• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS REDUKSI EMISI GAS METAN MELALUI PROYEK MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CDM) PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP

TESIS

Oleh

SRI JULI HANDAYANI 067004015/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Tesis : ANALISIS REDUKSI EMISI GAS METAN

MELALUI PROYEK MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CDM) PADA PABRIK

PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Nama Mahasiswa : Sri Juli Handayani

Nomor Pokok : 067004015

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution. M.Sc., PhD) Ketua

(Prof.Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Dr. Zahari Zen, M.Sc.) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.,MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)

(3)

Telah diuji

Pada Tanggal : 19 Juni 2008

PANITIA UJIAN TESIS

KETUA : Prof.Ir.Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D

Prof.Dr.Retno Widhiastuti,MS

Dr. Zahari Zen, M.Sc

(4)

ABSTRAK

Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM) adalah insentif ekonomi bagi industri yang berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. CDM merupakan salah satu kebijakan mekanisme Protokol Kyoto 1997 untuk mitigasi perubahan iklim. CDM di Sumatera Utara sejauh ini belum berkembang disebabkan terbatasnya dana pemerintah untuk mensosialisasikannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan CDM di Sumatera Utara dan mengetahui seberapa besar pengurangan emisi gas metan pada pabrik pengolahan kelapa sawit setelah melaksanakan proyek CDM serta mengetahui peranan proyek CDM dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penelitian dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Perkebunan Milano, Desa Pinang Awan Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Proyek CDM ini menggunakan teknologi biodigester dan untuk melakukan penghitungan pengurangan emisi gas metan digunakan metode yang disetujui UNFCCC yaitu AMS III H dengan cara menangkap dan membakar gas metan pada kolam anareobik untuk mereduksi emisi gas metan. Parameter yang diamati dalam penelitian adalah produksi TBS per tahun, volume limbah cair, dan COD limbah cair sawit.

PKS PT Perkebunan Milano setelah melaksanakan proyek CDM dapat mereduksi emisi gas metan sebesar setara 31.895 tonCO2e/thn dan total pengurangan

emisi gas metan selama periode pengkreditan yaitu 7 tahun diperkirakan sebesar 223.265 tonCO2e. Dari hasil pengurangan emisi gas metan tersebut, PKS PT

Perkebunan Milano dapat memperoleh insentif ekonomi sebesar US$637.900,- bila diasumsikan dengan harga jual US$20 ton/CO2e.

Dapat disimpulkan bahwa melaksanakan Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan tetapi juga bagi masyarakat dunia internasional.

(5)

ABSTRACT

Clean Development Mechanism (CDM) project is an economic insentive for potensial industry in order to reduction greenhouse gas (GHG) release to the atmosphere. CDM is one of Kyoto Protocol 1997 policy mechanism in mitigating climate change. CDM in Sumatera Utara has not been developed so far because of government budget to socialization.

The research objectives are to examine the role of the CDM scheme in enviromental management of the industry, to look at the development of CDM in Sumatera Utara and to find out what extent an palm oil mill has reduced the emission of methane after the implementation of the CDM project. The research was carried out at the palm oil mill PT Perkebunan Milano, Pinang Awan Village, Torgamba Sub-district, Labuhan Batu District, Sumatera Utara.

This CDM project employs the biodigester technology and the Approved Metodology Scenario (AMS) III H method which has been approved by (United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). AMS was used to calculate the reduction of methane emission by confining and burning the methane in an anaerobic pond. The parameters observed in this study were the number of stems of fresh fruit produced per year, waterwaste volume, the Chemical Oxygen Demand (COD) of oil palm waterwaste.

After implementing the CDM schemes the palm oil mill of PT Perkebunan Milano is able to reduce the emission of methane equal to 31,895 tonnes CO2e per

year. Total amount of methane emission reduction for the seven year crediting period is estimated to be equal to 223,265 tonCO2e. From the methane emission reduction,

the palm oil mill of PT Perkebunan Milano could gain an economic insentive for US$637,900.00 if the price assumed of US$20 tonnes/CO2e.

The conclusion of this study is that implementing of the CDM at PT. Perkebunan Milan prospectly would be beneficial not for the company itself, but also the world community.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan ridhoNya

tesis yang berjudul Analisis Reduksi Emisi Gas Metan Melalui Proyek Mekanisme

Pembangunan Bersih (CDM) Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Rangka

Pengelolaan Lingkungan Hidup ini dapat selesai. Tesis ini merupakan syarat untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya penulisan tesis ini penulis sampaikan hormat dan

terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc.,PhD

sebagai Ketua Pembimbing, Ibu Prof.Dr. Retno Widhiastuti, MS serta Bapak

Dr.Ir.Zahari Zen, M.Sc.,PhD masing-masing sebagai anggota pembimbing yang

penuh ketulusan dan kesabaran memberikan bimbingan dan arahan. Serta kepada

Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc dan Drs. Chairuddin, M.Sc masing-masing

sebagai penguji yang telah memberikan saran guna kesempurnaan tesis ini.

Penulis ucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc

selaku Direktur Program Pascasarjana USU dan Prof. Dr. Alvi Syahrin,SH,MS selaku

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan

(7)

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Martua Sitorus selaku

Vice President PT WILMAR International beserta staf, Ibu Janti, SE selaku Kepala

Unit beserta staf, dan Ir. Toni Sulistyo selaku Mill Manager beserta staf PT.

Perkebunan Milano, yang telah memberikan ijin dan bantuan selama penulis

melakukan penelitian.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Haskarlianus Pasang

selaku Country Manager PT AES AgriVerde, Ir. Hidayati, MSi dan rekan-rekan psl

2006 yang telah memberi saran dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

Salam hormat yang mendalam kepada kedua orangtua yang tiada henti

mengiringi penulis dengan doa, teristimewa buat suami tercinta Ir. Djoko Hidajat dan

anak saya Diva Lathifa Maharani atas kepercayaan dan kesempatan yang telah

diberikan kepada saya untuk menempuh studi pascasarjana. Semoga amal kebaikan

Bapak, Ibu dan rekan-rekan diberi balasan oleh Allah SWT. Amien.

Tesis ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran akan penulis terima

dengan besar hati dan rasa syukur. Semoga tesis ini memberi manfaat kepada yang

membacanya.

Medan, April 2008

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 31 Juli 1971, dari ayah bernama

(Alm) T.Tjoek Haryanto dan ibu Soemiati, sebagai anak kedelapan dari sembilan

bersaudara. Pendidikan yang pernah penulis tempuh adalah SD Negeri 060870

Medan tahun 1978, SMP Negeri 9 Medan tahun 1984, SMA Negeri 3 Medan tahun

1987 dan pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Jurusan

Budidaya Pertanian Program Studi Teknologi Benih di Fakultas Pertanian Universitas

Andalas, Padang Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 2006 penulis mengikuti

Program S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,

Universitas Sumatera Utara, Medan Sumatera Utara

Penulis menikah pada tanggal 29 Juli 1999 dengan Ir. Djoko Hidajat dan

dikaruniai 1 orang putri bernama Diva Lathifa Maharani yang lahir di Pangkalan Bun

(9)

DAFTAR ISI

2.2. Sejarah dan Pengertian Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) ... 14

2.3. Potensi Proyek CDM di Indonesia ... 24

2.4. Hukum dan Perundang-undangan ... 28

(10)

III. BAHAN DAN METODE ...… 37

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...… 37

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ...… 37

3.3. Jenis dan Sumber Data ...… 38

3.4. Metodologi Penelitian ...… 38

3.5. Pelaksanaan Penelitian ...… 44

3.6. Parameter yang diamati...… 45

3.7. Analisis Data ...… 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ...… 46

4.1. Keadaan Umum Perkembangan CDM di Sumatera Utara...… 46

4.2. Keadaan Umum PKS PT Perkebunan Milano ...… 50

4.3. Proyek CDM di PKS PT Perkebunan Milano...… 52

4.4. Pengurangan Emisi gas CH4 pada PKS PT Perkebunan Milano... 54

4.5. Manfaat Proyek CDM Terhadap PKS PT Perkebunan Milano…. 59

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran... 63

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Enam Jenis Gas Rumah Kaca berdasarkan Protokol Kyoto ... 18

2. Parameter yang diamati... 45

3. Faktor yang menjadi pendorong dan kendala perkembangan CDM di SUMUT... 48

4. Data Parameter (per tahun) ... 54

5. Emisi Awal ... 55

6. Estimasi Emisi Awal selama periode pengkreditan 7 tahun ... 56

7. Emisi Aktivitas Proyek (ton CO2e/tahun) ... 57

8. Estimasi Emisi Aktivitas Proyek selama periode pengkreditan 7 tahun... 57

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Diagram mekanisme kerja CDM ... 19

2. Klassifikasi kegiatan Proyek CDM... 21

3. Siklus Proyek CDM ... 22

4. Skenario baseline ... 23

5. Struktur DNA di Indonesia ... 29

6. Tahapan perombakan bahan organik limbah pada proses anaerobik 31

7. Tahapan fermentasi metana ………. 33

8. Proyek Gabungan CDM... 36

9. Kolam Anaerobik ... 51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ……… 69

2. Skema Proses Tandan Buah Segar di PKS PT Perkebunan Milano 70

3. Lay Out Kolam Limbah PKS PT Perkebunan Milano……… 71

4. Dokumentasi kegiatan fasilitasi dunia usaha untuk menjalankan

proyek CDM di PT. Damai Abadi, PTPN3 dan PTPN4... 72

5. Dokumentasi Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)

(14)

DAFTAR SINGKATAN

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

AMS : Approved Metodologies Scenario

BOD5 : Biological Oxygen Demand

CDM : Clean Development Mechanism

Mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan antara negara maju dan negara berkembang untuk menghasilkan CER

CER : Certified Emission Reduction

Unit penurunan emisi GRK yang dilakukan melalui proyek CDM

CH4 : Metana

Salah satu dari enam GRK yang diperhitungkan dalam Pasal 3 Protokol Kyoto yang memiliki GWP sekitar 20 kali CO2.

CO2 : Karbon dioksida

Salah satu dari enam GRK yang diperhitungkan dalam Pasal 3 Protokol Kyoto. Merupakan GRK utama yang dijadikan se- bagai referensi GRK yang lain sehingga GWP-nya diberi 1

COD : Chemical Oxygen Demand

DNA : Designated National Authority

Lembaga nasional yang ditunjuk pemerintah negara berkembang untuk menangani CDM

ESDM : Energi dan Sumberdaya Mineral

ET : Emission Trading

GHG : Greenhouse Gas

GRK : Gas Rumah Kaca

Gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan Bumi sehingga menimbulkan peningkatan suhu bumi

GWP : Global Warming Potential

HDPE : High Density Polyethylene

(15)

IGES : Institute for Global Enviroment Strategies

INC : Intergovernmental Negotiating Committe

IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change

ISO : International Standardization Organization

JI : Joint Implementation

KEPMEN : Keputusan Menteri

KEPRES : Keputusan Presiden

KKPI : Kerangka Konvensi Perubahan Iklim

KLH : Kementerian Lingkungan Hidup

KomNas MPB: Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi

MENLH : Menteri Lingkungan Hidup

MoE : Ministry of the Enviroment

MPB : Mekanisme Pembangunan Bersih

N2O : Nitrous oksida

PDD : Project Design Document

PKS : Pabrik Kelapa Sawit

PP : Peraturan Pemerintah

TBS : Tandan Buah Segar

UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan

UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan

UNEP : United Nations Enviromental Programme

UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change

UU : Undang-Undang

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setelah revolusi industri, lingkungan global mengalami pencemaran udara yang

berdampak besar pada perubahan iklim global. Sumber energi yang digunakan

berasal dari bahan bakar fosil membuang limbah gas rumah kaca seperti

karbondioksida (CO2), metan (CH4), nitrous oksida (N2O) dan sebagainya. Gas

rumah kaca (GRK) yang terdapat di atmosfer secara alami menyerap radiasi matahari

di atmosfer bagian bawah yaitu pada lapisan troposfer. Akumulasi peningkatan emisi

GRK akibat kegiatan manusia (antropogenik) secara umum telah meningkatkan

konsentrasi GRK. Akibatnya suhu atmosfer bumi sekarang menjadi 0,5ºC lebih panas

dibanding pada zaman pra industri tahun 1860. Pemanasan global ini juga

mengakibatkan gunung es di kutub sebagian mencair yang menyebabkan tinggi air

permukaan laut saat ini meningkat sekitar 20 cm dibandingkan tahun 1880.

Adanya pengaruh antropogenik terhadap sistem iklim serta meningkatnya

kesadaran masyarakat akan isu lingkungan global, menyebabkan isu perubahan iklim

menjadi perhatian dalam agenda politik internasional pada tahun 1980-an. Adanya

kebutuhan dari para pembuat kebijakan akan informasi ilmiah yang terkini maka pada

tahun 1988, World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations

(17)

Change (IPCC), sebuah lembaga yang terdiri dari para ilmuwan seluruh dunia yang

bertugas meneliti fenomena perubahan iklim serta solusi yang harus dilakukan.

Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) yang lebih dikenal dengan Clean

Development Mechanism (CDM) adalah salah satu mekanisme pada Kyoto Protokol

yang mengatur negara maju (Annex I) dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah

kaca. Mekanisme ini merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada

Protokol Kyoto yang mengikutsertakan negara berkembang. Melalui mekanisme

CDM ini, diharapkan akan adanya transfer teknologi dari negara maju ke negara

berkembang untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan.

Indonesia sebagai negara berkembang telah meratifikasi Konvensi Perubahan

Iklim dan Protokol Kyoto melalui Undang-Undang (UU) No. 6/1994 dan UU

No.17/2004. Setiap konvensi internasional yang diratifikasi suatu negara harus

dipahami bahwa konvensi atau perjanjian tersebut adalah hasil pemikiran dan

komitmen global negara yang selanjutnya diimplementasikan secara nasional.

Pengertian nasional tentu saja memiliki implikasi hukum secara lintas sektoral dan

multi-stakeholder, artinya perlu diimplementasikan secara bersama-sama dengan

melibatkan berbagai kelompok dalam lapisan masyarakat yang terkait sehingga

banyak pihak dapat mengambil manfaat perjanjian tersebut (Murdiyarso, 2003a).

Dalam rangka implementasi proyek CDM di Indonesia, pengembang proyek

(18)

menciptakan standarisasi manajemen dan pengelolaan lingkungan yang telah menjadi

isu utama dalam transaksi perdagangan internasional adalah proyek CDM. Proyek

CDM dituntut untuk memelihara integritas lingkungan dalam hal mengurangi emisi

GRK. Pada masa yang akan datang, proyek CDM dapat diterima dan bermanfaat

bagi politisi dan manajer industri sebagai pemandu dalam rangka pembangunan yang

berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia telah banyak menetapkan peraturan-peraturan dan

perundang-undangan tentang pengelolaan dan pemanfaatan limbah industri, tetapi

masih banyak para pelaku bisnis yang tidak menerapkannya. Dengan alasan biaya

investasi yang dikeluarkan untuk penanganan limbahnya sangat tinggi akibatnya

kerusakan lingkungan semakin meningkat. Ini merupakan masalah utama lingkungan

di Indonesia saat ini, dimana banyak peraturan tapi ketaatan masih lemah. Oleh

karena itu proyek CDM secara tidak langsung mensyaratkan ketaatan tersebut, baik

kelengkapan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), laporan

pemantauan dan terpenuhinya baku mutu lingkungan.

Pada kenyataanya saat ini masih banyak pihak industri di Sumatera Utara

belum sepenuhnya mengimplementasikan proyek CDM, diantaranya perusahaan

perkebunan kelapa sawit. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pemahaman

para pelaku bisnis tentang proyek CDM. Padahal keterlibatan sektor swasta atau

(19)

konvensi internasional tersebut merupakan kunci penting keberhasilan perlindungan

iklim.

Pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) PT Perkebunan Milano, Pinang Awan

Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara yang merupakan

anak perusahaan perkebunan swasta WILMAR Group telah mengimplementasikan

konvensi internasional tersebut sejak tahun 2006. Perusahaan ini ikut berperan serta

dalam rangka pengelolaan lingkungan yang berguna untuk mereduksi (mengurangi)

emisi gas metan. Aktivitas proyek CDM yang dilakukan bertujuan untuk

memperbaiki sistem pengolahan air limbah PKS PT Perkebunan Milano dengan cara

menutup kolam anaerobik yang ada sehingga dapat menangkap gas metan yang

dihasilkan dari pembusukan bahan organik yang terkandung dari limbah cair PKS.

PKS ini yang baru pertamakali melaksanakan proyek CDM di Sumatera Utara

dengan menggunakan metode menangkap dan membakar gas metan.

Limbah pabrik pengolahan kelapa sawit mempunyai potensi untuk CDM

(baik limbah padat, maupun limbah cair yang dapat dikonversi untuk efisiensi energi

baik dari biomasa maupun emisi gas metan). Limbah pabrik pengolahan kelapa sawit

dapat menghasilkan gas metan (CH4) yang memberikan kontribusi terhadap efek

GRK mengakibatkan perubahan iklim global. Menurut Hazan (2007) bahwa gas

metan merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih

(20)

Peningkatan gas metan sekecil apapun sebaiknya tetap harus dikendalikan.

Perusahaan pabrik pengolahan kelapa sawit berusaha untuk menghasilkan limbahnya

sesedikit mungkin (zero waste), dimana limbahnya dimanfaatkan untuk bernilai

ekonomis. Disamping itu dengan adanya proyek CDM pada industri minyak kelapa

sawit akan berpotensi mengurangi GRK atau penghematan energi di Indonesia serta

memberikan keuntungan bagi perusahaan berupa insentif ekonomi.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana perkembangan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih di

Sumatera Utara

2. Seberapa besar pengurangan emisi gas metan pada pabrik pengolahan kelapa

sawit setelah melaksanakan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih

3. Sejauhmana proyek Mekanisme Pembangunan Bersih berperan sebagai salah

satu alternatif instrument dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembangan Mekanisme Pembangunan Bersih di

Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui peranan Mekanisme Pembangunan Bersih dalam

(21)

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengurangan emisi gas metan pada pabrik

pengolahan kelapa sawit setelah melaksanakan proyek Mekanisme

Pembangunan Bersih.

1.4. Hipotesis

1. Perkembangan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih belum berjalan

dengan optimal di Sumatera Utara

2. Melaksanakan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih dapat mengurangi

emisi gas metan pada pabrik pengolahan kelapa sawit

3. Melaksanakan Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih merupakan salah

satu alternatif instrumen dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut;

1. Sebagai informasi alternatif pendukung penanganan pencemaran limbah industri

dalam strategi pengelolaan limbah yang bijaksana, efektif dan ramah lingkungan.

2. Sebagai bahan data masukan bagi pengusaha atau pelaku bisnis.

3. Penerapan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih pada pihak industri

merupakan sarana dan insentif bagi perusahaan dalam menjaga dan melestarikan

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda daya,

keadaan,dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya

(Undang-Undang No.23 Tahun 1997). Dalam lingkungan hidup akan timbul interaksi

antara unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, jika tidak dikelola secara benar akan

menimbulkan masalah lingkungan. Menurut Soemarwoto (1990) masalah lingkungan

adalah perubahan dalam lingkungan hidup yang secara langsung atau tidak langsung

menyebabkan akibat negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Pembangunan lingkungan merupakan upaya sadar terencana dalam rangka

mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam guna mencapai tujuan. Pada

hakekatnya lingkungan hidup merupakan sumber kehidupan manusia, karena itu

manusia tidak mungkin hidup tanpa lingkungan. Namun pada saat manusia

memanfaatkan sumber daya alam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya baik sengaja

maupun tidak maka manusia telah merusak atau mencemari lingkungan.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999, pembangunan

(23)

berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan lingkungan mengendalikan pencemaran dan

meningkatkan kualitas lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam

penerapan kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia, Pemerintah

telah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah

upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi

kebijaksanaan penataan, pemanfaatan pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, dan

pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.

Kegiatan industri menjadi sorotan utama dalam pencemaran lingkungan,

dengan berbagai upaya pengelolaan sumberdaya alam sering mengesampingkan

pengelolaan limbahnya. Oleh karena itu sehubungan dengan semakin meningkatnya

kegiatan perkembangan industri yang akan berdampak negatif terhadap kelestarian

lingkungan maka diperlukan upaya pengelolaan dan pengendalian dampak

lingkungan. Hardjosoemantri (1993) mengemukakan bahwa kerusakan-kerusakan

lingkungan hidup yang telah terjadi akibat pembangunan harus diatasi yaitu dengan

melakukan pengelolaan lingkungan.

Di dalam Pasal 3 dari Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 ditetapkan bahwa

pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan azas tanggungjawab negara,

azas berkelanjutan dan azas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan

(24)

manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup secara tegas ditetapkan pada Pasal 4

dalam UU No.23 Tahun 1997 antara lain adalah tercapainya keselarasan, keserasian

dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup, terwujudnya manusia

Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi

dan membina lingkungan hidup hidup, terjaminnya kepentingan generasi masa kini

dan generasi masa depan, tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan

terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana dan melindungi Negara

Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar

wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

hidup.

Selanjutnya Pasal 5 butir 3 menetapkan bahwa setiap orang mempunyai hak

untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan

perundang-undang yang berlaku. Penjelasan dari pasal ini mengemukakan bahwa

peran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi peran dalam proses

pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengan

pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam perundang-undangan. Peran

tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak

lingkungan hidup atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya

(25)

ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan

keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup (UU No.23 Tahun 1997).

Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan perlunya peran serta setiap orang sebagai

anggota masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Prinsip pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam bidang agroindustri

menurut Tobing dan Poeloengan (2000) adalah pada dasarnya mengacu pada empat

hal yakni: pertama, penerapan konsep intertemporal choice atau pilihan antar waktu

dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengerahan sumberdaya alam untuk menjamin

pembangunan berkelanjutan; kedua, penerapan internalized external cost,

menginternalisasikan biaya sosial yang selama ini ditanggung oleh masyarakat berupa

penurunan kualitas lingkungan ke dalam biaya perusahaan; ketiga, pengembangan

sumberdaya manusia pelaku agribisnis agar mampu melaksanakan pembangunan

pertanian berwawasan lingkungan; dan keempat, ialah pengembangan dan

pemanfaatan teknologi akrab lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah

upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk

sumberdaya alam ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan

kesejahteraan dan mutu generasi kini dan generasi masa depan (pasal 1 butir 3 UU

No. 23 Tahun 1997). Unsur penting yang terkandung dalam pembangunan yang

(26)

bijaksana yang menunjang pembangunan yang berkesinambungan serta

meningkatkan mutu hidup.

Pemerintah Indonesia mencanangkan pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan (sustainable development), yaitu pemerintah berupaya untuk

melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup pada setiap kegiatan

industrinya. Kemajuan teknologi di bidang industri seringkali disertai dengan

dampak negatif berupa limbah. Di pihak lain, kemajuan pola berpikir semakin

menyadarkan orang akan arti pentingnya kelestarian lingkungan hidup, dengan cara

mencari alternatif guna mengendalikan limbah buangan industri.

Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki banyak persyaratan, salah

satunya adalah menuntut adanya produktivitas sumberdaya yang seefektif dan

seefisien mungkin, serta memanfaatkan produk samping (limbah) dari proses olah

sumberdaya tersebut. Selanjutnya menurut Kantor Menteri Lingkungan Hidup (1996)

bahwa pengelolaan limbah dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan

mempunyai prinsip bahwa limbah tidak boleh terakumulasi di alam sehingga

mengganggu siklus materi dan nutrien. Pembuangan limbah harus dibatasi pada

tingkat yang tidak melebihi daya dukung lingkungan untuk menyerap pencemaran

dan sistem tertutup seperti daur ulang harus dimaksimalisasi.

Selanjutnya Arifin (2001) berpendapat bahwa pembangunan berkelanjutan

(27)

mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan sendiri.

Beberapa prioritas awal untuk operasionalisasi pembangunan berkelanjutan yaitu:

1. diseminasi tanpa henti tentang keberlanjutan pembangunan ekonomi kepada

kaum elit dan masyarakat;

2. mulai menerapkan prinsip kesinambungan antar pembangunan ekonomi dan

pelestarian lingkungan hidup pada beberapa sektor vital serta peka terhadap

lingkungan hidup;

3. senantiasa mengkaitkan cakupan penelitian dan pengembangan teknologi

yang ramah lingkungan hidup pada setiap disiplin ilmu dengan melibatkan

sektor publik & perusahaan swasta terutama multinasional.

Menurut Soemarwoto (2004) bahwa berubahnya paradigma lama yaitu sistem

Atur Dan Awasi (ADA) menjadi paradigma baru yaitu sistem Atur-Diri-Sendiri

(ADS) yang dilakukan oleh pelaku bisnis merupakan bentuk implementasi tanggung

jawab pelaku bisnis terhadap lingkungan hidup dan sosial perusahaan. Dalam istilah

pelaku bisnis kelansungan hidup perusahaan ditentukan oleh the triple bottom line;

economic, enviroment and social. Artinya, perusahaan harus bersifat ramah

lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup

sosial-budaya dan ekonomi. Ada tiga cara untuk mengubah sikap dan kelakuan manusia

terhadap lingkungan hidup, yaitu dengan instrumen pengaturan dan pengawasan ;

(28)

Prinsip instrumen ekonomi ialah usaha penanggulangan kerusakan lingkungan

secara preventif, bertujuan untuk mengubah nilai untung relatif terhadap rugi bagi

pelaku dengan memberikan insentif-disinsentif ekonomi. Dua instrumen ekonomi

utama ialah pemungutan biaya retribusi/pajak untuk limbah dan perdagangan emisi.

Perdagangan emisi ini bertujuan untuk mengurangi emisi dengan bekerjasama antara

pelaku pencemar sehingga pengurangan emisi yang ditentukan dapat dicapai dengan

cara yang lebih murah, pada umumnya dibedakan antara cap-and-trade dan

baseline-and-credit (Soemarwoto, 2004).

Makna Atur Diri Sendiri merupakan tanggungjawab menjaga kepatuhan dan

penegakan hukum lebih banyak ditanggung oleh masyarakat. Kode praktik

pengelolaan lingkungan hidup bersifat sukarela (voluntary environmental practice

code), dimana sebuah perusahaan bebas untuk mengadopsi atau tidak kode praktik

tersebut. Misalnya, ISO 14000 dan proyek CDM. Jadi melaksanakan proyek CDM

merupakan salah satu instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup

berupa insentif bagi perusahaan yang melakukan penanggulangan kerusakan

lingkungan secara sukarela.

Murdiyarso (2003b) menambahkan bahwa dalam perspektif negara

berkembang, keberhasilan CDM terletak pada sumbangan proyek tersebut dalam

mencapai pembangunan berkelanjutan. Dana yang disalurkan melalui proyek CDM

dapat membantu negara berkembang mencapai beberapa tujuan pembangunan sosial,

(29)

Isu lingkungan yang utama dalam setiap penyusunan studi Analisis AMDAL

perkebunan dan pabrik pengolahannya adalah terjadinya penurunan kualitas air, tanah

dan udara akibat limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit. Diatur dalam Peraturan

Pemerintah RI Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup (AMDAL) serta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

RI No.17/MENLH/5/2000 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib

dilengkapi dengan AMDAL.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep-86/MENLH/10/2002

tentang pedoman umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) memutuskan kegiatan yang tidak ada dampak

pentingnya, dan atau secara teknologi dapat dikelola dampak pentingnya, diharuskan

melakukan UKL dan UPL sesuai dengan yang ditetapkan di dalam syarat-syarat

perizinannya menurut peraturan berlaku (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004).

2.2. Sejarah dan Pengertian Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)

Adanya pengaruh antropogenik terhadap sistem iklim, serta meningkatnya

kesadaran masyarakat akan isu lingkungan global, menyebabkan isu perubahan iklim

menjadi perhatian dalam agenda politik internasional pada tahun 1980-an. Adanya

(30)

Environment Programme (UNEP) mendirikan Intergovernmental Panel on Climate

Change (IPCC), sebuah lembaga yang terdiri dari para ilmuwan seluruh dunia yang

bertugas meneliti fenomena perubahan iklim serta solusi yang harus dilakukan.

Menurut Hart (2006) bahwa pada tahun 1990, IPCC menghasilkan laporan

pertamanya, First Assesment Report, yang menegaskan bahwa perubahan iklim

merupakan sebuah ancaman serius bagi seluruh dunia dan untuk itu diperlukan

adanya kesepakatan global untuk mengatasi ancaman tersebut. Untuk merespon

seruan IPCC, pada Desember 1990, Majelis Umum PBB membentuk sebuah komite,

Intergovernmental Negotiating Committee (INC), untuk memimpin pembuatan

Kerangka kerja Konvensi Perubahan Iklim (Framework Convention on Climate

Change/ FCCC).

Setelah INC melakukan beberapa kali pertemuan, sejak Februari 1991-Mei

1992, sehubungan dengan kerangka kerja konvensi tersebut, akhirnya pada tanggal 9

Mei 1992 INC mengadopsi sebuah konvensi yang dikenal dengan Konvensi PBB

untuk Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/

UNFCCC). Konvensi tersebut kemudian terbuka untuk ditandatangani pada KTT

Bumi di Rio de Janeiro, Juni 1992 dan mulai berkekuatan hukum sejak 21 Maret

1994. Konvensi Perubahan Iklim ini mempunyai tujuan utama untuk menstabilkan

konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer hingga pada level yang aman. Namun pada

konvensi ini belum ada target-target yang mengikat, seperti target level konsentrasi

(31)

Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas

rumah kaca agar sistem iklim Bumi tidak terganggu dan terus memburuk. Murdiyarso

(2003a) mengemukakan bahwa di tahun 1992, pada Earth Summit di Rio de Janeiro,

Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju

untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Kerangka

PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim akhirnya diterima secara universal sebagai

komitmen politik international tentang perubahan iklim. Tujuan utama Konvensi ini

seperti tercantum dalam Pasal 2 adalah untuk: menstabilkan konsentrasi gas rumah

kaca di atmosfer pada tingkat tertentu dari kegiatan manusia yang membahayakan

sistem iklim. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang

lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto yang merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi

Perubahan Iklim (KKPI) mempunyai berbagai dampak penting bagi Indonesia.

Dalam Artikel 4.2a KKPI menyatakan bahwa pengurangan emisi oleh negara Annex I

dapat dilakukan berpatungan (jointly) dengan pihak lain dan dapat membantu pihak

lain untuk mencapai tujuan konvensi. Berdasarkan ketentuan ini dalam Protokol

Kyoto terdapat tiga mekanisme untuk mitigasi perubahan iklim, yaitu:

1. Implementasi patungan (IP) atau joint implementation (JI) antara negara Annex I;

2. Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau Clean Development Mechanism

(32)

3. Perdagangan Emisi Internasional (PEI) atau International Emissions Trading

(IET) antara negara Annex I.

Ketiga mekanisme bersifat lentur (flexible) serta terbuka untuk badan pemerintah

maupun swasta (Soemarwoto, 2004).

Mekanisme Pembangunan Bersih adalah sebuah mekanisme dimana

negara-negara yang tergabung dalam Annex I memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi

gas-gas rumah kaca sampai angka tertentu pada tahun 2012 seperti yang telah diatur

dalam Protokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex I untuk melaksanakan

proyek-proyek yang mampu menurunkan atau menyerap emisi setidaknya satu dari

enam jenis gas rumah kaca. GRK yang dimaksud ialah seperti tertera dalam lampiran

A Protokol Kyoto yaitu karbondioksida (CO2), metan (CH4), nitrogen oksida (N2O),

hidroflorokarbon (HFCs), Perflorokarbon (PFCs) dan Sulfur heksaflorida (SF6) (lihat

pada Tabel 1). Negara-negara non Annex I yang dimaksud adalah yang

menandatangani Protokol Kyoto namun tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan

emisinya. Satuan jumlah emisi GRK yang bisa diturunkan dikonversikan menjadi

sebuah kredit yang dikenal dengan istilah Certified Emissions Reduction (CERs) –

satuan reduksi emisi yang telah disertifikasi (IGES, 2006).

Menurut Soemarwoto (2004) bahwa sebelum dapat dijual kredit reduksi emisi

(CERs) itu harus diverifikasi dulu kebenarannya. CERs adalah kredit reduksi emisi

yang telah diverifikasi. Verifikasi bertujuan untuk menghindari penipuan dan

(33)

Tabel 1. Enam jenis Gas Rumah Kaca berdasarkan Protokol Kyoto

Nilai potensi pemanasan global dari keenam gas rumah kaca ini persis sama (potensi pengukuran pemanasan global mengukur efek relatif dari radiasi yang ditimbulkan oleh GRK dibandingkan terhadap CO2). Misal: 1 ton CH4 samadengan 21 ton CO2.

GRK GWP

Suatu proyek CDM dapat dikatakan menghasilkan kredit karbon apabila

proyek tersebut harus menunjukkan adanya pengurangan emisi jika dibandingkan

dengan kondisi awal (baseline scenario), dimana kondisi awal merupakan kondisi

yang terjadi saat ini pada proses yang normal (Gambar 1). Aspek penting lainnya

adalah proyek yang akan dijadikan proyek CDM harus sejalan dengan kebijakan

lingkungan yang berlaku di negara yang bersangkutan dan juga dengan tujuan akhir

pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan oleh negara tersebut

(34)

Gambar 1. Diagram Mekanisme Kerja CDM (UNFCCC, 2001a)

Beberapa kriteria pembangunan berkelanjutan di sektor energi ditetapkan

melalui KepMen ESDM No.953.K/50/MEM/2003 adalah sebagai berikut:

a. Menekankan penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi

b. Memiliki kontribusi terhadap kelestarian lingkungan

c. Dapat memberikan peningkatan pendapatan

d. Adanya transfer teknologi

e. Pembangunan masyarakat

Soemarwoto (2004) mengemukakan bahwa CDM tertera dalam Artikel 112

(35)

sedang berkembang (negara non Annex I). Tujuan CDM adalah untuk membantu

negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada tercapainya stabilisasi

kadar GRK dalam atmosfer berupa pemindahan teknologi dan dana dari negara maju

ke negara sedang berkembang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan.

Menurut Witoelar (2006) bahwa CDM merupakan satu peluang peningkatan

upaya alih teknologi bersih, pemasukan dana segar dari luar negeri serta sebagai

pembuktian akan komitmen Indonesia atas lingkungan global. CDM juga dapat

membantu pencapaian pembangunan berkelanjutan negara berkembang, seperti

Indonesia. Selain itu dapat mencegah, menekan, dan mengurangi emisi gas rumah

kaca.

Selanjutnya Melisa (2007) menambahkan bahwa mekanisme ini

menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam

rangka pengurangan emisi GHGs, dimana negara maju menanamkan modalnya di

negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan

emisi GHGs dengan imbalan CERs. Adapun pengurangan emisi tersebut sebesar

minimal 5 % dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 2008 sampai tahun 2012.

Proyek CDM dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian utama: (1) Reduksi

Emisi GRK dan (2) Sekuestrasi (sink, penyerapan karbon). Di bawah 2 kategori

utama tersebut terdapat beberapa sub kategori yang digolongkan berdasarkan dari

(36)

Gambar 2. Klassifikasi Kegiatan Proyek CDM (IGES,2006)

Pada bulan Desember 2001 modaliti dan prosedur mekanisme fleksibel Protokol

Kyoto termasuk CDM diputuskan yang terangkum dalam Marrakesh Accords. Badan

Eksekutif CDM dibentuk untuk mengendalikan proses CDM. Untuk itu pengembang

proyek harus melalui tahapan seperti digambarkan pada bagan 3.

Penetapan baseline merupakan bagian krusial dalam merancang kegiatan

proyek CDM. Baseline sebagai dasar menentukan jumlah total pengurangan emisi

GRK dan CERs. Skenario baseline menggambarkan tingkat emisi GRK sebelum

adanya proyek CDM. Seperti ditunjukkan pada Gambar 4, berapapun jumlah

pengurangan emisi atau GRK yang diserap dalam batas proyek selama periode

penghitungan kredit akan dihitung sebagai pengurangan emisi yang merupakan hasil

(37)
(38)

Gambar 4. Skenario baseline (IGES, 2006)

Untuk menghitung pengurangan emisi dan baseline ditentukan dengan

membuat batas proyek yang mencakup semua emisi dari sumber, yang berada di

bawah pengelolaan pengembang proyek, yang signifikan dan berkaitan dengan

kegiatan proyek CDM. Pengembang proyek perlu memperhitungkan ada/tidaknya

kebocoran (leakage) pada proyek yang direncanakan, yaitu emisi GRK yang terjadi di

luar batas proyek yang dapat diukur dan berkaitan dengan kegiatan proyek.

Penghitungan total pengurangan emisi (net) harus memperhitungkan kebocoran

(39)

CDM memiliki sifat unik yang membedakannya dengan proyek yang umum

ditemui, karena proyek CDM dapat mengurangi emisi GRK. Tingkat reduksi emisi

yang dihasilkan oleh sebuah proyek CDM diukur dengan menggunakan CO2eq,ton

(CO2 ekiuvalen). Suatu proyek CDM akan dapat memperoleh pemasukan tambahan

dari hasil penjualan CER. Proyek CDM dapat menguntungkan negara berkembang

karena kontribusi CER-nya diperkirakan dapat memberikan sekitar 7 - 40 %,

tergantung dari tipe proyek dan sektornya. Pembayaran CER dilakukan dengan

menggunakan hard currency (US$ atau ), sehingga dapat meningkatkan

kepercayaan terhadap developer untuk proyek CDM ini. Potensi pasar CER dari

proyek CDM sangat signifikan. Uni Eropa memperkirakan sekitar 430 juta ton CO2

harus diturunkan di seluruh dunia untuk memenuhi target reduksi seperti yang telah

digariskan oleh Protokol Kyoto (UNEP FI, 2005).

Selanjutnya Soemarwoto (2004) mengemukakan bahwa dari sebuah laporan

studi strategi nasional implementasi CDM di Kolombia yang meliputi 28 jenis proyek

maka negara tersebut memperoleh nilai maksimum US$ 19/tCO2 dengan potensi

reduksi emisi sebesar 42MtCO2 per tahun. Hal ini berarti betapa besarnya potensi

CDM sebagai sumber dana pembangunan bagi negara berkembang.

2.3. Potensi Proyek CDM di Indonesia

(40)

UU No. 17 tahun 2004 Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto dan disampaikan ke

Sekretariat Konvensi Perubahan Iklim tanggal 3 Desember 2004 melalui Departemen

Luar Negeri. Dengan meratifikasi Protokol Kyoto berarti membuka peluang bagi

Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi untuk mengembangkan proyek

CDM, yang akan bermanfaat dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan.

Potensi kegiatan proyek CDM sektor energi diperkirakan sekitar 2,1% dari 1200 juta

ton CO2 per tahun pada harga 1,83 US$ per ton CO2. Pilihan mitigasi yang paling

layak untuk diterapkan di Indonesia adalah energi geotermal, pemanfaatan gas suar

bakar, kombinasi yang terpadu antara penggantian bahan bakar, kogenerasi, dam

sistem pemanasan. Sedangkan potensi kegiatan CDM sektor kehutanan diperkirakan

sekitar 28 juta ton CO2 per tahun (IGES, 2006).

Menurut Witoelar (2006) bahwa pemerintah Indonesia yang dipelopori

Kementerian Lingkungan Hidup menargetkan akan dapat mengurangi emisi gas

rumah kaca seperti CO2 sebanyak 180 juta ton dalam waktu 2008-2012, dengan

menerapkan CDM. Untuk mempromosikan dan memfasilitasi CDM, Indonesia telah

menandatangani beberapa kerjasama dengan beberapa negara maju seperti Belanda,

Denmark, Austria, dan Kanada. Upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang bisa

dilakukan melalui kegiatan CDM meliputi proyek energi terbarukan (misalnya:

pembangkit listrik tenaga matahari, angin, gelombang, panas bumi, air dan

biomassa), menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar (efisiensi energi), mengganti

(41)

kacanya (misal: mengganti minyak bumi dengan gas), kehutanan, dan pemanfaatan

gas metan dari pengelolaan sampah. Ada 13 proyek potensial untuk dijadikan CDM,

diantaranya Bali Biomass Power, Darajat Unit III Geothermal Project, Lampung

Rice Husk Power Project, Methane Extraction from Palm Oil Mill Effluent in

Sumatera.

Selanjutnya Arifin (2007) menambahkan potensi proyek CDM di Sumatera

Utara sangatlah besar. Daerah ini memiliki potensi besar di sektor energi yang cukup

diminati oleh negara-negara maju. Potensi energi yang dapat didesain dengan

teknologi rendah emisi adalah hydropower, panas bumi, biomasa, gas dan angin.

Sumut memiliki potensi signifikan untuk proyek CDM yang diperkirakan ada di

bidang energi hydropower sebesar 13 megawatt, panas bumi 2,5 megawatt, biomasa

2,3 megawatt, biogass mencapai 47 megawatt serta potensi energi angin dan lahan

gambut yang cukup memadai. Sumatera Utara juga memiliki lebih dari 80 pabrik

kelapa sawit yang mengkontribusi gas metan ke udara dengan basis setiap produksi

8,8 juta ton tandan buah segar (TBS) dihasilkan dari 680.000 Ha kebun sawit. Jadi

dengan luas perkebunan sawit 1,7 juta Ha akan berpotensi sebesar 8,7 milyar ton

setara CO2/thn untuk dijadikan proyek CDM. Satu unit pabrik dengan kapasitas 45

ton TBS dapat menghasilkan 18.000 ton setara CO2 per tahun.

Sumber utama emisi GRK di sektor energi adalah pembakaran bahan bakar

(42)

Pengurangan emisi GRK di sektor energi umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1. Mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis carbon dengan bahan bakar

non-carbon atau kandungan carbon rendah

2. Meningkatkan efisiensi pembakaran

3. Meminimalkan kebocoran methane dan dekarbonisasi.

Studi nasional di bidang energi telah mengidentifikasi kegiatan produksi

potensial untuk mengurangi emisi GRK, diantaranya industri minyak sawit. Industri

minyak sawit pada saat ini menggunakan bahan bakar fosil berkarbon tinggi untuk

menghasilkan uap dan tenaga listrik. Dengan adanya opsi teknologi mitigasi GRK

potensial dapat melalui 1) penggunaan energi terbarukan untuk sistem kogenerasi,

dimana penggunaan tandan sawit dan biogas dalam tungku yang telah disesuaikan

desainnya; 2) produksi biogas melalui peningkatan sistem perlakukan limbah air.

Akibatnya potensi pengurangan GRK atau penghematan energi di Indonesia sebesar

14 juta ton CO2 (IGES, 2006).

Leslie (2007) mengemukakan bahwa Indonesia memiliki potensi pengurangan

emisi yang besar dan telah mengambil beberapa langkah maju yaitu telah memiliki

Komisi Nasional Pembangunan Bersih serta telah memproses dan menyetujui

proyek-proyek CDM. Adapun manfaat proyek CDM/ER (emission reduction) adalah:

1) bidang Sosial, dimana adanya sinergi internal dengan ekonomi lokal, persepsi

(43)

bau dan vektor penyakit, serta reduksi GRK lainnya (gas nitrous oxide); 3) Ekonomi,

yaitu pembiayaan internasional (PMA), transfer teknologi bersih (Clean Technology).

Menurut Murdiyarso (2003b) bahwa Indonesia telah memiliki otoritas

nasional atau Designated National Authority (DNA). Otoritas nasional adalah sebuah

lembaga pada tingkat nasional yang ditunjuk pemerintah untuk mewakili

kepentingan nasional dalam implementasi CDM. Bagi para pihak di negara

berkembang, memiliki sebuah DNA dan meratifikasi Protokol Kyoto merupakan

syarat untuk dapat berpartisipasi di dalam CDM. Fungsi utama DNA yaitu

pengaturan dan promosi proyek CDM..

Komite Nasional untuk Mekanisme Pembangunan Bersih (KomNas MPB)

bertugas mengkoordinir penerapan proyek CDM di Indonesia. Komisi ini merupakan

organisasi pemerintah yang dibentuk melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

No. 206 tahun 2005 (21 Juli 2005), yang berfungsi sebagai otoritas nasional

Indonesia untuk MPB. Komnas MPB didukung oleh sektretariat dan tim teknis, yang

akan melakukan kegiatan harian KomNas MPB (Melisa, 2007). Struktur DNA di

Indonesia dapat dilihat pada gambar 5.

2.4. Hukum dan Perundang-undangan

Hukum dan peraturan yang berkaitan dengan penerapan CDM di Indonesia

(44)

tentang Agraria, Undang No.41/1999 tentang Kehutanan, dan

Undang-Undang No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Komisi Nasional Perubahan Iklim

Komisi Nasional CDM

Komite Teknis

Sekretariat Team Ahli

Stakeholder Forum

Gambar 5. Struktur DNA di Indonesia (Pelangi, 2004)

Dalam rangka implementasi proyek CDM di Indonesia, pengembang proyek

perlu mempertimbangkan Undang-Undang No.23/1997 yang menjelaskan secara

rinci prinsip, tujuan, hak, kewajiban, peran masyarakat, otoritas manajemen

lingkungan dan sebagainya. Sebagai anggota UNFCCC dan Protokol Kyoto,

Indonesia telah meratifikasi UNFCCC terkait perubahan iklim dan Protokol Kyoto

(45)

prinsip UNFCCC “common but differentiated”, Indonesia telah menunjukkan

kontribusinya dalam mencapai tujuan akhir UNFCCC, yaitu stabilisasi konsentrai gas

rumah kaca di atmosfir dan pembangunan berkelanjutan (IGES, 2006).

2.5. Limbah Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Berdasarkan lokasi pembentukannya, limbah hasil perkebunan kelapa sawit

dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu limbah lapangan dan limbah

pengolahan. Tobing, et al. (1990) menyatakan bahwa asal dan jumlah bahan buangan

PKS terutama diperoleh dari:

a. Air kondesat rebusan (sterilizer condensat), dengan jumlah bahan buangan

sekitar 150 – 175 kg per ton tandan buah segar (TBS).

b. Lumpur (sludge water), karena adanya pengenceran, dengan jumlah bahan

buangan sekitar 350-400 kg/ton TBS.

c. Bak pemisah lumpur (clay bath) atau hydrocyclone separator, dengan

jumlah buangan sekitar 100 – 150 kg/ton TBS.

Untuk setiap ton TBS yang diolah akan menghasilkan 0,6 – 0,7 ton limbah pabrik

kelapa sawit. Pada umumnya PKS mengolah TBS dengan kapasitas 60 ton/jam

dengan jumlah jam kerja 20 per hari. Dengan demikian setiap hari PKS akan

(46)

Limbah segar (raw effluen) PKS mengandung bahan organik majemuk dan

mineral dengan nilai BOD5 (Biological Oxigen Demand) berkisar antara 20.000 –

60.000 mg/l dan pH antara 4,0 – 4,6. Limbah PKS tidak beracun karena pengolahan

TBS menjadi minyak sawit segar secara mekanis tidak menggunakan bahan kimia

atau bahan beracun berbahaya (B3)(Widhiastuti, 2001).

Pengelolaan limbah merupakan salah satu proses perombakan bahan organik

majemuk menjadi bahan organik sederhana secara mikrobiologi dalam suasana

anaerobik dan aerobik. Pada tahap pertama, bahan organik majemuk diubah oleh

bakteri menjadi asam-asam organik yang mudah menguap, dan pada tahap kedua

asam organik diubah menjadi gas metan dan karbondioksida (Subagyo, 1989).

CO2, CH4

Bahan Asam CO2, CH4

Organik Organik

Bakteri Fakultatif Bakteri Anaerob Obligat

Gambar 6. Tahapan perombakan bahan organik limbah pada proses anaerobik (Sumber : Subagyo, 1989).

Perombakan anaerob dari limbah PKS merupakan proses yang sangat kompleks

(47)

kelompok-kelompok bakteri yang menghasilkan asam-asam metana (Tobing, et al, 1988).

Bakteri yang terlibat dalam perombakan pada tahap pertama (Ngan, Ma Ah, 1984)

adalah : 1) Clostridium butirum, 2) Clostridium spp., 3) Peptococcus anaerobicus, 4)

Desulphofibrio spp., dan 5) Group bakteri yang menghasilkan enzim proteolitik,

lipolitik, ureolitik, selulitik, amilolitik.

Pada fase berikutnya kelompok bakteri kedua bertugas melanjutkan

perombakan asam-asam organik metana, karbondioksida dan gas hidrogen. Bakteri

kelompok kedua disebut bakteri penghasil metana (methana producing bacteria).

Dalam penggunaannya, bakteri metana bercampur dengan bahan organik, sehingga

massa keseluruhannya disebut juga sebagai lumpur. Perombakan di dalam kolam

perombakan utama anaerob cukup baik dengan efisiensi perombakan sampai sekitar

80 – 90 % (Tobing, et al., 1988).

Reaksi pada tahap kedua, yaitu pengubahan asam-asam mudah menguap

terutama asam asetat menjadi gas, seperti metana, karbondioksida, dan hidrogen

sulfida. Bakteri yang berperan pada tahap ini adalah bakteri anaerob obligat

penghasil metana, diantaranya: 1) Methanobacterium formikum, 2) M. mobilis, 3) M.

ruminartium, 4) M. soebagenii, 5) M. propionicum, 6) M. suboxidans, 7)

Methanococus mazei, 8) M. vannielli, 9) Methanosarcina barkeri, dan 10) M.

methanica. Proses fermentasi metan menjadi 3 tahapan, yaitu hidrolisis, asetogenesis

(48)

Gambar 7. Tahapan fermentasi metana (Sa’id, 1994)

Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa asam asetat dan asam propionat merupakan

sumber utama pembentukan gas metana. Angka dalam persen menunjukkan

penurunan COD dan perubahan bahan organik. Reaksi-reaksi pembentukan metan

dapat dirinci sebagai berikut:

1. 4H2 + CO2 CH4 + 2H2O

(49)

3. Asam asetat : CH3COOH CH4 + CO2

4. Asam propionat : CH3CH2COOH + ½ H2O CH3COOH + ¼CO2 +¾

CH3COOH CH4 + CO2

CH3CH2COOH + ½ H2O 5/4 CO2 + 7/4 CH4

5. Etanol : CH3CH2OH + H2O CH3COOH + 2H2

CH3COOH CH4 + CO2

CH3CH2OH + H2O CH4 + CO2 + 2H2

(Sumber : Subagyo, 1989)

Limbah PKS berupa gas CH4 dan CO2dapat memberikan kontribusi GRK yang

dapat menimbulkan perubahan iklim global. Konstribusi gas CH4 terhadap GRK

sebesar 24%. Dimana nilai potensi pemanasan global dari 1 ton gas metan setara

dengan 21 ton CO2. Murdiyarso (2003a) mengemukakan bahwa konsentrasi CH4 dan

N2O relatif rendah, tapi kemampuan memperkuat radiasi (radiative forcing)

gelombang pendek menjadi gelombang panjang yang bersifat panas jauh lebih besar

dibanding CO2 yang konsentrasi dan pertumbuhannya jauh lebih besar. Kedua GRK

tersebut masing-masing mampu memperkuat radiasi sekitar 20 dan 200 kali

kemampuan CO2. Hal ini berarti bahwa kenaikan yang sekecil apapun dari kedua

GRK tersebut harus tetap dikendalikan.

(50)

pengolahan kelapa sawit dengan mengenalkan sistem penangkapan dan pembakaran

gas metan pada kolam an aerobik. Aktivitas proyek ini memanfaatkan teknologi yang

efektif, sederhana dan handal untuk menangkap biogas yang dihasilkan oleh kolam

penampungan, pemasangan penutup bersegel di atas kolam anareobik untuk

menciptakan sistem digester anareobik. Masing-masing penutup terdiri dari geo

membran poliethylene kerapatan tinggi sintesis atau Sintentic High Density

Polyethylene (HDPE) yang disegel.

Menurut Shirai et al (2003) bahwa teknologi yang digunakan untuk

menangkap dan bakar gas metan pada pabrik kelapa sawit adalah teknologi anaerobic

biodigester. Teknologi ini menggunakan bahan HDPE yang kuat dan tahan lama

untuk menangkap gas dari kolam limbah (termasuk metan), dilengkapi dengan

sistem pengadukan dan sensor kemudian biogas disalurkan lewat pipa dan

dihancurkan (flare).

Skema proyek gabungan dideskripsi dalam AMS III H, yang meliputi (1) dua

kolam anerobik (ditutup dengan HDPE), (2) dilengkapi sistem meteran (flowmeter)

dan peralatan pembakaran (flaring serta peralatan energi yang terbaharu untuk masa

datang) dan (3) pemantauan untuk pengaturan de sludge dan sludge (UNFCCC,

(51)
(52)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai perkembangan CDM di Sumatera Utara telah dilakukan

pada perusahaan-perusahaan yang berpotensi mendapatkan kredit karbon yaitu PT

Milano, PT Multimas Nabati (PT MNA), PTP Nusantara III dan PTP Nusantara IV

di wilayah Sumatera Utara.

Penelitian untuk mengetahui lebih jauh pelaksanaan CDM di Sumatera Utara

dilakukan studi kasus pada perusahaan yang telah menerapkan CDM yaitu PT.

Perkebunan Milano. Penelitian ini telah dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit PT

Perkebunan Milano yang terletak di Desa Pinang Awan, Kecamatan Torgamba

Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara (peta lokasi dapat dilihat lampiran 1).

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan bulan

Maret 2008.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah, tabung

reaksi, botol, kertas hitam, gayung, flowmeter, stopwatch, pHmeter, ember, meteran

(53)

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer untuk

analisis faktor pendorong dan kendala perkembangan CDM diperoleh dari hasil

wawancara dengan para pimpinan perusahaan dan para konsultan CDM, sedangkan

data primer untuk pengurangan emisi diperoleh dari PKS PT. Perkebunan Milano.

Data sekunder berupa informasi mengenai kegiatan sosialisasi, lokakarya dan

pelatihan CDM dari Bapedaldasu, sedangkan data untuk studi kasus diperoleh dari

PKS PT Perkebunan Milano.

3.4. Metodologi Penelitian

Untuk menggambarkan kondisi/perkembangan serta kendala CDM di

Sumatera Utara dilakukan observasi untuk mengetahui tingkat responsif dari peserta

sosialisasi, lokakarya dan pelatihan CDM yang diadakan oleh Bapedaldasu.

Kemudian untuk lebih mendalami faktor pendorong dan kendala dilakukan analisis

persepsi terhadap CDM, birokrasi dan kompetensi.

Metode yang digunakan untuk studi kasus adalah metode menangkap dan

membakar gas metan dalam pengolahan limbah cair yang disetujui oleh UNFCCC

yaitu: AMS III H (Shrestha et al, 2005). Metode tersebut meliputi sebagai berikut:

a. Emisi pada Kondisi Awal

(54)

BEy = (MEP y,ww, pengolahan + MEPy,s, pengolahan) x GWP_CH4 ……..1)

GWP_CH4 = Potensi Pemanasan Global dari gas metan (Nilainya: 21)

Langkah 1. Perhitungan Kolam Terbuka Emisi Awal

MEPy,ww,pengolahan = Qy,ww x CODy,ww,belum diolah x Bo,ww x MCFww,pengolahan

Dimana :

MEPy,ww,pengolahan = Potensi Emisi Gas Metan dari sistem pengolahan limbah

cair pada tahun y (ton)

Langkah 2. Perhitungan Emisi dari Sludge

(55)

Dimana :

MEP y,s,pengolahan = Potensi emisi gas metan dari sludge yang belum

diolah pada tahun y (ton).

MCFs, pengolahan = Faktor Koreksi Gas Metan dari sistem pengolahan sludge

yang dilengkapi dengan pengumpulan gas metan dan pembakaran (Nilai terendah MCF = 0).

b. Emisi Setelah Aktivitas Proyek

PEy = PEy,power + PEy,ww, diolah + PEy,s,akhir + PEy,hilang + PEy,larut ………2)

Dimana:

PEy = Emisi setelah Proyek pada tahun y (ton CO2e/thn)

PEy,power = Emisi melalui listrik atau penggunaan diesel pada tahun y

(ton CO2e/thn)

PEy,ww, diolah = Emisi melalui penurunan karbon organik pada limbah

cair yang diolah pada tahun y (ton CO2e/thn)

PEy,s,akhir = Emisi melalui kolam anaerobik dari produksi sludge akhir

pada tahun y (ton CO2e/thn)

(56)

PEy,larut = Emisi melalui gas metan yang terlarut dalam limbah cair

yang diolah pada tahun y (ton CO2e/thn)

Langkah 1. Perhitungan Emisi dari Limbah Cair yang diolah untuk Proyek

PEy,ww, diolah = Qy,ww x CODy,ww,diolah x Bo,ww x MCFww,akhir x GWP_CH4

Dimana:

PEy,ww, diolah = Emisi melalui karbon organik dalam limbah cair yang diolah

pada tahun y (ton CO2e/thn)

Qy,ww = Volume limbah cair yang diolah pada tahun y (m³/thn)

CODy,ww,diolah = COD dari limbah cair yang diolah pada tahun (ton/m³)

Bo,ww = Kapasitas pembentukan gas metan dari limbah cair yang

diolah (IPPC menetapkan:0.21 kg CH4/kg COD)

MCFww,akhir `= Faktor koreksi gas Metan berdasarkan tipe pengolahan dan

pelepasan limbah (Nilai MCF tertinggi untuk pengolahan

an aerobik : 0,1)

GWP_CH4 = Potensi Pemanasan Global dari gas metan (Nilainya: 21)

Langkah 2. Perhitungan Jumlah Total Bahan Organik Dalam Kolam

PEy,s,terakhir = Sy,terakhir xDOCy,s,terakhir xMCFs,terakhir x DOCF xFx 16/12xGWP_CH4

Dimana:

PEy,s,terakhir = Emisi gas Metan dari pembusukan sludge akhir secara anaerobik

(57)

Sy,terakhir = Jumlah sludge terakhir yang dihasilkan oleh sistem limbah cair

ada tahun y (ton)

DOCy,s,terakhir = Kandungan organik yang hancur dari sludge terakhir yang

dihasilkan oleh pengolahan limbah cair pada tahun y (pecahan)

MCFs,terakhir = Faktor koreksi gas metan dari lahan yang menerima sludge terakhir

diestimasikan dengan menunjukkan pada kategori AMS III G.

DOCF = Pecahan DOC yang diubah menjadi biogas (Nilai IPCC = 0.5)

F = Pecahan CH4 pada lahan gas (Nilai IPCC = 0.5)

16/12 = Perbandingan mol CH4 dengan Karbon

GWP_CH4 = Potensi Pemanasan Global dari gas metan (Nilainya: 21)

Langkah 3. Perhitungan Emisi yang Hilang dari Penangkapan dan pembakaran yang tidak efisien

PEy,hilang,ww = (1 - CFEww) x MEP y,ww,pengolahan x GWP_CH4

Dimana:

PEy,hilang,ww = Emisi yang hilang melalui penangkapan dan pembakaran

yang tidak efisien pada pengolahan limbahcair yang anaerobik pada tahun y (ton CO2e/thn)

CFEww = Efisensi penangkapan dan pembakaran gas metan pada

pengolahan limbah cair.

MEP y,ww,pengolahan = Potensi emisi gas metan dari pengolahan limbahcair pada

tahun y (ton)

(58)

Langkah 4. Perhitungan Emisi yang hilang dari penangkapan dan pembakaran yang tidak efisien pada pengolahan sludge

PEy,hilang,s = (1 - CFEs) x MEP y,s,pengolahan x GWP_CH4

Dimana:

PEy,hilang,s = Emisi yang hilang melalui penangkapan dan pembakaran

yang tidak efisien dalam pengolahan sludge pada tahun y (ton CO2e/thn)

CFEs = Penangkapan dan pembakaran yang tidak efisien dari

pengumpulan gas metan dan peralatan pembakaran pada sistem pengolahan sludge.

MEP y,s,pengolahan = Potensi emisi metan dari sistem pengolahan sludge pada

tahun y (ton)

GWP_CH4 = Potensi Pemanasan Global dari gas metan(Nilainya: 21)

Langkah 5. Perhitungan Total Emisi yang Hilang

PEy,hilang = PEy,hilang,ww + PEy,hilang,s

Dimana:

PEy,hilang = Emisi melalui pelepasan gas metan dalam sistem

penangkapan dan pembakaran pada tahun y (ton CO2e/thn).

PEy,hilang,ww = Emisi yang hilang melalui penangkapan dan pembakaran

yang tidak efisien pada pengolahan limbahcair yang anaerobik pada tahun y (ton CO2e/thn)

PEy,hilang,s = Emisi yang hilang melalui penangkapan dan pembakaran

(59)

Langkah 6. Perhitungan emisi dari gas metan yang terlarut dalam limbahcair.

PEy,terlarut = Qy,ww x [CH4]y,ww,diolah x GWP_CH4

Dimana:

PEy,terlarut = Emisi melalui gas metan yang terlarut dalam limbah cair yang

diolah pada tahun y (ton CO2e/thn)

Qy,ww = Volume limbah cair yang diolah pada tahun y (m³/thn)

[CH4]y,ww,diolah= Kandungan gas metan yang larut dalam limbahcair yang diolah

(ton/m³). Limbahcair di kolam aerobic = 0; nilai limbah cair

pada keadaan anaerobik dapat digunakan = 0,001

c. Perhitungan Pengurangan Emisi

ERy = BEy – (PEy + Leakagey) ………..3)

Dimana :

ERy = Pengurangan emisi (ton CO2e/thn)

BEy = Emisi awal (ton CO2e/thn)

PEy = Emisi Proyek (ton CO2e/thn)

Leakagey = Kebocoran (ton CO2e/thn)

3.5. Pelaksanaan Penelitian

a. Perkembangan CDM di Sumatera Utara

(60)

para konsultan CDM seperti PT Cerindo, PT Mitra Hijau dan PT AES AgriVerde

serta pimpinan perusahaan yang telah melaksanakan proyek CDM yaitu PT Milano

dan PT Multimas Nabati serta perusahaan yang belum berminat CDM yaitu PTPN

III dan PTPN IV.

b. Reduksi Emisi Gas Metan

Pengambilan data dengan cara melakukan survei ke PT Perkebunan Milano

dan studi literatur (perpustakaan) mengenai proyek CDM ini.

3.6. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian untuk reduksi emisi gas metan adalah:

Tabel 2. Parameter yang diamati

Parameter Satuan Keterangan

Produksi TBS setahun kg (ton) Laporan PKS

Faktor Koreksi Limbah m³/ton Laporan PKS

Volume limbahcair (Qy,ww) m³ Data Primer

CODy,ww,belum diolah Mg/L (ton/m³) Metode Open Reflux

CODy,ww diolah Mg/L (ton/m³) Metode Open Reflux

3.7. Analisis Data

Data yang diperoleh untuk pengurangan emisi dianalisis secara kuantitatif

(61)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Perkembangan CDM di Sumatera Utara

Sumatera Utara (Sumut) memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan

dana kompensasi dari Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development

Mechanism. Daerah ini memiliki potensi yang cukup besar di sektor energi yang

cukup diminati oleh negara-negara maju. Namun perkembangan CDM belum

sepenuhnya berjalan dengan baik/optimal di Sumut, padahal pihak pemerintah

melalui instansi Bapedalda bekerjasama dengan stakeholder telah melakukan

berbagai kegiatan seperti sosialisasi, lokakarya, pelatihan dan klinik CDM sejak

tahun 2004 setelah Protokol Kyoto diratifikasi dengan mengundang semua

industri/perusahaan yang berpotensi mendapatkan kredit karbon. Adapun kegiatan

yang telah dilakukan oleh Bapedalda Sumut adalah sebagai berikut:

a. Sosialisasi CDM di Hotel Tiara pada bulan Juni 2006

b. Klinik CDM di Hotel Danau Toba tahun 2007

c. Pelatihan CDM di Hotel Emerald Garden bulan Maret 2007

d. RoadShow Sosialisasi CDM ke PTPN III; PTPN IV dan PT Damai Abadi

(Aluminium) bulan November 2007

Gambar

Tabel 1.  Enam jenis Gas Rumah Kaca berdasarkan Protokol Kyoto
Gambar 1. Diagram Mekanisme Kerja CDM (UNFCCC, 2001a)
Gambar 2.  Klassifikasi Kegiatan Proyek CDM (IGES,2006)
Gambar 3.  Siklus Proyek CDM (MOE and IGES, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis nilai ekonomis yang dimaksud merupakan nilai investasi yang dinyatakan dalam bentuk nilai uang yang akan dipergunakan sebagai bahan penyusun aliran uang kas

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengampunan dalam menyikapi perselingkuhan suami dari perspektif konseling feminis merupakan sebuah pilihan dan kekuatan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota

Sama-sama tanpa uang tetapi hasil yang didapatkan lebih besar dan yang paling penting adalah proses bisa memiliki sendiri properti tersebut tanpa harus dijual ke orang lain?.

Dalam penelitian terdahulu bergerak pada studi industry sedangan penelitian ini bergerak pada lembaga pendidikan Tempat atau objek penelitian terdahulu juga berbeda dengan

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri infusa daun mangga bacang ( Mangifera foetida L.) terhadap pertumbuhan Shigella flexneri ,

Keberadaan usaha koperasi memberikan kontribusi pendapatan untuk mensejahterakan anggotanya yang dapat dirasakan oleh para nelayan anggota koperasi dengan adanya perbedaan

Penyelenggaraan penyiapan rumusan kebijakan program kerja dan rencana kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan di bidang pengembangan wilayah;d. Penyelenggaraan penyiapan dan