Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat
dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang
Rawat Inap Mawar & Nusa Indah
RSUD. dr. Djoelham Binjai
Ratih Sufra Rizkani
Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Judul : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif
Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD dr. Djoelham Binjai
Peneliti : Ratih Sufra Rizkani
NIM : 051101017
Pembimbing Penguji
……… ……….Penguji I
(Salbiah, S.Kp, M.Kep) (Salbiah, S.Kp, M.Kep)
NIP : 132 296 507 NIP : 132 296 507
……… Penguji II (Evi Karota B, S.Kp,MNS) NIP : 132 258 271
……….Penguji III (Jenny M. Purba, S.Kp, MNS)
NIP : 132 258 270
Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi sebagai bagian
dari persyaratan kelulusan untuk Sarjanan Keperawatan.
……… ……….
(Erniyati, S.Kp, MNS) (Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K)
NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Judul : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai.
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan USU Peneliti : Ratih Sufra Rizkani
Tahun : 2009
ABSTRAK
Perilaku asertif merupakan hal yang sangat penting dalam membina hubungan interpersonal dan merupakan perilaku yang berfokus pada win-win solution. Perilaku asertif terkait dengan ekspresi pikiran & perasaan yang positif serta berhubungan juga dengan ekspresi perasaan negatif. Dalam membina hubungan interpersonal, perilaku asertif dapat terlihat ketika seseorang menolak dengan mengatakan tidak atau menunjukkan reaksi tidak mengerti atau tidak suka. Hal ini sesungguhnya menyangkut komunikasi verbal maupun non verbal. Sementara itu, Notoatmodjo (2003), mendefinisikan pengetahuan sebagai ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan. Sehingga, ini memungkinkan seseorang dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku asertif perawat dalam membina hubungan interpersonal. Penetapan jumlah sampel dilakukan dengan total sampling, dengan pertimbangan populasi yang kurang dari 100 orang, sehingga seluruh anggota populasi menjadi sampel penelitian, yaitu perawat ruang rawat inap Mawar & Nusa Indah di RSUD. dr. Djoelham Binjai yang berjumlah 41 perawat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk angket yaitu berupa kuisioner. Alat pengumpul data terdiri dari 2 bagian, yaitu skala Guttman pada pengetahuan perawat dan seperti skala likert pada perilaku asertif perawat. Uji statistik item dan reliabilitas pada skala pengetahuan dilakukan dengan perhitungan manual menggunakan rumus KR-20 dan diperoleh 23 item yang dinyatakan lulus seleksi (sahih) dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.651. Sedangkan uji statistik item dan reliabilitas pada skala perilaku asertif diperoleh 18 item yang dinyatakan lulus seleksi (sahih) dengan koefisien reliabilitas alpha
0.842. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku asertif perawat digunakan metode analisis data korelasi Pearson. Hasil analisis penelitian menunjukkan koefiesien korelasi r = 0.062 dengan = 0.350 > = 0,05. Ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku asertif perawat dalam membina hubungan interpersonal.
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
UCAPAN TERIMAKASIH
Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur kehadirat Allah atas segala nikmat,
kasih dan pertolongan dariNya yang tiada henti kepada peneliti, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap
Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, untuk memenuhi salah satu
persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada
Ibu Salbiah, S. Kp, M.Kep, selaku pembimbing skripsi dan penguji I yang telah
memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan, dan
arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada Prof. dr.
Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan FK USU dan Prof. dr. Guslihan
Dasa Tjipta, SpA(K) selaku pembantu Dekan I, kepada Ibu Erniyati, S.Kp, MNS,
selaku Ketua Pelaksana PSIK FK USU, kepada Ibu Evi Karota B, S.Kp, MNS
sebagai penguji II, dan Ibu Jenny M. Purba S.Kp, MNS selaku penguji III dan
pemvalidasi instrumen penelitian, kepada Ibu Ridhoi Meilona, M.psi.di Fakultas
Psikologi USU yang telah bersedia menjadi second opinion dalam penyusunan
instrumen disamping validator utama, serta kepada Ibu Lufthiani, S.Kep, Ns,
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Tulisan skripsi ini peneliti persembahkan kepada keluarga tercinta sebagai
simbol perjuangan mereka semua untuk peneliti, terutama kedua orang tua
peneliti, Adenan dan Henni Lasty Prameswari. Terimakasih karena senantiasa ada
di belakang peneliti untuk memberikan dukungan baik moril maupun materil,
kedua saudara kandung peneliti, Ericca Nelvi, S.Pd, dan adikku tersayang Adhe
Wira Darma yang banyak memberi bantuan, motivasi, juga teladan kepada
peneliti.
Terimakasih yang sedalam-dalamnya pada ukhtiku Darmawansih
Panjaitan atas persahabatannya yang tak kan terlupakan selama di kampus dan
BSMI, teman-teman SMA terbaikku Nila&Nanda, teman-teman PSIK & FK
relawan BSMI. Semua senior terutama Kak Ismah, semua junior (Elis dkk, Vira,
Yuli, Dira, Fiza dan semua adik-adikku lah yang ada di PSIK). Juga pada
sepupu-sepupu, Bang Ika, Bang Uik, Uni, Kak Leli, Sally, yang telah banyak membantu
selama ini.
Terakhir ucapan terimakasih dan semangat berjuang selalu untuk seluruh
stambuk 2005, yang unik, bandal, ribut, (Polma, Domi, Ansi, Dwi, Dedek, Oci,
Lita, Sari, Kiki, Dina, Diah, Wina, Ori, Aan, Ida, Ayu, Tika, Evi, Lia, Yuli-Yuli
kuadrat, pokoknya satu kelaslah). Terima kasih atas kebesamaan waktu yang
empat tahun telah kita lewati. Hidup Kerang Rebus (aliasnya stambuk 05)!!!
Medan, Juli 2009
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan……… i
Abstrak………... ii
Ucapan Terima Kasih……… iii
Daftar Isi………. v
Daftar Skema……….. vii
Daftar Tabel……… viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ………. 5
1.3. Tujuan Penelitian ……… 5
1.4. Manfaat Penelitian……….. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan………. 8
2.2 Konsep Perilaku Asertif 2.2.1 Pengetian Perilaku……… 10
2.2.2 Pengertian Asertif………. 10
2.3.2 Unsur-unsur Asertif……….. 13
2.3.3. Prinsip-prinsip Asertif………. 19
2.3. Konsep Hubungan Interpersonal 2.3.1 Teori-teori Hubungan Interpersonal………... 20
2.3.2 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam Komunikasi Interpersonal………… 23
2.3.3 Komunikasi antara Perawat-Pasien dan Diantara Tenaga Kesehatan………. 26
2.3.4 Hubungan Interpersonal Perawat berdasarkan Kode Etik Keperawatan………. 27
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual…..………... 29
3.2 Definisi Operasional………….………. 30
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian……….. 31
4.2. Populasi dan Sampel……… 31
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian……….. 31
4.4 Pertimbangan Etik……….…….. 32
4.5 Instrumen Penelitian……… 33
4.6 Pengumpulan Data……… 36
4.7 Analisa Data……… 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian………. 40
5.2 Pembahasan……….. 47
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan……….. 55
6.2 Rekomendasi……… 56
DAFTAR PUSTAKA………. 58
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
2. Instrumen Penelitian
3. Uji Validitas
4. Uji Reliabilitas Alat Ukur Pengetahuan
5. Uji Reliabilitas Alat Ukur Perilaku
6. Surat permohonan Uji Validitas Alat Ukur
7. Surat Izin Pengambilan Data
8. Surat Selesai Penelitian
9. Lembar Persetujuan Konsul
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
DAFTAR SKEMA
Skema halaman
1. Rentang Sikap Asertif (Monica, 1998)……… 11
2. Kerangka Konseptual Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 30
2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden.…… 41
3. Distribusi Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif ………... 42
4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang
Perilaku Asertif ……….. 43
5. Distribusi Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan
Interpersonal ……….……….. 44
6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Perilaku Asertif Perawat
dalam Membina Hubungan Interpersonal ……….. 46
7. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai kemungkinan
terjadi konflik. Institusi pelayanan kesehatan mempunyai banyak
kelompok-kelompok yang berinteraksi yaitu antara staf dengan staf, staf dengan pasien, staf
dengan dokter dan sebagainya. Interaksi ini sering menimbulkan konflik-konflik.
Perasaan-perasan individu yang berhubungan dengan konflik menimbulkan suatu
titik kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti, berpikir,
berdebat, atau berkelahi (Swanburg, 2000).
Konflik yang terjadi, dapat dibedakan menjadi tiga yaitu konflik
intrapersonal, konflik interpersonal serta konflik antar kelompok. Konflik
interpersonal adalah konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai,
tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara
konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan
(Nursalam, 2002).
Konflik yang terjadi dapat mengakibatkan peningkatan produksi dan
kreatifitas, tetapi juga dapat menghancurkan suatu organisasi. Oleh karena itu
konflik perlu dikelola dengan baik. Goleman (2001), mendefinisikan manajemen
konflik adalah merundingkan dan menyelesaikan ketidaksepakatan atau
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi konflik yang terjadi
adalah berperilaku asertif. Kebutuhan untuk pelatihan perilaku asertif telah terlihat
di negara lain untuk perawat, baik melalui praktek keperawatan di lapangan
maupun secara tertulis di literatur (Clark,1978, 1979; Marriner, 1979; Pardue,
1980 dalam Monica, 1998). Tetapi ungkapan akan kebutuhan ini masih terbatas
untuk kepala dan manajer perawat. Padahal, terdapat alasan untuk meyakini
bahwa staf perawat, terutama pada permulaan karier mereka, dapat memperoleh
keuntungan dari latihan perilaku asertif, bila perilaku asertif dipelajari sejak awal
karier seorang perawat, maka terdapat kemungkinan yang lebih besar untuk
berkembang selama berjalannya waktu. Perilaku yang dewasa ini memampukan
seseorang untuk menjadi calon yang lebih baik dan efektif di posisi administrasi
(Monica, 1998).
Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang
diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap
menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dalam bersikap
asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam
mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa
ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lain
(Rini, 2001). Jadi, perilaku asertif sendiri adalah kemampuan berkomunikasi,
khususnya saat terjadi konflik interpersonal.
Bila seseorang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal melalui
komunikasi yang baik, Packard (1974), mengemukakan, kemungkinan akan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
dan mental dan menderita “flight syndrome” (ingin melarikan diri dari
lingkungannya). Packard menjelaskan penelitian yang dilakukan Zimbardo,
(1973), tentang hubungan antara anonimitas (hubungan interpersonal yang rendah
dengan tidak saling mengenal) dengan agresi. Hasilnya, Zimbardo berteori,
anonimitas menjadikan orang agresif, senang mencuri dan merusak, di samping
kehilangan tanggungjawab sosial (Rakhmat, 2005).
Selain perilaku agresif, ada juga perilaku dengan komunikasi secara pasif.
Menurut Monica (1998), dijelaskan bahwa komunikasi pasif membiarkan
pengirim atau penerima pesan dengan pikiran-pikiran atau perasaan yang masih
memerlukan ungkapan, ini sering menimbulkan kebencian atau keyakinan bahwa
seseorang telah salah mengerti atau bahwa yang dikatakan tidak ada akibatnya
terhadap orang lain. Meskipun ada bukti kebencian, tetapi sumbernya tidak jelas.
Pesan pasif adalah informasi yang tidak lengkap, sehingga tidak membantu orang
lain untuk mengerti kebutuhan, keinginan, hasrat, kekhawatiran, dan membatasi
pemahaman kepada si pengirim. Agenda tersembunyi di balik pesan pasif sering
merupakan ketidakmauan untuk bertanggungjawab terhadap masalah yang
ditangani, keinginan untuk diasuh, serta berbagai harapan yang realistik
Pesan-pesan dari perilaku agresif dan pasif keduanya merugikan, kadang-kadang hanya
merugikan percakapan tetapi seringkali juga merugikan relasi yang sedang diajak
berkomunikasi.
Secara psikologis, orang-orang yang asertif akan lebih mampu melakukan
penyesuaian diri di manapun berada, dengan siapapun dia berinteraksi. Mereka
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
memilih alternatif tersebut. Mereka mengambil keputusan tersebut dan
bertanggungjawab atas tindakannya. Mereka menumbuhkan harga diri mereka
secara aktif melalui kebebasan dan tanggungjawab mereka (De Janasz et all,
2002).
Berdasarkan paparan konsep di atas, jelas bahwa asertif seharusnya
dimiliki oleh setiap orang. Namun, tidak ada seseorang yang memiliki karakter ini
secara sempurna. Artinya, dalam diri setiap orang pasti ada yang namanya agresif,
pasif, dan asertif. Permasalahannya hanya pada porsi yang mendominasinya
(Liaw,2007). Perilaku yang disebutkan di atas, yang bentuknya agresif, pasif,
ataupun perilaku asertif, semua berlangsung pada proses interaksi antarmanusia
melalui komunikasi.
Sebuah penelitian yang dilakukan Kristianingsih (2008), yang
mengidentifikasi Hubungan antara Perilaku Asertif dengan Stres Kerja pada
Perawat di Rumah Sakit Umum Magetan dan Rumah Sakit Griya Husada
Madiun, diperolah hubungan yang berkorelasi negatif antara stress dengan
perilaku asertif, yaitu semakin seorang perawat berperilaku asertif, maka stress
kerja yang dialaminya semakin rendah.
Pada penelitian lain, yang bertujuan mengidentifikasi Hubungan Antara
Persepsi Perawat tentang Hubungan Interpersonal Perawat Dokter Dengan
Stress Kerja Perawat yang dilakukan Hartono dkk, (2005), diperoleh hasil bahwa
hubungan interpersonal yang baik, akan menurunkan stress kerja pada seorang
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
profesi perawat karena sangat bermanfaat bagi perawat itu sendiri dalam
menghindari stress dan demi keberlangsungan hubungan interpersonal.
Pada pembahasan yang lain, pengetahuan didefinisikan oleh Notoatmodjo
(2003), sebagai ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan. Sehingga
peneliti berasumsi bahwa, perilaku asertif seseorang, berhubungan dengan apa
yang diketahui oleh orang itu mengenai asertif, dan menjadikan hasil dari
perilakunya adalah perilaku asertif.
Berdasarkan studi literatur di atas, diambil kesimpulan bahwa perilaku
asertif adalah perilaku yang sangat dianjurkan dalam membina hubungan
interpersonal, bermanfaat dalam memanajemen konflik saat bekerja sehingga
terhindar dari stress. Belum pernahnya dilakukan penelitian mengenai perilaku
asertif di Rumah Sakit Djoelham Binjai, menjadi alasan peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang mengidentifikasi seberapa pengetahuan perawat
tentang perilaku asertif, dan apakah pengetahuan tentang perilaku asertif tersebut
akan berpengaruh pada perawat untuk berperilaku asertif saat membina hubungan
interpersonal.
1.2Pertanyaan Penelitian.
Bagaimana Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
1.3Tujuan Penelitian.
1. Mengidentifikasi sebaran data demografi perawat ruang rawat inap Mawar
& Nusa Indah RSUD Dr. Djoelham Binjai.
2. Mengidentifikasi pengetahuan perawat ruang rawat inap Mawar & Nusa
Indah RSUD Dr. Joelham Binjai tentang perilaku asertif.
3. Mengidentifikasi perilaku asertif perawat ruang rawat inap Mawar & Nusa
Indah RSUD dalam membina hubungan interpersonal.
4. Mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dengan perilaku asertif
perawat ruang rawat inap Mawar & Nusa Indah RSUD dalam membina
hubungan interpersonal di RSUD Dr. Joelham Binjai.
1.4 Manfaat Penelitian
1. 4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan.
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan informasi yang dihasilkan
dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan keperawatan, sehingga
institusi dapat lebih memberikan pemahaman konsep perilaku asertif, khususya di
dalam mata kuliah komunikasi keperawatan, yang berguna sebagai persiapan bagi
peserta didik keperawatan untuk menghadapi kondisi dunia kerja yang nyata,
sehingga peserta didik mampu mengembangkan perilaku asertif dalam rangka
membina hubungan interpersonal yang baik mulai dari bangku kuliah.
1.4.2 Bagi Praktek Keperawatan.
Manfaat penelitian ini bagi praktek keperawatan, dengan mengertinya
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
perawat dapat menolak keadaan yang akan merugikan dirinya dengan cara-cara
yang positif sehingga tetap terjalin hubungan interpersonal yang baik antara
perawat-pasien, perawat-perawat, dan perawat dengan tenaga bidang lainnya yang
ada di rumah sakit.
1.4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit.
Institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang mendukung
pengetahuan perawat tentang perilaku asertif perawat-perawatnya, seperti seminar
dan latihan komunikasi asertif. Dapat menjadi seorang yang asertif bukanlah hal
yang mudah, namun asertif adalah hal yang dapat dipelajari, dan diharapkan
pemahaman akan perilaku asertif ini akan memberikan kontribusi terciptanya
suasana kerja yang diinginkan perawat.
1.4.4 Bagi Penelitian Keperawatan
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat
memberikan informasi yang penting mengenai ada atau tidaknya hubungan yang
berarti antara pengetahuan perawat tentang asertif dengan perilaku asertif perawat
dalam membina hubungan interpersonal sehingga menjadi sumber data yang
berguna untuk penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang mengkaji tentang
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Pengetahuan.
Menurut Suhartono (2005), dalam Notoatmodjo, (2003), pengetahuan
adalah proses mengetahui, dan menghasilkan sesuatu. Pengetahuan merupakan
hasil proses dari usaha manusia untuk tahu, dengan kata lain, pengetahuan adalah
ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan.
2.1.1 Tahu (know).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk di dalamnya pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima (Notoatmodjo, 2003). Oleh sebab itu, tahu ini merupakan
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Contoh : perawat dapat menyebutkan
pengertian perilaku asertif dalam hubungan interpersonal dengan benar.
2.1.2 Memahami (comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar (Notoatmodjo, 2003). Contoh : perawat dapat membedakan antara
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
2.1.3 Aplikasi (aplication).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riel (yang sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks situasi yang lain (Notoatmodjo, 2003).
Contoh : perawat dapat bersikap tegas secara positif (asertif) saat menghadapi
perbedaan pendapat dalam hubungan interpersonal sewaktu bekerja.
2.1.4 Analisa (analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Notoatmodjo, 2003). Contoh :
perawat dapat memahami bahwa bagian-bagian dari berperilaku asertif adalah
mengemukakan pendapat, meminta pertolongan, mengungkapkan perasaan dan
sebagainya.
2.1.5 Sintesis (synthesis).
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2003). Contoh: perawat dapat
membentuk perilaku yang asertif, dengan berlatih terus-menerus.
2.1.6 Evaluasi.
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
yang ada (Notoatmodjo, 2003). Contoh: perawat berusaha mengevaluasi perilaku
asertif dirinya apakah sudah tepat atau malah menjadi agresif.
2. 2 Konsep Perilaku Asertif 2.2.1 Pengetian Perilaku
Skinner (1938), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar), teori ini disebut “S-O-R” yaitu stimulus, organisme, respons (Notoatmodjo,
2005).
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup (covert behavior).
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimuli belum dapat diamati
orang lain secara jelas, respons masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
persepsi, pengetahuan dan sikap (Notoatmodjo, 2005).
b. Perilaku terbuka (overt behavior).
Perilaku terbuka terjadi, bila respons terhadap stimulus tersebut berupa
tindakan, atau praktik, sehingga dapat diamati orang lain secara jelas
(Notoatmodjo, 2005).
2.2.2 Pengertian Asertif
Susanto (2005) mendefenisikan perilaku asertif berarti : adanya sikap
tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam
berbagai aktivitas kehidupan, dapat mengambil keputusan atau melakukan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya, menegakkan kemandiriannya
tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Selain itu ciri-ciri asertif adalah
ketegasannya penuh kelembutan, dan tanpa arogansi.
Sikap tegas artinya menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran,
perasaan, dan keyakinan dengan cara langsung jujur dan tepat (Lange dan
Jakubowski, 1976 dalam Calhoun & Acocella, 1995). Sikap tegas meliputi setiap
tindakan yang dinggap benar dan perlu dikemukakan. Misalnya, bertanya pada
orang asing tentang petunjuk, menghadap dosen minta penjelasan nilai,
menyatakan pada seseorang bahwa anda tidak mengerti leluconnya. Ketika anda
bertindak berdasarkan kebutuhan dan keinginan anda sendiri tanpa menginjak hak
pribadi orang lain maka anda telah menjadi orang yang bersifat tegas (Calhoun &
Acocella, 1995).
Monica (1998) menjelaskan sikap asertif adalah sikap yang berada di
antara rentang pasif dan agresif.
Pasif Asertif Agresif
Skema 1. Rentang Sikap Asertif (Monica, 1998).
Komunikasi pasif adalah sebuah komunikasi dimana kebutuhan,
keinginan, hasrat, atau kekhawatiran seseorang tidak diungkapkan secara
eksplisit, biasanya karena pengirim meyakini bahwa penerima pesan
menginginkan sesuatu yang lain atau pengirim secara sadar atau tak sadar merasa
bahwa penerima pesan bertanggungjawab untuk memahami atau membaca
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
keinginan, hasrat, atau kekhawatiran seseorang kepada orang lain. Pesan yang
asertif adalah pesan yang terbuka yang membantu atau meningkatkan komunikasi
yang efektif, pemahaman, dan/atau kedekatan (Monica,1998).
Susanto (2005) menjelaskan dalam membangun asertivitas terdapat
beberapa pendekatan yang dapat ditempuh. Salah satunya adalah formula 3 A,
yang terangkai dari tiga kata Appreciation, Acceptance, Accomodating.
Appreciation berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain,
dan tetap memberikan perhatian sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang
terjadi pada diri mereka. Mereka pun, seperti kita, tetap membutuhkan perhatian
orang lain. Dengan demikian, agar mereka mau memperhatikan, memahami, dan
menghargai kita, maka sebaiknya kita mulai dengan lebih dulu menunjukkan
perhatian, pemahaman, dan penghargaan kepada mereka.
Sedangkan Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti
sangat positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang, yaitu menjadi
pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana keberadaan diri
mereka masing-masing. Selain itu, kita tidak memiliki tuntutan berlebihan
terhadap perubahan sikap atau perilaku orang lain (kecuali yang negatif) agar mau
berhubungan. Tidak memilih-milih orang dalam berhubungan, dengan tidak
membatasi diri hanya pada keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku,
agama, keturunan, dan latar belakang lainnya.
Terakhir adalah accommodating yaitu menunjukkan sikap ramah kepada
semua orang tanpa terkecuali, merupakan perilaku yang sangat positif.
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
semua orang yang kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka,
yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan
kondisi yang kita hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri. Kita dapat
memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita
jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain, apalagi dengan hal-hal yang
bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar kita
mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus
membina saling pengertian dengan banyak orang.
2.2.3. Unsur-unsur Asertif.
Secara garis besar, asertif dapat terbagi menjadi dua unsur : verbal dan
non-verbal (Monica, 1998). Komunikasi verbal terjadi dengan bantuan kata-kata
yang diucapkan ataupun yang ditulis. Komunikasi non verbal terutama terdiri dari
bahasa tubuh. Aspek aspek verbal dan non verbal dari komunikasi sering berjalan
bersama-sama dan saling menunjang. Tapi, kadang-kadang terjadi pertentangan
antara kedua aspek ini : seseorang bermaksud sesuatu, tetapi menggunakan bahasa
non verbal yang tidak sesuai dengan yang dimaksud (Stevens et all, 2000).
Monica (1998) menjelaskan unsur-unsur non verbal sebagai berikut :
a. Kekerasan Suara
Berteriak atau berbisik bukanlah sikap asertif. Nada suara tidak tergantung
pada isi pesan yang dikirim. Nada yang asertif harus keras dan tegas sehingga
terdengar dengan jelas; tetapi tidak boleh terlalu keras sehingga memekakkan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
b. Kelancaran.
Kelancaran mengatakan kata-kata juga tidak bergantung pada isi pesan.
Orang yang menggunakan terlalu banyak penghentian atau kata-kata “pengisi”
seperti “uh”, “er”, “huh”, “anda tahu”, “seperti”, dan sebagainya, cenderung
dilihat sebagai orang yang ragu, sedangkan orang yang bicara terlalu cepat sering
dialami oleh orang lain sebagai orang yang terlalu membebani. Yang asertif
adalah kecepatan bicara sedang dan tidak terputus-putus.
c. Kontak Mata.
Tidaklah mungkin menjadi asertif bila tidak melihat kepada penerima
pesan. Tanpa kontak mata, tidaklah terdapat cara untuk mengukur sebuah respon,
dan penerima pesan dipaksa untuk masuk kepada pemberi pesan supaya
memberikan umpan balik komunikasi. Tentu saja, membelalak atau menatap
tajam adalah hal yang intrusif (mengganggu yang diajak berkomunikasi). Kontak
mata asertif berarti bahwa seseorang mampu memandang wajah penerima secara
(hampir) terus-menerus tetapi tanpa intensitas tertentu yang membuat penerima
merasa ditantang.
d. Ungkapan Wajah.
Nada bicara yang terkekeh-kekeh saat marah atau mengerutkan dahi saat
mengatakan “sayang”, akan “mengkhianati” isi dari kata-kata mereka. Bila marah,
janganlah tersenyum; bila menunjukkan penghargaan, tersenyumlah. Meskipun
ungkapan wajah sulit diukur atau digambarkan, kebanyakan orang telah
tersosialisasi untuk mampu memilih ungkapan wajah yang cocok untuk arti
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
irama, seringkali hal ini merupakan tanda dari rasa tidak nyaman atau kecemasan;
karena keselarasan dan kecemasan merupakan reaksi-reaksi eksklusif yang saling
menguntungkan, maka menjadi selaras dapat membantu mengurangi kecemasan.
e. Ungkapan Tubuh.
Seperti halnya ungkapan wajah, cara seseorang berdiri, duduk, atau
bergerak sebenarnya menyampaikan sekumpulan sikap yang kompleks. Seseorang
yang duduk membungkuk dapat dilihat sebagai marah, tidak berminat, atau
ketakutan. Tangan menyilang dapat memberikan pesan bahwa seseorang
berhati-hati, bersiaga, atau tidak menerima. Tangan di pinggang dapat menunjukkan
perlawanan, perilaku merendahkan, sedangkan postur yang kaku seperti kayu
dapat menunjukkan ketakutan. Orang yang asertif dalam ungkapan tubuhnya akan
tampak santai tetapi tidak membungkuk, berdiri tegak tanpa menjadi kaku, dan
menggunakan tangan serta bahu untuk menekankan pembicaraan mereka tanpa
menjadi terlalu memaksa atau kasar.
f. Jarak.
Seberapa jauh seseorang berdiri dari orang lain ketika berinteraksi akan
berbeda-beda dalam setiap kebudayaan dan setiap orang. Istilah “gelembung”
telah diterapkan untuk batas tidak kasat mata yang digunakan oleh seeorang untuk
melindungi dirinya dari intrusi (gangguan gelembung ludah) orang lain (Sommer,
1996 dalam Monica,1998). Di Eropa Selatan misalnya, orang akan melihat betapa
dekat jarak berdiri orang-orang ketika mereka sedang terlibat dalam pembicaraan.
Sedangkan akan wajar bagi orang Amerika untuk bergerak menjauh agar mereka
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Orang yang asertif, dalam jarak mereka dari orang lain, akan berdiri cukup dekat
sehingga tidak banyak yang dapat lewat di antara mereka (misalnya, tubuh orang
lain), tetapi juga tidak terlalu dekat, sehingga “memecahkan” gelembung atau
semburan ludah mereka.
Pada tahun-tahun terakhir ini banyak buku yang mengulas “bahasa tubuh”,
yang semuanya berkesimpulan bahwa tubuh kita dapat melakukan banyak
komunikasi, baik disadari maupun tidak. “Apapun yang kita lakukan dengan
tubuh kita akan menimbulkan kesan pada orang lain mengenai diri kita. Yang
terpenting, buatlah anda tertarik pada orang lain dengan percakapan itu.
Bagaimanapun, tubuh kita itu jujur. Tubuh kita cenderung mengkomunikasikan
apa yang sebenarnya kita rasakan. Bila anda merasa senang, bahagia dan penuh
perhatian, secara otomatis, tubuh anda pun akan menyampaikan perasan tersebut
(Calhoun &Acocella, 1995).
Selain itu, Monica (1998) menjelaskan unsur-unsur verbal sikap asertif,
yaitu :
a. Mengatakan tidak.
Pernyataan asertif dapat berupa inisiasi atau reaksi. Terdapat cara-cara
untuk mengatakan “tidak” secara asertif sebagai respon terhadap permintaan
orang lain atau kebutuhan orang lain. Banyak orang merasa disudutkan ketika
diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan. Keluhan yang
sering muncul adalah “Saya tidak bisa berkata tidak”. Ada beberapa alasan dari
orang tidak dapat atau tidak mau mengatakan tidak; beberapa merasa takut akan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
orang lain; beberapa takut akan penolakan; dan beberapa merasa bahwa
mengatakan tidak akan merusak konsep diri mereka sebagai “yang baik”.
b. Menunjukkan sikap.
Unsur dari asertif ini bisa merupakan inisiasi atau respon terhadap suatu
situasi. Unsur kunci pada area ini adalah kejelasan dari posisi seseorang,
penghargaan diri dengan mana posisi tersebut dinyatakan, dan pemahaman
tentang posisi orang lain, misalnya: “ Saya tahu bahwa anda yakin Nona Lloyd
sedang dalam pemulihan; tetapi saya tidak yakin bahwa ia telah siap untuk
dipulangkan, dan saya tidak mendukung kepulangannya”.
c. Meminta Pertolongan.
Banyak orang percaya bahwa mereka tidak mempunyai hak untuk
meminta pertolongan. Hal ini tidak benar. Orang mempunyai hak untuk
mendapatkan segala yang dimintanya, tetapi perlu ada ijin untuk memintanya.
Bila seseorang merasa sulit untuk meminta pertolongan, hal ini kadang-kadang
berarti ia takut ditolak dan bukan sekedar suasananya yang sulit. Sebagai contoh
pada perasaan berikut : “Bila ia mengatakan tidak untuk hal ini, berarti ia tidak
mencintai saya,” atau mungkin dalam hal lain berarti bahwa seseorang akan
merasa bersalah, dan yang dimintai pertolongan tadi wajib untuk meminta
kembali sesuatu dari yang ditolongnya meskipun di luar kemampuan kita: “Bila ia
meminjamkan mobilnya, saya akan harus melakukan apapun yang diinginkannya
kapanpun dia menginginkannya.” Ketika meminta pertolongan, bersikap asertif
berarti menyatakan masalah dengan jelas dan membuat permintaan yang khusus.
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
penilaian; permintaan harus berakhir dengan persetujuan atau dengan pemahaman
mengapa tidak dapat atau tidak boleh disetujui. Jangan mengakhiri permintaan
sebelum titik ini tercapai.
d. Mengajukan Hak.
Dalam masyarakat kita, tidak ada manusia yang mempunyai hak untuk
mengambil keuntungan orang lain; tiap manusia memilki hak untuk berbicara.
Perbedaan dalam kekuasaan antara dua individu tidak merubah hak-hak dasar ini,
meskipun kadang-kadang pihak yang kurang berkuasa harus mengingatkan hal ini
kepada pihak yang lebih berkuasa. Unsur kunci dari pengajuan hak ini hampir
sama dengan dengan unsur kunci dari permintaan pertolongan; menyatakan
masalah, membuat permintaan khusus untuk perbaikan atau perubahan, dan
bertahan sampai seseorang telah mengkomunikasikan sebuah hal dengan efektif.
Sebagai contoh: “Saya mengerti bahwa kadang-kadang anda memerlukan saya
untuk bekerja pada jam yang lebih siang daripada biasanya. Saya tidak suka bila
anda hanya sekedar mengharapkan hal ini dan tidak membicarakannya dengan
saya. Bila anda memberi tahu lebih dulu, saya yakin bahwa pada umumnya saya
akan bisa memenuhi permintaan anda.”
e. Ungkapan Perasaan.
Meskipun perasaan sering muncul dan tampak dari perilaku non verbal,
orang mungkin tidak mengetahui perasaan orang lain kecuali jika perasaan itu
diungkapkan melalui kata-kata. Seorang rekan kerja tidak menyadari bahwa ia
telah membuat marah temannya, dan si teman mungkin tidak melihat bahwa
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Sebagian sikap dari menjadi asertif adalah mengungkapkan emosi, seperti marah
dan kasih sayang. “Saya menghargai perkataan anda” merupakan cara yang lebih
asertif untuk menanggapi ungkapan terima kasih daripada berkata “ah, itu tidak
ada artinya” atau “itu sudah menjadi pekerjaan saya”, yang akan mengecilkan arti
si pengirim maupun penerima pesan terma kasih tersebut (Monica, 1998).
Menurut Liaw (2007) orang dengan tipe asertif lebih mengedepankan
kesamaan yang dimiliki oleh semua orang. Mereka lebih menerapkan sifat
inklusif dan akomodatif daripada eksklusif.
2.2.4 Prinsip-prinsip Asertif
Berko dan rekan-rekannya (1985) mengidentifikasi bahwa asertif
mengandung prinsip-prinsip seperti berikut :
a. Asertif bukanlah cara untuk mengubah perilaku orang lain, melainkan hanya
cara mengubah reaksi diri sendiri atas perilaku orang lain.
b. Asertif adalah menjelaskan apa yang kita inginkan karena orang lain bukanlah
orang yang harus bertanggungjawab untuk membaca pikiran kita.
c. Asertif adalah hal yang menegaskan bahwa kebiasaan bukanlah alasan untuk
melakukan sesuatu.
d. Asertif bukanlah cara untuk membahagiakan orang lain, tetapi juga bukan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
e. Penolakan adalah hal yang wajar terjadi dalam suatu hubungan. Jadi, terimalah
hal tersebut.
f. Asertif bukanlah cara untuk membiarkan diri menjadi korban.
g. Asertif adalah cara yang menunjukkan bahwa kekhawatiran tidak akan
mengubah suatu keadaan.
h. Asertif adalah berusaha melakukan hal yang terbaik yang dapat dilakukan, dan
bukan cara untuk membuat orang lain harus menyukai kita.
i. Asertif bukanlah kekerasan.
j. Asertif memiliki konsekuensi atas apa yang telah diungkapkan. Jadi, asertif
berarti siap menerima konsekuensi dari apa yang telah diucapkan (Tubbs &
Moss, 2005).
2.3. Konsep Hubungan Interpersonal
2.3.1. Teori-Teori Hubungan Interpersonal.
Dengan mengikuti ikhtisar dari Coleman dan Hammen, maka ada empat
buah model dari teori hubungan interpersonal.
a. Model Pertukaran Sosial.
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
utama dari model ini, meyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut:
“Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan
biaya”. Ganjaran yang dimaksud di sini adalah setiap akibat yang dinilai positif
yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan, misalnya uang, penerimaan sosial,
atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan biaya adalah akibat
yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan, misalnya waktu, usaha,
konflik, kecemasan, keruntuhan harga diri, dan kondisi-kondisi lain yang dapat
menghabiskan sumber kekayaan individu atau efek-efek yang tidak
menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu
dan orang yang terlibat di dalamnya (Rakhmat, 2005).
b. Model Peranan.
Model peranan melihat hubungan interpersonal sebagai panggung
sandiwara. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu
bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan (role expectation), dan tuntutan
peranan (role demands), memiliki keterampilan (role skills), dan terhindar dari
konflik peranan dan kerancuan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang
berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok, contohnya guru diharapkan
berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi contoh yang baik bagi
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan
kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sebagai sanksi sosial dan dikenakan
bila individu menyimpang dari peranannya.
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu;
kadang-kadang disebut juga kompetensi sosial (social competense). Keterampilan
kognitif menunjukkan kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang
diharapkan orang lain dari dirinya. Keterampilan tindakan menunjukkan
kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan-harapan ini.
Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan
berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif, misalnya seorang bapak yang
berperan juga sebagai polisi untuk menangani perkara anaknya atau bila individu
merasa bahwa ekspektasi peranan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya
dan konsep diri yag dimilikinya. Agak dekat dengan konflik peranan adalah
kerancuan peranan, ini terjadi jika individu berhadapan dengan situasi ketika
ekspetasi peranan tidak jelas baginya (Rakhmat, 2005).
c. Model Permainan.
Model ini berasal dari psikater Berne (1964,1972) yang menceritakannya
dalam buku Games People Play. Analisisnya dikenal sebagai analisa
transaksional. Dalam hubungan interpersonal kita menampilkan salah satu aspek
kepribadian kita (orang tua, orang dewasa, anak), dan orang lain membalasnya
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
dan ingin meminta perhatian istri pada penderitaan saya (ini kepribadian anak).
Istri saya menyadari rasa sakit saya, dan ia mau merawat saya seperti seorang ibu
(ini kepribadian orang tua). Hubungan interpersonal saya akan berlangsung baik.
Transaksi yang terjadi bersifat komplementer. Bila istri saya tidak begitu
menghiraukan penyakit saya dan memberi saran, ”Pergilah ke dokter. Aku sudah
bilang engkau kecapaian,” yang terjadi adalah transaksi silang (anak dibalas
dengan orang dewasa) (Rakhmat, 2005).
d. Model Interaksional.
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem.
Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya.
Untuk menganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu yang
terlibat, sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat lingkungan. Setiap hubungan
interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi
dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model
interaksional mencoba menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan
(Rakhmat, 2005).
2.3.2. Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam Komunikasi Interpersonal
Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa, untuk menumbuhkan dan
meningkatkan hubungan interpersonal, kita perlu meningkatkan kualitas
komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
2.3.2.1 Percaya / trust.
Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan
dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Percaya
pada orang lain akan tumbuh bila ada faktor-faktor sebagai berikut:
a. Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut
memiliki kemampuan, ketrampilan, pengalaman dalam bidang
tertentu. Orang itu memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan,
jujur dan konsisten.
b. Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai
kekuasaan terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk.
c. Kualitas komunikasi dan sifatnya menggambarkan adanya
keterbukaan. Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah
dinyatakan, maka sikap percaya akan tumbuh.
2.3.2.2 Prilaku suportif, akan meningkatkan komunikasi. Beberapa ciri prilaku suportif yaitu:
a. Deskripsi: penyampaian pesan, perasaan dan persepsi tanpa
menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangannya.
b. Orientasi masalah: mengkomunikasikan keinginan untuk kerja
sama, mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
c. Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif
yang terpendam.
d. Empati: menganggap orang lain sebagai person.
e. Persamaan: tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak
melihat perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa
hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan keyakinan.
f. Profesionalisme: kesediaan untuk meninjau kembali pendapat
sendiri.
2.3.2.3 Sikap terbuka, kemampuan menilai secara objektif, kemampuan membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi ke isi,
pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan mengubah
keyakinannya, profesional dan lain sebagainya.
Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan
interpersonal yang efektif dan kerja sama bisa ditingkatkan, kita perlu bersikap
terbuka dan menggantikan sikap dogmatis. Kita perlu juga memiliki sikap
percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang mendorong timbulnya sikap saling
memahami, menghargai dan saling mengembangkan kualitas. Hubungan
interpersonal perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan
dan kerjasama antara berbagai pihak, tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
2.3.3. Komunikasi antara Perawat-Pasien dan Diantara Tenaga Kesehatan. 2.3.3.1 Komunikasi antara Perawat dan Pasien
Interpretasi dan perasaan pasien dihargai sebagai faktor-faktor yang
mungkin berperngaruh pada masalah-masalah yang muncul dan juga pada
penyelesaian masalahnya. Model keperawatan seperti dalam model adaptasi Roy
(1984), model keperawatan perawatan diri Orem (1985) dan model sistemnya
Neuman (1982) meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara perawat dan
pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. Proses keperawatan lebih lanjut
menekankan pada pentingnya komunikasi. Pengkajian dan evaluasi bersandar
pada komunikasi yang menyoalkan pengalaman dan kebutuhan pasien.
Perencanaan bersama tergantung pada komunikasi yang rinci untuk mencapai
pemahaman bersama dan komitmen antara perawat dengan pasien. Walaupun
beberapa prosedur secara langsung dilakukan pada pasien, namun sebagian besar
membutuhkan partisipasi pasien atau setidak-tidaknya kerjasama pasien
(Abraham, dkk, 1997).
2.3.3.2 Komunikasi diantara Tenaga Kesehatan.
Komunikasi di antara tenaga kesehatan juga merupakan hal yang penting
bagi pelayanan kesehatan yang tepat guna. Peningkatan jumlah dan spesialisasi
tenaga kesehatan membuat koordinasi menjadi hal yang penting dan mempertegas
pentingnya komunikasi terbuka antara dokter, perawat, psikolog, fisioterapis, dll.
Para pasien di rumah sakit dan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan menghadapi suatu hubungan dengan berbagai profesi kesehatan dengan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
demikian, penting bagi koordinasi pelayanan kesehatan. Misalnya di rumah sakit,
suatu tujuan keperawatan mungkin untuk mendidik pasien dengan perawatan
stoma. Namun, bila dokter tidak tanggap dengan hal ini, bisa-bisa pasien
dipulangkan sebelum tujuan tercapai. Kegagalan mengkoordinasi dapat
menyebabkan stress pribadi yang sebetulnya tidak perlu terjadi pada diri pasien
akibat tuntutan berbagai profesi pada saat yang sama. Pelayanan yang seharusnya
ada tetapi sengaja dihilangkan ataupun dirangkap akan menyebabkan gangguan
pada kesinambungan perawatan. Komunikasi antara para tenaga kesehatan
‘tentang komunikasi mereka dengan pasien’ juga merupakan hal yang penting.
Misalnya, mereka penting untuk menyadari keinginan dan kebutuhan pasien
selama masa perawatan. Sebagai contoh, bila dokter membicarakan adanya
penyakit terminal ataupun cacat tetap, para perawat dituntut agar dapat
memberikan dukungan atau bimbingan yang tepat kepada pasien. Permasalahan
komunikasi dan koordinasi akan meningkat dengan cepat bila tim multidisiplin
saling bersaing (Abraham, dkk, 1997).
2.3.4 Hubungan Interpersonal Perawat berdasarkan Kode Etik Keperawatan.
Kode etik keperawatan mengatur hubungan yang dibina oleh perawat
dengan orang-orang yang terlibat dalam lingkup profesinya. Sesuai dengan Munas
VI PPNI tahun 2000, dihasilkan kode etik keperawatan yang mengatur hubungan
antara perawat dan klien, perawat dan praktek, perawat dan masyarakat, perawat
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
Berikut adalah butir-butir kode etik keperawatan yang mengatur hubungan
interpersonal perawat dan klien :
a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, jenis kelamin, aliran politik, dan agama
yang dianut serta kedudukan sosial.
b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat-istiadat, dan
kelangsungan hidup beragama dari klien.
c. Tanggungjawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan
asuhan keperawatan.
d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang
berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (PPNI, 2000).
Selain mengatur hubungan antara perawat dan klien, kode etik juga
mengatur hubungan antara perawat dan teman sejawat seperti berikut :
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat
maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian
suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh.
b. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1Kerangka Konseptual.
Kerangka penelitian ini menjelaskan dugaan bahwa ada hubungan di
antara dua variabel, yaitu variabel pertama adalah variabel bebas/penyebab,
pengetahuan perawat tentang perilaku asertif, dan variabel kedua adalah variabel
tergantung/akibat yaitu perilaku asertif perawat dalam membina hubungan
interpersonal. Selain memiliki dua variabel utama, yaitu variabel bebas dan
variabel tergantung yang akan diteliti, penelitian ini memiliki satu variabel lain
yang dapat mendukung perilaku asertif perawat yaitu faktor-faktor komunikasi
interpersonal dalam membina hubungan interpersonal, dan tidak diteliti, jika
faktor-faktor yang tidak diteliti ini baik maka akan semakin mendukung perilaku
asertif.
Skema 2. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Perilaku Asertif dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD dr. Djoelham Binjai.
Keterangan : = variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti. Pengetahuan Perawat
tentang Perilaku Asertif yang meliputi :
• unsur-unsur asertif
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
3.2Definisi Operasional.
Tabel 1 : Definisi Operasional Variabel Penelitian. Variabel Definisi
Hipotesa yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah ada hubungan
antara pengetahuan tentang perilaku asertif dengan perilaku asertif perawat dalam
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi, yang bertujuan
untuk mendeskripsikan pengetahuan perawat tentang perilaku asertif,
mendeskripsikan perilaku asertif perawat dalam membina hubungan interpersonal
serta menganalisis apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
asertif perawat dalam membina hubungan interpersonal di ruang rawat inap
Mawar & Nusa Indah RSUD dr. Djoelham Binjai.
4.2Populasi dan Sampel.
Populasi penelitian adalah seluruh perawat ruang rawat inap Mawar dan
Nusa Indah yang berjumlah 41 orang di RSUD dr. Djoelham Binjai. Sampel
dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi atau total sampling, sesuai
dengan Arikunto (2006), apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Adapun kriteria
sampel dalam penelitian ini adalah staf perawat ruang rawat inap Mawar dan
ruang rawat inap Nusa Indah yang bersedia berpartisipasi menjadi responden.
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 - 30 Mei 2009, di RSUD dr.
Djoelham Binjai. Alasan peneliti memilih RSUD dr. Djoelham Binjai sebagai
tempat penelitian, karena rumah sakit ini adalah rumah sakit umum daerah kelas
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
pasien (selalu terjadi interaksi interpersonal). Meskipun bukan rumah sakit
pendidikan, rumah sakit ini menjadi rujukan instansi dan institusi-institusi
pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan profesi (mahasiswa yang belajar
praktik), sehingga memiliki fungsi yang mirip dengan rumah sakit pendidikan.
4.4 Pertimbangan Etik.
Perawat yang bersedia menjadi responden menandatangani lembar
persetujuan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta dampak yang mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk tertulis di lembar
persetujuan. Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka peneliti tidak akan
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, melainkan cukup
dengan memberikan nomor kode responden pada masing-masing lembar
pengumpulan data tersebut. Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh
peneliti.
4.5. Instrumen Penelitian.
4.5.1. Kuisioner Data Demografi
Kuisioner data demografi untuk melengkapi data demografi perawat
meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja serta pernah mengikut i
seminar komunikasi atau tidak. Kuisioner ini dapat dilihat pada lampiran 2.
4.5.2. Kuisioner Pengetahuan Perawat tentang Perilaku Asertif.
Kuisioner pengetahuan perawat tentang asertif dibuat dengan berpedoman
pada tinjauan pustaka, meliputi unsur-unsur asertif nomor 1-12 dan hal-hal yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip asertif nomor 13-23. Kuisioner ini terdiri dari 23
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
yaitu skala tegas hanya memiliki 2 pilihan jawaban, dalam hal ini jawaban
dikonfirmasikan menjadi pilihan benar dan salah. Kusioner ini terbagi atas
pertanyaan bentuk positif pada nomor 5,8,9,11,12,17,18,20 dan 23. Bentuk
pernyataan positif ini memiliki skor 1 jika jawaban benar dan jika jawaban salah,
diber skor 0. Selain itu, terdiri dari pertanyaan bentuk negatif pada nomor
1,2,3,4,6,7,10,13,14,15,16,19,21 dan 22. Jawaban salah maka skornya adalah 1
dan sebaliknya, jawaban benar memiliki skor 0. Jadi, rentang skor berkisar antara
0-23. Jawaban akan dikatagorikan menjadi pengetahuan baik dengan skor antara
(17-23), pengetahuan cukup, skor antara (9-15) dan pengetahuan rendah, skor
antara (0-8). Kuisioner ini dapat dilihat pada lampiran 2.
4.5.3 Kuisioner Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal.
Kuisioner ini berisi 18 item pertanyaan berupa situasi-situasi yang
mengandung unsur-unsur asertif menurut Monica (1998) seperti pada tinjauan
pustaka, untuk mengidentifkasi perilaku asertif perawat. Kuisioner ini dibuat
dengan menggunakan skala sperti skala ukur likert, memiliki 4 pilihan jawaban
yaitu Sangat Sesuai dengan Anda (SS), Sesuai dengan Anda (S), Tidak Sesuai
dengan Anda (TS), dan Sangat Tidak Sesuai dengan Anda (STS). Peneliti
mempertimbangkan penggunaan seperti skala likert karena mengukur perilaku
seseorang, yang biasanya memiliki rentang perilaku. Kuisioner ini memiliki
bentuk pertanyaan positif pada nomor 1,3,4,6,7,8,9,10,11,14,16 dan 17. Bentuk
pertanyaan positif ini akan diberi skor 4 jika jawaban (SS), skor 3 jika jawaban
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
kuisioner ini juga memiliki bentuk pertanyaan negatif yang tersebar pada nomor
2,5,12,13,15, serta 18. Pada bentuk pertanyaan negatif skor tertinggi 4 diberi jika
jawaban (STS), dan skor terendah 1, diberi jika jawaban (SS). Jadi, total skor
tertinggi 72 dan total skor terendah 18. Skor tersebut akan dibagi dalam tiga
katagori yaitu baik (55 - 72), sedang (37 – 54), kurang (18- 36). Kuisioner ini
dapat dilihat pada lampiran 2.
4.5.4 Uji Instrumen. a. Uji Validitas
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner yang dibuat dengan
mengarah pada validitas logik yaitu validitas yang bertitik tolak dari konstruksi
teoretik tentang faktor-faktor yang diukur oleh suatu alat pengukur.
Definisi-definisi yang digunakan oleh peneliti dalam membuat alat ukur dilahirkan dari
konstruksi teoretik. Validitas logik kadang-kadang disebut juga sebagai validity by
definition (Hadi, 2004). Selain itu, juga dilakukan validitas isi kepada yang ahli
dalam penyusunan kuisioner ini, dapat dilihat pada lampiran 3.
b. Uji Reliabilitas
Peneliti tidak membelah dua kuisioner. Reliabilitas instrumen diukur
melalui metode pengujian satu kali seperangkat instrumen yang diberikan kepada
sekelompok subjek satu kali juga (Azwar, 1997). Dalam hal ini kepada 15 orang
perawat ruang rawat inap selain perawat ruang rawat inap Mawar dan Nusa Indah,
lalu diestimasi reliabilitas instrumennya. Pada bagian pertanyaan tentang
pengetahuan dilakukan perhitungan manual menggunakan rumus KR-20. Peneliti
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
dan berjumlah ganjil. Hasil perhitungan manual didapat nilai r sebesar 0,65. Nilai
r ini masih lebih besar dari nilai r table yaitu r = 0,514 pada interval kepercayaan
95% dengan N = 15. Sehingga dapat dikatakan reliabel. Hasil perhitungan manual
ini disajikan pada lembar lampiran 4.
Dengan menggunakan SPSS versi 15,0 didapat nilai reliabilitas 0.842
dengan model Cronbach Alpha untuk bagian pertanyaan perilaku asertif.
Sebanyak 15 item dihapus dari 33 item yang telah dirancang karena tidak reliabel.
Item yang dihapus tersebut adalah nomor 1,4,6,7,10,12,13,15,17,18,20,24,28,31
dan 33. Pertimbangan item pertanyaan-pertanyaan yang tidak reliabel dihapus,
karena masih terwakili oleh pertanyaan-pertanyaan lain yang reliabel. Uji
reliabilitas perilaku ini dapat dilihat pada lampiran 5.
4.6 Pengumpulan Data.
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari ketua
Program Studi Ilmu Keperawatan FK USU. Sesuai kebijakan rumah sakit yang
menjadi lokasi penelitian, maka peneliti harus meminta izin pada Komite
Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Kesehatan RSUD. dr.
Djoelham Binjai. Setelah memperoleh izin tersebut, peneliti mendapatkan surat
dari bagian kesekretariatan, untuk ditujukan kepada kepala rungan di ruangan
yang boleh dilakukan penelitian. Berdasarkan kebijakan rumah sakit, peneliti
hanya mendapat izin untuk mengambil penelitian di dua ruangan. Peneliti
akhirnya memutuskan untuk mengambil subjek penelitian di ruang rawat inap
Mawar dan Nusa Indah dengan pertimbangan memiliki distribusi perawat yang
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar & Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
tadi kepada kepala ruangan, sekaligus memperkenalkan diri, maksud dan tujuan
kepada kepala ruangan. Dengan bantuan kepala ruangan, peneliti mendapat
kemudahan mengenal dan memperkenalkan diri pada staf-staf perawat ruang
rawat tersebut. Pada waktu yang memungkinkan, yang tidak mengganggu
pekerjaan perawat, peneliti membagikan kuisioner. Peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta manfaat ataupun dampak yang
mungkin diperoleh dari penelitian pada perawat ruang rawat inap secara tertulis di
lembar persetujuan pada halaman pertama sebelum halaman kuisioner. Peneliti
memberi alokasi waktu 15 menit untuk mengisi kuisioner tersebut, dan
memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya selain pertanyaan
mengenai pengertian asertif. Jika responden belum selesai dalam 15 menit, maka
peneliti menunggu sampai responden selesai mengisi. Setelah responden mengisi,
maka seluruh data yang sudah dikumpulkan akan dianalisa. Surat-surat yang
berhubungan dengan pengambilan data ini dapat dilihat pada lampiran.
4.7Analisa Data.
Setelah seluruh data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui
pengolahan data, dengan tahap kegiatan sebagai berikut :
1. Editing, pada tahap kegiatan ini, peneliti memeriksa data yang diperoleh untuk
dilakukan pembetulan data yang keliru/salah dan melengkapi data yang kurang.
2. Tabulating, memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam tabel-tabel yang
telah dipersiapkan.
3. Processing, memasukkan data dari kuisioner ke dalam program komputer