GAMBARAN COPING STRESS PADA WANITA MADYA
DALAM MENGHADAPI PRAMENOPAUSE
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
HILMAYANI NASUTION
041301009
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “ Gambaran Coping Stress Pada Dewasa
Madya Dalam Menghadapi Pramenopause ” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini,
saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Desember 2010
Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause
Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause. Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita madya pramenopause. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala coping skill modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus & Folkman yang memiliki reliabilitas 0,958.
Hasil penelitian menunjukan coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berada dalam kategori rendah sebanyak 22 orang (27,5%), kategori sedang sebanyak 35 orang (43,75%) dan kategori tinggi sebanyak 23 orang (28,75%). Pada strategi Planful problem solving 10 orang (12,5%) berada dalam kategori rendah,37 orang (46,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Confrontive coping tdk seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,8 orang (10%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 72 orang (90%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Seeking social support 6 orang (7,5%) berada dalam kategori rendah,65 orang (81,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 9 orang (11,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Accepting responsibility 21 orang (26,25%) berada dalam kategori rendah,7 orang (8,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 52 orang (65%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Distancing 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,33 orang (41,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Escape-avoidance 2 orang (2,5%) berada dalam kategori rendah,67 orang (83,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 11 orang (13,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Self-control tidak seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,49 orang (61,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 31 orang (38,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Positive reappraisal 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,31 orang (38,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 35 orang (43,75%) berada dalam kategori tinggi.
The description of women in the middle age of coping stress to face premenopause
Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi
ABSTRACT
The research is the descriptive research aim to see how is the description of women in the middle age of coping stress to face premenopause. Lazarus & Folkman (1986) were definited that coping as all effort to decrease stress that is a manage process (external and internal) demand that evaluate overlooked burden for someone. Lazarus & Folkman (1986) identified all kind of coping strategies, in problem-focused or emotion-focused, such as: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
The research involved 80 women in the middle age of premenopause. Sampling technique used was incidental sampling. Measurement tools that was used is modification coping skill scale of the way of coping from Lazarus & Folkman theory with reliability 0,958
The resultof research indicated coping stress of women in the middle age to face premenopause in low category 22 peoples (27,5%), middle category 35 peoples (43,75%) and high category 23 peoples (28,75%. In strategy of Planful problem solving in low category 10 peoples (12,5%), middle category 37 peoples (46,25%) and high category 33 peoples (41,25%). In strategy of Confrontive coping in low category no people (0%), middle category 8 peoples (10%) and high category 72 peoples (90%). In strategy of Seeking social support in low category 6 peoples (7,5%), middle category 65 peoples (81,25%) and high category 9 peoples (11,25%).In strategy of Accepting responsibility in low category 21 peoples (26,25%), middle category 7 peoples (8,75%) and high category 52 peoples (65%).In strategy of Distancing in low category 14 peoples (17,5%), middle category 33 peoples (41,25%) and high category 33 peoples (41,25%).In strategy of Escape-avoidance in low category 2 peoples (2,5%), middle category 67 peoples (83,75%) and high category 11 peoples (13,75%). In strategy of Self-control in low category no people (0%), middle category 49 peoples (61,25%) and high category 31 peoples (38,75%). In strategy of Positive reappraisal in low category 14 peoples (17,5%), middle category 31 peoples (38,75%) and high category 35 peoples (41,25%).
KATA PENGANTAR
Terima kasih yang tidak terkira peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas
semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang,
kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu
(S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Gambaran Coping
Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause”.
Terutama sekali peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua
orangtua yang telah memberikan begitu banyak pengorbanan, belaian kasih
sayang, motivasi, dan perhatian yang berlimpah sehingga peneliti bisa
menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada
saudara-saudara peneliti: Kakakku Intan, Abangku Sufan, Adik-adikku Nurul Dan
Anggi yang telah memberikan semangat dan dukungan begitu berarti bagi
peneliti, serta keponakanku tercinta Shaqila yang telah memberikan pencerahan
dan penyegaran dengan tingkah lakunya yang lucu saat menghadapi masa-masa
stres dalam penyelesaian skripsi. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari
bantuan banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
2. Ibu Ika Sari Dewi, Msi selaku dosen pembimbing skripsi dan penguji I.
Terima kasih atas waktunya, nasehat, masukan serta kesabaran yang Ibu
berikan..
3. Dosen penguji II Ibu Lili Garliah, M.Si., psikolog dan penguji III Kak Rahma
Yurliani, M.Psi . Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan.
4. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Si, terima kasih atas nasehat, bimbingan,
masukan dan pinjaman bukunya.
5. Ibu Sri Supriyantini, M.Si, terima kasih atas kesempatan dan waktu yang telah
diberikan.
6. Ibu Eka Ervika, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara atas segala ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan.
8. Sepupuku Cory Aryuni & Maya Sari Dewi yang telah membantu peneliti
menyebarkan dan mengumpulkan data. Kak Eda, terima kasih ya udah mau
menemani ke kampus dan banyak membantu sampai semuanya akhirnya
selesai.
9. Sahabat-sahabatku, Vida, Dini, Aci, Ira, Cahyanti (makasi buat semangatnya
ya), Dara dan Kak Etty (tetap semangat !!), Kak Desi (makasi banyak ya kak
udah mau bantuin hilma..), Kak Maya (makasi ya kak dah instalin SPSS-nya)
10.Teman-teman psikologi USU lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu
namanya.
11.Dan terakhir peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan. Peneliti sangat mengharapkan masukan dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,
Amin.
Medan, Desember 2010
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GRAFIK... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
A. Stres ... 14
1. Pengertian stres ... 14
2. Penyebab stres dan stressor ... 15
4. Reaksi terhadap stres ... 19
5. Coping ... 21
6. Fungsi coping ... 22
7. Metode coping stress ... 22
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping ... 23
B. Dewasa Madya ... 24
1. Pengertian dewasa madya ... 24
2. Karakteristik dewasa madya ... 25
3. Tugas perkembangan dewasa madya ... 28
4. Penyebab stres pada dewasa madya ... 29
C. Menopause ... 29
1. Pengertian menopause ... 29
2. Usia memasuki menopause ... 31
3. Masa klimakterium ... 32
4. Tanda dan gejala menopause ... 33
D. Gambaran coping stress pada wanita wadya dalam menghadapi pramenopause ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39
B. Definisi Operasional ... 39
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40
1. Populasi ... 40
D. Alat Ukur Penelitian ... 42
E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas alat ukur ... 43
1. Validitas alat ukur ... 43
2. Uji daya beda aitem ... 44
3. Reliabilitas ... 45
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 45
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51
1. Persiapan penelitian ... 51
2. Pelaksanaan penelitian ... 52
3. Pengolahan data ... 52
G. Metode Analisis Data ... 53
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Analisa Data ... 54
1. Gambaran umum subjek penelitian ... 54
a. Pengelompokan subjek berdasarkan usia ... 54
2. Hasil penelitian utama ... 55
a. Gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause ... 55
b. Gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berdasarkan aspek coping stress 59
B. Hasil Tambahan ... 78
C. Pembahasan ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA... 90
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya
yang Menghadapi PramenopauseSebelum Uji Coba ... 46 Tabel 2 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya
yang Menghadapi PramenopauseSetelah Uji Coba ... 47 Tabel 3 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya
yang Menghadapi Pramenopauseyang Digunakan dalam Penelitian... 49 Tabel 4 Hasil Analisa Deskriptif Coping Stress Wanita Madya yang
Pramenopause...56 Tabel 5 Kriteria kategorisasi skor coping stress Wanita Madya dalam
menghadapi pramenopause ... 58 Tabel 6 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek planful problem
solving...59 Tabel 7 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek planful problem
solving...60 Tabel 8 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek confrontive
coping... ... 62 Tabel 9 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek confrontive
coping... ... 62 Tabel 10 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek seeking social
support... ... 64 Tabel 11 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek seeking
social support... ... 65 Tabel 12 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek accepting
responsibility... ... 66 Tabel 13 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek accepting
responsibility... ... 67 Tabel 14 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek distancing ... 68 Tabel 15 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek Distancing .. 69 Tabel 16 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek escape
avoidance... ... 71 Tabel 17 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek escape
avoidance... ... 72 Tabel 18 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek self
control... ... 73
Tabel 19 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek self report ... 7420 Hasil Peng
Tabel 20 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek positive reappraisal... ... 76 Tabel 21 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek positive
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1 Penyebaran subjek berdasarkan usia ... 54
Grafik 2 Coping Stress pada wanita madya yang Pramenopause ... 58
Grafik 3 Coping stress berdasarkan aspek planful problem solving ... 61
Grafik 4 Coping stress berdasarkan aspek confrontive coping ... 63
Grafik 5 Coping stress berdasarkan aspek seeking social support ... 65
Grafik 6 Coping stress berdasarkan aspek accepting response... ... 68
Grafik 7 Coping stress berdasarkan aspek distancing ... 70
Grafik 8 Coping stress berdasarkan aspek escape avoidance ... 72
Grafik 9 Coping stress berdasarkan aspek self report ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Coping Stress
Lampiran 2 Data Uji Coba Skala Coping Stress Data Penelitian Skala Coping Stress Lampiran 3 Reliabilitas SkalaSaat Uji Coba
Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause
Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause. Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita madya pramenopause. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala coping skill modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus & Folkman yang memiliki reliabilitas 0,958.
Hasil penelitian menunjukan coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berada dalam kategori rendah sebanyak 22 orang (27,5%), kategori sedang sebanyak 35 orang (43,75%) dan kategori tinggi sebanyak 23 orang (28,75%). Pada strategi Planful problem solving 10 orang (12,5%) berada dalam kategori rendah,37 orang (46,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Confrontive coping tdk seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,8 orang (10%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 72 orang (90%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Seeking social support 6 orang (7,5%) berada dalam kategori rendah,65 orang (81,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 9 orang (11,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Accepting responsibility 21 orang (26,25%) berada dalam kategori rendah,7 orang (8,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 52 orang (65%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Distancing 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,33 orang (41,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Escape-avoidance 2 orang (2,5%) berada dalam kategori rendah,67 orang (83,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 11 orang (13,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Self-control tidak seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,49 orang (61,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 31 orang (38,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Positive reappraisal 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,31 orang (38,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 35 orang (43,75%) berada dalam kategori tinggi.
The description of women in the middle age of coping stress to face premenopause
Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi
ABSTRACT
The research is the descriptive research aim to see how is the description of women in the middle age of coping stress to face premenopause. Lazarus & Folkman (1986) were definited that coping as all effort to decrease stress that is a manage process (external and internal) demand that evaluate overlooked burden for someone. Lazarus & Folkman (1986) identified all kind of coping strategies, in problem-focused or emotion-focused, such as: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.
The research involved 80 women in the middle age of premenopause. Sampling technique used was incidental sampling. Measurement tools that was used is modification coping skill scale of the way of coping from Lazarus & Folkman theory with reliability 0,958
The resultof research indicated coping stress of women in the middle age to face premenopause in low category 22 peoples (27,5%), middle category 35 peoples (43,75%) and high category 23 peoples (28,75%. In strategy of Planful problem solving in low category 10 peoples (12,5%), middle category 37 peoples (46,25%) and high category 33 peoples (41,25%). In strategy of Confrontive coping in low category no people (0%), middle category 8 peoples (10%) and high category 72 peoples (90%). In strategy of Seeking social support in low category 6 peoples (7,5%), middle category 65 peoples (81,25%) and high category 9 peoples (11,25%).In strategy of Accepting responsibility in low category 21 peoples (26,25%), middle category 7 peoples (8,75%) and high category 52 peoples (65%).In strategy of Distancing in low category 14 peoples (17,5%), middle category 33 peoples (41,25%) and high category 33 peoples (41,25%).In strategy of Escape-avoidance in low category 2 peoples (2,5%), middle category 67 peoples (83,75%) and high category 11 peoples (13,75%). In strategy of Self-control in low category no people (0%), middle category 49 peoples (61,25%) and high category 31 peoples (38,75%). In strategy of Positive reappraisal in low category 14 peoples (17,5%), middle category 31 peoples (38,75%) and high category 35 peoples (41,25%).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan
manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa
dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut
perannya yaitu tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga,
perusahaan, membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, serta
mulai menata karir yang baru. Selain itu juga harus menyesuaikan diri dengan
perubahan fisiologis yang terjadi seperti perubahan dalam penampilan, perubahan
dalam kesehatan, dan perubahan dalam seksual (Hurlock, 1999).
Masa madya atau usia setengah baya dialami oleh individu yang berusia antara
40 sampai 60 tahun, masa ini terbagi kedalam dua subbagian, yaitu : usia madya
dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang
terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Masa madya ditandai oleh adanya
perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi
penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat walaupun
banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat sehingga
terlihat lebih jelas daripada masa lalu (Hurlock, 1999).
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) individu dewasa madya memiliki
sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikannya, seperti halnya rentang
perubahan fisik. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, salah satu dari perubahan
tersebut adalah menopause yang terjadi pada wanita sedangkan pada pria dikenal
dengan istilah andropause.
Menopause merupakan momok yang harus dihadapi setiap wanita dewasa
madya. Menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan
peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan
berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18 menopause dianggap
sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita setelah menopause
dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi (Kasdu, 2002).
Usia menopause antara seorang wanita dan wanita lainnya tidaklah sama dan
bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Siswono, 2004). Beberapa
sumber menjelaskan bahwa umumnya wanita di Indonesia mengalami menopause
pada usia 40-an sampai 50-an. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan paramedis
wanita di beberapa rumah sakit di Medan diperoleh hasil bahwa interval usia
menopause antara 43 sampai 53 (Hutapea, 1998). Menopause adalah kejadian
alami yang harus dilalui oleh setiap wanita. Kondisi ini merupakan suatu akhir
proses biologis yang menandai berakhirnya masa subur seorang wanita.
Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa
berhentinya menstruasi yang akan terjadi pada setiap wanita madya dimana pada
masa ini wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan
anak. Dikatakan menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12
Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju
perubahan secara perlahan-lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh
berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia
( Kuntjoro, 2002 ). Penurunan kadar estrogen, menyebabkan periode menstruasi
yang tidak teratur sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya
menopause.
Hasil penelitian Departemen Obsetri dan Ginekologi di Sumatera salah satu
kota di Indonesia, keluhan masalah kesehatan yang dihadapi oleh perempuan
menopause terkait dengan rendahnya kadar estrogen atau androgen di dalam
sirkulasi darah, sehingga muncul keluhan nyeri senggama (93,33 %), keluhan
pendarahan pasca senggama (84,44 %), vagina kering (93,33 %), dan keputihan
(75,55 %), keluhan gatal pada vagina (88,88%), perasaan panas pada vagina
(84,44 %), nyeri berkemih (77,77 %), inkontenensia urin (68,88 %), (Hadrians,
dkk, 2005).
Mappiare (1983), mengemukakan menopause terjadi sebagai akibat adanya
perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur.
Faktanya Sekitar 40-85% dari semua wanita dalam usia klimakterik mempunyai
keluhan. Neugarten (dalam Indarti, dkk, 1991) mengatakan bahwa wanita yang
belum menopause (usia klimakterik) bersikap negatif terhadap menopause, karena
mereka belum siap menjadi tua, sedangkan wanita yang sudah menopause lebih
dapat menerima keadaan tua karena mereka telah mempunyai pengalaman
menopause. Sehingga dapat dikatakan bahwa wanita yang usianya masih dalam
diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam diri dibandingkan mereka
yang telah melewati masa-masa tersebut.
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang
mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan,
sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya (Sumanto T, 2009).
Menopause ditandai dengan berbagai macam keluhan atau gejala yang meliputi
aspek fisik maupun psikologis. Gejala fisik yang timbul akibat perubahan
hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Biasa
ditandai dengan memendeknya siklus haid dan menyebabkan haid menjadi tidak
teratur pada usia sekitar 45 tahun. Fisik juga akan mengalami ketidaknyamanan
seperti rasa kaku dan linu karena adanya semburan panas (hot flashes) yang dapat
terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada
bagian atas. Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa perasaan panas pada
muka dirasakan sekitar 75 % wanita menopause.
Kebanyakan wanita merasakan panas pada muka lebih dari setahun dan sekitar
25-50 % merasakan lebih dari 5 tahun. Perasaan panas dirasakan pada muka
berkisar antara 0,5 menit sampai 5 menit dan kadang-kadang rasa kaku ini dapat
diikuti dengan rasa panas atau dingin. Hal yang sama dijelaskan Sheldon (dalam
Reitz, 1993) bahwa 60 % wanita mengalami arus panas ini. Reaksi negatif lain
seperti pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, berdebar-debar dan
sebagainya dirasakan sekitar 80 % wanita menopause (
dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial, budaya dan spiritual dalam
kehidupan wanita.
Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah
tersinggung, sulit tidur, tertekan, gelisah, gugup, kesepian, tidak sabar, gangguan
konsentrasi, gangguan libido, tegang, cemas, stres, dan depresi (Hurlock, 1999).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di
Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3 %
pasien mengalami depresi dan kecemasan. Kecemasan yang muncul menimbulkan
insomnia. Ada juga yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik
fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak
mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang
(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm)
Hal di atas menjadi faktor yang dapat menjelaskan mengapa wanita mengalami
stres memasuki masa menopause. Menopause juga dapat berakibat lebih lanjut
bagi tubuh karena memicu kelainan seperti gangguan cardiovascular,
osteoporosis, hipertensi, kanker dan lain-lain.
Data dari American Heart Association
(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm) menunjukkan, 1 dari 9 orang berusia
45-60 tahun terkena Penyakit Jantung Koroner. Pada usia di atas 60 tahun, 1 di
antara 3 wanita terkena Penyakit Jantung Koroner. Angka kematian wanita yang
terkena Penyakit Jantung Koroner cukup tinggi, yaitu 50%. Di Amerika, kematian
akibat Penyakit Jantung Koroner bahkan 10 kali lipat dibanding akibat kanker
lebih besar terkena Penyakit Jantung Koroner dibanding wanita premenopause.
Selain itu, seiring bertambahnya usia, keseimbangan tubuh pun jadi terganggu.
Tulang menipis sehingga bisa menyebabkan keropos tulang yang lebih dikenal
dengan osteoporosis. Akibat lebih parahnya, tulang bahkan bisa patah. Sebanyak
40% wanita usia 50 -70 tahun mengalami patah tulang, sedangkan di atas usia 70
tahun yang mengalaminya sebanyak 50%. Keduanya biasa terjadi secara
diam-diam tanpa disadari. Perubahan fisik dan resiko yang akan dihadapi sebagai akibat
menopause mendorong kemungkinan terjadinya peningkatan stres pada wanita
madya. Stres yang dialami dapat mengubah seorang wanita madya tersebut
mengalami kecemasan.
Achdiati (2006) menyatakan bahwa masa menopause merupakan masa yang
berpotensi dapat menimbulkan kecemasan. Respon terhadap datangnya masa
menopause memiliki keragaman, diantara penyebabnya adalah pengetahuan,
wawasan dan aktivitas yang dijalani oleh wanita usia dewasa madya tersebut.
Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam
menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Gangguan
kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih
secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam
dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi
isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri
untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.
Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan banyak kaum ibu mengalami
gangguan dalam kehidupan seksual suami isteri, perasaan yang tidak
menyenangkan sampai ketidaksiapan dalam menghadapi proses penuaan
(Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000). Berkurangnya kadar estrogen
dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit sehingga kulit menjadi
keriput (Bromwich dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000)
sehingga terjadi kemunduran pada kualitas feminin, kecantikan dan vitalitas.
Keadaan ini sering menimbulkan reaksi penolakan terhadap proses penuaan
(Kartono dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000) disamping itu
timbul perasaan cemburu pada kesempatan yang diperoleh wanita yang lebih
muda (Gluckman dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000),
sehingga menjadi mudah cemburu terhadap suami dan mempengaruhi
keharmonisan keluarga (Daradjat dalam Christiani, Retnowati, &
Purnamaningsih, 2000). Masalah diatas berpotensi memperparah stres pada
wanita yang mengalaminya dan berkembang menjadi kecemasan.
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat
diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang
dinilai potensial membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan
individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik
secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999). Stres adalah suatu keadaan atau
tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres
sangat individual sifatnya (Kuntjoro, 2002).
Noor menyebutkan bahwa wanita yang menilai atau menganggap menopause
menghindarinya, maka stres pun akan sulit untuk dihindari. Jika tidak
ditanggulangi stres dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan
menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat
menggerogoti tubuh secara diam-diam
(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm).
Setelah individu mengalami kejadian yang membuat stres, individu biasanya
berusaha untuk mengatasinya (Sears, 2009). Pusadan (2004) menyatakan bahwa
beban individu dapat sedikit berkurang jika individu tersebut melakukan
pengalihan atau upaya penanganan dari stres yang dialami yang disebut sebagai
coping. Metode coping dibutuhkan untuk mengatasi stres yang wanita alami saat
menghadapi menopause.
Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk
mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal
maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan
seseorang. strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu
situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping
merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan
menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang
dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna
memperoleh rasa aman dalam dirinya (Pusadan, 2004).
Llewellyn & Jones (1997), mengatakan bahwa pada saat menopause terjadi
sudah dewasa dan telah meninggalkan rumah, suami yang punya kebiasaan
waktunya lebih banyak diluar bersama dengan teman-temannya, ditambah lagi
teman-teman sering mengeluh hal yang sama membuat wanita ini merasa
semakin kesepian sehingga dibutuhkan penyesuaian diri dari wanita tersebut
untuk menetralisir keadaan. Dalam penelitian ini, coping stres mengacu pada
suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau
mengatasi stres yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani
individu.
Menurut Aspinwall (dalam Taylor, dkk., 2009) coping terhadap kejadian yang
menekan adalah proses yang dinamis. Coping tersebut dimulai dengan penilaian
terhadap situasi yang harus individu atasi. Penilaian ini penting bagi usaha untuk
mengelola situasi yang menekan. Menilai kejadian sebagai tantangan dapat
menghasilkan upaya coping yang penuh percaya diri dan emosi positif, sedangkan
menganggap kejadian stressor sebagai ancaman dapat menurunkan kepercayaan
diri dan menimbulkan emosi negatif (Skinner, dalam Taylor, dkk., 2009). Kedua
penilaian ini disebut sebagai penilaian primer (primaryappraisal).
Wanita yang sudah memahami tentang menopause serta dapat menerima
hal-hal yang berhubungan dengan menopause secara wajar, mereka akan menerapkan
hidup sehat dengan tidak mencemaskan datangnya menopause karena menopause
adalah hal yang alami yang akan dialami oleh wanita. Tetapi berbeda dengan
wanita yang belum mengerti tentang menopause serta informasi yang didapat
kurang mengenai menopause, individu akan menganggap menopause sebagai
menopause dan memandang menopause sebagai suatu ancaman mereka akan
menutupinya dengan mengikuti tren atau mode untuk menutupi
perubahan-perubahan pada dirinya. Seperti dandanan yang terlalu mencolok, model pakaian
yang seperti anak muda karena tidak mau dikatakan tua (Pamela, 2008).
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan seorang wanita madya berikut :
“Ya biasa aja…anggap aja ini tanda-tanda kalo ibu ni udah tua.. awalnya sempat bingung juga karena perubahan dalam diri,tapi....Ya mungkin ini memang yang harus dialami setiap perempuan kalo udah tua... Bapak pun nggak pernah protes kok sama keadaan ibu sekarang,ya jadi ibu tenang-tenang aja..Ya bersyukur ajalah sama Tuhan apa yang sudah diberikannya dan yang terpenting kita tetap sehat.”
( Komunikasi Personal, 29 Mei 2010 )
Selanjutnya langkah penilaian yang kedua adalah penilaian sekunder
(secondary appraisal). Pada tahap ini, individu mengevaluasi potensi atau
kemampuannya dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang
dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian (Lazarus, dalam Santrock,
2003). Penilaian ini merupakan suatu proses yang terlibat dalam memilih strategi
coping untuk merespon situasi stres (Lazarus, 1986). Coping merupakan salah
satu strategi yang harus dilakukan individu agar bisa tetap bertahan dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian individu dapat
menjalankan tugas dan fungsi mereka sesuai dengan keinginan dan harapan
(Pusadan, 2004). Berbagai upaya dilakukan untuk memperlambat datangnya
menopause, mulai dari mengubah, mengurangi, dan memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi penuaan hingga penggunaan obat-obatan, suplemen atau
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana
coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi
pramenopausesecara umum?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran coping stress pada
wanita madya dalam menghadapi pramenopause.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
khasanah ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya, dan memberikan
kontribusi terhadap psikologi perkembangan yang terkait dengan coping
stress.
2. Secara praktis,
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan dan menambah
wawasan bagi wanita-wanita yang akan menghadapi menopause
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
masalah. Teori – teori yang dimuat adalah teori-teori yang berhubungan
dengan stres dan coping stress, dewasa madya, dan menopause.
BAB III : Metode Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel,
metode pengambilan data penelitian , validitas, uji daya beda dan
realibilitas alat ukur, serta metode analisis data
BAB IV : Analisa data dan Pembahasan
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian,
interpretasi data dan pembahasan
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Stres
1. Pengertian Stres
Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang.
Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang
menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman
(1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik
dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial
membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun
psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang
digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau
kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada
organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya.
(McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang
menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.
2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang
muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang
serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah
tersinggung.
3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara
aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi
maupun afeksi.
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus
lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000)
mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan
membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut
sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai
respon stres.
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres
merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan
mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik
fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya,
dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara
individu yang satu dengan individu yang lain.
2. Penyebab Stres atau Stressor
Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan
terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari
kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja,
diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus &
Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi
udara) dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi
sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu
ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.
Menurut Lazarus & Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat menyebabkan
stres yaitu:
a. Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari
seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.
b. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau
kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti
kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan
masalah pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah
satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur
seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh
faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan
seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang
memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap
tekanan-tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman (Koch &
Dipboye, dalam Rachmaningrum,1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktor
dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian tertentu
(Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999).
3. Appraisal
Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress
appraisals. Menilai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung
dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (Personal factors)
dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya
termasuk intelektual, motivasi, dan personality characteristics.
Sedangkan faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:
a. Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga
menyebabkan ketidaknyamanan
b. Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang
menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang
lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam
kehidupan kita.
c. Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita,
dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan
kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan
stres.
d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi
f. Controllability, yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk
merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung menilai suatu
situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful,
daripada situasi yang terkontrol.
Ancaman merupakan konsep kunci dalam memahami stress. Lazarus (1986)
mengungkapkan bahwa individu yang tidak akan merasakan suatu kejadian
sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut diinterpretasikan sebagai hal yang
wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh negatif yang
potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya
melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus
& Folkman, 1986). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada
dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam
kesejahteraannya dan (2) resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan
tersebut.
Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu
untuk menilai apakah suatu kejadian yang dapat atau tidak menimbulkan stress
bagi individu, yaitu:
a. Primary appraisals yaitu penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu
kejadian yang potensial untuk menyebabkan stress. Peristiwa yang diterima
sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai menjadi 3 akibat yaitu
harm-loss (tidak berbahaya), threat (ancaman) dan challenge (tantangan)
b. Secondary appraisals mengarah pada resources yang tersedia pada diri kita
4. Reaksi terhadap Stres a. Aspek Fisiologis
Walter Canon (dalam sarafino, 2006) memberikan deskripsi mengenai
bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia
menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon
fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi
yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat
berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila
arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan
individu.
Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor
terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome
(GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan
seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang,
nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang
terkena stres.
2. Fase perlawanan (Stage ofResistence )
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada
tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi,
harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang
melakukan kerja keras.
3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang
parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat
menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.
b. Aspek psikologis
Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:
1. Kognisi
Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian
dalam aktifitas kognitif.
2. Emosi
Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan
emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional (Maslach,
Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006). Reaksi emosional terhadap stres
yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
3. Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat
berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang
diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung
meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein &
5. Coping
Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya.
Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan
ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk
mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung,
2006).
Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba
untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang
dinilai dalam suatu keadaan yang stressful.
Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk
mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal
maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan
seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana
individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang
dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan
(resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.
Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat
membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres.
Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan
6. Fungsi Coping
Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari
bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :
1. Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional
terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral
maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa
individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu
memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.
2. Problem-Focused Coping,
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau
memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan
Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan
Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor
yang ada dapat diubah
7. Metode Coping Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping,
baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1. Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan
menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi,
3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber
dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4. Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam
masalah
5. Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian
lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau
menghindari.
7. Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan
diri sendiri.
8. Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal
positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.
8. Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping Menurut Smet (1994) faktor-faktor tersebut adalah:
1. Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis
kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku,
kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah,
2000), dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang
berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres
2. karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi
secara umum, kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control,
kekebalan dan ketahanan.
3. Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan
sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.
4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi
dalam jaringan sosial.
5. Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam
situasi yang tidak menyenangkan.
B. Dewasa Madya
1. Pengertian Dewasa Madya
Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001) mengatakan bahwa dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut peran,
tanggungjawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan,
membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, mulai menata karir
yang baru. Menurut Lachman (2001), dewasa madya merupakan waktu untuk
mengevaluasi kembali tujuan dan aspirasi dan sejauh mana mereka telah
memenuhinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan
waktu yang tersisa dalam hidup mereka.
Hurlock (1999) mengungkapkan, pada umumnya usia madya atau usia
ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60
tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti dengan
penurunan daya ingat.
Biasanya usia dewasa madya dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia
madya dini yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut
yang terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun.
2. Karakteristik Dewasa Madya
Havighurst (dalam Hurlock,1999) mengatakan bahwa usia madya
diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda. Adapun
karakteristik tersebut adalah:
1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti
Terdapat kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan
mental, fisik dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya
masa muda
2. Usia madya merupakan masa transisi
Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa yaitu perubahan pada ciri
jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada
wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause
3. Usia madya adalah masa stres
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan poal hidup yang berubah
terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik
dan anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria. Ini terjadi pada usia 50-an
saat masuk pensiun. disertai berbagai perubahan fisik. Stres somatik, stress
budaya, stres ekonomi, dan stress psikologis.
4. Usia madya adalah “ Usia yang berbahaya”
Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak yang bekerja, cemas yang
berlebihan, kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat
mengganggu hubungan suami-isteri dan bisa terjadi perceraian, gangguan
jiwa, alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.
5. Usia madya adalah “ Usia Canggung”
Serba canggung karena bukan “muda” lagi dan bukan juga ”tua”. Kelompok
usia madya seolah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan
generasi senior.
6. Usia madya adalah masa yang berprestasi
Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson,
usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk
menghasilkan) vs stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan
terjadi hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam
pekerjaan merupakan imbalan dan prestasi yang dicapai yaitu generasi
pemimpin.
7. Usia madya merupakan masa evaluasi
Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi
evaluasi prestasi.
a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi
putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur
b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetpa merasa muda dan aktif
menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.
9. Usia madya merupakan masa sepi
Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan
orang tua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita ynag selama
ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat
itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.
10.Usia madya merupakan masa jenuh.
Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit
hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan
anak.
3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya
Havighurst (1999) mengatakan bahwa tugas perkembangan pada dewasa
madya meliputi:
1. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara
2. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab, dan bahagia
3. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang
dewasa
5. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis
yang terjadi pada tahap ini
6. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier
pekerjaan
7. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) membagi tugas perkembangan dewasa
madya menjadi empat kategori utama :
1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik
Menerima dan menyesuaikan dengan perubahan fisik yang biasa terjadi
2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat warga negara dan sosial, minat
pada waktu luang yaitu orientasi kedewasaan dan tempat kegiatan.Berasumsi
terhadap tanggung jawab
3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan
Pemantapan dan pemeliharaan standar hidup relatif mapan
4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga
Berkaitan dengan pasangan, penyesuaian dengan lansia, membantu remaja
menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
4. Penyebab Stres Pada Dewasa Madya
Marmor (dalam Hurlock, 1999) telah membagi sumber-sumber umum dari
stres selama usia dewasa madya yang mengarah pada ketidakseimbangan menjadi
a. Stres somatik, yaitu stres yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang
menunjukkan usia madya
b. Stres budaya, yaitu stres yang berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada
kemudaan, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu
c. Stres ekonomi, yaitu stres yang diakibatkan oleh beban keuangan dari
mendidik anak dan memberikan simbol bagi seluruh anggota keluarga
d. Stres psikologis, yaitu stres yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami
atau isteri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau
rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian
C. Menopause
1. Pengertian Menopause
Menurut Kasdu (2002 : 54), menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan
untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18
menopouse dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita
setelah menopouse dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi.Webster’s
Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya
haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50. Menopause
kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali.
Baziad (dalam Kasdu, 2002) menyebutkan menopause sebagai pendarahan
menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat
itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid.
Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa dimana
pada wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan anak.
Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti dalam
hidup (Muhammad, 1981 dalam http://www.Liputankita.com ).
Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya perubahan
fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur
dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya
menstruasi. Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif
menuju perubahan secara perlahan–lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh
berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia
(Kuntjoro, 2002).
Menopause menyebabkan beberapa perubahan fisik yang dapat
mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita. Berkurangnya kadar estrogen dan
progesteron saat dan setelah menopause menyebabkan lapisan dinding vagina
menjadi tipis dan lebih keras. Sebagai tambahan, produksi cairan vagina turun,
menambahkan rasa tidak nyaman saat bersetubuh. Kondisi ini menyebabkan stres
emosi yang sangat kuat (Kesrepro, 2007 dalam www.wordpress.com ).
2. Usia Memasuki Menopause
rata-rata seorang wanita memasuki masa menopouse berbeda pada setiap ras.
Meskipun dalam satu ras, tetap tidak sama pada setiap orang. Misalnya, wanita ras
Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun. Menurut Rachman (dalam Kasdu,
2002), menyebutkan usia menopause terjadi pada usia 48 – 50 tahun. Sedangkan
Smart menyebutkan bahwa usia memasuki menopause terjadi antara 40 hingga 65
tahun. Webster’s Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai
periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan
50
Sebuah penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 1992 oleh Samil di Kota Jawa Tengah dengan responden wanita berpendidikan, diketahui bahwa wanita
mengalami menopause pada usia 50,2 tahun . Pada wanita yang tinggal di
pedesaan, terjadi pada usia 46,5 tahun. Angka ini hampir sama dengan rata-rata
usia wanita Amerika dan Eropa mulai memasuki masa menopouse (Kasdu, 2002).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usia seorang wanita dalam
menghadapi menopause sangat bervariatif. Hal ini sangat bergantung pada
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Umumnya dapat diambil rata-ratanya
seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45 sampai 50 tahun
(Kasdu, 2002)
3. Masa Klimakterium
Fase terakhir dalam kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium ,yaitu yang terjadi antara usia 45-50 tahun. Klimakterium
ke periode non-reproduktif. Tanda, gejala atau keluhan yang kemudian timbul
sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut gejala atau tanda premenopause.
Periode ini dapat berlangsung antara 5 sampai 10 tahun sekitar fase menopause (5
tahun sebelum atau 5 tahun sesudah menopause). Pada fase ini fungsi
reproduksinya mulai menurun.
Menurut Kasdu (2002), masa klimakterium ini berlangsung secara bertahap
sebagai berikut :
1. premenopause, adalah masa sebelum menopause yang ditandai dengan
timbulnya keluhan-keluhan klimakterium dan periode pendarahan uterus yang
bersifat tidak teratur. Dimulai sekitar usia 40 tahun. Pendarahan terjadi karena
penurunan kadar estrogen.
2. perimenopause, periode dengan keluhan memuncak, rentang waktu 1 sampai
2 tahun sebelum dan sesudah menopause. Masa wanita mengalami akhir
datangnya haid sampai berhenti sama sekali. Keluhan yang sering dijumpai
adalah berupa gejolak panas (hot flushes), berkeringat banyak, insomnia,
depresi serta perasaan mudah tersinggung.
3. postmenopause, periode setelah menopause sampai senilis. Masa yang
berlangsung kurang lebih 3-5 tahun setelah menopause
4. Tanda dan Gejala Menopause
Menopause merupakan bagian dari perkembangan manusia (wanita) yang
tentu saja melibatkan berbagai macam aspek termasuk di dalamnya fisiologis
gejala tersendiri. Tanda dan gejala tersebut dapat dilihat baik dari segi fisik atau
psikologisnya (Smart, 2010). Berikut merupakan tanda-tanda fisik yang dapat
diamati :
a. Pendarahan
Pendarahan yang terjadi pada saat menopause tidak seperti menstruasi. Di sini
siklus pendarahan yang keluar dari vagina tidak teratur. Pendarahan seperti ini
terjadi di awal manopause dalam rentang beberapa bulan yang kemudian akan
berhenti sama sekali. Gejala ini disebut gejala peralihan.
b. Rasa panas (Hot Flash) dan keringat malam
Pada saat memasuki masa menopause wanita akan mengalami rasa panas yang
menyebar dari wajah ke seluruh tubuh. Rasa panas ini terutama terjadi pada dada,
wajah, dan kepala. Rasa panas ini sering diikuti dengan timbulnya warna
kemerahan pada kulit dan berkeringat malam yang menyebabkan tidur tidak
nyaman serta timbulnya rasa cemas dan detak jantung yang lebih cepat. Rasa ini
sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. Rasa panas
terkadang terjadi sebelum wanita memasuki usia menopause. Gejala ini biasanya
menghilang dalam 5 tahun tetapi beberapa di antaranya akan terus mengalaminya
hingga 10 tahun.
c. Vagina menjadi kering dan kurang elastis
Gejala pada vagina yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada lapisan
dinding vagina. Ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen. Selain itu,
juga muncul rasa gatal dan sakit saat berhubungan seksual hingga akhirnya wanita
d. Saluran uretra mengering, menipis dan kurang elastis
Perubahan ini akan menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi
saluran kencing yang terkadang ditampakkan dengan rasa selalu ingin kencing
dan ngompol yang disebut dengan inkontinensia.
e. Perubahan fisik (lebih gemuk)
Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause karena
perilaku makan yang sembarangan dan kurangnya olahraga.
f. Insomnia
g. Gangguan punggung dan tulang belulang (osteoporosis)
h. Linu dan nyeri disebabkan kurangnya penyerapan kalsium
i. Perubahan pada indera perasa (indera pengecap)
j. Muncul gangguan vasomotoris yang berupa penyempitan atau pelebaran
pembuluh-pembuluh darah
k. Pusing dan sakit kepala terus-menerus
l. Gangguan sembelit
m. Neuralgia, yaitu gangguan atau sakit saraf
n. Payudara kehilangan bentuknya dan mulai kendur.ini merupakan akibat dari
kadar estrogen yang menurun
Selain tanda-tanda fisik, menopause juga memperlihatkan berbagai macam
gejala psikologis. Di bawah ini adalah gejala-gejala psikologis yang tampak :
a. Ingatan menurun, sebelum menopause seorang wanita dapat mengingat
dengan mudah, tetapi setelah mengalami menopause kecepatan dan daya