• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Terapi Besi Terhadap Perubahan Nilai Indeks Mentzer Dan Indeks RDW (Red Cell Distribution Width) Pada Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Terapi Besi Terhadap Perubahan Nilai Indeks Mentzer Dan Indeks RDW (Red Cell Distribution Width) Pada Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun Yang Menderita Anemia Defisiensi Besi"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN

NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL

DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA

9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI

T E S I S

BUDI ANDRI FERDIAN

047103001/IKA

(2)

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN

NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL

DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA

9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI

T E S I S

BUDI ANDRI FERDIAN

047103001/IKA

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Gelar Dokter Spesialis Anak

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH)

PADA ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI

Telah disetujui dan disyahkan

Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis , SpA(K) Pembimbing I

Dr. Wisman Dalimunthe, SpA Pembimbing II

Medan, 8 Juni 2008 Ketua Program Studi

(4)

Dengan ini diterangkan :

Dr. BUDI ANDRI FERDIAN

Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini

dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Selasa, 5 Juni 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Tim Penguji

Penguji I

--- ... Prof. Dr. H. Iskandar Z. Lubis, SpA(K)

Penguji II

--- ... Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K)

Penguji III

--- ... Dr. Sri Sofyani, SpA(K)

Medan, 5 Juni 2008

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN

NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL

DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR

USIA 9-12 TAHUN YANG MENDERITA

ANEMIA DEFISIENSI BESI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya jualah penulis telah dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari penelitian serta penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan di masa mendatang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pembimbing Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, Sp.A(K), Dr. Wisman Dalimunthe, SpA, yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM), SpA(K), yang memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada saya sejak awal penelitian saya lakukan hingga tesis ini diselesaikan.

3. Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai ketua dan sekretaris PPDS-I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, beserta anggota yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah memberi sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan, yang telah memberi sarana bekerja selama pendidikan ini.

(7)

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini

Kepada orang tua yang sangat saya cintai Ir. H. Fachri Djas dan Ir. Hj. Zulnayati, saudara-saudara, & teman-teman saya, yang selalu mendoakan, memberi dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pemurah.

Akhirnya penulis mengharapkan, semoga penelitian dan penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Medan, Juni 2008

(8)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Normal Besi 6

(9)

Ringkasan 46

DAFTAR PUSTAKA .……… 50

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Subyek Penelitian ……….……. 55 2. Lembar penjelasan kepada Subyek Penelitian 56

3. Etika Penelitian 57

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Data karakteristik dasar sampel 33 Tabel 4.2. Perbandingan nilai hematologis di awal penelitian 34 dan hari ke-90

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi 5 Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 24

Gambar 3.1. Alur Penelitian 28

Gambar 4.1. Profil Penelitian 32

Gambar 4.2 Perbandingan rerata nilai hemoglobin antara kelompok 36 terapi besi dengan plasebo setiap pengambilan darah

Gambar 4.3. Perbandingan rerata indeks RDW antara 36 kelompok terapi besi dengan plasebo setiap

periode pengambilan darah

Gambar 4.4. Perbandingan rerata indeks Mentzer antara kelompok 37 terapi besi dengan plasebo setiap periode

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Hb : Hemoglobin Ht : Hematokrit

MCV : Mean Corpuscular Volume

MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin

WHO : World Health Organization dkk : dan kawan-kawan

RDW : Red Blood Cell Distribution Width TIBC : Total Iron-Binding Capacity mg : miligram

kg : kilogram

g : gram

BB : Berat badan

(13)

ABSTRAK

Latar belakang. Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan salah satu masalah nutrisi yang umum dijumpai terutama pada anak-anak sekolah dasar di Indonesia. Banyak pemeriksaan yang harus dibutuhkan dan baku emas pemeriksaannya yang invasif, menyebabkan perlunya pemeriksaan yang murah dan sederhana untuk menangani masalah ini.

Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi.

Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka dilakukan pada anak usia sekolah dasar di daerah Aek Nabara Utara, pada November 2006 sampai November 2007. ADB ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Anemia berat tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Sampel penelitian diacak untuk mendapat terapi besi dan plasebo.

Hasil. Dari 300 anak yang diikutsertakan dalam penelitian ini, terdapat 104 anak yang menyelesaikan penelitian ini. Rerata indeks RDW antara kelompok yang mendapat besi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo selama tiga bulan pemantauan adalah 239,96(39,25) vs 235,17(31,77) (p=0,72). Rerata indeks Mentzer antara kelompok yang mendapat besi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat plasebo selama tiga bulan pemantauan adalah 16,08(1,98) vs 16,20(2,27) (p=0,72).

(14)

ABSTRACT

Background. Iron Deficiency Anemia (IDA) remained as common nutrition problem especially within Indonesia primary school ages children. Many examination must undergo and the invasive gold standard procedure, made an urge to find easy, yet simple examination for this problem.

Objective. To determine whether the impact of iron preparation therapy may alterate changes in Mentzer & RDW indexes of IDA children.

Methods. A randomized open clinical trial study conducted in primary school-age children at North Aek Nabara, during November 2006 - November 2007. The IDA was determine based on WHO criteria. Severe anemia was excluded. Children were randomly assigned to receive iron and placebo group.

Results. About 300 children was recruited in this study, and at the of study about 104 children completed it. RDW index mean between iron and placebo group after three months observation were 239,96(39,25) vs 235,17(31,77) (p=0,72). Mentzer index mean between both group after three months observation were 16,08(1,98) vs 16,20(2,27) respectively (p=0,72).

Conclusion. There were no significant differences in both RDW and Mentzer indexes between oral iron therapy compared to placebo group.

(15)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia nutrisional menurut WHO (1968) didefinisikan sebagai suatu keadaaan

dimana kandungan hemoglobin lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari

berkurangnya satu atau lebih nutrien penting tanpa memandang penyebab

defisiensi. Salah satu bentuk anemia nutrisional yang banyak ditemukan adalah

anemia defisiensi besi. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering

ditemukan, terutama di negara yang sedang berkembang. Menurut WHO pada

pertemuan INACG 2000 (International Nutritional Anemia Consultative Group),

80% penduduk dunia menderita defisiensi besi, 30% penduduk dunia menderita

anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. ADB lebih

sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan

kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan

infestasi parasit yang merupakan masalah endemik.1,2

Zat besi dibutuhkan untuk berbagai macam proses di dalam tubuh seperti :

(16)

oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme. Kekurangan besi

mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,

menurunkan daya tahan tubuh dan menurunkan konsentrasi belajar.3,4

Berdasarkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992,

prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%. Penelitian yang

dilakukan IDAI, pada 1000 anak sekolah di 11 propinsi ditemukan prevalensi

anemia sebanyak 20-25 %. Jumlah anak yang mengalami defisiensi besi tanpa

anemia jauh lebih banyak.3

Diagnosa banding anemia pada anak sangat luas, tetapi akan dapat lebih

dipersempit jika pada anemia ditemukan mikrositer. ADB dan talasemia minor

adalah penyebab anemia mikrositer tersering. Tidak ada pemeriksaan tunggal

untuk pemeriksaan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia. Baku emas

pemeriksaan defisiensi besi adalah tes langsung biopsi sumsum tulang dengan

pengecatan Prussian blue. Tapi tes ini terlalu invasif untuk dikerjakan rutin,

sehingga dipilih tes indirek (pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan biokimia

darah). Pemeriksaan darah lebih mudah tersedia dan murah dibandingkan

pemeriksaan biokimia. Sementara itu pemeriksaan biokimia berguna untuk

(17)

untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi untuk

melihat respons hemoglobin. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif, dan

ekonomis terutama pada anak beresiko tinggi menderita ADB, dengan kriteria jika

dengan pemberian preparat besi 6 mg/kg BB/hari selama 3-4 minggu terjadi

peningkatan kadar hemoglobin 1-2 mg/dL, maka dapat dipastikan bahwa yang

bersangkutan menderita ADB.3,5,6

Pada daerah Mediterrannia, Asia dan Afrika, ADB dapat dibedakan dengan

talasemia minor dengan menggunakan indeks Mentzer (MCV/RBC). Bila nilai

indeks Mentzer >13 diintepretasikan sebagai ADB, dan <13 adalah talasemia

minor dengan spesifisitas 82%. Juga bisa berdasarkan indeks RDW (Red Cell

Distribution Width) MCV/RBC x RDW. Jika hasilnya >220 diintepretasikan sebagai

ADB dan bila <220 merupakan talasemia minor dengan spesifisitas 92%.2,6

Penelitian sebelumnya di Indonesia, baru meneliti indeks eritrosit dan

RDW untuk menegakkan diagnosis ADB. Menurut Asih R dkk (2004), penilaian

menggunakan indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) memiliki sensitifitas yang

rendah (13,3%) dan spesifisitas yang tinggi (93,2%) untuk menunjang diagnosis

(18)

diagnosa ADB dari pemeriksaan RDW mempunyai sensitifitas sebesar 86,7%

dengan nilai spesifisitas 93,3%.8

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan

penelitian apakah ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer

dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi

besi?

1.3. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap nilai indeks Mentzer dan indeks

RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi besi terhadap indeks Mentzer dan

(19)

1.5. Manfaat penelitian

Jika memang ada pengaruh pemberian terapi besi terhadap perubahan nilai indeks

Mentzer dan indeks RDW pada anak sekolah dasar yang menderita anemia, maka

kedua nilai ini dapat dipakai sebagai alat uji tapis awal diagnosa anemia defisiensi

(20)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metabolisme Normal Besi

Besi merupakan komponen penting dalam sintesis hemoglobin, mioglobin dan

beberapa enzim heme dan metaloflavoprotein. Jalur transpor utama besi

dijelaskan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi.9

(21)

Besi merupakan salah satu mineral yang sangat banyak diperlukan dalam proses

metabolisme. Setiap harinya dibutuhkan 1 – 4 mg besi dari makanan untuk

mepertahankan keseimbangan besi di dalam tubuh. Organ tubuh yang paling

berperan dalam merespons saat terjadi keseimbangan negatif kandungan besi

tubuh adalah usus halus pada segmen duodenum dan yeyunum. Pada saat yang

sama, usus juga dapat menghentikan transpor besi saat simpanan besi melebihi

kebutuhan metabolisme.6,9

2.1.2. Transpor besi

Setelah diserap usus, besi akan berikatan dengan transferrin yaitu suatu protein

pembawa besi menuju jaringan yang membutuhkan. Sedikitnya dibutuhkan 3 mg

besi dalam sirkulasi darah yang berikatan dengan transferrin. Kegiatan ini berulang

10 kali perhari dan dibutuhkan lebih kurang sebanyak 25-30 mg besi per hari untuk

dibawa ke sumsum eritroid melalui reseptor eritroid yang matang yang disebut

transferrin receptor (Tfr). Bentuk agregat besi-Tfr akan melepas besi dalam

vakuola intrasitoplasma dalam sel eritroid. Setelah besi dilepas di dalam

(22)

dibawa ke dalam mitokondria untuk keperluan sintesis heme atau disimpan

sebagai ferritin.3,9

Hasil akhir dari jalur transpor ini menggunakan 80-90% cadangan besi

dalam hemoglobin dari eritrosit baru yang beredar di sirkulasi darah dalam jangka

waktu hidup 100-120 hari. Setelah ini, 10-20% prekursor eritrosit ini akan

dihancurkan sel-sel retikuloendotelial untuk digunakan kembali. Selain itu, sekitar 1

% eritrosit yang bersikulasi akan juga akan dihancurkan setiap hari setelah

mencapai jangka akhir waktu hidup eritrosit. Kedua proses ini mengembalikan

25-30 mg besi setiap hari oleh sel retikuloendotelial sumsum dan limpa. Melalui

proses ini, besi dibawa kembali oleh transferin menuju sumsum eritroid untuk

membentuk sel eritrosit baru. Dibutuhkan 1 mg besi oleh tubuh kita untuk

mengganti kehilangan besi dari proses deskuamasi sel epitel kulit, saluran cerna

dan saluran kemih.9

Pada tahap akhir biosintesis heme, besi akan berikatan dengan

protoporfirin. Jika terjadi defisiensi besi, salah satu rantai protoporfirin yaitu

protoporfirin-IX tidak dapat berikatan dengan besi untuk membentuk heme pada

(23)

seng untuk membentuk molekul yang lebih stabil ikatannya yaitu free erythrocyte

zinc protoporphyrin (ZPP) selama siklus hidup eritrosit.9,11-14

2.2 Defisiensi besi

Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan anemia defisiensi

besi. Kriteria diagnosis anemia menurut WHO:15

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

Nilai normal Hb :

Bayi (usia 1-3 hari) : 14,5 – 22,5 g/dl

Bayi (usia 2 bulan) : 9,0 – 14,0 g/dl

Anak (6-12 tahun) : 11,5 – 15,5 g/dl

Anak (12 -18 tahun)

Laki – laki : 13,0 – 16,0 g/dl

Perempuan : 12,0 – 16,0 g/dl

Dewasa

Laki – laki : 13,5 – 17,5 g/dl

(24)

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (MCHC) < 31% (N:32-35%)

3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N: 80-180 ug/dl)

4. Saturasi transferrin < 15% (N: 20-50%)

5. Serum ferritin < 10-12 ug/l

6. Eritrosit protoporfirin (EP) > 2,5 ng/g hemoglobin.

Defisiensi besi tanpa anemia akan membuat sintesis hemoglobin terganggu,

tetapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria anemia berdasarkan

pemeriksaan laboratorium. Pada saat anemia terjadi, ditemukan nilai serum ferritin

<10ng/ml, EP >2,5 g/g hemoglobin, MCV <72 fl, atau respons terhadap terapi

besi oral sedikitnya akan meningkatkan kadar hemoglobin 1 g/dl satu bulan setelah

pemberian besi oral berupa fero sulfat 6 mg/kg BB satu kali perhari sebelum

sarapan pagi.3,10

Keadaan anemia defisiensi besi merupakan puncak dari kekurangan besi

pada manusia. Tingkatan defisiensi besi yang terjadi adalah : 6

(25)

Pada stadium ini ditemukan cadangan besi menurun, dan peningkatan

absorbsi besi di saluran cerna. Selain itu ditemukan juga penurunan serum

ferritin, konsentrasi besi dalam sumsum tulang dan jaringan hati menurun.

2. Eritropoiesis dengan besi yang terbatas (defisiensi besi laten)

Pada saat ini mulai ditemukan penurunan serum ferritin, serum iron dan

saturasi transferrin, peningkatan total iron binding capacity (TIBC),

peningkatan ZPP sedangkan kadar hemoglobin masih dalam batas normal.

3. Anemia Defisiensi Besi

Pada fase ini sudah ada keadaan keseimbangan negatif besi tubuh yang

berkepanjangan, dan natinya akan mengganggu produksi eritrosit dan

mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin, yang selanjutnya

menyebabkan anemia mikrositik hipokromik. Pada keadaan ini ditemukan

penurunan Hb, MCV, MCH, dan MCHC, serum besi, peningkatan TIBC, dan

penurunan saturasi transferrin.

2.3. Pemeriksaan status besi

(26)

kasus anemia mikrositer pada populasi dimana prevalensi talasemia yang tinggi.

Baku emas pemeriksaan untuk defisiensi besi adalah pemeriksaan direk dengan

melakukan biopsi sumsum tulang dan pewarnaan Prussian Blue. Pemeriksaan ini

sangat invasif, dan tidak efisien sehingga pemeriksaan indirek masih lebih banyak

digunakan.5,6,10

Pemeriksaan indirek yang dipakai untuk menegakkan diagnosis defisiensi

besi dapat berdasarkan eritrosit (red blood cell indices) dan pemeriksaan biokimia

berdasarkan metabolisme besi yaitu pemeriksaan serum ferritin, konsentrasi

Serum Iron (SI), Total Iron-Binding Capacity (TIBC), Saturasi Transferrin, Serum

Transferrin Receptor, Erythrocyte Protoporphyrin (EP), dan Zinc Protoporfirin

(ZPP).3,5,6.10

2.3.1 Pemeriksaan Eritrosit 1. Hemoglobin (Hb)

Secara umum anemia didefenisikan sebagai kadar hemoglobin dibawah persentil

ke lima menurut referensi populasi yang sehat.3,9 Menurut WHO konsentrasi Hb

normal adalah 11 g/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun dan 12 g/dl untuk anak 6

(27)

Penelitian Sheriff dkk (2001) menggunakan pemeriksaan Hb sebagai alat

uji tapis dan menganjurkan pemeriksaan ini dilakukan pada bayi sebelum usia 8

bulan. Hal ini disebabkan karena kadar hemoglobin di bawah persentil 5 pada usia

8 bulan ternyata dapat menimbulkan gangguan perkembangan motorik pada usia

18 bulan.16

Hb merupakan petanda lambat untuk mendeteksi defisiensi besi karena

perubahan lanjut nilai Hb timbul sesudah terjadi defisiensi besi, dan sensitifitasnya

rendah karena anemia dengan defisiensi besi biasanya ringan.16,17 Spesifisitas

pemeriksaan Hb juga rendah karena hasil yang rendah juga ditemukan pada

infeksi kronis, inflamasi, malnutrisi, talasemia minor dan sebagainya.17

2. Hematokrit (Ht)

Dalam keadaan defisiensi besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hb

terganggu. Pada awal defisiensi besi, konsentrasi Hb yang sedikit menurun akan

menunjukkan nilai Ht yang normal. Hanya pada keadaan anemia defisiensi besi

(28)

3. Indeks eritrosit

Pemeriksaan indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan hemoglobin,

hematokrit, dan juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjut untuk

mengetahui jenis anemia.17

Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah pemeriksaan yang cukup

akurat dan merupakan parameter sensitif terhadap perubahan eritrosit bila

dibandingkan dengan pemeriksaan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

(MCHC) dan Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) untuk mengetahui

kemungkinan terjadinya defisiensi besi.14,17

Menurut Wright CM dkk (2004), anak dengan kadar hemoglobin dan MCH

yang rendah, menunjukkan hasil yang spesifik terhadap defisiensi besi dan

respons yang baik terhadap preparat besi.18

4. Retikulosit

Retikulosit adalah eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah dan jumlahnya

akan berkurang pada keadaan defisiensi besi.9,10

Pemeriksaan kadar retikulosit dapat membantu membedakan anemia yang

(29)

penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit yang rendah menunjukkan gangguan

pada sumsum tulang, sedangkan jumlah yang meningkat menunjukkan suatu

proses hemolitik atau kehilangan darah yang aktif.4,15

5. Indeks Red Blood Cell Distribution Width (RDW)

Indeks RDW dapat menunjukkan variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang

juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi.5,6,12

Indeks RDW (MCV/RBC x RDW) dengan hasil >220 merupakan indikasi

untuk anemia defisiensi besi dan bila indeks <220 merupakan indikasi untuk

talasemia trait dengan spesifisitas 92%. Indeks RDW dapat membantu

menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan elektroforesis

hemoglobin untuk konfirmasi talasemia trait.5,6

Indeks RDW yang tinggi menunjukkan 71-100% sensitif dan 50% spesifik

terhadap defisiensi besi pada orang dewasa. Pada bayi umur 12 bulan indeks

RDW yang tinggi menunjukkan 100% sensitif dan 82% spesifik, karena spesifisitas

yang rendah maka indeks RDW tidak digunakan sebagai uji tapis tunggal tetapi

(30)

6. Indeks Mentzer

Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasi dimana

prevalensi talasemia yang tinggi. Indeks Mentzer dapat membantu membedakan

defisiensi besi dengan talasemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil

perhitungan MCV/RBC.6,12

Jika perhitungan nilai indeks Mentzer >13 mengindikasikan adanya anemia

defisiensi besi, sedangkan nilai <13 merupakan indikasi untuk talasemia minor

dengan spesifisitas 82%.2,6

7. Hemoglobin content of reticulocytes (CHr)

CHr merupakan konsentrasi besi yang mengandung protein dalam retikulosit dan

diukur dengan menggunakan flow cytometer. CHr juga merupakan indikator awal

terhadap defisiensi besi pada subjek yang sehat yang diberikan recombinant

human erythropoietin.5,6,19,20

Brugnara C, dkk (1999) melakukan suatu penelitian retrospektif terhadap

(31)

terbaik terhadap defisiensi besi dibandingkan dengan Hb, MCV, serum iron, RDW,

dan saturasi transferrin. 19

2.3.2. Pemeriksaan Biokimia 1. Serum ferritin

Ferritin adalah cadangan besi yang nilainya berkurang selama defisiensi besi

sebelum nilai serum iron dan total iron binding capacity berubah. Anemia defisiensi

besi dengan gambaran anemia mikrositik hipokrom, akan menunjukkan serum

ferritin yang sangat rendah dan menurunnya cadangan besi. Konsentrasi serum

ferritin yang rendah merupakan karakteristik hanya dijumpai pada keadaan

defisiensi besi.6,18

Spesifisitas pemeriksaan serum ferritin akan meningkat jika dikombinasi

dengan pemeriksaan lain seperti hemoglobin untuk defisiensi besi, tetapi

penggunaannya masih terbatas karena harga pemeriksaan yang mahal dan belum

banyak tempat yang dapat melakukannya.4 Sheriff A dkk (1998) menyatakan

bahwa pada bayi antara umur 12 dan 18 bulan tidak terjadi perubahan yang

(32)

umur sehingga bila ferritin digunakan sebagai alat tapis defisiensi besi maka faktor

umur juga harus diperhatikan.16

Serum ferritin merupakan reaktan fase akut yang konsentrasinya akan

meningkat pada keadaan inflamasi, infeksi kronik, atau penyakit lain sehingga

dapat menunjukkan hasil dalam batas normal pada keadaan defisiensi besi.5,12

2. Serum iron

Konsentrasi serum iron akan menurun bila cadangan besi tubuh berkurang, tetapi

tidak menggambarkan keadaan cadangan besi yang akurat karena adanya faktor

tambahan seperti absorbsi besi dari makanan, infeksi, inflamasi, dan variasi diurnal

dimana nilainya lebih tinggi pada siang hari. 5,19

3. Total iron-binding capacity (TIBC)

Pada saat defisiensi besi, terjadi deplesi dari cadangan besi, diikuti dengan

menurunnya serum iron dan peningkatan kadar TIBC. Berkurangnya jumlah

(33)

Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein, yaitu transferrin

sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar transferrin yang

akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalam serum menurun.5,6

Pemeriksaan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain selain status besi, TIBC

akan rendah pada keadaan malnutrisi, inflamasi, infeksi kronis, dan

keganasan.5,6,10

4. Pemeriksaan Saturasi Transferrin

Hasil pemeriksaan saturasi transferrin menunjukkan jumlah iron-binding sites dan

besi yang dibawa cadangan besi dengan menghitung perbandingan antara

konsentrasi serum iron dengan TIBC yang dinyatakan dalam persen. Nilai saturasi

transferrin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar serum iron relative

terhadap jumlah iron-binding sites, yang juga menandakan rendahnya cadangan

besi. Nilai saturasi transferrin yang menurun sebelum anemia timbul, belum cukup

untuk menunjukkan deplesi besi. Pemeriksaan ini dipengaruhi oleh faktor lain yang

sama seperti pemeriksaan TIBC dan konsentrasi serum iron, dan kurang sensitif

(34)

Saturasi transferrin lebih sensitif terhadap perubahan status besi dalam

tubuh bila dibandingkan dengan indeks eritrosit, nilainya yang rendah bila

dihubungkan dengan TIBC yang meningkat akan mengarah kepada diagnosis

defisiensi besi.5,6,10

5. Serum transferrin receptor

Serum transferrin receptor merupakan protein transmembran dengan dua rantai

polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara transferrin plasma

dengan permukaan sel reseptor transferrin. Ketika terjadi defisiensi besi maka

terjadi peningkatan jumlah transferrin receptor.5,13 Pemeriksaan ini baik digunakan

pada bayi dan pada daerah dengan prevalensi infeksi yang tinggi karena serum

transferrin receptor tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi akut atau kronik.21,22

6. Erythrocyte protoporphyrin (EP)

Pada saat kekurangan besi dalam tubuh, terjadi akumulasi protoporfirin, karena

tidak ada besi yang bergabung dengan protoporfirin untuk membentuk

(35)

Menurut Serdar dkk (2000), dalam suatu penelitian dengan 72 anak anemia

defisiensi besi, terdapat hubungan yang signifikan antara EP dan hemoglobin.

Hasil pemeriksaan EP lebih sensitif tetapi kurang spesifik dibanding pemeriksaan

kadar ferritin, dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan diagnostik terhadap

defisiensi besi dan untuk diagnosis anemia defisiensi besi pada bayi.24

7. Zinc protoporfirin (ZPP)

ZPP adalah metabolit normal dalam biosintesis heme. Walaupun jumlahnya

sedikit, tetapi masih dibutuhkan dalam proses tersebut. Reaksi akhir dari jalur

biosintesis heme adalah ikatan besi dengan protoporfirin. Bila terjadi kekurangan

atau gangguan penggunaan besi maka seng merupakan logam alternatif yang

berikatan dengan heme. Hal ini menunjukkan suatu respons biokimia pertama

terhadap kekurangan besi untuk eritropoesis, yang mengakibatkan peningkatan

ZPP dalam eritrosit di sirkulasi.25-27

Pada saat anemia defisiensi ditemukan kadar hemoglobin yang berkurang

dan menunjukkan adanya deplesi besi. Kekurangan besi pada masa eritropoesis

(36)

Hastka dkk (1994) berdasarkan penelitiannya menyarankan pemeriksaan

hemoglobin, ferritin, dan ZPP untuk mempermudah melihat setiap tahap defisiensi

besi. ZPP juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tapis terhadap defisiensi

besi.28

2.4. FAKTOR RISIKO ANEMIA DEFISIENSI BESI Faktor risiko terjadinya ADB yaitu :

1. Berdasarkan usia a. Bayi < 1 tahun15,29

Persediaan besi pada bayi kelompok ini berkurang disebabkan karena berat

badan lahir rendah, prematur atau lahir kembar, ASI tanpa suplementasi

besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, atau pengaruh anemia

selama kehamilan. b. Anak 1-2 tahun9,14

Asupan besi yang kurang pada usia ini terjadi karena tidak mendapat

makanan tambahan, kebutuhan meningkat, infeksi berulang, atau

(37)

c. Anak 2-5 tahun9,14

Pada periode ini, asupan besi yang kurang disebabkan karena jenis asupan

makanan yang dikonsumsi kurang mengandung besi, kebutuhan meningkat,

infeksi berulang, atau kehilangan berlebihan karena perdarahan.

d. Usia 5 tahun – remaja14,29

Pada kelompok ini, ADB terjadi karena kehilangan berlebihan, misalnya

infeksi parasit atau poliposis, serta periode menstruasi pada anak

perempuan

e. Remaja – dewasa

Kejadian ADB pada kelompok ini terutama ditemukan pada perempuan

akibat menstruasi.

2. Sosial ekonomi rendah 3. Kegemukan

Pasien dengan masalah kegemukan sering mengalami penurunan aktifitas

yang berakibat pemecahan mioglobin berkurang dan berlanjut penurunan

pelepasan besi, juga cenderung terjadi pembatasan diet yang kaya akan

(38)

terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dan maturitas pada usia yang lebih

dini, yang menyebabkan kebutuhan zat besi semakin meningkat.14,30 4. Vegetarian

Para vegetarian menghindari konsumsi zat-zat makanan dari makhluk hidup

misalnya daging, ikan, unggas yang kaya akan besi. Sebaliknya mereka

mengkonsumsi zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang

kaya selulosa yang merupakan penghambat penyerapan besi non heme.14

2. 5.Kerangka Konseptual

(39)

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka yang dilakukan untuk membandingkan

manfaat terapi besi pada kelompok anak sekolah dasar yang menderita anemia

defisiensi besi dalam memperbaiki nilai indeks Mentzer dan indeks RDW.

3.2 Tempat dan Waktu

Tempat penelitian adalah di Area Kebun PTPN III Aek Nabara, Kecamatan Bilah

Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 12 bulan

dimulai pada tanggal 3 November 2006 – 30 November 2007.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah anak – anak sekolah dasar yang menderita anemia

defisiensi besi di daerah Kebun PTPN III Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu,

Kabupaten Labuhan Batu. Sampel penelitian diambil berdasarkan cara

(40)

3.4 Perkiraan besar sampel penelitian Besar sampel ditentukan dengan rumus :31

n1 = n2 = 2

S = simpang baku kedua kelompok = 3,6

2

1 X

X − = perbedaan klinis yang diinginkan = 0,7

Bila ditetapkan α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:

α

Z = deviat baku normal untuk α = 1,960

Bila β = 0,20 dan power = 0,80 maka:

β

Z = deviat baku normal untuk β = 0,842

Sehingga diperoleh besar sampel 53 orang pada setiap kelompok

3.5 Kriteria penilaian 3.5.1. Kriteria inklusi :

1. Anak usia 9-12 tahun yang menderita anemia defisiensi besi.

2. Mendapat izin tertulis dari orangtua.

3.5.2. Kriteria eksklusi :

1. Menderita penyakit darah yang lain, penyakit ginjal dan penyakit infeksi

kronis lainnya

(41)

3. Anemia berat

4. Tidak mengikuti penelitian sampai selesai

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pencegahan anemia defiesiensi

besi, suplementasi besi yang diberikan, dan efek samping besi. Formulir

persetujuan setelah penjelasan dan lembar penjelasan sebagaimana terlampir

dalam tesis ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas

(42)

3.8. Cara kerja dan Alur Penelitian

Kelompok Fe

Penentuan anemia berdasarkan kriteria WHO, yaitu untuk anak usia 6-14 tahun

kadar Hb adalah < 12 g/dl. Sedangkan anemia defisiensi besi jika ditemukan

kadar Hb < 12 g/dl, MCV < 70 fl, RDW > 16%, Indeks Mentzer > 13 dan Indeks

RDW > 220. Setelah dilakukan randomisasi, sampel penelitian dibagi menjadi

dua kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat preparat besi satu kali

sehari dan kelompok yang mendapat plasebo.

Randomisasi mrnggunakan cara simple random sampling dengan cara

dengan menghitung terlebih dahulu populasi jumlah subyek dalam populasi

(43)

Setelah besar sampel untuk masing kelompok ditentukan, selanjutnya dipilih

dengan bantuan randomisasi program SPSS 13.

Preparat besi diberikan setiap hari dalam bentuk kapsul ferro sulfat dengan

dosis 5 mg besi elemental per kilogram berat badan. Kapsul yang diberikan

mempunyai bentuk dan rasa yang sama seperti preparat besi.

Darah kapiler sampel diambil sebanyak 0,5 ml dari sampel penelitian

sebelum penelitian, setelah 90 hari pemberian besi, dan 8 bulan kemudian.

Dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, eritrosit, mean corpuscular

volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean corpuscular

hemoglobin concentration (MCHC), red cell distribution width (RDW). Pemeriksaan

ini diukur dengan auto anlyzer ( ABX Mikros-60, France ).

Berat badan sampel turut ditimbang dengan menggunakan timbangan

merk MIC (sensitif sampai 0,5 kg) dan tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi

(44)

3.9. identifikasi Variabel

Variabel Bebas Skala

- Jenis obat Nominal

Variabel Tergantung Skala

- Indeks RDW Numerik

- Indeks Mentzer Numerik

Variabel Perancu - Usia

- Pola Makan

- Asupan Nutrisi

- Angka Kesakitan

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago). Analisa data

untuk mengetahui rerata hasil laboratorium pada kedua kelompok pada 3 periode

(45)

mengetahui perbedaan rerata sebelum dan sesudah terapi dengan uji t

(46)

BAB 4. HASIL

4.1 Hasil Penelitian

Pada awal penelitian didapati jumlah populasi terjangkau sebanyak 300 anak.

Setelah dilakukan uji tapis anemia untuk masuk kriteria penelitian, terdapat 106

anak yang menderita anemia dan kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu 53

anak untuk kelompok besi satu kali sehari dan 53 anak kelompok plasebo satu

kali sehari. Selama masa pemantauan ada 2 kasus pada kelompok yang diberi

besi lepas dari pemantauan, sehingga di akhir penelitian hanya 104 anak yang

menyelesaikan penelitian, dengan jumlah 51 anak yang mendapat terapi besi dan

53 anak yang menyelesaikan penelitian sampai akhir selama 12 bulan (gambar 3).

(47)

Pada karakteristik sampel saat permulaan penelitian tidak didapati perbedaan

bermakna dari jenis rerata umur, jenis kelamin, berat badan, hemoglobin dan

parameter hematologi. (Tabel 1)

Tabel 1 . Karakteristik sampel

Karakteristik Terapi Besi x(SD)

Plasebo x(SD)

Umur (bulan) 121,18 (17,88) 121,21 (15,49)

Jenis Kelamin

Berat badan (kg) 27,89 (6,11) 25,47 (5,49)

Tinggi Badan (cm) 130,147 (8,39) 127,38 (8,19)

Hemoglobin (g/dl) 10,32 (1,22) 10,09 (1,42)

Hematokrit (%) 32,26 (5,05) 31,41 (5,05)

Eritrosit (juta/mm3) 5,01 (3,80) 4,37 (0,7)

MCV (fl) 72,66 (2,77) 72,58 (4,10)

MCH (pg) 23,40 (2,59) 23,29 (2,50)

MCHC (g/dL) 31,93 (3,13) 32,32 (3,16)

RDW (%) 15,81 (2,11) 15,79 (2,12)

Indeks Mentzer 16,50 (3,02) 17,26 (4,63)

(48)

Setelah pemberian terapi besi selama 3 bulan (hari ke-90), pada kelompok yang

mendapat terapi besi terdapat peningkatan nilai Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC, RDW,

serta penurunan nilai Indeks RDW dan Mentzer. Hal yang sama juga terjadi pada

kelompok yang mendapat plasebo (tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan nilai pemeriksaan di awal penelitian dan setelah hari ke-90

(49)

Pada pengamatan 8 bulan kemudian, ditemukan penurunan kembali nilai Hb, Ht,

eritrosit, MCH, MCHC, dan peningkatan kembali nilai RDW, indeks Mentzer,dan

indeks RDW pada kedua kelompok (tabel 3).

(50)

Grafik – grafik berikut ini adalah perbandingan rerata variabel pemeriksaan darah

antara kelompok terapi besi dan plasebo

Grafik 1. Perbandingan rerata nilai hemoglobin antara kelompok terapi besi dengan plasebo setiap pengambilan darah

(51)
(52)

BAB 5. PEMBAHASAN

Defisiensi besi pada anak menimbulkan perhatian serius, karena kekurangan akan

zat besi pada masa pertumbuhan anak akan menimbulkan berkurangnya prestasi

belajar di sekolah.5,15

Dari penelitian ini didapati bahwa dari 300 anak yang mengikuti penelitian

ini, ditemukan hampir 50% dari jumlah populasi sampel mengalami anemia

defisiensi besi.

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit bukan merupakan tes

diagnostik pilihan karena kadar Hb atau Ht tidak sensitif terhadap ADB. Namun

kedua pemeriksaan ini relatif murah, mudah didapat dan merupakan pemeriksaan

yang paling sering digunakan untuk uji tapis defisiensi besi. Tahap awal terjadinya

ADB tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan kadar Hb dan Ht. Pemeriksaan ini

diperlukan untuk menentukan keparahan anemianya.5,6 Pemeriksaan kadar Hb

dan Ht juga tidak spesifik karena banyak penyebab anemia selain defisiensi

(53)

Pada penelitian ini digunakan pemeriksaan yang sederhana untuk

menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi yaitu Hb, MCV, RDW, Indeks

Mentzer dan Indeks RDW.

Kecurigaan yang mengarah ADB berdasarkan pemeriksaan slide darah tepi

adalah mikrositik hipokromik, dan pemeriksaan kadar ferritin serum merupakan tes

diagnostik yang paling baik untuk ADB dengan sensitivitas dan spesifisitas paling

baik. Kadar ferritin serum pada anak ADB < 12 ug/L, namun pemeriksaan ini

kurang lazim dipakai sebagai pemeriksaan uji tapis karena relatif mahal.5,18 MCV

berguna untuk menentukan apakah mikrositik, normositik atau makrositik.

Penelitian yang dilakukan Wulan (2004) pada bayi-bayi berusia 12 bulan

ditemukan bahwa RDW yang tinggi (>14%) sensitifitasnya 100% dan

spesifisitasnya 82%.8 Karena spesifisitasnya yang relatif rendah, maka

pemeriksaan RDW saja tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji tapis,

tetapi sering digunakan bersama dengan MCV untuk membedakan diantara variasi

anemia.Nilai RDW yang meningkat dengan MCV yang menurun mengarah kepada

diagnosis defisiensi besi.4,12

(54)

> 13 merupakan ADB dan bila < 13 menunjukkan talasemia minor dengan

spesifisitas sebesar 82%. Indeks RDW ( MCV / RBC x RDW ) bila > 220

merupakan ADB, namun bila < 220 menunjukkan talasemia dengan spesifisitas

92%.6 Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menyingkirkan kemungkinan

talasemia terutama di wilayah Asia Tenggara, Afrika dan Mediterania.6,10 Di

samping itu pemeriksaan ini relatif sederhana dan mudah dilakukan sehingga

dapat diaplikasikan pada daerah di mana memiliki sarana laboratorium yang

terbatas.5,6

Respons terhadap terapi besi juga dapat membantu untuk diagnosis anemia

defisiensi besi, di mana jika didapati peningkatan hemoglobin 1-2 g dalam 3-4

minggu terapi besi dengan dosis 3-6 mg besi elemental/kg BB/hari dapat diterima

sebagai bukti adanya defisiensi besi sebelum terapi, dan pemberian preparat besi

dilanjutkan 2-3 bulan lagi sejak keadaan Hb normal.4 Pemberian preparat besi

dapat secara oral atau parenteral. Pemberian preparat ferro sulfat oral adalah cara

yang mudah, murah dan memuaskan. Efek samping pemberian preparat besi

peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak seperti

mual, sakit perut dan diare, oleh karena itu dianjurkan pemberiannya dengan dosis

(55)

karena akan lebih mudah diserap daripada bentuk ferri. Preparat besi yang

diberikan biasanya adalah dalam bentuk ferro sulfat yang harganya relatif lebih

murah karena mudah diberikan dan efek samping yang ringan terhadap saluran

cerna.10,15

Dalam penelitian ini peneliti memberikan ferro sulfat yang dikemas dalam

kapsul pada semua sampel agar mudah dalam pemberian dan lebih menarik bagi

anak dan orangtua. Pemberian ferro sulfat 3 bulan pertama, dilakukan untuk

memperoleh perbaikan respons. Setelah diterapi selama 3 bulan, ternyata baik

pada kelompok yang mendapat terapi besi maupun plasebo menunjukkan

perbaikan pemeriksaan hematologis (tabel 2). Secara keseluruhan pada periode

ini, kelompok yang mendapat terapi perlakuan besi masih menunjukkan hasil

pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo,

yang tampak dari hasil pemeriksaan Hb dan RDW. Nilai Hb kelompok yang

mendapat terapi besi berbanding kelompok placebo (15,09 vs 12,13, p = 0,04) dan

nilai RDW (15,81 vs 16,54, p = 0,01).

Pada penelitian ini peneliti mencoba membandingkan hasil perhitungan

(56)

indeks RDW pada kedua kelompok (tabel 3). Perbandingan rerata nilai indeks

RDW antara kelompok yang mendapat besi dengan kelompok yang mendapat

plasebo setelah 3 bulan adalah 239,96 (SD = 39,25) vs 235,17 (31,77) p = 0,72.

Sedangkan perbandingan rerata nilai indeks Mentzer antara kelompok yang

mendapat besi dengan kelompok yang mendapat plasebo setelah 3 bulan adalah

16,08 (SD = 1,98) vs 16,20 (SD = 2,27) p = 0,72. Hal ini mungkin

disebabkan karena kepatuhan sampel untuk makan obat yang masih rendah,

karena infeksi parasit, kurangnya asupan vitamin C dari buah-buahan dan

konsumsi protein hewani yang mendukung absorpsi besi, serta pengaruh

makanan/minuman yang dapat mengganggu penyerapan besi (seperti : teh, kopi,

dan kuning telur).11 Hal ini merupakan kekurangan dalam studi ini, karena

sebelumnya tidak diterangkan kepada orangtua dan anak yang mengikuti

penelitian ini, agar mengurangi konsumsi makanan/minuman seperti yang telah

disebutkan sebelumnya.

Pada penelitian ini tidak ditemukan efek samping dari pemberian preparat

besi. Setelah pemberian terapi besi selama 3 bulan dihentikan, pada pengamatan

8 bulan kemudian ditemukan bahwa variabel nilai pemeriksaan darah rutin kembali

(57)

mendapat terapi besi perbandingan nilai hemoglobin di awal penelitian dengan

akhir penelitian adalah 10,31 g/dl vs 9,88 g/dl. Sementara pada kelompok yang

mendapat plasebo, perbandingan nilai hemoglobin di awal penelitian dengan akhir

penelitian adalah 10,09 g/dl vs 9,30 g/dl.

Berdasarkan penelitian Demir dkk (2002), tidak ada pemeriksaan indeks

hematologis yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas 100%, tetapi 90%

perhitungan eritrosit yang dikoreksi indeks RDW merupakan pemeriksaan yang

paling diandalkan untuk membedakan -talasemia dengan anemia defisiensi besi.

Tetapi untuk diagnosa banding yang lebih akurat dianjurkan untuk memeriksakan

status besi dan Hb elektroforese.32

Beyan dkk (2007), dalam penelitiannya pada orang dewasa yang menderita

anemia hipokrom mikrositer juga turut menyimpulkan bahwa sangat diajurkan

untuk melakukan pemeriksaan lanjutan status besi (serum ferritin, serum besi,

saturasi transferrin) dan kadar Hb elektroforese.33

Menurunnya kembali hasil pemeriksaan darah rutin pada akhir penelitian

perlu mendapat perhatian, dan kembali pada keadaan bahwa anemia defisiensi

(58)

yaitu rata- rata Rp. 500.000,-/bulan (data tidak tertulis), dan tingkat malnutrisi

cukup tinggi. Pada tabel 1 diketahui bahwa usia rata-rata sampel penelitian adalah

10 tahun, sedangkan berat badan rata-rata usia tersebut berdasarkan grafik CDC,

tahun 2000 adalah 30 kg. Keadaan seperti ini membutuhkan rekomendasi subsidi

makanan tambahan yang kaya nilai gizi, pemberian suplemen multi mikronutrien

(seperti : besi), monitoring prevalensi anemia pada anak (pemeriksaan rutin) serta

peningkatan pendidikan atau penyebaran informasi terhadap pentingnya gizi.15,36

Kami menyadari bahwa studi ini masih belum sempurna karena dalam

penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan yang penting dalam membandingkan

diagnosa besi yaitu pemeriksaan biokimia besi seperti retikulosit, serum ferritin,

transferrin. Selain itu, kepatuhan minum obat pada sampel penelitan hanya

dipercayakan pada guru dan orangtua sampel. seharusnya ada petugas pemantau

minum obat pada tiap pasien untuk memastikan obat apakah obat diminum

dengan teratur dan mencatat efek samping obat. Dalam penelitian ini peneliti juga

tidak menyingkirkan lebih dulu faktor-faktor pengganggu penyerapan besi seperti

(59)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa tidak ada perbedaan

bermakna dari nilai indeks Mentzer dan RDW setelah pemberian ferro sulfat yang

dibandingkan plasebo pada anak dengan anemia usia 9-12 tahun . 5.2 Saran

Dibutuhkan rekomendasi subsidi makanan tambahan yang kaya nilai gizi,

pemberian suplemen multi mikronutrien terutama dalam hal ini adalah zat besi,

monitoring prevalensi anemia pada anak dalam bentuk pemeriksaan rutin,

peningkatan pendidikan dan penyebaran informasi kepada masyarakat tentang

(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. Stoltzfus RJ. Defining iron-deficiency anemia in public health terms: a time for Reflection. J Nutr. 2001 131 : 565S-567S.

2. Dallman PR. Nutritional Anemia. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Rudolps Pediatrics. Edisi ke-20. Connecticut: Appleton & Lange, 1996.h.1176-80.

3. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anenia defisiensi besi. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak, Jakarta : BP- IDAI, 2005. h.30-43

4.

McGregor SG, Ani C. A review of studies on the effect of iron

deficiency on cognitive development in children.

J. Nutr. 2001; 131:

649S–668S.

5. Wu AC, Lesperance L, Bernstein H. Screening for iron deficiency. Pediatr Rev 2002; 21:171-178.

6. Sandoval C, Jayabose S, Eden AN. Trends in diagnosis and management of iron deficiency during infancy and early childhood. Hematol Oncol Clin N Am 2004;18:1423-1438.

7. Asih R, Ugrasena IDG, Permono B, Soeparto P. Kegunaan indeks eritrosit untuk diagnosis anemia defisiensi besi. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia (PIT-IKA II IDAI), Batam, 2004. h.101

8. Wulan DR, Ugrasena IDG, Permono B. Pemeriksaan Red Distribution Width sebagai penunjang penegakan diagnosa anemia defisiensi besi pada anak. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia (PIT-IKA II IDAI), Batam, 2004.h.126

9. Hillman RS, Ault KA, Rindler HM. Iron deficiency anemia. Dalam : Hillman RS, Ault KA, Rindler HM, penyunting. Hematology in clinical practice : a guide to diagnosis and management. Edisi ke-4. Washington: McGraw-Hill Co, 2005. h. 53-5

(61)

11. Dallman PR, Yip R, Oski FA. Iron deficiency and related nutritional anemias. Dalam: Nathan DG, Oski FA, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke 4. Philadelphia: Saunders, 1993.h.413-46

12. Irwin JJ, Kirchner JT. Anemia in children. Am Fam Physician. 2001; 64: 1379-1386.

13. Punnonen K, Irjala K, Ramajaki A. Serum transferrin receptor and its ratio to serum ferritin in the diagnosis of iron deficiency. Blood. 1997; 89(3): 1052-1057.

14. Will AM. Iron metabolism, sideroblastic anemia, and iron overload. Dalam: Lilleyman JS, Hann IM, Blanchette VS, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke- 2. London; Churchill Livingstone,2000.h.105-126.

15. Iron Deficiency Anaemia. Assessment, Prevention and Control A guide for programme managers. 2001, New York; WHO. h.14–22.

16. Sherrif A, Emond A, Bell JC, Golding J. Should infants be screened for anaemia? A prospective study investigating the relation between haemoglobin at 8, 12, and 18 months and development at 18 months. Arch Dis Child. 2001; 84: 480-485.

17. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 341(26): 1986-1995.

18. Wright CM, Kelly J, Trail A, Parkinson KN, Summerfield G. The diagnosis of borderline iron deficiency: result of a therapeutic trial. Arch Dis Child. 2004; 89: 1028-1031.

19. Brugnara C. Iron deficiency and erythropoiesis: new diagnostic approaches. Clin Chem. 2003; 49(10): 1573-1578.

20. Mast AE, Blinder MA, Lu Q, Flax S, Dietzen DJ. Clinical utility of the reticulocyte hemoglobin content in the diagnosis of iron deficiency. Blood .2002; 99(4): 1489-1491.

21. Olivares M, Walter T, Cook JD, Hertrampf E, Pizarro F. Usefulness of serum transferrin receptor and serum ferritin in diagnosis of iron deficiency in infancy. Am J Clin Nutr 2000; 72: 1191-1195.

22. Harthoorn-Lastuizen EJ, van’t Sant P, Lindemans J, Langenhuijsen M. Serum transferrin receptor and erythrocyte zinc protoporphyrin in patients with anemia. Clin Chem 2000; 46: 719-722.

(62)

for iron deficiency in children and women?. Am J Clin Nutr. 2003; 77: 1229-1233.

24. Serdar MA, Sarici U, Kurt I, Alpay F, Okutan V, Kurnaz L, dkk. The role of erythrocyte protoporphyrin in the diagnosis of iron deficiency anemia of children. J Trop Pediatr. 2000; 46: 323-326.

25. Labbe RF, Vreman HJ, Stevenson DK. Zinc protoporphyrin: A metabolite with a mission. Clin Chem. 1999; 45 (12): 2060-2072.

26. Griffin IJ, Reid MM, McCormick KPB, Cooke RJ. Zinc protoporphyrin/haem ratio and plasma ferritin in preterm infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2002; 87: F49-F51.

27. Labbe RF, Dewanji A, McLaughlin. Observations on the zinc protoporphyrin/heme ratio in whole blood. Clin Chem. 1999; 45: 146-148. 28. Hastka J, Lasserre JJ, Schwarzbeck A, Hehlman R. Central role of zinc

protoporphyrin in staging iron deficiency. Clin Chem. 1994; 40(5): 768-773. 29. Lind T, Lonnerdal B, Persson L, Stenlund H, Tennefors C, Hernell O.

Effects of weaning cereals with different phytate contents on hemoglobin, iron stores, and serum zinc: a randomized intervention in infants from 6 to 12 mo of age. Am J Clin Nutr. 2003;78:68-75.

30. Oski FA. Iron deficiency in infancy and childhood. N Engl J Med. 1999;329(3):190-193

31. Madiyono B, Moeslichan S, Satroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sample. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto, 2008. h.302-30

32. Nead KG, Halterman JS, Kaczorowski JM, Auinger P, Weitzman M. Overweight children and adolescent: a risk group for iron deficiency. Pediatrics 2004;114:104-108

33. Demir A, Yarali N, Fisgin T, Duru F, Kara A. Most reliable indices in differentiation between thalassemia trait and iron deficiency anemia. Ped Int. 2002; 44: 612–616.

34. Beyan C, Kaptan K, Ifran A. Predictive value of discrimination indices in differential diagnosis of iron deficiency anemia and beta-thalassemia trait. Eur J Haematol. 2007; 78:524–526.

(63)

36. High prevalence of anemia among young children in urban and rural areas. Indonesian Crisis Bulletin. Hellen Keller International – Indonesia, 2000;2:1. 37. Lubis B. Pengaruh anemia defisiensi besi pada perkembangan kognitif.

(64)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN Saya yang bertanda tangan berikut ini :

Nama : ... Umur : ... Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *)

Umur : ...tahun Alamat : ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian

dengan judul ”PENGARUH PEMBERIAN TERAPI BESI TERHADAP PERUBAHAN

NILAI INDEKS MENTZER DAN INDEKS RDW (RED CELL DISTRIBUTION WIDTH) PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENDERITA ANEMIA DEFISIENSI BESI”

Saya telah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa Saya mengijinkan dengan rela Saya / anak Saya menjadi subyek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini. Saya juga telah mengetahui dan menyetjui bahwa dalam penelitian ini, biaya pemeriksaan tidak dibebankan kepada Saya.

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

(65)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Assalamu’alaikum wr.wb.

Selamat pagi Bapak/Ibu sekalian yang hadir di sini.

Pagi ini Saya (peneliti) akan melakukan beberapa pemeriksaan kepada anak ibu/bapak. Melalui acara pagi ini Saya mau memberitahukan kepada para hadirin sekalian bahwa

Saya akan melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Pemberian Terapi Besi Terhadap

Perubahan Nilai Indeks Mentzer Dan Indeks RDW (Red Cell Distribution Width) Pada Anak Sekolah Dasar yang Menderita Anemia Defisiensi Besi”.

Bapak/Ibu sekalian, anemia defisiensi besi merupakan suatu keadaan anemia yang diakibatkan kekurangan zat gizi, yang banyak dijumpai pada kelompok anak, terutama pada anak usia sekolah dasar. Anemia dalam bahasa awam dapat dijelaskan sebagai suatu keadaan berkurangnya kadar hemoglobin dari nilai normal. Hemoglobin sendiri adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengikat oksigen, besi, zat-zat nutrisi (yang telah diserap dan dimetabolisme oleh salutan pencernaan) dan menyampaikannya ke organ-organ tubuh lainnya (misal : ke otak, jantung, ginjal, dll). Hemoglobin sendiri fungsinya sangat dipengaruhi oleh kadar besi dan cadangan besi tubuh, yang beredar dalam darah. Dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, maka pemeriksaan kedua indeks di atas juga telah turut diperiksa.

Manfaat penelitian ini, adalah untuk menjadikan pemeriksaan darah rutin biasa sebagai alat pemeriksaan skrining (pemantau) pada kelompok masyarakat luas, apakah telah terjadi anemia defisiensi besi, terutama pada kelompok anak usia sekolah dasar.

Adapun pemeriksaan yang akan Saya lakukan diantaranya adalah : pemeriksaan fisik berupa berat badan (BB), tinggi badan (TB), yang kemudian Saya lanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium (darah). Dalam pemeriksaan darah nanti akan Saya akan mengambil sebanyak tiga kali sampel darah sebelum pemberian, setelah 3 bulan pemberian terapi besi, kemudian delapan bulan setelah pemberian terapi besi dihentikan sama sekali. Darah yang kami ambil sebanyak lebih kurang 0,3 - 0,5 cc dari ujung jari. Tujuan dari pengambilan darah periode pertama adalah untuk menilai kadar hemoglobin yaitu kadar darah yang dapat menilai seseorang anemia/kurang atau tidak

Jika dari pemeriksaan darah dari anak-anak Bapak/Ibu ada yang menderita anemia, maka Saya akan memberikan persediaan obat selama 3 bulan, kemudian akan dilakukan pemantauan setelah 3 bulan tersebut dan 9 bulan kedepannya,

(66)

Jika selama menjalankan penelitian ada keluhan yang dialami oleh anak Bapak/Ibu, silahkan menghubungi Saya:

dr. Budi Andri Ferdian

Divisi Hematologi – Onkologi Anak

Fakultas Kedokteran USU / RS H. Adam Malik Jl. Bunga Lau No. 17 Medan

Telp. 8365663

Atau Jl. Prof. A. Sofyan No. 38, Medan 20155

Telepon: 061-8213620 HP : 08153100624 / 06177378119

Demikian informasi ini Saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, Saya ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum wr wb, Peneliti,

(67)

(68)

Lampiran 4.

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Budi Andri Ferdian

Tanggal lahir : 11 Juni 1978

Tempat lahir : Medan

Alamat : Jl. Prof. A. Sofyan No. 38 Medan, 20155

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Khalsa Medan, tamat tahun 1990

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Medan, tamat 1993

3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan tamat tahun 1996

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2002

Pendidikan Spesialis

1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-12-2003 s/d 31-12-2003

2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2004 s/d 31-12-2004

3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2005 s/d 31-12-2005

4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2006 s/d 31-12-2006

(69)
(70)

Gambar

Tabel 4.3.
Gambar 2.1. Jalur utama transpor besi.9
Gambar 3. Profil Penelitian
Tabel 1 .  Karakteristik sampel
+5

Referensi

Dokumen terkait