LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Nurhalis Majid NIM : 08230010
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : KONFLIK TAPAL BATAS DI DAERAH OTONOM BARU (STUDI KASUS PADA ENAM DESA DALAM PENYELESAIAN TAPAL BATAS DI DAERAH HALMAHERA BARAT DAN HALMAHERA UTARA DI PROVINSIMALUKU UTARA).
Malang, 16 April 2012
Disetujui Oleh :
Mengetahui,
Dosen Pembimbing II
Drs. Achmadur Rifai, M.si Dosen Pembimbing I
Drs. Krisnho Hadi, MA
Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si Dekan FISIP UMM
LEMBAR PENGESAHAN
Telah Dipertahankan Dihadapan Sidang Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang Pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 5 Mei 2012
Jam : 10.00 Wib
Tempat : Ruang Baca Jurusan Ilmu Pemerintahan
Dewan Penguji
1. Drs. Imam Hidayat, MM ( )
2. Noenik Sofiaty, SH, M. Hum ( )
3. Drs. Krishno Hadi, MA ( )
4. Drs. Achmadur Rifai, M.si ( )
Mengesahkan Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : Nurhalis Majid NIM : 08230010
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi : Strata 1 (S1)
Judul Skripsi : KONFLIK TAPAL BATAS DI DAERAH OTONOM BARU (STUDI KASUS PADA ENAM DESA DALAM PENYELESAIAN TAPAL BATAS DI DAERAH HALMAHERA BARAT DAN HALMAHERA UTARA DI PROVINSIMALUKU UTARA)
Pembimbing : 1. Drs. Krishno Hadi, MA 2 Drs. Achmadur Rifai, M.si
Tanggal Keterangan Paraf Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
3 Maret 2012 ACC Seminar
5 Maret 2012 ACC BAB I
5 Maret 2012 ACC BAB II
14 Maret 2012 ACC BAB III
23 April 2012 ACC BAB IV
23 April 2012 ACC BAB V
23 April 2012 ACC ABSTRAK
Mengetahui,
Dosen Pembimbing II
Drs. Achmadur Rifai, M.si Dosen Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan senantiasa memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT, karena Allah kita ada. And we’re nothing but Allah’s creation. Tidak akan ada habisnya bersyukur atas segala anugerah yang sudah diberikan, sehingga dengan segala kelemahan yang ada, penulisan skripsi yang berjudul Konflik Tapal Batas di Daerah Otonom Baru (Studi Kasus Pada Enam Desa dalam Penyelesaian Tapal Batas di Halmahera
Barat dan Halmahera Utara di Propinsi Maluku Utara) dapat diselesaikan. Skripsi
ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Malang. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Krishno Hadi,MA selaku pembimbing I yang telah berkenan membimbing, memberikan arahan, dan koreksi selama penelitian dan penyusunan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Drs. Achmadur Rifai, Msi selaku pembimbing II yang telah memberi arahan dan masukan yang berharga selama membimbing penulis.
3. Dosen penguji yang telah memberikan masukan penting dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Drs, M. Ridwan Junus selaku Kepala Dinas Kesbanglimas Kab. Halmahera Barat, yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan data dan informasi kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak/Ibu staf pengajar S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama perkuliahaan.
7. Orang Tuaku Tercinta: Bapak Samad Madjid & Ibu Dalifah Rasyid untuk cinta, doa, dan dukungan yang tidak pernah putus..for their silence prayers, love, attention, constant encouragement given in completing my education.
8. Last but not least, for My Sisters, Brothers, lovely niece and all the families I have… (Hope you’re proud of me).
9. Para sabahat dan teman-teman S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan Kelas A dan B…for sharing in bad and good times…thanks a lot.
10. Semua pihak yang namanya belum tercantum dalam rangkaian ucapan terima kasihku, bantuan dan dukungan kalian semoga dibalas oleh Allah SWT.
Disadari bahwa karya ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap bahwa karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama para pembaca, peneliti selanjutnya, serta perkembangan ilmu pendidikan khususnya dan ilmu pengetahuan umumnya. Saran kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari. Billahifisabilihaq fastabiqulchairat
Malang, 07 April 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Lembar Pernyataan... iii
Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iv
a) Wawancara ... 15
1) Menurut aspek/bidang/pokok konflik ... 26
2) Menurut pokok konflik ... 28
3) Menurut para pihak yang terlibat ... 29
4) Menurut jumlah yang terlibat ... 30
5) Menurut perimbangan kekuatan pihak-pihak yang terlibat ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kronologis Permasalahan Sengketa Perbatasan... 38
B. Upaya Penyelesaian Konflik ... 40
D. Sirkulasi Elit Kabupaten ... 44
E. Kabupaten Halmahera Barat; Klaim De Facto ... 45
1. Kondisi Geografis ... 45
2. Penduduk ... 46
3. Aspek Pelayanan Pemerintahan ... 46
4. Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil... 48
5. Pelayanan Pendidikan ... 49
6. Pelayanan Kesehatan dan Keluarga Berencana ... 50
7. Pelayanan Sosial ... 51
8. Aspirasi Politik Masyarakat di Wilayah Enam Desa .. 53
F. Kabupaten Halmahera Utara; Klaim De Jure ... 55
1. Kondisi Geografis ... 55
2. Penduduk ... 55
3. Aspek Pelayanan Pemerintahan ... 56
a. Aspek Normatif Wilayah Enam Desa ... 56
b. Aspek Pelayanan Pemberdayaan Masyarakat Desa 58 E. Wilayah Enam Desa ... 59
1. Aspek Tinjauan Geografis ... 59
2. Aspek Historis Pemerintahan ... 60
3. Aspek Administratif ... 62
4. Aspek Yuridis ... 63
5. Sosio Kultural (Budaya) ... 64
6. Aspek Agama ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 71
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Sebab Utama dan Pemicu Konflik Internal. ... 23 2. Tabel 2.2 Penggolongan Konflik/Sengketa... 25 3. Tabel 3.1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah ... 32 4. Tabel 3.2 Tinggi Ibukota Kabupaten/Kota Dari Permukaan Laut
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2010 33 5. Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku
Utara Tahun 2010 ... 34 6. Tabel 4.1 Sirkulasi Bupati/Wakil Bupati Halmahera Barat dan
Bupati/Wakil Bupati Halmahera Utara ... 45 7. Tabel 4.2 Bantuan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat Bagi
Wilayah Enam Desa ... 47 8. Tabel 4.3 Data Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil
Masyarakat Enam Desa Tahun 2009/2010 ... 48 9. Tabel 4.4 Pelayanan Pendidikan Pada Masyarakat Enam Desa
Kabupaten Halmahera Barat Thaun 2010 ... 49 10. Table 4.5 Pendukung Pelayanan Kesehatan Puskesmas Bobaneigo 50 11. Table 4.6 Daftar Rekapitulasi Pemilihan Tetap dan Pembagian
Tps Kecamatan : 090 Jailolo ( Khusus Enam Desa) ... 54 12. Table 4.7 Aspek Normatif Wilayah Enam Desa Menurut Klaim
Kabupaten Halmahera Utara ... 57 13. Table 4.8 Batuan Bagi Kecamatan Kao Teluk Kabupaten
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Becker, W. C. 1977. Teaching reading and language to the disadvantaged: What we have learned from research. Harvard Educational Review.
Brown, Michael E. 2002. Ethnic and internal conflict and turbulent peace the challenges of ianaging international. Wshington DC: United States os institutes of peace press.
Christopher W. Moore. The Mediation Process, Practical Strategies for Resolving Conflict (2nd edition), Jossey-Bass Publisher, 1996.
Faisal, Sanafiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Hasyim, Aziz et.al. Analisis Konflik Perebutan Wilayah di Provinsi Maluku Utara.
Harison Lisa, 2007. Metodologi Penelitian Politik Perdana, Jakarta media group. K.J. Holsti, 1992. Politik International: Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta Masri Singarimbun. 1995. Metode Penelitian Suevey, LP3ES, Jakarta.
Moeleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Bandung. Rosada Karya.
Suharmi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta PT.Rineke Cipta.
Wese Becker dalam Soejono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, 1990, Hal. 107.
Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007, hal. 15
Jurnal:
Undang- Undang :
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan dan Pengembangan wilayah di Indonesia menjadi semakin
menarik sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dua kali menjadi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan pemberlakuan undang-undang tentang
pemerintahan daerah tersebut, maka berbagai daerah menuntut pemekaran
wilayah yang berlangsung secara massif, namun, realitas menunjukkan bahwa
upaya untuk melakukan pemekaran, sesungguhnya tidak didasari pada ide dan
gagasan subtansi dari pemekaran wilayah itu sendiri. Kondisi ini terlihat jelas
dengan jalur yang ditempuh dalam mendorong gagasan pemekaran wilayah lebih
mempertimbangkan aspek politik dari pada substansinya. Pada hakikatnya,
pemekaran wilayah harus mengedepankan aspek-aspek normatif yang telah
dirumuskan,baik dalam undang-undang itu sendiri maupun peraturan pemerintah
tentang syarat-syarat pemekaran wilayah. Namun hal penting yang tidak dapat
diabaikan dalam mendorong pemekaran wilayah adalah aspirasi masyarakat
menjadi sebuah keharusan untuk turut serta dipertimbangkan sehingga protes dan
atau resintensi penolakan warga paska pemekaran atau penggabungan wilayah
yang seringkali menghiasi daerah-daerah pemekaran yang dapat dihindarkan.
2
Sebab fakta menunjukkan berbagai protes dan penolakan yang dilakukan oleh
warga masyarakat atas ide pemekaran wilayah didominasi elit atau
kelompok-kelompok tertentu tanpa melibatkan peran serta atau keterlibatan masyarakat
secara aktif.1
Fakta menunjukkan bahwa fenomena pemekaran wilayah yang terjadi di
Propinsi Maluku Utara kurang melibatkan warga, terutama dari sisi administratif
dan pengabaian aspiratif terkait pemekaran tersebut, akibatnya penolakan warga
akibat dari ketidakperdulian ini terus mencuat. Kasus ini terjadi pada masyarakat
pada enam desa sengketa yang diperebutkan oleh pemerintah Kabupaten
Halmahera Barat daerah induk dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara
sebagai daerah otonomi baru pada saat ini. Perlu diketahui bahwa kedua
Kabupaten ini merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Maluku Utara,
yang diresmikan pada 12 Oktober 1999 dari induknya yakni Kabupaten Maluku
Utara, dimana Kabupaten Maluku Utara sebelumnya merupakan bagian dari
Propinsi Maluku Utara.
Jika di buka kembali lembaran sejarah terkait pemekaran yang dimulai
dari zaman kerajaan hingga menjadi kabupaten, wilayah Maluku Utara memiliki 4
(empat) Kepala Pemerintah Setempat (KPS), yakni Kepala Pemerintah Setempat
(KPS) Bacan, Kepala Pemerintah Setempat (KPS) Sanana, Kepala Pemerintah
Setempat (KPS) Jailolo dan Kepala Pemerintah Setempat (KPS) Tobelo.
Sebagaimana diketahui bahwa Kepala Pemerintah Setempat (KPS) Tobelo dan
Jailolo adalah tanjung Tabobo Loloda. Dengan demikian maka wilayah enam desa
1
3
adalah merupakan bagian dari Kepala Pemerintah Setempat (KPS) Jailolo.
Sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1999 dikeluarkan oleh
pemerintah, di era tahun 1970-an, tepatnya pada tahun 1975 di wilayah Kabupaten
Maluku Utara diadakan trasmigrasi lokal, yaitu penduduk dari beberapa desa di
Kecamatan Makian Pulau yang dipindahkan ke wilayah kecamatan Kao, sebagai
akibat bahaya meletusnya gunung Kie Besi di Pulau Makian Kabupaten Daerah
Tingkat II Maluku Utara. Perpindahan ini dilakukan secara bedol kecamatan atau
mengangkat semua sarana dan prasarana baik perangkat pemerintah maupun
masyarakat untuk dipindahkan kedaratan Halmahera yang merupakan bagian dari
tanah adat masyarakat Kao.
Sejak mendiami wilayah baru didaratan Halmahera masyarakat Makian
Pulau telah menjalin hubungan baik dengan warga disekitarnya. Termasuk dengan
masyarakat Kao, kondisi ini terpelihara dengan baik karena diantara masyarakat
sudah ada ikatan kekeluargaan akibat perkawinan yang menjalin antar kamunitas.
Namun kondisi yang sudah terjalin secara baik ini pada akhirnya harus sirna
ditelan zaman akibat kepentingan elit politik lokal untuk kekuasaan dan
penguasaan dengan mendorong sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
1999 Tentang Pembentukan Kecamatan Malifut dan selanjutnya akan
diperjuangkan.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 129 Tahun 2000 Tentang
persyaratan dan kriteria pemekaran dan penghapusan dan pengabungan daerah,
bahwa tujuan pemekeran adalah memaksimalkan pelayanan publik, meningkatkan
4
dan dukungan pembangunan potensi ekonomi rakyat. Namun dalam
implementasinya, berbagai tujuan mulia tersebut belum tercapai secara maksimal.
Hal mana dapat dilihat pada evaluasi penyelenggaraan pemerintahaan di
daerah-daerah yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri akhir tahun 2005, yang
menjelaskan bahwa, penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah pemekaran
belum menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum
pemekaran.2
Pemekaran wilayah tidak dapat dilepaskan dari persoalan garis batas
wilayah.Penetapan garis batas wilayah antar daerah otonom memerlukan
pertimbangan berbagai aspek agar tujuan desentralisasi dan otonomi daerah dapat
tercapai. Salah satu aspek yang harus dipertimbangkan adalah konflik keruangan.
Dalam tataran negara, batas wilayah teritorial negara mencerminkan wilayah
kedaulatan dan hak berdaulat diatasnya (sovereignty right).Dengan mengacu
prinsip tersebut maka garis batas wilayah menjadi faktor penting dalam
pemekaran daerah.Berdasarkan hasil evaluasi Kementrian Dalam Negeri Republik
Indonesia ditemukan 79 % daerah pemekaran belum memiliki batas wilayah yang
jelas.Hal ini berarti bahwa potensi konflik keruangan akibat garis batas wilayah
yang belum jelas antar daerah otonom di Indonesia relatif tinggi. Daerah-daerah
otonom tersebut sebagian besar tersebar pada provinsi-provinsi yang memiliki
wilayah yang paling luas dengan kepadatan penduduk rendah seperti Sumatra,
Kalimatan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
2
5
Selain konflik keruangan yang menyertai agenda pembentukan daerah
otonomi baru, konflik sosial yang di akibatkan pemekaran wilayah juga seringkali
terjadi. Salah satu contoh kasus Implikasi pemekaran dan penggabungan wilayah
yang menimbulkan konfilk sosial adalah Provinsi Maluku Utara. Propinsi dengan
usia yang belia ini masih mengawali penataan dirinya sebagai sebuah propinsi
dengan konflik sejak penghujung tahun 1999. Dapat dikatakan bahwa, konflik ini
terjadi akibat dari pengabaian aspirasi masyarakat dalam melakukan pemekaran
dan penggabungan wilayah. Kondisi ini pada akhirnya memuculkan reaksi
masyarakat dengan terus memprotes kebijakan yang dimaksud, namun aspirasi
yang disampaikan berlalu dengan sendirinya, sehingga puncaknya memunculkan
ketegangan sosial dilevel masyarakat dan berakhir dengan terjadi konflik
horizontal. Konflik ini bermula dari ketegangan antar warga masyarakat yang
digabungkan kedalam sebuah kecamatan baru yang dibentuk oleh pemerintah
Kabupaten Maluku Utara, sebagai konsekuensi dari kebijakan trasmigrasi lokal
penduduk, atau yang lebih dikenal dengan kebijakan “bedol” kecamatan.
Kasus konflik yang dimaksudkan adalah konflik perebutan batas wilayah
antara masyarakat Kecamatan Kao dan masyarakat Kecamatan Malifut. Konflik
ini kemudian berlanjut menjadi konflik etnis,yakni antara etnis Kao dan etnis
Makian. Selanjutnya, karena tidak adanya proses penyelesaian yang baik, konflik
kemudian terjadi issu agama pada tahun 1999. Selanjutnya kondisi mulai
membaik, namum pada tahun 2003, konflik terjadi lagi, yakni konflik perebutan
wilayah antara pemerintah Kabupaten Halmaherah Barat dan pemerintah
6
saat pembentukan Kecamatan Malifut. Akibat pemekaran Kecamatan Malifut
dengan menggabungkan enam desa wilayah Kecamatan Jailolo dan lima desa
wilayah Kecamatan Kao, maka penolakan masyarakat enam desa dan lima desa
kemudian terjadi. Penolakan masyarakat tersebut lebih disebabkan karena ketidak
inginan untuk menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Malifut. Namun,
penolakan masyarakat enam desa dan lima desa tidak mendapatkan tanggapan
yang baik dari pemerintah, maka konflik tentang batas wilayah terjadi dan
selanjutnya mengakibatkan konflik etnis dan agama di Provinsi Maluku Utara
tahun 1999.
Selain dampak terjadinya konflik sosial akibat lambannya respon
pemerintah atas aspirasi masyarakat enam desa dan lima desa, dampak selanjutnya
adalah masyarakat enam dan lima desa menolak mendapatkan pelayanan dari
Kecamatan Malifut. Masyarakat lima desa mendapatkan pelayanan dari
Kecamatan Kao, Sementara masyarakat enam desa mendapatkan pelayanan dari
Kecamatan Jailolo. Walaupun demikian, realitasnya secara administratif wilayah
enam dan lima desa adalah bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Malifut.
Kondisi ini turut menambah kompleksitas permasalahan pemekaran wilayah
karena terjadi ketimpangan atau ketidak berimbang dalam pengolahaan
administrasi wilayah.
Penolakan masyarakat kembali muncul pada tahun 2003, dimana saat
keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang pembentukan kabupaten
di Provinsi Maluku Utara. Namun penolakan ini hanya terjadi atau dilakukan oleh
7
undang-undang tersebut adalah Kecamatan Malifut merupakan bagian wilayah
administratif pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, dengan demikian enam
desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Malifut harus menjadi bagian dari
wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Utara. Pada konteks itu, maka
masyarakat enam desa terus menyuarakan bahwa mereka tetap menolak
bergabung atau digabungkan dengan Kecamatan Malifut. Penolakan masyarakat
enam desa ini didasari bahwa sejak awal mereka telah menolak bergabung dengan
Kecamatan Malifut dan tetap menjadi bagian dari Kecamatan Jailolo, sehingga
masyarakat menganggap bahwa sangat realistis jika enam desa menjadi bagian
dari Kabupaten Halmahera Barat. Dengan dasar tersebut, maka pemerintah
Kabupaten Halmaherah Barat memberikan pelayanan kepada masyarakat enam
desa. Disinilah titik awal konflik perebutan wilayah enam desa.3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan:
1) Bagaimana terjadinya konflik tapal batas dalam proses pemekaran
daerah di Halmahera Barat sebagai induk dan Halmahera Utara sebagai
Daerah Otonom Baru Provinsi Maluku Utara?
2) Bagaimana langkah-langkah yang terjadi oleh kedua belah pihak dalam
penyelesaian konflik (Resolusi konflik) ?
3
8
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pada dasarnya memiliki tujuan penelitian yang ingin
dicapai adapun tujuan penelitian ini adalah :
a) Untuk mengetahui hasil pemekaran wilayah daerah Kabupaten Halmahera
Barat sebagai induk dan Halmahera Utara sebagai Daerah Otonom Baru di
Provinsi Maluku Utara.
b) Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh kedua belah pihak
dalam penyelesaian konflik (Resolusi konflik).
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian pada umumnya diharapkan dapat memiliki manfaat dan
kegunaan baik bagi penulis maupun orang lain yang membacanya. Dengan
demikian, maka manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara Akademis
a. Agar bisa mengetahui apa tapal batas dalam konflik pemekaran
wilayah.
b. Dapat memberikan manfaat bagi perguruan tinggi dan masyarakat
bagaimana pemekaran wilayah tersebut.
c. Sebagai bahan literatur dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
9
2. Secara Praktis
a. Diharapakan bisa menyesaikan konfik tapal batas antara pemerintah
dengan masyarakat dengan baik.
b. Sebagai bahan bacaan penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan.
c. Memberikan gambaran tentang yang menjadi subjek penelitian.
E. Definisi Konseptual
Dengan mengacu pada judul “Konflik Tapal Batas di Daerah Otonom Baru
(Studi Pada Enam Desa Dalam Penyelesaian Tapal Batas di Halmahera Barat dan
Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara), maka dijelaskan secara rinci adalah
sebagai berikut:
1. Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Menurut Wese Becker, konflik merupakan proses sosial dimana orang atau
kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak
10
Politik, K.J Holsti mengemukakan bahwa Konflik yang menimbulkan kekerasan
yang terorganisir muncul dari suatu kombinasi khusus para pihak, pandangan
yang berlawanan mengenai suatu isu, sikap bermusuhan, dan tipe tipe tindakan
diplomatik dan militer tertentu4. Bentuk konflik biasanya teridentifikasikan oleh
suatu kondisi oleh sekelompok manusia, yang di dalamnya terdiri dari suku, etnis,
budaya, agama, ekonomi, politik, sosial, yang berbeda beda.
Sumber konflik sendiri terletak pada hubungan antara sistem-sistem
negara-negara kebangsaan yang dilandasi oleh konsep ”egosentrisme”, yaitu
aspirasi untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan serta kedudukan
Negara/daerah dalam hubungannya dengan Negara/daerah lain. Bila suatu negara
terlalu berpegang teguh kepada pengakuan universal atas kemerdekaan politiknya
dan kebebasan memilih serta bertindak, ia akan menemui dilema karena ia pun
harus menghormati kebebasan dan kemerdekaan yang sama dari setiap
Negara/daerah lain. Akan tetapi sebenarnya tidak ada negara satu pun yang bisa
mempercayai Negara/daerah lain, artinya keselamatan negara tergantung kepada
usaha-usaha sendiri, karena itu setiap negara harus bersikap hati-hati dalam
memelihara hubungan dengan negara lain.
2. Pemekaran Daerah
Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di
tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum
4
11
terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Faktor Terjadinya Pemekaran Daerah :
Pertama, instrumen peraturan perundang-undangan yang terlalu
longgar, khususnya di bawah UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Syarat teknis dalam PP 129/2000
bersifat kuantitatif sehingga tidak menggambarkan kondisi kualitatif
sesungguhnya. Indikator yang digunakan memberikan peluang untuk direkayasa
dan disesuaikan dengan kepentingan politik.
Kedua, pertimbangan politis cenderung lebih dominan ketimbang aspek
teknis pemerintahan, seperti ketersediaan aparat pemerintahan dan legislatif dan
kapasitas.
Ketiga, terbatasnya kapasitas pemerintah dalam melakukan pembinaan
terhadap daerah otonom baru (DOB). Sementara itu, proses pendampingan absen
mengantarkan DOB menuju daerah mandiri dan mampu melakukan
pemerintahannya. Adanya proses 'pembiaran' ini menyebabkan sebagian besar
DOB bermasalah dan gagal memenuhi syarat esensi maksud didirikannya
pemerintahan daerah baru.manajemen pemerintah. Demikian juga dengan aspek
12
F. Definisi Operasional
Definisi Operasional dapat dikatakan sebagai sebuah petunjuk dalam
pengukuran variable yang bisa dijadikan karya ilmiah, yang dapat membantu
dalam proses penelitian agar tetap yang bisa dijadikan karya ilmiah, yang dapat
membatu dalam proses penelitian agar tetap berada didalam koridor yang tepat.
Maksud dari definisi operasional bagaimana cara mengukur suatu variable yang
muncul ketika melakukan sebuah penelitian ilmiah dilapangan agar bisa
ditempatkan suatu indikasi dengan indikator yang ada sehingga bisa ditentukan
insturumennya, seperti halnya di dalam sebuah karya seni ketika instrumennya
sudah benar maka barulah nada-nadanya bisa dimainkan dengan indah. Dapat
dirumuskan beberapa indikator di antaranya:
1). Pemetaan konflik :
a). Pihak-pihak yang berkonflik.
b). Isu atau Problem yang di konflikkan.
c). Dinamika : Kondisi-kondisi yang dapat memperkuat dan
melemahkan akselerasi konflik.
2). Resolusi Konflik ( Teori Resolusi Konflik)
a) Mediasi.
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang
pihak-13
pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah
pihak.
b) Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para
pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut
arbiter, untuk memberikan putusan.
c) Defensi / Penghentian sementara
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian diskriptif yaitu melaporkan objek
penelitian Objek penelitian dengan cara menggambarkan dan
memaparkan keadaan sesuai dengan kenyataan yang ditemui dan tidak
dimaksudkan untuk merubah kesimpulan yang berlaku. Maksud utama
penelitian deskriptif adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat
tentang karakteristik dari objek, kelompok objek, dan
lembaga/instansi.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Halmahera Barat dan Kabupaten
14
3. Subjek penelitian
Dalam subjek ini yang menjadi subjek penelitian adalah:
1.Tim Otonomi daerah
2. Linmas Kabupaten Halmahera Barat di Jailolo.
3.Tokoh Masyarakat.
4. Tokoh Politik.
5. Bagian Tata Pemerintah (Setda)
4. Jenis Data
a. Data Primer
Sumber data primer yaitu sumberdata yang diperoleh langsung dari nara
sumber penelitian. Dalam hal ini yang merupakan sumber data primer atau utama
adalah orang-orang yang dianggap tahu dan dipercaya untuk memberikan
informasi data yang diperlukan untuk penelitina dan dari data yang diberikan
mampu bertanggung jawab permasalahan dalam penelitian ini.
Dalam memperoleh data primer, penyusun sengaja menentukan
orang-orang yang memberikan informasi dengan pertimbangan narasumber yang
memberikan informasi dibutuhkan. Data primer juga bisa digunakan sebagai
15
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini diambil dari dalam
buku-buku, dokumen, dan informasi lain yang terkait dengan subyek penelitian.
5.Teknik Pengkumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan antara periset dan responden, dimana
jawaban responden akan menjadi data mentah, Stedward (1997, hlm. 151),
mengatakan secara khusus, wawancara adalah alat yang baik untuk menghidupkan
topik riset. Wawancara juga merupakan metode bagus untuk melakukan
pengumpulan data.5
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
merupakan catatan, transkrip, buku agenda, natulen rapat dan sebagainya.Untuk
mencatat hal-hal yang bebas atau belum ditentukan dalam variable (setiap
menemukan data yang dipakai untuk melengkapi data dalam penelitian ini), maka
peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.6
5
Harison Lisa, 2007. Metodologi Penelitian Politik Perdana, Jakarta media group, Hal : 104.
6
16
c. Observasi
Penelitian kualitatif mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam
melakukan pengumpulan data dilapangan atau observasi, catatan lapangan
merupakan sebuah coretan seperlunya yang sangat dipersingkat.Berisi kata-kata
kunci yang dianggap penting. Catatan Lapangan, Bogdan dan Biklen (1982:74),
adalah catatan tulisan apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam
rangka pengumpulan data dan refleksi data dalam penelitian.7
6. Teknik Analisis Data
Proses menganalisis data, baik data primer maupun data sekunder,
Pengklasifikasian data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah,
yang bertujuan untuk memecahkan masalah penelitian. Data yang terkumpul
akan membantu dalam memahami dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian,
Menurut Masri Singarimbun “analisa data adalah sebagai proses penyederhanaan
data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interprestasikan.8
Menurut Moleong (2001) menjelaskan bahwa analisis data adalah suatu
proses pengorganisasikan dan pengurutan data kedalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kinerja seperti yang disarankan oleh data.Analisis data yang penting karena
dengan melakukan analisis data, maka dapat digunakan untuk memecahkan
masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.
7
Moeleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Bandung. Rosada Karya, Hal : 27.
8
17
Dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif . Menurut Sanafiah
Faisal, analisis kualitatif adalah suatu analisis yang memfokuskan pada
penunjukan makna, deskripsi,penjernihan dan penempatan data pada konteksnya
masing-masing. Di dalam penelitian ini, data-data yang terkumpul disusun
kedalam kategori tertentu, tema tertentu, atau pokok masalah tertentu.9
9
18
DAFTAR PUSTAKA
Faisal, Sanafiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.
Hasyim, Aziz et.al. Analisis Konflik Perebutan Wilayah di Provinsi Maluku
Utara. Harison Lisa, 2007. Metodologi Penelitian Politik Perdana, Jakarta media
group.
Masri Singarimbun. 1995. Metode Penelitian Suevey, LP3ES, Jakarta.
Moeleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Bandung.
Rosada Karya.
Suharmi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta
PT.Rineke Cipta.
Wese Becker dalam Soejono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, 1990, Hal.
107
Jurnal:
19
KONFLIK TAPAL BATAS DI DAERAH OTONOM BARU
(Studi Kasus Pada Enam Desa Dalam Penyelesaian Tapal Batas di Halmahera Barat dan Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara)
OLEH
NURHALIS MAJID
08230010
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG