun
internasional yang relevan.
c) Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang
untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan
jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan
internasional.
c. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan
suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan
seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
commit to user
penyerahan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap
anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi
masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman, dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
d. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada
penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan
tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan
berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis, dan etika yang berlaku.
e. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan
dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang
menjadi tanggu jawabnya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai
atau mengungkapkan informai tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada
hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
a. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut
bahkan setelah hubungan antar anggota digabung dan klien atau
b. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus
telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk
mengungkapkan informasi.
c. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf dibawah
pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasehat dan bantuannya
menghormati prinsip kerahasiaan.
d. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.
Kerahasiaan juga mengharuskan anggota untuk memperoleh informasi
selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlibat
menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi atau
keuntungan pihak ketiga.
e. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang
penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu,
anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui
(anauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku
untuk mengunggkapkan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung
jawab anggota berdasarkan standar profesional.
f. Kepentinggan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat
panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta
mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
commit to user
(1) Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk
mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua
pihak termasuk pihak ketiga dan kepentingannya dapat terpengaruh
harus dipertimbangkan.
(2) Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh dimana
anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi
rahasia adalah:
a) Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam
proses hukum, dan
b) Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum atau klien.
(3) Ketika kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
a) Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan
seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;
b) Untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam
sidang pengadilan;
c) Untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI
atau badan profesional lainnya; dan
d) Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau
badan pengatur.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
a. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lainnya,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
a. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati oleh anggota
adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia,
International Federation of Accountants, badan pengatur, dan
peraturan perundang-undangan yang relevan.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kode Etik di Indonesia
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perubahan Kode Etik ini
memasukkan unsur-unsur tambahan dan merinci kembali berbagai
peraturan-peraturan yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Dengan pertimbangan Kode Etik yang berlaku saat ini dan Kode Etik yang
berlaku di Indonesia sebelumnya maka delapan vignette dalam profesi akuntan
publik yang digunakan dalam penelitian Cohen et al. (1995) dipilihlah dua
commit to user C. Proses Pengambilan Keputusan
Dalam rangka pengambilan keputusan etika, perlu adanya pemahaman atas
proses pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
tersebut. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penelitian ini menggunakan
metodologi multidimensional ethics scale (MES) yang dikaitkan dengan model
empat-komponen pengambilan keputusan etika dari Rest (1986) sebagaimana juga
digunakan oleh Cohen (1996), Sutopo (1997), dan Triatmoko (2006).
Model Empat-komponen Rest (1986)
Spesifikasi model empat-komponen dari Rest adalah empat tahap yang
berurutan yang harus dilakukan seseorang agar dapat mencakup dimensi etika
dalam suatu pengambilan keputusan. Keempat tahap tersebut adalah :
1. Interpretasi sesuatu yang meliputi tindakan dan konsekuensi dari tindakan
tersebut pada pihak-pihak yang terkena (kesadaran etika).
2. Membuat pertimbangan (judging) moralitas dari masing-masing tindakan
berdasarkan kriteria-kriteria etika dan kemudian mengidentifikasikan pilihan
moral (orientasi etika).
3. Menyetujui untuk melaksanakan pilihan tersebut.
4. Mengimplementasikan pilihan tersebut.
Dari keempat tahap tersebut, dua tahap pertama digunakan untuk acuan
dalam penelitian ini. Tahap pertama yaitu interpretasi sesuatu yang meliputi
tindakan dan konsekuensi dari tindakan tersebut pada pihak-pihak yang terkena,
digunakan dalam kaitannya dengan pengukuran kesadaran etika (moral
awareness) dengan menggunakan skor faktor multidimensional. Untuk komponen
tindakan berdasarkan kriteria-kriteria etika dan kemudian mengidentifikasikan
pilihan moral (moral choice) digunakan sebagai acuan dalam kaitannya dengan
pengukuran orientasi etika.
Multidimensional Ethics Scale (MES)
Seperti sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, Reidenbach dan Robin
(1988) sebagaimana dikutip oleh Cohen et al. (1996) dan juga dikutip oleh Sutopo
(1997), mengidentifikasikan lima normative modes of moral reasoning yaitu the
theory of justice/moral equity, deontology/contractualism, relativism, utilitarian,
dan egois reasoning.
1. The Theory of justice.
Berdasarkan mode teori keadilan ini, keputusan harus berpedoman
prinsip-prinsip keadilan formal yang mana “sama” (equal) harus
diperlakukan “sama dan “tidak sama” (unequal) harus diperlakukan “tidak
sama”.
2. Deontology/ contractual reasoning.
Deontology/ contractual reasoning merupakan mode yang
menggunakan logic untuk mengidentifikasikan tugas/kewajiban (duties)
atau implied contract.
3. Relativism.
Mode ini merupakan mode yang pragmatis, dengan menekankan
bahwa dunia meliputi banyak budaya, masing-masing dengan
aturan-aturannya yang dapat diterima dalam budaya tersebut. Oleh sebab itu,
commit to user
4. Utilitarian Reasoning.
Mode Utilitarian Reasoning menyatakan bahwa moralitas suatu
tindakan merupakan fungsi dari manfaat yang diperoleh dan biaya yang
ditanggung oleh masyarakat secara keseluruhan.
5. Egoist Reasoning.
Egoist Reasoning mirip dengan Utilitarian Reasoning hanya saja
mode ini diterapkan untuk kepentingan individu. Menurut mode ini, suatu
tindakan dianggap etis jika tindakan tersebut menunjang kepentingan
jangka panjang atau bahkan jangka pendek dari seorang individu.
Atas dasar studi literatur tentang dimensi etika tersebut, Flory et al. (1992),
Cohen et al. (1996) dan Sutopo (1997) melakukan penelitian secara empiris. Dari
lima modes of reasoning, Flory et al. (1992) dalam Cohen et al. (1996)
mengkonfirmasikan tiga dimensi yang memenuhi kriteria reliabilitas dan validitas
yaitu dimensi moral equity, relativism dan contractualism yang mana dimensi
moral-equity merupakan dimensi yang paling penting. Selanjutnya, Cohen et al.
(1996) mereplikasi penelitian tersebut dengan menambahkan dimensi utilitarian
dan concern far caring. Penelitian Cohen tersebut menghasilkan empat dimensi
yaitu dimensi moral-equity, contractualism, utilitarian dan relativism, dengan
dimensi relativism yang paling penting. Penelitian Cohen (1996) ini direplikasi
oleh Sutopo (1997). Hasil penelitian Sutopo (1997) ini disimpulkan bahwa
dimensi yang termasuk dalam MES meliputi dimensi moral-equity (dan concern
for caring), contractualism, utilitarian (dan egoism) dan relativism, dengan
dimensi utilitarian (dan egoism) yang paling penting (ethical awareness).
termasuk dalam MES meliputi empat dimensi, yaitu dimensi moral-equity,
relativism, contractualism, utilitarian (dan egoism), dengan dimensi relativism
commit to user BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Subyek penelitian yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah
mahasiswa akuntansi, auditor, dan dosen akuntansi. Teknik penentuan sampel
dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode
purposive sampling merupakan metode pemilihan sampel dari elemen populasi
sesuai dengan tujuan dari penelitian, dalam hal ini karena penelitian bertujuan
untuk mengukur kesadaran dan orientasi etika antara mahasiswa, auditor dan
akuntan pendidik, maka sampel yang digunakan adalah mahasiswa akuntansi,
auditor dan akuntan pendidik.
Dalam hal mahasiswa akuntansi, peneliti mengambil sampel 31 mahasiswa
yang akan didistribusikan kepada mahasiwa akuntansi tingkat akhir Fakultas
Ekonomi UNS (Universitas Sebelas Maret Surakarta), yang telah menempuh mata
kuliah Audit I dan II, mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Audit I dan II
diasumsikan telah mendapatkan mata kuliah Etika Audit dan telah mengetahui
gambaran bagaimana proses audit, serta proses pengambilan keputusan pada saat
melakukan pekerjaan audit. Mereka sebagai pemula diharapkan mempunyai etika
yang baik, sebelum mereka memasuki dunia kerja sebagai praktisi. Dalam hal
auditor, peneliti mengambil 35 sampel yang didistribusikan kepada para auditor
yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Surakarta (empat
Kantor Akuntan Publik), dan Semarang (tiga Kantor Akuntan Publik),
peneliti menggunakan auditor sebagai sampel, dengan alasan untuk mengukur
sejauh mana etika auditor saat ini. Sedangkan dalam hal dosen akuntnasi, peneliti
menggunakan tiga puluh sampel dosen jurusan akuntansi di sejumlah perguruan
tinggi baik PTN maupun PTS yang berada di wilayah Surakarta, dan sekitarnya.
Dosen akuntansi dipilih sebagai sampel, karena mereka adalah individu yang
dekat dengan mahasiswa, serta ikut berperan dalam mengarahkan anak didiknya
agar memiliki etika yang baik. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner
yang akan didistribusikan secara langsung pada masing-masing sampel.
B. Kuesioner
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diterjemahkan dari satu
paket kuesioner yang terdiri dua vignette masing-masing terdiri dari lima belas
pertanyaan dalam lima dimensi yang digunakan oleh Cohen et al. (1996). Dua
vignette tersebut dipilih berdasarkan delapan vignette yang sebelumnya
digunakan Cohen et al. (1995), seperti yang telah disampaikan diawal, peneliti
menggunakan dua vignette dengan pertimbangan Kode Etik Profesi Akuntan
Publik di Indonesia yang berlaku saat ini. Dua vignette tersebut dipilih
berdasarkan prinsip dasar yang terdapat dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik.
Vignette yang pertama terdiri dari pertanyaan yang berkaitan dengan salah satu
prinsip dasar dari Kode Etik Profesi Akuntan Publik yaitu Obyektivitas. Vignette
pertama dikatakan mengandung salah satu prinsip obyektivitas karena dalam
prinsip ini setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan
commit to user
didalam pertanyaan tersebut mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara
klien dengan auditor yaitu keduanya merupakan rekanan dalam satu organisasi
maka pertanyaan dalam vignette ini relevan dengan prinsip Obyektivitas yang
telah disampaikan pada bab sebelumnya. Pertanyaan vignette yang kedua terdiri
dari pertanyan yang berkaitan dengan prinsip dasar Integritas dari Kode Etik
Profesi Akuntan Publik, dimana dalam prinsip ini mewajibkan setiap Praktisi
untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya,
dalam kasus ini Auditor dihadapkan pada klien dimana auditor tidak jujur dalam
mengungkapkan fee yang diterima, untuk mendapatkan klien potensial, sehingga
pertanyaan ini nantinya akan mengukur integritas dari masing-masing individu
yang diteliti.
Untuk masing-masing vignette, responden diminta untuk memberikan
pendapatnya mengenai moralitas tindakan berdasarkan dua belas butir pertanyaan
(measurement items) yang berkaitan dengan pengukuran kesadaran etis dan tiga
pertanyaan sisanya merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan orientasi
etika. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 (etis) sampai 7 (tidak etis).
Keduabelas pertanyaan yang digunakan oleh Cohen (1996) tersebut terdiri dari
empat butir pertanyaan yang mengukur dimensi moral equity, masing-masing dua
pertanyaan yang mengukur dimensi relativism dan contractualism. Delapan
pertanyaan untuk mengukur tiga dimensi tersebut dikembangkan oleh Flory et al.
(1992). Dimensi utilitarian dan egoism masing-masing dua pertanyaan
[image:50.595.112.516.250.488.2]dikembangkan oleh Cohen et. al. (1996). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari
TABEL III.1
INTERPRETASI PERTANYAAN KUESIONER
Dimensi Pertanyaan
Justice/ Moral equity 1. Adil (Just)
2. Fair
3. Secara moral dapat diterima 4. Dapat diterima oleh keluarga
Relativism 5. Secara budaya dapat diterima
6. Secara tradisi dapat diterima
Egoism 7. Tidak melanggar kesepakatan tertulis
8. Tidak melanggar janji lisan
Utilitarian 9. Memberikan keputusan
10. Memaksimumkan manfaat
Deontology/ Contractualism 11. Membantu mengembangakan diri
12. Secara pribadi memuaskan Pertanyaan Orientasi Etika 13. Pertanyaan Orientasi Etik
14 Pertanyaan Orientasi Etik 15. Pertanyaan Orientasi Etik
C. Pengujian Instrumen Penelitian
Sebelum dilakukan perhitungan dan pengolahan dengan menggunakan alat
analisis, maka semua instrumen penelitian diuji terlebih dahulu untuk mengetahui
apakah instrumen tersebut valid dan reliable. Pengujian instrumen dilakukan
dengan berbantuan softwareSPSS for windows versi 18.0 :
1. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan cara pengukuran one shot atau
commit to user
antar jawaban pertanyaan, peneliti menggunakan SPSS untuk
menganalisisnya, dengan menggunakan uji statistik cronbach alpha. Suatu
konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika nilai dari cronbach
alpha> 0,06 (nunally, 1967).
2. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas
dengan cara melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor
indikator dengan total skor konstruk yang dikenal dengan uji pearson
correlation dengan menggunakan bantuan software SPSS. Hasil dari
analisis korelasi bivariate dengan melihat output cronbach alpha pada
kolom correlated item – total correlation. Keduanya identik karena
mengukur hal yang sama (Ghozali, 2006). Apabila dari tampilan output
SPSS menunjukkan bahwa korelasi antara masing-masing indikator
terhadap total skor. konstruk menunjukkan hasil yang signifikan, dapat
D. Metode Analisis
1. Pengukuran Kesadaran Etika
Dari hasil pengujian instumen penelitian yang meliputi uji validitas
dan reliabilitas langkah selanjutnya adalah analisis data yang ada
berdasarkan pertanyaan yang telah diajukan oleh peneliti.
Pertanyaan penelitian bagian pertama yaitu apakah dimensi egoism
termasuk dalam MES merupakan pertanyaan dalam rangka mengukur
kesadaran etika berbagai dimensi yang termasuk dalam MES. Analisis
data yang digunakan untuk pertanyaan pertama ini digunakan analisis
faktor dari semua sampel yang ada tanpa membedakan masing-masing
golongan sampel, tujuan utama dari analisis faktor adalah mendefinisikan
struktur data dan menganalisis struktur saling hubungan (korelasi) antar
sejumlah variabel (test score, test items, jawaban kuesioner) dengan cara
mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi dan sering disebut
dengan faktor, dari analisis faktor ini peneliti mengidentifikasi dimensi
suatu struktur dan kemudian menentukan sampai seberapa jauh setiap
variabel dapat dijelaskan oleh setiap dimensi. Dengan analisis faktor dari
dua belas pertanyaan untuk lima dimensi ini akan diketahui
kelompok/faktor yang termasuk dalam MES. Selanjutnya, untuk
mengetahui kesadaran etika, masing-masing faktor akan dihitung mean
-nya sehingga diketahui faktor yang paling penting.
2. Pengukuran Orientasi Etika
commit to user
masing sampel. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penelitian dalam
rangka pengukuran orientasi etika. Untuk mengetahui orientasi etika
digunakan model analisis regresi sebagaimana digunakan oleh Cohen et al.
(1996).
Pertanyaan penelitian bagian kedua yang pertama adalah untuk
mengetahui dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti
terhadap penilaian orientasi etika mahasiswa akuntansi. Untuk mengetahui
orientasi etika digunakan model regresi seperti yang dilakukan
sebelumnya hanya saja data yang dimasukan adalah dari responden
mahasiswa akuntansi saja. Berikut adalah model regresinya.
Evaluation j = a + b1 (moral equity) + b2 (contractualism) + b3
(utilitarian) +b4 (relativism) + ej
Evaluation merupakan orientasi penilaian etika dari seluruh
mahasiswa akuntansi dan j adalah mahasiswa akuntansi. Pertanyaan
penelitian bagian kedua yang kedua adalah untuk mengetahui dimensi
etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian
orientasi etika auditor. Untuk mengetahui orientasi etika digunakan model
regresi seperti yang dilakukan sebelumnya hanya saja data yang
dimasukan adalah dari responden auditor saja. Berikut adalah model
regresinya.
Evaluation merupakan orientasi penilaian etika dari seluruh auditor
dan k adalah auditor. Pertanyaan penelitian bagian kedua yang ketiga
adalah untuk mengetahui dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh
paling berarti terhadap penilaian orientasi etika akuntan pendidik. Untuk
mengetahui orientasi etika digunakan model regresi seperti yang dilakukan
sebelumnya hanya saja data yang dimasukan adalah dari responden
akuntan pendidik saja. Berikut adalah model regresinya.
Evaluation l = a + b1 (moral equity) + b2 (contractualism) + b3
(utilitarian) +b4 (relativism) + el
Evaluation merupakan orientasi penilaian etika dari seluruh
akuntan pendidik dan l adalah akuntan pendidik. Pengukuran regresi
commit to user BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang ditujukan untuk melakukan
Pengukuran terhadap kesadaran etika dan orientasi etika antara mahasiswa,
auditor, dan dosen akuntansi. Dalam penelitian ini obyek penelitian yang
dimaksud adalah mahasiswa yaitu mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah
menempuh mata kuliah audit I dan II, auditor yang bek