FORMULASI SEDIAAN KRIM DARI
EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.)
SEBAGAI PELEMBAB KULIT ALAMI
SKRIPSI
OLEH:
YOAN HANDOKO
NIM 101501039
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI SEDIAAN KRIM DARI
EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.)
SEBAGAI PELEMBAB KULIT ALAMI
SKRIPSI
OLEH:
YOAN HANDOKO
NIM 101501039
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
LEMBAR PENGESAHAN
FORMULASI SEDIAAN KRIM DARI EKSTRAK ETANOL
DAUN PANDAN WANGI (
Pandanus amaryllifolius
Roxb.)
SEBAGAI PELEMBAB KULIT ALAMI
OLEH: YOAN HANDOKO
NIM 101501039
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 27 Maret 2015
Pembimbing I,
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001
Panitia Penguji,
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 1951111021977102001
Pembimbing II, Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001
Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt NIP 197712262008122002
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Medan, April 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara a.n. Dekan
Wakil Dekan I,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi
Sediaan Krim Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Sebagai Pelembab Kulit Alami”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. dan Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.,
selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh
kesabaran selama penelitian, kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
bantuan serta fasilitas selama pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.,
dan Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran, arahan, kritik, dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini, kepada Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis selama ini, serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang
telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
Bapa dan Mama tercinta Jaluson Silalahi dan Dormauli br Naibaho, serta
v
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat terdekat (Yemima
Kasih O. Silalahi, Gina Sonya M.S. Nababan , Vera Susanti Pasaribu, Hilda Sarah
C. Sibarani, Romastauli Manurung, dan Yogi Satrya P. Sihombing) yang begitu
mendukung dan mendoakan penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Maret 2015 Penulis,
vi
FORMULASI SEDIAAN KRIM DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) SEBAGAI PELEMBAB KULIT ALAMI
ABSTRAK
Latar Belakang: Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di Asia Tenggara, tanaman ini memiliki aroma wangi yang khas dan mempunyai kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, tanin, dan polifenol.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah daun pandan wangi dapat diformulasi dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a dan mengetahui kemampuan ekstrak daun pandan wangi dalam mengurangi penguapan air dari kulit.
Metode: Daun pandan wangi diekstraksi dengan perkolasi menggunakan pelarut etanol 80%, ekstrak kemudian dipekatkan menggunakan freeze dryer. Konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang digunakan dalam sediaan adalah 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3%, lalu dibandingkan dengan sediaan yang mengandung gliserin 2% dan blanko (tanpa ekstrak daun pandan wangi). Evaluasi sediaan yang dilakukan adalah pemeriksaan homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, iritasi terhadap kulit, stabilitas sediaan, kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan, dan uji hedonik terhadap warna, bau, daya sebar sediaan, dan kesan lengket sediaan di kulit
Hasil: Setelah dibuat, sediaan yang dihasilkan adalah homogen, memiliki tipe emulsi m/a, mempunyai nilai pH 5,8-6,8, tidak menyebabkan iritasi, dan tidak mengalami perubahan selama penyimpanan 12 minggu kecuali sediaan dengan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 2,5% karena sediaan mengalami perubahan bau pada penyimpanan 12 minggu dan pecahnya emulsi dalam sediaan pada penyimpanan 1 minggu. Kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air dari kulit semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang ditambahkan. Kemampuan rata-rata penurunan penguapan air dari kulit terbesar adalah 28,50%. Pada uji hedonik panelis menilai bahwa sediaan dengan ekstrak daun pandan wangi 2% sebagai sediaan yang paling disukai.
Kesimpulan: Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun pandan wangi dapat diformulasikan ke dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a dan memiliki kemampuan dalam mengurangi penguapan air dari kulit.
vii
FORMULATION OF CREAM FROM
ETHANOL EXTRACT Pandanus amaryllifolius Roxb. LEAVES AS NATURAL MOISTURIZING SKIN
ABSTRACT
Background: Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) is one of the plants that grow in Southeast Asia. This plant has a specific scent and contains a chemical alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, glycoside, and polyphenol.
Objective: This study was to know whether pandan leaves extract could be formulated in cream preparation with emulsion type o/w and to know the ability of pandan leaves extract to reduce water evaporation.
Methods: Pandan leaves were extracted by percolation using 80% ethanol, and then dried using a freeze dryer. Pandan leaves extract concentration used in preparations were 0.5%; 1%; 1.5%; 2%; 2.5%; and 3%, and compared with the preparations containing 2% glycerin and blank (without pandan leaves extract) Evaluation preparations were the examination of homogeneity, determination of emulsion type, pH, skin irritation test, stability of the preparation, the ability of the preparation to reduce water evaporation from the skin using 12 volunteers, and hedonic test to color, smell, dispersive power preparations, and sticky impression of preparations on the skin.
Result: After manufactured, the resulting preparations were homogeneous, had a type emulsion o/w, had a pH value of 5.8 to 6.8 non-irritating and did not change during storage for 12 weeks except preparation with pandan leaves extract concentration of 2.5% because preparation which experinced change in smell in storange for 12 weeks and emulsion in preparation was ruptured in storage for 1 week. The ability of cream in reducing evaporation from the skin were higher with increasing concentration of pandan leaves extract. The highest average ability to reduce water evaporation from skin is 28.50%. In hedonic test panelist evaluated that preparation with pandan leaves extract concentration of 2% as the most preferred preparation.
Conclusion: Overall, it can be concluded that pandan leaves extract could be formulated into preparations cream emulsion type o/w and had ability to reduce water evaporation from the skin.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ………...…….………....….. iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) ... 5
2.1.1 Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) .... 5
2.1.2 Taksonomi tumbuhan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) ... 6
2.1.3 Kandungan dan manfaat daun pandan wangi ... 6
ix
2.2.1 Pengertian ekstraksi ... 7
2.2.2 Tujuan ekstraksi ... 7
2.2.3 Metode ekstraksi ... 8
2.3 Kulit ... 9
2.3.1 Struktur kulit ... 9
2.3.2 Fungsi kulit ... 10
2.3.3 Jenis-jenis kulit ... 11
2.3.3 Sistem pengaturan di kulit ... 12
2.3.4 Patofisiologi kulit kering ... 13
2.4 Kosmetik ... 14
2.4.1 Pengertian kosmetik ... 14
2.4.2 Krim ... 14
2.4.3 Krim pelembab ... 15
2.4.4 Mekanisme bahan pelembab ... 16
2.4.5 Syarat dari kosmetik pelembab ... 17
2.5 Formulasi Krim ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Alat yang Digunakan ... 20
3.2 Bahan yang Digunakan ... 20
3.3 Sukarelawan ... 20
3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 21
3.4.1 Pengumpulan bahan ... 21
3.4.2 Identifikasi tumbuhan ... 21
x
3.5 Pembuatan Pereaksi ... 22
3.5.1 Besi (III) klorida ... 22
3.5.2 Larutan HCl 2 N ... 22
3.5.3 Timbal (II) asetat 0,4 M ... 22
3.5.4 Pereaksi mayer ... 22
3.5.5 Pereaksi molish ... 22
3.5.6 Pereaksi dragendorff ... 22
3.5.7 Larutan kloralhidrat 70% ... 22
3.5.8 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N ... 23
3.5.9 Pereaksi bouchardat ... 23
3.5.10 Pereaksi liebermann-burchard ... 23
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 23
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik ... 23
3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 23
3.6.3 Penetapan kadar air ... 23
3.6.4 Penetapan kadar sari larut air ... 24
3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 25
3.6.6 Penetapan kadar abu total ... 25
3 .6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 25
3.7 Penapisan Fitokimia ... 26
3.7.1 Pemeriksaan alkaloida ... 26
3.7.2 Pemeriksaan flavanoid ... 26
3.7.3 Pemeriksaan glikosida ... 27
xi
3.7.5 Pemeriksaan tanin ... 28
3.7.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida ... 28
3.8 Pembuatan Ekstak Daun Pandan Wangi ... 28
3.9 Formulasi Sediaan Krim ... 29
3.9.1 Formula standar handcream ... 29
3.9.2 Formula modifikasi ... 29
3.9.3 Pembuatan sediaan krim ... 29
3.10 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan ... 30
3.10.1 Pengujian homogenitas ... 30
3.10.2 Pengamatan stabilitas sediaan ... 31
3.10.3 Pengukuran pH sediaan ... 31
3.10.4 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 31
3.11 Uji Iritasi Terhadap Kulit Relawan ... 31
3.12 Penentuan Kemampuan Sediaan Untuk Mengurangi Penguapan Air ... 32
3.13 Uji Hedonik ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi ... 34
4.2 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 35
4.2.1 Skrining simplisia dan ekstrak ... 35
4.2.2 Pemeriksaan makroskopik simplisia ... 35
4.2.3 Pemeriksaan mikroskopik simplisia ... 35
4.2.4 Pengujian kadar air, sari larut air/etanol, abu total, dan abu tidak larut asam pada simplisia ... 36
xii
4.3.1 Homogenitas sediaan krim ... 37
4.3.2 Tipe emulsi sediaan krim ... 37
4.3.3 pH sediaan krim ... 38
4.3.4 Stabilitas sediaan krim ... 40
4.4 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 42
4.5 Kemampuan Sediaan Krim Untuk Mengurangi Penguapan Air Dari Kulit ... 42
4.6 Uji Hedonik ... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula sediaan krim yang dibuat ... 30
Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun pandan
wangi ……….………... 34
Tabel 4.2 Hasil penetapan karakterisik simplisia daun pandan wangi .... 36
Tabel 4.3 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 38
Tabel 4.4 Data pengukuran pH dari sediaan krim selesai dibuat ... 39
Tabel 4.5 Data pengukuran pH dari sediaan krim selama penyimpanan 12 minggu ... 40
Tabel 4.6 Data pengamatan kestabilan sediaan krim selesai dibuat
penyimpanan selama 1,4,8, dan 12 minggu ... 41
Tabel 4.7 Data uji iritasi terhadap kulit masing-masing sukarelawan ... 42
Tabel 4.8 Data kemampuan sediaan krim untuk mengurangi penguapan kulit ... 43
Tabel 4.9 Data nilai hedonik sediaan krim ... 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Histogram uji pengurangan penguapan air dari kulit oleh
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar tumbuhan pandan wangi ... 50
Lampiran 2. Gambar lemari pengering ... 51
Lampiran 3. Gambar daun pandan wangi kering yang sudah dirajang .... 51
Lampiran 4. Gambar serbuk simplisia daun pandan wangi ... 52
Lampiran 5. Hasil uji pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia daun pandan wangi ... 52
Lampiran 6. Hasil uji pemeriksaan mikroskopik daun pandan wangi segar ... 53
Lampiran 7. Gambar alat perkolator ... 53
Lampiran 8. Gambar alat rotatory evaporator ... 54
Lampiran 9. Gambar alat freezze dryer ... 54
Lampiran 10. Hasil pengeringan beku ekstrak daun pandan wangi ... 55
Lampiran 11. pH meter dan larutan dapar netral dan asam ... 55
Lampiran 12. Neraca listrik ... 55
Lampiran 13. Uji homogenitas sediaan krim ... 56
Lampiran 14. Uji tipe emulsi sediaan krim ... 56
Lampiran 15. Alat uji penguapan ... 57
Lampiran 16. Perhitungan rendemen ... 58
Lampiran 17. Perhitungan dan tabel kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ... 58
Lampiran 18. Perhitungan uji hedonik ... 71
Lampiran 19. Hasil determinasi ... 78
Lampiran 20. Surat pernyataan panelis ... 79
vi
FORMULASI SEDIAAN KRIM DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) SEBAGAI PELEMBAB KULIT ALAMI
ABSTRAK
Latar Belakang: Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di Asia Tenggara, tanaman ini memiliki aroma wangi yang khas dan mempunyai kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, tanin, dan polifenol.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah daun pandan wangi dapat diformulasi dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a dan mengetahui kemampuan ekstrak daun pandan wangi dalam mengurangi penguapan air dari kulit.
Metode: Daun pandan wangi diekstraksi dengan perkolasi menggunakan pelarut etanol 80%, ekstrak kemudian dipekatkan menggunakan freeze dryer. Konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang digunakan dalam sediaan adalah 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3%, lalu dibandingkan dengan sediaan yang mengandung gliserin 2% dan blanko (tanpa ekstrak daun pandan wangi). Evaluasi sediaan yang dilakukan adalah pemeriksaan homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, iritasi terhadap kulit, stabilitas sediaan, kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit dengan menggunakan 12 orang sukarelawan, dan uji hedonik terhadap warna, bau, daya sebar sediaan, dan kesan lengket sediaan di kulit
Hasil: Setelah dibuat, sediaan yang dihasilkan adalah homogen, memiliki tipe emulsi m/a, mempunyai nilai pH 5,8-6,8, tidak menyebabkan iritasi, dan tidak mengalami perubahan selama penyimpanan 12 minggu kecuali sediaan dengan konsentrasi ekstrak daun pandan wangi 2,5% karena sediaan mengalami perubahan bau pada penyimpanan 12 minggu dan pecahnya emulsi dalam sediaan pada penyimpanan 1 minggu. Kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air dari kulit semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang ditambahkan. Kemampuan rata-rata penurunan penguapan air dari kulit terbesar adalah 28,50%. Pada uji hedonik panelis menilai bahwa sediaan dengan ekstrak daun pandan wangi 2% sebagai sediaan yang paling disukai.
Kesimpulan: Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun pandan wangi dapat diformulasikan ke dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a dan memiliki kemampuan dalam mengurangi penguapan air dari kulit.
vii
FORMULATION OF CREAM FROM
ETHANOL EXTRACT Pandanus amaryllifolius Roxb. LEAVES AS NATURAL MOISTURIZING SKIN
ABSTRACT
Background: Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) is one of the plants that grow in Southeast Asia. This plant has a specific scent and contains a chemical alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, glycoside, and polyphenol.
Objective: This study was to know whether pandan leaves extract could be formulated in cream preparation with emulsion type o/w and to know the ability of pandan leaves extract to reduce water evaporation.
Methods: Pandan leaves were extracted by percolation using 80% ethanol, and then dried using a freeze dryer. Pandan leaves extract concentration used in preparations were 0.5%; 1%; 1.5%; 2%; 2.5%; and 3%, and compared with the preparations containing 2% glycerin and blank (without pandan leaves extract) Evaluation preparations were the examination of homogeneity, determination of emulsion type, pH, skin irritation test, stability of the preparation, the ability of the preparation to reduce water evaporation from the skin using 12 volunteers, and hedonic test to color, smell, dispersive power preparations, and sticky impression of preparations on the skin.
Result: After manufactured, the resulting preparations were homogeneous, had a type emulsion o/w, had a pH value of 5.8 to 6.8 non-irritating and did not change during storage for 12 weeks except preparation with pandan leaves extract concentration of 2.5% because preparation which experinced change in smell in storange for 12 weeks and emulsion in preparation was ruptured in storage for 1 week. The ability of cream in reducing evaporation from the skin were higher with increasing concentration of pandan leaves extract. The highest average ability to reduce water evaporation from skin is 28.50%. In hedonic test panelist evaluated that preparation with pandan leaves extract concentration of 2% as the most preferred preparation.
Conclusion: Overall, it can be concluded that pandan leaves extract could be formulated into preparations cream emulsion type o/w and had ability to reduce water evaporation from the skin.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit
manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta mengubah
rupa. Oleh karena itu kosmetika akan diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang
lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang terserap kulit bergantung pada
beberapa faktor, yaitu kondisi kulit pemakai dan keadaan kosmetik yang dipakai.
Kontak kosmetik dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat dari
kosmetik dan akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetik
(Wasitaatmadja, 1997).
Produk kosmetik sangat diperlukan oleh manusia, baik laki-laki maupun
perempuan. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh
tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik menjadi berkembang dan menjanjikan saat ini. Ekstrak tumbuhan yang
mendukung kesehatan dan integritas kulit, rambut, dan kuku secara luas
digunakan dalam formulasi kosmetik dan menjadi kategori bahan sediaan
kosmetik yang dapat ditemukan di pasaran saat ini, bahkan semakin banyak
konsumen yang tertarik dan berminat pada produk berbahan alami. Pada awalnya,
ekstrak berbagai jenis tanaman digunakan sebagai bahan untuk pengobatan
tradisional, kemudian berkembang sebagai bahan pembersih, pelembab, dan
beberapa produk untuk kulit lainnya (Stallings dan Lupo, 2009).
2
berbagai macam gangguan dari luar tubuh (Wasitaatmadja, 1997). Fungsi
perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan
sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat, serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya
ultra violet matahari (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kulit kering dapat menyebabkan kulit menjadi kasar, bersisik, kurang
elastis, dan menimbulkan rasa gatal. Secara alamiah kulit dapat melindungi diri
dari berbagai faktor yang menyebabkan kulit menjadi kering yaitu dengan adanya
Natural Moisturizing Factor (NMF) yang merupakan tabir lemak pada lapisan
stratum corneum atau disebut dengan mantel asam. Namun dalam kondisi tertentu
NMF tersebut tidak mencukupi oleh karena itu dibutuhkan perlindungan
tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab pada kulit
(Wasitaatmadja, 1997).
Pemakaian krim dapat memperbaiki kulit kering. Hal ini karena krim
meninggalkan lapisan yang rapat pada kulit, mengurangi permeabilitas terhadap
air, mensuplai komponen hidrofilik sehingga mampu menahan dehidrasi air dari
kulit dengan demikian kulit menjadi lembut (Anita, 2008).
Secara ilmiah ditemukan bahwa pandan wangi mengandung alkaloid,
terpenoid, steroid, flavonoid, saponin, tanin dan glikosida. Selain itu, pandan
wangi mengandung senyawa fenolik golongan flavanoid yang dapat bersifat
antioksidan alami (Kurniawati, 2010). Daun pandan wangi juga memiliki
kandungan gula seperti glukosa dan fruktosa yang bersifat humektan yang mampu
3
Kelembaban kulit akan terjaga dan kulit tidak akan dehidrasi dan menjadi kering
(Purnomo, 1995).
Penggunaan ekstrak daun pandan wangi secara langsung pada kulit
tidaklah praktis. Oleh karena itu perlu dibuat formulasi pandan wangi dalam
sebuah sediaan kosmetik dalam bentuk krim yang mudah digunakan sebagai
pelembab.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengembangkan
formula sediaan krim dengan memanfaatkan sumber bahan alami yaitu daun
pandan wangi untuk menggantikan pelembab yang ada pada formula yang
digunakan.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
dapat diformulasikan dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.
b. Apakah sediaan krim ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau
melembabkan kulit.
1.3 Hipotesis
a. Ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat
diformulasikan ke dalam sediaan krim dengan tipe emulsi m/a.
b. Krim ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) mampu
mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.
1.4 Tujuan Penelitian
4
amaryllifolius Roxb.) dapat diformulasikan dalam sediaan krim tipe
emulsi m/a.
b. Untuk mengetahui kemampuan krim ekstrak daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai pelembab kulit.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan hasil
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Tanaman Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
2.1.1 Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) termasuk genus Pandanus
dari suku Pandanaceae. Suku Pandanaceae mempunyai marga antara 200 hingga
300 jenis, terbagi dalam tiga marga utama, yaitu Pandanus, Freycinetia, dan
Sararanga, yang tersebar di daerah tropika, di tepi-tepi pantai dan sungai-sungai
(Tjitrosoepomo, 2002).
Pandan wangi (Pandanus Amaryllifolius Roxb.) adalah tanaman asli
Indonesia yang berasal dari Bangka dan tersebar luas di daerah Asia Tenggara.
Budidaya tanaman ini umumnya dilakukan di pekarangan rumah, di samping
untuk tumbuhnya tidak membutuhkan tanah yang luas juga memudahkan sewaktu
pemetikan karena daun pandan wangi sering dimanfaatkan sebagai pewangi dan
pemberi zat warna hiijau pada makanan dan minuman. Bagi pecinta flavor dan zat
warna alami, daun pandan wangi merupakan salah satu alternatif yang aman untuk
dikonsumsi (Tjitrosoepomo, 2002).
Tanaman ini mempunyai daun yang selalu hijau sepanjang tahun.
Batangnya bulat, dapat tunggal atau bercabang-cabang dan mempunyai akar udara
atau akar tunjang yang muncul pada pangkal batang. Helaian daun berbentuk pita,
memanjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing. Daun berwarna hijau dan
6
Pandan wangi dikenal dengan nama berbeda di tiap daerah. Penduduk
Jawa menyebutnya pandan rampe, pandan seungit, atau pandan room. Penduduk
Sumatra menyebutnya seuke bangu, seuke musang, pandan jau, pandan bebau,
pandan harum, pandan rempai, atau pandan musang. Penduduk Maluku
mengenalnya dengan nama kela moni, ormon foni, pondak, pondakim atau
pudaka. Penduduk bali menyebutnya pandan arrum (Kurniawati, 2010).
2.1.2 Taksonomi tumbuhan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Taksonomi dari tumbuhan daun pandan wangi adalah (Tjitrosoepomo,
2002):
Kingdom : Plantae
Filum : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Pandanales
Famili : Pandaneceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb.
2.1.3 Kandungan dan manfaat daun pandan wangi
Daun tumbuhan ini sering digunakan sebagai bahan penyedap, pewangi,
dan pemberi warna hijau pada masakan. Selain itu juga berkhasiat untuk
menghitamkan rambut, menghilangkan ketombe, rambut rontok, lemah saraf tidak
nafsu makan, rematik, sakit disertai gelisah, serta pegal linu (Dalimartha, 2002)
dan sebagai repelan nyamuk (Marina dan Astuti, 2012).
Daun pandan wangi mengandung alkaloidseperti norpandamarilacton A,
7
pandamarine, pandanamine (Lopez dan Notato, 2005), flavonoid seperti rutin,
katekin, epikatekin, kaempferol, dan narigin (Ghasemzadeh dan Jaafar, 2013),
karetonoid, tokoferol, tokotrienol (Lee, et al., 2004), tanin, saponin, steroid/
terpenoid dan glikosida. Karakteristik aroma pandan berasal dari kandungan
senyawa 2-asetil-1-pirona (Kurniawati, 2010). Selain itu daun pandan wangi juga
memiliki glukosa dan fruktosa yang bersifat humektan yang dapat bersifat
menarik air dari udara. Kandungan karbohidrat dalam daun pandan banyak
digunakan sebagai suplemen karbohidrat (Faras, et al., 2013). Daun pandan wangi
juga digunakan sebagai antioksidan dalam pangan (Nor, et al., 2008).
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Pengertian ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal
menggunakan suatu cairan penarik atau pelarut. Umumnya ekstraksi dikerjakan
untuk simplisia yang mengandung zat-zat yang berkhasiat atau zat-zat lain untuk
keperluan tertentu. Simplisia yang digunakan umumnya sudah dikeringkan, tetapi
kadang simplisia segar juga dipergunakan. Simplisia dihaluskan lebih dahulu agar
proses difusi zat-zat berkhasiatnya lebih cepat (Syamsuni, 2006).
2.2.2 Tujuan ekstraksi
Tujuan ekstraksi dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam
simplisia masih berada dalam kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk
mengatur dosis zat berkhasiat karena dalam sediaan ekstrak dapat
distandarisasikan kadar zat berkhasiatnya sedangkan kadar zat berkhasiat dalam
8
2.2.3 Metode ekstraksi
Menurut Depkes RI (1989) ada beberapa metode ekstraksi yaitu:
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan
yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Untuk menentukan akhir perkolasi, dilakukan pemeriksaan zat
aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir. Proses perkolasi terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak.
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
9
dengan adanya pendingin balik. Keuntungan dari metode ini adalah
digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur
kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan
volume total pelarut yang besar.
b. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu umumnya pada
temperatur 40-50ºC.
c. Infundasi
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air (bejana infus tercelup dalam
penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC) selama waktu tertentu (15-20
menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
d. Sokletasi
Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi oleh
pendingin balik dan turun menyari simplisia dan selanjutnya masuk kembali ke
dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah
dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak, pelarut yang digunakan
lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur.
2.3 Kulit
2.3.1 Struktur kulit
Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama (Wasitaatmadja,
10
a. Lapisan epidermis (kulit ari), sebagai lapisan paling luar
Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke bagian
dalam menjadi 5 lapisan yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):
1. Lapisan Tanduk (Stratum korneum)
2. Lapisan Jernih (Stratum lusidum)
3. Lapisan Berbutir-butir (Stratum granulosum)
4. Lapisan Malphigi (Stratum spinosum) yang selnya seperti berduri
5. Lapisan Basal (Stratum germinavitum) yang hanya tersusun oleh satu
lapis sel-sel basal
b. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
c. Lapisan subkutis (hipodermis)
2.3.2 Fungsi kulit
Kulit menutupi seluruh permukaan tubuh dan melindungi tubuh dari
pengaruh dari luar. Fungsi penting dari kulit adalah (Mitsui, 1997):
a. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan
berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh.
Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan
cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air,
selain itu juga berfungsi sebagai penghalang terhadap racun dari luar.
Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit. Sel
melanin pada kulit juga berguna melindungi tubuh dari radiasi sinar UV.
b. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan
11
dipengaruhi saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi
vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi
vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.
c. Persepsi sensoris
Kulit sebagai indra yang berperan penting terhadap rangsangan dari luar
berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor seperti
reseptor meissner, diskus merkell, korpuskulum golgi sebagai reseptor
raba, korpuskulum paccini sebagai reseptor tekanan, korpuskulum ruffini
dan krauss sebagai reseptor suhu dan nervus end plate sebagai reseptor
nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan
diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks
serebri.
d. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua
jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Bahan yang
mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan bahan
yang larut dalam air.
e. Fungsi lain
Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah,
memucat maupun kontraksi otot penegak rambut.
2.3.3 Jenis-jenis kulit
Ditinjau dari sudut perawatan, kulit terdiri atas 3 jenis (Wasiaatmadja,
1997):
a. Kulit normal
12
elastis dengan minyak dan kelembaban cukup.
b. Kulit berminyak
Kulit yang mempunyai kadar minyak permukaan kulit yang berlebihan
sehingga tampak mengkilat, kotor, dan kusam. Jenis kulit ini memiliki pori
melebar sehingga kesannya kasar dan lengket.
c. Kulit kering
Kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang atau sedikit
sehingga pada perabaan terasa kering, kasar karena banyak lapisan kulit
yang retak, kaku atau tidak elastis dan mudah terihat kerutan.
2.3.4 Sistem pengaturan air di kulit
Permeabilitas kulit terhadap air sangat terbatas. Barrier yang mengatur
keluarnya air dari kulit dan masuknya air ke dalam kulit tidak terletak langsung di
bawah permukaan kulit, tetapi ada di bawah lapisan stratum korneum yang diberi
nama barrier Rein (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kandungan air pada jaringan di bawah stratum korneum sekitar 70-80%,
sedangkan kandungan air pada stratum korneum hanya sekitar 10%. Lapisan
stratum korneum yang agak kering ini secara fisiologis penting untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan jamur. Namun stratum korneum tidak boleh kering
karena dapat menyebabkan kurangnya elastisitas dan mudah sobek. Derajat
kandungan air dalam stratum korneum tergantung pada suplai air dan kelembaban
udara sekitar (Tranggono dan Latifah, 2007).
Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air, keduanya
berhubungan secara erat. Lapisan lemak di permukaan kulit dan bahan-bahan
dalam stratum korneum yang bersifat higroskopis dan dapat menyerap air disebut
13
untuk mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3.5 Patofisiologi kulit kering
Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke
epidermis melalui dua cara yaitu melalui stratum korneum dan ruang interseluler.
Oleh sebab itu secara normal air akan keluar dari tubuh melalui epidermis,
keadaan tersebut dikenal dengan istilah trans epidermal water loss (TEWL). (Van
Scott dan Dieullangard, 1986).
TEWL normal berkisar 0,1-0,4 mg/cm2 per jam. Proses difusi pasif terjadi
karena terdapatnya perbedaan kandungan air dari stratum basalis (60-70%),
stratum granulosum (40-60%) dan stratum korneum kurang dari 15% sehingga air
mengalir dari stratum basalis ke stratum korneum. Dengan demikian maka stratum
korneum merupakan barier hidrasi yang sangat penting dalam mempertahankan
kelembaban kulit. Pada kulit yang sakit seperti pada psoriasis dan eksim (terdapat
kelainan epidermis), barier kulit melemah sehingga kecepatan TEWL meningkat
(Van Scott dan Dieullangard, 1986). Pengukuran TEWL berguna dalam
mengidentifikasi kerusakan kulit yang disebabkan oleh bahan kimia tertentu,
kerusakan fisik (seperti pengelupasan kulit) atau kondisi patofisiologis seperti
eksim karena laju peningkatan TEWL sebanding dengan tingkat kerusakan (Barel,
et al., 2009).
Seramid merupakan komponen utama lipid interseluler stratum korneum
dan banyak mengandung asam linoleat. Ikatan antara seramid dan air akan
membentuk emulsi yang halus sehingga nampak halus dan lembut. Pada keadaan
tertentu, cuaca bersuhu rendah dengan kelembaban relatif rendah, ikatan antara
14 dan kusam (Van Scott dan Dieullangard, 1986).
2.4 Kosmetik
2.4.1 Pengertian kosmetik
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
445/Menkes/Permenkes/1998, yang disebut sebagai kosmetik adalah sediaan atau
campuran bahan yang dapat digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut.
Kosmetik berfungsi untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan
tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Hal ini berarti penggunaan kosmetika tidak boleh mempengaruhi struktur dan faal
kulit. Cosmedics memiliki pengertian sebagai gabungan dari kosmetik dan obat
yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit secara positif tetapi bukan obat
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4.2 Krim
Menurut Farmakope Indonesia IV, krim merupakan sediaan setengah
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Krim dibagi atas dua macam, yaitu krim minyak dalam air dan krim
air dalam minyak. Krim merupakan sediaan farmasi berbentuk emulsi (Depkes RI,
1995).
Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
(Lachman, et al., 1994) :
a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi a/m seperti cold cream
15
Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan
dikenal dengan sebagai krim. Basis vanishing cream termasuk golongan ini
(Lachman, et al., 1994).
Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari pada
penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan, tidak
berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Humektan (gliserin,
propilen glikol, sorbitol) sering ditambahkan pada vanishing cream untuk
mengurangi penguapan air pada permukaan kulit (Voight, 1995).
Basis krim untuk tipe air dalam minyak juga mempunyai kelebihan dalam
membersihkan kotoran yang larut dalam minyak dan tidak menyebabkan kulit
kering dan kasar. Namun tipe ini mempunyai kekurangan yaitu lebih mahal, lebih
lengket dan terasa panas menutupi pori-pori. Oleh karena itu krim ini kurang
diminati dalam sediaan pelembab (Wasiaatmadja, 1997).
2.4.3 Krim pelembab
Krim pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit dalam
tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi kering
(Wasiaatmadja, 1997).
Cara mencegah penguapan air dari sel kulit (Wasiaatmadja, 1997), adalah:
1. Menutupi permukaan kulit dengan minyak (oklusif)
2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan
dalam kulit
3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat
16
4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh sinar matahari yang
dapat mengeringkan kulit
Pelembab bekerja pada bagian kulit lapisan epidermis di stratum korneum.
Bila air yang dikandung stratum korneum hilang, kulit akan menjadi kering dan
bersisik. Meskipun lapisan film lipid bukan sebagai mantel penutup yang menolak
air, tapi dapat membantu menahan air agar tetap tinggal dalam kulit (Anief, 1997).
Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan
dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan
sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi
sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah
tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan
non alamiah yaitu dengan cara memberikan kosmetik pelembab kulit
(Wasiaatmadja, 1997).
2.4.4 Mekanisme bahan pelembab
Bahan pelembab memiliki 2 jenis mekanisme dalam melebabkan kulit:
a. Bahan pelembab oklusif
Tipe bahan pelembab ini adalah bahan berminyak yang melapisi stratum
korneum sehingga mencegah penguapan air. Bahan pelembab oklusif yang
paling banyak digunakan adalah petrolatum. Petrolatum dapat mencegah
penguapan air dari stratum korneum sampai 99%. Petrolatum memang
efektif dalam penurunan penguapan air, namun estetikanya yang rendah
menyebabkan adanya kebutuhan untuk komposisi pelembab oklusif lain.
Bahan pelembab oklusif lainnya adalah skualen, lanolin, asam stearat, setil
17
mineral, tumbuhan atau minyak sintetis lainnya. Minyak mineral paling
banyak digunakan selain petrolatum.
b. Pelembab humektan
Mekanisme lainnya dari pelembab adalah dengan menggunakan humektan.
Humektan adalah bahan yang menyerap air. Dalam formulasi pelembab,
humektan menarik air dari dermis ke epidermis yang terdehidrasi atau
menarik air dari udara sehingga terjaga kelembaban kulit (Alam, et al.,
2009).
Golongan humektan yaitu: golongan gula (sukrosa, dekstrosa, maltosa,
fruktosa) dan golongan poliol (glikol, sorbitol, gliserol, manitol)
(Purnomo, 1995).
2.4.5 Syarat dari kosmetik pelembab
Syarat-syarat bagi preparat kosmetika pelembab (Tranggono dan Latifah,
2007), yaitu:
a. Mudah dipakai
b. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan
c. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban
kulit
d. Tidak menimbulkan iritasi
2.5 Formulasi Krim
Krim dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam
fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, melalui pemberian energi
berupa pemanasan dan pengadukan (Djajadisastra, 2004). Profil bahan-bahan
18 1. Asam stearat
Asam stearat (C16H33O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai
hidrokarbon, berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut
dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini
berfungsi sebagai pengemulsi dalam sediaan kosmetika (Depkes RI, 1993).
2. Setil alkohol
Setil alkohol (C16H33OH) merupakan butir yang berwarna putih, berbau
khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu 45-50oC. Setil alkohol larut
dalam etanol dan eter namun tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi
sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental (Depkes RI, 1993). Alkohol
dengan bobot molekul tinggi seperti stearil alkohol, setil alkohol, dan
gliserin monostearat digunakan terutama sebagai zat pengental dan
penstabil untuk emulsi minyak dalam air dari lotion (Ansel, 2005).
3. Metil paraben
Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,
hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar
diikuti rasa tebal (Ditjen POM, 1979). Efektif pada rentang pada pH 4-8
(Anita, 2008)
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik
sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan
antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet
19 4. Trietanolamin
Trietanolamin berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis,
mudah larut dalam etanol, dan juga berfungsi sebagai emulsifier dan
pengatur pH (Depkes RI, 1993).Trietanolamin secara luas digunakan pada
formulasi farmasetik topikal terutama di dalam pembentukan emulsi.
(Rowe et al., 2006).
5. Air
Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam
pembuatan krim pelembab. Air yang digunakan dalam pembuatan krim
pelembab merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara
penyulingan, proses penukaran ion, dan osmosis sehingga tidak lagi
mengandung ion-ion dan mineral-mineral. Air murni hanya mengandung
molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berasa, memiliki pH 5,0-7,0; dan berfungsi sebagai pelarut (Depkes
RI, 1993).
6. Gliserin
Gliserin (C3H8O3) disebut gliserol atau gula alkohol, merupakan cairan
yang kental, jernih, tidak berwarna, sedikit berbau, dan mempunyai rasa
manis. Gliserin larut dalam alkohol dan air tetapi tidak larut dalam pelarut
20
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi
pengambilan sampel daun pandan wangi, pembuatan ekstrak daun pandan wangi,
pembuatan sediaan krim pelembab, evaluasi terhadap mutu fisik sediaan seperti
uji homogenitas, uji stabilitas sediaan, uji pH, uji penentuan tipe emulsi, uji iritasi
terhadap kulit sukarelawan, uji kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan
air, dan uji hedonik (kesukaan).
3.1 Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:alat perkolasi, benang,
mikroskop, tutup pot plastik, kain kasa, batang pengaduk, spatel, pot plastik,
selotip transparan, penangas air, freeze dryer (VirTis “benchtop K”), pH meter
(Hanna Instrument), neraca analitik (Boeco Germany), dan alat-alat gelas
laboratorium.
3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: daun pandan
wangi, etanol 80%, asam stearat, setil alkohol, trietanolamin (TEA), gliserin,
nipagin, natrium metabisulfit, air suling, metil biru, larutan dapar pH asam (4,01),
dan larutan dapar pH netral (7,01).
3.3 Sukarelawan
Sukarelawan yang dijadikan panelis pada uji iritasi dan penentuan
kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah
21 1. Wanita berbadan sehat
2. Usia diantara 20-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi
4. Bersedia menjadi sukarelawan
Sukarelawan terdiri mahasiswi fakultas farmasi USU untuk lebih
memudahkan jalannya penelitian dalam penentuan kemampuan sediaan untuk
mengurangi penguapan air dari kulit
3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel
3.4.1 Pengumpulan bahan
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah
daun pandan wangi yang diambil dari daerah Simalingkar B, Provinsi Sumatera
Utara.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
3.4.3 Pembuatan simplisia daun pandan wangi
Daun pandan wangi dikumpulkan, kemudian dibersihkan dari
kotoran-kotoran, dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan, kemudian dirajang, setelah itu
dikeringkan di lemari pengering sampai kering yaitu jika simplisia tersebut
diremas akan hancur. Identifikasi simplisia dilakukan secara organoleptik (bentuk,
warna, rasa, dan bau/aroma). Bahan yang telah kering itu kemudian dihaluskan
dengan blender dan ditimbang sebagai berat kering simplisia. Selanjutnya,
22
3.5 Pembuatan Pereaksi
3.5.1 Besi (III) klorida
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml.
3.5.2 Larutan HCl 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai
100 ml (Depkes RI, 1995).
3.5.3 Timbal (II) asetat 0,4 M
Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2
hingga 100 ml.
3.5.4 Pereaksi mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling
hingga 60 ml. Pada wadah ditimbang sebanyak 5 g kalium iodide lalu dilarutkan
dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling
hingga diperoleh larutan 100 ml.
3.5.5 Pereaksi molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam sitrat 0,5 N hingga 100 ml.
3.5.6 Pereaksi dragendorff
Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml
kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodide sebanyak 27,2 g dalam 50
ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih
diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml.
3.5.7 Larutan kloralhidrat 70%
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam
23
3.5.8 Larutan asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air air suling hingga
diperoleh 100 ml.
3.5.9 Pereaksi bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya,
ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit cukupkan dengan air suling.
3.5.10 Pereaksi liebermann-burchard
Dicampur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrit dengan 5 ml asam
sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml.
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1995; WHO, 1992).
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi bahan
segar dan simplisia daun pandan wangi.
3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun pandan wangi
dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang
telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup
kemudian dilihat di bawah mikroskop. Dilakukan juga pemeriksaan
mikroskopikmenggunakan air suling sebagai pengganti kloralhidrat.
3.6.3 Penetapan kadar air
24
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung, dan tabung penerima 10 ml.
a. Penjenuhan toluena
Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi
selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit,
kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05
ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang
telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit.
Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik
sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian
dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5
menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar.
Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan
ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan
kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992).
3.6.4 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)
25
selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam
cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 1995).
3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20
ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI,
1995).
3.6.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
26
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).
3.7 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan alkaloida, flavonoida, saponin,
glikosida, tanin dan steroida/triterpenoida.
3.7.1 Pemeriksaan alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,
dinginkan dan disaring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut :
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi mayer,
akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi bouchardat, akan terbentuk
endapan berwarna coklat sampai hitam.
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi dragendorff,
akan terbentuk warna merah atau jingga.
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit 2 dari
ketiga percobaan diatas (Ditjen POM, 1979).
3.7.2 Pemeriksaan flavonoid
Larutan Percobaan:
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama
10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan
dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok
hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC.
27 Cara Percobaan:
a. Larutan percobaan sebanyak 1 ml diuapkan hingga kering, sisanya
dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng
dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10
ml asam klorida pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah
intensif menunjukkan adanya flavonoida (glikosida- 3-flavonol).
b. Larutan percobaan sebanyak 1 ml diuapkan hingga kering, sisanya
dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10
ml asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu
menunjukkan adanya flavonoida (Ditjen POM, 1979).
3.7.3 Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia daun pandan wangi ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari
dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N,
direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat
ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok,
didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol
dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan
dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C. Sisanya dilarutkan dalam 2
ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan
percobaan dimasukan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada
sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara
perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya
cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Ditjen
28
3.7.4 Pemeriksaan saponin
Serbuk simplisia daun pandan wangi ditimbang sebanyak 0,5 g dan
dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10
cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1
tetes asam klorida 2 N menunjukan adanya saponin (Ditjen POM, 1979).
3.7.5 Pemeriksaan tanin
Serbuk simplisia daun pandan wangi ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan
selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat
ditambahkan 1-2 tetes peraksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru
kehitaman atau hijau kehitaman menunjukan adanya tannin (Farnsworth, 1966).
3.7.6 Pemeriksaan steroida/ triterpenoida
Serbuk simplisia daun pandan wangi ditimbang 1 g,dimaserasi dengan 20
ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap.
Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya
warna biru atau biru hijau menunjukan adanya steroid, sedangkan warna merah,
merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).
3.8 Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi
Pembuatan ekstrak daun pandan wangi dilakukan secara perkolasi
menggunakan etanol 80%.
Cara kerja: sebanyak 300 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 80%
dan dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator, lalu
dituang cairan penyari etanol sampai semua simplisia terendam dan terdapat
29
selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir
dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi
dihentikan bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa.
Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada
suhu ± 40oC, kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer (-40oC) (Ditjen
POM, 1979).
3.9 Formulasi Sediaan Krim
3.9.1 Formula standar handcream (Young, 1972)
Asam stearat 12 g
Setil alkohol 0,5 g
Sorbitol sirup 5 g
Propilen glikol 3 g
Trietanolamin 1 g
Gliserin 1-5 tetes
Nipagin 1 sendok spatula
Parfum 3 tetes
Air suling ad 78,2 ml
3.9.2 Formula yang dimodifikasi
Asam stearat 12 g
Setil alkohol 0,5 g
Trietanolamin 1 g
Nipagin 0,1 g
Natrium metabisulfit 0,1 g
Ekstrak daun pandan wangi X%
Air suling ad 100 ml
3.9.3 Pembuatan Sediaan Krim
Konsentrasi ekstrak daun pandan wangi yang digunakan dalam
30
Adapun formula yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Cara pembuatan :
Asam stearat dan setil alkohol dimasukkan ke dalam cawan penguap dan
dilebur di atas penangas air (massa 1). Nipagin dilarutkan dalam air panas, lalu
ditambahkan natrium metabisulfit dan trietanolamin diaduk sampai larut (massa
II). Lalu ditambahkan massa II ke dalam massa I di dalam lumpang panas sambil
digerus secara terus menerus hingga terbentuk dasar krim. Ekstrak daun pandan
wangi digerus di dalam lumpang, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit dasar
[image:47.595.114.514.358.497.2]krim dan gerus homogen.
Tabel 3.1 Formula sediaan krim yang dibuat
A B C D E F G H
Eksrak daun pandan wangi (gram)
- 0,5 1 1,5 2 2,5 3 -
Gliserin (gram) - - - 2
Dasar krim (gram) ad 100 ad 100 ad 100 ad 100 ad 100 ad 100 ad 100 ad 100 Keterangan: A : Krim blanko
B : Krim ekstrak daun pandan wangi 0,5 % C : Krim ekstrak daun pandan wangi 1,0 % D : Krim ekstrak daun pandan wangi 1,5 % E : Krim ekstrak daun pandan wangi 2,0 % F : Krim ekstrak daun pandan wangi 2,5 % G : Krim ekstrak daun pandan wangi 3,0 % H : Krim gliserin 2,0 %
3.10 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan
3.10.1 Pengujian homogenitas
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen Formula
31
dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
3.10.2 Pengamatan stabilitas sediaan
Masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik. Ditutup
bagian atasnya dengan plastik. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa pecah
tidaknya emulsi, perubahan warna, dan perubahan bau pada saat sediaan selesai
dibuat serta dalam penyimpanan selama 1,4,8, dan 12 minggu (Ansel, 2005).
3.10.3 Pengukuran pH sediaan
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat
terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01)
dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.
Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.
Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan
dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan
tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang
ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
3.10.4 Penentuan tipe emulsi sediaan
Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1
tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Tutup dengan kaca penutup dan
diamati di bawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan
tersebut tipe emulsi m/a (Ditjen POM, 1985).
3.11 Uji Iritasi terhadap Kulit Relawan
Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan dioleskan
dibelakang telinga membentuk lingkaran dengan diameter 3 cm, lalu dibiarkan
32
tidak (Ditjen POM, 1985). Penilaian berdasarkan kategori eritema: tidak eritema
(0), sangat sedikit eritema (1), sedikit eritema (2), eritema sedang (3), eritema
sangat parah (4) dan kategori edema: tidak edema (0), sangat sedikit edema (1),
sedikit edema (2), edema sedang (3), edema sangat parah (4) (Barel, et al., 2009).
3.12 Penentuan Kemampuan Sediaan untuk Mengurangi Penguapan Air
Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit
ditentukan dengan menggunakan dau buah tutup plastik berdiameter 4,5 cm yang
dirangkai seperti pada lampiran.
Cara:
Sediaan ditimbang sebanyak 100 mg. Pada bagian lengan bawah
sukarelawan diberikan tanda berupa lingkaran yang sama diameternya dengan
diameter tutup pot plastik yang digunakan. Dioleskan sediaan pada bagian
tersebut. Sebelum dipakai, silika gel dipanaskan terlebih dahulu agar dicapai berat
konstan, kemudian diletakkan pada eksikator. Pada wadah plastik yang belum
dilubangi, kain kasa dijahit, dimasukkan silika gel dibalikkan, diletakkan di atas
pot plastik kemudian wadah pot plastik disatukan dengan menggunakan isolatip
transparan. Wadah yang berlubang berada pada bagian bawah, dan posisi kedua
wadah menelungkup. Selanjutnya wadah plastik diletakkan pada lengan bawah
sukarelawan yang telah dioleskan sediaan. Agar wadah plastik tersebut dapat
melekat dengan baik dan untuk mencegah pengaruh udara dari lingkungan maka
digunakan isolatip transparan yang ditempelkan sedemikian rupa pada lengan
bagian bawah tersebut. Alat ini dibiarkan menempel selama 3 jam kemudian
segera dilepas, silika gel yang digunakan ditimbang kembali. Cara ini dilakukan
untuk setiap sediaan dan pembanding yaitu sediaan yang menggunakan gliserin
33
3.13 Uji Hedonik
Uji hedonik atau uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Uji hedonik dilakukan dengan
cara mengukur, menilai, atau mengkaji mutu komoditas dengan menggunakan alat
indra manusia yaitu penglihatan, penciuman, dan peraba. Parameternya meliputi :
warna, aroma, kemudahan menyebar, dan kesan lengket di kulit. Skala hedonik
yang dihasilkan berkisar 1-5, yaitu: (1) sangat tidak suka (2) tidak suka (3) suka
(4) sangat suka. Uji hedonik yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
panelis sebanyak 30 orang dari kalangan mahasiswi (Badan Standar Nasional,
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi
Daun pandan wangi sebanyak 2,91 kg dikeringkan dan diperoleh berat
kering sebanyak 440, 38 gram, kemudian sebanyak 300 g serbuk simplisia daun
pandan wangi diekstraksi dan diperoleh ekstrak daun pandan wangi sebanyak
49,286 g. Rendemen yang diperoleh yaitu 16,423%.
4.2 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak
4.2.1 Skrining simplisia dan ektrak
Hasil pengujian skrining simplisia dan ekstrak daun pandan wangi
[image:51.595.111.514.448.572.2](Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun pandan wangi
Nama senyawa Hasil
Simplisia Ekstrak
Alkaloid + +
Glikosida + +
Saponin + +
Tanin + +
Flavanoid + +
Steroid/triterpenoid + +
Hasil skrining menunjukkan bahwa simplisia dan ekstrak daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) mengandung alkaloid, glikosida, saponin,
tanin, flavanoid, steroid/triterpenoid. Hasil ini berdasarkan pengujian untuk
masing-masing metabolit sekunder tersebut. Pada pengujian alkaloid, dengan
penambahan Meyer, Bourchardat, dan Dragendorff masing-masing menghasilkan
35
mengandung alkaloid. Pada pengujian glikosida, dengan penambahan pereaksi
Molish terbentuk cincin warna ungu yang menunjukkan simplisia mengandung
glikosida. Pada pengujian saponin, terbentuk busa setelah rendaman simplisia
dikocok menunjukkan simplisia mengandung saponin. Pada pengujian tanin,
dengan penambahan FeCl3 1% terbentuk warna biru kehitaman yang
menunjukkan simplisia mengandung tanin. Pada pengujian flavanoid, dengan
penambahan serbuk magnesium dan HCl pekat menghasilkan warna merah jingga
menunjukkan simplisia mengandung flavanoid. Pada pengujian steroid/tritepenoid
dengan penambahan pereaksi Liebermann-Bourchad menghasilkan warna biru
hijau yang menunjukkan simplisia mengandung steroid.
Berdasarkan uji skrining yang dilakukan oleh Margaretta, et al. (2011)
didapatkan hasil skrining yang sesuai bahwa daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) mengandung alkaloid, glikosida, saponin, tanin, flavanoid,
steroid/triterpenoid.
4.2.2 Pemeriksaan makroskopik simplisia
Makroskopik simplisia daun pandan wangi (Pandanu