ANALISA TEGANGAN STATIK PADA SISTEM PERPIPAAN
TOWER AIR (
WATER TOWER SYSTEM
) DENGAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE CAESAR II v. 5.10
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
AMIN NAWAR NIM.070401067
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu sistem komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas sistem perpipaan. Kegagalan pada sistem perpipaan ini dapat mengganggu sistem perpipaan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat terjadi ekspansi termal dan kontraksi, pergerakan dari penyangga dan titik persambungan pada system perpipaan tidak akan menyababkan Kegagalan sistem perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress), Kebocoran pada sambungan, beban nozzle yang berlebihan (overload ) pada equipment (contohnya : pompa dan turbin ) yang dihasilkan akibat gaya dan momen pada sistem perpipaan selama di operasikan.
ABSTRACT
In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Pipingsystem serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Failure in the piping system may interfere with the piping system needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that in the event of thermal expansion and contraction, movement of the brace and the junction point in the piping system will not cause piping system failure due to excessive stress (overstress), leakage at the connection, excessive nozzle load (overload ) on the equipment (eg: pumps and turbines) is generated due to a force and moment on the piping system during therunning.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan
studi di Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisa Tegangan Statik pada Sistem Perpipaan Tower Air (Water Tower System) Dengan Menggunakan Software Caesar II v. 5.10”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua Ibunda Nursiati dan Ayahanda Abdul Rahman, yang telah
banyak memberikan materi dan moril serta dukungan kepada penulis
hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik
Mesin FT-USU. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen
Teknik Mesin USU.
3. Bapak Ir. Tugiman ,MT selaku dosen pembimbing penulis dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.
4. Teman Satu Team ( Putra Cacad,Alfis Jakarte,Gacok Asari ) yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam
penyelesaian tugas sarjana ini.
5. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin khususnya (Arifin Fauzi Lubis)
yang banyak memberi motivasi serta teman-teman angkatan 2007.
6. Fadhilah Arqamiyah yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan
tugas sarjana ini.
7. Abang (Salman Alfarisi), adik-adik (Siti Aminah, Syauki Abdillah) dan
keluarga besar penulis yang banyak memberi dukungan kepada penulis
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan
sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila
terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi
ini sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan
dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh kalangan yang membacanya.
Medan, April 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemipaan ... 6
2.2 Teori Tegangan ... 7
2.2.1 Tegangan Satu Arah ... 8
2.2.1.1 Lingkaran Mohr UntukTegangan Unaxial ... 14
2.2 Tegangan Dua Arah (Biaxial) ... 17
2.2.1.1 Lingkaran Mohr UntukTegangan Unaxial ... 21
2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress) ... 23
2.2.3.1 Lingkaran Mohr Tegangan Utama ... 28
2.3 Sistem Penumpu... 29
2.3.1 Momen Lentur (Bending Momen) ... 29
2.3.2 Gaya Geser ... 29
2.4 Klasifikasi Tegangan ... 34
2.4.1Tegangan Longitudunal (Longitudinal Stress) ... 35
2.4.1.1 Tegangan Aksial ... 35
2.4.1.2 Tegangan Lentur (Bending Stress) ... 36
2.4.2 Tegangan Geser ... 37
2.4.2.1 Tegangan Geser Akibat Gaya Geser ... 38
2.4.2.2 Tegangan Geser Akibat Momen Puntir ... 38
2.4.3 Tegangan Torsi ... 39
2.4.3.1 Momen Inersia (Polar) ... 39
2.4.3.2 Regangan Geser ... 40
2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Pemipaan ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan ... 43
3.2 Studi Kasus ... 43
3.2.1 Spesifikasi Pipa ... 43
3.2.2 Spesifikasi Fluida ... 44
3.3 Diagram Alir Penelitian ... 45
3.4 Urutan Proses Analisis ... 46
3.4.1 Pembuatan Data Awal ... 46
3.4.2 Studi Literatur ... 46
3.4.3 Metode Pengerjaan ... 46
3.4.3.1 Pemodelan Sistem Pemipaan ... 46
3.4.3.2 Mengecek Error Pada Pemodelan ... 47
3.4.3.3 Pemodelan Tumpuan ... 47
3.4.3.4 Analisis Nilai Kekakuan Tumpuan ... 47
3.4.3.5 Analisis Besarnya Tegangan Pipa ... 47
3.5 Identifikasi Masalah ... 50
3.5.1Kondisi Pipa Mendatar ... 52
3.5.2 Kondisi Pipa Tegak (Vertikal) ... 58
3.6 Pengenalan Software ... 59
3.6.1 Penggunaan CAESAR II dan Prosedur Simulasi ……….…61
3.6.1.1 Memasukkan Data Input Pipa ...…………62
3.6.1.2 Memeriksa Pemodelan ...……….…64
3.6.1.3 Analisis Statik ...……….…65
BAB IV ANALISA, HASIL SIMULASI DAN DISKUSI 4.1 Pemodelan Sistem Pemipaan Pada Isometrik dan Caesar II ... 68
4.2 Hasil Analisa Dengan Menggunakan Software CaesarII v5.10 ... 80
4.3 Perhitungan Pembebanan Pipa ...…...86
4.3.1 Pembebanan Pada Pipa ... 86
4.3.2 Pembebanan Oleh Fluida (Air) ... 87
4.4 Validasi Perhitungan Tegangan Pipa Pada Tiap Kondisi ... 88
4.4.1 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Tegak ... 89
4.4.1.1 Perhitungan Tegangan Pipa Menggunakan Software Pada Pipa Tegak ... 89
4.4.1.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis Pada Kondisi Pipa Tegak ... 91
4.4.2 Validasi PerhitunganTegangan Pada Pipa Mendatar ... 93
4.4.2.1 Perhitungan Dengan Menggunakan Software ( Kondisi di Anchor) ...93
4.4.2.2 Perhitungan Tegangan Secara Teoritis (Kondisi di Anchor)... 95
4.4.2.4 Perhitungan Tegangan Secara Teortis (Kondisi Di
Tumpu) ... 99
4.5 Tabulasi Hasil Simulasi dan Perhitungan Teoritis ... 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 103
5.2 Saran ... 104
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 45
Gambar 3.2 Diagram Alir Simulasi ... 50
Gambar 3.3 Sisem Pemipaaan Sederhana ... 51
Gambar 3.4 Kondisi Pipa Sederhana Mendatar ... 52
Gambar 3.5 Diagram Benda Bebas ... 53
Gambar 3.6 Potongan Diagram Benda Bebas untuk 0 ≤ x ≤� 2 ... 54
Gambar 3.7 Diagram Momen Dan Gaya Geser ... 56
Gambar 3.8 Kondisi Pipa Mendatar ... 58
Gambar 3.9 Penampang Pipa ... 58
Gambar 3.10 Tampilan Awal CAESAR II ... 62
Gambar 3.12 Piping Input Pada CAESAR II ... 63
Gambar 3.11 Data Satuan yang Digunakan Dalam Pemodelan ... 62
Gambar 3.13 Input Panjang Awal Pemotongan ... 63
Gambar 3.14 Input Properties Pipa ...64
Gambar 3.15 Error dan Warning Pada Pengecekan Bila Terjadi Kesalahan. 65 Gambar 3.16 Error dan Warning Bila Tidak Ada Kesalahan Pada Pemodelan ... 65
Gambar 3.17 Pemilihan Jenis Beban Pada Pemodelan ... 66
Gambar 4.1 Bentuk Isometrik Sistem Perpipaan Water Tower System ... 69
Gambar 4.2 Pembuatan File Baru ...70
Gambar 4.3 Kotak Standar Satuan yang Digunakan di CAESAR II……...70
Gambar 4.4 Kotak Penulisan Node dan Panjang Pipa ……….71
Gambar 4.5 Pemodelan Pipa Lurus Serta Data Sifat Karakteristik Material Pipa ...72
Gambar 4.6 Kotak Penulisan Data Kode yang Digunakan...72
Gambar 4.7 Pemodelan Tumpuan Jenis Anchor ...73
Gambar 4.8 Pemodelan Flange. ...74
Gambar 4.9 Pemodelan Gate Valve...74
Gambar 4.11 Pemodelan Penumpu (support) ...75
Gambar 4.12 Hasil Keseluruhan Model Input Data Di CAESAR II...77
Gambar 4.13 Input Error Checking Pada Menu Bar ………..78
Gambar 4.14 Hasil Output Error Checking ...78
Gambar 4.15 Analisa Pada Benda Keadaan Statis………..79
Gambar 4.16 Grafik Tegangan Hasil Simulasi ………...85
Gambar 4.17 Kondisi Pipa Tegak yang Ditumpu ...89
Gambar 4.18 Sket Kondisi Pipa Tegak ...91
Gambar 4.19 Pipa Mendatar Dengan Kondisi di Anchor ...93
Gambar 4.20 Sket Pipa Dengan Kondisi di Anchor ...95
Gambar 4.21 Kondisi Pipa yang Diberi Tumpuan ...97
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa ... 43
Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida ... 44
Tabel 4.1 Hasil Simulasi Tegangan Pipa Mendatar (Anchor) ... 90
Tabel 4.2 Hasil Simulasi Tegangan Pipa Mendatar (Anchor)...94
Tabel 4.3 Hasil Simulasi Tegangan Pipa Mendatar (Anchor)...98
DAFTAR NOTASI
Simbol Arti Satuan
P Beban N
D Diameter mm
σ Tegangan N/m
ε Regangan _
2
E Modulus Elastisitas N/m
Lf Panjang Akhir mm
2
Lo PanjangAwal mm
∆L PertambahanPanjang mm
A LuasPenampang mm
Z Modulus Section (mm)
2
R Gaya Reaksi N
3
V Gaya Geser N
M Momen Nm
I Moment Inertia ( m )
J Moment Inertia Polar ( m )
4
τ
TeganganGeser N/ m4
W Gaya Berat N
2
� SudutPembentuk ⁰
C Centroid mm
ABSTRAK
Dalam merancang suatu sistem plant, kita tidak akan terlepas dari sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai media untuk mengalirkan suatu fluida kerja dari suatu sistem komponen ke komponen lainya. Sistem perpipaan ini harus mampu menahan semua beban yang bekerja,yaitu beban yang besarnya tetap sepanjang waktu (beban statik) maupun beban yang berubah-ubah menurut fungsi waktu (beban dinamik). Kemampuan system perpipaan untuk menahan beban yang bekerja sehingga tidak menimbulkan kegagalan dikenal sebagai fleksibilitas sistem perpipaan. Kegagalan pada sistem perpipaan ini dapat mengganggu sistem perpipaan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem perpipaan pada kondisi aman saat di operasikan. Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat terjadi ekspansi termal dan kontraksi, pergerakan dari penyangga dan titik persambungan pada system perpipaan tidak akan menyababkan Kegagalan sistem perpipaan akibat tegangan yang berlebihan (overstress), Kebocoran pada sambungan, beban nozzle yang berlebihan (overload ) pada equipment (contohnya : pompa dan turbin ) yang dihasilkan akibat gaya dan momen pada sistem perpipaan selama di operasikan.
ABSTRACT
In designing a plant system, we will not be released from the piping system. Pipingsystem serves as a medium for a working fluid flowing from one system component toother components. This piping system must be able to withstand all loads that work, namely the magnitude of the burden remains at all times (static load) and load that varies according to the function of time (dynamic load). Piping system's ability to withstand the work load so as not to cause the failure known as the flexibility of the piping system. Failure in the piping system may interfere with the piping system needs to be done to ensure that the piping system in a safe condition when operated. Piping system must have sufficient flexibility, so that in the event of thermal expansion and contraction, movement of the brace and the junction point in the piping system will not cause piping system failure due to excessive stress (overstress), leakage at the connection, excessive nozzle load (overload ) on the equipment (eg: pumps and turbines) is generated due to a force and moment on the piping system during therunning.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu industri pada dasarnya selalu menginginkandi dalam tiap proses
produksi yang berlangsung, sistemberjalan dengan baik dan sesuai dengan
standar dari rencana yang ditentukan. Dengan kata lain suatu industri
menginginkan proses yang terjadi haruslah efektif dan efesien.
Proses dalam suatu industri, terutama untuk industri perminyakan tidak
terlepas dari penggunaan sistem perpipaan dalam pengolahan proses produksi
yang terjadi di dalamnya, perencanaan sistem perpipaan yang baik akan
mempengaruhi hasil dari suatu proses yang dilalui.
Pipa umumnya digunakan sebagai sarana untuk menghantarkan fluida baik
berupa gas, minyak, air dan fluida lainya dari suatu tempat ke tempat yang
lain.Adapun sistem pengaliran fluida dilakukan dengan metode gravitasi maupun
dengan sistem aliran bertekanan.Pada umumnya pipa memiliki standar dalam
penggunaan dan pengoperasianya, sehingga dibutuhkan bentuk pengkodean dalam
suatu sistem perpipaan yang digunakan, pengkodean itu dilakukan sesuai dengan
bentuk keadaan dari sistem perpipaan yang dirancang dalam suatu sistem.
Kegagalan pada sistem perpipaanpada umunya terjadi akibat adanya
tegangan yang berlebih pada pipa yang disebabkan adanya beban maksimum dan
terkonsentrasi yang tidak diatur dengan sistem penumpu yang baik, tegangan yang
berlebih tersebut dihasilkan karena adanya pembebanan yang terjadi secara terus
dapat merubah sifat dan keadaan pipa tersebut.Maka dalam merancang atau
membangun sistem perpipaan yang baik seharusnya dilakukan analisa tegangan
terlebih dahulu untuk mengantisipasi dan mengatasi jika terjadi tegangan yang
berlebih.
Saat ini terdapat beberapa perangkat lunak guna membantu melakukan
analisis tegangan pipa. Perangkat lunak tersebut telah memenuhi kaidah
persyaratan sebuah alat bantu analisis karena telah berdasarkan pada kode dan
standar yang baku untuk perpipaan. Pada penulisan ini dilakukan studi kasus
dengan bantuan perangkat lunak Caesar II ver.5.10 dimana pada hasil akhirnya
didapatkan besarnya gaya-gaya dan momen yang bekerja pada pipa, dan tegangan
yang bekerja pada pipa.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari analisa ini adalah merupakan Skripsi untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Departemen Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara.Sedangkan untuk tujuan umum dari analisa iniyaitu :
1. Untuk mengetahui letak tegangan maksimum yang terjadi di sepanjang pipa
pada sistem perpipaan Water TowerSystem dengan menggunakan software
Caesar II 5.10.
2. Untuk mengetahui batas aman dari material pipa yang digunakan pada sistem
perpipaan Water Tower Systemterhadap tegangan yang timbul pada sistem
3. Mendesain ulang sistem perpipaan apabila didapatkan tegangan yang berlebih
dari batas yang diizinkan dengan cara mengatur letak atau menambah
penumpu.
4. Untuk mengetahui perbandingkan perhitungan antara teoris dan menggunakan
software pada tiap-tipa kondisi tertentu.
1.3. Batasan Masalah
Pada penulisan Skripsi ini akan dibahas mengenai analisa tegangan pada
sistem perpipaan Water Tower Systemyang digunakan untuk mengalirkan air yang
di tampung dari reservoar ke dalam vessel atau tangki, kemudian dialirkan ke
boiler melalui tangki sterilisasi untuk proses selanjutnya.Pembebanan yang terjadi
pada pipa meliputi pembebanan berat yang terdiri dari berat pipa, berat air, serta
komponen – komponen yang digunakan pada sistem perpipaan ( seperti ;
sambungan, katup, isolasi, elbow, dll ) Adapun analisa yang digunakan memakai
alat bantu software yaitu Caesar II versi 5.10.
1.4. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :BAB I
Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah
dan sistematika penulisan. Pada BAB IITinjauan Pustaka yaitu berisi
tentang teori dasar tegangan pipa yakni persamaan dasar tegangan yang
dapat digunakan untuk analisa, bentuk tegangan yang dialami oleh sistem
dapat digunakan pada sistem perpipaan. faktor-faktor yang mempengaruhi
tegangan meliputi : gaya dan momen yang bekerja pada sistem perpipaan.
Pada BAB IIIMetodologi Penelitian yang berisi tentang metode penelitian
yang dilakukan, urutan proses analisis serta bentuk software yang
digunakan untuk analisa dan pengolahan data. Sedangkan pada BAB IV
Analisa Tegangan Berisi tentang analisa dan hasil analisa yang dilakukan
secara teoritis dan hasil analisa dengan menggunakan software Caesar II
5.10. Dan BAB V Kesimpulan dan Saran yaitu berisi tentang
kesimpulan dari hasil analisa yang dilakukan secara teoritis maupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Perpipaan
Pipa digunakan untuk mengalirkan fluida (zat cair atau gas) dari satu atau
beberapa titik ke satu titik atau beberapa titik lainnya. Sistem perpipaan (piping
system) terdiri dari gabungan pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif pendek
dan digunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya
yang beroperasi pada suatu plant. Sistem perpipaan dilengkapi dengan
komponen-komponen seperti katup, flens, belokan, percabangan, nozzle, reducer, tumpuan,
isolasi, dan lain-lain.
Pada dasarnya bila kita analogikan seperti tubuh kita, sistem perpipaan
kurang lebih sama seperti pembuluh darah yang mengantarkan darah ke
organ-organ tubuh dengan sistem tertentu. oleh karena itu sistem perpipaan bagaikan
urat nadi dalam dunia industri baik migas ataupun industri proses.Dalam dunia
industri, biasa dikenal beberapa istilah mengenai sistem perpipaan seperti piping
dan pipeline.Piping adalah sistem perpipaan di suatu plant, sebagai fasilitas untuk
mengantarkan fluida (cairan atau gas) antara satu komponen ke komponen lainnya
untuk melewati proses-proses tertentu. Piping ini tidak akan keluar dari satu
wilayah plant.Sedangkan pipeline adalah sistem perpipaan untuk mengantarkan
fluida antara satu plant ke plant lainnya yang biasanya melewati beberapa
daerah.Ukuran panjang pipa biasanya memiliki panjang lebih dari 1 km
Sistem perpipaan dapat ditemukan hampir pada semua jenis industri, dari
sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat
kompleks. Contoh sistem perpipaan adalah, sistem distribusi air minum pada
gedung atau kota, sistem pengangkutan minyak dari sumur bor ke tandon atau
tangki penyimpan, sistem distribusi udara pendingin pada suatu gedung, sistem
distribusi uap pada proses pengeringan dan lain sebagainya.
Sistem perpipaan meliputi semua komponen dari lokasi awal sampai
dengan lokasi tujuan antara lain, saringan (strainer), katup atau kran, sambungan,
nosel dan sebagainya. Untuk sistem perpipaan yang fluidanya liquid, umumnya
dari lokasi awal fluida, dipasang saringan untuk menyaring kotoran agar tidak
menyumbat aliran fuida. Saringan dilengkapi dengan katup searah ( foot valve)
yang fungsinya mencegah aliran kembali ke lokasi awal atau tandon. Sedangkan
sambungan dapat berupa sambungan penampang tetap, sambungan penampang
berubah, belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).
2.2 Teori Tegangan
Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting.Melalui
pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem
perpipaan.Dalam kode ditetapkan aturan-aturan agar pada sistem perpipaan tidak
terjadi tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan.Secara
umum teori tegangan pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori
tegangan dalam mekanika.Oleh sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan
2.2.1. Tegangan Satu Arah (Uniaxial)
Tegangan uniaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana
gaya yang berkerja hanya terjadi dalam satu arah. Tegangan yang dialami oleh
benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ).
Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan
dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �. Keadaan tegangan ini
pada aplikasi suatu batang lurus berpenampang A dengan gaya dan arah yang
ditunjukkan seperti gambar 2.1. Dianggap bahwa tegangan terbagi rata diseluruh
penampang yang tegak lurus dengan luasan pada benda, dimana gaya yang
bekerja terdapat pada koordinat sumbu x.
Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Uniaxial
Akibat dari gaya-gaya yang bekerja pada benda, maka akan terbentuk
sudut potong pada benda sebesar �. Dimana dengan sudut tersebut akan
diproyeksikan nilai tegangan – tegangan yang terjadi pada benda tersebut seperti
tegangan geser dan tarik dalam arah �. Kesetimbangan gaya dan tegangan dapat
dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Distribusi Tegangan Uniaxial A
F F
�=�
�
Persamaan untuk distribusi tegangan pada gambar 2.2 dapat dilihat pada
persamaan 2.1 dibawah ini.
dimana:
σ
= tegangan (N/�2)F = gaya (N)
A = luas penampang (�2)
Gambar 2.3 Distribusi Tegangan Uniaxialpada sudut �
Pada gambar 2.3 terlihat beberapa tegangan yang terdapat pada benda
yang membentuk sudut �. Dengan menuliskan bentuk persamaan dari gambar
tersebut kedalam kesetimbangan gaya maka akan diperoleh nilai tegangan tarik
dan tegangan geser.
Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.3 diperoleh dengan
menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap
�
�� ��
�
�
��
����
����
����
��������
�= � �
sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan ������, dengan
menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.1.
���� -�������� = 0 (2.1)
Untuk menentukan nilai ��dapat diubah ke dalam bentuk A� dengan
menggunakan persamaan 2.2 :
���� = ���
�
(� − �) =�� = ������
(� − �) =�� = ������ (2.2)
Dengan demikian nilai�� pada persamaan 2.2, dapat disubstitusikan
kedalam persamaan 2.1 sehingga akan diperoleh persamaan tegangan tarik
��yang bekerja terhadap sumbu �,dapat dilihat pada persamaan 2.3:
����-��������= 0
���� = ��������
���� = ��(������)����
�� = ������� (2.3)
Pada saat kondisi� = 0 , maka persamaan 2.3 akan berubah menjadi persamaan
2.4 :
�� = �����2� �� = ��(12)
�� = �� (2.4)
�� � ��
A �
Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.3 diperoleh dengan
menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan
geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan ������,
dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.5 :
���� − ��������= 0
���� = ��������
���� = ������������
�� =���������� (2.5)
Melalui persamaan trigonometri diketahui bahwa :
���2� = 2��������
��������= 1
2 ���2�
Dengan merubah persamaan trigonometri diatas kedalam persamaan
trigonometri pada persamaan tegangan geser maka akan dihasilkan persamaan
akhir untuk tegangan geser, yaitu pada persamaan 2.6 :
�� = ����������
��= ��������� (2.6)
Pada saat kondisi� = 0 dan � = 45� , akan diperoleh tegangan geser:
� = 0 � = 45�
�� = ��12���2(0) �� = ��12���2(45°)
�� =0 �� =���
Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang
tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika
diberikan pembebanan secara terus menerus sehingga melewati batas nilai
tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan
secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.4.
Syarat untuk memperoleh tegangan tarik maksimum adalah :
Syarat ��� �� = 0 �(��
2 + ��
2 ���2�)
�� = 0
0 + −2 ���
2 ���2�� = 0
−2���
2 ���2�� = 0
���2� = 0 −�� = 0
2�= ���−10
� = 1 2 (���
−10)
� = 0, 90, 180
� = 0,� 2,�
Sehingga �� maximum pada � = 0� dapat diperoleh dengan memasukkan
nilai sudut yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum.
�� = �2� + �2� ���2�
�� = �2�+ �2� (1) = ��
Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima
benda ketika diberikan gaya F pada arah �. Dengan demikian tegangan geser
maksimum merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang
jika diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada
benda.
Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :
��� �� = 0
� �σx
2�sin2θ
�� = 0
2�σx
2�cos2θ= 0
���2� = 0
� =� 4,
3� 4
Sehingga dengan memasukkan besaran sudut yang menghasilkan tegangan
geser maksimum akan diperoleh nilai maksimum dari tegangan geser yaitu pada
persamaan 2.8 :
����� =��′ =��sin 2�
=�� 2 ���2
� 4=
��
2
2.2.1.1 Lingkaran Mohruntuk Tegangan Uniaxial
Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial diperoleh dengan
menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah
� yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang
dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan uniaxial,
merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk
gambar. Penyederhanaan persamaan untuk lingkaran mohr dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan trigonometri dalam aturan kosinus sebagai
berikut.
cos 2� = ���2� − ���2�
Cos 2� = ���2� −(1− ���2�)
cos 2� = 2���2� − 1
2cos 2� = 1 +���2�
cos2�= 1 2 +
1
2 ���2�
Persamaan untuk tegangan tarik pada arah � dengan menggunakan
penyederhanaan aturan kosinus.
�� = �����2�
�� = �� (
1 2 +
1
2 ���2�)
�� = �2� +�2� ���2�
Persamaan untuk tegangan geser pada permukaan �yaitu :
�� = �2� ���2�
(�� −��
2) 2 = (��
2 ���2�) 2
(�� −��
2) 2 = (��
2)
2���22� ( 2.10 )
(�� = ��
2 ���2�)
2
��2 = (�2�)2���22� ( 2.11 )
Pada penjumlahan eliminasi yang sama sehingga akan menghasilkan
persamaan lingkaran mohr sebagai berikut:
(�� −��
2) 2 = (��
2)
2���22�
��2 = (�2�)2���22�
(�� −��
2) 2 +�
�2 = (�2�) 2���22�+ (�2�)2���22�
(�� −��
2) 2 +�
�2 = (�2�) 2(���22�+���22�)
Dengan demikian persamaan lingkaran mohr diperoleh pada persamaan 2.12:
(�� −��
2) 2 +�
�2 = = (�2�) 2 ( 2.12 )
Gambar 2.4 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Uniaxial
Gambar pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan
secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah
untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda
yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan
uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk
tegangan tarik.
2.2.2. Tegangan Dua Arah (Biaxial)
Tegangan Biaxial adalah tegangan yang bekerja pada suatu benda dimana
gaya yang berkerja terjadidalam dua arah. Tegangan dalam dua arah meliputi
tegangan terhadap sumbu x dan terhadap sumbu y.Tegangan yang dialami oleh
benda merupakan tegangan tarik untuk keadaan normal ( tanpa terbentuk sudut ).
Untuk tegangan yang terdapat pada benda dengan sudut tertentu,maka akan
dihasilkan tagangan geser dan tegangan tarik dalam arah �. sehingga dengan
menggunakan kesetimbangan energi akan diperoleh persamaan persamaan untuk
A O
�
�
B
�′
M
��
2 ��−��
2 ��
2
2� ��
����
��
��
x y
n
� �
tegangan geser dan tegangan tarik. Pada tegangan biaxial terdapat tiga tegangan
yang bekerja pada tiap garis yang sama yaitu tegangan pada sudut �, tegangan
pada luasan sumbu y dan tegangan pada sumbu x yang diproyeksikan terhadap
satu garis yang sama.
Gambar.2.5Tegangan pada Sebuah Batang
Dari gambar 2.5 akan diperoleh persamaan untuk tegangan tarik dan geser
dengan menggunakan kesetimbangan gaya pada satu sumbu garis yang
sama.Untuk persamaan tegangan tarik pada gambar 2.5 diperoleh dengan
menjumlahkan tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan terhadap
sudut � bekerja pada arah yang samadengan tegangan ������ dan ������
pada dua luasan yang berbeda dengan menggunakan kesetimbangan gaya akan
diperoleh persamaan 2.13.
����−����cos θ −���� sin θ =0
���� = ����cos θ + ���� sin θ
���� = ��(�� cos θ) cos θ + ��(�� sin θ) sin θ
��= �� cos2θ + �� sin2θ
���� ���� ��������
���� ���� ����
θ
���� ���� ���� ����
����
x
��
θ
��= 1
2 (�� + ��) + 1
2 (��− ��) cos 2θ ( 2.13 )
Jadi persamaan untuk menentukan tegangan maksimal pada tegangan dua arah
adalah :
��= �� (��+ ��) + �� (��− ��) cos 2θ (2.14)
Untuk persamaan tegangan geser pada gambar 2.5 diperoleh dengan
menjumlahkan semua tegangan pada garis sumbu yang sama, dimana tegangan
geser terhadap sudut � bekerja pada arah yang sama dengan tegangan ������
dan �� ����pada dua gaya yang bekerja pada permukaan �dengan menggunakan
kesetimbangan gaya akan diperoleh persamaan 2.15 (Lit. Timosenko, hal 47).
�������� − ���� − ���� ���� = 0
���� =�������� − ���� ����
���� =��(�� ����)���� − ��(�� ����) ����
�� = �� �������� − ����������
��= �� (��− ��)sin2θ (2.15)
Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang
dapat diterima oleh benda yang mengalami gaya tarik pada luasannya.Tegangan
tarik maksimum merupakan batas pada benda untuk berubah bentuk ketika
tegangan maksimum.Nilai dari tegangan ini dapat dihitung melalui perhitungan
secara matimatik pada lingkaran mohr pada gambar 2.6.
Syarat untuk mendapatkan tegangan tarik maksimum adalah :
��� �� = 0
�[�σx+ σy
2 �+ � σx−σy
2 � cos2θ
�� = 0
0 + −2�σx− σy
2 � sin2θ= 0
− (σx − σy) sin2θ= 0
sin2θ= 0
θ= 0,π 2 ,π
Tegangan tarik maksimum diperoleh dengan mensubsitusikan nilai sudut
yang mengakibatkan terbentuknya tegangan tarik maksimum untuk tegangan
biaxial.
σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σ2 y) cos 2θ
���� =�σx
+ σy 2 �+�
σx − σy
2 �cos0
o
σθ= (σx+ σy)
2 +
(σx−σy)
2 (1)
���� =�σx+ 2σy�+�σx−σ2 y� ( 2.16)
Tegangan geser maksimum adalah tegangan yang paling besar diterima benda
merupakan batas dari tegangan yang dapat diterima oleh benda yang jika
diberikan gaya yang lebih besar maka akan terjadi perubahan bentuk pada benda.
Syarat untuk terjadinya tegangan geser maksimum adalah :
�τθ �� = 0
� �σx−σy
2 �sin2θ
�� = 0
2�σx − σy
2 �cos2θ= 0
���2� = 0
� =� 4,
3� 4
Dengan demikian akan diperoleh nilai dari tegangan geser maksimum dengan
memasukkan besaran dari nilai sudut yang menghasilkan tegangan maksimum.
Sehingga akan diperoleh tegangan geser maksimum untuk biaxial ditunjukkan
pada persamaan 2.17 :
τθ= �σx−σ2 y�sin2 (�4)
τθ= �σx−σ2 y�sin 2 (45o)
τmax= � σx−σy
2.2.2.1 Lingkaran Mohr untuk Tegangan Biaxial
Persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial diperoleh dengan
menjumlahkan kuadrat dari tiap –tiap tegangan geser dan tegangan tarik pada arah
� yang merupakan bentuk dari persamaan dasar lingkaran. Persamaan yang
dibentuk akan menjadi persamaan lingkaran mohr untuk tegangan biaxial,
merupakan bentuk perwakilan dari besaran besaran nilai tegangan kedalam bentuk
gambar.
σθ= (σx+ 2σy) + (σx−σ2 y) cos 2θ
σθ−(σx+ 2σy) = (σx−σ2 y) cos 2θ
τθ= �σx−σ2 y�sin2θ
Sehingga dengan menjumlahkan kuadrat dari tiap persamaan tegangan akan
terbentuk persamaan lingkaran dasar dalam bentuk tegangan umum yang dapat
menentukan nilai maksimum dan nilai minimum tegangan geser dan tegangan
tarik.
[σθ− (σx+ σy
2 )]
2 = (σx−σy
2 )
2���22�
τθ = � σx−σy
2 �
2
sin22θ
[σθ− (σx+ σy
2 )] 2 + (τ
θ)2= (σx−σ2 y)2
(� − �)2+ (� − �)2 = �2
(� − �)2+ (�)2= �2
Gambar 2.6 Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Biaxial
Gambar pada lingkaran mohr merupakan bentuk perhitungan tegangan
secarah menyeluruh, dimana dengan gambar tersebut akan dapat lebih mudah
untuk menentukan tegangan maksimum dan minimum yang dialami oleh benda
yang dapat dilihat melalui ilustrasi gambar. Pada lingkaran mohr untuk tegangan
uniaxial dapat dilihat bahwa nilai dari tegangan minimum adalah nol untuk
tegangan tarik.
2.2.3 Tegangan Utama (Principal Stress)
Tegangan maksimum atau minimum pada suatu batang dapat
digambarkan pada sebuah elemen yang mendapat beban. Dimana penjabaran
tegangan yang terjadi dapat diuraikan, sehingga nantinya mendapatkan persamaan
minimum dan maksimum untuk mencari nilai suatu tegangan. Titik centroid
pada benda akan menjabarkan tegangan-tegangan yang terjadi, sehingga untuk
mendapatkan persamaan akan lebih mudah.
O �
�
��
��
C
�′ A
2� σx− σy
2
σx+ σy
2 ��−
σx+ σy
2
M
B
��
��
����
����
���� θ ��� ��� ��� ���
�� x
y
��
Gambar.2.7 tegangan umum yang terjadi
Dari gambar 2.7 tersebut dimana :
Ax
A
= Aθcos θ
y
Tegangan tarik utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya tarik
utama pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan tarik pada sumbu x dan tegangan
tarik terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan tarik utama diperoleh
dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris.
Tegangan tarik pada luasan θ terletak pada satu garis dengan tegangan ��cos θ
dan σ
= Aθsin θ
ysin θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan
untuk tegangan tarik utama yang terlihat pada persamaan 2.18 berikut :
σθAθ = σx Axcos θ + σy Ay sin θ- 2 τ
σθAθ= σ
xy Aθcos θ sin θ
x (Aθcos θ) cos θ+ σy (Aθsin θ)sin θ - 2 τ
σθ = σ
xy Aθcos θ sin θ
x cos2θ+ σy sin2θ- 2 τxy cos θ sin θ
���� ���� ����� ����� ���� �������� �������� �������� �������� ����� ��������� ��������� ��������� ��������� �������θ �������� x
y �
θ
a
�� = (�� + ��
� )+(
��−��
� ) cos 2θ - 2 τxy
Tegangan geser utama adalah tegangan yang dibentuk dari gaya geser utama
pada tiap – tiap sumbu yaitu tegangan geser pada sumbu x dan tegangan geser
terhadap sumbu y, dimana persamaan untuk tegangan geser utama diperoleh
dengan menjumlahkan tiap tegangan pada satu sumbu yang sama dan segaris.
Tegangan geser θ yang terletak pada satu garis dengan tegangan ��sin θ dan σ
sin 2θ ( 2.18)
y
�� =12��� − ������2�+������2�
cos
θ. Dengan penjumlahan secara vektor maka akan diperoleh persamaan untuk
tegangan geser utama yang terlihat pada persamaan 2.19 (Lit.Timosenko hal 75).
���� +��������+��������� − �������� − ��������� = 0
���� =�������� − �������� − ���������+���������
���� =�������� − ��������+���������� − ����������
���� =��(������)���� − ��(������)����+���(������)���� −
���(������)����
�� =���������� − ����������+������2� − ������2�
�� =�2����2� −�2����2�+��� �
1 2+
1
2���2�� − ��� � 1 2+
1
2���2��
�� =
1
2���− ������2�+ ���
2 +
���
2 ���2� − ���
2 +
���
2 ���2�
Tegangan tarik maksimum adalah nilai tegangan pada batas tertinggi yang
mampu diterima oleh beban. Tegangan tarik maksimum merupakan batas yang
diizinkan dalam pemberian gaya berupa pembebanan. Tagangan tarik maksimum
pada tegangan utama memiliki syarat dalam penentuan nilai sudut yang dibentuk.
Syarat untuk memperoleh tegangan tarik utama maksimum adalah :
��� �� = 0
� ����+�� 2 �+�
��−��
2 � ���2� −2������2��
�� = 0
0 + −2���− ��
2 � ���2� −2���(2���2�) = 0
−���− ������2� −4������2� = 0
��� − ������2� =−4������2�
���2� ���2�=
−4��� ��� − ���
���2�
���2�= −4� ��� ���− ����
���2� = ��� ���− ���
Sehingga Tegangan Tarik Utama Maximum adalah :
���� = ���
+�� 2 �+�
�� − ��
2 � ���2� −2������2�
= ���+�� 2 �+�
��− ��
2 �
���2�
= ���+�� 2 �+�
��− ��
2 � −2�������
= ���+�� 2 �+�
��− ��
2 � −2���� ��� �� − ���
���� = ���
+��
2 �+��
��− ��
2 �
2
+���2
Tegangan geser utama maksimumadalah batas nilai tegangan tertinggi yang
mampu diterima oleh benda pada pembentukan sudut tertentu, dimana nilai sudut
yang dibentuk dapat ditentukan dengan menentukan titik maksimum dari tegangan
geser utama.Syaratuntuk menentukan tegangan geser utama maksimum
mempengaruhi besarnya pembebanan yang mampu diterima oleh benda.
Syarat untuk memperoleh tegangan geser utama maksimum adalah :
��� �� = 0
� ����−��
2 � ���2�+������2��
�� = 0
� ��� − ��
2 � ���2�+���(−2���2�) = 0
��� − ������2� −2������2� = 0
��� − ������2�= 2������2�
���2� ���2�=
��� − ���
2���
���2� =1 2�
��� − ���
2��� �
���2� =�
���−��� 2
2��� �
Sehingga Tegangan Geser Maximum Utama adalah (Lit. Timosenko hal 68):
���� = ��� − �2 �� ���2�+������2�
=
�
��−��2
�
���2�
���2�
+
�
�����2�
���2�
=
�
��−��2
� �
���−��2 �
���
�
+
�
������ = ��
�
�− �
2
�� 2+
�
��22.2.3.1. LingkaranMohr Tegangan Utama
Lingkaran mohr untuk tegangan utama dibentuk dari persamaan dasar dari
lingkaran dengan menjumlahkan persamaan pada tegangan tarik utama dan
tegangan geser utama.Persamaan yang diperoleh merupakan dasar untuk
membentuk lingkaran.Tegangan maksimum dan minimum dapat dihitung melalui
perhitungan untuk titik terjauh pada lingkaran sepanjang sumbu x dan tegangan
tarik utama minimum dapat dihitung melalui penentuan titik terdekat pada sumbu
x. Persamaan – persamaan tersebut dapat dilihat pada lingkaran mohr pada
Gambar 2.8Lingkaran Mohr Untuk Tegangan Utama
Dengan demikian nilai – nilai tegangan yang dapat diperhitungkan pada
pembebanan yang diberikan dapat dilihat berdasarkan gambar yang dilukis
berdasarkan perhitungan dari nilai – nilai tegangan tarik dan geser pada sudut
pembentuk.Diagram mohr merupakan bentuk dari semua tegangan yang
mempengaruhi benda yang dapat dilihat melalui gambar.
G O F H D B y E C ��− �� 2 ���− ��� �� �� ��+�� 2
�2 �� �1
A x ��� ��� ���.���� � ���.��� � ����− �� 2 � 2
2.3. Sistem Penumpu
Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan
atau di suatu plant.Sistem penumpu berfungsi untuk menahan dan
mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah
ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.
2.3.1. Momen Lentur (Bending Momen)
Momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen dengan
besaran yang sama. Momen lentur juga dinotasikan dengan M. Momen lentur
lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena momen
ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya eksternalnya.
2.3.2. Gaya geser
Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya
sama. Biasanya dinyatakan dengan V. Dalam perhitungan, gaya geser lebih sering
digunakan daripada tahanan geser.
2.3.3. Gaya dan Momen pada tumpuan
Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi
pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser.Untuk
menentukan besarnya tegangan-tegangan ini pada suatu bagian atau titik
tersebut.Untuk menentukan besarnya resultan pada tumpuan dapat menggunakan
persamaan-persamaan kesetimbangan.
Berikut ini adalah contoh analisa 1 dimensi arah x untuk menentukan arah
Diagram benda bebas:
RAx
RAy RBy
Gambar 2.9Diagram Benda Bebaskesetimbangan gaya dan momen
Dari diagram benda bebas diatas akan didapatgaya–gaya reaksi yang bekerja pada
tiap tumpuan yangterlihat pada persamaan dari gambar 2.9 :
∑�� = 0
�� − ���(�) = 0
��� (�) = ��
���
=
���∑�� = 0
��� + ���− � = 0
��� =� − ���
��� =� −
��
�
���
=
��
�
Persamaan momen untuk batasan0 ≤ � ≤ �
A B
L
a b
���
���
∑� = 0
�� − ���(�) = 0
�� = ���(�)
�� = ��� (�)
Untuk nilai x = 0
�0 = 0
Untuk nilai x = a
�� = ����
Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :
∑�� = 0
��� − �� = 0
�� =���
�� =���
Untuk nilai x = 0
�0 =
�� �
Untuk nilai x = a
�� = ���
v Mx
Sedangkan persamaan momen untuk batasan� ≤ � ≤ �
∑�� = 0
�� +�(� − �)− ���(�) = 0
�� = ���(�)− �(� − �)
�� =
��
�
(�)− �(� − �)Untuk nilai x = a
�� =����
Untuk nilai x = l
�� = 0
Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh :
∑�� = 0
��� − � − �� = 0
�� =��� − �
�� =
��
�
− ��� = −
��
�
x
M
a
v
���
���
Nx P
Untuk nilai x = a
�� =
��
�
− �Untuk nilai x = l
�� =
��
� − �
�� =−
��
�
Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya geser akan
didapat bentuk diagram untuk masing-masing persamaan momen dan gaya geser
dimana gambar yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas
pada gambar 2.10 :
Gambar 2.10 Diagram gaya geser dan momen lentur
A B
L
a b
���
��� ���
��
� ��
�
−
+
�� � (�)
2.4 Klasifikasi Tegangan
Tegangan yang tejadi dalam sistem perpipaan dapat dikelompokkan ke
dalam dua kategori, yakni Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser
(Shear Stress). Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang
masing-masing adalah:
1. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang searah
panjang pipa.
2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stressatau
Hoop Stress), yaitu tegangan yang searah garis singgung penampang
pipa.
3. Tegangan Radial (Radial Stress), yaitu tegangan searah jari-jari
penampang pipa.
Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah:
1. Tegangan Geser (Shear Stress), yaitu tegangan akibat adanya gaya yang
berimpit atau terletak pada luas permukaan pipa.
2. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress), yaitu tegangan
yang terjadi akibat momen puntir pada pipa.
2.4.1 Tegangan Longitudinal ( Longitudinal Stress)
Tegangan Longitudinal merupakan jumlah dari Tegangan Aksial (Axial
Stress), Tegangan Lentur (Bending Stress) dan Tegangan Tekanan Dalam
(Internal Pressure Stress). Mengenai ketiga tegangan ini dapat diuraikan berikut
2.4.1.1Tegangan Aksial
Tegangan aksial adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gayaF
ax
yang
bekerjasearah dengan sumbu pipa, dan dapat diperlihatkan seperti gambar 2.11:
Gambar 2.11 Tegangan Aksial
σ
Dimana :
ax = ���
�� (2.20)
σ
axAm = Luas penampang pipa =Tegangan aksial
= �
4(do 2
– di2
do = diameter luar
)
di = diameter dalam
Fax = gaya normal (N)
2.4.1.2Tegangan Lentur (Bending Stress)
Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung-ujung
Bending.Tegangan lentur maksimum terletak pada permukaan pipa dan nol pada
sumbu pipa, dapat ditunjukkan pada gambar 2.12 :
Gambar 2.12.Bending Momen
�
�=
���� (2.21)Tegangan maksimum terjadi pada dinding terluar dari pipa
�
����=
�����=
��(2.22)
Dimana :
M = Momen bending
c = Jari-jari terluar pipa
I = Momen inersia penampang
I = �
64( do 4 – di4
Z = Section modulus
= � ��
2.4.2 Tegangan Geser
Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, Tegangan geser
terjadi pada permukaan pipa dimana gaya yang bekerja terletak pada permukaan
pipa atau bekerja sejajar terhadap permukaan pipa. Tegangan geser terjadi
diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena
adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua
gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel).
2.4.2.1 Tegangan geser akibat gaya geser (V)
Tegangan geser akibat gaya geser (V) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.23:
τ
max=
�
� (2.23)
Dimana :
V = Gaya Geser
A = Luas penampang
Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu
simetri pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendut maksimum( yaitu
pada permukaan luar dinding pipa). Karena hal ini dan juga karena besarnya
2.4.2.2Tegangan geser akibat momen puntir
Tegangan geser akibat momen puntir (Mt) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.24(Lit. Hibeller, Hal 143) :
τ
Dimana :
max
=
����
� (2.24)
Mt = Momen Puntir
J = Momen Inersia Polar
Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang
mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang
bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya
puntiran.
2.4.3 Tegangan Torsi
Suatu bentangan bahan dengan luas permukaan tetapdikenai suatu puntiran
( twisting ) pada setiap ujungnya danpuntiran ini disebut juga dengan torsional,
dan bentangan bendatersebut dikatakan sebagai poros ( shaft ).Distribusi tegangan
bervariasi dari nol pada pusat poros sampai dengan maksimum pada sisi luar
Gambar 2.13. Distribusi Tegangan Geser
2.4.3.1Momen Inersia( Polar )
Untuk suatu batang bulat berlubang (pipa) dengan diameter luar Do dan
diameter dalam Di
Dimana :
, momen kutub inersia (polar momen of inertia) penampang
melintang luasnya, biasanya dinotasikan dengan J(Lit.Hibbeler, hal 72).
J = �
32 (D0
4 – Di4
Momen kutub inersia untuk batang bulat tanpa lubang (batang pejal) dapat
diperoleh dengan memberi nilai D
) (2.25)
i = 0. Kuantitas dari J merupakan sifat
matematis dari geometri penampang yang melintang yang muncul dalam kajian
tegangan pada batang atau poros bulat yang dikenai torsi.
2.4.3.2Regangan Geser
Suatu garis membujur a-b digambarkan pada permukaan poros tanpa
beban.Setelah suatu momen punter T dikenakan pada poros, garis a-b bergerak
menjadi a-b’ seperti ditunjukkan pada gambar berikut.Sudut γ, yang diukur dalam
regangan geser pada permukaan poros. Definisi yang sama berlaku untuk setiap
titik pada batang poros tersebut, dapat ditunjukkan pada gambar 2.14 :
Gambar 2.14. Regangan Geser
2.5 Persamaan Tegangan Pada Sistem Perpipaan
Persamaan tegangan pada sistem perpipaan merupakan persamaan yang
dapat diturunkan dari persamaan untuk tegangan �1,2 yang sesuai dengan aplikasi
tersebut. Pada dasarnya persamaan tegangan yang dihasilkan pada tiap kondisi
yang berbeda diperoleh dari persamaan untuk tegangan utama, yang membedakan
persamaan tegangan pada tiap-tiap kondisi itu adalah tegangan terhadap sumbu x
dan tegangan terhadap sumbu y. Pada kondisi bending tegangan terhadap sumbu x
tidak berlaku atau diabaikan dengan sudut pembentuk
�
dengan nilai 90 derajat.Secara umum akan terlihat pada gambar 2.15
Gambar 2.15 Sistem Perpipaan Sederhana
Maka akan berlaku persamaan Tegangan Utama dengan ketentuan dimana
0, dan hanya ada tegangan yang bekerja terhadap sumbu y. Tegangan geser yang
terjadi pada gambar diatas adalah tegangan geser akibat gaya geser yang bekerja
searah dengan luas penampang pipa, secara umum dapat dilihat pada persamaan
dibawah ini (Lit. Timosenko hal 43).
�1,2 =�
�� +��
2 �±��
�� − ��
2 �
2
+���2
Dimana�� dan ��� pada kondisi lentur pada sistem penumpu akan berubah
menjadi persamaan yang sesuai dengan keadaan dari bentuk beam yang dalam hal
ini berbentuk pipa dimana tidak terjadi tegangan dalam arah sumbu x (��=0).
�� = 0 ( tidak ada tegangan terhadap sumbu x )
��=����
���=��
Dimana :
M= momen bending
C= jari-jari terluar pipa
I= Momen inersia penampang
V = Gaya Geser
Sehingga akan diperoleh persamaan untuk tegangan lentur pada sistem penumpu
yaitu :
�1,2 =�
�� +��
2 �±��
�� − ��
2 �
2
+���2
�1,2 =�
0 +��
2 �±�� 0− ��
2 �
2
+���2
�1,2 =
��
2 ±�� ��
2�
2
+���2
�1 =
��
2 +�� ��
2�
2
+���2
�2 =
��
2 − �� ��
2�
2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendahuluan
Bab ini berisikan metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan pada skripsi ini.Secara umum metodologi yang digunakan dalam
skripsi ini dibagi dalam 2 tahapan yaitu: (1) Pemodelan bentuk Isometrik sistem
perpipaan Water Tower System dengan menggunakan Softwere AutoCad Plant
3D (2) Analisa perhitungan tegangan pipa dengan menggunakan softwere
CAESAR II 5.10. Hasil dari analisa komputer akan ditampilkan pada bab IV.
Dalam skripsi ini dilakukan studi kasus perhitungan tegangan pada sebuah
sistem perpipaan, dimana data yang diperoleh dapat dilihat pada table 3.1 dan 3.2.
3.2. Studi Kasus 3.2.1.Spesifikasi Pipa
Adapun spesifikasi pipa yang digunakan dalam skripsi ini didapat dari hasil
penelitian yang dilakukan di salah satu perusahaan perindustrian kelapa sawit di
Sumatera Utara.Spesifikasi pipa tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Spesifikasi Pipa
NO Spesifikasi Pipa
1. Panjang Pipa 20.7 meter
2. Schedule Pipa STD 40
3. Densitas Pipa 0.00783kg/�3
4. Material Pipa High Carbon
5. Tipe Pipa A53 B
6. Poison Rasio Pipa 0.2920 mm
8. Ketebalan Pipa 7.12 mm
9. Modulus Elastisitas (C) 2.0340E+008KPa
10. Toleransi Pipa 12.500 %
Sumber. PT Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi
3.2.2.Spesifikasi Fluida
Data fluida ini akan digunakan untuk proses analisa dengan menggunakan
softwere CAESAR II 5.10. Spesifikasi fluida tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida
NO Spesifikasi Fluida
1. Jenis Fluida Air (Water)
2. Temperatur Fluida 35�C
3. Tekanan Fluida 2 bar
4. Berat Jenis Fluida pada temp. 35� 0,000994 kg/��3
5. Faktor Koreksi 1,0005916
3.3. Diagram Alir Penelitian
Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan
sistematis seperti ditunjukkan pada gambar 3.1
Gambar 3.1 diagram alir penelitian
SELESAI
KESIMPULAN
Ya Tidak
PENGOLAHAN DATA:
Simulasi data statistik
START
Indentisifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian
STUDI AWAL:
Studiliteratur
PENGUMPULAN DATA:
- Data Pipa
- Data Beban (Data Fluida)
3.4. Urutan Proses Analisis
Untuk melakukan analisis pada sistem perpipaan ini, maka dibuat urutan
proses agardalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan baik. Urutan ini
dilakukan oleh penulis dimulai dari awal hingga pembahasan tentang materi tugas
akhir ini.
3.4.1 Pembuatan Data Awal
Pada tahap ini dilakukan pembuatan data sistem perpipaan sebagai
model.Data-data yang diperlukan seperti spesifikasi perpipaaan, kode standar
yang digunakan.
3.4.2 Studi Literatur
Untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dalam penyelesaian
masalah ini, maka dilakukan studi literatur.Informasi berkenaan masalah ini
diperoleh dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan sistem
perpipaan secara umum yang diperoleh dari berbagai sumber.
3.4.3 Metode Pengerjaan
Metode pengerjaan yang dilakukan adalah studi literatur yang didukung
oleh data pendukung yang digunakan untuk memasukkan data-data perpipaan
kedalam bentuk pemodelan pada software CAESAR II 5.10.
3.4.3.1Pemodelan Sistem Perpipaan
Pemodelan yang dibuat meliputi :
a. Input nomor nodal (from node to node)
b. Input dimensi pipa
d. Input Material pipa
e. Input kode standar
f. Input temperature dan tekanan
3.4.3.2Mengecek Error pada Pemodelan
a. Cek fisik pemodelan untuk kesalahan penggambaran (orientasi
koordinat, ukuran panjang)
b. Running error check dari program CAESAR II, untuk mengetahui
adanya error dan peringatan pada pemodelan
3.4.3.3Pemodelan Tumpuan
a. Input identifikasi material
b. Input identifikasi penampang
c. Input nomor nodal
d. Input dimensi tumpuan
e. Input besar beban
3.4.3.4Analisis Nilai Kekakuan Tumpuan
Besarnya nilai tumpuan di dapat dari pembagian besarnya gaya yang
diterima pada tumpuan dibagi dengan displacement yang terjadi dengan
melakukan 3 kali iterasi.
3.4.3.5Analisis Besarnya Tegangan Pipa
Besarnya beban yang terjadi dengan kode yang dipilih (ASME B31.3)
dengan bantuan program CAESAR II ver 5.10 yang telah disesuaikan dan
disamakan dengan jenis yang dipakai pada instalasi perpipaan pada kasus
pipa pada tiap – tiap titik yang ditentukan pada setiap node yang terdapat
disetiap satu satuan panjang pipa dihasilkan dengan menjalankan program
untuk tegangan pada batas – batas pembebanan tetap ( statis ).
3.4.4 Pembahasan
Dari hasil analisis,beban yang diberikan pada sistem perpipaan, dapat
ditentukan apakah beban yang diterima melebihi dari batas yang diijinkan
atau tidak. Adapun proses pengerjaan dinyatakan dalam diagram alir pada
ERROR CHECK INPUT SISTEM PERPIPAAN DAN DATA PIPA
INPUT SUPPORT PERPIPAAN
ERROR ???
ANALISIS LOAD
ya
tidak
OVER LOAD ?????
START
ya
tidak
Gambar 3.2 Diagram Alir Simulasi
3.5. Identifikasi Masalah
Pembebanan yang dialami sistem perpipaan pada analisa tegangan water
tower ini adalah pembebanan statis atau pembebanan tetap yaitu pembebanan
yang tidak berubah terhadap waktu, Pada umummnya pembebanan ini terbagi
menjadi dua bagian yaitu pembebanan yang diakibatkan oleh berat pipa beserta
komponen – komponen pendukung pipa, dan berat yang diakibatkan oleh fluida
yang mengalir pada pipa yang merupakan fluida air. Secara umum dapat dilihat
pada gambar 3.3
PERBANDINGAN LOAD
OUTPUT
y
END
Proses
Gambar 3.3 Sistem Perpipaan Sederhana
Pada gambar diatas diatas terlihat bahwa arah aliran fluida bergerak kearah
kanan, dengan kecepatan yang kecil, pada batasan analisa tegangan pada
sistemWater Tower Systemini aliran fluida yang bergerak dengan kecepatan yang
rendah maka dapat diabaikan atau di asumsikan bahwa fluida yang mengalir
didalam pipa, pembebanan yang diberikan oleh fluida air adalah pembebanan
berat yaitu masa jenis fluida pada temperature tertentu dikalikan dengan volune
fluida yang mengisi pipa bagian dalam. Pembebanan statis pada fluida merupakan
pembebanan berat yang mengasumsikan fluida dalam keadaan diam V = 0.
Dengan demikian maka akan didapatkan bahwa jenis pembebanan yang dialami
oleh sistem pipa yaitu :
1.�1( Berat Pipa ) = massa jenis pipa x luas penampang pipa x panjang pipa
keseluruhan
2.�2( Berat Fluida ) = massa jenis fluida x volume pipa keseluruhan
3.�3( Berat Komponen ) = Berat tiap – tiap jenis komponen yang digunakan.
Sehingga Pembebanan total yang diterima oleh sistem perpipaan secara statis atau
dalam kondisi diam dapat dilihat pada persamaan.
Pada kondisi tersebut hanya ada beban berat dalam kondisi diam yang
diterima oleh sistem perpipaan Water Towerdimana tekanan ( P ) yang dialami
sistem pipa dalam keadaan standart atau dalam keadaan normal P=P standar(udara
luar), dan temperature yang diterima oleh sistem pipa adalah temperatur rendah (
T=350 C ) dimana terjadi thermal stress yang sangat kecil atau thermal stress
yang dialami pipa dapat diabakan (��= 0 ).
3.5.1 Kondisi Pipa Mendatar ( Horizontal)
Pada sistem perpipaan feed water sistem terdapat banyak sususan pipa
mendatar dan susuna pipa tegak, pada situasi dimana pipa terletak mendatar maka
jenis pembebana yang dialami adalah pembebanan yang arahnya tegak lurus
terhadap panjang pipa, yang dapat dilihat pada gambar 3.4 :
Gambar 3.4 Kondisi Pipa Sederhana Mendatar
Pembebanan pada pipa mendatar merupakan jenis pembebanan seragam, yang
bebanya merata di setiap titik yang terdapat pada pipa, beban dari fluida
merupakan bentuk beban seragam. Fluida yang mengalir pada pipa merupakan
fluida kontiniu yang volumennya sama di setiap titik di sepanjang pipa.
y
x
�2