• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Harian Media Indonesia Terhadap Partai Golkar Dalam Berita Hak Angket Kasus Mafia Pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konstruksi Harian Media Indonesia Terhadap Partai Golkar Dalam Berita Hak Angket Kasus Mafia Pajak"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

KONSTRUKSI HARIAN MEDIA INDONESIA TERHADAP PARTAI GOLKAR DALAM BERITA HAK ANGKET KASUS MAFIA PAJAK (Studi Analisis Framing Berita Hak Angket Kasus Mafia Pajak pada Harian

Media Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Guna memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

FIRDHA YUNI GUSTIA 070904044

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : FIRDHA YUNI GUSTIA NIM : 070904044

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Konstruksi Harian Media Indonesia Terhadap Partai Golkar Dalam Berita Hak Angket Kasus Mafia Pajak

Medan, 7 Juni 2011

Dosen Pembimbing

Drs. Amir Purba, M.A, Ph. D NIP. 195102191987011001

Ketua Departemen

Dra. Fatmawardy Lubis, M.A NIP. 196208281987012001

Dekan

(3)

ABSTRAKSI

Keterlibatan media massa dengan kegiatan politik tidak semata-mata mencerminkan perhatian media terhadap politik, melainkan menyiratkan pula adanya keterikatan atas dasar suatu kepentingan antara kepemilikan sebuah media dan kekuatan politik yang diberitakannya. Akibatnya, banyak media massa yang menunjukkan sikap partisannya terhadap partai politik.

Harian Media Indonesia (MI) merupakan salah satu contoh partai yang sering menunjukkan sikap partisannya terhadap partai politik. Saat Surya Paloh, sang pemilik media, masih aktif berkiprah di Partai Golkar, semua berita mengenai Partai Golkar diberitakan secara positif. Citra positif dalam pemberitaan terhadap Partai Golkar yang dilakukan MI menunjukkan bagaimana pengaruh Surya Paloh ketika itu.

Namun, sejak kekalahan Paloh pada pemilihan ketua umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar tahun 2009 di Pekan Baru, Surya Paloh tidak lagi aktif berkiprah di partai tersebut. Hal ini boleh jadi berimplikasi pada perubahan arah pemberitaan MI mengenai Partai Golkar saat ini. Berdasarkan realitas tersebut penelitian ini akan mencoba untuk menggambarkan bagaimana perubahan Harian MI dalam mengkonstruksikan realitas politik khususnya pada pemberitaan mengenai perdebatan pengajuan hak angket kasus mafia perpajakan.

Penelitian ini merupakan analisis teks media yang bersifat deskripstif dengan pendekatan analisis framing. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Adapun analisis framing yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis framing dari Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki yang menganalisis teks media dengan empat perangkat, yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil‘alamin. Beribu pujian dan syukur penulis tak akan

cukup rasanya untuk dihaturkan sebagai rasa terima kasih penulis kepada Sang Maha Kuasa, Allah SWT, atas karunia-Nya yang begitu besar sehingga skripsi berjudul Konstruksi Harian Media Indonesia Terhadap Partai Golkar Dalam Berita Hak Angket Kasus Mafia Pajak (Studi Analisis Framing Berita Hak Angket Kasus Mafia Pajak pada Harian Media Indonesia) ini dapat penulis selesaikan.

Dalam skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran bagaimana objektivitas pemberitaan yang selama ini dipelajari dalam teori-teori yang disampaikan melalui bangku perkuliahan, ternyata memang tidak pernah ada dalam sebuah pemberitaan. Yang ada hanyalah kepentingan pemilik media itu sendiri.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan semangat. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Firdaus Syarbaini dan Ibunda Gustini. untuk segala doa, air mata dan keringat, serta dukungan moril dan materil, untuk semua yang penulis capai hingga saat ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

(5)

2. Kepada Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Kepada Bapak Drs. Amir Purba, M.A, Ph. D selaku dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas saran, arahan, dan ketersediaan waktunya untuk mendiskusikan skripsi ini di tengah-tengah padatnya kesibukan.

4. Bapak Drs. Safrin M. Si selaku dosen wali penulis yang telah membimbing dan memberi masukan selama perkuliahan.

5. Terima kasih kepada jajaran dosen, staf pengajar, dan administrasi di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU atas ilmu yang telah dibagikan kepada penulis semasa perkuliahan.

6. Terima kasih untuk kakak dan adik penulis: Feni Elvira Rahmadani (tengkyu

ya sist, atas doa, saran dan dukungannya..), Ahmad Fadly Agusanto

(baek-baek di rantau ya, bro..), Gustiyansyah Ilham (semangat, bro!), dan adek

paling cerewet Firanda Gustiningsih (rajin-rajin belajar yah, sayang..). Senyum dan tawa kalian memberikan semangat yang luar biasa bagi penulis. 7. Teristimewa buat Afdhal, atas segala semangat, dukungan, dan bantuan yang

tulus kepada penulis.

8. Kepada Miftah Khairuza, sahabat seperjuangan dan seperangkotan. (Terima

kasih banyak yah buk, atas semangat dan sesi curhat angkot selama ini…:D).

(6)

9. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan di ‘Batu Kristal’ HMI Komisariat FISIP USU. Indra Fitri (kocik) Hutabarat, Siti Maryam Hutabarat, Ika Krisna Kartika, Wirda Amalia Suzli, Erlina Haryati Siregar, Riski Melati, Tri Yunita, Maurina Raffanda, Rini Syahfitri, Nenda Pratiwie, Novira Sari, Deddy (Cibo) Kurniawan, Edo Ikarus (biar panjang sikit namamu do..=P), Fauzan Ismail, Budi Irwansyah, Ferdiansyah Putra, Ara Auza, Amirullah, Akbar Pribadi, Rholand Muary, Dika Yudhistira, M. Rizal (Acong) Lubis, M. Taufik (Aseng), Fakhrurrazi. Terima kasih banyak atas kekeluargaan, kebersamaan, dan semua kisah indah selama perjuangan di kampus, juga atas tawa dan air mata (kita berproses bersama..berbagi suka dan duka).

10. Buat adinda-adinda angkatan 08 dan 09 yang masih berproses di HMI Komisariat FISIP USU (Tetap semangat..:)).

11. Terima kasih tak terhingga pula buat SUARA USU tercinta, tempat penulis banyak belajar mengenai jurnalistik dan pengelolaan manajemen pers yang telah membuka mata penulis terhadap dunia jurnalistik di luar kampus. Kepada kawan-kawan seperjuanganku di rumah yang kita sebut “rumah tanpa jeda” ini, M. Arif, Khairil Hanan, dan Yudhistira (eh..ternyata cuma kita

berempat orang-orang terpilih itu..=D). Adik-adikku di SUARA USU, Wan

(7)

Annisa, (Baek-baek di SU yaa..). Juga terima kasih buat kakanda Vinsensius Sitepu atas idenya yang menginspirasi penulis dalam penelitian skirpsi ini. 12. Kepada seluruh teman-teman seangkatan di Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP USU angkatan 2007. Anindi (Mambo) Virda Malani (bebep, you are

my best understanding partner ever..=)), Dwi (acik) Kurniati, Rival (Jung),

Harry (Ubur), Siti (Sitong) Rizky, Dema (adek) Khadijah, Rosadi (adek bungsu) Rangkuti, dan kawan-kawan lainnya (welcome to the

jungle!!haha..:D)

13. Kobasjiba Crew beserta Kakanda Hadi Sukmono (Terima kasih atas

semangat dan dukungannya..)

14. Serta semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini tak dapat terselesaikan atas jerih payah penulis dan bantuan kalian semua. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak, terutama dalam hal pengkajian media melalui pendekatan kualitatif.

Medan, Juni 2011

Firdha Yuni Gustia

(8)

DAFTAR ISI

Abstraksi ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar... viii

Daftar Tabel ... ix

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 5

I.3 Pembatasan Masalah ... 5

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

I.5 Kerangka Teori ... 6

I.6 Instrumen Penelitian ... 17

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Pendekatan Politik Ekonomi Media ... 20

II.2 Konstruksi Sosial Media Massa ... 27

II.3 Teori Propaganda ... 30

II.4 Teori Agenda Setting ... 32

(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 40

III.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya Harian Media Indonesia 40 III.1.2 Visi dan Misi serta Motto Harian Media Indonesia 44 III.1.3 Struktur Organisasi Harian Media Indonesia... 45

III.2 Metode Penelitian ... 46

III.3 Subjek Penelitian ... 47

III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 48

III.5 Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Framing Pemberitaan Harian Media Indonesia... 50

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 94

V.2 Saran ... 96

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Contoh Tabel Daftar Subjek Penelitian 7 Februari s/d 26 Februari 2011

... 49

Tabel 2. Tabel Daftar Subjek Penelitian 7 Februari s/d 22 Februari 2011 ... 50

Tabel 3. Tabel Frame berita 7 Februari 2011 ... 51

Tabel 4. Tabel Frame berita 8 Februari 2011 ... 58

Tabel 5. Tabel Frame berita 9 Februari 2011 ... 62

Tabel 6. Tabel Frame berita 11 Februari 2011... 66

Tabel 7. Tabel Frame berita 14 Februari 2011... 71

Tabel 8. Tabel Frame berita 16 Februari 2011... 74

Tabel 9. Tabel Frame berita 18 Februari 2011... 77

Tabel 10. Tabel Frame berita 20 Februari 2011 ... 80

Tabel 11. Tabel Frame berita 22 Februari 2011 ... 85

(12)

ABSTRAKSI

Keterlibatan media massa dengan kegiatan politik tidak semata-mata mencerminkan perhatian media terhadap politik, melainkan menyiratkan pula adanya keterikatan atas dasar suatu kepentingan antara kepemilikan sebuah media dan kekuatan politik yang diberitakannya. Akibatnya, banyak media massa yang menunjukkan sikap partisannya terhadap partai politik.

Harian Media Indonesia (MI) merupakan salah satu contoh partai yang sering menunjukkan sikap partisannya terhadap partai politik. Saat Surya Paloh, sang pemilik media, masih aktif berkiprah di Partai Golkar, semua berita mengenai Partai Golkar diberitakan secara positif. Citra positif dalam pemberitaan terhadap Partai Golkar yang dilakukan MI menunjukkan bagaimana pengaruh Surya Paloh ketika itu.

Namun, sejak kekalahan Paloh pada pemilihan ketua umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar tahun 2009 di Pekan Baru, Surya Paloh tidak lagi aktif berkiprah di partai tersebut. Hal ini boleh jadi berimplikasi pada perubahan arah pemberitaan MI mengenai Partai Golkar saat ini. Berdasarkan realitas tersebut penelitian ini akan mencoba untuk menggambarkan bagaimana perubahan Harian MI dalam mengkonstruksikan realitas politik khususnya pada pemberitaan mengenai perdebatan pengajuan hak angket kasus mafia perpajakan.

Penelitian ini merupakan analisis teks media yang bersifat deskripstif dengan pendekatan analisis framing. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Adapun analisis framing yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis framing dari Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki yang menganalisis teks media dengan empat perangkat, yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Media massa sebagai penyedia informasi, dewasa ini semakin memegang peran yang penting dalam kehidupan politik. Aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberi dampak yang amat signifikan bagi perkembangan politik. Sebagai contoh, kekuatan media massa pada tahun 1998 mampu mempercepat tumbangnya rezim Orde Baru oleh Gerakan Reformasi. Ketika itu, pemberitaan luas tentang gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa beserta masyarakat oleh media cetak dan elektronik mampu mempercepat pengunduran diri Presiden Soeharto.

(14)

Media massa dalam melakukan produksi berita boleh jadi dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu. Sementara faktor eksternal berupa tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.

Pada era reformasi, sejumlah media massa memperlihatkan sikap partisannya terhadap partai politik secara terbuka walaupun tidak menyatakan diri secara resmi sebagai pendukung salah satu partai politik. Keterlibatan media massa dengan kegiatan politik, tidak semata-mata mencerminkan perhatian media terhadap politik, melainkan menyiratkan pula adanya keterikatan atas dasar suatu kepentingan antara sebuah media dan kekuatan politik yang diberitakannya entah itu kepentingan ekonomi, politik ataupun ideologis (Hamad, 2004: 75).

Untuk media cetak, Harian Media Indonesia (MI) merupakan salah satu media yang sering menunjukkan sikap partisannya terhadap partai politik. Sepak terjang Surya Paloh sebagai pemilik surat kabar ini dalam politik, tidak bisa dipungkiri mempengaruhi pemberitaannya. Terutama pemberitaan mengenai Partai Golkar, dimana Surya Paloh sempat menjadi anggota MPR dari partai ini.

(15)

dalam pemberitaan terhadap Partai Golkar yang dilakukan MI menunjukkan bagaimana pengaruh Surya Paloh (sebagai pemilik dari MI) ketika itu.

Beberapa penelitian menunjukkan bagaimana harian Media

Indonesia memberitakan Partai Golkar secara positif. Hasil penelitian Ibnu

Hamad yang dituliskan dalam bukunya, Konstruksi Realitas Politik dalam

Media massa (2004), mengungkapkan bahwa dalam berita-berita

mengenai Pemilu 2004, MI memperlihatkan sikap yang positif untuk mencitrakan Partai Golkar. Situasi reformasi yang cenderung mendiskreditkan Golkar disiasati agar tidak merusak hubungan politik dan ekonomi yang selama ini terjaga antara MI dan Golkar (Hamad, 2004: 134). Yakni dengan memberi wacana positif ke semua partai. Bahkan, salah satu penelitian terbaru yakni pada Pemilu 2009, menunjukkan bahwa pemberitaan MI cenderung berpihak dan mendukung calon presiden dari Partai Golkar. Dalam pemberitaan MI, Jusuf Kalla selalu dicitrakan secara positif dengan memberitakan Jusuf Kalla sebagai calon presiden yang paling tepat memimpin Indonesia (dikutip dari abstraksi skripsi Dewanto Samodro, 2010).

(16)

perubahan arah pemberitaan MI mengenai Partai Golkar saat ini. Apalagi setelah Golkar berperan sebagai salah satu partai koalisi dalam pemerintahan.

Baru-baru ini Partai Golkar sebagai partai koalisi dalam pemerintahan membuat suatu keputusan kontroversial dengan mendukung hak angket terhadap kasus mafia pajak dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, Partai Demokrat yang notabene-nya adalah ‘rekan’ Partai Golkar dalam koalisi dan representatif dari pemerintah, tidak menyetujui adanya hak angket tersebut dengan berbagai alasan.

Pengajuan hak angket terhadap kasus mafia perpajakan ini dilatarbelakangi oleh kasus penyelewengan biaya pajak yang dilakukan oleh Pegawai Golongan Tiga Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Halomoan Tambunan. Sebagai salah satu hak istimewa DPR, hak angket boleh dilaksanakan boleh juga tidak. Tentu pengajuan hak angket untuk menyelesaikan permasalahan ini memicu pro dan kontra dalam tubuh DPR sendiri. Keputusan Golkar mendukung hak angket ini dipandang kontroversial oleh beberapa pihak dikarenakan peran Partai Golkar sebagai partai koalisi yang seharusnya mendukung dan sejalan dengan pemerintahan.

(17)

bagaimana Harian Media Indonesia mengkonstruksi realitas Partai Golkar dalam pemberitaan mengenai hak angket kasus mafia pajak.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah konstruksi Harian Media

Indonesia terhadap Partai Golkar dalam pemberitaan mengenai Hak

Angket Kasus Mafia Pajak yang terjadi pada tahun 2011?”

I.3 Pembatasan Masalah

Agar tidak terjadi pengembangan masalah di luar ruang lingkup dan kekaburan dalam penelitian, peneliti merasa perlu untuk melakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, bertujuan untuk melihat arah pemberitaan Harian Media Indonesia terhadap Partai Golkar dalam pemberitaan mengenai hak angket kasus mafia pajak.

2. Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan menggunakan model analisis Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

3. Media yang diteliti adalah media cetak harian atau surat kabar. Dalam hal ini peneliti menggunakan Harian Media Indonesia yang terbit sepanjang bulan Februari 2011.

(18)

I.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara Harian Media

Indonesia memaknai, memahami dan membingkai berita yang

berhubungan dengan Partai Golkar.

2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pandangan dan posisi Harian Media Indonesia dalam mengkonstruksi berita terkait Partai Golkar saat ini, terutama pemberitaan tentang hak angket kasus mafia pajak.

I.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya khasanah penelitian tentang realitas dan konstruksi pemberitaan di media cetak.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya penelitian khususnya di bidang Ilmu Komunikasi.

3. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

I.5 Kerangka Teori

(19)

kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 39).

Sedangkan menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 1993: 6). Dalam penelitian ini teori yang dianggap relevan adalah:

I.5.1 Pendekatan Politik Ekonomi Media

Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik media, modal dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta ke arah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001: 2).

(20)

dapat membongkar dasar atas sesuatu masalah yang tampak pada permukaan (http://kamaruddin-blog.blogspot.com/2010/10/kapitalisme-organisasi-media-dan.html).

Dalam studi media massa, penerapan pendekatan ekonomi politik

memiliki tiga konsep awal, yaitu: komodifikasi, spasialisasi dan strukturasi. Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas atau barang dagangan sebagai alat mendapatkan keuntungan. Dalam media massa tiga hal yang saling terkait adalah: isi media, jumlah audiens dan iklan. Berita atau isi media adalah komoditas untuk menaikkan jumlah audiens atau oplah. Jumlah audiens atau oplah juga merupakan komoditas yang dapat dijual pada pengiklan. Uang yang masuk merupakan profit dan dapat digunakan untuk ekspansi media. Ekspansi media menghasilkan kekuatan yang lebih besar lagi dalam mengendalikan masyarakat melalui sumber-sumber produksi media berupa teknologi.

Selanjutnya, Spasialisasi adalah cara-cara mengatasi hambatan jarak dan waktu dalam kehidupan sosial. Dengan kemajuan teknologi komunikasi, jarak dan waktu bukan lagi hambatan dalam praktik ekonomi politik. Spasialisasi berhubungan dengan proses transformasi batasan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan proses perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi dan besarnya badan usaha media.

(21)

Media yang sama pemiliknya akan memiliki ideologi yang sama pula. Korporasi dan besarnya media akan menimbulkan penyeragaman isi berita dimana penyeragaman ideologi tak akan bisa dihindari. Dengan kata lain, media dapat digunakan untuk menyampaikan ideologi pemiliknya.

Sementara itu, dalam memberitakan suatu peristiwa, media massa dipengaruhi oleh beragam pengaruh. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam buku Mediating the Message: Theories of Influences on Mass

Media Content (1996) mengemukakan ada lima level dalam media yang

memengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan, yaitu: 1. Level Individu/Pekerja Media

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak.

2. Level Rutinitas Media

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk.

(22)

Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu sendiri.

Dialektika dalam level organisasi media ini dapat menjelaskan munculnya kecenderungan pers era reformasi untuk mengedepankan berita-berita politik yang tajam, sensasional, bahkan bombastis.

4. Level Ekstra Media

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus memengaruhi pemberitaan media.

5. Level Ideologi

Ideologi adalah world view sebagai salah satu kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Pada level ideologi akan lebih dilihat kepada yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukannya.

(23)

Golkar pada harian Media Indonesia. Sementara lima level yang diungkapkan oleh Shoemaker dan Reese digunakan peneliti untuk memperjelas bahwa kepemilikan media dan ideologi mempengaruhi pembentukan berita.

I.5.2 Konstruksi Sosial Media Massa

Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social

Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of Knowledge

tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192).

(24)

Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).

Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan konstruksi; tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 188-189). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi: Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap sebaran konstruksi: prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

(25)

4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.

Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkostruksi realitas sosial dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Melalui konstruksi sosial media, dapat dijelaskan bagaimana media massa membuat gambaran tentang realitas. Untuk itu, peneliti menggunakan paradigma ini sebagai pandangan dasar untuk melihat bagaimana harian Media Indonesia memaknai, memahami dan kemudian membingkai realitas partai Golkar ke dalam bentuk teks berita.

I.5.3 Teori Propaganda

Teori propaganda menurut Herman dan Chomsky dalam bukunya

Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media

(26)

penguasa media akan melakukan apapun agar posisi mereka aman serta sejahtera. Propaganda, melalui sebuah media selalu digunakan untuk membangun citra politik, baik citra politik seseorang maupun citra politik partai.

Sebenarnya, fokus model propaganda ini adalah pada ketidakseimbangan antara kekayaan dengan kekuasaan dan efek multilevel terhadap minat serta pilihan media massa. Maksudnya, uang dan kekuasaan dapat menyetir output berita serta memungkinkan pihak-pihak dominan (swasta maupun pemerintah) menyampaikan pesan-pesan sesuai dengan kepentingan tertentu pada publiknya.

Herman dan Chomsky memperkenalkan model propaganda yang didalamnya terdapat filter-filter yang mempresentasikan kekuatan politik yang ada, yakni: ukuran besar-kecil kepemilikan dan orientasi media, pengiklan, sumber berita, flak dan ideologi anti komunisme (Herman, 1988: 2).

(27)

I.5.4 Teori Agenda Setting

Agenda setting diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam

Public Opinion Quarteley tahun 1972, berjudul The Agenda Setting

Function of Mass Media. Asumsi dasar teori agenda setting adalah jika

media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting (Bungin, 2008: 281).

Media menata sebuah agenda terhadap peristiwa ataupun isu tertentu sehingga dianggap penting oleh publik. Caranya, media dapat menampilkan isu-isu itu secara terus menerus dengan memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya, sehingga publik sadar atau tahu akan isu-isu tersebut, kemudian publik menganggapnya penting dan meyakininya. Dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting pada dasarnya adalah karena media menganggapnya penting. Dalam penelitian ini, teori agenda setting digunakan untuk melihat bagaimana harian Media Indonesia memberikan penekanan terhadap Partai Golkar melalui peristiwa hak angket mafia perpajakan ini sebagai sesuatu yang penting untuk dikonsumsi publik.

I.5.5 Analisis Framing

(28)

politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini, konsep

framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk

menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.

Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa.

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau

cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2004: 162).

(29)

Adapun dalam penelitian ini, model analisis yang digunakan adalah model analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah salah satu model analisis yang banyak dipakai dalam menganalisis teks media. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang semua isu atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan itu (Eriyanto, 2004: 252).

Setiap media memiliki konstruksi dan pembingkaian yang berbeda-beda atas suatu realitas atau peristiwa. Demikian juga dengan harian

Media Indonesia dalam memberitakan Partai Golkar melalui peristiwa

kontroversi hak angket mafia perpajakan ini.

Melalui pembingkaian, wartawan mampu membuat peristiwa yang rumit menjadi sederhana dan dapat diterima oleh khalayak. Bahkan budaya, pengetahuan, lingkungan, atau faktor lain yang dimiliki oleh wartawan dapat memengaruhi bagaimana ia mengkonstruksi realitas menjadi suatu berita. Dengan kata lain, penelitian ini akan melihat bagaimana pandangan dan posisi Harian Media Indonesia dalam mengkonstruksi berita terkait Partai Golkar saat ini, terutama dalam pemberitaan tentang hak angket kasus mafia pajak.

(30)

Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan model analisis milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki sebagai instrument penelitian. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka “Framing Analysis: An

Aproach to News Discourse” mengoperasikan empat dimensi struktural teks

berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global (Sobur, 2004: 175).

Selanjutnya perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar:

1. Struktur Sintaksis yang berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Dapat diamati dari bagian berita (lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya).

2. Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan peristiwa ke dalam bentuk berita.

3. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

(31)

PERANGKAT FRAMING

1. Skema berita

2. Kelengkapan berita

7. leksikon 8. Grafis 9. Metafora 3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk Kalimat 6. Kata Ganti STRUKTUR SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta TEMATIK Cara wartawan menulis fakta RETORIS Cara wartawan menekankan fakta UNIT YANG DIAMATI Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup

5 W + 1H

Paragraf, proporsi, kalimat, hubungan antar kalimat Kata, idiom, gambar/foto, grafik

menekankan arti tertentu kepada pembacanya. (Eriyanto, 2004:255-256)

Gambar 1.

Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

[image:31.595.176.515.244.670.2]
(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Pendekatan Politik Ekonomi Media

Pendekatan politik ekonomi media berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001:2). Dalam pendekatan politik ekonomi media, kepemilikan media (media ownership) mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat.

Istilah ekonomi politik diartikan secara sempit oleh Mosco sebagai: studi tentang hubungan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling menguntungkan antara sumber-sumber produksi, distribusi dan konsumsi, termasuk didalamnya sumber-sumber yang terkait dengan komunikasi (Boyd Barrett, 1995: 186). Boyd Barrett secara lebih gamblang mengartikan ekonomi politik sebagai studi tentang kontrol dan pertahanan dalam kehidupan sosial. (Boyd Barrett, 1995: 186)

(33)

sumber-sumber ekonomi yang ada di masyarakat. Bila seseorang atau sekelompok orang dapat mengontrol masyarakat berarti dia berkuasa secara de facto, walaupun de jure tidak memegang kekuasaan sebagai eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pandangan Mosco tentang penguasa lebih ditekankan pada penguasa dalam arti de facto, yaitu orang atau kelompok orang yang mengendalikan kehidupan masyarakat.

Jika memang demikian, maka kekuasaan pemilik media, meski secara etik dibatasi dan secara normatif disangkal, bukan saja memberi pengaruh pada konten media, namun juga memberikan implikasi logis kepada masyarakat selaku audiens. Pemberitaan media menjadi tidak bebas lagi, muatannya kerap memperhitungkan aspek pasar dan politik.

Dasar dari kehidupan sosial adalah ekonomi. Maka pendekatan ‘ekonomi politik’ merupakan cara pandang yang dapat membongkar dasar atas sesuatu masalah yang tampak pada permukaan. (http://kamaruddin-blog.blogspot.com/2010/10/kapitalisme-organisasi-media-dan.html).

Dalam studi media massa, penerapan pendekatan ekonomi politik memiliki

(34)

media menghasilkan kekuatan yang lebih besar lagi dalam mengendalikan masyarakat melalui sumber-sumber produksi media berupa teknologi.

Selanjutnya, spasialisasi adalah cara-cara mengatasi hambatan jarak dan waktu dalam kehidupan sosial. Dengan kemajuan teknologi komunikasi, jarak dan waktu bukan lagi hambatan dalam praktek ekonomi politik. Spasialisasi berhubungan dengan proses transformasi batasan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Dapat dikatakan juga bahwa spasialisasi merupakan proses perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi dan besarnya badan usaha media.

Akhirnya, komodifikasi dan spasialisasi dalam media massa menghasilkan strukturasi atau menyeragaman ideologi secara terstruktur. Media yang sama pemiliknya akan memiliki ideologi yang sama pula. Korporasi dan besarnya media akan menimbulkan penyeragaman isi berita dimana penyeragaman ideologi tak akan bisa dihindari. Dengan kata lain, media dapat digunakan untuk menyampaikan ideologi pemiliknya.

Pada dasarnya, apa yang disajikan oleh media adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam buku

Mediating the Message: Theories of Influences on Mass Media Content (1996)

mengemukakan ada lima level dalam media yang memengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan, yaitu:

1. Level Individu/Pekerja Media

(35)

personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, sedikit banyak memengaruhi apa yang ditampilkan media.

Selain personalitas, level individu juga berhubungan dengan segi profesionalisme dari pengelola media. Latar belakang pendidikan atau kecenderungan orientasi pada partai politik sedikit banyak bisa memengaruhi pemberitaan media. Wartawan yang memiliki orientasi terhadap partai politik tertentu akan memberitakan secara berbeda partai politik yang kebetulan menjadi idolanya.

2. Level Rutinitas Media

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk.

(36)

Dalam hal ini media massa memiliki standard operational prochedure dalam mencari dan menemukan berita. Kemampuan media di dalam rutinitas media juga dipengaruhi oleh sumber daya manusia, materi, dan perlengkapan.

3. Level Organisasi Media

Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya.

Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan berita agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi menginginkan berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita.

(37)

4. Level Ekstra Media

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus memengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media.

Pertama, sumber berita. Sumber berita disini dipandang bukanlah

sebagai pihak netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk memengaruhi media dengan berbagai alasan seperti memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, sumber berita tentu saja memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Media telah menjadi corong dari sumber berita untuk menyampaikan apa yang dirasakan oleh sumber berita tersebut.

Kedua, sumber penghasilan media. Sumber penghasilan media ini bisa

berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. Media harus

survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan

(38)

diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak.

Ketiga, pihak eksternal. Pihak eksternal seperti pemerintah dan

lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Ini karena dalam negara yang otoriter, negara menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diberitakan. Pemerintah dalam banyak hal memegang lisensi penerbitan, kalau media ingin tetap dan bisa terbit ia harus mengikuti batas-batas yang telah ditentukan pemerintah tersebut. Berita yang berhubungan dengan pemerintah terutama berita buruk akan diembargo atau dibatalkan, daripada nasib media yang bersangkutan akan mati. Keadaan ini tentu saja berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan pasar dan bisnis.

5. Level Ideologi

(39)

II.2. Konstruksi Sosial Media Massa

Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in

The Sociological of Knowledge tahun 1966. (Bungin, 2008: 193).

Bagi Berger dan Luckmann, realitas tidak terbentuk dengan sendirinya secara ilmiah, namun dibentuk dan dikonstruksi. Realitas berwajah ganda/plural, setiap orang dapat memiliki konstruksi yang berbeda-beda terhadap sebuah realitas, selain itu realitas juga bersifat dinamis dan dialektis. Realitas tidak statis maupun tunggal karena ada relativitas sosial dari apa yang disebut pengetahuan dan kenyataan.

Menurut Berger dan Luckmann pula, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192).

(40)

memasukan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas.

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann telah direvisi dengan menambahkan variabel atau fenomena media massa yang sangat substantif dalam proses eksternalisasi, subyektivasi dan internalisasi. Inilah yang kemudian dikenal sebagai konstruksi sosial media massa. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).

Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 188-189). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi: Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.

(41)

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa; (3) sebagai pilihan konsumtif.

4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.

[image:41.595.105.539.534.796.2]

Pada kenyataanya, realitas sosial itu berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Individu mengkostruksi realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya (Bungin, 2008: 188-189).

Gambar 2.

Proses Konstruksi Sosial Media Massa (Sumber: Bungin, 2008: 204)

Objektivasi

Internalisasi

P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n

M E D I A M A S S A Eksternalisasi - Objektif - Subjektif - Inter Subjektif

Realitas Terkonstruksi: - Lebih Cepat

- Lebih Luas - Sebaran Merata

- Membentuk Opini Massa - Massa Cenderung

Terkonstruksi

- Opini Massa Cenderung Apriori

(42)

II.3. Teori Propaganda

Teori propaganda menurut Herman dan Chomsky dalam bukunya

Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media (1988), adalah

teori tentang media yang memaksakan kepentingannya sedimikian rupa agar diterima oleh publik. Media mempropagandakan nilai-nilai tertentu untuk didesakkan kepada publik. Bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa kepemilikan media sangat

strategis, oleh karena itu, para penguasa media akan melakukan apapun agar posisi mereka aman serta sejahtera.

Sebenarnya, fokus model propaganda ini adalah pada ketidakseimbangan antara kekayaan dengan kekuasaan, dan efek multilevel terhadap minat serta pilihan media massa. Maksudnya, uang dan kekuasaan dapat menyetir output berita, serta memungkinkan pihak-pihak dominan (swasta maupun pemerintah) menyampaikan pesan-pesan sesuai dengan kepentingan tertentu pada publiknya.

Herman dan Chomsky memperkenalkan model propaganda yang didalamnya terdapat filter-filter yang mempresentasikan kekuatan politik yang ada, yakni: ukuran besar-kecil kepemilikan dan orientasi media; Pengiklan; Sumber berita; Falk; dan Ideologi anti komunisme. (Herman, 1988: 3-29)

(43)

kemampuan media untuk bisa survive, karena, semakin luas jaringannya, semakin aman keberadaan media tersebut.

Filter kedua yang dijelaskan oleh Herman dan Chomsky adalah keberadaan iklan. Keberadaan iklan berfungsi untuk menopang profit bisnis media. Media menjadikan iklan sebagai sumber utama bagi mereka. Sedikit banyak, pengiklan juga melekatkan ideologinya pada media terkait, karena mereka memegang kendali dengan mengiklankan produk pada media tersebut. Bahkan tak jarang pengiklan juga menentukan konten media.

Kemudian, menilik pada filter selanjutnya yakni sumberberita, media massa membutuhkan legitimasi atas berita tersebut dengan menghadirkan sumber berita (narasumber) yang dianggap otoritatif dalam menjelaskan suatu peristiwa. Menurut Herman dan Chomsky, sumber berita penting untuk dua hal. Pertama, kredibilitas berita. Semakin sulit narasumber diraih, semakin prestise suatu berita. Kedua, media bisa mengklaim berita yang dihasilkan sebagai sesuatu yang objektif.

Filter keempat adalah flak. Flak merupakan respon negatif terhadap pernyataan media yang biasanya berasal dari surat, petisi, telepon, gugatan hukum, dan bentuk-bentuk komplain dan protes lainnya (Herman, 2002: 26). Respon ini bisa jadi muncul secara sporadis tetapi bisa juga terorganisir oleh korporasi atau kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.

(44)

tahun 50-an, saat keberadaan Rusia, Kuba dan China menonjol. Ideologi dan musuh bersama tersebut menyatukan media dan pandangan publik. Sehingga, opini publikdapat disetir sesuai dengan ideologi yang ada di negara tersebut, yang kemudian menempatkan posisi aman secara nasional.

II.4. Teori Agenda Setting

Agenda setting diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public

Opinion Quarteley tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of Mass

Media. Asumsi dasar teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan

pada suatu peristiwa, maka media itu akan memengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. (Bungin, 2008: 281)

Media menata (men-setting) sebuah agenda terhadap peristiwa ataupun isu tertentu sehingga dianggap penting oleh publik. Caranya, media dapat menampilkan isu-isu itu secara terus menerus dengan memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya, sehingga publik sadar atau tahu akan isu-isu tersebut, kemudian publik menganggapnya penting dan meyakininya. Dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting pada dasarnya adalah karena media menganggapnya penting.

Menurut Onong Uchjana Effendy (dalam Bungin, 2008: 282), teori

agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa,

(45)

juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.

II.5. Analisis Framing

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.

Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing

adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2004: 162).

(46)

kelompok-kelompok yang diangkat dan dijatuhkan, ada berita yang dianggap penting dan tidak penting. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan untuk mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakkan.

Ada dua aspek penting dalam framing. Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan kepada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan, yaitu apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta

yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu, penempatan yang menyolok, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi simplifikasi dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.

(47)

tertentu. Fakta tidak ditampilkan secara apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi yang spesifik.

Adapun dalam penelitian ini, model analisis yang digunakan adalah model analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model analisis

framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah salah satu model analisis

yang banyak dipakai dalam menganalisis teks media. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang semua isu atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan itu (Eriyanto, 2004: 252).

Menurut Pan dan Kosicki ada dua dari konsepsi framing yang saling berkaitan yaitu konsepsi psikologi (internal individu) dan konsepsi sosiologis (sosial). Bagaimana kedua konsepsi yang berlainan tersebut dapat digabungkan dalam suatu model dijelaskan dan dilihat dari bagaimana suatu berita diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh wartawan.

Model Pan dan Kosicki ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai

frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide.

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka “Framing

Analysis: An Aproach to News Discourse” mengoperasikan empat dimensi

(48)

Selanjutnya perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar: 1. Sintaksis

Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan bagan berita –headline, lead, latar informasi, sumber, penutup, dalam suatu kesatuan teks berita secara keseluruhan.

a. Headline

Berita yang menjadi topik utama media. b. Lead

Alinea pembuka atau alinea pertama suatu berita. Lead atau teras berita berisi pokok-pokok penting yang dapat mewakili isi berita. c. Latar informasi

Merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan arah mana pandangan khalayak hendak dibawa.

d. Kutipan sumber berita

Orang atau hal-hal yang dijadikan sumber berita. Dimaksudkan untuk membangun objektivitas prinsip keseimbangan dan tidak memihak.

e. Pernyataan

(49)

f. Penutup

Bagian akhir berita. 2. Skrip

Skrip berhubungan dengan bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur wartawan dalam mengisahkan/ menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita.

Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah unsur kelengkapan berita, yaitu:

a. Who (siapa), siapa yang terlibat

b. What (apa), apa peristiwa yang diberitakan

c. When (kapan), waktu terjadinya peristiwa

d. Where (dimana), lokasi peristiwa

e. Why (mengapa), mengapa bisa terjadi

f. How (bagaimana), bagaimana terjadinya peristiwa

3. Tematik

Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis, bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam preposisi, kalimat, atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

Tematik memiliki perangkat framing: a. Detail

(50)

berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi yang tidak menguntungkan dirinya dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan).

b. Koherensi

Merupakan elemen untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan perangkat bahasa untuk menjelaskan fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau sebab akibat.

c. Bentuk kalimat

Bentuk kalimat dipakai untuk menjelaskan fakta yang ada, berhubungan dengan kalimat pasif atau kalimat aktif dan kalimat deduktif atau kalimat induktif.

d. Kata ganti

Kata pengganti subjek atau objek dalam suatu kalimat, misalnya: aku, dia, mereka, itu, dan lain-lain.

4. Retoris

(51)

Retoris memiliki framing sebagai berikut: a. Leksikon

Pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa.

b. Grafis

Biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption,

raster, grafik, gambar, dan tabel untuk mendukung arti penting

suatu pesan. c. Metafora

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Objek Penelitian

III.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya Harian Media Indonesia

Harian Media Indonesia, pertama kali terbit pada tanggal 19 Januari 1970. Sebagai surat kabar umum, Media Indonesia pertama kali terbit hanya terdiri empat lembar halaman dengan jumlah tiras yang sangat terbatas. Kantor yang terletak di Jl. M.T Haryono di Jakarta, menjadi awal dari sejarah panjang Media

Indonesia. Lembaga yang berwenang menerbitkan Media Indonesia adalah

Yayasan Warta Indonesia.

Harian Media Indonesia terbit perdana dengan motto “Pembawa Suara Rakyat“ berdasarkan surat izin terbit (SIT) No. 0856/SK Dir-PK/SIT/1969, tanggal 6 Desember 1969, yang dikeluarkan Departemen Penerangan. Dengan susunan ketentuan sebagai berikut :

Pengasuh (PU/PR/PP) : (Alm) Teuku Yousli Syah Misi Penerbitan : Umum/Independen Periode Terbit : 7 kali dalam seminggu Oplah : 5000 (Lima ribu) eksemplar

Halaman : Empat halaman

(53)

Pada tahun-tahun pertama penerbitan, Harian Umum Media Indonesia bukanlah suatu harian politik atau bisnis, akan tetapi merupakan sebuah harian yang isi pemberitaannya lebih banyak di bidang hiburan, seperti cerita artis dan lain sebagainya. Maka tidak heran pada saat itu harian umum Media Indonesia dikatakan sebagai koran kuning, yaitu koran yang penuh dengan cerita gosip.

Pada tahun 1976, terjadi perubahan aturan dimana Surat Izin Terbit (SIT) yang dimiliki oleh semua lembaga pers harus berubah menjadi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya perubahan peraturan ini, pers tidak hanya dituntut untuk menanggung beban idealis saja namun juga tumbuh sebagai suatu badan usaha.

Oleh karena itu, Teuku Yousli Syah sebagai pendiri Media Indonesia pada tahun 1988 mulai menjalin kerja sama dengan Surya Paloh, mantan pemimpin surat kabar Prioritas, yang dibredel oleh pemerintah pada tanggal 29 Juni 1987 karena dinilai terlalu berani. Dengan adanya kerjasama ini, otomatis dua kekuatan bersatu, kekuatan pengalaman yang dimiliki oleh Surya Paloh dan kekuatan semangat yang dimiliki oleh Teuku Yousli Syah digabung menjadi suatu kekuatan baru, yaitu Media Indonesia dengan format manajemen baru di bawah bendera PT. Citra Media Nusa Purnama.

(54)

Dengan Manajemen yang baru Media Indonesia tumbuh dengan pesat, peredarannya pun semakin meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tentu saja diikuti dengan pertambahan karyawan yang berbeda spesifikasi dan keahlian.

Pada awal tahun 1995, bertepatan dengan usianya yang ke 25 tahun, Media

Indonesia menempati kantor barunya di kawasan Kedoya Jakarta Barat. Di

Gedung baru ini semua kegiatan mulai dilaksanakan di bawah satu atap, mulai redaksi, usaha, percetakan, hingga fasilitas penunjang karyawan.

Dengan motto Pembawa Suara Rakyat, Media Indonesia pun melakukan semua kegiatan jurnalistik. Sejak ditangani manajemen yang baru, Media Indonesia terus berkembang dan melangkah maju dengan terus melakukan berbagai inovasi.

Berbagai inovasi terus dilakukan oleh Media Indonesia, misalnya bentuk penerbitan edisi khusus, rubrik-rubrik baru, aneka tips informatif, dan berbagai suplemen yang diterbitkan setiap harinya. Hasilnya secara perlahan terjadi peningkatan yang cukup signifikan, jumlah halaman, mutu sajian redaksional, jumlah tiras dan kepercayaan dari masyarakat yang terus meningkat.

Surya Paloh sebagai pemimpin utama harian umum Media Indonesia, terus berjuang mempertahankan kebebasan pers, pada tahun 1997 Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai duta besar, dan wartawan yang pernah menjadi pimpinan dibeberapa harian dan majalah terkemuka, ikut memperkuat jajaran staf Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi Media

(55)

Selain terjun dalam dunia media massa, Surya Paloh juga aktif dalam dunia politik. Karirnya dimulai dari menjadi pendiri sekaligus Ketua Umum FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan ABRI) pertama pada tahun 1978. Hingga kemudian di kelembagaan legislatif, Surya pada tahun 1971 tercatat sebagai Calon Anggota DPRD Tingkat II Medan dari Partai Golkar, lalu sebagai Anggota MPR pada tahun 1977-1982 dan kembali menjadi Anggota MPR tahun 1982-1987. Terakhir, pada tahun 1987 sebagai Calon Anggota MPR/DPR RI dari Golkar namun urung dilantik setelah Prioritas, koran miliknya, dibredel.

Pada tahun 2009, Paloh maju menjadi salah satu kandidat calon Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Pekan Baru, Provinsi Riau. Namun, Paloh kalah dalam Munas tersebut. Satu-satunya rivalnya dalam Munas tersebut, yakni Abu Rizal Bakrie, mengunggulinya dan hingga kini menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Setelah kekalannya tersebut, Paloh tak lagi aktif berkiprah di partai yang kini menjadi partai koalisi terbesar dalam pemerintahan ini. Alih-alih, Paloh bersama 44 orang deklarator lainnya mendirikan organisasi massa Nasional Demokrat.

Harian Umum Media Indonesia juga mengembangkan industri di jalur media dengan mengembangkan koran-koran di daerah, seperti koran Lampung

Pos di kota Lampung. Kemajuan yang paling menonjol dari Media Indonesia

adalah ketika perusahaan Media Grup mendirikan perusahaan penyiaran di media televisi, yakni Metro TV yang mengusung konsep news television.

(56)

di tahun 2005, dijabat oleh Saur Hutabarat dan Wakil Pemimpin Umum dijabat oleh Andy F. Noya.

Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini, terjadi beberapa perubahan struktur organisasi. Posisi jabatan saat ini, sebagai berikut: Direktur Pemberitaan dijabat oleh Saur Hutabarat, Direktur Pengembangan Bisnis dijabat oleh Alexander Stefanus sedangkan Direktur Utama dijabat oleh Rahni Lowhur-Schad.

III.1.2 Visi dan Misi serta Motto Harian Media Indonesia

Harian Media Indonesia memiliki visi: “Menjadi Surat Kabar Independen yang Inovatif, Lugas, Terpercaya dan paling berpengaruh”.

Sementara Misinya adalah:

1. Sumber informasi terpercaya dan relevan untuk kebutuhan masyarakat dimana kami berada.

2. Mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar

3. Perusahaan penerbitan yang sehat dan menguntungkan baik nasional maupun regional.

4. Tempat berkembangnya sumber daya manusia dan manajemen yang profesional dan unggul.

(57)

Tepat di usia yang ke-40, pada 19 Januari 2010, bersamaan dengan diluncurkannya buku Editorial Media Indonesia, motto harian Media Indonesia berubah menjadi “Jujur Bersuara”.

III.1.3 Struktur Organisasi Harian Media Indonesia o Direktur Utama : Rahni Lowhur-Schad o Direktur Pemberitaan : Saur M. Hutabarat o Direktur Pengembangan Bisnis: Alexander Stefanus o Ketua Dewan Redaksi : Elman Saragih o Anggota Dewan Redaksi : Djafar H. Assegaff

: Saur Hutabarat : Andy F. Noya : Djadjat Sudradjat : Laurens Tato : Ana Widjaya

(58)

o Redaktur Senior : Laurens Tato : Elman Saragih : Saur M. Hutabarat

III.2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian teks. Teks sebagai materi penelitian memiliki fungsi, diantaranya teks sebagai objek penelitian, kemudian sebagai representasi yakni dari ciri kelompok yang diteliti, dan dari ciri situasi yang diteliti. Dalam penelitian ini konstruksi teks ataupun berita sebagai objek penelitian dianalisis dengan menggunkan analisis

framing yang dibuat oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Framing bersama semiotik dan analisis wacana berada dalam rumpun

analisis isi. Sebagai kelanjutan analisis isi konvensional, analisis framing berusaha meninggalkan analisis isi konvensional disebabkan ketidakmampuan membca urgensi pesan sebagai bagian terpenting dari analisis sosial.

(59)

PERANGKAT FRAMING

1. Skema berita

2. Kelengkapan berita

7. leksikon 8. Grafis 9. Metafora 3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk Kalimat 6. Kata Ganti STRUKTUR SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta TEMATIK Cara wartawan menulis fakta RETORIS Cara wartawan menekankan fakta UNIT YANG DIAMATI Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup

5 W + 1H

Paragraf, proporsi, kalimat, hubungan antar kalimat Kata, idiom, gambar/foto, grafik Gambar 3.

Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Sumber: Eriyanto, 2004: 256 III.3. Subjek Penelitian

[image:59.595.162.517.153.597.2]
(60)

penelitian adalah berita yang muncul mengenai hak angket kasus mafia pajak termasuk kolom tajuk rencana (editorial) dan opini.

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi dokumenter, yaitu data-data unit analisis dikumpulkan dengan cara

mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis pada harian Media

Indonesia yang memuat berita tentang hak angket kasus mafia pajak yang

berkaitan dengan partai Golkar. Berita-berita terkait kemudian dikliping, ditabulasikan dan selanjutnya dilakukan analis data.

b. Studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

III.5. Teknik Analisis Data

(61)

Dalam penelitian ini, berita-berita yang muncul setiap edisi berperan sebagai unit-unit analisis dari subjek penelitian ditabulasikan/dikoding dalam suatu tabel (tabel 1) yang memuat tanggal pemberitaan, judul/headline berita dan pada rubrik mana berita tersebut ditempatkan.

Tabel 1

Contoh Tabel Daftar Subjek Penelitian 7 Februari s/d 22 Februari 2011

No Tanggal Judul Rubrik

Selanjutnya enam belas berita yang telah diambil tersebut kemudian dianalisis satu per satu dengan menggunakan perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang kemudian masing-masing berita tersebut dibahas. Berita-berita tersebut dibagi ke dalam 4 (empat) struktur besar yaitu Sintaksis, Skrip, Tematik dan Retoris.

(62)

BAB IV PEMBAHASAN

Harian Media Indonesia yang terbit pada bulan Februari cukup sering membahas berita mengenai hak angket mafia perpajakan. Selama periode 7 Februari hingga 22 Februari 2011, terdapat 10 berita mengenai hak angket tersebut di berbagai rubrik. Berita-berita tersebut ditampilkan pada rubrik Polkam sebanyak 7 kali, pada rubrik Selekta dua kali dan pada kolom Editorial (tajuk rencana) sebanyak satu kali

Keseluruhan berita mengangkat Partai Golkar di dalamnya meskipun ada beberapa judul berita yang tidak menyebutkan Partai Golkar secara langsung. Kesepuluh berita tersebut dirangkum dalam tabel sebagai berikut:

[image:62.595.109.516.498.755.2]

Tabel 2

Tabel Daftar Subjek Penelitian 7 Februari s/d 22 Februari 2011

No Tanggal Judul Rubrik

1 7 Februari 2011 Demokrat dan Golkar Adu Kuat Polkam 2 8 Februari 2011 PDIP Waspadai Penggembosan Polkam 3 9 Februari 2011 Demokrat Ngotot Golkar Melunak Polkam 4 11 Februari 2011 Soal Hak Angket Menohok Teman

Seiring

Polkam

(63)

Menteri

8 20 Februari 2011 Anggota Setgab Saling Serang Soal Angket Pajak

Selekta

9 22 Februari 2011 Simalakama Angket Pajak Editorial 10 22 Februari 2011 Golkar, PKS Rela Didepak dari

Koalisi

Selekta

Analisis Framing Pemberitaan Harian Media Indonesia

Sebagaimana telah ditentukan dalam bab III, sebanyak 10 berita yang terkumpul akan dianalisis per-berita. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat framing yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Berikut pembahasannya:

1. Frame berita 7 Februari 2011

[image:63.595.108.516.113.282.2]

Judul: Demokrat dan Golkar Adu Kuat. Tabel 3.

Tabel Frame berita 7 Februari 2011

Frame: Pertarungan hak angket hanya pertarungan kepentingan partai. Elemen Strategi Penulisan

(64)

dengan pendapat dari narasumber dari Partai Golkar yang menilai hak angket perlu dilakukan.

Skrip Perdebatan antara Partai Demokrat dan Partai Golkar yang bersikukuh mempertahankan pendapat dan kepentingan masing-masing partai. Sementara pandangan MI sendiri tentang apakah hak angket perpajakan itu penting atau tidak, sama sekali tidak terlihat.

Tematik (1) Partai Demokrat menjadi satu-satunya partai yang tidak menyetujui usulan hak angket mafia perpajakan. (2) Partai Golkar yang bersikukuh mempertahankan pengajuan hak angket. (3) Pemilihan fakta juga dihubungkan dengan pengajuan hak angket kasus Bank Century 2010.

Retoris Penggunaan foto narasumber yang saling menuding semakin memperkuat bahwa hak angket menjadi ajang pertarungan kepentingan antara dua partai. Selain itu foto juga diperkuat dengan grafis berupa eye catcher yang berisi kutipan dari kedua narasumber. Seolah kedua narasumber tersebut sedang berdebat.

Sumber:Hasil Penelitian

Sintaksis:

(65)

penekanan kepada para pembaca bahwa hanya ada dua partai yang bertentangan soal hak angket perpajakan yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrat. Selain itu, judul mengisyaratkan bahwa MI cenderung menjadikan Partai Golkar, yang mengajukan usulan hak angket, menjadi bahasan utama. Seolah-olah hanya Partai Golkar yang bertentangan dengan Partai Demokrat. Padahal, sebenarnya ada tujuh partai lain selain Golkar yang kontra Demokrat dengan ikut mengusulkan hak angket ini, seperti Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Namun, fakta ini cenderung disembunyikan.

Belum lagi kalimat pembuka yang dipilih semakin memperjelas bahwa hak angket menjadi ajang pertarungan kepentingan dua partai terbesar di parlemen tersebut. Kalimat pembuka yang berbunyi: “Hak angket perpajakan menjadi ajang uji nyali partai politik” ini sangat mendukung judul sekaligus memberikan gambaran berita. Sementara lead yang dipakai juga mendukung judul.

Lead berbunyi:

Dua partai politik terbesar diparlemen, yaitu Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dan Fraksi Partai Golkar (F-PG), adu kuat soal hak angket perpajakan.

Dalam teks berita ini, MI mewawancarai Ruhut Sitompul sebagai representasi dari Partai Demokrat dan Priyo Budi Santoso yang merupakan Wakil Ketua DP

Gambar

gambar/foto,
Gambar 2.
gambar/foto,
Tabel Daftar Subjek Penelitian 7 Februari s/d 22 Februari 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah dengan cara mengumpulkan data lewat instrument yang telah dibahas pada poin

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana maksud pada huruf a, dipandang perlu menetapkan Peraturan Bupati Bulungan tentang Pembacaan Riwayat Hidup dan Kenaikan

SITU, SIUP, Akte Pendirian / Perubahan ( bila ada ), Data Keuangan : NPWP, Tanda Pelunasan SPT Tahunan, Data Personalia : Ijazah Asli/ Legalisir dan Sertifikat

Apabila pihak Penyedia Jasa yang diundang tidak hadir pada waktu yang ditentukan di atas tanpa pemberitahuan secara resmi, kami anggap pihak penyedia jasa MENGUNDURKAN

Petunjuk : Ujilah produk ini sebaik-baiknya dan berikan penilaian dengan memberikan skor 1-5 menurut uraian berikut:.. Kriteria

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah menyampaikan Dokumen Penawaran dan Isian Kualifikasi untuk paket pekerjaan “ Pembangunan Jalan Usaha Tani/Jalan

output agroindustri, ketersediaan bahan baku dan struktur pasar input agroindustri. Pendapatan tenaga kerja dalam analisis nilai tambah ini dipengaruhi koefisien tenaga

Prinsip kerja alat ini adalah menggunakan gelombang radio untuk mengontrol lampu dan kipas pada jarak jauh, pada bagian transmitter (remote) terdiri dari keypad,