BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan kerusakan struktur atau fungsi jantung sehingga kemampuan pengisian dan pemompaan ventrikel menjadi terganggu. Gagal jantung merupakan masalah yang umum dijumpai hingga saat ini, prognosisnya tetap buruk meskipun sudah mendapatkan pengobatan yang efektif. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan prognosis pada pasien, baik untuk mengidentifikasi pasien dengan prognosis buruk yang memerlukan pengawasan ketat maupun pengobatan intensif yang mungkin dapat menghasilkan prognosis yang lebih baik. 1,2,3
Di Amerika Serikat, gagal jantung menjadi penyebab terbanyak pada pasien yang mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan jumlah penderita ± 5 juta orang. Setidaknya terdapat 2,3% dari populasi dewasa umur 45 tahun yang menderita gagal jantung dan meningkat menjadi 4% pada umur diatas 75 tahun. Lebih dari 550.000 orang didiagnosis gagal jantung tiap tahunnya dan merupakan penyebab 287.200 kematian pertahun. Saat ini prevalensi gagal jantung di negara berkembang berkisar 2%.4,5
Diagnosis dan terapi awal yang lebih dini dapat mengurangi lamanya rawatan dan biaya pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan petanda biokimia yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Saat ini, peranan tersebut dipenuhi oleh N-terminal proBrain Natriuretic Peptide (NT-proBNP) yang memiliki peranan
penting sebagai penanda prognostik gagal jantung kronik.5
jantung kronik yang dikeluarkan oleh European Society of Cardiology (ESC)6 tahun 2012 telah memasukkan pemeriksaan BNP/NT-proBNP dalam pendekatan diagnosis gagal jantung. Dari beberapa studi sebelumnya menyatakan semakin tinggi kadar NT-proBP maka semakin tinggi pula tingkat morbiditas dan mortalitas dari penderita gagal jantung.7,8,9,10
Satu kendala besar dalam penggunaan NT-proBNP dalam menilai prognosis dini keadaan gagal jantung kronik adalah ketersediaannya. Masalah ketersediaan ini meliputi dua hal; yang pertama adalah bahwa tidak semua laboratorium klinik memiliki sarana untuk pemeriksaan NT-proBNP karena memerlukan suatu reagen yang tidak tersedia secara bebas, sehingga pemeriksaan NT-proBNP hanya mungkin dilakukan di laboratorium-laboratorium klinik yang besar dengan sarana lengkap yang tentunya jumlahnya masih sangat minim di kota besar di Indonesia, apalagi di daerah terpencil. Masalah kedua terletak pada biaya, pemeriksaan NT-proBNP bukanlah pemeriksaan hematologi rutin yang biayanya murah, biaya pemeriksaan NT-proBNP cukup mahal jika dibandingkan dengan pemeriksaan hematologi lainnya, sehingga pada sebagian besar pasien gagal jantung kronik, pemeriksaan NT-proBNP terpaksa tidak dapat dilakukan dengan alasan keterbatasan biaya. Hal ini mengakibatkan manfaat besar dari NT-proBNP sebagai petanda prognosis belum dapat dirasakan oleh banyak pasien.
Kenyataan ini merefleksikan perlunya suatu petanda baru dalam hal prognosis gagal jantung kronik dengan ketersediaan yang lebih luas dan biaya yang lebih terjangkau untuk dapat mengimbangi peranan NT-proBNP sehingga dapat diterapkan secara lebih luas.
bahwa nilai prognostik dari RDW lebih unggul daripada anemia atau tingkat keparahan (severity).11
Setelah publikasi awal oleh Felker et al12 pada tahun 2007 yang melaporkan bahwa RDW ditemukan secara kebetulan dapat menjadi prediktor prognosis yang konsisten dan independen pada penderita gagal jantung, RDW menjadi subjek yang menarik bagi para peneliti klinis dilapangan. Jackson et al13 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1% nilai RDW berkaitan dengan peningkatan resiko mortalitas sebesar 9% pada penderita gagal jangtung kronik.
RDW memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan NT-proBNP dalam hal ketersediaanya. RDW merupakan suatu petanda yang termasuk kedalam pemeriksaan hitung darah rutin dan selalu dilaporkan bersamaan dengan Hemoglobin, Hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC). Oleh karena itu, pemeriksaan RDW tidak memerlukan biaya khusus tambahan yang akan memberatkan pasien. Terlebih lagi, karena merupakan bagian dari pemeriksaan darah lengkap, nilai RDW dapat diperiksa disemua laboratorium klinik bahkan didaerah terpencil sekalipun. Hal inilah yang tentunya menjadikan RDW jauh lebih aplikatif dibandingkan NT-proBNP.
Satu hal yang menjadi masalah adalah apakah benar RDW dapat merefleksikan peranan NT-proBNP sebagai penanda prognosis pasien gagal jantung kronik. Hal ini tentunya perlu dijawab, karena meskipun RDW unggul dalam hal ketersediaan dilapangan, akan tetapi jika ternyata korelasi antara RDW dan NT-proBNP tidak cukup signifikan, maka tentu peranan RDW sebagai petanda gagal jantung kronik tidak dapat diterapkan. Oleh karena itu dibutuhkan banyak penelitian yang bertujuan membuktikan korelasi antara RDW dengan NT-proBNP pada penderita gagal jantung kronik.
petanda gagal jantung kronik. Namun data mengenai korelasi ini masih sangat terbatas jumlahnya dan hanya dilakukan pada kalangan ras kulit putih saja, sehingga bisa jadi beberapa faktor demografis akan menjadi perancu jika hal ini diterapkan di Indonesia.13,14
Sejauh pengamatan penulis, hingga saat ini, penelitian yang membahas korelasi antara RDW dengan NT-proBNP pada penderita gagal jantung kronik di Indonesia masih belum ada. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang menganalisis korelasi antara RDW dengan NT-proBNP pada penderita gagal jantung kronik yang tidak terkompensasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP-HAM) Medan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Adakah korelasi antara RDW dengan NT-proBNP pada gagal jantung kronik yang tidak terkompensasi?
1.3. Hipotesis Penelitian
Dijumpai adanya korelasi antara RDW dengan NT-proBNP pada gagal jantung kronik yang tidak terkompensasi.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui korelasi antara nilai RDW dengan NT-proBNP pada gagal jantung kronik yang tidak terkompensasi
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dengan diketahuinya korelasi antara RDW dengan NT-proBNP, diharapkan RDW dapat digunakan sebagai petanda prognosis yang murah serta aplikatif pada penderita gagal jantung kronik yang tidak terkompensasi.
1.6. Kerangka Konseptual
Gambar 1.1. Kerangka Konseptual Penelitian Gagal Jantung Kronik Tidak
Terkompensasi
Regangan dinding ventrikel peningkatan tekanan
pengisian
Peningkatan RDW Peningkatan NT-pro
BNP Aktivasi Hepsidin
Inflamasi kronis Eritropoesis yang tidak
efektif Malnutrisi