• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suasana Pelajar Indonesia Belajar Di Jepang Pada Saat Perang Pasifik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Suasana Pelajar Indonesia Belajar Di Jepang Pada Saat Perang Pasifik"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

SUASANA PELAJAR INDONESIA BELAJAR DI JEPANG PADA SAAT PERANG PASIFIK

( DAITOU AJIA SENSOU NO TOKI NO NIHONG DE MANANDA INDONESIA NO GAKUSEI NO JYOUTAI )

KERTAS KARYA

O

L

E

H

MELFA SITINJAK

092203029

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SUASANA PELAJAR INDONESIA BELAJAR DI JEPANG PADA SAAT PERANG PASIFIK

( DAITOU AJIA SENSOU NO TOKI NO NIHONG DE MANANDA INDONESIA NO GAKUSEI NO JYOUTAI )

KERTAS KARYA

Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non- Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu

syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang. Dikerjakan

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGESAHAN Diterima Oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan Non- Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang studi Bahasa Jepang.

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Nip. 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A.

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan 1. Zulnaidi, S.S., M.Hum ( ) 2. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum ( )

(4)

Disetujui oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program studi D III Bahasa Jepang

Ketua Program Studi

Nip. 196708072004011001 Zulnaidi, SS, M. Hum

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini guna untuk melengkapi syarat mencapai gelar Ahli Madya pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah “ Suasana Pelajar Indonesia Belajar Di Jepang Pada Saat Perang Pasifik”.

Penulis menyadari bahwa kertas karya ini jauh dari sempurna, baik dari pengkajian kalimat, penguraian materi, dan pembahasan masalah. Tetapi berkat dari bimbingan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

Dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu, kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, S.S,M.Hum. selaku Ketua Program Studi Diploma III Bahasa Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan fikirannya untuk membingbing dan memberikan petunjuk kepada penuli dalam menyelesaikan kertas karya ini.

4. Bapak dan ibu dosen (Sensei tachi), serta seluruh staff pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara atas arahan, bimbingan, dan ilmu yang di berikan kepada penulis selama menjadi mahasiswi program studi Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara.

5. Karya ini ku persembahkan kepada kedua orang tua ku M. Sitinjak (Bapak) dan Ibu R. Saragih (Lovely Mommy), makasih banyak atas doa dan kerja keras kalian selama ini sampai aku bisa menyelesaikan studi ku sampai saat ini, Tuhan Yesus s’lalu memberkati dan melindungi kita sekeluarga.

6. Ku persembahkan juga kepada adik-adik ku Erwinsyah Sitinjak, Melisa Wati Sitinjak, Bela Esperansa Sitinjak, dan adik ku yang palin manja Moses Aditya Sitinjak, jadi anak yang baik dan patuh kepada perintah mamak dan bapak.

7. Karya ini juga ku persembahkan untuk Bethel Ginting S.Sos, yang penuh cinta kasih dan selalu setia mendoakan dan menemani ku saat senang maupun bener-bener susah.

(6)

9. Terimakasih sahabat Mayoniez SMA N 17 Medan Leylisa Sihotang dan Marina Nainggolan buat dukungan dan semangat nya.

10.Terimakasih buat My GrandMa (+) & GrandPa (+) yang tidak bisa mendampingi ku sampai akhir studi ku.

11.Terimakasih buat Himpunan Mahasiswa Departemen Bahasa Jepang HINODE.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat-Nya yang berlimpah atas semua bantuan yang telah di berikan kepada penulis. Akhirnya penuli berharap emoga kertas karya ini dapat menambah dab memperluas pengetahuan kita, sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan terimakasih, Tuhan Yesus Memberkati.

Medan, Juli 2012

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 ... Al

asan Pemilihan Judul ... 1 1.2 ... Tu

juan Penulisan ... 2 1.3 ... Ba

tasan Masalah ... 3 1.4 ... M

etode Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDIDIKAN DI JEPANG

2.1 Keterbukaan Negara Jepang Terhadap Pelajar Asing ... 5

2.2 Motif yang Mendorong Pelajar Indonesia Belajar ke Jepang ... 6

(8)

3.1. ...

Suka Duka Pelajar Indonesia di Jepang ... 8 3.2. ...

Suasana Belajar di Jepang Pada Perang Pasifik ... 17

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 21

4.2 Saran ... 22

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Perang Pasifik atau Perang Asia Pasifik, atau yang dikenal di

Perang Asia Timur Raya (Greater East Asia War Dai Tō-A Sens

adalah perang yang terjadi di

terjadi antara tahun

setelah

Jepang adalah negara yang mempunyai cita-cita untuk bisa menjadi negara pemimpin

bangsa di Asia. Secara ekonomi Jepang ingin memenangkan perang di Asia Timur untuk

menjamin tersedianya bahan mentah untuk industri dan operasi militernya. Pada akhirnya

Jepang berhasil menduduki wilayah-wilayah di Asia Pasifik dan Jepang juga mendatangi

Indonesia. Awalnya Indonesia menerima dan menyambut baik atas kedatangan Jepang

(10)

Hindia Belanda dan adanya dugaan bahwa Jepang akan dapat membebaskan Indonesia

dari penjajahan.

Namun pada kenyataanya, Jepang datang ke Indonesia hanya karena ingin menguasai kekayaan negara Indonesia sehingga Jepang menjajah Indonesia dengan sangat kejam. Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun dan mengakibatkan penderitaan terhadap masyarakat Indonesia yang jauh lebih menderita dan sengsara dari pada penjajahan oleh Belanda selama 350 tahun. Dalam melakukan penjajahan, Jepang merekrut dan melatih pemuda-pemuda Indonesia untuk berlatih militer dan membentuk kesatuan militer yang beranggotakan para pemuda maupun pemudi Indonesia.

Tidak hanya itu saja, Jepang menerapkan system ekonomi perang di Indonesia yang bertujuan untuk mengambil semua sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di Indonesia untuk kepentingan perangnya. Jepang mengarahkan sumber daya manusia untuk bekerja “romusa” yaitu system kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang terhadap masyarakat Indonesia.

(11)

1.2. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang sebagaimana telah di kemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan tentang Suasana Pelajar Indonesia Belajar di Jepang pada saat perang pasifik

2. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca serta mahasiswa mengenai Pendidikan di Jepang

3. Dapat dijadikan referensi bagi pembaca apabila ingin melakukan penelitian dengan topik yang sejenis.

1.3. Batasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan tidak terlalu luas. Pada penulis kertas karya ini hanya membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada Suasana Pelajar Indonesia Belajar di Jepang pada perang pasifik yaitu pada tahun 1942-1960.

1.4. Metode Penulisan

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan metode penulisan

(12)

yang terjadi atau berlangsung. Menurut Koentjaraningrat (1976:30) bahwa penelitian

yang berdasarkan atau bersifat deskriptif dapat memberikan gambaran secermat mungkin

mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Metode deskriptif ini

juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang

dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana

adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan, menyusun,

mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterpretasikan data atau bahan yang telah

dikumpulkan sebelumnya dalam proses penelitian tersebut.

(13)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDIDIKAN DI JEPANG

2.1. Keterbukaan Negara Jepang Terhadap Pelajar Asing

(14)

Pada masa-masa awal restorasi Meiji ada gagasan yang di sebut Datsu A Ron (keluar dari Asia). Target yang paling utama ialah “mengejar sehingga melampaui negara-negara Barat”. Dalam usaha itu Jepang mengikuti contoh negara Barat sehingga berekspansi dan menjajah negara-negara tetangga sebelum perang dunia (PD) II.

Sejak zaman restorasi Meiji inilah Jepang telah menempatkan ilmu dan pendidikan dalam posisi penting (1860-an-1880-an). Pada akhir 1888, dikatakan, terdapat sekitar 30.000 pelajar yang belajar pada 90 buah sekolah swasta di Tokyo. Sekitar 80 persennya berasal dari luar kota. Pelajar miskin diberi beasiswa. Maka dari itu Negara Jepang terbuka dengan pelajar-pelajar asing.

Pada pemerintahan Jepang di Indonesia mulai ada pengiriman siswa-siswa Indonesia dalam rombongan ke Jepang. Kesempatan tidak terbatas pada lapisan atas, melainkan terbuka bagi semua lapisan, asal lulus dari serangkaian ujian yang diselenggarakan di kantor-kantor pemerintah di daerah dan di pusat (Jakarta).

2.2. Motif Yang Mendorong Pelajar Indonesia Belajar ke Jepang

(15)

Indonesia lepas dari penjajahan Belanda. Karena itu rakyat Indonesia sangat senang menerima kedatangan Jepang dan percaya terhadap Jepang.

Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang telah berhasil mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur. Keesokan harinya Jepang benar-benar berhasil menduduk i daerah ini karena Belanda yang menguasai daerah Tarakan menyerah terhadap Jepang dan mereka sama sekali tidak melakukan suatu perlawanan terhadap Jepang. Jepang yang telah berhasil menuduki sebagian dari wilayah Indonesia, memperkuat kekuasaannya di Indonesia. Jepang pun membuat peraturan perundang-undangan yang menetapkan adanya suatu pemerintahan baru dan menghapus sistem pemerintahan lama yang telah ada sebelumnya. Pihak pemerintahan militer Jepang berusaha men-Jepang-kan segala sesuatu yang ada di Indonesia. Seperti mengubah penentuan tanggal, tahun, jam, mata uang serta sistem pendidikan yang di sesuaikan dengan keadaan yang ada di Jepang.

Pada zaman pemerintahan Jepang di Indonesia mulai ada pengiriman siswa-siswa Indonesia dalam rombongan ke Jepang. Kesempatan tidak terbatas pada lapisan atas, melainkan terbuka bagi semua lapisan, asal lulus dari serangkaian ujian yang diselenggarakan di kantor-kantor pemerintah di daerah dan di pusat (Jakarta). Banyak kaum pemuda dari berbagai kota yang tertarik dan mengikuti serangkaian ujian yang di selenggarakan di Jakarta

(16)

kesempatan meraih profesi yang layak di kalangan masyarakat, ingin berbakti kepada masyarakat, dan ingin menyumbang kepada karya nasional membangun bangsa dan negara.

Oleh karena itu dengan memahami latar belakang suasana politik yang ada selama perang pasifik dapat disimpulkan bahwa motifasi pelajar Indonesia pergi ke Jepang untuk belajar dengan kesadaran politik.

“Pemuda-pemuda pendatang pertama terdorong terutama oleh kesadaran politik, tetapi pemuda-pemuda yang datang kemudian tertarik oleh berbagai alasan lain.”

Pemuda-pemuda yang datang kemudian tertarik oleh berbagai alasan, dikatakan diantaranya:

1. Karena anjuran teman-teman yang pernah melawat ke Jepang 2. Karena keinginan orang tua.

(17)

BAB III

SUASANA BELAJAR DI JEPANG PADA SAAT PERANG PASIFIK

3.1. Suka Duka Pelajar Indonesia di Jepang

Pada zaman pemerintahan Jepang di Indonesia, Jepang membuka kesempatan kepada pelajar Indonesia yang ingin belajar ke Jepang. Kesempatan terbuka untuk semua kalangan, dengan mengikuti serangkaian ujian yang di adakan di Jakarta.

(18)

Di pelabuhan Tanjung Priok koper-koper para siswa dibuka dan diperiksa oleh polisi militer Jepang. Kapal pengangkut barang yang akan membawa rombongan ke Singapura sudah tua dan kecil, dan tampaknya adalah kapal buatan Jepang karena dalam kabin terpasang tikar Jepang (tatami).

(19)

serta memberi kesempatan untuk mandi. Setelah sekian hari di jemur di terik matahari, air hujan sungguh membuat segar kembali.

Iwamaru terus meluncur tanpa menghiraukan bahaya perang serta pergantian cuaca dan setelah melewati selat Taiwan dapat melihat banyak pulau kecil di Laut Cina Timur, termasuk Okinawa yang di bulan-bulan menyerahnya Jepang menjadi medan pertempuran yang sangat dahsyat. Akhirnya pada tanggal 28 Juni 1943 Iwamaru menurunkan jangkarnya di Moji, suatu pelabuhan di Pulau

Kyushu berhadapan dengan Shimonoseki di Honshu, pulau utama di Negara

Jepang, dipisahkan oleh selat Shimonoseki. Kedua pulau ini dihunungkan oleh terowongan di bawah laut. Iwamaru tidak merapat di dermaga melainkan berlabuh diluar pelabuhan. Dan harus turun melalui tangga tali seperti jala ke kapal kecil yang membawa ke dermaga. Keberangkatan menuju Jepang dari pelabuhan Singapura dengan menggunakan kapal Iwamaru sangat mengesankan karena rombongan siswa diberangkatkan bersama-sama dengan rombongan pasukan Jepang yang dipulangkan ke negerinya.

Setelah menyelesaikan formalitas imigrasi rombongan ditempatkan di suatu ryokan (rumah penginapan khas Jepang) bersama-sama dengan guru-guru pembimbing. Begitu tiba di ryokan tamu harus menanggalkan sepatu di genkan

(bagian muka penginapan) dan mengenakan surippa (selop) sebelum menuju ke kamar melalui roka (lantai kayu antara kamar-kamar). Berbeda dengan kapar di hotel, kamar-kamar kanan kiri rokka tidak bertembok melainkan ditutup pintu

(20)

atau kekiri. Karena ryokan ini dimaksudkan untuk melayani rombongan maka kamarnya besar-besar, satu kamar cukup untuk sepuluh sampai dua puluh orang.

Setelah melewati pintu fusuma harus menanggalkan surippa masuk ke dalam kamar yang letaknya agak tinggi dari lantai yang melewati pintu sorong yang terbuat dari kerangka kayu yang ditempeli dengan kertas tipis yang dinamakan shoji. Kamar berlantaikan tatami yang dibuat dari jerami dilapis dengan tikar halus, sedangkan pinggirannya ditutup dengan pita hitam. Besar kecil kamar ditentukan oleh jumlah tatami. Didalam ruagan yang besar itu tidak ada meja, kursi, ataupun tempat tidur. Di ujung kamar ada tumpukkan bantal kecil untuk duduk, namanya zabuton. Kamar seperti ini dapat dipakai untuk tidur, makan, pertemuan, dan juga bersantai. Untuk melepaskan lelah dari pelayaran yang lama dan berbahaya itu, disediakan mandi air panas yaitu o furo. Mandi o furo merupakan suatu kemewahan bagi Jepang yang kekurangan bahan bakar. Setelah mandi menggunakan yukata, yakni kimono yang disediakan untuk para tamu.

(21)

Pada saat itu keadaan makanan terbatas. Di Jepang semua bahan makanan dan pakaian sudah ditentukan.

Kamar besar kini berubah menjadi kamar tidur, kasurnya disebut futon

dijajar dari ujung ke ujung. Cara tidur ialah diatas dua lembar shikibuton (kasur bawah yang ditutupi dengan sprei putih) dan sebagai selimut digunakan kakebuton

(kasur tipis, ringan tetapi cukup hangat)

Esok harinya pelajar menuju Shimonoseki dan dengan kereta api meneruskan perjalanan ke Tokyo. Angkutan kereta api di Jepang sangat maju dari pada angkutan darat lainnya. Negara Jepang terdiri dari pegunungan, akan tetapi bangsa Jepang tidak mau menyerah kepada gunung-gunung yang menghalang jalur kereta api. Maka ratusan terowongan digali. Jarak antara Shimonoseki dan Tokyo lebih kurang 1.100 km. kereta api melewati kota-kota besar Hiroshima, Kobe, Osaka, Kyoto, Nagoya, dan Yokohama serta banyak kota kecil, perjalanan melewati laut, tengah-tengah sawah dan tanah tegalan. Dari kerta api juga dapat melihat Gunung Fuji, yakni gunung keramat bangsa Jepang yang pucaknya dihias salju sepanjang masa.

(22)

Tokyo dan naik Yamate sen, yakni sepur listrik yang melaju dalam dua jurusan mengitari kota praja Tokyo. Dan dari situ menuju Sibuya, salah satu stasiun besar yang juga melayani trem listrik ke berbagai jurusan termasuk sepur listrik di bawah tanah. Dari Sibuya pindah ke Tokyo sen, trem listrik swasta yang menghubungkan stasiun ini dengan Yokohama. Dan turun di stasiun keempat yang bernama Daiichi Shihan, stasiun kecil dengan dua peron, sedangkan di sekelilingnya banyak toko-toko kecil.

Dari stasiun pelajar berbaris menuju ke asrama bernama Hong Ryo. Asrama ini berbentuk seperti Ryokan, terdiri dari kamar-kamar untuk satu orang berukuran enam tatami. Ditiap kamar ada tokonama, yakni semacam ruang sempit yang biasanya dihias dengan karangan bunga dan kakemono (lukisan kaligrafi) yang digantung di dinding. Di sebelah tokonama terdapat ruang yang disebut

oshire yang terdiri dari dua bagian, di atas untuk menyimpan futon dan dibawah untuk barang lain, dan disebelahnya untuk menggantung pakaian.

Terdapat dua macam jendela, jendela dalam dari kaca dan jendal luar dari papan. Kedua macam jendela ini dibuka dan ditutup secara disorong. Asrama ini dilengkapi dengan dapur, kamar kecil dan tempat cuci muka. Tetapi tidak ada kamar mandi, karena mereka mandi dipemandian umum yang disebut sento.

(23)

Asrama ini pun tidak dilengkapi kamar mandi. Pemuda Indonesia hanya di beri dua stell seragam, satu untuk musim panas dan satu untuk musim dingin. Tidak begitu lama setelah pemuda Indonesia pindah ke asrama di Shimo Meguro maka datang lah empat pemuda dari keluarga Keraton Solo dan Yogyakarta. Mereka adalah Sukisman, Sandjojo, Suhardji, dan Kustedjo. Dengan kedatangan mereka jumlah penghuni asrama menjadi 24 orang. Tugas pertama segala program kehadiran pemuda-pemuda di Jepang ialah belajar bahasa Jepang. Lamanya pelajaran satu tahun dan dipusatkan di Nihonggogakko yang dikelola oleh Kokusai

Gakuyukai yang berpusat di kota Tokyo. Di kota ini permukiman

pemuda-pemuda Indonesia di pisah. Rombongan dari Sumatera yang dtempatkan dalam satu asrama dengan mahasiswa-mahasiswa Filipina dan Malaysia, sedangkan rombongan dari Jawa ditempatkan dalam satu asrama sendiri. Motif dari pemisaham ini mudah diterka. Namun demikian, semangat kesatuan dan persatuan antara mahasiswa dan pemuda Indonesia tak mungkin lagi dapat dibendung oleh apapun. Malam pertama di Tokyo di lewati oleh pemuda-pemuda Indonesia di lewati di Hong Ryo. Esok hari nya pergi ke Kokusai Gakuyukai, yakni Institute Mahasiswa Internasional di Naka Meguro. Gedung yang di pakai Institute ini adalah milik American School. Gedung tidak begitu besar, hanya berlantai dua dan ruang bawah tanah serta auditorium merangkap sebagai ruang bola basket dan olahraga lain nya.

(24)

mendapatkan kamus Jepang-Indonesia atau Jepang-Belanda dan sebalik nya. Dalam hubungan antar mahasiswa ada perhimpunan bernama Nanyo Kyokai yang mempunyai minat besar terhadap keadaan Asia, terutama Indonesia. Perhimpunan inilah yang berhasil mendapatkan kamus Jepang-Belanda karangan Van der Stadt. Kamus ini sangat menolong mahasiswa Indonesia dalam mempelajari bahasa Jepang. Selain itu banyak pelajar Indonesia yang mengantongi kartu kanji kemana saja mereka pergi karena sambil jalan, istirahat, atau tempat lain kartu dapat di ambil dari kantong baju kiri untuk di hafal dan kemudian di masukkan ke kantong kanan. Begitulah usaha pelajar Indonesia untuk cepat menguasai bahasa Jepang, karena tanpa menguasai bahasa akan sukar sekali untuk mengikuti kuliah. Setelah seminggu berada di Tokyo, pelajar di bawa ke Dai Toa Sho atau Kementrian Asia Timur Raya. Rombongan di pimpin oleh Sam Suhedi.

Pertengahan bulan Juli 1943 pelajar mulai sungguh-sungguh belajar bahasa Jepang dari pagi sampai sore di bawah asuhan guru bernama Nakamura. Pelajaran temasuk membaca, menulis, berbicara dan mendengar. Belajar menulis kanji dengan menggunakan dengan fude (writing brush) dan sumi, yakni tinta cina. Pelajar menulis dengan menggunakan tinta hitam sedangkan guru memakai tinta merah untuk membetulkan. Belajar menulis huruf Kanji atau kaligrafi ini dinamakan shuji.

(25)

berkumpul di sekeliling api unggun, brnyanyi dan memprtunjukkan kemahiran masing-masing.

Setelah kembali ke Tokyo dari Karuizawa pemuda di beri kesempatan bertemu dengan para anggota Shisatsu dan, yakni rombongan pemimpin rakyat yang datang meninjau keadaan Jepang. Pemuda Indonesia juga mendapat kehormatan bertemu dengan Bung Karno, Bung hatta, dan Bapak Ki Bagus Hadikusumo ketika beliau-beliau mengunjungi Tokyo. Pada saat itu pembesar Jepang hanya memperboleh kan pelajar-pelajar itu bertemu dengan pelajar dari Jawa meskipun pemuda-pemuda Indonesia dari daerah lain juga ingin sekali bertemu dengan para pemimpin Indonesia.

Semenjak di asramakan di Jakarta hingga saat pelajar berjumlah 20 orang selalu bersama-sama dalam perjalanan, belajar, berlatih, bepergian,dan dalam segala suka dan duka. Pesan umum dari pengalaman hidup di Kota Tokyo selama satu tahun pertama ini cukup favourable, dalam arti kata suasana masih belum begitu gawat, sehingga pemuda-pemuda Indonesia masih sempat mengalami masa tenang dan tentram dengan fasilitas-fasilitas yang ada kaitannya dengan istilah tokubetsu atau istimewa.

(26)

atau Tokushima di Pulau Shikoku. Mereka dimasukkan ke berbagai perguruan tinggi di kota-kota tersebut menurut bidangnya masing-masing.

Kebijaksanaan tersebut di tetapkan oleh para pengelola pemerintah Jepang (Momboshu, Dai Toa-sho, Rikugun-sho; Kementrian pendidikan, Kementrian Asia Timur Raya, dan Kementrian Pertahanan), karena pengetahuan bahasa Jepang yang di miliki para mahasiswa setelah belajar bahasa di Kokusai Gakuyu-kai di anggap belum cukup untuk langsung masuk ke Universitas. Kalangan Pemerintah Jepang beranggapan bahwa Nippon no daigaku wa mujukashii

(Universitas Jepang adalah terlalu sukar), maksud nya ialah universitas Jepang gemar memperbincangkan teori-teori dan filsafah perilmuan, tidak semata-matamengejar kecakapan keahlian secara praktis seperti universitas Amerika.

Rombongan pelajar Indonesia di bagi dalam kelompok-kelompok kecil menurut tempat belajar yang di tuju. Kelompok-kelompok itu adalah :

Bagian Pendidikan di kirim ke Hiroshima, terdiri dari :

1. Sudio Gandarum 2. Sam Suhaedi

3. Muskarna Sastranegara 4. Tarmidi

5. Supadi, dan

6. Sukristo Sastrowarsito

(27)

1. Adnan Kusuma 2. Djoko Soejoto 3. Jusuf Odang 4. Juwono Budiardjo 5. Sarudji

6. Fatwan, dan 7. Kustedjo

Bagian Kedokteran dikiri ke Kumamoto, Kyushu, terdiri dari :

1. Utojo Sukaton 2. Raden Sidharto, dan 3. Sukisman

Bagian Pertanian dikirim ke Miyazaki, Kyushu, terdiri dari :

1. Yoga Soegomo 2. Tjutjuk Sudardi 3. Sutama

4. Suleiman, dan

5. Sudjarwoko Danusastro

Yang tinggal di Tokyo ialah :

1. Sudjiman untuk masuk Akademi Polisi

(28)

3. Sandjojo untuk masuk Gakushuin, sebuah peguruan yang di peruntukkan putra-putri keluarga ningrat.

3.2. Suasana Belajar di Jepang Pada Saat Perang Pasifik

Menjelang akhir 1944 keadaan perang makin hari makin lebih tidak menguntungkan Jepang. Di antara berita kemenangan juga terselip berita-berita kekalahan di berbagai pulau di Lautan Teduh.

Dalam musim dingin tahun 1944, serangan sekutu terhadap Jepang semakin dahsyat siang dan malam, membuat tentara Jepang tak berdaya sama sekali. Serangan demi serangan datang datang dengan sangat gencar sehingga membuat pelajar-pelajar bertekad bulat utntuk mempertahan kan asrama dari amukan api. Pelajar-pelajar berkumpul menurut Negara masing-masing serta berdoa menurut kepercayaannya masing-masing, memohon kepada yang Maha Kuasa agar di selamatkan dan di lindungi dari malapetaka.

(29)

tanah tempat perpustakaan untuk mengambil buku pelajaran nya. Karena melihat ada nya suatu kilatan menyilaukan dari luar, kemudian keningnya terkena sinar atom. Betapa ajaib nya ia masih di beri panjang umur dan dapat sembuh. Tiga hari kemudian Nagasaki di Pulau Kyushu mengalami nasib yang sama.

(30)

Amerika selanjutnya mengancam Jepang akan menjatuhkan bom atom di atas kota kebudayaan dan ibu kota, Kyoto. Mengingat kota itu masih mempertahan kan bentuk arsitektur kuno serta adat aslinya, maka pimpinan Jepang menjadi goyah dan berfikir sejuta kali. Dan tibalah hari yang sangat menentukan bagi rakyat Jepang pada khusus nya dan dunia pada umumnya. Kemudian datang lah utusan Kokusai Gakuyukai yang terdiri dari beberapa orang untuk mengumpulkan para pelajar kembali ke kota Tokyo. Pada tanggal 15 Agustus 1945 semua kadet di perintah kan berseragam lengkap berbaris di lapangan kampus untuk suatu upacara yang di katakan sangat penting. Pelajar mengira ada pemeriksaan oleh pembesa militer. Kemudian Tenno Heika memberikan pidato singkat mengatakan bahwa Pemerintah Jepang telah menerima Deklarasi Postdam serta menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Maka dengan pernyataan ini berakhir lah Dai Toa Senso yang di mulai dengan rentetan kemenangan tentara Jepang di seluruh medan pertempuran setelah melumpuhkan kekuatan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbor, Hawaii, tanggal 8 Desember 1941.

Tantangan baru yang harus di hadapi para pelajar Indonesia, dan di hadapkan kepada 2 macam pilihan, yaitu :

1. Kembali ke Indonesia

(31)

Setelah mempertimbangkan segala sesuatu, para pelajar akhirnya memilih tetap tinggal di Jepang dengan tekad tidak akan kembali ke tanah air sebelum berhasil menyelesai kan study. Dan ada juga pelajar yang kembali ke Indonesia.

Kemudian para pelajar yang tetap tinggal di Jepang di tampung di asrama yang bernama Shoshukan, Gifu. Tempatnya di dekat Nagara Gawa (Sungai Nagara). Indah sekali dan terkenal dengan commorants fishing-nya. Di Gifu para pelajar juga tidak luput dari serangan-serangan udara Sekutu, Amerika. Di Gifu ada suatu pengalaman yang pahit bagi pelajar-pelajar dengan adanya pemuda-pemuda Jepang yang menyerbu asrama Shoshukan yaitu pada tanggal 15 Agustus 1945, pada sore hari sekitar jam 4 sore. Pemuda-pemuda Jepang mendatangi asrama dengan menggunakan kekerasan, memukuli para pelajar yang sedang menikmati keindahan alam di situ dan dengan suara keras berkata : “ Kimi tachi kyoryoku shinai kara, Nihon maketanda” yang arti nya : “Jepang kalah perang karena kamu sekalian tidak membantu”. Kejadian yang perlu di sesalkan, tetapi di dalam suasana yang sedih bagi rakyat Jepang seluruhnya, hal ini, bagi pemuda-pemuda yang belum sadar, dapat di maklumi. Suasana dapat di kendalikan dan menjadi tenteram setelah pemuda-pemuda itu di persilah kan berunding di ruang atas shosukan, dan setelah berbicara dengan semua pelajar yang hadir di situ, keadaan yang semula hangat dapat di tertibkan.

(32)

ikut terbakar, walau pun daerah sekeliling nya hangus dengan api. Dan selanjut nya pelajar-pelajar menetap di asrama Meguro, Tokyo.

(33)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1Kesimpulan

(34)

yang diselenggarakan dikantor-dikantor pemerintah di daerah dan dipusat kota.

2. Kaum pemuda Indonesia pada saat penjajahan Jepang menginginkan cita-cita untuk mencari perbaikan nasib, melalui kesempatan meraih profesi yang layak dikalangan masyarakat, ingin berbakti kepada masyarakat melalui profesinya, dan ingin menyumbang biarpun sedikit kepada karya nasional membangun bangsa dan negara.

3. Suasana pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Jepang pada saat perang pasifik sangat penuh dengan tantangan. Seperti kekurangan bahan makanan, dan suasana yang tidak tenang, ini merupakan hambatan bagi pelajar untuk mengikuti pelajaran secara total. Bahaya serangan udara pesawat pembom B-29 berdengung setiap hari, siang dan malam. Pada akhirnya suasana yang penuh tantangan ini dapat dilewati oleh pelajar-pelajar Indonesia dengan baik.

(35)

manfaatnya yaitu untuk menerka peranan yang akan dimainkan oleh Jepang di masa yang mendatang.

5. Manfaat pribadi bagi pelajar yang menempuh pendidikan di Jepang ialah menyangkut pergaulan manusiawi secara internasional, yang membawa pengaruh besar kepada pertumbuhan pandangan yang luas, toleransi, pengertian terhadap budaya bangsa lain dan penumpasan egotisme. Mengenal budaya bangsa lain dapat berguna untuk menilai lebih baik terhadap budaya bangsa sendiri.

1.2 Saran

1. Sejarah perjalanan pelajar Indonesia di Jepang pada saat perang pasifik termasuk sejarah penting yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan sekolah ke Jepang.

2. Sejarah perjalanan pelajar Indonesia di Jepang pada saat perang pasifik termasuk sejarah penting yang dapat dijadikan sebagai motifasi dan semangat bagi pelajar Indonesia untuk menghargai akan arti pentingnya pendidikan untuk pribadi maupun untuk bangsa dan negara.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Persada Senior.1990. Suka Duka Pelajar Indonesia di Jepang.Jakarta: CV Antar Karya

Referensi

Dokumen terkait

Apakah pembelajaran sejarah pada konsep pendudukan Jepang di Indonesia dengan Metode Student Teams Achievement Division (STAD) dengan rancangan PTK pada siswa

Penelitian skripsi ini berjudul “Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Pondok Pesantren Yatim Indonesia sebagai Penampung Korban Tsunami dan Perang Sampit di Desa

yang dapat penulis berikan antara lain sebagai berikut : Perlu adanya kajian mendalam tentang Peranan Tentara Pelajar dalam Perang Empat Hari di solo pada tahun 1949 yang masih

Pedoman Program Kerja merupakan kerangka acuan Program Kerja Organisasi yang ditetapkan dalam Kongres PPI Jepang dan dilaksanakan oleh Pengurus Persatuan Pelajar Indonesia di

Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah materi Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia dapat ditingkatkan dengan menggunakan model Problem Based

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat contangion effect yang terjadi pada saat Brexit antar pasar saham syariah di Indonesia, Jepang, Eropa dan Amerika

Tema utama dari pembuatan desain label korek api propaganda Jepang seri 101 adalah untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Indonesia karena pada tahun 1944, keadaan

 Orang-orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting dari sebelumnya yang hanya dipegang oleh orang Belanda, dengan masih dalam