• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN COPING STRESS PADA WANITA MADYA

DALAM MENGHADAPI PRAMENOPAUSE

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

HILMAYANI NASUTION

041301009

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul “ Gambaran Coping Stress Pada Dewasa

Madya Dalam Menghadapi Pramenopause ” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini,

saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2010

(3)

Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause

Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause. Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.

Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita madya pramenopause. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala coping skill modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus & Folkman yang memiliki reliabilitas 0,958.

Hasil penelitian menunjukan coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berada dalam kategori rendah sebanyak 22 orang (27,5%), kategori sedang sebanyak 35 orang (43,75%) dan kategori tinggi sebanyak 23 orang (28,75%). Pada strategi Planful problem solving 10 orang (12,5%) berada dalam kategori rendah,37 orang (46,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Confrontive coping tdk seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,8 orang (10%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 72 orang (90%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Seeking social support 6 orang (7,5%) berada dalam kategori rendah,65 orang (81,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 9 orang (11,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Accepting responsibility 21 orang (26,25%) berada dalam kategori rendah,7 orang (8,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 52 orang (65%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Distancing 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,33 orang (41,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Escape-avoidance 2 orang (2,5%) berada dalam kategori rendah,67 orang (83,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 11 orang (13,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Self-control tidak seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,49 orang (61,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 31 orang (38,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Positive reappraisal 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,31 orang (38,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 35 orang (43,75%) berada dalam kategori tinggi.

(4)

The description of women in the middle age of coping stress to face premenopause

Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi

ABSTRACT

The research is the descriptive research aim to see how is the description of women in the middle age of coping stress to face premenopause. Lazarus & Folkman (1986) were definited that coping as all effort to decrease stress that is a manage process (external and internal) demand that evaluate overlooked burden for someone. Lazarus & Folkman (1986) identified all kind of coping strategies, in problem-focused or emotion-focused, such as: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.

The research involved 80 women in the middle age of premenopause. Sampling technique used was incidental sampling. Measurement tools that was used is modification coping skill scale of the way of coping from Lazarus & Folkman theory with reliability 0,958

The resultof research indicated coping stress of women in the middle age to face premenopause in low category 22 peoples (27,5%), middle category 35 peoples (43,75%) and high category 23 peoples (28,75%. In strategy of Planful problem solving in low category 10 peoples (12,5%), middle category 37 peoples (46,25%) and high category 33 peoples (41,25%). In strategy of Confrontive coping in low category no people (0%), middle category 8 peoples (10%) and high category 72 peoples (90%). In strategy of Seeking social support in low category 6 peoples (7,5%), middle category 65 peoples (81,25%) and high category 9 peoples (11,25%).In strategy of Accepting responsibility in low category 21 peoples (26,25%), middle category 7 peoples (8,75%) and high category 52 peoples (65%).In strategy of Distancing in low category 14 peoples (17,5%), middle category 33 peoples (41,25%) and high category 33 peoples (41,25%).In strategy of Escape-avoidance in low category 2 peoples (2,5%), middle category 67 peoples (83,75%) and high category 11 peoples (13,75%). In strategy of Self-control in low category no people (0%), middle category 49 peoples (61,25%) and high category 31 peoples (38,75%). In strategy of Positive reappraisal in low category 14 peoples (17,5%), middle category 31 peoples (38,75%) and high category 35 peoples (41,25%).

(5)

KATA PENGANTAR

Terima kasih yang tidak terkira peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas

semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang,

kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu

(S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Gambaran Coping

Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause”.

Terutama sekali peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua

orangtua yang telah memberikan begitu banyak pengorbanan, belaian kasih

sayang, motivasi, dan perhatian yang berlimpah sehingga peneliti bisa

menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada

saudara-saudara peneliti: Kakakku Intan, Abangku Sufan, Adik-adikku Nurul Dan

Anggi yang telah memberikan semangat dan dukungan begitu berarti bagi

peneliti, serta keponakanku tercinta Shaqila yang telah memberikan pencerahan

dan penyegaran dengan tingkah lakunya yang lucu saat menghadapi masa-masa

stres dalam penyelesaian skripsi. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari

bantuan banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

(6)

2. Ibu Ika Sari Dewi, Msi selaku dosen pembimbing skripsi dan penguji I.

Terima kasih atas waktunya, nasehat, masukan serta kesabaran yang Ibu

berikan..

3. Dosen penguji II Ibu Lili Garliah, M.Si., psikolog dan penguji III Kak Rahma

Yurliani, M.Psi . Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan.

4. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Si, terima kasih atas nasehat, bimbingan,

masukan dan pinjaman bukunya.

5. Ibu Sri Supriyantini, M.Si, terima kasih atas kesempatan dan waktu yang telah

diberikan.

6. Ibu Eka Ervika, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara atas segala ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan.

8. Sepupuku Cory Aryuni & Maya Sari Dewi yang telah membantu peneliti

menyebarkan dan mengumpulkan data. Kak Eda, terima kasih ya udah mau

menemani ke kampus dan banyak membantu sampai semuanya akhirnya

selesai.

9. Sahabat-sahabatku, Vida, Dini, Aci, Ira, Cahyanti (makasi buat semangatnya

ya), Dara dan Kak Etty (tetap semangat !!), Kak Desi (makasi banyak ya kak

udah mau bantuin hilma..), Kak Maya (makasi ya kak dah instalin SPSS-nya)

10.Teman-teman psikologi USU lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu

namanya.

11.Dan terakhir peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak

(7)

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan. Peneliti sangat mengharapkan masukan dan saran yang

membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,

Amin.

Medan, Desember 2010

Peneliti

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GRAFIK... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Stres ... 14

1. Pengertian stres ... 14

2. Penyebab stres dan stressor ... 15

(9)

4. Reaksi terhadap stres ... 19

5. Coping ... 21

6. Fungsi coping ... 22

7. Metode coping stress ... 22

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping ... 23

B. Dewasa Madya ... 24

1. Pengertian dewasa madya ... 24

2. Karakteristik dewasa madya ... 25

3. Tugas perkembangan dewasa madya ... 28

4. Penyebab stres pada dewasa madya ... 29

C. Menopause ... 29

1. Pengertian menopause ... 29

2. Usia memasuki menopause ... 31

3. Masa klimakterium ... 32

4. Tanda dan gejala menopause ... 33

D. Gambaran coping stress pada wanita wadya dalam menghadapi pramenopause ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

B. Definisi Operasional ... 39

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

1. Populasi ... 40

(10)

D. Alat Ukur Penelitian ... 42

E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas alat ukur ... 43

1. Validitas alat ukur ... 43

2. Uji daya beda aitem ... 44

3. Reliabilitas ... 45

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 45

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51

1. Persiapan penelitian ... 51

2. Pelaksanaan penelitian ... 52

3. Pengolahan data ... 52

G. Metode Analisis Data ... 53

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Analisa Data ... 54

1. Gambaran umum subjek penelitian ... 54

a. Pengelompokan subjek berdasarkan usia ... 54

2. Hasil penelitian utama ... 55

a. Gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause ... 55

b. Gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berdasarkan aspek coping stress 59

B. Hasil Tambahan ... 78

(11)

C. Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA... 90

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya

yang Menghadapi PramenopauseSebelum Uji Coba ... 46 Tabel 2 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya

yang Menghadapi PramenopauseSetelah Uji Coba ... 47 Tabel 3 Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita Madya

yang Menghadapi Pramenopauseyang Digunakan dalam Penelitian... 49 Tabel 4 Hasil Analisa Deskriptif Coping Stress Wanita Madya yang

Pramenopause...56 Tabel 5 Kriteria kategorisasi skor coping stress Wanita Madya dalam

menghadapi pramenopause ... 58 Tabel 6 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek planful problem

solving...59 Tabel 7 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek planful problem

solving...60 Tabel 8 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek confrontive

coping... ... 62 Tabel 9 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek confrontive

coping... ... 62 Tabel 10 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek seeking social

support... ... 64 Tabel 11 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek seeking

social support... ... 65 Tabel 12 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek accepting

responsibility... ... 66 Tabel 13 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek accepting

responsibility... ... 67 Tabel 14 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek distancing ... 68 Tabel 15 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek Distancing .. 69 Tabel 16 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek escape

avoidance... ... 71 Tabel 17 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek escape

avoidance... ... 72 Tabel 18 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek self

control... ... 73

Tabel 19 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek self report ... 7420 Hasil Peng

Tabel 20 Hasil analisa deskriptif coping stress berdasarkan aspek positive reappraisal... ... 76 Tabel 21 Kriteria kategorisasi skor coping stress berdasarkan aspek positive

(13)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 Penyebaran subjek berdasarkan usia ... 54

Grafik 2 Coping Stress pada wanita madya yang Pramenopause ... 58

Grafik 3 Coping stress berdasarkan aspek planful problem solving ... 61

Grafik 4 Coping stress berdasarkan aspek confrontive coping ... 63

Grafik 5 Coping stress berdasarkan aspek seeking social support ... 65

Grafik 6 Coping stress berdasarkan aspek accepting response... ... 68

Grafik 7 Coping stress berdasarkan aspek distancing ... 70

Grafik 8 Coping stress berdasarkan aspek escape avoidance ... 72

Grafik 9 Coping stress berdasarkan aspek self report ... 75

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Coping Stress

Lampiran 2 Data Uji Coba Skala Coping Stress Data Penelitian Skala Coping Stress Lampiran 3 Reliabilitas SkalaSaat Uji Coba

(15)

Gambaran Coping Stress pada Wanita Madya dalam Menghadapi Pramenopause

Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause. Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.

Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita madya pramenopause. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala coping skill modifikasi dari The Way of Coping dari teori Lazarus & Folkman yang memiliki reliabilitas 0,958.

Hasil penelitian menunjukan coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause berada dalam kategori rendah sebanyak 22 orang (27,5%), kategori sedang sebanyak 35 orang (43,75%) dan kategori tinggi sebanyak 23 orang (28,75%). Pada strategi Planful problem solving 10 orang (12,5%) berada dalam kategori rendah,37 orang (46,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Confrontive coping tdk seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,8 orang (10%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 72 orang (90%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Seeking social support 6 orang (7,5%) berada dalam kategori rendah,65 orang (81,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 9 orang (11,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Accepting responsibility 21 orang (26,25%) berada dalam kategori rendah,7 orang (8,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 52 orang (65%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Distancing 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,33 orang (41,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 33 orang (41,25%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Escape-avoidance 2 orang (2,5%) berada dalam kategori rendah,67 orang (83,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 11 orang (13,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Self-control tidak seorangpun (0%) berada dalam kategori rendah,49 orang (61,25%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 31 orang (38,75%) berada dalam kategori tinggi. Pada strategi Positive reappraisal 14 orang (17,5%) berada dalam kategori rendah,31 orang (38,75%) berada dalam kategori sedang dan sebanyak 35 orang (43,75%) berada dalam kategori tinggi.

(16)

The description of women in the middle age of coping stress to face premenopause

Hilmayani Nasution dan Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi

ABSTRACT

The research is the descriptive research aim to see how is the description of women in the middle age of coping stress to face premenopause. Lazarus & Folkman (1986) were definited that coping as all effort to decrease stress that is a manage process (external and internal) demand that evaluate overlooked burden for someone. Lazarus & Folkman (1986) identified all kind of coping strategies, in problem-focused or emotion-focused, such as: (1) Planful problem solving, (2) Confrontive coping, (3) Seeking social support, (4) Accepting responsibility, (5) Distancing, ,(6) Escape-avoidance,(7) Self-control,(8) Positive reappraisal.

The research involved 80 women in the middle age of premenopause. Sampling technique used was incidental sampling. Measurement tools that was used is modification coping skill scale of the way of coping from Lazarus & Folkman theory with reliability 0,958

The resultof research indicated coping stress of women in the middle age to face premenopause in low category 22 peoples (27,5%), middle category 35 peoples (43,75%) and high category 23 peoples (28,75%. In strategy of Planful problem solving in low category 10 peoples (12,5%), middle category 37 peoples (46,25%) and high category 33 peoples (41,25%). In strategy of Confrontive coping in low category no people (0%), middle category 8 peoples (10%) and high category 72 peoples (90%). In strategy of Seeking social support in low category 6 peoples (7,5%), middle category 65 peoples (81,25%) and high category 9 peoples (11,25%).In strategy of Accepting responsibility in low category 21 peoples (26,25%), middle category 7 peoples (8,75%) and high category 52 peoples (65%).In strategy of Distancing in low category 14 peoples (17,5%), middle category 33 peoples (41,25%) and high category 33 peoples (41,25%).In strategy of Escape-avoidance in low category 2 peoples (2,5%), middle category 67 peoples (83,75%) and high category 11 peoples (13,75%). In strategy of Self-control in low category no people (0%), middle category 49 peoples (61,25%) and high category 31 peoples (38,75%). In strategy of Positive reappraisal in low category 14 peoples (17,5%), middle category 31 peoples (38,75%) and high category 35 peoples (41,25%).

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan

manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa

dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut

perannya yaitu tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga,

perusahaan, membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, serta

mulai menata karir yang baru. Selain itu juga harus menyesuaikan diri dengan

perubahan fisiologis yang terjadi seperti perubahan dalam penampilan, perubahan

dalam kesehatan, dan perubahan dalam seksual (Hurlock, 1999).

Masa madya atau usia setengah baya dialami oleh individu yang berusia antara

40 sampai 60 tahun, masa ini terbagi kedalam dua subbagian, yaitu : usia madya

dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang

terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Masa madya ditandai oleh adanya

perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi

penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat walaupun

banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat sehingga

terlihat lebih jelas daripada masa lalu (Hurlock, 1999).

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) individu dewasa madya memiliki

sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikannya, seperti halnya rentang

(18)

perubahan fisik. Pada masa ini terjadi perubahan fisik, salah satu dari perubahan

tersebut adalah menopause yang terjadi pada wanita sedangkan pada pria dikenal

dengan istilah andropause.

Menopause merupakan momok yang harus dihadapi setiap wanita dewasa

madya. Menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan

peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan

berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18 menopause dianggap

sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita setelah menopause

dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi (Kasdu, 2002).

Usia menopause antara seorang wanita dan wanita lainnya tidaklah sama dan

bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya (Siswono, 2004). Beberapa

sumber menjelaskan bahwa umumnya wanita di Indonesia mengalami menopause

pada usia 40-an sampai 50-an. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan paramedis

wanita di beberapa rumah sakit di Medan diperoleh hasil bahwa interval usia

menopause antara 43 sampai 53 (Hutapea, 1998). Menopause adalah kejadian

alami yang harus dilalui oleh setiap wanita. Kondisi ini merupakan suatu akhir

proses biologis yang menandai berakhirnya masa subur seorang wanita.

Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa

berhentinya menstruasi yang akan terjadi pada setiap wanita madya dimana pada

masa ini wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan

anak. Dikatakan menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama 12

(19)

Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju

perubahan secara perlahan-lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh

berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia

( Kuntjoro, 2002 ). Penurunan kadar estrogen, menyebabkan periode menstruasi

yang tidak teratur sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya

menopause.

Hasil penelitian Departemen Obsetri dan Ginekologi di Sumatera salah satu

kota di Indonesia, keluhan masalah kesehatan yang dihadapi oleh perempuan

menopause terkait dengan rendahnya kadar estrogen atau androgen di dalam

sirkulasi darah, sehingga muncul keluhan nyeri senggama (93,33 %), keluhan

pendarahan pasca senggama (84,44 %), vagina kering (93,33 %), dan keputihan

(75,55 %), keluhan gatal pada vagina (88,88%), perasaan panas pada vagina

(84,44 %), nyeri berkemih (77,77 %), inkontenensia urin (68,88 %), (Hadrians,

dkk, 2005).

Mappiare (1983), mengemukakan menopause terjadi sebagai akibat adanya

perubahan fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur.

Faktanya Sekitar 40-85% dari semua wanita dalam usia klimakterik mempunyai

keluhan. Neugarten (dalam Indarti, dkk, 1991) mengatakan bahwa wanita yang

belum menopause (usia klimakterik) bersikap negatif terhadap menopause, karena

mereka belum siap menjadi tua, sedangkan wanita yang sudah menopause lebih

dapat menerima keadaan tua karena mereka telah mempunyai pengalaman

menopause. Sehingga dapat dikatakan bahwa wanita yang usianya masih dalam

(20)

diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam diri dibandingkan mereka

yang telah melewati masa-masa tersebut.

Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang

mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan,

sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya (Sumanto T, 2009).

Menopause ditandai dengan berbagai macam keluhan atau gejala yang meliputi

aspek fisik maupun psikologis. Gejala fisik yang timbul akibat perubahan

hormonal adalah menurunnya fungsi organ reproduksi yaitu ovarium. Biasa

ditandai dengan memendeknya siklus haid dan menyebabkan haid menjadi tidak

teratur pada usia sekitar 45 tahun. Fisik juga akan mengalami ketidaknyamanan

seperti rasa kaku dan linu karena adanya semburan panas (hot flashes) yang dapat

terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada

bagian atas. Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa perasaan panas pada

muka dirasakan sekitar 75 % wanita menopause.

Kebanyakan wanita merasakan panas pada muka lebih dari setahun dan sekitar

25-50 % merasakan lebih dari 5 tahun. Perasaan panas dirasakan pada muka

berkisar antara 0,5 menit sampai 5 menit dan kadang-kadang rasa kaku ini dapat

diikuti dengan rasa panas atau dingin. Hal yang sama dijelaskan Sheldon (dalam

Reitz, 1993) bahwa 60 % wanita mengalami arus panas ini. Reaksi negatif lain

seperti pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, berdebar-debar dan

sebagainya dirasakan sekitar 80 % wanita menopause (

(21)

dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, sosial, budaya dan spiritual dalam

kehidupan wanita.

Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah

tersinggung, sulit tidur, tertekan, gelisah, gugup, kesepian, tidak sabar, gangguan

konsentrasi, gangguan libido, tegang, cemas, stres, dan depresi (Hurlock, 1999).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di

Menopause Clinic Australia, dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3 %

pasien mengalami depresi dan kecemasan. Kecemasan yang muncul menimbulkan

insomnia. Ada juga yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik

fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak

mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang

(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm)

Hal di atas menjadi faktor yang dapat menjelaskan mengapa wanita mengalami

stres memasuki masa menopause. Menopause juga dapat berakibat lebih lanjut

bagi tubuh karena memicu kelainan seperti gangguan cardiovascular,

osteoporosis, hipertensi, kanker dan lain-lain.

Data dari American Heart Association

(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm) menunjukkan, 1 dari 9 orang berusia

45-60 tahun terkena Penyakit Jantung Koroner. Pada usia di atas 60 tahun, 1 di

antara 3 wanita terkena Penyakit Jantung Koroner. Angka kematian wanita yang

terkena Penyakit Jantung Koroner cukup tinggi, yaitu 50%. Di Amerika, kematian

akibat Penyakit Jantung Koroner bahkan 10 kali lipat dibanding akibat kanker

(22)

lebih besar terkena Penyakit Jantung Koroner dibanding wanita premenopause.

Selain itu, seiring bertambahnya usia, keseimbangan tubuh pun jadi terganggu.

Tulang menipis sehingga bisa menyebabkan keropos tulang yang lebih dikenal

dengan osteoporosis. Akibat lebih parahnya, tulang bahkan bisa patah. Sebanyak

40% wanita usia 50 -70 tahun mengalami patah tulang, sedangkan di atas usia 70

tahun yang mengalaminya sebanyak 50%. Keduanya biasa terjadi secara

diam-diam tanpa disadari. Perubahan fisik dan resiko yang akan dihadapi sebagai akibat

menopause mendorong kemungkinan terjadinya peningkatan stres pada wanita

madya. Stres yang dialami dapat mengubah seorang wanita madya tersebut

mengalami kecemasan.

Achdiati (2006) menyatakan bahwa masa menopause merupakan masa yang

berpotensi dapat menimbulkan kecemasan. Respon terhadap datangnya masa

menopause memiliki keragaman, diantara penyebabnya adalah pengetahuan,

wawasan dan aktivitas yang dijalani oleh wanita usia dewasa madya tersebut.

Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam

menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Gangguan

kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih

secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam

dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi

isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri

untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.

Kenyataan yang ada di masyarakat menunjukkan banyak kaum ibu mengalami

(23)

gangguan dalam kehidupan seksual suami isteri, perasaan yang tidak

menyenangkan sampai ketidaksiapan dalam menghadapi proses penuaan

(Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000). Berkurangnya kadar estrogen

dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit sehingga kulit menjadi

keriput (Bromwich dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000)

sehingga terjadi kemunduran pada kualitas feminin, kecantikan dan vitalitas.

Keadaan ini sering menimbulkan reaksi penolakan terhadap proses penuaan

(Kartono dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000) disamping itu

timbul perasaan cemburu pada kesempatan yang diperoleh wanita yang lebih

muda (Gluckman dalam Christiani, Retnowati, & Purnamaningsih, 2000),

sehingga menjadi mudah cemburu terhadap suami dan mempengaruhi

keharmonisan keluarga (Daradjat dalam Christiani, Retnowati, &

Purnamaningsih, 2000). Masalah diatas berpotensi memperparah stres pada

wanita yang mengalaminya dan berkembang menjadi kecemasan.

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat

diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang

dinilai potensial membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan

individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik

secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999). Stres adalah suatu keadaan atau

tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stres

sangat individual sifatnya (Kuntjoro, 2002).

Noor menyebutkan bahwa wanita yang menilai atau menganggap menopause

(24)

menghindarinya, maka stres pun akan sulit untuk dihindari. Jika tidak

ditanggulangi stres dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan

menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat

menggerogoti tubuh secara diam-diam

(http://bima.ipb.ac.id/~anita/menopause.htm).

Setelah individu mengalami kejadian yang membuat stres, individu biasanya

berusaha untuk mengatasinya (Sears, 2009). Pusadan (2004) menyatakan bahwa

beban individu dapat sedikit berkurang jika individu tersebut melakukan

pengalihan atau upaya penanganan dari stres yang dialami yang disebut sebagai

coping. Metode coping dibutuhkan untuk mengatasi stres yang wanita alami saat

menghadapi menopause.

Lazarus & Folkman (1986) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk

mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal

maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan

seseorang. strategi coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun

perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu

situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi coping

merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan

menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang

dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna

memperoleh rasa aman dalam dirinya (Pusadan, 2004).

Llewellyn & Jones (1997), mengatakan bahwa pada saat menopause terjadi

(25)

sudah dewasa dan telah meninggalkan rumah, suami yang punya kebiasaan

waktunya lebih banyak diluar bersama dengan teman-temannya, ditambah lagi

teman-teman sering mengeluh hal yang sama membuat wanita ini merasa

semakin kesepian sehingga dibutuhkan penyesuaian diri dari wanita tersebut

untuk menetralisir keadaan. Dalam penelitian ini, coping stres mengacu pada

suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau

mengatasi stres yang ditimbulkan oleh sumber stres yang dianggap membebani

individu.

Menurut Aspinwall (dalam Taylor, dkk., 2009) coping terhadap kejadian yang

menekan adalah proses yang dinamis. Coping tersebut dimulai dengan penilaian

terhadap situasi yang harus individu atasi. Penilaian ini penting bagi usaha untuk

mengelola situasi yang menekan. Menilai kejadian sebagai tantangan dapat

menghasilkan upaya coping yang penuh percaya diri dan emosi positif, sedangkan

menganggap kejadian stressor sebagai ancaman dapat menurunkan kepercayaan

diri dan menimbulkan emosi negatif (Skinner, dalam Taylor, dkk., 2009). Kedua

penilaian ini disebut sebagai penilaian primer (primaryappraisal).

Wanita yang sudah memahami tentang menopause serta dapat menerima

hal-hal yang berhubungan dengan menopause secara wajar, mereka akan menerapkan

hidup sehat dengan tidak mencemaskan datangnya menopause karena menopause

adalah hal yang alami yang akan dialami oleh wanita. Tetapi berbeda dengan

wanita yang belum mengerti tentang menopause serta informasi yang didapat

kurang mengenai menopause, individu akan menganggap menopause sebagai

(26)

menopause dan memandang menopause sebagai suatu ancaman mereka akan

menutupinya dengan mengikuti tren atau mode untuk menutupi

perubahan-perubahan pada dirinya. Seperti dandanan yang terlalu mencolok, model pakaian

yang seperti anak muda karena tidak mau dikatakan tua (Pamela, 2008).

Hal ini dapat dilihat dari pernyataan seorang wanita madya berikut :

“Ya biasa aja…anggap aja ini tanda-tanda kalo ibu ni udah tua.. awalnya sempat bingung juga karena perubahan dalam diri,tapi....Ya mungkin ini memang yang harus dialami setiap perempuan kalo udah tua... Bapak pun nggak pernah protes kok sama keadaan ibu sekarang,ya jadi ibu tenang-tenang aja..Ya bersyukur ajalah sama Tuhan apa yang sudah diberikannya dan yang terpenting kita tetap sehat.”

( Komunikasi Personal, 29 Mei 2010 )

Selanjutnya langkah penilaian yang kedua adalah penilaian sekunder

(secondary appraisal). Pada tahap ini, individu mengevaluasi potensi atau

kemampuannya dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang

dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian (Lazarus, dalam Santrock,

2003). Penilaian ini merupakan suatu proses yang terlibat dalam memilih strategi

coping untuk merespon situasi stres (Lazarus, 1986). Coping merupakan salah

satu strategi yang harus dilakukan individu agar bisa tetap bertahan dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian individu dapat

menjalankan tugas dan fungsi mereka sesuai dengan keinginan dan harapan

(Pusadan, 2004). Berbagai upaya dilakukan untuk memperlambat datangnya

menopause, mulai dari mengubah, mengurangi, dan memodifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi penuaan hingga penggunaan obat-obatan, suplemen atau

(27)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana

coping stress pada wanita madya dalam menghadapi pramenopause.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran coping stress pada wanita madya dalam menghadapi

pramenopausesecara umum?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran coping stress pada

wanita madya dalam menghadapi pramenopause.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

khasanah ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya, dan memberikan

kontribusi terhadap psikologi perkembangan yang terkait dengan coping

stress.

2. Secara praktis,

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan dan menambah

wawasan bagi wanita-wanita yang akan menghadapi menopause

(28)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan

masalah. Teori – teori yang dimuat adalah teori-teori yang berhubungan

dengan stres dan coping stress, dewasa madya, dan menopause.

BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan identifikasi variabel penelitian,

definisi operasional, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel,

metode pengambilan data penelitian , validitas, uji daya beda dan

realibilitas alat ukur, serta metode analisis data

BAB IV : Analisa data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian,

interpretasi data dan pembahasan

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres

1. Pengertian Stres

Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang.

Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang

menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman

(1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik

dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial

membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk

mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun

psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang

digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau

kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada

organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya.

(McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:

1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang

menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.

2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang

muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang

(30)

serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah

tersinggung.

3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara

aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi

maupun afeksi.

Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus

lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000)

mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan

membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut

sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai

respon stres.

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres

merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan

mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik

fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya,

dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara

individu yang satu dengan individu yang lain.

2. Penyebab Stres atau Stressor

Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan

terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari

kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja,

(31)

diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus &

Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi

udara) dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi

sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu

ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.

Menurut Lazarus & Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat menyebabkan

stres yaitu:

a. Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari

seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.

b. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau

kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti

kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan

masalah pribadi lainnya.

Ditambahkan Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah

satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur

seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh

faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan

seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar.

Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang

memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap

tekanan-tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman (Koch &

Dipboye, dalam Rachmaningrum,1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktor

(32)

dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian tertentu

(Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999).

3. Appraisal

Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress

appraisals. Menilai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung

dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (Personal factors)

dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya

termasuk intelektual, motivasi, dan personality characteristics.

Sedangkan faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:

a. Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga

menyebabkan ketidaknyamanan

b. Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang

menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang

lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam

kehidupan kita.

c. Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita,

dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan

kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan

stres.

d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi

(33)

f. Controllability, yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk

merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung menilai suatu

situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful,

daripada situasi yang terkontrol.

Ancaman merupakan konsep kunci dalam memahami stress. Lazarus (1986)

mengungkapkan bahwa individu yang tidak akan merasakan suatu kejadian

sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut diinterpretasikan sebagai hal yang

wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh negatif yang

potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya

melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus

& Folkman, 1986). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada

dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam

kesejahteraannya dan (2) resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan

tersebut.

Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu

untuk menilai apakah suatu kejadian yang dapat atau tidak menimbulkan stress

bagi individu, yaitu:

a. Primary appraisals yaitu penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu

kejadian yang potensial untuk menyebabkan stress. Peristiwa yang diterima

sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai menjadi 3 akibat yaitu

harm-loss (tidak berbahaya), threat (ancaman) dan challenge (tantangan)

b. Secondary appraisals mengarah pada resources yang tersedia pada diri kita

(34)

4. Reaksi terhadap Stres a. Aspek Fisiologis

Walter Canon (dalam sarafino, 2006) memberikan deskripsi mengenai

bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia

menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon

fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi

yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat

berespon dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila

arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan

individu.

Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor

terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome

(GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:

1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )

Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan

seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang,

nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang

terkena stres.

2. Fase perlawanan (Stage ofResistence )

Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada

tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi,

(35)

harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang

melakukan kerja keras.

3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )

Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang

parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat

menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

b. Aspek psikologis

Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:

1. Kognisi

Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian

dalam aktifitas kognitif.

2. Emosi

Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan

emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional (Maslach,

Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006). Reaksi emosional terhadap stres

yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.

3. Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat

berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang

diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung

meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif (Donnerstein &

(36)

5. Coping

Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya.

Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan

ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk

mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung,

2006).

Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba

untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang

dinilai dalam suatu keadaan yang stressful.

Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk

mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal

maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan

seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana

individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang

dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan

(resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.

Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat

membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres.

Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan

(37)

6. Fungsi Coping

Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari

bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :

1. Emotional-Focused Coping

Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional

terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral

maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa

individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu

memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.

2. Problem-Focused Coping,

Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau

memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan

Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan

Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor

yang ada dapat diubah

7. Metode Coping Stress

Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping,

baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:

1. Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan

menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.

2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi,

(38)

3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber

dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.

4. Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam

masalah

5. Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian

lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.

6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau

menghindari.

7. Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan

diri sendiri.

8. Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal

positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

8. Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping Menurut Smet (1994) faktor-faktor tersebut adalah:

1. Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis

kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku,

kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah,

2000), dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang

berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres

(39)

2. karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi

secara umum, kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control,

kekebalan dan ketahanan.

3. Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan

sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.

4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi

dalam jaringan sosial.

5. Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam

situasi yang tidak menyenangkan.

B. Dewasa Madya

1. Pengertian Dewasa Madya

Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001) mengatakan bahwa dewasa madya ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut peran,

tanggungjawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan,

membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, mulai menata karir

yang baru. Menurut Lachman (2001), dewasa madya merupakan waktu untuk

mengevaluasi kembali tujuan dan aspirasi dan sejauh mana mereka telah

memenuhinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan

waktu yang tersisa dalam hidup mereka.

Hurlock (1999) mengungkapkan, pada umumnya usia madya atau usia

(40)

ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60

tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti dengan

penurunan daya ingat.

Biasanya usia dewasa madya dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia

madya dini yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut

yang terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun.

2. Karakteristik Dewasa Madya

Havighurst (dalam Hurlock,1999) mengatakan bahwa usia madya

diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda. Adapun

karakteristik tersebut adalah:

1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti

Terdapat kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan

mental, fisik dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya

masa muda

2. Usia madya merupakan masa transisi

Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa yaitu perubahan pada ciri

jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada

wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause

3. Usia madya adalah masa stres

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan poal hidup yang berubah

terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik

(41)

dan anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria. Ini terjadi pada usia 50-an

saat masuk pensiun. disertai berbagai perubahan fisik. Stres somatik, stress

budaya, stres ekonomi, dan stress psikologis.

4. Usia madya adalah “ Usia yang berbahaya”

Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak yang bekerja, cemas yang

berlebihan, kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat

mengganggu hubungan suami-isteri dan bisa terjadi perceraian, gangguan

jiwa, alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.

5. Usia madya adalah “ Usia Canggung”

Serba canggung karena bukan “muda” lagi dan bukan juga ”tua”. Kelompok

usia madya seolah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan

generasi senior.

6. Usia madya adalah masa yang berprestasi

Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson,

usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk

menghasilkan) vs stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan

terjadi hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam

pekerjaan merupakan imbalan dan prestasi yang dicapai yaitu generasi

pemimpin.

7. Usia madya merupakan masa evaluasi

Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi

evaluasi prestasi.

(42)

a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi

putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur

b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetpa merasa muda dan aktif

menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.

9. Usia madya merupakan masa sepi

Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan

orang tua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita ynag selama

ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat

itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.

10.Usia madya merupakan masa jenuh.

Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit

hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan

anak.

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya

Havighurst (1999) mengatakan bahwa tugas perkembangan pada dewasa

madya meliputi:

1. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara

2. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang

bertanggung jawab, dan bahagia

3. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang

dewasa

(43)

5. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis

yang terjadi pada tahap ini

6. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier

pekerjaan

7. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.

Havighurst (dalam Hurlock, 1999) membagi tugas perkembangan dewasa

madya menjadi empat kategori utama :

1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik

Menerima dan menyesuaikan dengan perubahan fisik yang biasa terjadi

2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat warga negara dan sosial, minat

pada waktu luang yaitu orientasi kedewasaan dan tempat kegiatan.Berasumsi

terhadap tanggung jawab

3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan

Pemantapan dan pemeliharaan standar hidup relatif mapan

4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga

Berkaitan dengan pasangan, penyesuaian dengan lansia, membantu remaja

menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.

4. Penyebab Stres Pada Dewasa Madya

Marmor (dalam Hurlock, 1999) telah membagi sumber-sumber umum dari

stres selama usia dewasa madya yang mengarah pada ketidakseimbangan menjadi

(44)

a. Stres somatik, yaitu stres yang disebabkan oleh keadaan jasmani yang

menunjukkan usia madya

b. Stres budaya, yaitu stres yang berasal dari penempatan nilai yang tinggi pada

kemudaan, keperkasaan dan kesuksesan oleh kelompok budaya tertentu

c. Stres ekonomi, yaitu stres yang diakibatkan oleh beban keuangan dari

mendidik anak dan memberikan simbol bagi seluruh anggota keluarga

d. Stres psikologis, yaitu stres yang mungkin diakibatkan oleh kematian suami

atau isteri, kepergian anak dari rumah, kebosanan terhadap perkawinan, atau

rasa hilangnya masa muda dan mendekati ambang kematian

C. Menopause

1. Pengertian Menopause

Menurut Kasdu (2002 : 54), menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan

untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18

menopouse dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita

setelah menopouse dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi.Webster’s

Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya

haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50. Menopause

kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali.

Baziad (dalam Kasdu, 2002) menyebutkan menopause sebagai pendarahan

(45)

menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat

itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid.

Achdiati (2006) menyebutkan bahwa masa menopause adalah masa dimana

pada wanita akan kehilangan kemampuan untuk memiliki dan melahirkan anak.

Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti dalam

hidup (Muhammad, 1981 dalam http://www.Liputankita.com ).

Mappiare (1983), mengemukakan menopause sebagai akibat adanya perubahan

fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur

dan hilangnya kemampuan untuk melahirkan anak yang juga ditandai berhentinya

menstruasi. Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif

menuju perubahan secara perlahan–lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh

berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia

(Kuntjoro, 2002).

Menopause menyebabkan beberapa perubahan fisik yang dapat

mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita. Berkurangnya kadar estrogen dan

progesteron saat dan setelah menopause menyebabkan lapisan dinding vagina

menjadi tipis dan lebih keras. Sebagai tambahan, produksi cairan vagina turun,

menambahkan rasa tidak nyaman saat bersetubuh. Kondisi ini menyebabkan stres

emosi yang sangat kuat (Kesrepro, 2007 dalam www.wordpress.com ).

2. Usia Memasuki Menopause

(46)

rata-rata seorang wanita memasuki masa menopouse berbeda pada setiap ras.

Meskipun dalam satu ras, tetap tidak sama pada setiap orang. Misalnya, wanita ras

Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun. Menurut Rachman (dalam Kasdu,

2002), menyebutkan usia menopause terjadi pada usia 48 – 50 tahun. Sedangkan

Smart menyebutkan bahwa usia memasuki menopause terjadi antara 40 hingga 65

tahun. Webster’s Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai

periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan

50

Sebuah penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 1992 oleh Samil di Kota Jawa Tengah dengan responden wanita berpendidikan, diketahui bahwa wanita

mengalami menopause pada usia 50,2 tahun . Pada wanita yang tinggal di

pedesaan, terjadi pada usia 46,5 tahun. Angka ini hampir sama dengan rata-rata

usia wanita Amerika dan Eropa mulai memasuki masa menopouse (Kasdu, 2002).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usia seorang wanita dalam

menghadapi menopause sangat bervariatif. Hal ini sangat bergantung pada

berbagai faktor yang mempengaruhinya. Umumnya dapat diambil rata-ratanya

seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45 sampai 50 tahun

(Kasdu, 2002)

3. Masa Klimakterium

Fase terakhir dalam kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium ,yaitu yang terjadi antara usia 45-50 tahun. Klimakterium

(47)

ke periode non-reproduktif. Tanda, gejala atau keluhan yang kemudian timbul

sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut gejala atau tanda premenopause.

Periode ini dapat berlangsung antara 5 sampai 10 tahun sekitar fase menopause (5

tahun sebelum atau 5 tahun sesudah menopause). Pada fase ini fungsi

reproduksinya mulai menurun.

Menurut Kasdu (2002), masa klimakterium ini berlangsung secara bertahap

sebagai berikut :

1. premenopause, adalah masa sebelum menopause yang ditandai dengan

timbulnya keluhan-keluhan klimakterium dan periode pendarahan uterus yang

bersifat tidak teratur. Dimulai sekitar usia 40 tahun. Pendarahan terjadi karena

penurunan kadar estrogen.

2. perimenopause, periode dengan keluhan memuncak, rentang waktu 1 sampai

2 tahun sebelum dan sesudah menopause. Masa wanita mengalami akhir

datangnya haid sampai berhenti sama sekali. Keluhan yang sering dijumpai

adalah berupa gejolak panas (hot flushes), berkeringat banyak, insomnia,

depresi serta perasaan mudah tersinggung.

3. postmenopause, periode setelah menopause sampai senilis. Masa yang

berlangsung kurang lebih 3-5 tahun setelah menopause

4. Tanda dan Gejala Menopause

Menopause merupakan bagian dari perkembangan manusia (wanita) yang

tentu saja melibatkan berbagai macam aspek termasuk di dalamnya fisiologis

(48)

gejala tersendiri. Tanda dan gejala tersebut dapat dilihat baik dari segi fisik atau

psikologisnya (Smart, 2010). Berikut merupakan tanda-tanda fisik yang dapat

diamati :

a. Pendarahan

Pendarahan yang terjadi pada saat menopause tidak seperti menstruasi. Di sini

siklus pendarahan yang keluar dari vagina tidak teratur. Pendarahan seperti ini

terjadi di awal manopause dalam rentang beberapa bulan yang kemudian akan

berhenti sama sekali. Gejala ini disebut gejala peralihan.

b. Rasa panas (Hot Flash) dan keringat malam

Pada saat memasuki masa menopause wanita akan mengalami rasa panas yang

menyebar dari wajah ke seluruh tubuh. Rasa panas ini terutama terjadi pada dada,

wajah, dan kepala. Rasa panas ini sering diikuti dengan timbulnya warna

kemerahan pada kulit dan berkeringat malam yang menyebabkan tidur tidak

nyaman serta timbulnya rasa cemas dan detak jantung yang lebih cepat. Rasa ini

sering terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. Rasa panas

terkadang terjadi sebelum wanita memasuki usia menopause. Gejala ini biasanya

menghilang dalam 5 tahun tetapi beberapa di antaranya akan terus mengalaminya

hingga 10 tahun.

c. Vagina menjadi kering dan kurang elastis

Gejala pada vagina yang timbul akibat perubahan yang terjadi pada lapisan

dinding vagina. Ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen. Selain itu,

juga muncul rasa gatal dan sakit saat berhubungan seksual hingga akhirnya wanita

(49)

d. Saluran uretra mengering, menipis dan kurang elastis

Perubahan ini akan menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi

saluran kencing yang terkadang ditampakkan dengan rasa selalu ingin kencing

dan ngompol yang disebut dengan inkontinensia.

e. Perubahan fisik (lebih gemuk)

Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause karena

perilaku makan yang sembarangan dan kurangnya olahraga.

f. Insomnia

g. Gangguan punggung dan tulang belulang (osteoporosis)

h. Linu dan nyeri disebabkan kurangnya penyerapan kalsium

i. Perubahan pada indera perasa (indera pengecap)

j. Muncul gangguan vasomotoris yang berupa penyempitan atau pelebaran

pembuluh-pembuluh darah

k. Pusing dan sakit kepala terus-menerus

l. Gangguan sembelit

m. Neuralgia, yaitu gangguan atau sakit saraf

n. Payudara kehilangan bentuknya dan mulai kendur.ini merupakan akibat dari

kadar estrogen yang menurun

Selain tanda-tanda fisik, menopause juga memperlihatkan berbagai macam

gejala psikologis. Di bawah ini adalah gejala-gejala psikologis yang tampak :

a. Ingatan menurun, sebelum menopause seorang wanita dapat mengingat

dengan mudah, tetapi setelah mengalami menopause kecepatan dan daya

Gambar

Tabel 1. Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita
Tabel 2. Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita
Tabel 3. Blue print Distribusi Aitem Skala Coping Stress Pada Wanita
Grafik 7. Coping Stress pada Dewasa Madya dalam menghadapi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Maka nyatalah bahwa salah satu cara rasional yang dapat digunakan untuk menghadapi kecemasan pada wanita yang memasuki usia madya dalam menghadapi menopause adalah dengan

Tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang menopause dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita yang memasuki usia madya dini

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah coping stress yang digunakan pada wanita yang mengalami kematian pasangan hidup dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang

Dengan demikian hal tersebut menjadi landasan peneliti untuk mengangkat penelitian dengan judul Pengaruh Shalawat terhadap Coping Stress dalam Menghadapi

Peneliti mengambil tema dalam penelitian ini yang berjudul “HUBUNGNGAN INTENSITAS MELAKSANAKAN SHALAT DHUHA SEBAGAI COPING STRESS SISWA MENGHADAPI UJIAN NASIONAL

Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada Wanita Dewasa Madya ditinjau dari Grandparenting Style.. Fonds Novel dan Debby

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stress pada dewasa madya di Niten Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta, sebagian besar kategori sedang, yaitu 20 responden (66,7%)..

LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: GAMBARAN AKTIVITAS FISIK PADA WANITA PREMENOPAUSE DALAM MENGHADAPI GEJALA KLIMAKTERIK