SKRIPSI
OLEH :
WENNY MAHDALENA LUMBAN GAOL
110304035
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
WENNY MAHDALENA LUMBAN GAOL 110304035
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Dr.Ir.Tavi Supriana,MS) (Dr.Ir.Satia Negara Lubis,MEC) NIP. 196411021989032001 NIP.196302041997031001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Wenny Mahdalena L.Gaol (110304035) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan Jagung Di Provinsi
Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana,MS dan
Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berhubungan dengan ketersediaan beras dan jagung di Sumatera Utara dari tahun 1999-2013. Data yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi linear berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersedian beras di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh harga domestic, harga kedelai, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh harga impor dan luas panen jagung. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh panen, harga domestik, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh luas panen dan harga domestic. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar rupiah.
Wenny Mahdalena Lumban Gaol, dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda J.Lumban Gaol,S.Pd dan Ibunda N.br Sinaga.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut: 1. Tahun 1998 masuk Taman Kanak-kanak Helvetia Medan. 2. Tahun 1999 masuk Sekolah Dasar Negeri 066049 Medan.
3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Medan. 4. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Medan.
5. Tahun 2011 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
6. Bulan Agustus hingga September 2014 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.
7. Bulan Mei 2015 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Provinsi Sumatera Utara.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan
Jagung di Provinsi Sumatera Utara” yang merupakan syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis Ayahanda J. Lumban Gaol, S.Pd dan Ibunda N. br Sinaga atas kasih sayang dan telah memberi dukungan, doa, dan motivasi selama menjalani perkuliahan hinggasekarang penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada adik-adik tersayang Putri Cristie L.G, Dani Armando L.G, dan Feby Yosepha L.G, atas doa dan semangat yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
3. Seluruh instansi yang terkait dalam penelitian ini dan turut serta membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman tercinta Sri Sinaga, SP, Dena Manuela,SP , Nadia Safitri,SP, Marisca Girsang,SP ,Natalina Ginting,SP, Pitawarni,SP, Yosevani,SP, Dolse,SP, Sri Ayu,SP, Yohana,SP, Meiska,SP yang telah membantu penulis dalam penelitian ini, serta kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2015
ABSTRAK ... i
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7
2.2 Landasan Teori ... 11
2.3 Penelitian Terdahulu ... 15
2.4 Kerangka Pemikiran ... 17
2.5 Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.3 Metode Analisis Data ... 21
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional ... 26
3.4.1 Defenisi ... 26
3.4.2 Batasan Operasional ... 27
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Geografi Sumatera Utara ... 28
4.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 29
4.3 Kondisi Demografi ... 29
Sumatera Utara ... 44 5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Ketersediaan Jagung di Provinsi
Sumatera Utara ... 52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 59 6.2 Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA
No. Judul Hlm. 1. Produksi Pangan Strategis (beras dan jagung) di Sumatera
Utara
1 2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kabupaten/Kota tahun 2013
31 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis
Kelamin dan Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2013
32 4. Ketersediaan Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun
1999-2013
33 5. Luas Panen Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013 34 6. Harga Domestik Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun
1999-2013
35 7. Harga Impor Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013 36 8. Harga Kedelai di Sumatera Utara Tahun 2002-2013 36 9. Jumlah Konsumsi Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013 37 10. Jumlah Penduduk Sumatera Utara Tahun 1999-2013 38 11. Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Sumatera Utara
Tahun 1999-2013
39 12. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar di Indonesia Tahun
2002-2013
40 13. Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2002-2013
41 14. Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara Tahun
1999-2013
42 15. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Beras 46
16. Hasil Analisis Ketersediaan Beras 47
17. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Jagung 54
No. Judul Hlm.
1. Skema Kerangka Pemikiran 17
2. Grafik Ketersediaan Beras Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
42 3. Grafik Ketersediaan Jagung Provinsi Sumatera Utara Tahun
1999-2013
43
4. Grafik Normal Plot Ketersedian Beras 44
5. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Beras 45
6. Grafik Normal Plot Ketersedian Jagung 52
No Judul 1 Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara 2 Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
3 Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara 2002-2013
Wenny Mahdalena L.Gaol (110304035) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras dan Jagung Di Provinsi
Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr.Ir. Tavi Supriana,MS dan
Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berhubungan dengan ketersediaan beras dan jagung di Sumatera Utara dari tahun 1999-2013. Data yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi linear berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan beras di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersedian beras di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh harga domestic, harga kedelai, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Ketersediaan beras di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh harga impor dan luas panen jagung. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara serempak dipengaruhi oleh panen, harga domestik, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial dipengaruhi oleh luas panen dan harga domestic. Ketersediaan jagung di Sumatera Utara secara parsial tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar rupiah.
1.1 Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Pangan (UU RI No 7 Tahun 1996), pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
Permasalahan pada pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan secara khusus dapat diidentifikasi dari aspek produksi, konsumsi, dan distribusi. Orientasi kebijaksanaan pembangunan pertanian yang mengutamakan pola produksi bahan pangan terutama beras cenderung mengabaikan potensi sumber pangan lain sehingga menyebabkan beban kebijaksanaan pangan menjadi semakin berat. Akibatnya setiap pelaksanaan program peningkatan produksi beras membutuhkan biaya yang makin mahal. Pangan, tidak lagi seperti yang dikatakan antropolog-ekonom Melville J. Herskovits (1965), adalah the primary determinants of survival bagi umat manusia. Pangan, seperti halnya sumber daya ekonomi lainnya bersifat memiliki kelangkaan (scarcity). Dalam perkembangannya, pangan bukan saja sebagai “barang”, namun juga produk atau
Dengan demikian dalam hal pangan diletakkan dalam konteks politik adalah: “pemerintah akan berusaha mempertahankan ketersediaan pangan dalam jumlah
yang cukup (bahkan kalau perlu melimpah) dan dengan harga yang murah (bukan sekedar terjangkau) (Sumodiningrat, 2001).
Mengenai persoalan pangan, dunia kembali dikhawatirkan dengan persoalan ketahanan pangan bagi masyarakat, terutama dari dimensi ketersediaan, akses terhadap pangan dan stabilitas harga pangan, mengingat fenomena perubahan iklim tidak mampu sepenuhnya diantisipasi dengan baik. Jika dilihat dari aspek konsumsi, perwujudan ketahanan pangan juga mengalami hambatan karena sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Masalah yang dihadapi ke depan adalah negara harus mampu meningkatkan produksi untuk bisa menyediakan pangan beras secara berkecukupan dan berkelanjutan, namun di sisi lain terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketersediaan beras di masyarakat (Rompone, 2013).
kebutuhan nasional. Mentan memaparkan bahwa fenomena pergeseran musim yang terjadi di berbagai daerah bakal berimplikasi kepada ketersediaan pangan sehingga dapat mengganggu target swasembada bila tidak dilakukan upaya percepatan. Untuk itu, diperlukan upaya khusus guna mempercepat ketersediaan pangan sesuai arahan Presiden untuk terwujudnya swasembada pangan sesuai dengan visi misi (Priyo. B, 2015).
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk cukup tinggi. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah permintaan akan pangan juga akan semakin tinggi. Komoditas pangan utama seperti beras dan jagung merupakan kebutuhan pokok yang pemenuhannya harus selalu dijaga oleh pemerintah. Beras dan jagung merupakan komoditas pangan utama yang termasuk dalam pangan strategis.
Tabel 1. Produksi Beras dan Jagung di Sumatera Utara dalam satuan ton
2008 1.852.567 1.098.969
2009 1.975.623 1.166.550
2010 2.006.089 1.377.716
2011 2.020.147 1.294.645
2012 2.080.687 1.347.127
2013 2.087.501 1.182.925
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2014
Dari Tabel 1. Dapat dilihat bahwa produksi dari komoditi pangan strategis yaitu beras dan jagung mengalami fluktuasi dari tahun 1999 – 2013. Perubahan (fluktuasi) jumlah produksi dapat disebabkan oleh beberapa factor yang mempengaruhinya. Produksi beras lebih besar dari produksi jagung. Produksi merupakan salah satu fungsi dari ketersediaan pangan. Secara umum selain produksi, stok, impor dan ekspor merupakan fungsi ketersediaan pangan. Ketersediaan beras dapat dipengaruhi oleh harga domestik, harga impor, harga kedelai, konsumsi, luas panen jagung, dan tenaga kerja,. Sementara ketersediaan jagung dapat dipengaruhi oleh luas panen, harga domestic, jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, dan nilai tukar.
fluktuasi sementara jumlah penduduk mengalami peningkatan setiap tahunnya. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan jagung di Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perkembangan ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara.
2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam mengambil kebijaksanaan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara.
2.1 Tinjauan Pustaka
Menurut Suryana (2003), jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, yang tentunya akan memerlukan upaya dan sumber daya yang besar untuk memenuhinya. Beberapa masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:
1. Upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup menghadapi kendala kemampuan produksi pangan yang semakin terbatas disebabkan oleh:
a. Berlanjutnya konversi lahan pertanian kepada kegiatan non pertanian. Seluruh ekosistem lahan pertanian terus mengalami degradasi kualitas dan kesuburan, karena cara-cara pemanfaatan yang kurang ramah lingkungan. b. Semakin langkanya ketersediaan sumber daya air untuk pertanian, karena
persaingan dengan aktivitas ekonomi lainnya, disamping menurunnya kualitas air terus berlangsung, yang terutama disebabkan oleh rendahnya efisiensi manajemen pemanfaatan air dan kepedulian terhadap lingkungan.
c. Fenomena iklim yang semakin tidak menentu karena pengaruh global warming.
a. Teknologi produksi untuk lahan sawah relative stagnan, sedangkan teknologi lahan kering, lahan rawa/lebak, dan lahan pasang surut, relative belum mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan. b. Teknologi pasca panen belum diterapkan dengan baik sehingga tingkat
penurunan mutu produk dan tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi. c. Kinerja pelayanan teknologi pengolahan hasil tepat gunna belum
memadai untuk menunjang pengembangan industri pengolahan pangan. 3. Terbatasnya kemampuan petani berlahan sempit dalam menerapkan teknologi
tepat guna menyebabkan tingkat produktivitas usaha tani relative stagnan. 4. Dalam era perdagangan global, peluang impor pangan telah terbuka untuk
umum. Disamping menguras devisa yang terbatas, impor menambah ketatnya persaingan produk-produk petani di pasar domestic.
dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga). Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan seperti untuk bibit, pakan industri makanan/nonpangan dan tercecer (Baliwati, 2010).
Pada dasarnya ketahanan pangan terdapat 4 (empat) pilar yaitu, aspek ketersediaan (food availibility), aspek stabilitas ketersediaan atau pasokan (access of supplies), aspek keterjangkauan (access to utilization), dan aspek konsumsi pangan (food utilization). Keempat pilar tersebut mengindikasikan bahwa pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup, baik di musim panen maupun paceklik, terdistribusi merata di seluruh peloksok negeri, harganya terjangkau oleh orang yang miskin sekalipun dan aman serta bermutu (Isbandi dan Rusdiana, 2014).
Ketersediaan pangan dari produksi domestic diperoleh dari produksi ditambah impor dikurangi kebutuhan untuk konsumsi pakan, benih, dan tercecer serta ekspor. Ketersediaan sebagian besar pangan pokok dunia menurun akibat adanya penurunan produksi di sebagian besar negara utama produsen beras yang
mengakibatkan meningkatnya harga pangan dunia
(Dewan Ketahanan Pangan, 2010).
keadaan darurat. Cadangan pangan nasional diupayakan berada di dalam negeri dan harus senantiasa cukup untuk mengatasi masalah kekurangan pangan, atau terjadinya berbagai kebutuhan yang mendadak akibat bencana, atau pengaruh fluktuasi harga (UU RI No 7, 1996).
Pangan tidak hanya beras, karena jenis pangan cukup banyak dan beragam serta semuanya diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan manusia yang sehat yaitu terpenuhinya kebutuhan kalori, protein, vitamin, mineral, dan lemak. Pengelompokan pangan berdasarkan pangan pokok dan strategis yaitu beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, daging ayam, daging ruminansia, telur, susu, cabe merah, bawang merah, minyak goreng, gula pasir, dan ikan ( Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kecukupan ketersediaan beras pada tingkat nasional maupun regional menjadi prasarat bagi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, hampir seluruh penduduk di negara ini mengkonsumsi beras setiap harinya. Hal ini menyebabkan komoditas beras memiliki nilai yang sangat strategis, selain karena menguasai hajat hidup orang banyak, juga dapat dijadikan parameter stabilitas ekonomi dan sosial negara. Apabila terjadi kelangkaaan atau tidak terpenuhinya kebutuhan beras pada masyarakat, akan berdampak pada inflasi dan gejolak social
(Sumodiningrat, 2001)
kontinuitas kebutuhan tidak dapat dipenuhi maka terpaksa dilakukan impor walaupun pada saat tertentu dilakukan ekspor. Terjadinya ekspor dan impor pada tahun yang sama disebabkan antara lain musim panen jagung tidak merata sepanjang tahun. Pada awal musim panen terjadi surplus produksi sehingga jagung harus diekspor karena belum tersedia fasilitas penyimpanan yang memadai. Sebaliknya, pada musim paceklik terjadi kekurangan produksi sehingga untuk memenuhi kebutuhan harus dipenuhi dari impor
(Adisarwanto dalam Sitepu Christy, 2013).
2.2 Landasan Teori
Persediaan adalah bahan pangan yang tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat setiap saat dalam jumlah dan mutu yang memadai. Pada tingkat makro (nasional), persediaan lebih mudah diperkirakan yakni jumlah produksi ditambah impor bahan pangan. Kecukupan dilihat dari volume produksi dan impor dibandingkan dengan konsumsi. Apabila total persediaan sama atau melebihi konsumsi, maka persediaan mencukupi atau jika stock berada pada tingkat yang aman.. Secara teoritis, jika jumlah persediaan (produksi ditambah impor) melebihi konsumsi, maka kegiatan pengadaan tidaklah penting (Bantacut, 2010).
Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan (UU No 8, 2012).
yang mencukupi. Peningkatan luas areal panen secara tidak langsung akan meningkatkan produksi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu musin tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam artian tidak terjadi kekeringan maupun kebanjiran, maka dapat diharapkan terjadi peningkatan dalam luas areal panen, sehingga berpengaruh terhadap produksi
(Sumodiningrat, 2001).
Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan dapat dipenuhi, persyaratan ini lebih dikenal dengan faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan skill atau manajemen (Daniel, 2002).
Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi (Sugiarto, 2002). Secara umum, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = f (K, L, R, T)
Q = Output
K = Kapital/modal L = Labour/tenaga kerja R = Resources/sumber daya T = Teknologi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Adapun menurut ILO (International Labour Organization) tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang berusia antara 15-64 tahun. Penduduk usia kerja dibedakan lagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Arifin dan Hadi, 2007).
Produk marginal tenaga kerja adalah jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan, dengan mempertahankan jumlah modal tetap. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan perusahaan, semakin banyak output yang diproduksi (Mankiw. G, 2007).
Menurut Thomas Robert Malthus menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk akan selalu mengikuti deret ukur, sedangkan ketersediaan pangan akan mengikuti deret hitung. Teori tersebut terkenal dengan teori ledakan penduduk di suatu wilayah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan. Teori Malthus menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk. Dalam pandangan pendukung teori Malthus, kelangkaan makanan akhirnya akan menghentikan pertumbuhan (Anderson, 2001).
jasa-jasa yang dihasilkan oleh negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu permintaan terhadap barang dan jasa tersebut (Zakiah, 2011).
Krugman, Paul R (2000) menjelaskan ada beberapa faktor-faktor yang mendorong dilakukannya impor antara lain:
a. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki untuk mengolah sumber daya alam yang tersedia agar tercapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam kegiatan produksi dalam negeri.
b. Adanya barang-jasa yang belum atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri. c. Adanya jumlah atau kuantitas barang di dalam negeri yang belum mencukupi.
Mankiw (2000) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi impor, begitu pula dengan ekspor, yaitu:
a. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam negeri dan luar negeri
b. Harga barang-barang di dalam negeri
c. Besarnya nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing
d. Ongkos angkut barang antar negara
e. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
mata uang dari Negara lain. Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor sutu Negara di pasaran internasional (Halwahi, 2005).
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan analisis faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis yang telah dilakukan, diantaranya:
Lestari, Lisa (2013) dengan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara” menggunakan metode penelitian regresi linear berganda dengan
data tahunan periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan beras dipengaruhi oleh stok beras, produksi beras, impor beras dan ekspor beras di Sumatera Utara. Ketersediaan cabai dipengaruhi oleh stok cabai, produksi cabai, impor cabai dan ekspor cabai di Sumatera Utara. Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras dan PDRB di Sumatera Utara. Konsumsi cabai dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga cabai dan PDRB di Sumatera Utara.
Mawaddah, Helmi (2013) dengan penelitian yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Ketersediaan Daging Ayam (Broiler) di Kota Medan” menggunakan metode analisis model regresi linear berganda. Hasil
mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Secara serempak produksi daging ayam broiler, permintaan daging ayam broiler dan konsumsi daging ayam broiler mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya produksi daging ayam broiler yang mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan.
Hasyim, Hasman (2007) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras” menggunakan metode Ordinary Least
2.4 Kerangka Pemikiran
Beras dan jagung merupakan kebutuhan pokok yang pemenuhannya harus selalu dijaga dan tetap tersedia. Ketersediaan beras dapat dipengaruhi oleh harga domestic, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja. Apabila harga domestic tinggi, maka ketersediaan akakn meningkat. Hal ini dapat disebabkan agar melindungi produsen untuk memperoleh keuntungan. Apabila harga impor meningkat, maka ketersediaan juga dapat meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena permintaan yang tinggi akibat jumlah penduduk semakin meningkat sementara produksi tidak mencukupi, sehingga impor tetap dilakukan. Apabila harga kedelai tinggi, maka ketersediaan kedelai dapat berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena produsen akan lebih memilih untuk menanam atau menghasilkan kedelai yang harganya tinggi dibandingkan dengan beras. Konsumsi beras juga dapat mempengaruhi ketersediaan. Jika konsumsi meningkat, maka ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang meningkat sehingga ketersediaan beras harus tetap tersedia, juga surplus. Apabila tenaga kerja meningkat, ketersediaan juga meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan hasil produksi yang berimplikasi terhadap ketersediaan.
: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Ketersediaan Beras Harga Domestik
Konsumsi Harga Impor Harga Kedelai
Luas Panen Jagung
Tenaga Kerja
Harga Domestik
Jumlah Penduduk Tenaga Kerja
Luas Panen
Nilai Tukar
Ketersediaan Beras
2.5 Hipotesis
Sesuai dengan identifikasi masalah dan berdasarkan tujuan penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Provinsi Sumatera Utara secara parsial maupun agregat
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di Provinsi Sumatera Utara. Adapun yang menjadi pertimbangan di dalam penentuan wilayah adalah atas terjadinya fluktuasi jumlah produksi dari komoditi beras dan jagung di Sumatera Utara (Tabel.1 hal.4). Selain itu didukung oleh domisili peneliti yang berada di Sumatera Utara.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, Departemen dan Dinas Pertanian, dan Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan range tahun 1999-2013 (komoditi jagung) dan tahun 2002-1999-2013 (komoditi beras).
3.3 Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya ditabulasi, kemudian dibuat hipotesis yang selanjutnya diuji dengan menggunakan metode analisis yang sesuai dengan hipotesis tersebut.
Untuk meguji identifikasi masalah 2 akan diuji dengan menggunakan model regresi linear berganda, dengan persamaan berikut :
Ketersediaan Beras
Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + a6X6 + µ
Keterangan :
Y : Ketersediaan beras (ton) a0 : Konstanta intersep
X1 : Harga Domestik (Rp/Ton) X2 : Harga Impor (Rp/Ton) X3 : Harga Kedelai (Rp/Ton) X4 : Luas Panen Jagung (Ha) X5 : Konsumsi beras (Ton) X6 : Tenaga kerja (jiwa) µ : Standar eror
Ketersediaan Jagung
Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + µ
Keterangan :
Y : Ketersediaan jagung (ton) a0 : Konstanta intersep
X1 : Luas Panen (Ha)
X2 : Harga Domestik (Rp/Ton) X3 : Jumlah Penduduk (Jiwa) X4 : Jumlah Tenaga kerja (jiwa) X5 : Nilai tukar (Rp/US$) µ : Standar eror
a1- a5 : Koefisien Variabel Regresi
Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS)
Untuk mengetahui apakah masing-masing faktor tersebut secara serempak berpengaruh nyata atau tidak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung), maka digunakan uji F (Supriana, 2012).
Kriteria uji F:
Keterangan:
H0 = 0, tidak ada pengaruh signifikan secara serempak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung).
H0 ≠ 0, ada pengaruh signifikan secara serempak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung)
Dan untuk mengetahui apakah masing-masing faktor secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap ketersediaan pangan strategis (beras dan jagung), maka digunakan uji t.
Kriteria uji t:
Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak Jika t-hitung ≥ t-tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima
Keterangan:
H0 = 0, tidak ada pengaruh signifikan dari masing-masing faktor terhadap ketersediaan beras dan jagung.
H0 ≠ 0, ada pengaruh signifikan dari masing-masing faktor terhadap ketersediaan beras dan jagung.
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaan dimana ada hubungan linear secara sempurna atau mendekati sempurna antara variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah model yang terbebas dari masalah multikolinearitas. Konsekuensi adanya multikolinearitas adalah koefisien korelasi tidak tertentu dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga. Variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Toleance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 (Priyatno,2012).
2. Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas merupakan kondisi dimana variansi data yang digunakan untuk membuat model tidak konstan sehingga seakan-akan ada beberapa kelompok data yang mempunyai besaran eror yang berbeda-beda sehingga bila diplotkan akan membentuk suatu pola yang sistematis.
Dampak heterokedastisitas terhadap OLS:
1. Akibat tidak konstannya variansi, maka salah satu dampak yang ditimbulkan adalah lebih besarnya variansi dari dugaan.
2. Uji hipotesis menjadi kurang akurat. Besanya varians dugaan akan berpengaruh pada uji hipotesis yang dilakukan (uji t dan uji F). Kedua uji ini menggunakan besaran varians dugaan.
3. Standard eror dugaaan juga lebih besar, sehingga interval kepercayaan menjadi sangat besar.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya.
3.4 Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, maka diibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut : 3.4.1 Defenisi Operasional
1. Ketersediaan adalah jumlah pangan (beras dan jagung) yang tersedia untuk dikonsumsi masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu dalam satuan ton. 2. Jumlah stok adalah jumlah bahan pangan (beras dan jagung) yang tersedia
dari tahun yang sebelumnya di Provinsi Sumatera Utara dalam satuan ton. 3. Jumlah produksi adalah jumlah dari hasil kegiatan budidaya atau usahatani
beras dan jagung dalam satuan ton.
4. Jumlah impor adalah jumlah barang/ komoditi beras dan jagung yang dikirim dari luar Provinsi Sumatera Utara maupun luar negeri ke Provinsi Sumatera Utara dalam satuan ton.
5. Harga domestic adalah harga beras dan jagung yang ditetapkan oleh pasar di Provinsi Sumatera Utara dalam satuan Rupiah/ton.
6. Harga impor adalah harga beras yang telah ditetapkan oleh Negara pengimpor berdasarkan nilai tukar yang berlaku dalam satuan Rupiah/ton.
8. Nilai tukar mata uang adalah perbandingan suatu mata uang terhadap mata uang negara lain yang dinyatakan dalam satuan Rupiah per US$.
9. Konsumsi adalah sejumlah beras yang akan dimakan atau diolah oleh masyarakat dengan tujuan pemenuhan kebutuhan hayati dalam satuan ton. 10. Luas panen adalah luas tanaman yang diambil hasilnya atau dipanen pada
periode waktu tertentu dalam satuan Ha.
11. Jumlah penduduk adalah sejumlah penduduk yang mendiami dan beraktifitas di Sumatera Utara dalam satuan jiwa.
3.4.2 Batasan Operasional
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari tahun 1999 sampai 2013.
4.1. Letak dan Keadaaan Geografi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1º - 4º LU dan 98º - 100º BT. Adapun batasan wilayah Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. - Sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat. - Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
4.2. Kondisi Iklim dan Topografi
Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 30,1°C, sebagian daerah berbukit dengan kemirigan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 21,4°C.
Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasaya terjadi pada bulan November sampai denga Maret dan musim peghujan biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan September, diantara kedua musim itu terdapat musim pancaroba.
4.3. Kondisi Demografi
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah . Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, jumlah penduduk Sumatera Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) sebesar 10,26 juta jiwa, kemudian dari hasil SP 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Selanjutnya dari hasil Sensus Penduduk pada bulan Mei 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982,204 jiwa.
tahun1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 2000-2010 menjadi 1,22 persen per tahun. Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara berjumlah 13.326.307 jiwa yang terdiri dari 6.648.190 jiwa penduduk laki-laki dan 6.678.117 jiwa perempuan atau dengan ratio jenis kelamin/sex ratio sebesar 99,55. Pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 6,77 juta jiwa (51,83%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 6,55 juta jiwa (49,1%).
Tabel 2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota tahun 2013
No Kabupaten/ Kota Luas Wilayah (km2)
Sumatera Utara 71.680,68 13.326.307 186
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota (jiwa) Tahun 2013
No Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah
Rasio Jenis Kelamin
01 Nias 64.999 68.389 133.388 95,04
02 Mandailing Natal 203.017 210.458 413.475 96,46 03 Tapanuli Selatan 133.531 135.293 268.824 98,70 04 Tapanuli Tengah 162.605 161.401 324.006 100,75 05 Tapanuli Utara 141.418 144.700 286.118 97,73
06 Toba Samosir 86.924 88.145 175.069 98,61
07 Labuhanbatu 217.581 213.137 430.718 102,09
08 Asahan 342.337 339.457 681.794 100,85
18 Serdang Bedagai 303.963 301.620 605.583 100,78
19 Batu Bara 192.710 190.250 382.960 101,29 73 Pematang Siantar 115.787 121.647 237.434 95,18
74 Tebing Tinggi 73.680 75.385 149,065 97,74
75 Medan 1.048.451 1.074.759 2.123.210 97,55
76 Binjai 125.917 125.346 252.263 99,66
77 P.Sidempuan 99.725 104.890 204.615 95,08
78 Gunungsitoli 53.298 56.105 129.403 95,75
Sumatera Utara 6.648.190 6.678.117 13.326.307 99,55
4.4 Deskripsi Variabel yang Diteliti
Pada bagian ini akan membahas perkembangan ketersediaan dan faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan strategis (komoditi beras, jagung, dan daging sapi) di Sumatera Utara. Perkembangan yang diamati dalam jangka waktu 12 tahun, mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2013.
4.4. 1. Ketersediaan Pangan Strategis
Ketersediaan dapat diperoleh dari jumlah produksi, stok awal, dan impor. Pada tabel.4 dapat dilihat bahwa ketersediaan beras memiliki jumlah yang sangat tinggi dibandingkan dengan ketersediaan jagung dan ketersediaan daging sapi.
Tabel 4. Ketersediaan Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No Tahun Ketersediaan Beras
(Ton)
7 2005 2.666.092,982 937.590,278
8 2006 2.432.651,447 771.636,00
9 2007 2.585.047,643 832.151,00
10 2008 2.340.626,106 1.190.449,338
11 2009 2.440.210,06 1.207.639,464
12 2010 2.633.748,272 1.786.892,977
13 2011 2.668.400,803 1.749.941,008
14 2012 2.382.686,611 1.860.226,481
15 2013 2.358.221,225 1.483.273,448
4.4. 2. Luas Panen
Luas panen jagung merupakan salah satu factor yang mempengaruhi ketersediaan
beras dan jagung di Sumatera Utara. Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa terjadi
fluktuasi luas panen. Luas panen tertinggi terjadi pada tahun 2010, dan luas panen
terendah pada tahun 2006.
Tabel 5. Luas Panen Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No Tahun Luas Panen Jagung (Ha)
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2005, 2010, 2014
4.4. 3. Harga Domestik
Tabel 6. Harga Domestik Beras dan Jagung di Sumatera Utara Tahun 1999-2013
No. Tahun Harga Beras (Rp/Ton) Harga Jagung (Rp/Ton)
1 1999 2.087.000 1.980.873
Sumber : Badan Ketahanan Pangan
4.4. 4. Harga Impor
Harga impor diperoleh Nilai Impor atau Nilai CIF (US$) dibagi dengan Volume Impor atau Berat Bersih (Ton) dan dikali dengan Nilai Tukar yang berlaku. Harga impor beras tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar Rp 5.907.950/ton dan terendah pada tahun 2004 sebesar Rp 1.552.360/ton.
Tabel 7. Harga Impor Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka dapat dilihat besarnya harga kedelai untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara (2002-2013) pada tabel berikut ini
Tabel 8. Harga Kedelai di Sumatera Utara Tahun 2002-2013
No. Tahun Harga Kedelai (Rp/Ton)
4.4. 6. Konsumsi
Konsumsi beras mengalami fluktuasi. Konsumsi beras terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 1.303.170,693 ton/kapita/tahun dan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 1.487.737,1 ton/kapita/tahun.
Besarnya jumlah konsumsi beras di Sumatera Utara (2002-2013) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Jumlah Konsumsi Beras di Sumatera Utara Tahun 2002-2013
No. Tahun Konsumsi (Ton/Kapita/Tahun)
1 2002 1.412.171,459
Jumlah penduduk di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penduduk tertinggi berada pada tahun 2013 sebanyak 13.326.307 jiwa dan terendah pada tahun 2000 sebanyak 11.513.973 jiwa.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Sumatera Utara tahun 1999-2013
No. Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 1999 11.955.400
Sumber : Badan Pusat Statistik
4.4. 8. Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian
Tenaga kerja di sektor pertanian yang tertinggi berada pada tahun 2010 sebanyak 4.468.816 jiwa dan terendah pada tahun 2000 sebanyak 2.800.396 jiwa.
Tabel 11. Jumlah Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Sumatera Utara tahun fluktuasi. Nilai tukar terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp 7.100/US$ dan tertinggi pada tahun 2013 sebesar Rp 12.250/US$.
Tabel 12. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar di Indonesia Tahun 1999-2013
No. Tahun Nilai Tukar
1 1999 7.100
2 2000 9.725
3 2001 10.265
4 2002 9.260
5 2003 8.570
6 2004 8.985
7 2005 9.705
8 2006 9.200
9 2007 9.125
10 2008 9.666
11 2009 9.447
12 2010 9.036
13 2011 9.113
14 2012 9.718
15 2013 12.250
5.1 Perkembangan Ketersediaan Beras dan Jagung
Keadaan ketersediaan beras dan jagung di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2002-2013 adalah tidak stabil atau mengalami fluktuasi. Untuk ketersediaan beras dapat diperoleh dari jumlah produksi, impor, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya. Ketersediaan beras dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13. Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
No Tahun
Tabel 14. Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
12 2010 1.377.716 163,977 409.013 1.786.892,9
77
13 2011 1.294.645 112,008 455.184 1.749.941,0
08
14 2012 1.347.127 224,481 512.875 1.860.226,4
81
15 2013 1.182.925 158,448 300.190 1.483.273,4
48
Sumber: Diolah
Kondisi ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Grafik Ketersediaan Beras Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Ketersediaan Beras
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa ketersediaan beras mengalami keadaan yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Peningkatan ketersediaan beras terjadi pada tahun 2002-2005, 2007, dan 2009-2011. Sementara penurunan jumlah ketersediaan terjadi pada tahun 2006, 2008, 2012, dan 2013. Penurunan yang terjadi tidak merupakan penurunan yang drastic ataupun melonjak.
Gambar 3. Grafik Ketersediaan Jagung Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002-2013
Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa ketersediaan jagung mengalami keadaan yang fluktuatif dan cenderung meningkat. Pada ketersediaan jagung, peningkatan terjadi pada tahun 2002-2005, 2007-2010, dan 2012. Sementara penurunan terjadi pada tahun 2000-2001, 2006, 2011, dan 2013.
0
1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013
Ketersediaan Jagung (ton)
5.2 Analisis Regresi Linear Berganda Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan beras adalah Harga Domestik (X1), Harga Impor (X2), Harga Kedelai (X3), Luas Panen Jagung (X4), Konsumsi Beras (X5), dan Jumlah Tenaga Kerja (X6). Dari variabel-variabel bebas atau independen tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan beras sebagai variabel terikat atau variabel dependen.
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu :
1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Berdasarkan gambar 4, tampilan grafik normal plot diatas, terlihat bahwa titik menyebar dekat di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.
1.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 5. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Beras
1.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut ini:
Tabel 15. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Beras
Variabel Tolerance VIF
Harga Domestik 0,020 49,476
Harga Impor 0,061 16,361
Harga Kedelai 0,016 63,690
Luas Panen Jagung 0,519 1,929
Konsumsi Beras 0,721 1,388
Tenaga Kerja 0,375 2,666
Sumber:Analisis data sekunder dari lampiran 3
Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat Harga Domestik (X1), Harga Impor (X2), Harga Kedelai (X3), Luas Panen Jagung (X4), Konsumsi Beras (X5), dan Jumlah Tenaga Kerja (X6) masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,020; 0,61; 0,016 < 0,1 ; 0,519; 0,721; 0,375; 0,218 > 0,1. Sedangkan masing-masing nilai VIF-nya sebesar 49,476; 16,361; 63,690 > 10 ; 1,929; 1,388; 2,666 < 10. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi gejala multikolinearitas dalam persamaan ini antara harga domestic, harga impor, dan harga kedelai. Hal ini juga dapat disebabkan karena variabel yang semakin banyak, sehingga variabel tersebut dapat digunakan dalam persamaan.
2. Analisis Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara
dengan metode regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 baik secara serempak maupun secara parsial. Hasil regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini:
Tabel 16. Hasil Analisis Ketersediaan Beras
Variabel Koefisien
Regresi T Hitung Signifikan
(Constant) -3.033E6 -2.206 .079
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 3
Dari Tabel 16 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y= -3.033.000 + 0,297X1 + 0,224X2 - 0,406X3 +1,044X4 +2,457X5 + 0,388X6
Keterangan:
Y = Ketersediaan Beras (Ton) X1 = Harga Domestik (Rp/Ton)
2.1 Koefisien Determinasi (R2)
Harga Domestik, Harga Impor, Harga Kedelai, Luas Panen Jagung, Konsumsi Beras, dan Jumlah Tenaga Kerja. Sedangkan sisanya sebesar 17,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
2.2 Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linear beganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 4,317 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,065 sedangkan nilai F tabel sebesar 4,95 pada tingkat signifikansi sebesar 0,05%. Dengan demikian F hitung ≤ F tabel
dan sig. F hitung (0,065) ≥ 0,05, maka Ho diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada pengaruh nyata antara harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
2.3 Uji T (Uji Parsial)
Dari Tabel 17 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel bebas adalah Harga Domestik, Harga Impor, Harga Kedelai, Luas Panen Jagung, Konsumsi Beras, dan Jumlah Tenaga Kerja terhadap Ketersediaaan Beras di Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Pengaruh Harga Domestik terhadap Ketersediaan Beras
Nilai T hitung variabel harga domestik yang diperoleh sebesar 2,616 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,047 maka sig T (0,047) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel harga domestik secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
2. Pengaruh Harga Impor terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi harga impor adalah sebesar 0,224, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara harga impor dengan ketersediaan beras. Jika harga impor naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 224 ton.
Nilai T hitung variabel harga impor yang diperoleh sebesar 1,856 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,123 maka sig. T (0,123) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel harga impor secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
3. Pengaruh Harga Kedelai terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi harga kedelai adalah sebesar -0,406, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh negatif antara harga kedelai dengan ketersediaan beras. Jika harga kedelai naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan beras akan berkurang sebanyak 406 ton.
0,039 maka sig. T (0,039) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel harga kedelai secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
4. Pengaruh Luas Panen Jagung terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi luas panen jagung adalah sebesar 1,044, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara luas panen jagung dengan ketersediaan beras. Jika luas panen jagung naik sebesar 1 Ha, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 1,044 ton.
Nilai T hitung variabel luas panen jagung yang diperoleh sebesar 0,486 dan nilai T tabel sebesar 2,571 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,648 maka sig. T (0,648) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel luas panen jagung secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
5. Pengaruh Konsumsi Beras terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi konsumsi beras adalah sebesar 2,457 , yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara konsumsi beras dengan ketersediaan beras. Jika konsumsi beras naik sebesar 1 ton, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 2,457 ton.
dan H1 diterima, yang artinya variabel konsumsi beras secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
6. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Ketersediaan Beras
Koefisien regresi tenaga kerja adalah sebesar 0,388, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara tenaga kerja dengan ketersediaan beras. Jika tenaga kerja naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan beras akan bertambah sebanyak 388 ton.
5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
Dari metode analisis data diketahui bahwa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi ketersediaan jagung (Y) adalah Luas Panen (X1), Harga Domestik (X2), Jumlah Penduduk (X3), Jumlah Tenaga Kerja (X4), dan Nilai Tukar (X5). Dari variabel-variabel bebas atau independen tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap ketersediaan jagung sebagai variabel terikat atau variabel dependen.
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu :
1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Berdasarkan Gambar 6, tampilan grafik normal plot diatas, terlihat bahwa titik menyebar dekat di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model persamaan layak dipakai karena telah memenuhi asumsi normalitas.
1.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot hasil pengolahan dengan SPSS seperti berikut:
Gambar 7. Scatterplot Uji Heterokedastisitas Ketersediaan Jagung
1.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari nilai 10 dari masing-masing variabel seperti berikut ini:
Tabel 17. Nilai Tolerance dan VIF Ketersediaan Jagung
Variabel Tolerance VIF
Luas Panen 0,400 2,503
Harga Domestik 0,172 5,826
Jumlah Penduduk 0,188 5,309
Tenaga Kerja 0,569 1,757
Nilai Tukar 0,360 2,779
Sumber:Analisis data sekunder dari lampiran 4
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat variabel Luas Panen (X1), Harga Domestik (X2), Jumlah Penduduk (X3), Tenaga Kerja (X4), dan Nilai Tukar (X5) masing-masing nilai Tolerance-nya sebesar 0,400; 0,172; 0,188; 0,569; 0,360 > 0,1. Sedangkan masing-masing nilai VIF-nya sebesar 2,503; 5,826; 5,309; 1,757; 2,779 < 10. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada terjadi gejala multikolinearitas dalam persamaan ini.
2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Jagung di Provinsi Sumatera Utara
Tabel 18. Hasil Analisis Ketersediaan Jagung
Variabel Koefisien
Regresi T Hitung Signifikan
(Constant) -1.706.000 -0,879 0,402
Sumber: Analisis data sekunder dari lampiran 4
Dari Tabel 18 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = - 1.706.000 + 8,115X1 + 0,207X2+ 0,012X3 + 0,057X4– 3,821X5
Keterangan:
Y = Ketersediaan Jagung (Ton) X1 = Luas Panen (Ha)
X2 = Harga Domestik (Rp/Ton)
X3 = Jumlah Penduduk (Jiwa)
X4 = Tenaga Kerja (Jiwa)
X5 = Nilai Tukar (Rp/$)
2.1 Koefisien Determinasi (R2)
2.2 Uji F (Uji Serempak)
Dari hasil analisis regresi linear beganda diperoleh bahwa nilai F hitung sebesar 18,721 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 sedangkan nilai F tabel sebesar 4,77 pada tingkat signifikansi sebesar 0,05%. Dengan demikian F hitung > F tabel dan sig. F hitung (0,000) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya ada
pengaruh nyata antara luas panen, harga domestic, jumlah penduduk, tenaga kerja, dan nilai tukar terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
2.3 Uji T (Uji Parsial)
Dari Tabel 18 dapat diinterpretasikan pengaruh variabel bebas yaitu Luas Panen, Harga Domestik, Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja, dan Nilai Tukar terhadap Ketersediaaan Jagung di Sumatera Utara sebagai berikut:
1. Pengaruh Luas Panen terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi luas panen adalah sebesar 8,115, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara luas panen dengan ketersediaan jagung. Jika luas panen naik sebesar 1 Ha, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 8,115 ton.
Nilai T hitung variabel luas panen yang diperoleh sebesar 2,609 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,028 maka sig.T (0,028) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel luas panen secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
2. Pengaruh Harga Domestik terhadap Ketersediaan Jagung
harga domestik naik sebesar Rp 1000, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 207 ton.
Nilai T hitung variabel jumlah impor yang diperoleh sebesar 2,750 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung > T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,022 maka sig. T (0,022) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel harga domestik secara parsial berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
3. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi jumlah penduduk adalah sebesar 0,012, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh positif antara jumlah penduduk dengan ketersediaan jagung. Jika jumlah penduduk naik sebesar 1000 jiwa, maka ketersediaan jagung akan bertambah sebanyak 12 ton.
Nilai T hitung variabel jumlah penduduk yang diperoleh sebesar 0,072 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,944 maka sig. T (0,944) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel jumlah penduduk secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
4. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Ketersediaan Jagung
Nilai T hitung variabel tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0,607 dan nilai T tabel sebesar 2,262 maka T hitung < T tabel. Tingkat signifikansi T hitung sebesar 0,559 maka sig T (0,559) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel tenaga kerja secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan jagung di Sumatera Utara.
5. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Ketersediaan Jagung
Koefisien regresi nilai tukar adalah sebesar -3,821, yang diartikan bahwa terdapat pengaruh negative antara nilai tukar dengan ketersediaan jagung. Jika nilai tukar naik sebesar 1 Rp/US$, maka ketersediaan jagung akan berkurang sebanyak 3,821 ton.
6.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ketersediaan beras dan jagung mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat.
2. Ketersedian beras di Sumatera Utara dipengaruhi harga domestik, harga impor, harga kedelai, luas panen jagung, konsumsi beras, dan jumlah tenaga kerja.
6.2Saran
1. Diperlukan penggunaan teknologi beras dan jagung yang mampu meningkatkan produksi, sehingga pemerintah dapat mengurangi jumlah impor.
2. Diharapkan peran pemerintah dalam menjaga kestabilan harga beras dan jagung, sehingga menjadi stimulan bagi produsen untuk meningkatkan produksi beras dan jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2014. “Sumut Defisit Ketersedian Daging, Stok Bahan Pangan Pokok Aman”. Jurnal Asia (http://www.jurnalasia.com/2014/12/23/sumut-defisit-ketersediaan-daging-stok-bahan-pangan-pokok-aman/)
Diakses:1 April 2015
Arigin, I., Hadi, G. 2007. Membuka Cakrawala Ekonomi. PT.Asia Purna. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera Utara dalam Angka. Medan
Baliwati, Yayuk,. dkk. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta
Bantacut, Tajuddin. 2010. Peranan Persediaan dalam Ketahanan Pangan: Sebuah Perspektif Peran Bulog Baru. Jurnal
Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta Dewan Ketahanan Pangan. 2010. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan
2010-2014. Jakarta
Halwani, H. 2005. Ekonomi Inernasional dan Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta
Hasyim, Hasman. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Sumatera Utara”. Tesis. Pascasarjana USU
Isbandi dan Rusdiana. 2014. “Strategi Tercapainya Ketahanan Pangan dalam Ketersediaan Pangan di Tingkat Regional”. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol. 3 No. 2
Krugman, Paul R. dan Maurice. Obstfeld. 2000. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia
Lestari, Lisa. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Konsumsi Pangan Strategis di Provnsi Sumatera Utara”. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Mankiw, N.Gregory.2000. Pengantar Ekonomi Makro. Jilid 2. Jakarta Erlangga. Mawaddah, Helmi. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan
Priyo, B. 2015. “Dapat Tambahan Rp 16,9 Triliun Kementan Fokuskan Wujudkan Kedaulatan Pangan”. Kompas (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/ 2015/02/09/140000926/Dapat.Tambahan.Rp.16.9.Triliun.Kementan.Fo kuskan.Wujudkan.Kedaulatan.Pangan) Diakses: 23 Maret 2015
Rachman, Handewi, P.S, dkk. 2008. Dampak Liberasi sasi Perdagangan terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.1. No.1: 47-55. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jakarta.
Rompone, Firman,. dkk. 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan di Kabupaten Klaten Sebagai Kabupaten Penyangga Pangan di Jawa Tengah. Jurnal.
Sitepu, Christy. 2013. “Faktor yang Menentukan Harga Referensi Daerah (HRD) Jagung di Sumatera Utara”. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Sugiarno, dkk. 2002. Ekonomi Mikro. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sumodiningrat, Gunawan. 2001. Menuju Swasembada Pangan. RBI & SHS.
Jakarta
Supadi, 2009. Dampak Impor Berkelanjutan Terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 7 No 1
Supriana,T. 2008. Pengantar Ekonometrika. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Suryana, Achmad. 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta
Undang-Undang No 8. 2012. Pangan. Jakarta : LN 1996/99; TLN 3656.
Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996. 1997. Undang-Undang Pangan. Sinar Grafika Offset. Jakarta
Lampiran 1. Ketersediaan Beras di Provinsi Sumatera Utara
2002 2.020.667,546 3.340.000 2.964.950 3.412.754 198.670 1.412.171,459 2.888.193 2003 2.161.064,094 3.306.400 2.094.490 3.838.014 210.782 1.410.201,321 4.571.093
2004 2.199.371 3.299.000 1.552.360 3.693.055 214.885 1.430.556,48 4.276.453
2005 2.666.092,982 3.992.200 2.725.020 4.397.416 218.596 1.447.151,997 4.399.699 2006 2.432.651,447 5.060.000 2.878.550 5.236.117 194.872 1.470.311,917 4.074.774 2007 2.585.047,643 5.708.000 3.062.280 5.172.916 229.882 1.478.262,852 3.987.998
2008 2.340.626,106 6.143.400 3.579.630 6.859.375 240.413 1.487.737,1 4.203.091
2009 2.440.210,06 6.750.750 3.511.030 6.810.416 247.782 1.440.099,558 4.255.602 2010 2.633.748,272 7.310.750 4.511.730 7.321.981 274.822 1.406.362,159 4.468.816 2011 2.668.400,803 8.656.500 5.011.010 8.177.777 255.291 1.453.188,796 3.845.341 2012 2.382.686,611 9.178.750 4.578.780 8.201.041 243.097 1.303.170,693 3.834.093 2013 2.358.221,225 9.701.000 5.907.950 9.650.000 211.750 1.392.599,082 3.880.703