• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Semiotika Terhadap kandungan Moral Tanggung Jawab Dalam Film Grave Of The Fireflies

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Semiotika Terhadap kandungan Moral Tanggung Jawab Dalam Film Grave Of The Fireflies"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

77 RIWAYAT HIDUP

NAMA LENGKAP : DANIS CHANDRIKA KUMALA

NIM : 51912002

TEMPAT TANGGAL LAHIR : JAKARTA, 16 DESEMBER 1994

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

AGAMA : ISLAM

JURUSAN : DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

JENJANG : STRATA 1

FAKULTAS : DESAIN DAN SENI

ALAMAT : PURI CIPAGERAN INDAH 2

JL. PANORAMA HIJAU BLOK C.15

NO.05 RT004/020

KONTAK : 081223909260

EMAIL : danischandrika@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN :

TAHUN PENDIDIKAN

2000-2006 SDN 013 PAGI BINTARO

2003-2009 SMP MUHAMMADIYAH 17 CIPUTAT

2009-2010 SMK MEDIA INFORMATIKA JAKARTA SELATAN

2010-2012 SMK TI GARUDA NUSANTARA CIMAHI

(5)

KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP KANDUNGAN MORAL TANGGUNG JAWAB DALAM FILM GRAVE OF THE FIREFLIES

DK 38315 / SKRIPSI Semester II 2015-2016

oleh:

Danis Chandrika Kumala NIM. 51912002

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadiran Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayah-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Semiotika Terhadap Kandungan Moral Tanggung Jawab Dalam Film Grave of the Fireflies” dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Tugas skripsi ini bertujuan untuk melihat kandungan moral tanggung jawab yang terdapat dalam film Grave of the Fireflies. Selain itu, tugas skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu prasyarat kelulusan program Studi Sarjana 1 pada Jurusan Desain Grafis di Universitas Komputer Bandung.

Dalam menyusun tugas skripsi ini, saya telah melibatkan banyak pihak, oleh karena

itu ucapan terima kasih, tidak lupa saya sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan ridho-Nya, begitu juga kepada keluarga tercinta yang selalu setia

memberikan doa dan dukungan baik secara moral maupun materi. Saya ucapkan terimakasih juga untuk ibu Rini Maulina M.sn sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, serta memberikan saran dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dan kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan, ide dan saran dalam penyelesaian tugas skripsi ini.

Dalam menyusun tugas skripsi ini, saya telah melibatkan banyak pihak, selain itu penulis mengucapkan mohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan tugas skripsi ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas skripsi ini.

Bandung, 5 Agustus 2016 Penulis,

(7)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 3

1.3Rumusan Masalah ... 3

1.4Batasan Masalah... 3

1.5Metode Penelitian... 4

1.6Tujuan Penelitian ... 5

1.7Manfaat Penelitian ... 5

1.8Sistematika Penulisan... 5

1.9Penelitian Terdahulu ... 6

1.10 Bagan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI 2.1Studio Ghibli ... 8

2.2Film ... 11

2.2.1Faktor Pembentuk Film ... 11

2.2.1.1 Unsur Naratif ... 12

2.2.1.2 Unsur Sinematik ... 15

2.2.2 Genre Film/Tema Film ... 16

(8)

vii

2.3 Film Animasi ... 17

2.3.1 Jenis Animasi ... 18

2.4Karakter ... 19

2.5Gestur ... 21

2.5.1Ekspresi Wajah ... 21

2.5.2Gerak Tubuh... 24

2.5.3Sentuhan ... 27

2.6Moral ... 28

2.6.1Jenis dan Wujud Moral ... 28

2.6.2Pesan Moral dalam Film ... 28

2.7Tanggung Jawab... 29

2.8Semiotika... 30

2.8.1Semiotik Charles Sanders Peirce ... 31

BAB III FILM GRAVE OF THE FIREFLIES 3.1Sinopsis Film Animasi Grave of the Fireflies ... 35

3.2Setting Film ... 35

3.2.1Serangan Udara di Jepang ... 36

3.3Cerita dan Alur Cerita Film Grave of the Fireflies ... 37

3.3.1 Permulaan ... 37

3.3.2 Pertengahan ... 41

3.3.3 Penutupan ... 43

3.4Karakter ... 46

BAB IV KAJIAN KANDUNGAN MORAL TANGGUNG JAWAB DALAM FILM GRAVE OF THE FIREFLIES 4.1Temuan Data ... 48

4.2Kajian Moral Tanggung Jawab dengan Semiotika Peirce ... 49

4.3Serangan Udara ... 50

4.4Saat Ibu Seita dan Setsuko Terkena Bom ... 52

4.5Bermain di Pantai ... 54

(9)

viii

4.7Seita Membuat Setsuko Tertidur ... 59

4.8Seita Menyuapi Setsuko Makan Saat sedang Sakit... 61

4.9Seita Membawa Setsuko ke Dokter ... 63

4.10 Saat Setsuko Meninggal ... 65

BAB V KESIMPULAN 5.1Kesimpulan ... 68

5.2Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(10)
(11)

75 DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Budiman, Kris (2004). Semiotik Visual Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.

Effendy, Heru. (2002). Mari Membuat Film, Panduan Untuk Menjadi Produser. Yogyakarta: Panduan

Ekawardhani, Y, A., Irma, R. (2015). Prinsip Antropomorfisme dan Personifikasi dalam Karakter Film Animasi Kartun Anak. Universitas Komputer Indonesia: Tidak diterbitkan.

G. Djalle Zaharuddin. (2007). The Making of 3D Animation Movie Using 3DStudioMax.

Hoed, Benny H. (2004) Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Jakarata: Komunitas Bambu.

Ibiz Fernandez. (2002). Macromedia Flash Animation & Cartooning: A creative Guide.

Iwan Binanto. (2010). Multimedia Digital Dasar Teori + Pengembangannya. Kriyantono, Rachmat. (2007). Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Van Zoest, A. (1991). Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta:

Intermasa.

Liliweri, A. (1994). Komunikasi Verbal dan Non Verbal. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

MD. Susilawati, M. Hum, & Ch. Suryati, M.Hum. (2009). Urgensi Pendidikan Moral. Surya Perkasa. Yogyakarta.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Ramdani, Z. P. (2015). Gesture: Mengungkap Makna Dibalik Bahasa Tubuh Orang

Lain Dari Mikroekspresi Hingga Makroekspresi. Klaten: PT. Hafamira.

Sumarno, Marselli. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

(12)

76 Wibowo, Indiwan Setyo Wahyu. (2003). Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis

Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wancana Media. Wicaksono. A (2014). Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garuda Waca.

Sumber Internet

http://www.nausicaa.net/wiki/Studio_Ghibli, diakses pada 22 Febuari 2008

https://instagib.wordpress.com/category/lcdm/rhetoricnewmedia/, diakses pada 23 Mei 2011

https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Boeing_B-29A-45-BN_Superfortress_44-61784_6_BG_24_BS_-_Incendiary_Journey.jpg, diakses pada 18 Juli 2010 http://onlineghibli.com/grave_of_fireflies/char.php

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Film merupakan salah satu media massa yang telah dikenal oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Melalui media televisi, film telah menjadi salah satu media massa yang paling banyak dilihat oleh masyarakat dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga lansia. Film dianggap sebagai salah satu media informasi yang paling efektif, selain itu film juga dapat memberikan hiburan maupun berbagai jenis pesan moral dan sosial. Film mempunyai berbagai jenis, menurut Onong Uchjana Effendi (2003) menjelaskan bahwa film dibedakan menurut sifatnya, seperti film cerita, film berita, film dokumenter, dan film animasi.

Film animasi merupakan serangkaian gambar gerak cepat yang terus-menerus memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya. Film animasi awalnya hanya

berupa rangkaian dari potongan-potongan gambar yang digerakkan, sehingga terlihat hidup. Film animasi juga telah menjadi salah satu jenis film yang paling populer dikalangan masyarakat berbagai usia, karena memiliki keunikan dan menarik untuk ditonton, oleh karena itu film animasi sebaiknya memiliki kandungan pesan positif seperti nilai moral, kebajikan, dan nilai positif lainnya, sehingga dampak yang dihasilkan dari menonton film animasi tersebut merupakan dampak yang positif. Salah satu nilai moral positif yang dapat disisipkan lewat sebuah film animasi adalah tanggung jawab, tanggung jawab merupakan bagian dari nilai moral yang harus ada pada setiap orang, mulai dengan diri sendiri ataupun dengan orang lain. Seperti film animasi Jepang yang berjudul Grave of the Fireflies yang mempunyai banyak kandungan nilai moral.

(14)

2 (Grave of The Fireflies). Anime yang berdurasi 89 menit ini termasuk jenis drama. Film ini dibuat berdasarkan novel semi autobiografi dengan judul Hotaru no Haka

yang ditulis oleh Akiyuki Nosaka.

AnimeGrave of the Fireflies menggambarkan tentang hubungan kakak beradik yang mengalami banyak penderitaan disaat perang, film ini berlatar belakang perang pada saat tahun 1945, saat Amerika melontarkan serangan udara ke Jepang. Yang membuat menarik pada animeGrave of the Fireflies ini adalah banyaknya memuat pesan-pesan moral dalam ceritanya. Terdapat banyak pesan moral yang terkandung dalam animeGrave of the Fireflies ini, tetapi yang menjadi fokus utama pada anime Grave of the Fireflies ini adalah, pesan moral tanggung jawab. Sikap tanggung jawab tersebut tergambar pada perlakuan Seita terhadap Setsuko dalam anime Grave of the Fireflies.

Dalam film animasi, karakter adalah hal yang sangat penting dalam keberhasilan sebuah film, karakter juga mewakili pesan yang ingin disampaikan dalam film. Penonton secara tidak langsung menerima pesan dari karakter tersebut. Ekspresi dan gerak tubuh karakter dalam melakukan kegiatan tertentu, akan menjadi ciri khas

karakter tersebut. Sesuai prinsip pembuatan karakter, karakter haruslah mempunyai kekuatan personality, sehingga penonton tahu betul sifat-sifat yang dimiliki karakter

tersebut. Unsur personality (penjiwaan peran) inilah yang membuat karakter lebih hidup sehingga bisa mempengaruhi emosi penontonnya. Sebagai media yang bisa menggambarkan moral tanggung jawab tersebut, Takahata Isao menggambarkan moral tanggung jawab dalam karakternya pada film animasi Grave of the Fireflies. Maka dari itu pengkajian terhadap karakter dalamfilm animasi Garve of the Fireflies ini, adalah untuk mengetahui bagaimana karakter dalam narasinya menggambarkan moral tanggung jawab.

(15)

3 dalam adegan film tersebut akan terlebih dahulu diklasifikasikan berdasarkan metode semiotika Charles Sanders Peirce, yang kemudian tanda-tanda tersebut akan

dimaknai dan dihubungkan menjadi satu kesatuan.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di uraikan permasalahan yang ada adalah: a. Film animasi Grave of the Fireflies mempunyai banyak kandungan nilai

moral, namun belum teridentifikasi, sehingga tidak diketahui kandungan moral apa saja yang terdapat dalam film animasi Grave of the Fireflies. b. Kandungan moral tanggung jawab lebih mendominasi dalam film Grave of

the Fireflies, namun belum terlihat apakah kandungan moral tanggung jawab tersebut mewakili sebuah pesan yang ingin disampaikan dalam film Grave of the Fireflies.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang dipaparkan pada latar belakang masalah diatas, maka masalah dirumuskan menjadi:

a. Bagaimana moral tanggung jawab yang terlihat dalam adegan film animasi Grave of the Fireflies tergambarkan secara visual?

b. Kandungan moral tanggung jawab seperti apa yang terdapat dalam film

Grave of the Fireflies?

1.4Batasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah akan dibatasi agar lebih fokus dan tidak melebar, diantaranya yaitu:

a. Pesan moral dalam film Grave of the Fireflies yang akan diteliti yaitu moral tanggung jawab.

b. Penelitian difokuskan hanya pada karakter Seita dan Setsuko, karena Seita dan Setsuko adalah tokoh utama pada film animasi Grave of the Fireflies. c. Dalam pengkajian ini akan dipilih potongan-potongan adegan yang

(16)

4 semiotika Charles Sanders Peirce antara hubungan repsentamen dengan objek (ikon, indeks, simbol).

1.5Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata (Moleong, 2011: 6). Dalam penelitian ini, teknik pencarian data dilakukan dengan metode observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap karakter Seita dan Setsuko dalam film animasi Grave of the Fireflies, dan data yang akan digunakan dalam film adalah berupa gambar tangkap atau screen capture dari film, yang diharapkan dapat mempresentasikan visualisasi film.

Penganalisisan terhadap karakter dalam adegan akan terfokus kepada gestur, dan ekspresi, yang dilakukan menggunakan metode semiotika yaitu semiotika Charles Sanders Peirce. Metode semiotika ini diharapkan mampu mengklasifikasikan tanda dalam visual dan kemudian dapat ditemukan kejelasan dari hubungan antara tanda dan pesan moral tanggung jawab. Cara menganalisisnya menggunakan metode

segitiga makna yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni Representamen (sign), Object, dan Interpretant. Makna tidak dicantumkan langsung kepada tanda

melainkan diproses oleh interaksi antara ketiga komponen tersebut. Namun Peirce kemudian merumuskan tipologi tanda yang cukup sederhana, yaitu ikon, indeks, dan simbol berdasarkan hubungan antara representamen dan objeknya. Penggunaan teori Peirce merupakan usaha mengungkap makna, dan pesan moral tanggung jawab yang terdapat dalam film Grave of the Fireflies. Dalam mengembangkan teori ini, Peirce memusatkan perhatiannya pada berfungsinya tanda pada umumnya.

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(17)

5 Observasi : Mengamati cerita, karakter dan mencatat pesan moral apa

saja yang telah didapat setelah menonton film tersebut.

Penentuan Masalah : Setelah mengamati film tersebut, pesan moral disaring kedalam pesan inti yaitu pesan moral tanggung jawab. Studi Pustaka : Mendapatkan literatur acuan-acuan untuk menilai.

Penelitian : Pada tahap ini akan dilakukan analsis terhadap film animasi Grave of the Fireflies seperti mengkaji terlebih dahulu terhadap narasinya, dan melihat fungsi karakter dalam narasi, juga melakukkan kajian terhadap visual karakter dalam film menggunakan semiotika.

Pasca-penelitian : Dalam tahapan ini akan didapatkan kesimpulan dari rumusan masalah.

1.6Tujuan Penelitian

a. Melihat bagaimana tanggung jawab bisa diwujudkan dalam visual pada film Grave of the Fireflies.

b. Melihat tanda apa saja yang menggambarkan moral tanggung jawab.

1.7Manfaat Penelitian

a. Mengetahui tentang moral tanggung jawab apa saja yang terdapat dalam film

Grave of the Fireflies.

b. Bagi mahasiswa dan pembaca secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam studi atau pembelajaran tentang nilai moral tanggung jawab dalam film Grave of the Fireflies.

1.8Sistematika Penulisan a. BAB I Pendahuluan

(18)

6 b. BAB II Tinjauan Pustaka

Pengenalan Ghibli, narasi, karakter, semiotika. Bab ini berisi menjelaskan

tentang Ghibli, prinsip penciptaan desain karakter dan membahas bagaimana semiotika diterapkan dalam penelitian ini.

c. BAB III Tinjauan Film Animasi Grave of the Fireflies

Bab ini menjelaskan tentang cerita dan alur Grave of the Fireflies, karakter Seita dan Setsuko, dan membahas pesan moral dalam film Grave of the Fireflies.

d. BAB IV Analisis Karakter Dan Narasi Film Grave of the Fireflies

Bab ini berisi tentang pengkajian moral tanggung jawab dalam adegan yang dianalisa menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce.

e. BAB V Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukkan. Yaitu bagaimana moral tanggung jawab dalam film Grave of the Fireflies digambarkan melalui semiotika Charles Sanders Peirce.

1.9Penelitian Terdahulu

Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah moral. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian berupa skripsi, tesis dan jurnal-jurnal melalui internet. Adapun penelitian terdahulu yang diambil dalam penelitian ini adalah:

(19)

7

Judul: “Analisis Semiotika Pesan Moral dalam Film Jokowi”.

Dalam penelitian ini, diteliti bagaimana melihat tanda-tanda komunikasi

yang tersirat dalam film Jokowi dan makna simbolis mengenai pesan moral apa yang ingin disampaikan pada film Jokowi. Dalam penelitian ini menggunakan teori semiotika dari Charles Sanders Peirce (representamen, object, interpretant). Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat sepuluh scene yang menjelaskan tentang sifat toleransi, hubungan kepada tuhan, berbakti kepada orang tua, syukur, tolong menolong, rajin, dan ulet. Dalam sepuluh scene tersebut mengandung pesan-pesan moral yang bisa dicontohkan anak-anak agar tertanam pada diri mereka sifat-sifat atau moral yang mulia.

2. Gustaf Ferry, Skripsi, Universitas Kristen Maranatha, 2007, Bandung.

Judul: “Tema dalam Film Grave of the Fireflies yang di Sutradarai oleh Isao Takahata”.

Dalam penelitian ini, diteliti untuk mengetahui apa saja Shibutosa yang tercermin dalam anime Hotaru no Haka karya Takahata Isao. Shibutosa yang dimaksud adalah berkeinginan kuat, teguh, kuat menanggung kesukaran.

Dalam menganalisis Shibutosa pada anime Hotaru no Haka karya Takahata Isao ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

psikologi sosial. Berdasarkan hasil analisis maka penulis menarik suatu kesimpulan bahwa tema film Grave of the Fireflies adalah “dampak perang

bagi kehidupan manusia”. Dampak peperangan telah mempengaruhi penokohan, latar sosial, latar tempat dan alur film Grave of the Fireflies.

(20)

8 1.10 Bagan Penelitian

(21)

9

BAB II. KAJIAN TEORI

2.1Studio Ghibli

Studio Ghibli adalah sebuah studio film animasi Jepang yang didirikan pada tahun 1985 oleh Miyazaki dan rekannya Isao Takahata. Kata "Ghibli" berarti "angin panas bertiup melalui Gurun Sahara", yang digunakan selama Perang Dunia II oleh pilot Italia mengacu pesawat pengintaian mereka. Miyazaki, sangat menyukai pesawat terbang, dan memutuskan untuk mengambil kata ini untuk nama Studio. Untuk logo dari studio Ghibli menggunakan karakter Totoro dari film Miyazaki yang berjudul Neighbor Totoro.

Gambar 2.1 Studio Ghibli

Sumber: http://www.nausicaa.net/wiki/Studio_Ghibli, diakses pada 22 Febuari 2008

Film animasi dari studio Ghibli adalah karya seni kontemporer yang juga menggabungkan tradisi seni dan budaya Jepang. Film-film yang bersangkutan biasanya berisikan tentang isu lingkungan hidup. Dua film animasi yang diproduksi studio Ghibli adalah My Neighbor Totoro dan Grave of the Fireflies. Direksi yang Miyazaki untuk My Neighbor Totoro dan Takahata untuk Grave of the Fireflies.

(22)

10 termasuk fotografi terbaik. Grave of the Fireflies sangat dipuji sebagai seni sastra yang benar. Dengan dua foto-foto ini, Studio Ghibli menjadi dikenal luas di industri

film Jepang.

Gambar 2.2 Logo Studio Ghibli

Sumber: http://www.nausicaa.net/wiki/Studio_Ghibli, diakses pada 22 Febuari 2008

Berikut ini adalah film-film animasi yang dibuat oleh studio Ghibli:

1. Nausicaä of the Valley of the Wind (1984) 2. Castle in the Sky (1986)

3. Grave of the Fireflies (1988) 4. My Neighbor Totoro (1988) 5. Kiki's Delivery Service (1989) 6. Only Yesterday (1991) 7. Porco Rosso (1992) 8. Ocean Waves (1993) 9. Pom Poko (1994)

10. Whisper of the Heart (1995) 11. On Your Mark (1995) 12. Princess Mononoke (1997)

13. My Neighbors the Yamadas (1999) 14. Shiki-Jitsu (2000)

15. Spirited Away (2001) 16. The Cat Returns (2002) 17. Ghiblies Episode 2 (2002)

(23)

11 19. Howl's Moving Castle (2004)

20. Tales from Earthsea (2006)

21. Ponyo on the Cliff by the Sea (2008) 22. The Secret World of Arrietty (2010) 23. From Up On Poppy Hill (2011) 24. The Wind Is Rising (2013) 25. When Marnie Was There (2014)

2.2Film

Film adalah gambar hidup dari sebuah gulungan seluloid dan dipertontonkan melalui proyektor. Di mana sekarang produksi film tidak hanya menggunakan pita seluloid

tetapi memanfaatkan teknologi video, namun keduanya tetap sama yaitu merupakan gambar hidup (Sumarno, 1994: 4). Sedangkan definisi film menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang, dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi dan proses elektronik, dengan atau tanpa suara, yang dapat ditayangkan melalui sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan lainnya. Namun secara umum, film dapat diartikan sebagai cinematographie yang berasal dari kata cinema yang berarti gerak, tho atau phytos yang berarti cahaya, dan graphie atau grhap yang berarti tulisan, gambar, atau citra. Jadi film dapat diartikan sebagai melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa disebut dengan kamera.

2.2.1Faktor Pembentuk Film

Film dibentuk oleh dua unsur pembentuk yaitu unsur naratif, dan unsur

sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tidak akan dapat

(24)

12 Dalam buku Memahami Film Himawan Pratista menambahkan, unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak

mungkin lepas dari unsur naratif, setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah/konflik, lokasi, dan waktu. Seluruh elemen tersebut membentuk naratif secara keseluruhan.

Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film, aspek-aspek tersebut adalah Mise en scene, sinematografi, editing, serta suara. Dalam beberapa kasus, sebuah film bisa saja tidak menggunakan unsur suara sama sekali, hal ini bisa ditemui pada film-film di era film bisu. Namun hal ini lebih disebabkan karena faktor teknologi yang belum memadahi pada waktu tersebut.

Film seperti halnya karya literatur lainnya mempunyai struktur fisik, adapun struktur tersebut dapat dipecah meliputi shot, merupakan proses perekaman gambar sejak kamera diaktifkan (on) hingga dihentikan (off), atau sering diistilahkan sebagai satu kali take (pengambilan gambar). Scene (adegan), adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi

berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi cerita, tema, karakter, atau motif, secara sederhana adegan bisa diartikan sebagai sekumpulan beberapa

shot. Sequence, adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa utuh. Satu sequence terdiri dari beberapa scene/adegan yang saling berhubungan.

2.2.1.1 Unsur Naratif

(25)

13 dengan apa yang ia inginkan. Hal ini sekaligus digunakan untuk mempermudah sineas jika film diangkat berdasarkan novel, tanpa

meninggalkan keterikatan ruang dan waktu sehingga film bisa dinikmati penonton. (Pratista, 2008: 33-34).

Naratif mempunyai beberapa elemen pokok yang membantu berjalannya sebuah alur cerita, elemen-elemen tersebut adalah pelaku cerita. Pelaku cerita adalah motivator utama yang menjalankan alur cerita, pelaku cerita biasanya terdiri dari tokoh protagonis (utama/jagoan) dan antagonis (pendukung/musuh, rival). Permasalahan/konflik bisa diartikan sebagai penghalang tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, permasalahan bisa muncul dari tokoh protagonis maupun antagonis. Tujuan yang ingin dicapai pelaku cerita, bisa berupa fisik seperti mengalahkan musuh atau berupa non fisik seperti kebahagiaan dan sebagainya. Secara umum naratif mempunyai tiga pola struktur yakni, permulaan, pertengahan serta penutupan (Pratista, 2008: 44-45). Dari penjelasan tersebut bisa dilihat bahwa fungsi naratif dalam penelitian ini adalah sebagai acuan untuk menjelaskan tema dan alur cerita dari sebuah film.

Permulaan Pertengahan Penutup

Aspek Ruang dan Konflik Konfrontasi

Akhir

Waktu Para Pelaku Konfrontasi Resolusi

Masalah Pengembangan Masalah Tujuan

Gambar 2.3 Pola Struktur Naratif Sumber: Himawan Pratista 2008

Melalui tiga tahapan inilah karakter, masalah, tujuan, aspek ruang dan

(26)

14 1. Tahapan Permulaan

Tahap permulaan atau pendahuluan adalah titik paling kritis

dalam sebuah cerita film. Pada tahap ini biasanya telah ditetapkan pelaku utama dan pendukung, masalah dan tujuan. Kadang pada tahap ini terdapat sekuen pendahuluatau prolog yang merupakan bagian dari alur cerita utama, namun adalah peristiwa yang terjadi sebelum cerita sebenarnya terjadi.

2. Tahap Pertengahan

Tahap pertengahan sebagianbesar berisi usaha dari tokoh utama atau protagonist untuk menyelesaikan solusi dari masalah yang telah ditentukan pada tahap permulaan. Pada tahap inilah alur cerita mulai berubah arah dan biasanya disebabkan oleh aksi luar perkiraan yang dilakukan oleh karakter utama atau pendukung. Pada tahap ini tempo cerita semakin meningkat hingga klimaks cerita, dan pada akhir tahap menjelang klimaks, tokoh utama seringkali mengalami titik terendah (putus asa) baik dari segi fisik maupun mental.

3. Tahap Penutupan

Tahap penutupan adalah klimaks cerita, yakni puncak dari konflik atau konfrontasi akhir. Pada titik inilah cerita film mencapai titik ketegangan tertinggi. Tokoh utama bisa mencapai tujuannya ataupun sebaliknya. Mulai titik inilah tempo cerita makin menurun hingga cerita film berakhir.

(27)

15 depan atau di tengah. Namun bagaimanapun bentuknya, seberapapun pendek dan kompleks cerita filmnya, cerita film selalu memiliki tahap

permulaan, pertengahan, dan penutupan.

2.2.1.2 Unsur Sinematik

Jika naratif adalah pembentuk cerita, maka unsur sinematik adalah semua aspek teknis dalam produksi sebuah film. Dengan kata lain jika naratif adalah nyawa sebuah film, maka unsur sinematik adalah tubuh fisiknya. Namun bukan berarti sinematik kalah penting dari naratif, karena unsur sinematik inilah yang membuat sebuah cerita menjadi sebuah karya audio visual berupa film (Pratista, 2008: 2). Unsur sinematik meliputi:

1. Mise-en-scene adalah segala hal yang terletak didepan kamera yang akan diambil gambarnya dalam proses produksi film, berasal dari bahasa perancis yang memiliki arti “putting in the scene”. Hampir seluruh gambar yang kita lihat dalam film dalah bagian dari unsur mise-en-scene. Mise-en-scene memiliki empat apek utama yakni setting atau latar, kostum dan make-up (tata rias meliputi wajah dan efek khusus), lighting atau tata cahaya, serta

pemain dan pergerakannya.

2. Sinematografi merupakan unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film, framing, durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera.

(28)

16 diambil, editing paska produksi, teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot.

4. Suara: Seluruh suara yang keluar dari gambar (film) yakni dialog, musik, dan efek suara. (Pratista, 2008. hal: 1-2)

2.2.2 Genre atau Tema Film

Setiap film pasti mempunyai genrenya masing-masing, biasanya genre berfungsi untuk membantu kita memilah-milah film tersebut sesuai dengan spesifikasinya, genre juga berfungsi sebagai antisipasi penonton terhadap film yang akan mereka lihat. Jika seseorang telah menentukan untuk melihat film dengan genre tertentu, maka sebelumnya ia telah mendapatkan gambaran umum dikepalanya tentang film yang akan ia tonton. Vincent Lo Brutto dalam bukunya yang berjudul The Filmmaker’s Guide to Production Design (2002: 111), mengklarifikasikan film menjadi sembilan genre, yaitu The Western, The Gangster Film, The Prison Film, Film Noir, Film Neo-Noir, Horror, Science

Fiction, The War Film dan Musical.

2.2.3 Jenis Film

Menurut Onong Uchjana Effendy (2003: 210-217) dalam buku Ilmu, Teori dan

Filsafat Komunikasi, film dibedakan menurut sifatnya yang umum terdiri dari jenis-jenis sebagai berikut:

1. Film cerita

Film cerita merupakan jenis film yang mengandung suatu cerita, yaitu yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan para bintang filmnya yang tenar.

2. Film berita

(29)

17 3. Film dokumenter

Film dokumenter merupakan film yang menceritakan fakta atau

peristiwa yang benar-benar terjadi. Bedanya dengan film berita adalah bahwa film berita harus mengenai sesuatu yang mempunyai nilai berita untuk dihidangkan kepada penonton apa adanya dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Film berita sering dibuat dalam waktu yang sangat tergesa-gesa karena itu mutunya sering tidak memuaskan. Sedangkan untuk membuat film dokumenter dapat dilakukan dengan pemikiran dan perencanaan yang matang.

4. Film kartun atau film animasi

Film kartun merupakan film animasi seni lukis. Setiap lukisan memerlukan ketelitian satu persatu dilukis dengan seksama untuk kemudian dipotret satu persatu pula dan apabila rangkaian lukisan yang 16 buah itu setiap detiknya diputar dalam proyektor film, maka lukisan-lukisan itu menjadi hidup. Sebuah film kartun tidaklah dilukis oleh satu orang, tetapi oleh pelukis-pelukis dalam jumlah yang banyak.

2.3Film Animasi

Film animasi digemari hampir semua kalangan diberbagai Negara termasuk Indonesia, biasanya deretan film animasi seperti Transformers, Iron Man, serta Upin dan Ipin sudah menjadi tontonan wajib yang tidak boleh dilewatkan oleh beberapa kalangan, dan itu terjadi dilingkungan sekitar.

Menurut Ibiz Fernandes dalam bukunya yang berjudul Macromedia Flash Animation & Cartooning: A creative Guide, animasi definisikan sebagai berikut;

“Animation is the process of recording and playing back a sequence of stills to achieve the illusion of continues motion”

(30)

18 Yang artinya adalah:

“Animasi sebuah proses merekam dan memainkan kembali serangkaian gambar statis untuk mendapatkan sebuah ilusi pergerakan”.

Animasi merupakan serangkaian gambar gerak cepat yang countine atau terus-menerus yang memiliki hubungan satu dengan lainnya. Animasi yang awalnya hanya berupa rangkaian dari potongan-potongan gambar yang digerakkan sehingga terlihat hidup (Adinda & Adjie, 2011).

2.1.1 Jenis Animasi

Animasi telah berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada sehingga muncul jenis animasi. Teknik yang digunakan untuk membuat animasi makin beragam (Djalle, 2007). Menjelaskan jenis animasi yang sering diproduksi.

1. Animasi 2D, jenis animasi yang lebih dikenal dengan film kartun pembuatannya menggunakan teknik animasi hand draw atau animasi sel, penggambaran langsung pada film atau secara digital.

2. Animasi 3D, merupakan pengembangan dari animasi 2D yang

muncul akibat teknologi yang sangat pesat. Dan terlihat lebih nyata dari pada 2D.

(31)

19 2.4Karakter

Terdapat sembilan aspek penting dalam membuat film yang sempurna, yaitu

komunikasi, waktu, struktur, kredibilitas karakter, realisme, storytelling, ruang, karakter dan suara/musik (Pikkov dalam Ekawardhani dan Rochmawati, 2015: 7). Berdasarkan sembilan aspek tersebut, yang membuat film menjadi sempurna adalah aspek karakter dan kredibilitas karakter. Kredibilitas karakter mempunyai arti kemampuan karakter dalam menimbulkan kepercayaan. Karakter mempengaruhi keberhasilan dari suatu film, dan mebuat penonton secara tidak langsung menerima komunikasi dari suatu karakter.

Karakter adalah bahasa lain dari tokoh dalam film animasi, yaitu perwujudan visual tokoh dalam cerita (Ekawardhani dan Rochmawati, 2015). Tokoh yang diartikan sebagai orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah cerita naratif atau drama, yang oleh pembaca ditampilkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam perbuatan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 85).

Subandi (1978) mengatakan, karakterisasi merupakan pola pelukisan dari gambar

seseorang yang dapat dipandang dari segi fisik, psikis dan sosiologi. Segi fisik menggambarkan wajah, raut wajah, rambut, bibir, hidung, bentuk kepala, warna

kulit dan lain-lain. Untuk segi psikis berupa pemikikiran, perasaan dan kemauannya dengan melalui ini penonton bisa mengetahui watak tokoh. Sedangkan segi sosiologis yaitu watak tokoh dapat dilihat dari bagaimana ia berinteraksi dengan 20 lingkungannya. Satoto (1993), aspek-aspek itu akan saling berhubungan dalam upaya membentuk dan membangun permasalahan dan konflik.

(32)

20 gambar-gambar yang digerakkan. Karakter juga membangun interaksi dengan penontonnya, dijelaskan sebagai pertunangan, identifikasi, simpati dan empati

(Leslie dalam Ekawardhani dan Rochmawati, 2015: 9).

Pada tahun 1930, Walt Disney Studio mengembangkan prinsip-prnsip dasar animasi tradisional. Prinsip-prinsip tersebut telah dikembangkan untuk membuat animasi, terutama karakter animasi, yang lebih realistis dan menghibur. Prinsip-prinsip ini juga diterapkan pada animasi tiga dimensi. Adapun kedua belas prinsip tersebut antara lain:

1. Pose dan gerakan antara (Pose-To-Pose Action and Inbetween) 2. Pengaturan waktu (Timing)

3. Gerakan sekunder (Secondary Action) 4. Akselerasi gerak (Ease In and Out) 5. Antisipasi (Anticipation)

6. Gerakan penutup dan perbedaan waktu gerak (Follow Through and Overlapping Action)

7. Gerak melengkung (Arcs)

8. Dramatisasi gerakan (Exaggeration)

9. Elastisitas (Squash and Stretch)

10.Penempatan di bidang gambar (Staging)

11.Daya tarik karakter (Appeal) 12.Penjiwaan peran (Personality)

Dalam jurnal penelitian yang berjudul Prinsip Antropomorfisme dan Personifikasi dalam Karakter Film Animasi Kartun Anak (Ekawardhani dan Rochmawati, 2015: 16) menyatakan, pada dua belas aspek ini mempunyai keterkaitan dengan perwatakan dan estetika, yaitu daya tarik karakter (Appeal) dan penjiwaan peran (Personality). Dapat diketahui bahwa prinsip penciptaan desain karakter pada film animasi mengacu pada aspek-aspek sebagai berikut:

(33)

21 c. Tingkah laku

d. Motivasi

e. Simpati dan empati f. Daya tarik karakter

g. Penjiwaan peran (Personality)

2.5Gestur

Bahasa tubuh merupakan gerakan tubuh yang berperilaku nonverbal yang disampaikan melalui simbol komunikasi kepada orang lain (Liliweri, 1994). Melewati bahasa tubuh, seseorang bisa mempelajari emosi, kemauan, dan perasaan orang lain melalui pesan-pesan visual.

Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh terdiri dari tiga komponen utama (Rakhmat dalam Ramdhani, 2015: 6-7) yaitu:

1. Fasial

Pesan wajah menyampaikan pesan tertentu seperti marah, sedih, muak, takut dan sebagainya.

2. Gestural

Pesan ini berkaitan dengan gerakan-gerakan anggota tubuh yang ternyata dapat mengkomunikasikan berbagai makna.

3. Postural

Postur adalah tubuh, jadi pesan ini berkaian dengan anggota tubuh.

2.5.1Ekspresi Wajah

(34)

22 Table 2.1 Penggambaran Ekspresi

Sumber: Ramdani (2015) 1. Senang/ bahagia

Ekspresi singkat yang menunjukkan seseorang sedang senang atau bahagia biasanya ditunjukkan dengan senyuman. Terlitat dari otot pipi yang bergerak naik dan kedua sisi bibir membentuk senyuman.

Ekspresi ini muncul karena ketidaknyamanan atau timbul ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. Terlihat dari sisi alis bagian dalam menyatu

condong kebawah, bibir yang menyempit, dan pandangan terlihat dari mata yang kehilangan fokus, bibir

tertarik kebawah, dan kelopak mata terkulai.

Gambar 2.6 Sedih Sumber:

https://afspot.net/forum/topic/63203 4-atashinchi-no-danshi/page-4,

(35)

23 4. Takut

Ekspresi takut biasanya muncul karena ketidak

mampuan mengatasi suatu hal. Juga ketika berada pada

suasana yang dianggap seram. Ekspresi takut ditunjukkan

dengan kedua alis yang naik secara bersamaan, bibir terbuka mementuk horizontal, dan kelopak mata menegang.

Gambar 2.7 Takut Sumber:

http://s.kaskus.id/images/2014/02/21 /2805907_20140221085244.jpg,

diakses pada 21 Febuari 2014

5. Muak

Rasa muak timbul karena melihat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau mendengar apa yang tidak

layak untuk didengar. Gambar 2.8 Muak Sumber:

http://www.lintasnews.com/8557/da mpak-negatif-jika-suka-membentak-anak/, diakses pada 27 Febuari 2016 6. Kaget/terkejut

Ekspresi terkejut ditunjukkan dengan alis mata naik, mata terbuka lebar, dan mulut terbuka secara refleks.

Gambar 2.9 Kaget/terkejut Sumber:

(36)

24 7. Menganggap remeh

Terlihat dengan gerakkan menaikkan salah satu sudut bibir.

Gambar 2.10 Menganggap Remeh Sumber:

http://rijalseventh.blogspot.co.id/201 6/01/penyampaian-wajah-saat-merendahkan.html \, diakses pada 7

Januari 2016

2.5.2Gerakan Tubuh

Selain ekspresi, gerakan-gerakan tubuh lain juga memiliki makna tersendiri (Ramdani, 2015: 69)

Table 2.2 Gerak Tubuh Sumber: Ramdani (2015) 1. Mengepalkan tangan.

Gerakan tangan ini

mengisyaratkan bahwa seorang sedang mencoba

menahan sikap atau amarah. Ini bisa terjadi dikarenakan kegelisahan, putus asa atau frustasi.

Gambar 2.10 Gerakan mengepal tangan Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/hand-and-arm-gestures/, diakses

(37)

25 2. Kedua tangan menempel

di mulut.

Gerakan tubuh ini merupakan tanda kaget, kagum, juga terkejut

dengan suatu hal. Orang yang menempelkan tangan

di sekitar mulut juga bisa dimaknai sebagai menahan diri untuk menerima atau tidak sepakat dengan pendapat orang lain.

Gambar 2.11 Kedua tangan menempel di mulut

Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/basic-understanding/ diakses pada

2008-2016

3. Mencengkram tangan. Kondisi ini merupakan bentuk penyesuian diri terhadap perasaan yang gelisah.

Gambar 2.12 Mencekram tangan Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/basic-understanding/ diakses pada

2008-2016 4. Memegang lengan.

Hal ini menandakan bahwa orang sedang

menyesuaikan diri dengan kondisi saat itu. Lebih tepatnya, menyesuaikan emosi.

Gambar 2.13 Memegang lengan Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/basic-understanding/ diakses pada

(38)

26 5. Melipat dan menyilangkan

lengan.

Ada beberapa pesan yang bisa ditangkap dari bahasa tubuh ini. Petrama, adalah

wujud dari kepercayaan diri. Kedua, merasa tak

nyaman terhadap suatu

Gambar 2.14 Melipat dan menyilangkan tangan

Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/basic-understanding/ diakses pada

2008-2016

6. Mengangkat bahu. Menandakan

ketidaktahuan dengan topik pembicaraan. Selain itu, mengandung arti tidak ingin terlibat dalam

Gambar 2.15 Mengangkat bahu Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/basic-understanding/ diakses pada

(39)

27 7. Berdiri sambil bertolak

pinggang Bermakna kesiapan untuk bertindak. Selain itu, bisa bermakna agresivitas dan cenderung

ingin mendominasi percakapan.

Gambar 2.16 Berdiri sambil bertolak pinggang

Sumber: http://www.indiabix.com/body-language/basic-understanding/ diakses pada

2008-2016

2.5.3Sentuhan

Pada dasarnya, sentuhan adalah bahasa tubuh yang subjektif. Ada lima kategori

sentuhan yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hinga sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut (Ramdani,

2015: 118):

1. Sentuhan Fungsional (Profesional)

Sentuhan yang lebih berorientasi kepada pemberian jasa hingga bisnis. Contohnya, seorang dokter yang melakukan pemeriksaan kepada pasiennya.

2. Sentuhan Sosial (Kesopanan)

Sentuhan ini bersifat membangun atau memperteguh harapan, aturan, serta praktik sosial yang berlaku di lingkungan sekitar. Contohnya, berjabat tangan sebagai bentuk penghormatan.

3. Sentuhan Persahabatan (Kehangatan)

(40)

28 4. Sentuhan Cinta (Keintiman)

Sentuhan ini mengandung ketertarikan emosional. Contonya,

mencium tangan orang tua, dan memeluk istri. 5. Rangsangan seksual

Sentuhan ini erat kaitannya dengan sentuhan keintiman. Motifnya mengarah kepada pemenuhan hasrat biologis.

2.6 Moral

Moral dalam bahasa Latin Mos yang artinya kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 754) moral diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti; susila. Menurut Bertens (2001: 7) Moral adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dan menurut Kaelan (2008: 93) moral merupakan ajaran-ajaran ataupun patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.

2.6.1 Jenis dan Wujud Moral

Menurut Nurgiantoro (dalam Wicaksono, 2014: 272) secara garis besar jenis ajaran moral dapat dibedakan menjadi tiga macam:

1. Hubungan manusia dengan diri sendiri.

2. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial. 3. Hubungan manusia dengan Tuhannya.

2.6.2Pesan Moral dalam Film

(41)

29 Nilai moral dalam sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah

yang ingin disampaikan kepada pembaca (Wicaksono, 2014: 269). Moral dalam sastra hampir selalu dalam pengertian baik. Dengan demikian, jika sebuah cerita ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh yang terpuji baik, berperilaku sebagai antagonis atau protagonis. Dalam fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, tingkah laku tokoh-tokoh itulah yang diharapkan pembaca mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan dan diamanatkan (Wicaksono, 2014: 272)

2.7 Tanggung Jawab

Tanggung jawab menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang sengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan

kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, yang artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia dibebani dengan tanggung jawab. Apabila di

kaji dengan tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia beradap, manusia merasa bertanggung jawab karena menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan.

(42)

30 lain. Kebebasan eksistensial dan kebebasan sosial berbeda, tetapi tetap pada ranah kebebasan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Kebebasan sosial merupakan

ruang gerak yang diberikan oleh masyarakat kepada individu, dengan batasan-batasan yang sudah ada, seperti norma-norma yang ada pada masyarakat.

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia dibebani dengan tanggung jawab. Apabila di kaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab, manusia merasa bertanggung jawab karena menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan, sehingga manusia tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi juga pada orang lain.

2.8 Semiotika

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign) dalam kehidupan manusia. Bila berbicara semiotik, kita dapat tentang satu semiotik, tetapi semiotic diperkenalkan oleh sejumlah ilmuan. Secara garis besar, pandangan mereka tentang tanda dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu pandangan dikotomis dan trikotomis. Tanda dilihat sebagai modek diadik dan triadik atau semiotik struktural (Benny H. Hoed, 2011:

28).

Kata semiotik berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti “tanda” atau seme

yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas

seni logika, retorika, dan poetika. Semiotika pada dasarnya merupakan atas studi kode-kode, yaitu system ataupun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna.

Menurut Charles S. Peirce semiotika yaitu “doktrin formal tentang tanda-tanda” (the formal doctrine of signs); sementara menurut Ferdinand de Saussure semiologi

(43)

31

di dalam masyarakat” (a science that studies the life is signs within society). Dengan demikian, bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat; sedangkan bagi

Saussre semiology adalah bagian dari disiplin ilmu social (Kris Budiman, 2011: 3)

Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (Ito sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate) (Alex Sobur, 2009: 16). Tujuan analisi semiotik yaitu untuk menemukan tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Yang dimaksud dengan tanda ini sangat luas. Peirce membedakan tanda atas lambang (symbol) ikon (icon) dan indeks (index) (Rahmat Kriyantono, 2006: 264).

2.8.1 Semiotika Charles Sanders Peirce

Aart van Zoest seorang ahli filsuf Amerika menjelaskan bahwa Chales Sanders Peirce lahir dalam sebuah keluarga intelektual pada tahun 1839. Peirce memepunyai ayah seorang professor matematika di Harvard. Pada tahun 1859, 1862, dan 1863 secara berturut-turut Peirce menerima gelar B.A., M.A., dan B.Sc. dari Universitas Harvard.

Dalam teori Peirce seringkali disebut sebagai grand theory dalam semiotika

(44)

32 entitas (berupa respresntamen) dengan entitas lain yang disebut dengan objek. (Indiwan Seto Wahyu Wibowo, 2013: 17-24).

Proses pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan prosesual antara tiga titik, yaitu respresentamen (R), object (O), interpretant (I). R adalah bagian tanda yang dapat dipresepsi secara fisik atau mental yang merujuk pada suatu yang diwakili olehnya (O). Kemudian I adalah bagian dari proses yang menafsirkan hubungan R dengan O. Oleh karena itu, bagi Peirce, tanda tidak hanya representative, tetapi juga interpretative. Peirce membedakan tiga jenis tanda, yakni indeks, ikon, lambang (Benny H. Hoed, 2014: 46-47).

Dalam buku Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya karya Benny H. Hoed yang dikutip dari W. Noth, membedakan tiga jenis tanda dalam kaitannya dengan objek, yaitu indeks, ikon, dan lambang. Indeks adalah tanda yang berhubungan antara respresentamen dengan objeknya yang bersifat langsung, bahkan didasari hubungan kontiguitas atau sebab akibat. Ikon adalah tanda representamen berupa tiruan identitas objek yang dirujuknya. Lambing adalah tanda yang hubungan respresentamen dengan objeknya didasari konvensi.

Semiotik bagi Peirce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influce), atau

kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), interpretan (interpretent).

Gambar 2.17 Model segitiga makna Peirce

(45)

33 1. Representamen adalah bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda. Representamen disebut juga dengan sign.

2. Object, sesuatu yang merujuk pada tanda. Atau sesuatu yang diwakili oleh representamen yang berkaitan dengan acuan.

3. Interpretant, lebih merujuk pada makna tanda.

Peirce dalam (Berger, 2004: 14) menyatakan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek yang menyerupai, keberadaannya memiliki hubungan sebab akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Peirce menggunakan istilah ikon untuk hubungan antara tanda dan acuan berupa hubungan kemiripan, bersifat bersamaan bentuk alamiah. Indeks untuk hubungan yang timbul karena kedekatan eksistensi. Hubungan antara penanda dan petanda yang bersifat kausal (sebab akibat), dan simbol untuk hubungan yang terbentuk secara konvensional.

Upaya klasifikasi yang dilakukan oleh Peirce terhadap tanda memiliki kekhasan tersendiri. Peirce membedakan tipe-tipe tanda menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi diantara representamen dan

objeknya sebagai berikut:

1. Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa sehingga tanda

itu mudah untuk dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kausalitas. Contohnya gambar kuda sebagi penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. (Jabrohim, 2001: 68)

(46)

34 Pendapat di atas menunjukkan bahwa indeks merupakan hubungan sebab akibat antara penanda dan petandanya, Indeks adalah tanda

yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya misalnya asap menandai api, alat penanda angin menunjukkan arah angin dan sebagainya (Jabrohim, 2001: 68).

3. Tipe yang ke tiga merupakan bagian dari tipologi tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungan bersifat arbitrer (semau-maunya). Arti tanda itu

ditentukan oleh konvensi.” (Jabrohim, 2001: 68). Contoh dari tipe

(47)

37

BAB III

FILM

GRAVE OF THE FIREFLIES

3.1Sinopsis Film Animasi Grave of the Fireflies

Film yang berdasarkan isi sebuah karya sastra yaitu novel semi autobiografi yang ditulis oleh Nosaka Akiyuki ini, berpusat pada Seita, seorang anak keras kepala angkatan laut prajurit yang penuh kasih dan adiknya yang tak berdosa, Setsuko. Perjuangan yang fatal mereka untuk bertahan hidup dimulai tepat di awal, ketika

rumahnya dibom dan mereka keluar dari rumah. Ibu Seita dan Setsuko terluka parah dan ditemukan terbungkus perban di sebuah rumah sakit, di mana ia meninggal tak lama setelah itu.

Seita dan Setsuko pindah ke Nishinomiya untuk tinggal bersama bibi mereka. Bibi mereka seorang wanita yang dingin dan hanya melayani diri sendiri, tidak memiliki kesabaran dengan Seita atau Setsuko, terutama ketika mereka lebih suka mengejar kunang-kunang di malam hari, bermain di tepi pantai, atau ruang di sekitar rumah, bukannya membantu keluar untuk mencari uang. Setelah tinggal dengan bibi cukup lama, Seita dan Setsuko memutuskan untuk pergi, dan mendirikan rumah di gua dekat danau. Keduanya mencoba dengan segala cara untuk hidup, untuk mendapatkan sayuran atau makanan apa saja, mereka menjual barang-barang mereka dan berani untuk mencuri, tetapi tidak berhasil.

Cerita sebenarnya di perlihatkan pada awal mula film, di mana terlihat sesosok hantu Seita menonton dirinya yang sudah lemah tak berdaya karena kekurangan gizi dan akhirnya meninggal, sebuah kematian kesepian di stasiun kereta api. Alur keseluruhan pada film ini bersifat sangat tragis, karena seperti yang diketahui

bahwa adegan singkat kebahagiaan tidak akan bertahan.

3.2Setting Film

(48)

38 3.2.1 Serangan Udara di Jepang

Craven dan Cate (1953) menjelaskan ketika Amerika Serikat mengembangkan rencana kampanye udara terhadap Jepang sebelum perang pasifik, pangkalan Sekutu di Pasifik Barat pada beberapa pekan pertama konflik Pasifik menandakan bahwa serangan udara baru dimulai pada pertengahan 1944 setelah Boeing B-29 Superfortress siap dikerahkan ke ajang pertempuran. Operasi Matterhorn melibatkan pemindahan pesawat B-29 yang berpangkalan di India ke pangkalan di sekitar Chengdu, Cina, untuk persiapan penyerangan target-target strategis di Jepang. Upaya tersebut gagal memenuhi tujuan strategis yang dikehendaki para perumus rencana karena permasalahan logistik, kesulitan mekanis pesawat pengebom, kerentanan tempat persiapan di Cina, dan jarak tempuh yang jauh menuju kota-kota di Jepang.

Para brigadir Jenderal pasukan udara angkatan darat Amerika Serikat (USAAF) Haywood S. Hansell menetapkan bahwa Guam, Tinian,

dan Saipan di kepulauan Mariana cocok dijadikan pangkalan B-29, namun saat itu masih dikuasai Jepang. Strategi pun diganti agar sesuai dengan perang udara, dan kepulauan tersebut direbut kembali antara Juni dan Agustus 1944. Beberapa pangkalan udara dibangun, dan B-29 diterbangkan dari kepulauan Mariana bulan Oktober 1944. Pangkalan-pangkalan tersebut dapat disuplai oleh kapal kargo tanpa hambatan. XXI Bomber Command memulai misi penyerangan Jepang pada tanggal 18 November 1944.

Gambar 3.1 U.S. Air Force

Sumber:

(49)

39 Tujuan serangan USAAF di Jepang adalah untuk menghancurkan industri perang musuh, membunuh atau melumpuhkan warga sipil yang dipekerjakan oleh industri perang, dan menurunkan moral sipil. Warga sipil yang terlibat dalam perang, lewat berbagai aktivitas seperti pembangunan benteng dan produksi munisi dan material perang lainnya di pabrik dan bengkel, dianggap sebagai kombatan secara hukum dan pantas diserang (Edwards, 1996:83).

Selama enam bulan selanjutnya, XXI Bomber Command di bawah pimpinan LeMay mengebom 67 kota di Jepang. Pengeboman Tokyo, atau Operation Meetinghouse, tanggal 9–10 Maret menewaskan sekitar 100.000 orang dan menghancurkan perkotaan seluas 16 square mile (41 km2) dan 267.000 bangunan dalam satu malam saja. Operasi ini merupakan pengeboman paling mematikan sepanjang Perang Dunia II. Sebanyak 20 B-29 ditembak jatuh oleh

meriam flak dan pesawat tempur. Pada bulan Mei, 75% bom yang dijatuhkan merupakan bom bakar yang dirancang untuk membakar Jepang.

Pada pertengahan bulan Juni, enam kota terbesar di Jepang telah dihancurkan. Berakhirnya pertempuran di Okinawa bulan itu memberikan Sekutu kesempatan untuk memanfaatkan pangkalan udara yang letaknya lebih dekat dengan pulau-pulau utama Jepang (Kerr, 1991:207). Pengeboman dialihkan ke kota-kota kecil yang dihuni 60.000 sampai 350.000 jiwa, menurut Yuki Tanaka, A.S. pemengeboman terjadi lebih dari seratus kota di Jepang, serangan-serangan tersebut juga mematikan (Craven dan Cate, 1953: 653-658).

3.3Cerita dan Alur Cerita Film Grave of the Fireflies 3.3.1 Permulaan

(50)

40 Gambar 3.2 Adegan Setsuko bertemu Seita

Sumber: Film Grave of the Fireflies

Cerita dimulai dari tokoh utama, Seita yang terbaring di pinggiran stasiun kereta

api dalam keadaan yang menyedihkan. Seita kemudian meninggal sambil memegang kaleng bekas permen buah. Petugas stasiun yang sudah terbiasa

menemukan dan membersihkan para gelandangan yang meninggal di sekitar stasiun, menemukan kaleng permen buah berisi abu di tubuh Seita, dan membuangnya ke rerumputan. Dari kaleng tersebut, muncullah banyak kunang-kunang, seorang gadis kecil muncul, hendak menghampiri tubuh kakaknya yang tergeletak kaku di stasiun. Tetapi berhenti, karena sang kakak telah ada di belakangnya.

Gambar 3.3 Adegan Seita sebelum meninggal Sumber: Film Grave of the Fireflies

Seita dan Setsuko berjalan bergandengan tangan menuju kereta api. Tanpa

(51)

41 Gambar 3.4 Adegan Setsuko dan Seita menaiki kereta

Sumber: Film Grave of the Fireflies

Musuh meluncurkan serangan udara, Seita yang saat itu tengah mengubur beberapa bahan makanan di dalam tanah segera menggendong adik kecilnya, Setsuko. Sang ibu mengingatkan Seita untuk segera pergi ke pengungsian, dan meminta Setsuko untuk menjadi anak yang baik dan menuruti kata-kata Seita. Seita tak sempat membawa banyak barang ketika serangan udara tiba di tempatnya, membakar rumah-rumah di sekitarnya. Seita berlari di antara kobaran api bersama adik kecilnya yang ia gendong di punggung.

Gambar 3.5 Adegan Setsuko menggendong Seita Sumber: Film Grave of the Fireflies

(52)

42 memutuskan untuk merahasiakan hal ini dari Setsuko. Seita terus mengatakan bahwa ibu mereka masih sakit parah dan jika keadaannya membaik, Seita akan membawa Setsuko bertemu sang ibu.

Gambar 3.6 Adegan ibu Seita terluka parah Sumber: Film Grave of the Fireflies

Awalnya, kehidupan Seita dan Setsuko di rumah bibinya itu berjalan baik. Terlebih setelah Seita membawa makanan yang sempat ia kubur sebelum serangan udara. Makanan itu membantu banyak. Tapi, lama-kelamaan persediaan makanan semakin berkurang, persediaan beras dari negara pun hanya sedikit. Sang bibi lalu menjual kimono ibu Seita untuk ditukarkan dengan beras, dan membaginya dengan Seita. Lama-kelamaan, persediaan beras

semakin berkurang, bibi Seita mengatakan bahwa Seita dan Setsuko tidak pantas mendapatkan makanan karena tidak melakukan hal apapun. Sikap sang

bibi semakin tidak menyenangkan, sang bibi tidak bisa memahami keadaan Setsuko yang selalu menangis setiap malam karena merindukan ibunya, sang bibi juga akhirnya mengatakan bahwa sebaiknya mereka memasak makanan masing-masing.

(53)

43 Gambar 3.7 Adegan Seita dan Setsuko pindah

Sumber: Film Grave of the Fireflies

3.3.2 Pertengahan

Seita dan Setsuko menemukan sebuah tempat perlindungan mirip gua di tepi

danau dan memutuskan untuk tinggal di sana, tempat yang aman dari serangan udara. Dengan sisa uang tabungan Ibunya, Seita membeli beberapa barang dan bahan makanan untuk kehidupan mereka. Tetapi, lama kelamaan, bahan makanan mereka habis, kemiskinan warga membuat para petani tak bisa menjual beras lagi, dan tak ada lagi yang bisa dibeli dengan uang.

Gambar 3.8 Adegan Setsuko dan Seita makan bersama Sumber: Film Grave of the Fireflies

Di tempat mereka tinggal, selalu ada kunang-kunang yang menerangi mereka setiap malam. Tetapi, keesokan harinya kunang-kunang tersebut mati, Setsuko mengubur kunang-kunang tersebut sambil menangis, Setsuko mengatakan bahwa ibunya pun sudah dikubur.

(54)

44 makan untuk menyembuhkannya. Tetapi, Seita tidak punya makanan lagi, dan tak ada makanan yang bisa dibeli.

Seita pulang dari usahanya mencari makanan dan menemukan Setsuko pingsan di tepi danau. Sejak saat itu keadaan Setsuko begitu lemah, Setsuko hanya berbaring sepanjang hari. Seita yang pergi ke bank di kota untuk mengambil sisa uang yang ada ditabungan ibunya. Seita mendengar percakapan bahwa perang telah usai, Jepang menyerah tanpa syarat, sementara pasukan laut, di mana ayah Seita menjadi salah satu tentaranya telah tenggelam, yang artinya sang ayah telah tewas di medan perang.

Gambar 3.9 Adegan Seita menemukan adiknya tergeletak dirumput Sumber: Film Grave of the Fireflies

Seita yang terpukul pulang ke rumah kecilnya dan menemukan Setsuko

terbaring lemah sambil mengulum kelereng yang ia anggap sebagai permen. Gadis kecil itu juga mengatakan bahwa ia membuat nasi kepal untuk kakaknya,

(55)

45 Gambar 3.10 Adegan-adegan Setsuko sakit parah

Sumber: Film Grave of the Fireflies

3.3.3 Penutupan

Di akhir cerita, Seita dan Setsuko duduk di atas bangku kayu. Seita Menyuruh Setsuko untuk tidur, Setsuko menjawab dengan tersenyum, dan merebahkan kepalanya di atas pangkuan Seita dan tidur dalam damai. Sementara Seita menatap ke arah rumahnya dulu yang sekarang telah berubah menjadi bangunan pencakar langit yang berkilauan.

Gambar 3.11 Adegan Seita dan Setsuko memandang kota yang dulunya rumah mereka

(56)

46 Berikut klasifikasi cerita dan alur Grave of the Fireflies, menampilkan peristiwa yang terjadi dalam film:

Cerita 1. Seita melihat dirinya meninggal

2. Seita mempunyai seorang adik yang bernama Setsuko 3. Seita dan Setsuko berjalan dengan bergandengan tangan

menuju kereta api 4. Serangan udara

5. Ibu Seita dan Setsuko pergi ke tempat pengungsian

6. Seita berlari dengan menggendong Setsuko dipunggungnya 7. Seita dan Setsuko ketakutan

8. Kota hancur

9. Seita dan Setsuko berada di tempat pengungsian 10.Sang ibu mengalami luka bakar

11.Sang ibu meninggal dunia

12.Seita dan Setsuko tinggal dengan bibinya

13.Sang bibi ngatakan hal-hal kasar Alur 14.Seita dan Setsuko pindah

15.Seita dan Setsuko tinggal ke goa tempat pelindungan 16.Seita dan Setsuko kekurangan makanan

17.Setsuko sakit 18.Seita mencuri

19.Setsuko lemah tak berdaya

20.Seita mengetahui ayahnya meninggal 21.Setsuko meninggal dunia

22.Seita dan Setsuko duduk bersama

(57)

47 Table 3.1 Info film Grave of the Fireflies

Sumber: http://onlineghibli.com/grave_of_fireflies/

Judul Grave of the Fireflies

Judul Jepang Hotaru no Haka

Tahun Rilis 1998

Durasi 1 jam 28 menit

Table 3.2 Pengisi Suara film Grave of the Fireflies Sumber: http://onlineghibli.com/grave_of_fireflies/

Karakter Inggris Jepang

Seita J. Robert Spencer Tsutomu Tatsumi

Setsuko Rhoda Chrosite Ayano Shiraishi

Ibu Veronica Taylor Yoshiko Shinohara

(58)

48 Table 3.3 Produksi

Sumber: http://onlineghibli.com/grave_of_fireflies/ Direktur

Isao Takahata

Original Work Akiyuki Nosaka

Skenario Isao Takahata

Produser Toru Hara

Produser eksekutif Ryoichi Sato

Musik Michio Mamiya

Art Director Nizo Yamamoto

Sinematografi Nobuo Koyama

Editing Takeshi Seyama

Produksi Desain Ryoichi Sato

3.4Karakter dalam Film Grave of the Fireflies

Dalam film Grave of the Firefles terdapat beberapa karakter yang berperan penting dalam membangun narasinya. Berikut adalah karakter didalam film Grave of the Fireflies beserta fungsinya didalam narasi.

Table 3.4 Karakter film Grave of the Fireflies Sumber: http://onlineghibli.com/grave_of_fireflies/char.php

Tokoh Utama 1 Seita

(59)

49 kebanggaannya, yang dapat menyebabkan dia untuk membuat keputusan yang salah.

Tokoh Utama 2 Setsuko

Seorang gadis berusia 4 tahun. Setsuko benar-benar memuja kakaknya Seita. Dia gadis tidak bersalah yang ceria.

Tokoh Pendukung 1 Ibu Seita

Ibu Seita dan Setsuko adalah sosok ibu

yang ideal. Dia mencintai anak-anaknya dan tampaknya memiliki kontrol yang baik dari banyak hal, bahkan selama perang. Suaminya telah pergi untuk berperang.

Tokoh pendukung 2 Bibi Seita

Seita dan Setsuko mempunyai bibi yang memiliki banyak aturan, yang meliputi kerja keras dan kesungguhan selama masa perang. Dia orang yang sangat ketat dan memberikan orang apa yang dia pikir mereka layak dapatkan. Hal ini menyebabkan dia sering kejam.

Tokoh Pendukung 3 Sepupu Seita

(60)

48 BAB IV. KAJIAN MORAL TANGGUNG JAWAB DALAM FILM GRAVE OF THE FIREFLIES

4.1Temuan Data

Film berjudul Grave of the Fireflies ini bertemakan perjuangan hidup. Bagaimana seorang kakak beradik berjuang hidup ditengah perang. Film ini berlatar tahun 1945, saat serangan udara di Jepang. Hal itu terlihat dari setting bangunan yang hancur terkena serangan udara, dan bentuk pesawat yang melontarkan serangan udara.

Gambar 4.1 U.S. Air Force

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Boeing_B-29A-45-BN_Superfortress_44-61784_6_BG_24_BS_-_Incendiary_Journey.jpg, diakses pada 18 Juli 2010

Gambar 4.2 Pesawat yang ada dalam film Grave of the Fireflies Sumber: Film Grave of the Fireflies

(61)

49 Garve og the Fireflies ini terdapat banyak pesan moral, salah satunya adalah moral tanggung jawab.

Untuk mempermudah pembaca mengerti apa yang akan diteliti, penulis membuat tabel yang membedakan respresentamen (ikon, indeks, simbol), object, dan interpretant, yang terdapat dalam teori Charles Sanders Peirce, serta yang mengandung makna moral tanggung jawab dalam film Grave of the Fireflies. Selain itu juga akan ditambahkan gambar beserta karakter-karakter yang mempermudah para pembaca mengerti apa yang diteliti, serta melihat tanda-tanda yang ada dalam film Grave of the Fireflies.

4.2Kajian Moral Tanggung Jawab dengan Semiotika Peirce

Dari banyaknya scene yang terdapat dalam film Grave of the Fireflies, peneliti

hanya mengambil 8 scene untuk dijadikan alat penelitian. Jumlah ini didapatkan sesuai dengan tiga pola struktur naratif. Pada bagian pendahuluan terdapat 5 scene,

(62)

50 4.3Scene 1: Serangan udara

Dalam scene ini terdapat tiga gambar yang menunjukan moral tanggung jawab, gambar pertama terlihat pada menit ke 7 lebih 42 detik, gambar ke dua pada saat menit ke 8 lebih 7 detik, dan gambar ke tiga pada menit ke 10 lebih 7 detik. Dalam scene ini terjadi serangan udara, semua orang berlari mencari perlindungan termasuk Seita dan Setsuko.

Table 4.1

Scene 1: Serangan Udara Sumber: Dokumen Pribadi

gambar pertama adalah:

1. Pesawat tempur (ilustratif) 2. Kota (ilustratif)

3. Asap (ilustratif) 4. Laut (ilustratif)

Gambar 2, ikon yang terlihat pada gambar kedua adalah:

1. Api (ilustratif)

2. Rumah kayu (ilustratif) 3. Anak laki-laki menggunakan

topi, dan berbaju lengan panjang (ilustratif)

4. Anak perempuan menggunakan tudung biru(ilustratif)

Gambar

Table 2.1 Penggambaran Ekspresi
Gambar 2.7 Takut
Table 2.2 Gerak Tubuh
Gambar 2.11 Kedua tangan menempel di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam film The Love Siam , karena film ini selain isi ceritanya unik dan mendapatkan banyak nominasi dalam beberapa award s, film

Untuk mengungkap persoalan adegan adegan kekerasan yang terkandung dalam film tersebut secara menyeluruh dan mendalam dalam penelitian ini digunakanlah metode

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membahas tentang makna tanda dalam bentuk fashion yang dikenakan oleh Harley Quinn pada film Birds of Prey dengan

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter tokoh utama yang terdapat dalam film Animasi Soul Karya Pete Docter Tahun 2020. Penelitian ini

Dalam film The Danish Girl ini, perubahan karakter Einar Wegener dari seorang laki-laki menjadi perempuan hingga berganti nama menjadi Lili Elbe, direpresentasikan

Dari pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa, observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke dalam

Observasi yaitu cara teknik untuk mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan secara langsung (tanpa alat) baik dalam keadaan yang sebenarnya maupun dalam situasi

Dari apa yang dipaparkan dalam penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pesan Moral Pada Film Animasi Nussa dan Rara di