PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN
NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL
DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA
9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI
T E S I S
BUDI ANDRI FERDIAN
047103001/IKA
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN
NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL
DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA
9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI
T E S I S
BUDI ANDRI FERDIAN
047103001/IKA
Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
Gelar Dokter Spesialis Anak
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH)
PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI
Telah disetujui dan disyahkan
Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis , SpA(K) Pembimbing I
Dr. Wisman Dalimunthe, SpA Pembimbing II
Medan, 8 Juni 2008 Ketua Program Studi
Dengan ini diterangkan :
Dr. BUDI ANDRI FERDIAN
Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini
dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Selasa, 5 Juni 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Tim Penguji
Penguji I
--- ... Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis, SpA(K)
Penguji II
--- ... Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K)
Penguji III
--- ... Dr. Sri Sofyani, SpA(K)
Medan, 5 Juni 2008
PERNYATAAN
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN
NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL
DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR
USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA
ANEMIA DEFISIENSI BESI
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya jualah penulis telah dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari penelitian serta penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan di masa mendatang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada :
1. Pembimbing Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, Sp.A(K), Dr. Wisman Dalimunthe, SpA, yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM), SpA(K), yang memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada saya sejak awal penelitian saya lakukan hingga tesis ini diselesaikan.
3. Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai ketua dan sekretaris PPDS-I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, beserta anggota yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah memberi sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan, yang telah memberi sarana bekerja selama pendidikan ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini
Kepada orang tua yang sangat saya cintai Ir. H. Fachri Djas dan Ir. Hj. Zulnayati, saudara-saudara, & teman-teman saya, yang selalu mendoakan, memberi dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pemurah.
Akhirnya penulis mengharapkan, semoga penelitian dan penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Medan, Juni 2008
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Normal Besi 6
Ringkasan 46
DAFTAR PUSTAKA .……… 50
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Subyek Penelitian ……….……. 55 2. Lembar penjelasan kepada Subyek Penelitian 56
3. Etika Penelitian 57
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1. Data karakteristik dasar sampel 33 Tabel 4.2. Perbandingan nilai hematologis di awal penelitian 34 dan hari ke-90
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi 5 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 24
Gambar 3.1. Alur Penelitian 28
Gambar 4.1. Profil Penelitian 32
Gambar 4.2 Perbandingan rerata nilai hemoglobin antara kelompok 36 terapi besi dengan plasebo setiap pengambilan darah
Gambar 4.3. Perbandingan rerata indeks RDW antara 36 kelompok terapi besi dengan plasebo setiap
periode pengambilan darah
Gambar 4.4. Perbandingan rerata indeks Mentzer antara kelompok 37 terapi besi dengan plasebo setiap periode
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Hb : Hemoglobin Ht : Hematokrit
MCV : Mean Corpuscular Volume
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
WHO : World Health Organization dkk : dan kawan-kawan
RDW : Red Blood Cell Distribution Width TIBC : Total Iron-Binding Capacity mg : miligram
kg : kilogram
g : gram
BB : Berat badan
ABSTRAK
Latar belakang. Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan salah satu masalah nutrisi yang umum dijumpai terutama pada anak-anak sekolah dasar di Indonesia. Banyak pemeriksaan yang harus dibutuhkan dan baku emas pemeriksaannya yang invasif, menyebabkan perlunya pemeriksaan yang murah dan sederhana untuk menangani masalah ini.
Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi.
Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka dilakukan pada anak usia sekolah dasar di daerah Aek Nabara Utara, pada November 2006 sampai November 2007. ADB ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Anemia berat tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Sampel penelitian diacak untuk mendapat terapi besi dan plasebo.
Hasil. Dari 300 anak yang diikutsertakan dalam penelitian ini, terdapat 104 anak yang menyelesaikan penelitian ini. Rerata indeks RDW antara kelompok yang mendapat besi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo selama tiga bulan pemantauan adalah 239,96(39,25) vs 235,17(31,77) (p=0,72). Rerata indeks Mentzer antara kelompok yang mendapat besi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo selama tiga bulan pemantauan adalah 16,08(1,98) vs 16,20(2,27) (p=0,72).
ABSTRACT
Background. Iron Deficiency Anemia (IDA) remained as common nutrition problem especially within Indonesia primary school ages children. Many examination must undergo and the invasive gold standard procedure, made an urge to find easy, yet simple examination for this problem.
Objective. To determine whether the impact of iron preparation therapy may alterate changes in Mentzer & RDW indexes of IDA children.
Methods. A randomized open clinical trial study conducted in primary school-age children at North Aek Nabara, during November 2006 - November 2007. The IDA was determine based on WHO criteria. Severe anemia was excluded. Children were randomly assigned to receive iron and placebo group.
Results. About 300 children was recruited in this study, and at the of study about 104 children completed it. RDW index mean between iron and placebo group after three months observation were 239,96(39,25) vs 235,17(31,77) (p=0,72). Mentzer index mean between both group after three months observation were 16,08(1,98) vs 16,20(2,27) respectively (p=0,72).
Conclusion. There were no significant differences in both RDW and Mentzer indexes between oral iron therapy compared to placebo group.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia nutrisional menurut WHO (1968) didefinisikan sebagai suatu keadaaan
dimana kandungan hemoglobin lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari
berkurangnya satu atau lebih nutrien penting tanpa memandang penyebab
defisiensi. Salah satu bentuk anemia nutrisional yang banyak ditemukan adalah
anemia defisiensi besi. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering
ditemukan, terutama di negara yang sedang berkembang. Menurut WHO pada
pertemuan INACG 2000 (International Nutritional Anemia Consultative Group),
80% penduduk dunia menderita defisiensi besi, 30% penduduk dunia menderita
anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. ADB lebih
sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan
infestasi parasit yang merupakan masalah endemik.1,2
Zat besi dibutuhkan untuk berbagai macam proses di dalam tubuh seperti :
oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme. Kekurangan besi
mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,
menurunkan daya tahan tubuh dan menurunkan konsentrasi belajar.3,4
Berdasarkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992,
prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Penelitian yang
dilakukan IDAI, pada 1000 anak sekolah di 11 propinsi ditemukan prevalensi
anemia sebanyak 20-25 %. Jumlah anak yang mengalami defisiensi besi tanpa
anemia jauh lebih banyak.3
Diagnosa banding anemia pada anak sangat luas, tetapi akan dapat lebih
dipersempit jika pada anemia ditemukan mikrositer. ADB dan talasemia minor
adalah penyebab anemia mikrositer tersering. Tidak ada pemeriksaan tunggal
untuk pemeriksaan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia. Baku emas
pemeriksaan defisiensi besi adalah tes langsung biopsi sumsum tulang dengan
pengecatan Prussian blue. Tapi tes ini terlalu invasif untuk dikerjakan rutin,
sehingga dipilih tes indirek (pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan biokimia
darah). Pemeriksaan darah lebih mudah tersedia dan murah dibandingkan
pemeriksaan biokimia. Sementara itu pemeriksaan biokimia berguna untuk
untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi untuk
melihat respons hemoglobin. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif, dan
ekonomis terutama pada anak beresiko tinggi menderita ADB, dengan kriteria jika
dengan pemberian preparat besi 6 mg/kg BB/hari selama 3-4 minggu terjadi
peningkatan kadar hemoglobin 1-2 mg/dL, maka dapat dipastikan bahwa yang
bersangkutan menderita ADB.3,5,6
Pada daerah Mediterrannia, Asia dan Afrika, ADB dapat dibedakan dengan
talasemia minor dengan menggunakan indeks Mentzer (MCV/RBC). Bila nilai
indeks Mentzer >13 diintepretasikan sebagai ADB, dan <13 adalah talasemia
minor dengan spesifisitas 82%. Juga bisa berdasarkan indeks RDW (Red Cell
Distribution Width) MCV/RBC x RDW. Jika hasilnya >220 diintepretasikan sebagai
ADB dan bila <220 merupakan talasemia minor dengan spesifisitas 92%.2,6
Penelitian sebelumnya di Indonesia, baru meneliti indeks eritrosit dan
RDW untuk menegakkan diagnosis ADB. Menurut Asih R dkk (2004), penilaian
menggunakan indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) memiliki sensitifitas yang
rendah (13,3%) dan spesifisitas yang tinggi (93,2%) untuk menunjang diagnosis
diagnosa ADB dari pemeriksaan RDW mempunyai sensitifitas sebesar 86,7%
dengan nilai spesifisitas 93,3%.8
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan
penelitian apakah ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer
dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi
besi?
1.3. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap nilai indeks Mentzer dan indeks
RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan
1.5. Manfaat penelitian
Jika memang ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap perubahan nilai indeks
Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia, maka
kedua nilai ini dapat dipakai sebagai alat uji tapis awal diagnosa anemia defisiensi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Normal Besi
Besi merupakan komponen penting dalam sintesis hemoglobin, mioglobin dan
beberapa enzim heme dan metaloflavoprotein. Jalur transpor utama besi
dijelaskan dalam gambar 2.1.
Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi.9
Besi merupakan salah satu mineral yang sangat banyak diperlukan dalam proses
metabolisme. Setiap harinya dibutuhkan 1 – 4 mg besi dari makanan untuk
mepertahankan keseimbangan besi di dalam tubuh. Organ tubuh yang paling
berperan dalam merespons saat terjadi keseimbangan negatif kandungan besi
tubuh adalah usus halus pada segmen duodenum dan yeyunum. Pada saat yang
sama, usus juga dapat menghentikan transpor besi saat simpanan besi melebihi
kebutuhan metabolisme.6,9
2.1.2. Transpor besi
Setelah diserap usus, besi akan berikatan dengan transferrin yaitu suatu protein
pembawa besi menuju jaringan yang membutuhkan. Sedikitnya dibutuhkan 3 mg
besi dalam sirkulasi darah yang berikatan dengan transferrin. Kegiatan ini berulang
10 kali perhari dan dibutuhkan lebih kurang sebanyak 25-30 mg besi per hari untuk
dibawa ke sumsum eritroid melalui reseptor eritroid yang matang yang disebut
transferrin receptor (Tfr). Bentuk agregat besi-Tfr akan melepas besi dalam
vakuola intrasitoplasma dalam sel eritroid. Setelah besi dilepas di dalam
dibawa ke dalam mitokondria untuk keperluan sintesis heme atau disimpan
sebagai ferritin.3,9
Hasil akhir dari jalur transpor ini menggunakan 80-90% cadangan besi
dalam hemoglobin dari eritrosit baru yang beredar di sirkulasi darah dalam jangka
waktu hidup 100-120 hari. Setelah ini, 10-20% prekursor eritrosit ini akan
dihancurkan sel-sel retikuloendotelial untuk digunakan kembali. Selain itu, sekitar 1
% eritrosit yang bersikulasi akan juga akan dihancurkan setiap hari setelah
mencapai jangka akhir waktu hidup eritrosit. Kedua proses ini mengembalikan
25-30 mg besi setiap hari oleh sel retikuloendotelial sumsum dan limpa. Melalui
proses ini, besi dibawa kembali oleh transferin menuju sumsum eritroid untuk
membentuk sel eritrosit baru. Dibutuhkan 1 mg besi oleh tubuh kita untuk
mengganti kehilangan besi dari proses deskuamasi sel epitel kulit, saluran cerna
dan saluran kemih.9
Pada tahap akhir biosintesis heme, besi akan berikatan dengan
protoporfirin. Jika terjadi defisiensi besi, salah satu rantai protoporfirin yaitu
protoporfirin-IX tidak dapat berikatan dengan besi untuk membentuk heme pada
seng untuk membentuk molekul yang lebih stabil ikatannya yaitu free erythrocyte
zinc protoporphyrin (ZPP) selama siklus hidup eritrosit.9,11-14
2.2 Defisiensi besi
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan anemia defisiensi
besi. Kriteria diagnosis anemia menurut WHO:15
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
Nilai normal Hb :
Bayi (usia 1-3 hari) : 14,5 – 22,5 g/dl
Bayi (usia 2 bulan) : 9,0 – 14,0 g/dl
Anak (6-12 tahun) : 11,5 – 15,5 g/dl
Anak (12 -18 tahun)
Laki – laki : 13,0 – 16,0 g/dl
Perempuan : 12,0 – 16,0 g/dl
Dewasa
Laki – laki : 13,5 – 17,5 g/dl
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (MCHC) < 31% (N:32-35%)
3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N: 80-180 ug/dl)
4. Saturasi transferrin < 15% (N: 20-50%)
5. Serum ferritin < 10-12 ug/l
6. Eritrosit protoporfirin (EP) > 2,5 ng/g hemoglobin.
Defisiensi besi tanpa anemia akan membuat sintesis hemoglobin terganggu,
tetapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria anemia berdasarkan
pemeriksaan laboratorium. Pada saat anemia terjadi, ditemukan nilai serum ferritin
<10ng/ml, EP >2,5 g/g hemoglobin, MCV <72 fl, atau respons terhadap terapi
besi oral sedikitnya akan meningkatkan kadar hemoglobin 1 g/dl satu bulan setelah
pemberian besi oral berupa fero sulfat 6 mg/kg BB satu kali perhari sebelum
sarapan pagi.3,10
Keadaan anemia defisiensi besi merupakan puncak dari kekurangan besi
pada manusia. Tingkatan defisiensi besi yang terjadi adalah : 6
Pada stadium ini ditemukan cadangan besi menurun, dan peningkatan
absorbsi besi di saluran cerna. Selain itu ditemukan juga penurunan serum
ferritin, konsentrasi besi dalam sumsum tulang dan jaringan hati menurun.
2. Eritropoiesis dengan besi yang terbatas (defisiensi besi laten)
Pada saat ini mulai ditemukan penurunan serum ferritin, serum iron dan
saturasi transferrin, peningkatan total iron binding capacity (TIBC),
peningkatan ZPP sedangkan kadar hemoglobin masih dalam batas normal.
3. Anemia Defisiensi Besi
Pada fase ini sudah ada keadaan keseimbangan negatif besi tubuh yang
berkepanjangan, dan natinya akan mengganggu produksi eritrosit dan
mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin, yang selanjutnya
menyebabkan anemia mikrositik hipokromik. Pada keadaan ini ditemukan
penurunan Hb, MCV, MCH, dan MCHC, serum besi, peningkatan TIBC, dan
penurunan saturasi transferrin.
2.3. Pemeriksaan status besi
kasus anemia mikrositer pada populasi dimana prevalensi talasemia yang tinggi.
Baku emas pemeriksaan untuk defisiensi besi adalah pemeriksaan direk dengan
melakukan biopsi sumsum tulang dan pewarnaan Prussian Blue. Pemeriksaan ini
sangat invasif, dan tidak efisien sehingga pemeriksaan indirek masih lebih banyak
digunakan.5,6,10
Pemeriksaan indirek yang dipakai untuk menegakkan diagnosis defisiensi
besi dapat berdasarkan eritrosit (red blood cell indices) dan pemeriksaan biokimia
berdasarkan metabolisme besi yaitu pemeriksaan serum ferritin, konsentrasi
Serum Iron (SI), Total Iron-Binding Capacity (TIBC), Saturasi Transferrin, Serum
Transferrin Receptor, Erythrocyte Protoporphyrin (EP), dan Zinc Protoporfirin
(ZPP).3,5,6.10
2.3.1 Pemeriksaan Eritrosit 1. Hemoglobin (Hb)
Secara umum anemia didefenisikan sebagai kadar hemoglobin dibawah persentil
ke lima menurut referensi populasi yang sehat.3,9 Menurut WHO konsentrasi Hb
normal adalah 11 g/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun dan 12 g/dl untuk anak 6
Penelitian Sheriff dkk (2001) menggunakan pemeriksaan Hb sebagai alat
uji tapis dan menganjurkan pemeriksaan ini dilakukan pada bayi sebelum usia 8
bulan. Hal ini disebabkan karena kadar hemoglobin di bawah persentil 5 pada usia
8 bulan ternyata dapat menimbulkan gangguan perkembangan motorik pada usia
18 bulan.16
Hb merupakan petanda lambat untuk mendeteksi defisiensi besi karena
perubahan lanjut nilai Hb timbul sesudah terjadi defisiensi besi, dan sensitifitasnya
rendah karena anemia dengan defisiensi besi biasanya ringan.16,17 Spesifisitas
pemeriksaan Hb juga rendah karena hasil yang rendah juga ditemukan pada
infeksi kronis, inflamasi, malnutrisi, talasemia minor dan sebagainya.17
2. Hematokrit (Ht)
Dalam keadaan defisiensi besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hb
terganggu. Pada awal defisiensi besi, konsentrasi Hb yang sedikit menurun akan
menunjukkan nilai Ht yang normal. Hanya pada keadaan anemia defisiensi besi
3. Indeks eritrosit
Pemeriksaan indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, dan juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjut untuk
mengetahui jenis anemia.17
Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah pemeriksaan yang cukup
akurat dan merupakan parameter sensitif terhadap perubahan eritrosit bila
dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya defisiensi besi.14,17
Menurut Wright CM dkk (2004), anak dengan kadar hemoglobin dan MCH
yang rendah, menunjukkan hasil yang spesifik terhadap defisiensi besi dan
respons yang baik terhadap preparat besi.18
4. Retikulosit
Retikulosit adalah eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah dan jumlahnya
akan berkurang pada keadaan defisiensi besi.9,10
Pemeriksaan kadar retikulosit dapat membantu membedakan anemia yang
penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit yang rendah menunjukkan gangguan
pada sumsum tulang, sedangkan jumlah yang meningkat menunjukkan suatu
proses hemolitik atau kehilangan darah yang aktif.4,15
5. Indeks Red Blood Cell Distribution Width (RDW)
Indeks RDW dapat menunjukkan variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang
juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi.5,6,12
Indeks RDW (MCV/RBC x RDW) dengan hasil >220 merupakan indikasi
untuk anemia defisiensi besi dan bila indeks <220 merupakan indikasi untuk
talasemia trait dengan spesifisitas 92%. Indeks RDW dapat membantu
menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan elektroforesis
hemoglobin untuk konfirmasi talasemia trait.5,6
Indeks RDW yang tinggi menunjukkan 71-100% sensitif dan 50% spesifik
terhadap defisiensi besi pada orang dewasa. Pada bayi umur 12 bulan indeks
RDW yang tinggi menunjukkan 100% sensitif dan 82% spesifik, karena spesifisitas
yang rendah maka indeks RDW tidak digunakan sebagai uji tapis tunggal tetapi
6. Indeks Mentzer
Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasi dimana
prevalensi talasemia yang tinggi. Indeks Mentzer dapat membantu membedakan
defisiensi besi dengan talasemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil
perhitungan MCV/RBC.6,12
Jika perhitungan nilai indeks Mentzer >13 mengindikasikan adanya anemia
defisiensi besi, sedangkan nilai <13 merupakan indikasi untuk talasemia minor
dengan spesifisitas 82%.2,6
7. Hemoglobin content of reticulocytes (CHr)
CHr merupakan konsentrasi besi yang mengandung protein dalam retikulosit dan
diukur dengan menggunakan flow cytometer. CHr juga merupakan indikator awal
terhadap defisiensi besi pada subjek yang sehat yang diberikan recombinant
human erythropoietin.5,6,19,20
Brugnara C, dkk (1999) melakukan suatu penelitian retrospektif terhadap
terbaik terhadap defisiensi besi dibandingkan dengan Hb, MCV, serum iron, RDW,
dan saturasi transferrin. 19
2.3.2. Pemeriksaan Biokimia 1. Serum ferritin
Ferritin adalah cadangan besi yang nilainya berkurang selama defisiensi besi
sebelum nilai serum iron dan total iron binding capacity berubah. Anemia defisiensi
besi dengan gambaran anemia mikrositik hipokrom, akan menunjukkan serum
ferritin yang sangat rendah dan menurunnya cadangan besi. Konsentrasi serum
ferritin yang rendah merupakan karakteristik hanya dijumpai pada keadaan
defisiensi besi.6,18
Spesifisitas pemeriksaan serum ferritin akan meningkat jika dikombinasi
dengan pemeriksaan lain seperti hemoglobin untuk defisiensi besi, tetapi
penggunaannya masih terbatas karena harga pemeriksaan yang mahal dan belum
banyak tempat yang dapat melakukannya.4 Sheriff A dkk (1998) menyatakan
bahwa pada bayi antara umur 12 dan 18 bulan tidak terjadi perubahan yang
umur sehingga bila ferritin digunakan sebagai alat tapis defisiensi besi maka faktor
umur juga harus diperhatikan.16
Serum ferritin merupakan reaktan fase akut yang konsentrasinya akan
meningkat pada keadaan inflamasi, infeksi kronik, atau penyakit lain sehingga
dapat menunjukkan hasil dalam batas normal pada keadaan defisiensi besi.5,12
2. Serum iron
Konsentrasi serum iron akan menurun bila cadangan besi tubuh berkurang, tetapi
tidak menggambarkan keadaan cadangan besi yang akurat karena adanya faktor
tambahan seperti absorbsi besi dari makanan, infeksi, inflamasi, dan variasi diurnal
dimana nilainya lebih tinggi pada siang hari. 5,19
3. Total iron-binding capacity (TIBC)
Pada saat defisiensi besi, terjadi deplesi dari cadangan besi, diikuti dengan
menurunnya serum iron dan peningkatan kadar TIBC. Berkurangnya jumlah
Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein, yaitu transferrin
sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar transferrin yang
akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalam serum menurun.5,6
Pemeriksaan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain selain status besi, TIBC
akan rendah pada keadaan malnutrisi, inflamasi, infeksi kronis, dan
keganasan.5,6,10
4. Pemeriksaan Saturasi Transferrin
Hasil pemeriksaan saturasi transferrin menunjukkan jumlah iron-binding sites dan
besi yang dibawa cadangan besi dengan menghitung perbandingan antara
konsentrasi serum iron dengan TIBC yang dinyatakan dalam persen. Nilai saturasi
transferrin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar serum iron relative
terhadap jumlah iron-binding sites, yang juga menandakan rendahnya cadangan
besi. Nilai saturasi transferrin yang menurun sebelum anemia timbul, belum cukup
untuk menunjukkan deplesi besi. Pemeriksaan ini dipengaruhi oleh faktor lain yang
sama seperti pemeriksaan TIBC dan konsentrasi serum iron, dan kurang sensitif
Saturasi transferrin lebih sensitif terhadap perubahan status besi dalam
tubuh bila dibandingkan dengan indeks eritrosit, nilainya yang rendah bila
dihubungkan dengan TIBC yang meningkat akan mengarah kepada diagnosis
defisiensi besi.5,6,10
5. Serum transferrin receptor
Serum transferrin receptor merupakan protein transmembran dengan dua rantai
polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara transferrin plasma
dengan permukaan sel reseptor transferrin. Ketika terjadi defisiensi besi maka
terjadi peningkatan jumlah transferrin receptor.5,13 Pemeriksaan ini baik digunakan
pada bayi dan pada daerah dengan prevalensi infeksi yang tinggi karena serum
transferrin receptor tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi akut atau kronik.21,22
6. Erythrocyte protoporphyrin (EP)
Pada saat kekurangan besi dalam tubuh, terjadi akumulasi protoporfirin, karena
tidak ada besi yang bergabung dengan protoporfirin untuk membentuk
Menurut Serdar dkk (2000), dalam suatu penelitian dengan 72 anak anemia
defisiensi besi, terdapat hubungan yang signifikan antara EP dan hemoglobin.
Hasil pemeriksaan EP lebih sensitif tetapi kurang spesifik dibanding pemeriksaan
kadar ferritin, dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik terhadap
defisiensi besi dan untuk diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi.24
7. Zinc protoporfirin (ZPP)
ZPP adalah metabolit normal dalam biosintesis heme. Walaupun jumlahnya
sedikit, tetapi masih dibutuhkan dalam proses tersebut. Reaksi akhir dari jalur
biosintesis heme adalah ikatan besi dengan protoporfirin. Bila terjadi kekurangan
atau gangguan penggunaan besi maka seng merupakan logam alternatif yang
berikatan dengan heme. Hal ini menunjukkan suatu respons biokimia pertama
terhadap kekurangan besi untuk eritropoesis, yang mengakibatkan peningkatan
ZPP dalam eritrosit di sirkulasi.25-27
Pada saat anemia defisiensi ditemukan kadar hemoglobin yang berkurang
dan menunjukkan adanya deplesi besi. Kekurangan besi pada masa eritropoesis
Hastka dkk (1994) berdasarkan penelitiannya menyarankan pemeriksaan
hemoglobin, ferritin, dan ZPP untuk mempermudah melihat setiap tahap defisiensi
besi. ZPP juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tapis terhadap defisiensi
besi.28
2.4. FAKTOR RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI Faktor risiko terjadinya ADB yaitu :
1. Berdasarkan usia a. Bayi < 1 tahun15,29
Persediaan besi pada bayi kelompok ini berkurang disebabkan karena berat
badan lahir rendah, prematur atau lahir kembar, ASI tanpa suplementasi
besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, atau pengaruh anemia
selama kehamilan. b. Anak 1-2 tahun9,14
Asupan besi yang kurang pada usia ini terjadi karena tidak mendapat
makanan tambahan, kebutuhan meningkat, infeksi berulang, atau
c. Anak 2-5 tahun9,14
Pada periode ini, asupan besi yang kurang disebabkan karena jenis asupan
makanan yang dikonsumsi kurang mengandung besi, kebutuhan meningkat,
infeksi berulang, atau kehilangan berlebihan karena perdarahan.
d. Usia 5 tahun – remaja14,29
Pada kelompok ini, ADB terjadi karena kehilangan berlebihan, misalnya
infeksi parasit atau poliposis, serta periode menstruasi pada anak
perempuan
e. Remaja – dewasa
Kejadian ADB pada kelompok ini terutama ditemukan pada perempuan
akibat menstruasi.
2. Sosial ekonomi rendah 3. Kegemukan
Pasien dengan masalah kegemukan sering mengalami penurunan aktifitas
yang berakibat pemecahan mioglobin berkurang dan berlanjut penurunan
pelepasan besi, juga cenderung terjadi pembatasan diet yang kaya akan
terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dan maturitas pada usia yang lebih
dini, yang menyebabkan kebutuhan zat besi semakin meningkat.14,30 4. Vegetarian
Para vegetarian menghindari konsumsi zat-zat makanan dari makhluk hidup
misalnya daging, ikan, unggas yang kaya akan besi. Sebaliknya mereka
mengkonsumsi zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
kaya selulosa yang merupakan penghambat penyerapan besi non heme.14
2. 5.Kerangka Konseptual
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka yang dilakukan untuk membandingkan
manfaat terapi besi pada kelompok anak sekolah dasar yang menderita anemia
defisiensi besi dalam memperbaiki nilai indeks Mentzer dan indeks RDW.
3.2 Tempat dan Waktu
Tempat penelitian adalah di Area Kebun PTPN III Aek Nabara, Kecamatan Bilah
Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 12 bulan
dimulai pada tanggal 3 November 2006 – 30 November 2007.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah anak – anak sekolah dasar yang menderita anemia
defisiensi besi di daerah Kebun PTPN III Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu,
Kabupaten Labuhan Batu. Sampel penelitian diambil berdasarkan cara
3.4 Perkiraan besar sampel penelitian Besar sampel ditentukan dengan rumus :31
n1 = n2 = 2
S = simpang baku kedua kelompok = 3,6
2
1 X
X − = perbedaan klinis yang diinginkan = 0,7
Bila ditetapkan α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:
α
Z = deviat baku normal untuk α = 1,960
Bila β = 0,20 dan power = 0,80 maka:
β
Z = deviat baku normal untuk β = 0,842
Sehingga diperoleh besar sampel 53 orang pada setiap kelompok
3.5 Kriteria penilaian 3.5.1. Kriteria inklusi :
1. Anak usia 9-12 tahun yang menderita anemia defisiensi besi.
2. Mendapat izin tertulis dari orangtua.
3.5.2. Kriteria eksklusi :
1. Menderita penyakit darah yang lain, penyakit ginjal dan penyakit infeksi
kronis lainnya
3. Anemia berat
4. Tidak mengikuti penelitian sampai selesai
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pencegahan anemia defiesiensi
besi, suplementasi besi yang diberikan, dan efek samping besi. Formulir
persetujuan setelah penjelasan dan lembar penjelasan sebagaimana terlampir
dalam tesis ini.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas
3.8. Cara kerja dan Alur Penelitian
Kelompok Fe
Penentuan anemia berdasarkan kriteria WHO, yaitu untuk anak usia 6-14 tahun
kadar Hb adalah < 12 g/dl. Sedangkan anemia defisiensi besi jika ditemukan
kadar Hb < 12 g/dl, MCV < 70 fl, RDW > 16%, Indeks Mentzer > 13 dan Indeks
RDW > 220. Setelah dilakukan randomisasi, sampel penelitian dibagi menjadi
dua kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat preparat besi satu kali
sehari dan kelompok yang mendapat plasebo.
Randomisasi mrnggunakan cara simple random sampling dengan cara
dengan menghitung terlebih dahulu populasi jumlah subyek dalam populasi
Setelah besar sampel untuk masing kelompok ditentukan, selanjutnya dipilih
dengan bantuan randomisasi program SPSS 13.
Preparat besi diberikan setiap hari dalam bentuk kapsul ferro sulfat dengan
dosis 5 mg besi elemental per kilogram berat badan. Kapsul yang diberikan
mempunyai bentuk dan rasa yang sama seperti preparat besi.
Darah kapiler sampel diambil sebanyak 0,5 ml dari sampel penelitian
sebelum penelitian, setelah 90 hari pemberian besi, dan 8 bulan kemudian.
Dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, eritrosit, mean corpuscular
volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular
hemoglobin concentration (MCHC), red cell distribution width (RDW). Pemeriksaan
ini diukur dengan auto anlyzer ( ABX Mikros-60, France ).
Berat badan sampel turut ditimbang dengan menggunakan timbangan
merk MIC (sensitif sampai 0,5 kg) dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi
3.9. identifikasi Variabel
Variabel Bebas Skala
- Jenis obat Nominal
Variabel Tergantung Skala
- Indeks RDW Numerik
- Indeks Mentzer Numerik
Variabel Perancu - Usia
- Pola Makan
- Asupan Nutrisi
- Angka Kesakitan
3.10. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago). Analisa data
untuk mengetahui rerata hasil laboratorium pada kedua kelompok pada 3 periode
mengetahui perbedaan rerata sebelum dan sesudah terapi dengan uji t
BAB 4. HASIL
4.1 Hasil Penelitian
Pada awal penelitian didapati jumlah populasi terjangkau sebanyak 300 anak.
Setelah dilakukan uji tapis anemia untuk masuk kriteria penelitian, terdapat 106
anak yang menderita anemia dan kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu 53
anak untuk kelompok besi satu kali sehari dan 53 anak kelompok plasebo satu
kali sehari. Selama masa pemantauan ada 2 kasus pada kelompok yang diberi
besi lepas dari pemantauan, sehingga di akhir penelitian hanya 104 anak yang
menyelesaikan penelitian, dengan jumlah 51 anak yang mendapat terapi besi dan
53 anak yang menyelesaikan penelitian sampai akhir selama 12 bulan (gambar 3).
Pada karakteristik sampel saat permulaan penelitian tidak didapati perbedaan
bermakna dari jenis rerata umur, jenis kelamin, berat badan, hemoglobin dan
parameter hematologi. (Tabel 1)
Tabel 1 . Karakteristik sampel
Karakteristik Terapi Besi x(SD)
Plasebo x(SD)
Umur (bulan) 121,18 (17,88) 121,21 (15,49)
Jenis Kelamin
Berat badan (kg) 27,89 (6,11) 25,47 (5,49)
Tinggi Badan (cm) 130,147 (8,39) 127,38 (8,19)
Hemoglobin (g/dl) 10,32 (1,22) 10,09 (1,42)
Hematokrit (%) 32,26 (5,05) 31,41 (5,05)
Eritrosit (juta/mm3) 5,01 (3,80) 4,37 (0,7)
MCV (fl) 72,66 (2,77) 72,58 (4,10)
MCH (pg) 23,40 (2,59) 23,29 (2,50)
MCHC (g/dL) 31,93 (3,13) 32,32 (3,16)
RDW (%) 15,81 (2,11) 15,79 (2,12)
Indeks Mentzer 16,50 (3,02) 17,26 (4,63)
Setelah pemberian terapi besi selama 3 bulan (hari ke-90), pada kelompok yang
mendapat terapi besi terdapat peningkatan nilai Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC, RDW,
serta penurunan nilai Indeks RDW dan Mentzer. Hal yang sama juga terjadi pada
kelompok yang mendapat plasebo (tabel 2).
Tabel 2. Perbandingan nilai pemeriksaan di awal penelitian dan setelah hari ke-90
Pada pengamatan 8 bulan kemudian, ditemukan penurunan kembali nilai Hb, Ht,
eritrosit, MCH, MCHC, dan peningkatan kembali nilai RDW, indeks Mentzer,dan
indeks RDW pada kedua kelompok (tabel 3).
Grafik – grafik berikut ini adalah perbandingan rerata variabel pemeriksaan darah
antara kelompok terapi besi dan plasebo
Grafik 1. Perbandingan rerata nilai hemoglobin antara kelompok terapi besi dengan plasebo setiap pengambilan darah
BAB 5. PEMBAHASAN
Defisiensi besi pada anak menimbulkan perhatian serius, karena kekurangan akan
zat besi pada masa pertumbuhan anak akan menimbulkan berkurangnya prestasi
belajar di sekolah.5,15
Dari penelitian ini didapati bahwa dari 300 anak yang mengikuti penelitian
ini, ditemukan hampir 50% dari jumlah populasi sampel mengalami anemia
defisiensi besi.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit bukan merupakan tes
diagnostik pilihan karena kadar Hb atau Ht tidak sensitif terhadap ADB. Namun
kedua pemeriksaan ini relatif murah, mudah didapat dan merupakan pemeriksaan
yang paling sering digunakan untuk uji tapis defisiensi besi. Tahap awal terjadinya
ADB tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan kadar Hb dan Ht. Pemeriksaan ini
diperlukan untuk menentukan keparahan anemianya.5,6 Pemeriksaan kadar Hb
dan Ht juga tidak spesifik karena banyak penyebab anemia selain defisiensi
Pada penelitian ini digunakan pemeriksaan yang sederhana untuk
menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi yaitu Hb, MCV, RDW, Indeks
Mentzer dan Indeks RDW.
Kecurigaan yang mengarah ADB berdasarkan pemeriksaan slide darah tepi
adalah mikrositik hipokromik, dan pemeriksaan kadar ferritin serum merupakan tes
diagnostik yang paling baik untuk ADB dengan sensitivitas dan spesifisitas paling
baik. Kadar ferritin serum pada anak ADB < 12 ug/L, namun pemeriksaan ini
kurang lazim dipakai sebagai pemeriksaan uji tapis karena relatif mahal.5,18 MCV
berguna untuk menentukan apakah mikrositik, normositik atau makrositik.
Penelitian yang dilakukan Wulan (2004) pada bayi-bayi berusia 12 bulan
ditemukan bahwa RDW yang tinggi (>14%) sensitifitasnya 100% dan
spesifisitasnya 82%.8 Karena spesifisitasnya yang relatif rendah, maka
pemeriksaan RDW saja tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji tapis,
tetapi sering digunakan bersama dengan MCV untuk membedakan diantara variasi
anemia.Nilai RDW yang meningkat dengan MCV yang menurun mengarah kepada
diagnosis defisiensi besi.4,12
> 13 merupakan ADB dan bila < 13 menunjukkan talasemia minor dengan
spesifisitas sebesar 82%. Indeks RDW ( MCV / RBC x RDW ) bila > 220
merupakan ADB, namun bila < 220 menunjukkan talasemia dengan spesifisitas
92%.6 Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan
talasemia terutama di wilayah Asia Tenggara, Afrika dan Mediterania.6,10 Di
samping itu pemeriksaan ini relatif sederhana dan mudah dilakukan sehingga
dapat diaplikasikan pada daerah di mana memiliki sarana laboratorium yang
terbatas.5,6
Respons terhadap terapi besi juga dapat membantu untuk diagnosis anemia
defisiensi besi, di mana jika didapati peningkatan hemoglobin 1-2 g dalam 3-4
minggu terapi besi dengan dosis 3-6 mg besi elemental/kg BB/hari dapat diterima
sebagai bukti adanya defisiensi besi sebelum terapi, dan pemberian preparat besi
dilanjutkan 2-3 bulan lagi sejak keadaan Hb normal.4 Pemberian preparat besi
dapat secara oral atau parenteral. Pemberian preparat ferro sulfat oral adalah cara
yang mudah, murah dan memuaskan. Efek samping pemberian preparat besi
peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak seperti
mual, sakit perut dan diare, oleh karena itu dianjurkan pemberiannya dengan dosis
karena akan lebih mudah diserap daripada bentuk ferri. Preparat besi yang
diberikan biasanya adalah dalam bentuk ferro sulfat yang harganya relatif lebih
murah karena mudah diberikan dan efek samping yang ringan terhadap saluran
cerna.10,15
Dalam penelitian ini peneliti memberikan ferro sulfat yang dikemas dalam
kapsul pada semua sampel agar mudah dalam pemberian dan lebih menarik bagi
anak dan orangtua. Pemberian ferro sulfat 3 bulan pertama, dilakukan untuk
memperoleh perbaikan respons. Setelah diterapi selama 3 bulan, ternyata baik
pada kelompok yang mendapat terapi besi maupun plasebo menunjukkan
perbaikan pemeriksaan hematologis (tabel 2). Secara keseluruhan pada periode
ini, kelompok yang mendapat terapi perlakuan besi masih menunjukkan hasil
pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo,
yang tampak dari hasil pemeriksaan Hb dan RDW. Nilai Hb kelompok yang
mendapat terapi besi berbanding kelompok placebo (15,09 vs 12,13, p = 0,04) dan
nilai RDW (15,81 vs 16,54, p = 0,01).
Pada penelitian ini peneliti mencoba membandingkan hasil perhitungan
indeks RDW pada kedua kelompok (tabel 3). Perbandingan rerata nilai indeks
RDW antara kelompok yang mendapat besi dengan kelompok yang mendapat
plasebo setelah 3 bulan adalah 239,96 (SD = 39,25) vs 235,17 (31,77) p = 0,72.
Sedangkan perbandingan rerata nilai indeks Mentzer antara kelompok yang
mendapat besi dengan kelompok yang mendapat plasebo setelah 3 bulan adalah
16,08 (SD = 1,98) vs 16,20 (SD = 2,27) p = 0,72. Hal ini mungkin
disebabkan karena kepatuhan sampel untuk makan obat yang masih rendah,
karena infeksi parasit, kurangnya asupan vitamin C dari buah-buahan dan
konsumsi protein hewani yang mendukung absorpsi besi, serta pengaruh
makanan/minuman yang dapat mengganggu penyerapan besi (seperti : teh, kopi,
dan kuning telur).11 Hal ini merupakan kekurangan dalam studi ini, karena
sebelumnya tidak diterangkan kepada orangtua dan anak yang mengikuti
penelitian ini, agar mengurangi konsumsi makanan/minuman seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.
Pada penelitian ini tidak ditemukan efek samping dari pemberian preparat
besi. Setelah pemberian terapi besi selama 3 bulan dihentikan, pada pengamatan
8 bulan kemudian ditemukan bahwa variabel nilai pemeriksaan darah rutin kembali
mendapat terapi besi perbandingan nilai hemoglobin di awal penelitian dengan
akhir penelitian adalah 10,31 g/dl vs 9,88 g/dl. Sementara pada kelompok yang
mendapat plasebo, perbandingan nilai hemoglobin di awal penelitian dengan akhir
penelitian adalah 10,09 g/dl vs 9,30 g/dl.
Berdasarkan penelitian Demir dkk (2002), tidak ada pemeriksaan indeks
hematologis yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas 100%, tetapi 90%
perhitungan eritrosit yang dikoreksi indeks RDW merupakan pemeriksaan yang
paling diandalkan untuk membedakan -talasemia dengan anemia defisiensi besi.
Tetapi untuk diagnosa banding yang lebih akurat dianjurkan untuk memeriksakan
status besi dan Hb elektroforese.32
Beyan dkk (2007), dalam penelitiannya pada orang dewasa yang menderita
anemia hipokrom mikrositer juga turut menyimpulkan bahwa sangat diajurkan
untuk melakukan pemeriksaan lanjutan status besi (serum ferritin, serum besi,
saturasi transferrin) dan kadar Hb elektroforese.33
Menurunnya kembali hasil pemeriksaan darah rutin pada akhir penelitian
perlu mendapat perhatian, dan kembali pada keadaan bahwa anemia defisiensi
yaitu rata- rata Rp. 500.000,-/bulan (data tidak tertulis), dan tingkat malnutrisi
cukup tinggi. Pada tabel 1 diketahui bahwa usia rata-rata sampel penelitian adalah
10 tahun, sedangkan berat badan rata-rata usia tersebut berdasarkan grafik CDC,
tahun 2000 adalah 30 kg. Keadaan seperti ini membutuhkan rekomendasi subsidi
makanan tambahan yang kaya nilai gizi, pemberian suplemen multi mikronutrien
(seperti : besi), monitoring prevalensi anemia pada anak (pemeriksaan rutin) serta
peningkatan pendidikan atau penyebaran informasi terhadap pentingnya gizi.15,36
Kami menyadari bahwa studi ini masih belum sempurna karena dalam
penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan yang penting dalam membandingkan
diagnosa besi yaitu pemeriksaan biokimia besi seperti retikulosit, serum ferritin,
transferrin. Selain itu, kepatuhan minum obat pada sampel penelitan hanya
dipercayakan pada guru dan orangtua sampel. seharusnya ada petugas pemantau
minum obat pada tiap pasien untuk memastikan obat apakah obat diminum
dengan teratur dan mencatat efek samping obat. Dalam penelitian ini peneliti juga
tidak menyingkirkan lebih dulu faktor-faktor pengganggu penyerapan besi seperti
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa tidak ada perbedaan
bermakna dari nilai indeks Mentzer dan RDW setelah pemberian ferro sulfat yang
dibandingkan plasebo pada anak dengan anemia usia 9-12 tahun . 5.2 Saran
Dibutuhkan rekomendasi subsidi makanan tambahan yang kaya nilai gizi,
pemberian suplemen multi mikronutrien terutama dalam hal ini adalah zat besi,
monitoring prevalensi anemia pada anak dalam bentuk pemeriksaan rutin,
peningkatan pendidikan dan penyebaran informasi kepada masyarakat tentang
DAFTAR PUSTAKA
1. Stoltzfus RJ. Defining iron-deficiency anemia in public health terms: a time for Reflection. J Nutr. 2001 131 : 565S-567S.
2. Dallman PR. Nutritional Anemia. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Rudolps Pediatrics. Edisi ke-20. Connecticut: Appleton & Lange, 1996.h.1176-80.
3. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anenia defisiensi besi. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak, Jakarta : BP- IDAI, 2005. h.30-43
4.
McGregor SG, Ani C. A review of studies on the effect of iron
deficiency on cognitive development in children.
J. Nutr. 2001; 131:649S–668S.
5. Wu AC, Lesperance L, Bernstein H. Screening for iron deficiency. Pediatr Rev 2002; 21:171-178.
6. Sandoval C, Jayabose S, Eden AN. Trends in diagnosis and management of iron deficiency during infancy and early childhood. Hematol Oncol Clin N Am 2004;18:1423-1438.
7. Asih R, Ugrasena IDG, Permono B, Soeparto P. Kegunaan indeks eritrosit untuk diagnosis anemia defisiensi besi. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia (PIT-IKA II IDAI), Batam, 2004. h.101
8. Wulan DR, Ugrasena IDG, Permono B. Pemeriksaan Red Distribution Width sebagai penunjang penegakan diagnosa anemia defisiensi besi pada anak. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia (PIT-IKA II IDAI), Batam, 2004.h.126
9. Hillman RS, Ault KA, Rindler HM. Iron deficiency anemia. Dalam : Hillman RS, Ault KA, Rindler HM, penyunting. Hematology in clinical practice : a guide to diagnosis and management. Edisi ke-4. Washington: McGraw-Hill Co, 2005. h. 53-5
11. Dallman PR, Yip R, Oski FA. Iron deficiency and related nutritional anemias. Dalam: Nathan DG, Oski FA, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke 4. Philadelphia: Saunders, 1993.h.413-46
12. Irwin JJ, Kirchner JT. Anemia in children. Am Fam Physician. 2001; 64: 1379-1386.
13. Punnonen K, Irjala K, Ramajaki A. Serum transferrin receptor and its ratio to serum ferritin in the diagnosis of iron deficiency. Blood. 1997; 89(3): 1052-1057.
14. Will AM. Iron metabolism, sideroblastic anemia, and iron overload. Dalam: Lilleyman JS, Hann IM, Blanchette VS, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke- 2. London; Churchill Livingstone,2000.h.105-126.
15. Iron Deficiency Anaemia. Assessment, Prevention and Control A guide for programme managers. 2001, New York; WHO. h.14–22.
16. Sherrif A, Emond A, Bell JC, Golding J. Should infants be screened for anaemia? A prospective study investigating the relation between haemoglobin at 8, 12, and 18 months and development at 18 months. Arch Dis Child. 2001; 84: 480-485.
17. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 341(26): 1986-1995.
18. Wright CM, Kelly J, Trail A, Parkinson KN, Summerfield G. The diagnosis of borderline iron deficiency: result of a therapeutic trial. Arch Dis Child. 2004; 89: 1028-1031.
19. Brugnara C. Iron deficiency and erythropoiesis: new diagnostic approaches. Clin Chem. 2003; 49(10): 1573-1578.
20. Mast AE, Blinder MA, Lu Q, Flax S, Dietzen DJ. Clinical utility of the reticulocyte hemoglobin content in the diagnosis of iron deficiency. Blood .2002; 99(4): 1489-1491.
21. Olivares M, Walter T, Cook JD, Hertrampf E, Pizarro F. Usefulness of serum transferrin receptor and serum ferritin in diagnosis of iron deficiency in infancy. Am J Clin Nutr 2000; 72: 1191-1195.
22. Harthoorn-Lastuizen EJ, van’t Sant P, Lindemans J, Langenhuijsen M. Serum transferrin receptor and erythrocyte zinc protoporphyrin in patients with anemia. Clin Chem 2000; 46: 719-722.
for iron deficiency in children and women?. Am J Clin Nutr. 2003; 77: 1229-1233.
24. Serdar MA, Sarici U, Kurt I, Alpay F, Okutan V, Kurnaz L, dkk. The role of erythrocyte protoporphyrin in the diagnosis of iron deficiency anemia of children. J Trop Pediatr. 2000; 46: 323-326.
25. Labbe RF, Vreman HJ, Stevenson DK. Zinc protoporphyrin: A metabolite with a mission. Clin Chem. 1999; 45 (12): 2060-2072.
26. Griffin IJ, Reid MM, McCormick KPB, Cooke RJ. Zinc protoporphyrin/haem ratio and plasma ferritin in preterm infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2002; 87: F49-F51.
27. Labbe RF, Dewanji A, McLaughlin. Observations on the zinc protoporphyrin/heme ratio in whole blood. Clin Chem. 1999; 45: 146-148. 28. Hastka J, Lasserre JJ, Schwarzbeck A, Hehlman R. Central role of zinc
protoporphyrin in staging iron deficiency. Clin Chem. 1994; 40(5): 768-773. 29. Lind T, Lonnerdal B, Persson L, Stenlund H, Tennefors C, Hernell O.
Effects of weaning cereals with different phytate contents on hemoglobin, iron stores, and serum zinc: a randomized intervention in infants from 6 to 12 mo of age. Am J Clin Nutr. 2003;78:68-75.
30. Oski FA. Iron deficiency in infancy and childhood. N Engl J Med. 1999;329(3):190-193
31. Madiyono B, Moeslichan S, Satroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sample. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 2008. h.302-30
32. Nead KG, Halterman JS, Kaczorowski JM, Auinger P, Weitzman M. Overweight children and adolescent: a risk group for iron deficiency. Pediatrics 2004;114:104-108
33. Demir A, Yarali N, Fisgin T, Duru F, Kara A. Most reliable indices in differentiation between thalassemia trait and iron deficiency anemia. Ped Int. 2002; 44: 612–616.
34. Beyan C, Kaptan K, Ifran A. Predictive value of discrimination indices in differential diagnosis of iron deficiency anemia and beta-thalassemia trait. Eur J Haematol. 2007; 78:524–526.
36. High prevalence of anemia among young children in urban and rural areas. Indonesian Crisis Bulletin. Hellen Keller International – Indonesia, 2000;2:1. 37. Lubis B. Pengaruh anemia defisiensi besi pada perkembangan kognitif.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN Saya yang bertanda tangan berikut ini :
Nama : ... Umur : ... Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Umur : ...tahun Alamat : ...
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian
dengan judul ”PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN
NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI”
Saya telah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa Saya mengijinkan dengan rela Saya / anak Saya menjadi subyek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini. Saya juga telah mengetahui dan menyetjui bahwa dalam penelitian ini, biaya pemeriksaan tidak dibebankan kepada Saya.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Assalamu’alaikum wr.wb.
Selamat pagi Bapak/Ibu sekalian yang hadir di sini.
Pagi ini Saya (peneliti) akan melakukan beberapa pemeriksaan kepada anak ibu/bapak. Melalui acara pagi ini Saya mau memberitahukan kepada para hadirin sekalian bahwa
Saya akan melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Pemberian Terapi Besi Terhadap
Perubahan Nilai Indeks Mentzer Dan Indeks RDW (Red Cell Distribution Width) Pada Anak Sekolah Dasar yang Menderita Anemia Defisiensi Besi”.
Bapak/Ibu sekalian, anemia defisiensi besi merupakan suatu keadaan anemia yang diakibatkan kekurangan zat gizi, yang banyak dijumpai pada kelompok anak, terutama pada anak usia sekolah dasar. Anemia dalam bahasa awam dapat dijelaskan sebagai suatu keadaan berkurangnya kadar hemoglobin dari nilai normal. Hemoglobin sendiri adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengikat oksigen, besi, zat-zat nutrisi (yang telah diserap dan dimetabolisme oleh salutan pencernaan) dan menyampaikannya ke organ-organ tubuh lainnya (misal : ke otak, jantung, ginjal, dll). Hemoglobin sendiri fungsinya sangat dipengaruhi oleh kadar besi dan cadangan besi tubuh, yang beredar dalam darah. Dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, maka pemeriksaan kedua indeks di atas juga telah turut diperiksa.
Manfaat penelitian ini, adalah untuk menjadikan pemeriksaan darah rutin biasa sebagai alat pemeriksaan skrining (pemantau) pada kelompok masyarakat luas, apakah telah terjadi anemia defisiensi besi, terutama pada kelompok anak usia sekolah dasar.
Adapun pemeriksaan yang akan Saya lakukan diantaranya adalah : pemeriksaan fisik berupa berat badan (BB), tinggi badan (TB), yang kemudian Saya lanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium (darah). Dalam pemeriksaan darah nanti akan Saya akan mengambil sebanyak tiga kali sampel darah sebelum pemberian, setelah 3 bulan pemberian terapi besi, kemudian delapan bulan setelah pemberian terapi besi dihentikan sama sekali. Darah yang kami ambil sebanyak lebih kurang 0,3 - 0,5 cc dari ujung jari. Tujuan dari pengambilan darah periode pertama adalah untuk menilai kadar hemoglobin yaitu kadar darah yang dapat menilai seseorang anemia/kurang atau tidak
Jika dari pemeriksaan darah dari anak-anak Bapak/Ibu ada yang menderita anemia, maka Saya akan memberikan persediaan obat selama 3 bulan, kemudian akan dilakukan pemantauan setelah 3 bulan tersebut dan 9 bulan kedepannya,
Jika selama menjalankan penelitian ada keluhan yang dialami oleh anak Bapak/Ibu, silahkan menghubungi Saya:
dr. Budi Andri Ferdian
Divisi Hematologi – Onkologi Anak
Fakultas Kedokteran USU / RS H. Adam Malik Jl. Bunga Lau No. 17 Medan
Telp. 8365663
Atau Jl. Prof. A. Sofyan No. 38, Medan 20155
Telepon: 061-8213620 HP : 08153100624 / 06177378119
Demikian informasi ini Saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, Saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum wr wb, Peneliti,
Lampiran 4.
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Budi Andri Ferdian
Tanggal lahir : 11 Juni 1978
Tempat lahir : Medan
Alamat : Jl. Prof. A. Sofyan No. 38 Medan, 20155
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Khalsa Medan, tamat tahun 1990
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan, tamat 1993
3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan tamat tahun 1996
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2002
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-12-2003 s/d 31-12-2003
2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2004 s/d 31-12-2004
3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2005 s/d 31-12-2005
4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2006 s/d 31-12-2006