• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BIMBINGAN AKHLAK TERHADAP AKHLAK SANTRI DI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN

BAITUSSALAM KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Maulana Irmawan Nim. 103052028667

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PENGARUH BIMBINGAN AKHLAK TERHADAP AKHLAK SANTRI DI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH (MDA) BAITUSSALAM

YAYASAN BAITUSSALAM KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR

Skripsi ini diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I.)

Oleh

MAULANA IRMAWAN NIM. 103052028667

Dengan Dosen Pembimbing

NURUL HIDAYATI S. Ag. S. Pd. NIP. 150 277 649

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 22 Desember 2007

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENGARUH BIMBINGAN AKHLAK TERHADAP AKHLAK SANTRI DI MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Januari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 2 Januari 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Murodi, M.A. Nasichah, M.A.

NIP. 150 254 102 NIP. 150 276 298

Penguji I, Penguji II,

Dra. Hj. Elidar Husein, M.A. Drs. M. Luthfi Jamal, M.Ag. NIP. 150 102 402 NIP. 150 268 782

Pembimbing,

(5)

ABSTRAK Maulana Irmawan

Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu yang mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik maupun buruk tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu.

Bimbingan akhlak diperlukan untuk membentuk dan membina akhlak seseorang agar menjadi baik. Akhlak merupakan salah satu aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Karena bagaimanapun pandainya seorang anak dan tingginya tingkat intelegensi anak tanpa dilandasi dengan akhlak yang baik atau budi pekerti yang luhur maka kelak tidak akan mencerminkan kepribadian yang baik.

Keutamaan-keutamaan mengenai akhlak pada garis besarnya dan secara terperinci merupakan jalan bagi fitrah manusia yang akan ditempuhnya dalam perjalanan hidupnya dan yang akan menjamin kemajuan manusia secara sempurna generasi demi generasi, terutama kehidupan yang tenteram dan aman.

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam semoga tercurah atas ke-Haribaan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sekalian keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa akan mendapatkan syafa’atul udzma pada hari kemudian.

Al hamdulillah puji syukur ke-hadirat Ilaahi Robbi. Karena atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya serta bimbingan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur”.

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Bapak DR. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. M. Luthfi, M.A., dan ibu Dra. Nasichah, M.A., selaku ketua dan sekretais Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah memberikan perhatiannya demi peningkatan kualitas penulis sebagai mahasiswa BPI.

(7)

4. Seluruh dosen fakultas dakwah dan komunikasi yang telah mentransfer segala pengalaman keilmuannya kepada penulis.

5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini.

6. Ayah dan bunda tercinta yang telah melahirkan, merawat, membesarkan, membiayai dan mendidik serta memenuhi kebutuhan saya sejak kecil sampai saat ini.

7. Bapak Ust. Saifullah, S.Ag., selaku pimpinan Kepala Madrasah Diiyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Jakarta Timur beserta seluruh pihak yayasan yang telah membantu dan memberikan izin kepada saya untuk mendapatkan data yang konkrit dan aktual sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.

8. Rekan-rekan jurusan BPI seperjuangan yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik tenaga, pikiran maupun waktunya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

Akhirnya, kepada-Nya lah saya serahkan segala urusan ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum optimal.

Ciputat, 22 Desember 2007 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ……….. iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 6

D. Metode Penelitian ……….. 7

E. Sistematika penulisan ………. 12

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Akhlak ……… 14

B. Bimbingan Akhlak ……… 27

C. Kerangka Pikir ……….. 33

D. Pengajuan Hipotesis ……….. 34

BAB III GAMBARAN UMUM MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM JAKARTA TIMUR A. Sejarah Berdirinya MDA Baitussalam ……… 36

(9)

C. Visi dan Misi ……….. 38 D. Letak Geografis, Sarana, dan Struktur Kepengurusan …... 38 E. Santri MDA Baitussalam ……… 40

BAB IV HASIL ANALISA

A. Uji Validitas dan Reliabilitas ………. 41 B. Kondisi Akhlak Santri di MDA Baitussalam ………. 43 C. Analisis dan Interpretasi Data ……… 44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 47 B. Saran ………... 48

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia merupakan suatu hal yang penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa, tergantung bagaimana akhlaknya. Artinya, jika suatu masyarakat berakhlak baik, maka mereka akan saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Tetapi sebaliknya, jika suatu masyarakat berakhlak buruk, maka yang terjadi mereka satu sama lain akan saling bermusuhan.

Seseorang yang berakhlak baik, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak. Dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk yang lain, terhadap sesama manusia yang menjadi hak manusia lainnya, terhadap alam dan lingkungannya dan terhadap segala yang ada secara harmonis. Dia akan menempati martabat yang mulia dalam pandangan umum. Dia mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela. Dia menempati kedudukan yang mulia secara objektif walaupun secara materil keadaannya sangat sederhana.

(11)

oleh perbuatan mereka sendiri. Hal tersebut dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41 sebagai berikut:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat paling tinggi itu tidak selamanya membawa manusia menjalani kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Malapetaka dan kesengsaraan membuntuti perjalanan hidup manusia dan boleh jadi tidak terelakkan apabila manusia itu tidak awas dan waspada mengelola perjalanan hidupnya. Karena manusia sudah dikaruniai kemampuan dengan derajat yang paling tinggi itu, maka kesenangan dan malapetaka berada di tangan manusia itu sendiri.1

Akhlak merupakan salah satu aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Karena bagaimanapun pandainya seorang anak dan tingginya tingkat intelegensi anak tanpa dilandasi dengan akhlak yang baik atau budi pekerti yang luhur maka kelak tidak akan mencerminkan kepribadian yang baik.

Akhlak buruk menjadi musuh Islam yang utama karena misi Islam pertama-tama untuk membimbing manusia berakhlak mulia, untuk itu Islam sangat memerangi akhlak yang buruk terutama terhadap orang tuanya sendiri.

1

(12)

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw di mana beliau diutus menjadi rasul adalah untuk menyempurnakan dan memperbaiki akhlak manusia:

لﺎ

و

ﷲا

ا

نا

ﷲا

ﺿر

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

:

ﺎ ا

ق ﻷا

مرﺎﻜ

)

ىرﺎ ا

اور

(

“Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (HR. Al-Bukhari).

Hadits Nabi tersebut menggambarkan tentang pentingnya posisi akhlak dalam agama Islam. Sehingga tidak aneh jika Fazlur Rahman, cendikiawan muslim Pakistan mengatakan bahwa : “Islam pada dasarnya adalah agama akhlak (moral) sebelum kemudian menjadi agama fiqih (hukum) dan agama lainnya”.2

Keutamaan-keutamaan mengenai akhlak pada garis besarnya dan secara terperinci merupakan jalan bagi fitrah manusia yang akan ditempuhnya dalam perjalanan hidupnya dan yang akan menjamin kemajuan manusia secara sempurna generasi demi generasi, terutama kehidupan yang tenteram dan aman.3

Untuk memperbaiki masalah akhlak buruk yang selalu berkembang di masyarakat, terlebih terhadap anak-anak, maka dirasa perlu adanya sebuah bimbingan akhlak. Bimbingan akhlak akan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak secara optimal dengan berbagai macam media dan teknik

2

Ahmad Mahmud Subhi, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis Islam, (Jakarta: Serambi, 2001), h. 30.

3

(13)

bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian yang dapat bermanfaat, baik bagi dirinya, orang lain, maupun bagi lingkungan sekitarnya.

Akhlak sangat perlu dibina agar membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat terhadap Allah swt dan Rasulnya, berbakti terhadap orang tua dan sebagainya. Karena jika akhlak tidak pernah dibina dalam diri anak atau dibiarkan tanpa adanya suatu bimbingan mengenai akhlak, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi anak yang nakal bahkan dapat melakukan tindakan kriminal sehingga mengganggu masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak yang baik memang sangat perlu dibentuk dan dibina dalam diri anak agar terhindar dari semua perbuatan yang dilarang maupun dibenci oleh Allah swt dan Rasulnya.

Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur merupakan salah satu instansi pendidikan Islam yang mengadakan program bimbingan akhlak untuk para santrinya. Bimbingan akhlak berarti mengadakan pembentukan dan pembinaan akhlak, hal itu dirasa perlu diberikan sejak dini karena pada usia dini anak akan lebih dapat diberi pengertian tentang mana yang baik dan mana yang buruk daripada jika ia telah dewasa.

(14)

permasalahan dengan judul “Pengaruh Bimbingan Akhlak Terhadap Akhlak Santri Di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur” dalam bentuk sebuah skripsi. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini, sehingga penelitian dapat sampai pada tujuannya, maka penulis membatasi penelitian ini pada pengaruh pelaksanaan bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madarasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

Adapun yang dimaksud dengan santri dalam penelitian ini adalah anak-anak yang yang mengikuti pendidikan dan pengajaran di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur adalah sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan

Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur?

(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk memperoleh gambaran mengenai akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. b. Untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh bimbingan akhlak

terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak seseorang.

b. Manfaat Praktis, yaitu diharapkan hasil penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan akhlak anak, sehingga persoalan kenakalan anak dapat diatasi.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penggunaan metode penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan data yang valid, akurat dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan masalah yang diteliti.

(16)

hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Hubungan antara variabel tersebut bisa secara korelasional dan bisa juga secara kausal. Jika hubungan tersebut tidak menunjukkan sifat sebab akibat, maka korelasi tersebutdikatakan korelasional, artinya sifat hubungan variabel satu dengan variabel lainnya tidak jelas mana variabel sebab dan mana variabel akibat. Sebaliknya, jika hubungan tersebut menunjukkan sifat sebab akibat, maka korelasinya dikatakan kausal, artinya jika variabel yang satu merupakan sebab, maka variabel lainnya merupakan akibat.4

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun tempat yang dijadikan objek penelitian adalah Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian mulai tanggal 16 April 2007 sampai dengan 16 Mei 2007.

3. Populasi dan Sampel

Yang dimaksud “populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, tumbuh-tumbuhan dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam seluruh penelitian”.5 Sesuai dengan judul penelitian di atas, maka yang menjadi populasi adalah seluruh santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur dengan populasi sebanyak 80 anak.

4

Agus Irianto, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta, Kencana, 2004), cet. ke-1, h. 133.

5

(17)

Adapun “sampel adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian”.6 Pada penelitian korelasi, sampel yang diambil adalah sampel secara acak (random sampling).

Dari berbagai rumus yang ada, terdapat sebuah rumus yang bisa digunakan untuk menentukan besaran sampel, yaitu rumus slovin:7

N 1 + Ne 2

Keterangan: n = Besaran Sampel N = Besaran Populasi

e = Nilai Kritis (Batas Penelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel).

Jika jumlah populasi di atas dihitung berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 45 anak.

4. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mencari pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur dengan variabel sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (independent variabel) adalah bimbingan akhlak di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

6

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. ke-6, h. 55.

7

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 137.

(18)

2. Variabel Terikat (dependent variabel) adalah akhlak santri di MDA Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

5. Teknik Pengumpulan Data

Mengenai teknik pengumpulan data, penulis menggunakan angket. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu jawaban yang telah disediakan dan responden hanya boleh memilih dari jawaban yang tersedia dengan skala likert.

Angket ini diajukan dengan tiga puluh pernyataan mengenai pengaruh bimbingan akhlak dan akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam.

6. Teknik Pengolahan Data

Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya adalah pengolahan data secara kuantitatif yaitu dengan perhitungan statistik. Berikut pelaksanaan pada tahap analisa:

a. Editing; hal tersebut dilakukan untuk meneliti kembali catatan terhadap kuesioner yang disusun secara berstruktur sebelum diajukan ke responden.

(19)

7. Teknik Analisa Data

Sebelum dilakukan analisis data dan interpretasi data mengenai pengaruh antara bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam, terlebih dahulu peneliti menguji validitas dan realibilitas terhadap butir-butir pernyataan akhlak dengan menggunakan cronbach α berdasarkan perhitungan statistik. Kemudian dari hasil angket, peneliti dapat membuat diagram prosentase akhlak berdasarkan kelasnya masing-masing.

Selanjutnya peneliti mengadakan analisis data dengna menggunakan uji korelasi kruskal wallis, di mana dengan menggunakan uji korelasi tersebut, peneliti dapat mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan akhlak santri menurut lamanya dalam mengikuti bimbingan akhlak. Dalam perhitungannya:

• Jika statistik hitung < statistik tabel, H0 diterima

• Jika statistik hitung > statistik tabel, H0 ditolak

Setelah diketahui hasil dari perhitungan uji korelasi kruskal wallis, peneliti dapat memberikan interpretasi sebagai berikut:

a. Merumuskan hipotesa alternatif (Ha) dengan hipotesa Nol (H0) sebagai

berikut:

1. Hipotesa Nol (H0) : Tidak ada korelasi positif yang signifikan

(20)

2. Hipotesa alternatif (Ha) : Ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan akhlak santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur (variabel Y).

b. Menguji kebenaran hipotesa yang telah diajukan dengan cara membandingkan besarnya “r” yang diperoleh dari hasil perhitungan korelasi pearson dengan besarnya “r” yang tercantum dalam tabel r, baik pada taraf signifikan 1% maupun 5% dengan terlebih dahulu mencari derajat bebas (db) atau degrees of freedom (df) dengan rumus sebagai berikut:

df = N – nr Keterangan: df = degrees of freedom

N = Number of Cases

Nr = Banyaknya variabel yang Dikorelasikan

[image:20.595.107.487.180.538.2]

Apabila mengunakan tabel r, maka hipotesis nol yang mengatakan tidak ada korelasi (r = 0) ditolak jika hasil perhitungan r > daripada r tabel, demikian pula sebaliknya, apabila hasil perhitungan r < daripada tabel r, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa dua variabel yang dicari hitungannya nyata-nyata tidak berkorelasi.8

8

(21)

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Cetakan I, Januari 2007.

Selanjutnya, untuk mempermudah penulisan dan memahami isi skripsi ini, penulis membagi atas lima bab dengan sistematika penyusunan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan; terdiri dari latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, Kerangka Pikir, Dan Pengajuan Hipotesis; terdiri dari pengertian bimbingan akhlak, pengertian akhlak santri, pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri, kerangka pikir, dan pengajuan hipotesis.

Bab III Gambaran Umum Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Jakarta Timur; terdiri atas sejarah berdirinya MDA Baitussalam Jakarta Timur, visi dan misi MDA Baitussalam Jakarta timur, letak geografis, dan susunan kepengurusan MDA Baitussalam Jakarta Timur.

Bab IV Hasil Penelitian; terdiri dari uji validitas dan reliabilitas, kondisi akhlak santri di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur, analisis data dan interpretasi data mengenai pengaruh antara bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Akhlak

1. Pengertian akhlak

Islam menempatkan akhlak dalam posisi penting yang harus dipegang teguh para pemeluknya. Bahkan, tiap aspek dari ajaran Islam selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata قأخلا, , اخلاقا sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid, ﺎ ا أ yang berarti ﺔﺠ ا (perangai),

ﻄ ا

ﺔ (kelakuan, tabi’at, watak dasar), ةدﺎ ا (kebiasaan, kelaziman), ﺔ وﺮ ا (peradaban yang baik), dan ﺪ ا (agama).9

Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ardani secara linguistik (kebahasaan), kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu keadaan isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata atau yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas.10

9

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-4, h.1.

10

(23)

Baik kata akhlaq atau khuluq keduanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, sebagai berikut:

) .

ا

:

4

(

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. al-Qalam, 68:4).

لﺎ

و

ﷲا

ا

نا

ﷲا

ﺿر

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

:

ﺎ ا

ق ﻷا

مرﺎﻜ

)

ا

اور

ىرﺎ

(

“Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (HR. Al-Bukhari).

Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti “budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at”.11

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai “budi pekerti atau kelakuan”.12

Sedangkan dari segi istilah, menurut Prof. Dr. Achmad Ameen menerangkan bahwa "sebagian ulama juga menerangkan bahwa khuluq itu adalah kehendak yang dibiasakan, yakni bahwa kehendak itu jika dibiasakan akan sesuatu, maka kebiasaan tersebut dinamakan akhlak”.13

Imam al-Ghazali dalam kitabnya “Al-Ihya ‘Ulum Al-Din” menerangkan bahwa akhlak ialah suatu bentuk atau sifat yang tertanam

11

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3.

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. ke-2, edisi III, h. 20.

13

(24)

dalam jiwa manusia daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Apabila sifat-sifat tersebut menimbulkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal pikiran dan syara’ maka itu dinamakan akhlak yang baik. Dan apabila sifat itu menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jelek, maka sifat yang menjadi sumbernya dinamakan akhlak yang buruk.14

Menurut Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu mendefinisikan akhlak sebagaimana dikutip oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A. yaitu:15

ﺔ ؤر

و

ﺮﻜ

ﺮ ﻏ

ﺎﻬ ﺎ ا

ﻰ ا

ﺎﻬ

ﺔ ار

لﺎﺣ

ا

“akhlak ialah suatu keadaan jiwa atau sikap yang mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu ”.

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah” menerangkan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu; membentuk satu kesatuan

14

Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, (Kairo: Maktabah Matba’ah Masyhad al-Husainy, 1939), Juz III, h.56.

15

(25)

tindakan akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.16

Menurut Anwar Masy’ari bahwa akhlak adalah sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah: “merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa”.17

Keseluruhan definisi akhlak di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi.

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu yang mendorong (mengajak) untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik maupun buruk tanpa berpikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu.

perbuatan yang menjadi kebiasaan dan hal itu merupakan gambaran dari keadaan atau sifat dalam jiwa manusia yang dilakukan tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.

2. Macam-macam Akhlak

Dalam berbagai literatur tentang Ilmu Akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang secara garis besar dapat dibagi dua bagian, yaitu

16

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), cet. ke-2, h. 10.

17

(26)

“akhlak yang baik (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang buruk ( al-akhlaq al-mazmumah)”.18

a.Akhlak Mahmudah

Bahwasanya “akhlak mahmudah meliputi sifat-sifat: amanah, birrul waalidaini, haya’, ‘iffah, iqtishad, qana’ah dan zuhud, rahman dan

shidqu.”19 Berikut uraiannya:

Amanah (berlaku jujur), menurut bahasa Arab amanah berarti: kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati. Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub pengertian amanat ialah: “... suatu sifat dan sikap di dalam melaksanakan suatu yang dipercayakan kepadanya, berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban”. Pelaksanaan amanat dengan baik disebut al amin yang berarti: yang dapat dipercaya, yang jujur, yang setia dan yang aman.

Birrul Waalidaini (berbuat baik kepada kedua orang tua), perwujudan dari sifat terpuji berbuat baik kepada ayah dan ibu meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun ucapan. Dapat dinilai sebagai berbuat baik kepada orang tua, jika anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmatNya, bertingkah laku sopan, lemah lembut dan hormat di hadapan keduanya. Berbuat baik dalam ucapan berarti anak merendahkan suara dan bertutur kata sopan terhadap keduanya. Perintah berbuat baik kepada orang tua telah tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23 sebagai berikut:

18

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-4, h. 43.

19

(27)

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

Haya’ (perasaan malu), menurut bahasa alhaya berarti: malu. Sedangkan menurut pengertian etika Islam, sifat malu termasuk akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah).Yang dimaksud dengan malu di sini ialah: Perasaan mundur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela.

(28)

Iqtishad (berlaku hemat), termasuk salah satu sifat mahmudah menurut etika Islam ialah hemat. Dalam penggunaan harta, hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, yang berarti pula perbuatan tersebut merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-baiknya, dengan cara-cara yang wajar.Yang dimaksud dengan hemat (دﺎ ا) ialah menggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan sebagainya menurut ukuran keperluan, mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan.

Qana’ah atau Zuhud (Berlaku Sederhana), kedua sifat tersebut secara hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati sanubari karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Ilahi yang secara metafisik berada segala keadaan. Menurut bahasa qana’ah berarti: Menerima apa adanya atau tidak serakah. Sedangkan zuhud berarti: Sederhana. Kedua istilah tersebut tak mmiliki perbedaan makna yang prinsipil. Dari segi etika Islam sifat qana’ah atau zuhud merupakan keadaan jiwa yang mampu menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirimu, juga merupakan suatu perasaan berkecukupan dengan segala apa yang dimiliki baik yang bersifat materiil maupun non materiil.

(29)

Jika seseorang memiliki rasa kasih sayang, maka ia akan memiliki tingkah laku: suka menyambung tali kekeluargaan, memilki persaudaraan yang erat, mudah damai, suka menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain kepadanya.dan bersifat pemurah.

Shidqu (berlaku benar), secara bahasa adalah benar dan jujur. Dalam pengertian etika Islam, sifat ashshidqu adalah sikap mental yang mampu memberi dorongan kuat untuk beramal sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya baik dalam ucapan maupun perbuatan. Berkaitan dengan hal tersebut, Allah berfirman di dalam surah Ath-Taubah ayat 119, yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.

b. Akhlak Mazmumah

Banyak yang termasuk akhlak mazmumah, di antaranya yaitu: zalim, dengki, menipu, ria, ujub, lemah dan malas. Berikut uraiannya:20

Zalim, orang Islam tidak boleh menganiaya dan jangan mau dianiaya. Maka kezaliman tidak boleh muncul dari orang Islam dan jangan pula dirinya mau dianiaya oleh siapa pun. Sebab, kezaliman itu dengan

20

(30)

ketiga macamnya diharamkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketiga macam zalim itu adalah:

1. Zalim terhadap Allah, seperti kufur kepada-Nya.

2. Zalim kepada sesama manusia dan sesama makhluk, seperti berlaku aniaya atas kehormatan, fisik, dan hartanya tanpa hak.

3. Zalim terhadap diri sendiri, seperti mengotori diri sendiri dengan berbagai dosa, kejahatan dan keburukan yang berupa maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dengki, sifat dengki atau hasad dibenci oleh Islam karena menentang pembagian yang ditetapkan Allah dari karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya. Hasad ada dua macam. Pertama, seseorang mengharapkan hilangnya nikmat berupa harta, ilmu, pangkat atau kekuasaan dari orang lain agar pindah kepada dirinya. Kedua, mengharapkan agar nikmat itu hilang dari orang lain walaupun ia tidak mengharap untuk memperolehnya. Macam hasad yang kedua adalah yang paling buruk. Sedangkan igtibat tidak termasuk hasad. Igtibat adalah berharap memperoleh nikmat seperti yang didapatkan orang lain baik berupa ilmu, kekayaan dan kebaikan tanpa menginginkan agar nikmat itu lenyap dari orang lain.

(31)

a) Pernyataan seseorang kepada sesamanya tentang sesuatu yang buruk atau rusak bahwa itu adalah baik dengan maksud agar orang yang ditipu terjerumus di dalamnya.

b) Hanya memperlihatkan sesuatu kepada sesamanya yang baiknya saja, sedang yang buruk disembunyikan.

c) Apa yang diperlihatkan lain dengan hakikat yang sebenarnya. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud memperdaya orang lain. d) Perbuatan seseorang yang dengan sengaja ingin merusak harta orang

lain, menodai istri, anaknya, pembantu, dan kawannya. Hal ini dilakukan dengan cara memecah belah atau mengadu domba.

e) Janji seseorang bahwa ia akan menjaga jiwa, harta atau menyimpan rahasia sesamanya, tetapi kemudian mengkhianati atau menipunya.

Orang Islam dalam menjauhi penipuan dan pengkhianatan adalah semata-mata atas dasar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, karena ketiga macam bentuk kezaliman itu diharamkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.

Ria, hakikat ria yaitu perbuatan taat yang dilakukan seseorang kepada Allah dengan dilatarbelakangi maksud agar ia mendapat tempat di hati sesama manusia. Firman Allah dalam surat al-Ma’un ayat 4-7 sebagai berikut:

.

.

.

(32)

“Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, Orang-orang-orang yang berbuat ria, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.

Ria itu tampak dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Seseorang semakin taat bila dipuji dan akan berkurang bahkan ditinggalkannya bila dicela atau diejek.

b) Seseorang mau bersedekah bila dilihat orang lain. Sedangkan bila tidak, ia tidak akan bersedekah.

c) Seseorang rajin beribadah bila bersama orang lain dan malas ibadah bila sendirian.

d) Seseorang mengatakan yang hak dan kebaikan, atau beramal dan berbuat kebajikan tetapi bukan karena Allah, melainkan karena menginginkan sesuatu dari manusia.

(33)

Sedangkan contoh daripada bentuk kesombongan dalam harta seperti orang menjadi sombong karena banyak harta dan kekayaan, lalu ia menghambur-hamburkan kekayaan dan melecehkan kebenaran hingga ia binasa karenanya.

Lemah dan malas; orang Islam tidak boleh tampak lemah dan malas. Karena mungkin dia akan berpangku tangan atau tidak bersungguh-sungguh dalam mencari sesuatu yang berguna, padahal dia percaya terhadap hukum sebab akibat dan sunnatullah di alam semesta. Atas dasar apa orang Islam bisa malas, padahal dia percaya terhadap seruan Allah dalam firman-Nya (Surah al-Hadid ayat 21) agar selalu memacu diri:

....

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi...”

Beberapa bentuk sifat lemah dan malas sebagai berikut:

(34)

b) Orang yang berjam-jam nongkrong di warung kopi dan di tempat-tempat hiburan, padahal ia punya pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi ia biarkan terbelangkalai.

c) Seseorang tinggal di rumah gubuk atau kumuh. Ia tidak berusaha mencari tempat tinggal yang lebih baik yang dapat lebih menjamin agama, kemuliaan dan kehormatannya.

3. Sumber Akhlak

Dalam tuntunan Islam telah ditetapkan bahwa yang menjadi sumber dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik dan buruknya suatu perbuatan adalah al-Qur’an dan al-Hadits.

Kedua sumber di atas memberikan bimbingan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah subhanahu wata’ala maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan. Berdasarkan aturan-aturan dalam agama itu sendiri akhlak yang bersumber dari agama mempunyai dua pendorong yaitu iman kepada kekuatan gaib dan sangsi-sangsi yang dikenakan oleh masyarakat.

(35)

sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk ialah al-Qur’an dan al-Hadits.21

a. al-Qur’an sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu ayat mengenai akhlak:

.

)

بﺰﺣﻷا

:

21

(

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab 33:21).

b. al-Hadits sebagai sumber akhlak dalam Islam. Berikut ini salah satu hadits yang berkenaan dengan akhlak:

ق ﻷا

مرﺎﻜ

ﺎ ا

) .

ﺪ ﺣا

اور

(

نا

ﷲا

ﺿر

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

لﺎ

و

ﷲا

ا

:

ق ﻷا

مرﺎﻜ

ﺎ ا

)

ىرﺎ ا

اور

(

“Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Nabi SAW. berkata: Sesungguhnya aku diutus (Allah SWT) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (HR. Al-Bukhari).

Maka jelaslah bahwa al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber akhlak dalam Islam.

B. Bimbingan Akhlak

1. Pengertian Bimbingan Akhlak

21

(36)

Istilah bimbingan sebagaimana digunakan dalam literatur di Indonesia merupakan terjemahan dari kata guidance dalam bahasa Inggris. Dalam kamus bahasa Inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading), menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasihat (giving advice). Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia diberi arti yang selaras dengan arti-arti yang disebutkan di atas, maka akan muncul dua pengertian yang agak mendasar, yaitu:

a. Memberikan informasi, yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan, atau memberitahukan sesuatu sambil memberikan nasihat.

b. Mengarahkan, menuntun ke suatu tujuan. Tujuan itu mungkin hanya diketahui oleh pihak yang mengarahkan; mungkin perlu diketahui oleh kedua belah pihak.22

Menurut Ngalim Purwanto bahwa kata bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan dari kata “guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan.23

22

W.S. Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), cet. ke-3, h. 27.

23

(37)

Sejak awal abad ke-20 banyak sekali usaha-usaha yang dilakukan orang membuat rumusan tentang bimbingan. Beberapa rumusan tersebut dikemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti sebagai berikut:24

a. Bimbingan membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirirnya sendiri.

b. Bimbingan sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpretasi-interpretasi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik.

c. Bimbingan merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu.

d. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.

e. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas

24

(38)

dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan. Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Dalam rangka mengembangkan diri sendiri ia harus mengenal dirinya sendiri, lingkungan hidupnya, membangun cita-cita yang ingin dicapai, menimbang beraneka dorongan motivasional yang terdapat dalam diirnya sendiri, memperhitungkan kewajibannya terhadap sesama manusia, merencanakan langkah-langkah yang dapat diambilnya untuk mencapai suatu tujuan, mengevaluasi atas dirinya sendiri dan arah kehidupannya sendiri.

(39)

dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana, serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri sacara memadai.25

Mengenai bimbingan terdapat tiga ragam di dalamnya, yaitu bimbingan karir, bimbingan akademik dan bimbingan pribadi-sosial. Dalam skripsi ini yang akan dipaparkan adalah bimbingan pribadi-sosial, hal itu dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mendefinisikan bimbingan akhlak.

Bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya serta dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).26

Tenaga bimbingan yang memberikan ragam bimbingan ini tentunya membutuhkan pengetahuan dan pemahaman psikologis yang cukup mendalam serta harus memiliki fleksibilitas yang tinggi dan kesabaran yang besar.

Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak telah dibahas pada awal bab ini. Jadi, kiranya tidak perlu lagi peneliti membahas panjang lebar mengenai pengertian akhlak lagi.

Dari hasil pemaparan mengenai pengertian akhlak dan bimbingan di atas, maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan bimbingan akhlak

25

W.S. Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, h. 32.

26

(40)

adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam menghadapi keadaan jiwanya sendiri yang tampak melalui tingkah lakunya agar dirinya mampu membiasakan berbuat kebaikan dalam kehidupannya sehari-sehari.

2. Program Bimbingan Akhlak

Seluruh kegiatan bimbingan terselenggara dalam rangka suatu program bimbingan akhlak, yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Tentang program bimbingan itu timbul banyak pertanyaan, salah satunya adalah, apa komponen-komponen dalam program bimbingan.

Komponen-komponen dalam progam bimbingan akhlak ialah saluran khusus untuk melayani para siswa, rekan tenaga pendidik yang lain, serta orang tua siswa. Seluruh saluran formal itu mencakup sejumlah kegiatan bimbingan yang dapat diprogramkan sebagai kegiatan rutin sehingga terselenggara secara berkesinambungan atau diprogramkan sebagai kegiatan insidental sehingga terlaksana menurut kebutuhan pada waktu-waktu tertentu saja. Kegiatan-kegiatan bimbingan akhlak dapat ditujukan kepada siswa yang sedang mengikuti program pendidikan di sekolah, kepada para alumni, kepada guru dan orang tua, atau menyangkut program bimbingan sendiri yang dikelola oleh tenaga bimbingan. Untuk lebih mudah memahami komponen-komponen dalam program bimbingan akhlak, maka dapat dilihat skemanya sebagai berikut:27

27

(41)

Tabel 1

Skema Komponen-komponen Dalam Program Bimbingan

C. Kerangka Pikir

Mustafa Zahri mengatakan bahwa “tujuan perbaikan akhlak ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan”.28

Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa pemberian bimbingan akhlak befungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk.

Jika tujuan dari bimbingan akhlak dapat tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang pada gilirannya melahirkan perbuatan yang

28

Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 67.

1. Pengumpulan Data (appraisal) 2. Pemberian Informasi

(information)

3. Penempatan (placement) 4. Konseling (counseling)

Termasuk Pengiriman (referral) 2. a. Artikulasi (articulation) 3. a. Tindak Lanjut (follow up)

Kepada siswa yang terdaftar sebagai siswa institusi pendidikan

Kepada calon siswa Kepada mantan siswa

Layanan-layanan Bimbingan (Guidance Services) 5. Konsultasi (consultation)

6. Evaluasi Program (evaluation)

Kepada rekan tenaga pendidik dan orang tua

(42)

terpuji. Dari perbuatan yang terpuji ini akan lahirlah keadaan masyarakat yang damai, harmonis, rukun, sejahtera lahir dan batin yang memungkinkan ia dapat beraktivitas guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.

Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa bimbingan akhlak diperlukan untuk mengadakan perbaikan akhlak terhadap diri seseorang. Tetapi, kenyataannya yang dapat kita lihat diluar, banyak anak-anak didik yang tidak berakhlak, mereka meakukan perkelahian antar teman, melawan orangtua, mencuri, dan sebagainya. Sehingga bimbingan akhlak tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika dipikir lebih luas, sebenarnya faktor bimbingan akhlak bukanlah satu-satunya faktor yang dapat melakukan perubahan akhlak menjadi lebih baik pada diri seseorang, seperti faktor keluarga, faktor pergaulan, pengalaman hidup, dan sebagainya.

Dengan demikian, diduga tidak terdapat korelasi yang signifikan antara bimbingan akhlak dengan akhlak seseorang khususnya pada penelitian ini adalah akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur.

D. Pengajuan Hipotesis

(43)

dasar fakta diperlukan suatu alat bantu, dan yang sering digunakan adalah analisis statistik.29

Untuk menguji suatu hipotesis diperlukan sejumlah data, baik yang mendukung maupun yang bertentangan dengan hipotesa. Data tersebut akan diolah dengan teknik atau perhitungan statistik guna memperoleh kesimpulan-kesimpulan dalam menerima dan menolak hipotesa. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu bimbingan akhlak sebagai variabel X dan akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam Jakarta Timur sebagai variabel Y.

Berdasarkan kerangka pikir sebagaimana telah dipaparkan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Hipotesa Nol (H0) : Tidak ada korelasi positif yang

signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan akhlak santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur (variabel Y).

2. Hipotesa alternatif (Ha) : Ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan akhlak (variabel X) dengan akhlak santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur (variabel Y).

29

(44)
[image:44.595.98.486.248.501.2]

BAB III

GAMBARAN UMUM MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH BAITUSSALAM YAYASAN BAITUSSALAM JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah A wwaliyah Baitussalam

Mengenai sejarah berdirinya Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam, penulis melakukan wawancara terhadap beberapa orang yang terkait mengenai hal tersebut. Berikut hasil wawancara menurut redaksi penulis:30

Masjid Baitussalam didirikan pada tahun 1981 dan diresmikan pada tahun 1982 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, yaitu Adam Malik. Pada saat itu ketua masjid Baitussalam ialah Mayor Abdul Hamid. Selanjutnya pada tahun 1986 diselenggarakan madrasah (pengajian) untuk anak-anak.

Perkembangan untuk madrasah selanjutnya. Atas inisiatif para pengurus masjid Baitussalam bersama ketua masjid Baitussalam pada saat itu ialah H. A. Thalib yang juga menjadi ketua yayasan Baitussalam, pada hari selasa, 7 Pebruari 1995 didirikanlah yayasan Baitussalam dengan akta notaris H. Abu Jusuf, S. H.

Sejak saat itu bukan hanya mengadakan Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam tetapi juga Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Baitussalam dan Majlis Taklim.

30

(45)

Mulai tanggal 29 Juli 2004, Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam mendapatkan surat izin penyelenggaraan pendidikan Madrasah Diniyah dari kantor Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur dengan No. Kd.0902/5/PP.01.0/1843/2004 dan Nomor Statistik Madrasah (NSM) 412317220040. Mulai saat itu pula MDA Baitussalam secara resmi tercatat dan berada di bawah naungan Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur. Kepala Madrasah pada saat itu ialah M. Ansori Nasution S. Ag.

Pada saat ini kepala Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam ialah Saifullah, S. Ag. Sekarang sudah hampir tiga tahun Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam berjalan sejak tercatat di Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur.

B. Tujuan dan Fungsi

Tujuan pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk:

1. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk mengembangkan kehidupannya sebagai:

a. Pribadi muslim yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. b. Warga Negara Indonesia yang berkepribadian, percaya kepada diri

sendiri serta sehat jasmani dan rohani.

(46)

3. Mempersiapkan warga belajar untuk dapat mengikuti pendidikan lanjutan pada madrasah diniyah.

Adapun fungsi pendidikan madrasah diniyah adalah:

1. Menyelenggarakan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.

2. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi warga belajar yang memerlukannya.

3. Membina hubungan kerjasama dengan orang tua warga belajar dan masyarakat.

4. Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga pendidikan serta perpustakaan.

C. Visi dan Misi

Adapun visi dan misi Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Jakarta Timur adalah:

“Mencetak Generasi Yang Berakhlakul Karimah Serta Cerdas Intelektual, Emosional Dan Spiritual”

D. Letak Geografis, Sarana, dan Struktur Kepengurusan 1. Letak Geografis

(47)

2. Sarana

Ruang belajar berlantaikan keramik yang terdiri dari empat ruangan yang berbentuk persegi panjang berukuran 5 X 7 meter.

Seluruh kursi sekaligus tatakan buku seperti kursi kuliah ada 100 buah. Sedangkan jumlah santri MDA hanya dua puluh delapan anak, jadi lebih dari memadai untuk menampung santri.

Seperangkat alat tulis mengajar di setiap ruang belajar. Masjid dan tempat wudhu lengkap guna praktek ibadah. Sebuah Ruangan kantor untuk para staf madrasah. 3. Struktur Kepengurusan

Ketua Yayasan H. A. THALIB

Kepala Madrasah SAIFULLAH, S.Ag

Sekretaris

SUMARHARTATI, S.H.I

Bendahara RINI SUSILOWATI

GURU - GURU

Fiqih

RINI SUSILOWATI

Sejarah Kebudayaan Islam NURJANAH, S.Sos.I

Aqidah Islam & Bimb. Akhlak MASRURI MUGNI, S.Pd.I Kebersihan

H. AMRAN Al-Qur’an Hadits

(48)

E. Santri MDA Baitussalam

Seluruh santri Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam berasal dari sekitar lingkungan madrasah itu sendiri, tetapi lebih banyak dari anak-anak yang tinggal di komplek Paspampres, yaitu lingkungan tempat berdirinya madrasah tersebut.

Santri yang terdaftar di MDA Baitussalam lebih banyak wanita daripada prianya. Santri wanita berjumlah empat puluh tujuh orang sedangkan santri pria sebanyak tiga puluh tiga orang, jadi keseluruhannya berjumlah delapan puluh santri.

(49)

BAB IV HASIL ANALISA

A. Uji Validitas dan Reliabilitas

[image:49.595.94.476.237.724.2]

Berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan cronbach α, yang mana dapat diketahui butir pernyataan yang valid/invalid dan reliabil/ireliabil31 terhadap angket yang telah diisi oleh responden bayangan, maka didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Terhadap Butir-butir Pernyataan Akhlak

No. Pernyataan Korelasi Item Cronbach α Keterangan 1 0.3004 0.7883 Valid dan Reliabil 2 0.1552 0.7928 Valid dan Reliabil 3 0.3091 0.7885 Valid dan Reliabil

4 -0.4898 0.8080 Invalid dan Reiabil 5 0.3046 0.7887 Valid dan Reliabil

6 0.3545 0.7838 Valid dan Reliabil 7 0.2764 0.7875 Valid dan Reliabil 8 0.4913 0.7821 Valid dan Reliabil 9 0.5156 0.7771 Valid dan Reliabil 10 0.4288 0.7830 Valid dan Reliabil 11 0.3340 0.7865 Valid dan Reliabil 12 0.5657 0.7762 Valid dan Reliabil 13 0.0387 0.8047 Valid dan Reliabil 14 0.5657 0.7803 Valid dan Reliabil

31

(50)

15 0.4554 0.7783 Valid dan Reliabil 16 0.4351 0.7812 Valid dan Reliabil 17 0.4557 0.7835 Valid dan Reliabil 18 0.6423 0.7736 Valid dan Reliabil 19 0.3671 0.7846 Valid dan Reliabil

20 -0.0186 0.7969 Invalid dan Reliabil 21 0.5859 0.7753 Valid dan Reliabil

22 0.4856 0.7781 Valid dan Reliabil

23 -0.4058 0.8217 Invalid dan Reliabi 24 0.2194 0.7906 Valid dan Reliabil

25 0.5952 0.7742 Valid dan Reliabil 26 0.0989 0.7945 Valid dan Reliabil 27 0.4859 0.7822 Valid dan Reliabil 28 0.4286 0.7816 Valid dan Reliabil 29 0.4667 0.7802 Valid dan Reliabil 30 0.4808 0.7793 Valid dan Reliabil

Alpha = 0.7922

Kolom korelasi item adalah untuk mengetahui validitas, sedangkan kolom Cronbach α untuk mengetahui reliabilitas. Jika ada nilai yang minus pada salah satu nomor pernyataan di atas, maka dikatakan nomor pernyataan tersebut invalid atau ireliabil.

(51)

B. Kondisi Akhlak Santri Di MDA Baitussalam

Dalam meneliti akhlak santri MDA Baitussalam, peneliti menggunakan angket berskala likert dengan butir pernyataan sebanyak dua puluh tujuh butir pernyataan terhadap sampel sebanyak empat puluh lima santri dengan perincian sebagai berikut:

Sampel santri kelas I : 14 santri Sampel santri kelas II : 9 santri Sampel santri kelas III : 11 santri Sampel santri kelas IV : 11 santri + Total sampel : 45 santri

Setelah dilakukan skoring terhadap angket yang telah diisi oleh sejumlah sampel tersebut, maka didapat hasil sebagai berikut berdasarkan kelasnya masing-masing:

Diagram Prosentase Akhlak

31.26%

20.67% 23.96%

24.10%

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

I

II IV

(52)

Dapat dilihat bahwa santri kelas I mempunyai skor prosentase akhlak terbesar daripada santri kelas yang lain yaitu 31,25%. Kemudian disusul oleh santri kelas IV yaitu 24,08%, lalu santri kelas III sebesar 23,94% dan yang memiliki prosentase terkecil yaitu santri kelas II sebesar 20,73%.

C. Analisis dan Interpretasi Data

Salah satu program pengajaran di MDA Baitussalam adalah bimbingan akhlak. Bimbingan akhlak diberikan kepada santri kelas I sampai kelas IV dengan jadwal seminggu sekali untuk setiap kelas. Kelas I dan II memperoleh bimbingan akhlak setiap hari selasa, sedangkan kelas III dan IV memperolehnya setiap hari kamis.

Peneliti mengajukan angket akhlak pada waktu akhir tahun ajaran sehingga mereka genap mengikuti bimbingan akhlak selama setahun bagi kelas I, dua tahun bagi kelas II, tiga tahun bagi kelas III, dan terakhir empat tahun bagi kelas IV.

(53)

Npar Tests

Kruskal-Wallis Test Ranks

KELAS N

Mean Rank NILAI Kelas I 14 23,89 Kelas II 9 29,39

Kelas

III 11 18,55

Kelas

IV 11 21,09

45

Test Statistics(a,b)

NILAI

Chi-Square 3,698

df 3 Asymp.

Sig. ,296 a Kruskal Wallis Test

b Grouping Variable: KELAS

Dengan membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel, maka: • Jika statistik hitung < statistik tabel, H0 diterima

• Jika statistik hitung > statistik tabel, H0 ditolak

[image:53.595.108.467.136.534.2]
(54)

Oleh karena statistik hitung < statistik tabel (3,698 < 7,815), maka H0

diterima. Berdasarkan probabilitas:

• Jika Probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.

• Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak.

Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig/Asymtotic Significance adalah 0,296, atau probabilitas di atas 0,05 (0,296 > 0,05). Dengan demikian, H0 diterima, atau tidak ada korelasi positif yang signifikan antara bimbingan

(55)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kondisi Akhlak Santri Di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur Santri kelas satu yang berjumlah dua puluh lima anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama satu tahun, lalu santri kelas dua yang berjumlah dua puluh dua anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama dua tahun, kemudian santri kelas tiga yang berjumlah sembilan belas anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama tiga tahun, dan santri kelas empat yang berjumlah empat belas anak telah mengikuti bimbingan akhlak selama empat tahun.

Idealnya untuk santri kelas empat memiliki kondisi akhlak yang paling baik daripada santri kelas yang lainnya, karena kelas empat paling lama dalam mengikuti bimbingan akhlak di Madrasah Diniyah Awwaliyah (MDA) Baitussalam. Tetapi setelah peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam, ternyata bukan santri kelas empat yang paling baik kondisi akhlaknya, melainkan santri kelas satu yang paling baik akhlaknya.

(56)

empat, santri kelas tiga dan terakhir santri kelas dua yang memiliki kondisi akhlak paling rendah daripada kelas yang lain.

2. Pengaruh antara Bimbingan Akhlak Terhadap akhlak Santri di MDA Baitussalam Jakarta Timur.

Program bimbingan akhlak diberikan kepada seluruh santri MDA Baitussalam. Setiap kelas mendapatkan jadwal bimbingan akhlak satu kali (satu jam) dalam seminggu. Secara matematis, maka santri kelas satu telah dibimbing akhlaknya sebanyak empat puluh delapan kali (48 jam). Bisa kita bayangkan untuk santri kelas yang lain.

Dikarenakan kondisi akhlak santri kelas satu dan bukan santri kelas empat yang paling baik akhlaknya, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara bimbingan akhlak dengan akhlak santri di MDA Baitussalam.

B. Saran

Setelah sekian lama peneliti melakukan penelitian hingga dapat disimpulkan mengenai pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di MDA Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur, maka peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut:

(57)

• Sistem bimbingan akhlak santri yang selama ini sebaiknya dipertahankan dan ditambah dengan sistem yang lebih jitu dalam menghadapi kondisi askhlak santri pada jaman sekarang.

Hanya itu saran yang dapat peneliti kemukakan, semoga harapan mulia kita dikemudian hari dapat terlaksana dengan baik dan disertai oleh ridonya Allah subhanahu wata’ala. Amin.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prayitno dan Amti, Erman, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. ke-2.

2. Subhi, Mahmud, Ahmad, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis Islam, (Jakarta: Serambi, 2001).

3. Pent. Sitanggal, Umar, Anshori, Islam Membina Masyarakat Adil Makmur, (Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1987), cet. ke-1.

4. Irianto, Agus, Statistik Konsep Dasar Dan Aplikasinya, (Jakarta Timur: Kencana, 2004), cet. ke-1.

5. Hadi, Sutisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), cet. ke-22, jilid I.

6. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. ke-6.

7. Prasetyo, Bambang dan Jannah, Miftahul, Lina, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006). 8. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),

cet. ke-4.

9. Ardani, Moh., Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), cet. ke-1.

10. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. ke-2, edisi III.

(59)

12. Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, (Kairo: Maktabah Matba’ah al-Masyhad al-Husainy, 1939), Juz III.

13. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-3.

14. Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), cet. ke-2.

15. Masy’ari, Anwar, Akhlak al-Quran, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), cet. ke-1.

16. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. ke-4.

17. Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), cet. ke-1.

18. Minhaj al-Muslim oleh abu Bakr al-Jaza’iri, Hasanuddin dan Didin Hafidhuddin, Pedoman Hidup Muslim, (Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2003), cet. ke-2.

19. Winkel, W.S. dan Hastuti, Sri, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), cet. ke-3.

20. Purwanto, Ngalim, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Mutiara, 1981), cet. ke-8.

21. Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995). 24. Santoso, Singgih, Buku Latihan Statistik Parametrik, (Jakarta: PT. Elex Media

(60)
(61)

Gambar

tabel, demikian pula sebaliknya, apabila hasil perhitungan r < daripada
GAMBARAN UMUM MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH
Tabel 2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
tabelnya dapat dilihat tabel Chi-Square, untuk df (derajat kebebasan) = 3 dan

Referensi

Dokumen terkait

Kota Jambi masih memiliki tingkat kebutuhan fiskal yang cukup tinggi dibanding dengan Provinsi Jambi, dimana Kota Jambi sebagai ibu kota Provinsi Jambi dengan perkembangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 86 Tahun 2017 tentang tata cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah

15 Buruh Lapangan Tak terlatih Hari. 16 Buruh Lapangan

Faktor-faktor Yang Mendukung dan Menghambat Takmir Masjid Agung Baitussalam Purwokerto Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam

Pada hari ini Juma Dua Ribu Lima Belas (28- Pokja Pengadaan Barang K Unit Layanan Pengadaan B 525/KPTS/ULP/2014 tangga Pemenang Pelelangan Nom dengan ini diumumkan Pem1.

Berdasarkan hasil dari analisis pengujian hipotesis, terdapat temuan penelitian bahwa hasil pembelajaran membedakan paragraf deduktif dan paragraf induktif dengan menerapkan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI. © Aditya Angga Cipto Saputro

Andi Mutiara Muthahharah Catatan Dalam Botol SMP Negeri 2 Parepare Kota Parepare Sulawesi Selatan