• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Sistem Laktoperoksidase dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Sistem Laktoperoksidase dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)

PENGGUNAAN SISTEM LAKTOPEROKSIDASE DAN

PENGARLIHNYA TERHADAP KUAIiITAS SUSU SEGAR

DAN

IIASIL

OLAHANNYA

Olkh

SUKMAYA

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(100)

SUKMAYA.

99557. Penggunaan Sistem Laktoperoksidase dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahsnnya. Dibimbing oleh Rarah Ratih Adjie Maheswari dan ~ i r n a w a t i Sudarwanto.

Susu merupakan makanan yang kaya akan gizi dan sangat baik untuk pertumbuhan manusia. Namun demikian susu juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga bila disimpan terlalu lama dalam suhu ruang akan cepat rusak, sebagai akibat pertumbuhan dari mikroorganisme didalamnya. Berbagai upaya untuk bisa memperpanjang

umur

susu telah banyak dilakukan misalnya dengan pendinginan. Pendinginan. memerlukan biaya yang tinggi

untuk

penyediaan alat pendinginnya. Perkembangan lebih lanjut dalam mempertahankan kualitas susu adalah dengan m e n g a k t i h sistem laktoperoksidase yang memiliki sifat bakteriostatik dengan penambahan alitivator

natrium

thiosianat dan hidrogen peroksida.

Tujuan penelitian ini adalah tmtuk mengetahui tingkat konsentrasi thiosianat yang terdapat dalam susu segar yang berasal dari sapi milik peternak. Selanjutnya dapat ditentulcan penambahan yang tepat dari natrim thiosianat

dan

hidrogen peroksida untuk meningkatkan efektifitas sistem laktoperoksidase.

Penelitian ini terdiri

dari

dua tahap. Tahap I adalah analisa

kan-

thiosianat pada susu di tingkat

peternak

yang dilakukan di lima lokasi di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Tahap I1 dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) penelitian peranan aktivator terhadap kualitas susu, dengan empat perlakum: kontrol

(K)

yaitu susu tanpa penambahan aktivator, perlakuan 1

(PI)

susu dengan

penambahan 0.003 % natrium perkarbonat dan 0,0014 % natrium thiosianat, perlakuan 2 (P2) susu dengan pena&ahan 0.004 % natrium perkarbonat dan 0,0018 % natrium thiosianat, dan perlakuan 3 (P3) susu dengan penambahan 0.005 % natrium perkarbonat

dan

0,0023 %

natrium

thiosianat. Keempat perlakuan ini disimpan pada suhu ruang untuk dilakukan pengamatan. (2) Penelitian aplikasi aktivator di petemak yang dilakukan di ernpat lokasi dengan perlakuan clan pengamatan sarna seperti yang dikerjakan pa& penelitian bagian (I), dan (3) Pembuatan olahan dengan bahan baku susu yang telah mendapat penambahan dan tidak mendapat penambahan aktivator. Olahan yang dibuat

hupa susu pasteurisasi dan yoghurt, yang dilanjukan dengan uji organoleptik

untuk

mengetahui penilaian dari panelis.

Pada penelitian Tahap I, diperoleh kandungan thiosianat dalam susu dari peternakan rakyat di Wilayah Bogor yang cukup bervariasi yaitu antara 1,02

-

(101)

diperpanjang 8 jam untuk PI dan P2, serta 10 jam untuk P3 berdasarkan uji alkohol. Penarnbahan aktivator berpengaruh nyata terhadap uji alkohol, derajat keasaman, total mikroba, dan pertumbuhan koliform. Perbedaan lokasi peneiitian tidak tncnunjukan pcngari~li yang nyata terhndap peningkataiq kandungan thiosianat, total mikroba, pertumbuhan koliform dan uji alkohol, namun berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman, pH dan berat jenis.

(102)

SURAT

PERNYATAAN

' ~ e n ~ a n ini saya menyatakan bahwd tesis yang be rjudul :

" Penggunaan Sistem Laktoperoksidasc

dan

Pengaruhnya terhadap

, Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya

".

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

* secara jelas, dan dapat diperiksa kebenarannya.

\

(103)

PENGGUNAAN SISTEM LAKTOPEROKSIDASE DAN

PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS SUSU SEGAR

DAN HASIL OLAHANNYA

SUKMAYA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(104)

Judul Tesis : Penggunaan Sistem Laktoperoksidase dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya

Nama : Sukmaya

NRP : 99557

Program Studi : Teknologi Pasca Panen

Menyetuj ui,

1. Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rarah Ratih Adlie M., DEA. Prof.Dr. Mmawati Sudarwanto

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Teknologi Pasca 3. Direktur Program Pascasarjana Panen

Prof.Dr.Ir. Hadi K .a- Ipm. Pr0f.Dr.k. Svafrida Manuwoto. MSc.

3

1 MAY

2002

(105)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Maret 1958 sebagai putri ke

tiga dari pasangan Bapak R. Samli Padmanagara (Alm) dan ibu Hj. Nena. Pendidikan sarjana diteinpuh di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Bandung, lulus pada tahun 1983. I'ada tahun 1995, penulis diterima di Program

Studi Teknologi Pasca Panen pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian

Bogor.

Penulis menamatkan sekolah dasar tahun 1969 dari SD Negeri Cijagra, Buahbatu Bandung, kemudian penulis rneneruskan ke SMP Negeri XI11 Bandung

pada tahun 1970 dan lulus tahun pada tahun 1973. Tahun 1974 penulis masuk ke

SMA Negeri VII Bar~dung dan lulus pada tahun 1976. Penulis diterima di

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 1977 dan

memperoleh gelah sarjana Peternakan pada tahun 1983.

Penulis memperoleh kesempatan meneruskan kulias S2 dengan Biaya Tugas

Belajar melalui Proyek PAATP tahun 1999 di Program Studi Teknologi Pasca

Panen pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Jenjang pengabdian sebagai penyuluh pertanian mulai penulis tekuni sejak

penulis diterima menjadi staf fungsional di Balai Informasi Pertanian Lembang

tahun 1983, dan dilanjutkan sampai sekarang di Balai Pengkajian Teknologi

(106)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulis d a ~ a t menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

tingkat Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen, Program

Pasca Sarjana Institut Per tanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.1r. Rarah

Ratih A. M., DEA sebagai ketua, Prof. Dr. Mirnawati Sudarvdanto sebagai

anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan kepada

penulis untuk mengadalcan penelitian dan ~nenyelesaikan penulisan ini. Kepada

Ibu Hj. Eem Siti Halimah, yang selalu memberikan dorongan kepada penulis dan

bimbingan kepada anak-anak selail~a ~cnulis pendidikan. Untuk suami tercinta Dr

Ir. Mei Rochjat D. Med., anak-anak ~ r i e ; Fimian dan Hans yang telah banyak

berkorban selama penulis pendidikan. Terima kasih disampaikan kepada Prof.

Dr.Ir. Hadi K Purwadaria, Ipm sebagai ketua program studi Teknologi Pasca

Panen. Kepada adik-adik Heri, Mumu, Yepi, Harsi, Yuni, Ina dan Edit yang telah

banyak membantu selama penulis melakukan penelitian. Kepada Dian dari Lab.

Nutrisi dan Dedi dari Lab IPT Perdh Fapet, Tedi dari Lab. Kesmavet IPB. Kepada

Ir. Dade Sudjana Pria yang telah memberikan pinjaman fasilitas lab. di Cikole

Lembang, rekan-rekan Mahasiswa TPP angkatan 99 dan semua pihak yang telah

membantu penulis selama menjalani pendidikan hingga selesainya tulisan ini.

Penuli s Lerharap semoga tesis ini bennanfaat.

Bogor, Maret 2002

(107)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

...

DAFTAR G AMB AR X w

DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1

...

Latar belakang 1

Tujuan penelitian ... 4 Manfaat penelitian ...

.

.

... 5

... TINJAUAN PUSTAKA

...

Komposisi kimia susu

...

Sistim laktoperoksidase ... Pasteurisasi susu ... Fermentasi susu ... Produk-produk.ferrnentasi susu

...

BAHAN DN\I METODE

Waktu danhtempat ... ... Bahan dan alat

...

Prosedur dan analisa

Rancangan percobaan

...

HASJL DAN PEMBAHASAN . . . . . .

Konscntrasi ~l~iosiar~al t ~ w : ~ l tlal;~~r~ srlsrl

Peranan aktivator tc;rliadap liualitils susu ... Efektivitas sistem laktoperoksidase dalam pertumbuhan

mikro organisme ... Analisa residu peroksida

...

Aplikasi aktivator ... Hasil olahan susu

...

... Susu pasteurisasi

Yoghurt

...

.

.

UJI organoleptik

...

KESIMPULAN DAN SARAN

...

67 Kesimpulan ... 67

...

Saran 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN ... 71

(108)

DAFTAR TABEL

Halaman

I Persentase rata-rata ko~nponen utarna susu (%) 6

.

.

...,...*...

...

.

2 Rataan konsentrasi thiosianat dalarn susu di wilayah Bogor 25

.

3 . Peningkatan konsentrasi thiosianat setelah penambahan

aktivator ... 27

4

.

Hasil uji alkohol susu setelah penambahan aktiva-ior ... 29 5

.

Pengaruh aktivator terhadap konsentrasi thiosiamt (ppm) di

...

...

(109)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Nilai berat jenis susu pada berbagai perlakuan ... 30

2. Nilai pH dan derajat keasaman susu pada berbagai perlakuan..

. . .

. .

. . .

3 2 3. Pertumbuhan total mikroorganisme susu pada berbagai perlakuan . 3 5 4. Pertumbuhan koliform susu pada berbagai perlakuan

... ..

.. 37 5. Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap

pertumbuhan mikroorganisme (1 0) cfu pel. ml) .. ,

. .. .. .... .. .. .. . ... . .

. . . . 39

6 . Nilai berat jenis susu pada berbagai perlakuan laktoperoksidase

di 4 lokasi penelitian ... 43

. .

7. Perubahan pH susu pada berbagai perlakuan iaktoperoksidase

di 4 ldkasi penelitian ...

..

...

4 5

8. Perubalian derajat asam susu pada berbagai perlakuan laktoperoksidase di 4 lokasi penelitian ... 4 8

9.

Stabilitas

protein melalui uji alkohol susu pa& b e h a p i perlakuan

laktoperoksidase di 4 lokilsi pcnelitian ... 50

10. Pertumbuhan total mikroba pada susu dengan berbagai perlakuan

laktoperoksidase di 4 lokasi penelitian

... .

....

..

.. .. .. .. .

,

.

..

. . .

..

...

..

..

..

. . .

52 1 1. Pertumbuhan koliform pada susu deiigan berbagai perlakuan

laktoperoksidase di 4 lokasi penelitian

...

55

Kurva pfi dari susu pasteurisasi

...

...

...

,

.,...,...

1

Kurva derajat asam dari susu pasteurisasi

...

...

.. ..

..

.. ..

.

..

... . . .. .

.

... .

Kurva pH dari yoghurt

... ... ...

Kurva derajat asam dari yoghurt

...

Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap

penampakan yoghurt ... .

.

. .

. .. . .

. .

.

.

.

. .. ..

... ..

.. ...

. . ..

.. .. ..

.. .

, ...

.,..

,. ,

.

.

.. ..

.,

Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap

aroma yoghurt ...

.

.. .

.

.

.

. . .

.

...

.

. ..

.

.

. .

. ..

. .

.

..

.. .

.. .+ ..

. . .

.. ... .. . .

.

.

.

..

.. .

..

. .

..

. . . .

Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap

rasa yoghurt ... ...

Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap

(110)

DAFTAR LAMPWAN

Halaman

...

Spesifikasi teknis Natrium Thiosianat

...

Spesifikasi teknis Natrium Perkarbonat

...

Format uji organoleptik (hedonik)

...

Rataan pengaruh perlakuan terhadap perubahan pH

Rataan pengaruh perlakuan terhadap perubahan derajat

keasaman

...

...

Rataan pengarut perlakuan terhadap perubahan B J

Rataan pngaruh perlakuan terhadap perubahan total

mikroba ...

Rataan pengaruh perlakuan terhadap perubahan pertumbuhan koliform ...

...

Daftar sidik ragam BJ di 4 lokasi

... Daftar sidik ragam pH di 4 lokasi

...

Daftar sidik ragarn derajat keasaman di 4 lokasi

... Dafiar sidik ragam total mikroorganisme di 4 lokasi

(111)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu adalah makanan 'yang pertama kali dikonsumsi oleh anak mamalia,

karena susu merupakan makanan yang paling sempurna dalam nilai gizinya

dibandingkan dengan makanan lain (Eckles et al., 1980). Produksi susu sapi perah

di Indonesia selama 5 tahun terakhir meningkat terus dari 360,000 ton tahun 199 1

menjadi 457,900 toc tshun 1996 (Dirjen Peternakan, 1997). Jawa Barat

merupakan penghasil susu terbesar di Indonesia. Dengan jumlah sapi sebanyak

29,770 ekor menghasilkan susu sebanyak 352,427 liter per hari (Disnak, 1999).

Sebagian besar dari jumlah tersebut ditampung oleh KUD, untuk selanjutnya

dipasarkan ke industri pengolah susu &tau konsumen langsung. Waktu tempuh

antara lokasi peternak dengan penampungan (koperasi) rata-rata cukup lama,

sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan pada susu yang ditimbulkan oleh

mikroorganisme. Masih banyaknya peternak yang kurang memperhatikan aspek

sanitasi sebelurn, selama dan setelah pemerahan yang berperan dalam

mempercepat perkembangbiakan mikroorganisme, sehingga susu menjadi cepat

rusak.

Susu merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan berbagai

mikroorganisme, terutaina disebabkan kadar airnya yang tinggi, pHnya lnendekati

netral, dan kandungan nutientnya tinggi. Menurut Sudono (1997) jumlah bakteri

yang terdapat didalam susu hasil pemerahan peternakan rakyat masih memenuhi

ketentuan yaitu 335.000 cfu per ml susu di bawah standar

Milk

Codex 1.000.000

cfu per ml susu, namun setelah diangkut dengan tangki pengangkutan jumlahnya

(112)

tidak dilakukan dengan baik antara lain tangki pengangkutan tidak dibersihkan dengan baik dan suhu susu didalam tangki terlalu panas. Peralatan yang dipakai

untuk menampung susu hams aseptis. Disarnping suhu susu segar harus rendah

untuk mencegah perkembangbiakan kuman, selarna susu tersebut belum

diproses1dioIah. Oleh sebab itu susu harus segera didinginkan pada suhu 4" C

selama 2- 3 j a n ~ setelah peinerahan. Ketentuan tersebut menuntut tiap-tiap KUD

susu yang menampung susu dari peternakan rakyat mempunyai fasilitas

pendingin. Jarak tempuh antara lokasi peternak dengan penampungan (koperasi)

rata-rata memerlukan w a b yan g cukuy lama, dan selama perjalanan menuj u

KUD peternak tidak menggunakan alat pendingin sehingga meinungkinkan

selama itu terjadi kerusakan yang diti~nbulkan oleh bakteri.

Susu mengand~~ig sumber energi dalam bentuk gula susu (laktosa), lemak dan

sitrat, sedangkan komponen nitrogen terdapat dalam bentuk protein, asarn amino,

amonia, urea dan komponcn lainnya. Susu juga mengandung mineral dan faktor

pertumbuhan yang dibutuhkan oleh rniicroorg3nisme. Susu yang barn diperah

mengandung senyawa antimikroba seperti laktoperoksidase dan aglutinin, tetapi

segera menjadi tidak effektif setelah beberapa waktu (Rahman et al., 1992).

Pertumbuhan mikroba pada susu dapat menimbulkan berbagai perubahan

karakteristik susu, misalnya pembentukan asam, pembentukan gas, penlecahan

protein, pelendiran, perubahan lemak, produk alkali. serta perubahan cita rasa dan

wama.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan kualitas susu. Pada

umumnya dengan pendinginan, tapi cara ini memerlulran peralatan khusus dan

(113)

sehingga susu menjadi tahan lama dan siap untuk dikonsumsi secara langsung,

namun dengan pasteurisasi seinua enzim yang terdapat didalam susu turut rusak

(Eckles et al., 1980).

Cara yang dapat memperpanjang umur simpan susu tanpa merusak enzim yang

diperlukan y,aitu dengan penggunaan laktoperoksidase, thiosianat dan hidrogen

peroksida secara tepat (Claesson, 1999). Penggunaan H202 bukan hanya dapat

memusnahkan kuman patogen tetapi juga beberapa mikroba pembentuk asam dan

menginaktifkan enzim alami (Winamo, 1982). Penggunaan

H20L

sangat

bermanfaat dalam mereduksi jumlah kuman patogen dan menginaktivasi enziin

katalase dan peroksidase, tetapi masih memungkinkan bakteri asarn laktat tumbuh

serta tidak mempengaruhi keaktifan enzim lipase, piotease, dan fosfatase.

Peningkatkan nilai guna dari susu melalui fermectasi bertujuan agar susu tidak

cepat membusuk dan menghasilkan produk susu dengan karakteristik rasa, aroma,

tekstur, daya cerna serta daya tahannya, disarnping menghindari atau mencegah

ha1 yang tidak menguntungkan bagi kesehatan (Rahman et al., 1992).

Roginski (1 988) mengemukakan empat manfaat fennentasi susu, yaitu : (1 ) mengawetkan susu secara alami, (2) nleningkatkan nilai nutrisi, (3) menimbulkan

perubahan m a dan tekstur yang diinginkan dan (4) meningkatkan variasi dalam makanan.

Produk yang dapat dihasilkan dari suatli proses fermentasi adalah sel mikroba

atau biomassa, enzim, metabolit primer dan metabolit sekunder serta berbagai

(114)

Produk susu fermentasi yang banyak diproduksi antara lain yoghurt, mentega,

keju, kefir, dadih, dan koumiss.

Perlakuan dengan hidrogen peroksida terutarna ditujukan untuk pengawetan

bahan keju (Daulay, 1992). Pengaruh perlakuan terhadap hasil olahan fermentasi

yang lainnya seperti susu pasteurisasi, mentega, youghurt, dan kefir masih belum banyak diketahui, sehingga perlu diiakukan perielitian.

Tujuan Penelitian

I'ujuan Umum

Menbuji pengaruh penggunaan sistem laktoperoksidase pada susu segar

dan hasil olahannya.

Tujuan Khusus

-

Menguji peranan sistem laktoperoksidase dalam memperpanjang

uinur sirnpan susu selama penyimpanan di suhu ruanglkamar.

-

Menguji efektifitas penggunaan sistem laktoperoksidase terhadap

populasi mikro organisme pada susu.

-

Menguji kualitas hasil fermentasi ymg berasal dari susu yang telah
(115)

Manfaat Penelitian

penelhian ini diharapkan akan bermanfaat untuk :

1. Menambah alternatif teknologi penanganan susu segar selama

penyimpanan

(116)

TINJAUAN PUSTAKA

Komposisi Kimia Susu

Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula,

garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman et al., 1992).

Susu merupakan makanan yang sempurna, karena mengandung semua bahan

yang diperlukan untuk pertumbuhan anak dan minumadmakanan manusia

(Eckles et ul., 1980). Rahman et ul. (1992) selanjutnya mengatakan bahwa

kandungan gizi susu yang lengkap merupakzn bahan pangan yang memiliki daya

cerna tinggi, yaitu sebanyak 98 persen protein dan 99 persen karbohidrat dan

lemak susu dapat diserap dan digunakan oleh tubuh manusia. Susu terdiri dari air,

lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Pada umumnya

kandungan air dalam susu berkisar antara 82 - 90 persen, lemak antara 2,5 - 8,0

persen, gula antara 3,5

-

6,O persen. Persentase rata-rata komponen utama susu

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel ; . Persentase rata-rata komponen utama susu (%)

Komposisi Persentase

[image:116.545.71.488.15.768.2]

Air ... 87,25 Bahan kering

...

12,75

...

Lemak 3,80

Bahan kering tanpa lemak ... 8,95

-

Protein ... 3 3 0

-

Laktosa ... 4,8 0

-

Abu ... 0,65
(117)

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi komponen dalam susu ialah

mastitis, tahapan dalam periode laktasi, lnusim dan makanan (Rahman e/ ul.,

1992).

Air mempunyai fungsi penting sebagai bahan pelarut berbagai bahan kering

' ?

didalam susu. Le~nak dan bahan keju merupakan corltoh bahan kering yang

terdapat dalam susu dan mengapung sebagai bagian halus. Sedangkan laktosa

albumin, mineral dan vitamin terlarut didalamnya. Kondisi tersebut menjadikan

susu sebagai bahan makanan encer yang bahan keringnya mudah dicerna.

Kadar lemak susu umuinnya tinggi dan sangat berarti dalarn penentuan nilai

gizi susu. Lemak susu merupakan bahan pembuat mentega, keju, kepala susu

(cream), susu kental dan susu bubuk yang banyzk mengandung lemak.

Protein menentukan nilai gizi susu. Protein yang terdapat dalam susu terdiri

dari dua kelompok, yaitu kasein yang terdapzt dalam bentuk koloidal dalam susu

dan whey protein yang terdapat dalam keadaan terlarut dalam serum susu.

Laktosa dalaln susu ditemukan dalam keadaan larut, dan terdiri dari glukosa

dan galaktosa. Lakt~se tidak semanis gula biasa karena susunannya berbeda

dengan sakharosa, d m laktosa bisa diubah oleh bakteri asam menjadi asam laktat.

Susunan mineral yang terdapat dalam susu sesuai dengan kebutuhan badan

manusia seperti kalsium, fosfor, kalium, natrium, khlor, magnesium dan beberapa

(118)

Sistem La ktoperohsidase

Enzim yang dikenal berada dalam susu adalah peroksidase, reduktase, katalase

dan fosfatase. Katalase merupakan suatu enzim yang mengoksidasi dan

mereduktasi. Selain itu susu juga mengandung laktase sesuatu enzim untuk

fermentasi gula, diastase s~tatu enzim pemisah pati dan peroksidase suatu enzim

pengoksidasi (Eckles el crl., 1980). Lebih lanjut Muchtadi et ul., (1992),

mengatakan bahwa beberapa enzim seperti lipase dan fosfatase dapat dihancurkan

dengan pasteurisasi, tetdpi enzivn lainnya tidak. .Peroksidase dan xantinoksidase

hanya dapat dihancurkm dengan sterilisasi pada suhu 115

"C

selama 15 menit.

Enzim ini dapat menyeb~bkan perubahan kimia bebsrapa zat di dalam susu.

Sistem Laktoperoksidase (LPS) adalab sistem enzimatik yang secara alami

terdapat dalam susu. Salah satu keunikan fungsi biologisnya adalah memberikan

efek antibakterial dalam kehadiran thiosianat dan hidrogen peroksida (Lambert,

1999; Barrett et ul., 1999). Kamau et ul. (1990) mengatakan bahwa, sistetn

laktoperoksidase dapat diaktifkan dengan penarnbahan thiosianate dan H202 ke

dalam susu yang sudah mengandung laktoperoksidase. Efek antibakter; sistem

laktoperoksidase dalar.1 susu berlangsung sekitar 6

- 8

jam pada temperatur tropis

(30" C). Hal ini berarti para peternak di pedesaan dapat mengangkut susunya

untuk diolah ke tempat yang lebih jauh tanpa hams mengeluarkan biaya mahal

untuk fasilitas pendingin (Lambert, 1999). LPS di dalam susu dapat diaktifkan

dengan menambahkan 10 ppm thiosianat ke dalam susu sehingga rnencdpai level

15 ppm, karena secara alami didalam susu sudah terdapat 5 ppm, dan sebanyak

8,5 ppm hidrogen peroksida (umumnya dalam bentuk butiran sodium karbonat

(119)

Perlakuan penambahan hidrogen peroksida haws selalu diikuti dengan

penambahan enzim katalase untuk inereduksi residu hidrogen peroksida yang

dapat menimbulkan pengaruh toksik (Daulay, 1992., Rahman et al., 1992),. '

Pemberian katalase perlu dilakukan dalarn jumlah dan waktu yang cukup,

sehingga hidrogen peroksida dalam susu terdekomposisi sebelum susu tersebut

digunakan. Oleh karena itu sebelurn diolah lebih lanjut, susu yang diberi

perlakukan hidrogen peroksida harus diuji residunya.

Daulay (1 992) selanjutnya inengatakan ballwa penggunaan 0,25 % hidrogen

peroksida (33%) selama 24 jam pada temperatur 25

"

C dalam bahan keju

menghasilkah kdju lunak seperti pasta, akan tetapi penambahan 0,l % hidrogen

peroksida (33%) pada temperatur kamar dan waktu yang sama menghasilkan keju

yang hampir sempurna. Perlakuan dengan hidrogen peroksida terutaina ditujukan

untuk pengawetan bahan keju, penggunaan yang normal adalah 0,07 % hingga

0,1% hidrogen peroksida (33%) selama tidak lebih dari 40 menit' pada

temperatur 50-54 OC. Perlakuan dengan hidrogen peroksida lebih dari satu jam

cenderung menyebabkan susu inenghasilkan dadih yang lengket seperti perekat

yang tidak dapat dicerna.

Hasil penelitian Siragusa dan Johnson (1989) menunjukkan bahwa sistem

laktoperoksidase dengan penyimpanan 20 OC akan memperlambat

perkembangan I,. rnonocylogenes. Denis dan Ramet (1989), mengatakan bahwa

sistem laktoperosidase yang diikuti dengan pasteurisasi (UHT) dan penyimpanan

pada temperatur dibawah 15" C akan menghambat perkembangan

mikroorganisme. Efisiensi penghambatan iergantung pada kondisi inkubasi yang

(120)

digunakan (Gaya et ul., 1991 ). Laktoperoksidase mempunyai effek bakteriostatik

terhadap L. monocytogenes pada susu yang disuplemen dengan glukosa

(Earnshaw, 1989). Lebih lanjut Kamau et ul., (1990) mengatakan bahwa sistem

peroksidase akan meningkatkan kerusakan thermal dari L. monocygenes dan

Staphylococcus uureus. Oleh karena itu penggunaan laktoperoksidase disarankan

diikuti dengan pelnanasan untuk rnenekan perkembangan mikroorganisme.

Pasteurisasi Susu

Pasteurisasi susu merupakan proses pemanaszi~ susu dibawah titik didihnya

sehingga kuman patogen yang ada didalamnya mati. Berdasarkan suhu

pemanasan, pasteurisasi terdiri dari dua macam yaitu : pasteurisasi suhu rendah

(LTLT = Low Temperature Long Time) dan pasteurisasi suhu tinggi (HTST-

High Temperature Short Time). Mempertahankan kualitas susu pasteurisasi pada

suhu 72°C selama 15 detik lebih baik dari pada susu dipanaskan pada suhu 80°C

selama 15 detik ( Barret et ul., 1998).

Susu pasteurisasi lebih tahan lama disimpan, bahkan pada suhu rendah dapat

disimpan beberapa hari lebih lama. Susu pasteurisasi tidak lagi mengandung

kuman patogen.

Ferrnentasi Susu

Ferrnentasi susu adalah suatu proses perubahan pada susu sebagai aktifitas satii

atau lebih spesies mikroorganisme. Susu menjadi asam, membentuk "curd'

(gumpalan susu), tetapi produknya masih layak untuk dikonsurnsi (Pederson,

(121)

menjadi asam laktat oleh aktifitas enzim yang disekresikan mikroorganisme

tertentu dala~n usahanya inemanfaatkan kandungan nutrisi susu untuk

pertumbuhan dan sumber energi (Eckles et al., 1980). Fermentasi dilakukan agar '

susu tidak cepat membusuk dan rnenghasilkan produk susu dengan karakteristik

rasa, aroma, tekstur, daya cerna dan daya tahan simpan yang lebih baik,

disamping mencegah hal-ha1 yang tidak inenguntungkan bagi kesehatan (Rahman

et ul., 1992).

Mikroba yang paling banyak digunzkan dalam fermentasi susu adalah bakteri

asam laktat. Bakteri ini banyak digunakan dalam produksi berbagai keju,

"cultured buttermilk", susu asam, yoghurt, susu acidophilus, clan produk susu

fermentasi lainnya. Berbagai jenis keju dapat diproduksi menggunakan lebih dari

satu kultur bakteri. Berbagai kapang juga digunakan dalam fermentasi keju,

misalnya keju biru, keju Gorgonzola, keju Roquefort dan keju Camembert

(Rahrnan et al., 1992).

Produk-produk Fermentasi

Susu

Produk yang dapat dihasilkan dari suatv fennentasi adalah sel mikroba atau

biomassa, enzim, metabolit primer dan metabolit sekunder serta senyawa kimia

hasil proses biokimia oleh mikroba (Rahman et al., 1992). Produk susu fermentasi

yang banyak diproduksi antara lain yoghurt, mentega, keju, kefir, dadih dan

koumiss. Produk hasil fermentasi susu telah semakin berkembang dan semakin

banyak variasi. Sebagai contoh yoghurt rnempunyai berbagai variasi misalnya

(122)

Di negara tertentu, produk fermentasi susu lebih disukai daripada susu segar,

karena rasa dan teksturnya lebih baik dan bahkan dapat digunakan untuk

kesehatan. Salah satu hasil fermentasi susu yaitu yoghurt lebih mudah diterima

konsumen karena dapat digunakan sebagai makanan bagi orang yang ingin

melangsingkan tubuh (Rahman et al., 1992).

Susu untuk pembuatan yoghurt umumnya susu rnurni, susu skim, susu bubuk

tanpa lemak, susu skim kondensat, susu yang sebagian lemaknya telah

dihilangkaw~ ataupun kombinasi dari berbagai inacain susu tersebut. Dalaln proses

pembuatannya, biasanya susu dipekatkan dengan cara pemanasan sehingga kadar

airnya berkurang sampai 30 %. Produksi dalam skala besar biasanya digunakan

tambahan padatan susu tanpa lemak atau susu bubuk tanpa lemak. Kadar lemak

susu dalam yoghurt berkisar 1.0 sampai 3.25 %. Berdasarkan kandungan

lemaknya yoghurt dapat dibedakan dalam tiga kategori : (a) yoghurt yang

mengandung minilnuln 3,25 YO lelnak susu (b) yoghurt dengan kadar lelnak

rendah bila mengandung lemak susu 0,5 - 2,O % (c) yoghurt tanpa lemak bila

mengandung lemak susu kurang dari 0,5 %. Ketiga kategori tersebut, jumlah

(123)

BAHAN DAN

ME'TODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium. Penelitian lapangan

dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten dan Kodya Bogor serta

Kabupaten Bandung, sedangkan penelitian laboratoriurn dilakukan di

Laboratorium llmu Produksi Ternak Perah dan Laboratorium Nutrisi Ternak

Perah, Fakultas Petemakan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Laboratoriurn Sapi

Perah Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat di Cikole Lembang. Penelitian

berlangsung dari bulan April sampai November 200 1.

Bahan dan Alat

Analisa Konsentrasi Thiosianat dalam Susu

Bahan yang digunakan meliputi larutan pereaksi 20 % (WIT/) asam

trikhloroasetat (TCA), larutan ini dibuat dengan cara 20 gram TCA dilarutkan ke

dalam 100 ml aquades lalu disaring Pereaksi lain yaitu ferric nitrat : 16 g

Fe(N03)3.9H20 dilarutkan kedalam 50 ml larutan 2 M HN03, sampel susu, dan

sebagai standar digunakan thiosianat. Peralatannya ada1a.h botol susu, tabung

reaksi, pipet, corong, kertas saring Wathrnan no 40, rak tabung, tissue, blender

(124)

Peranan Aktivator terhadap Kualitas Susu dan Aplikasi Aktivator

Bahan yang digunakan dalarn melakukan penelitian peranan aktivator terhadap

kualitas susu dan aplikasi aktivator pada susu segar sampai pengujian di

laboratoriurn sarna dengan analisis sebelurnnya yaitu susu segar yang beru~nur

satu jam, aktivator I (natrium thiosianat), aktivator I1 (natrium perkarbonat),

larutan NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer, medium PCA dan VRBA yang

digunakan untuk pemupukan total mikroba dan koliform, alkohol, NaOH dan

fenolftalein untuk uji derajat asam, aquades.

Peralatan yang digunakan meliputi tempat menampung susu kapasitas 125 liter,

50 liter, 40 liter, 30 liter dan 10 liter, pengaduk, literan susu dan botol steril,

tabung reaksi, rak, pemanas Runsen, pipet, vortex, petridis dan inkubator.

Pengukuran pH menggunakan pH meter dan gelas ukur kecil. Untuk rnengukur

berat jenis digunakan laktodensimeter dan gelas ukur 250 ml. Penentuan derajat

keasaman susu menggunakan buret dan erlenineyer 100 cc.

Analisa Efektifitas Aktivator terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme

Penentuan efelit~fitas aktivator terhadap pertumbuhan mikroorganisme

menggunakan bahan benlpa : susu streril (UHT), larutan pengencer, alkohol dan

inediurn agar (PCA). Peralatannya terdiri dari tabu~lg reaksi, pipet 10 ml dan pipet

I ml, pemanas Bunsen, petridis, rak, labu erlenmeyer 1000 cc, wuferbufl~ dan

inkubator.

Analisa Residu Peroksida

Bahan yalig digunakan dalam ~nelakukan analisa residu peroksida pada susu

(125)

ammonium vanadat, dan larutan H2SOa. Peralatan yang digunakan tabung reaksi, dan pipet. Selain itu digunakan kertas tes peroksidase untuk melihat residu secara

langsung.

Pembuatan Olahan dari Susu

Bentuk olahan susu yang dibuat dalam menentukan kualitas dari susu yang

dipergunakah adalah susu yang tidak mendapat perlakuan dan yang mendapat

perlakuan, starter yoghurt terdiri atas S. thermophilus dan I,. bulgaricus.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan susu pasteurisasi terdiri dari botol

streril, waterbath, pengemas berupa kantong plastik (HDPE), sealer, dan lernari

pendingin, sedangkan untuk pembuatan yoghurt digunakan kompor, panci,

pengaduk, Bunsen, dan pengemas berupa kotak plastik.

Prosedur dan Analisa

Analisa Konsentrasi Thiosianat dalam Susu

Proses analisa konsentrasi thiosianat dalam susu dilakukan berdasarkan

petunjuk penggunaan yang telah djlakukan oleh FA0 (1 999), yaitu diawal~

dengan penyiapan larumn yang akan digunakau. Tahap pertama menyiapkan

larutan 20 % trikhloroasetat (TCA) dengan cara melarutkan 20 gram TCA ke

dalam 100 ml aquades dan selanjutnya disaring. Tahap kedua membuat larutan

2M HN03 dengan cara ~nengencerkan 138,5 ml HN03 65 % inenjadi 1 liter

dengan penambahan aquades. Tahap ketiga menyiapkan larutan ferric nitrat

(126)

kemudian diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml. Selanjutnya larutan

disimpan ditempat gelap dan dingin.

Sebelum dilaksanakan analisa konsentrasi thiosianat dalam susu dilakukan

pengukuran kandungan thiosianat terhadap larutan standar yang akan digunakan

sebagai pembanding. Larutan dibuat dengan kandungan thiosianat 2, 4, 6 dan 8

mg. Setelah semua larutan pereaksi disiapkan, baru dilakukan analisa kandungan

konsentrasi thiosianat. Susu yang digunakan adalah susu segar yang belum

mengalami proses pendinginan. Sebanyak 4 tnl susu dicampur dengan 2 n ~ l

larutan TCA, kemudian diaduk dengan kekuatan tinggi (bisa menggunakan

blender) sampai terlarut dengan baik, lalu disiinpan selama 30 menit. Larutan

yang di dapat disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no 40,

diambil fiitratnya sebanyak 1,5 ml untuk dicampurkan dengan 1,5 ml pereaksi

ferric nitrat, kemudian diukur absorbansinya pada 460 nrn dengan menggunakan

spektrofotometer. Sebagai larutan blanko, digunakan campuran 1,5 ml ferric

nitrat dengan 1,5 ml aquades. Proses pengukuran dilakukan secepat mungkin,

paling lambat 10 menit setelah penainbahan larutan ferric nitrat. Nilai yang

diperoleh dari penbwkuran ini dibandingkan dan dikonversikan dengan larutan standar.

Peranan Sistem 1,aktoperoksidase dalam Susu

Aktivator yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktivator yang dibuat

oleh FA0 dalam kemasan khusus, terdiri dari aktivator 1 yaitu natrium thiosianat

(NaSCN) berbentuk cairan dengan dosis 1,6 ml dm aktivator 2 yaitu natriurn

perkarbonat (2Na2CO3HzO2) berbentuk butiran dengan dosis 1,5 gr setiap

(127)

dan 2. Konsentrasi aktivator yang ditambahkm untuk masing-masing perlakuan

adalah P1 : 0,003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat, P2 :

0,004 % natrium perkarbonat + 0,0018 % natrium thiosianat, dan P3 : 0,005 %

natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat.

Susu yang digunakan adalah susu yang baru diperah dari sapi yang sehat (umur

susu 1 - 2 jam setelah pemerahan), berasal dari lokasi dan waktu pemerahan yang

sama. Seluruh susu yang digunakan, scbanyak 130,5 liter, disimpan dalam satu

tempat yang besar dar~ bersih, lalu diaduk sampai homogen. Sebanyak 500 ml

dipisahkan dimasukkan kedalam botol steril dan disimpan ditempat dingin untuk

keperluan pemeriksaan kandungan mikroba awal. Sisa susu sebanyak 130 liter

dibagi menjadi 4 bagian yaitu 10 liter untuk kontrol (K), 50 liter untuk perlakuan I

(PI), 40 liter untuk perlakuan I1 (P2) dan 30 liter untuk perlakuan III (P3). Susu

kontrol (10 liter) dimasukkan ke dalam botol steril masing-masing volume 500

ml, kemudian ditutup rapat dan disimpan pada suhu ruangan. Kedalam susu P 1

(50 liter) dtambahkan aktivator 1 kemudian aduk rata selarna 20 detik, lalu

dimasukkan aktivator 2 dan diaduk lagi selarna 2 menit sarnpai teraduk semua.

Selanjutnya susu tersebut dimasukkan ke dalam botol steril dengan volume 500

ml, dan disimpan di ruangan yang sania dengan kontrol. P2 dan 1'3 setelall

penambahan aktivator mendapat perlakuan ha1 yang sama seperti pada PI. Pemeriksaan kandungan thiosianat dan residu pcroksida dilakukan tcrhadap

semua perlakuan (K, PI, P2 dan P3), sebelum susu dimasukkan ke dalam botol.

Setelah semua proses tersebut selesai, susu disinlpan pada kondisi suhu ruang

untuk keperluan pengamatan yang dilakukan setiap 2 jam. Sarnbil menunggu

(128)

terhadap semua susu p~rlakuan dan kontrol dan pemupukan guna melihat

kandungan rnikroba awal baik untrtk total plate count dengan inenggunakan

media PCA maupun untuk mengetahui kandungan koliform awal melalui media

VRBA.

Setelah 2 jam sejak penambahan aktivator, dilakukan pengamatan pertarna (T 1 ) "

terhadap K, PI, P2 dan P3. Masing-masing perlakuan diambil 2 bolo1 untuk

pengamatan dan ulangannya. Pengamatan pertama dilakukan terhadap sifat fisi k

susu yang terdiri dari warna, bau dan rasa. Parameter yang diamati meliyuti uji

alkohol, berat jenis, pH, derajat asam, jumlah kandungan mikroba dan koliform.

Semua hasil dicatat, sedangkan pemupukan mikroba dan koliform dirnasukkan

ke dalarn inkubator dengan temperatur 3'7'C selarna 24 jam, baru diarnati jumlah

mi kroba dan koli form. Sern ua penga~natan dilakukan setiap 2 jam sampai selnua

susu dinyatakan rusak yaitu positif berdasarkan uji alkohol.

Penelitian Efektifitas Aktivator terhadap Pertumbuhan Mikroba

Penyediaan Biakan Kuman

Pembuatan biakan kurnan, dilakukan dengan cara susu segar dibiarkan dalam

temperatur kamar selarna 3 jam agar kondisinya menjadi stabil, kemudian

dipupukkan dalam PCA pada pengenceran 10

-'

dan 10 -2. Caranya 10 ml susu

dimasukkan ke dalam 90 ml BPW 0,l % (10

-'

) dan dikocok sampai homogen,

kemudian 10 ml (1 0

-'

) dimasukkan ke dalam 90 ml

BPW

0,l % (1 0 -2 ).
(129)

media PCA. Campuran agar dan sampel yang homogen dieramkan selama 18 -20

jam pada temperatur 37

"

C.

Pengujian Pertumbuhan Mikroba

Empat liter susu steril (UHT) dimasukkan ke dalam empat erlenrneyer steril

(masing-masing erlenmeyer diisi satu liter). Untuk mengetahui susu yang

digunakan benar-benar steril maka dilakukan uji secara acak yaitu diambil 1 ml

susu dari 2 erlenmeyer secara acak, dibiakan dalam PCA kemudian dieramkan

>

dalam suhu 37

"

C selama 24 jam. Hasilnya dilihat setelah 24 jam. Pengujian

pertumbuhan mikroba diawali dengan memanaskan ke 4 erlenmeyer dalam

pemanas air 80

"

C selama 10 menit, untuk meyakinkan bahwa susu yang akan

digunakan benar-benar steril. Kemudian didinginkan sebentar sampai suhu 40°C,

lalu masukkan kuman (dari hasil biakan sehari sebelumnya) dengan dosis : 1 x 10

5

ml. Aktivator 1 dan 2 diinasukkan secara berurutan masing-masing ke dalam

Erlenmeyer 1: 30 mglml (PI), Erlenmeyer 2 : 40 mglml (P2), dan Erlenmeyer 3 :

50 mg/ml (P3), kedalam Erlenmeyer 4 (kontrol) tidak ditambahkan aktivator.

Setiap susu di dalaln Erlenmeyer diho~nogenkan kemudian disimpan pada

bi

temperatur kamar. Setelah 1 jam susu dari setiap erlenmeyer dibiakan dengan

konsentrasi 10

-',

10 -I, 10 -'I. Dan diulangi lagi 2 jam kemudian sebanyak 2 kali,

sarnpai susu berumur 5 jam.

Pemeri ksaan Residu

Menggunakan Uji Peroksidase

Cara paling sederhana untuk mengetahui adanya kandungan residu pada susu

(130)

Berat Jenis

Pengukuran berat jenis dilakukan dengan cara mengarnbil sebanyak 200 ml

contoh susu yang telah dihomogenkan lie dalain gelas (tabung) ukur 250 nil.

Kernudian alat laktodensimeter dicelupkan ke clalam susu sampai alat itu diam.

Kemudian dilihat garis yang berada di pennukaan susu, yang menunjukkan nilai

berat jenis dan dilihat juga suhu yang ditunjukkan saat itu. Nilai berat jenis pada

suhu tercatat disesuaikan ke suhu 27,S°C, karena suhu ini merupakan rata-rata

suhu kainar di Indonesia.

Derajat Keasaman

Pemeriksaan derajat keasaman dilakukan dengan cara memipet 10 ml susu ke

dalam erlemeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes fenolfblein 2 % sebagai

indikator. Selanjutnya dllakukan titrasi dengan mcng~wnakan NaOH 0,l N dari

buret salnpai terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang bila

digoyang. Volume NaOH 0,l N yang terpakai dikalikan sepuluh menunjukkan

derajat asam (' SH) dari susu yang diperiksa.

Pengukuran pH

Susu dimasukkan ke dalam gelas ukur kecil, sebelumnya pH meter jang akan

digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer 4 dan 7. Selanjutnya

elektroda dimasukkan kedalam sample susu dan ditunggu beberapa s a t sampai

angka pada monitor stabil dan dicatat.

(131)

Dimasukkan 5 ml Alkohol 70 % ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering, ditambahkan 5 tnl susu, kemudian dikocok perlahan. Reaksi positif terlihat

bila terjadi butiran-butiran susu yang menempel pada dinding tabung.

Penentuan Jumlah Total Mikroba dan Koliform

Sebanyak 1 ml susu dimasukkan kedalam 9 m'l larutan pengencer, ditutup rapat

dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex, didapatkan pengenceran

sepersepuluh (P") Selanjutnya dari pengenceran P-' diarnbil 1 ml dimasukkan

kedalam 9 ml larutan yengencer dan dihomogenkan, sidapatkan pengenceran dua

(P"). Demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan pengenceran P-', P-' ,

P" dan pd. Pemupukan dilakukan dengan memipet masing-masing satu 1111

pengenceran p4, P-' dan P" ke dalam petridis dan ditambah dengan medium

agar sampai tertutup rata (10 - 12 ml), dihonogenkan dan dibiarkan agar

mengering. Cawan petri selanjutnya disimpan dalam inkubator suhu 37

"

C selama

24 jam. Kemudian dilakukan penghitungan terhadap koloni yang tumbuh dari

masing-masing sampel.

Cara yang sama dilakukan untuk menentukan jumlah koliform, namun

perbedaannya pada setiap cawan petri setelah media agar me~nbeku di tuangkan

kembali media yang sama untuk ~nembuat lapisan ke dua (overlay). Media yang

digunakan adalah VRBA.

Pembuatan Bahan Olaban dari Susu

Pem buatan Susu ~asteurisasi

Susu yang akan dipasteurisasi adalah susu yang tidak mendapat periakuan dan

(132)

65°C selama 30 menit. Selanjutnya susu didinginkan dan dimasukkan kedalam

kantong plastik volume 100 ml ditutup dengan menggunakan sealer. Susu

t

pasteurisasi disimpan dalam lemari es dan dilakukan pengamatan terhadap pH,

derajat asam, total mikroba dan kandungan koliform setiap hari selama satu

minggu. t

Pembuatan susu pasteurisasi sangit bergantung terhadap hasil uji alkohol dari

sampel perlakuan maupun tanpa perlakuan. Selama hasil uji alkohol yang

dilakukan setiap 2 jam masih negatif, maka pembuatan susu pasteurisasi

dilakukan.

Pembuatan Yoghurt

Pembuatan yoghurt baik pada susu tanpa dan dengan perlakuan, diawali

dengan cara menurunkan kadar airnya sekitar 16 % dengan cara memanaskan susu

pada suhu 90°C selama 30 menit atau mempertahankan susu pada suhu tersebut

hingga volumenya tinggal213 dari awal. Susu yang dihasilkan didinginkan satnpai

suhu 40°C, dan diberi starter, yang terdiri dari S. tizermophillus dan L. bulgctricus

masing-masing dalam perbandingan yang sama, sebanyak 2 % dari total volume

susu. Selanjutnya susu dimasukkan ke dalarn kemasan steril (gelas plastik

bertutup) dan disimpan pada suhu karnar selama 24 jam. Pembuatan yoghurt

dilaksanakan secara aseptis. Pengamatan terhadap kualitzts yoghurt yang

dihasilkan meliputi pH, derajat asarn, total mikroba dan kandungan koliform,

(133)

IJji Organoleytik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap

produk yang dihasilkan. Khususnya dilakukan terhadap yoghurt yang berasal dari

susu dengan perlakuan dibandingkan dengan yang tidak mendapat perlakuan.

Parameter yang dinilai meliputi rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Indikator

penilaian menggunakan tujuh skala penerimaan yaitu (1) sangat kurangbaik, (2)

kurang baik, (3) agak kurang baik, (4) tidak berbeda, (5) agak lebih baik, (6) lebih

baik dan (7) sangat lebih baik

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

acak lengkap (Steel clan Torri, 1993) dengan 4 perlakuan.

p = rataan umum

AI = Ulangan ke i

Bj = Konsentrasi ke j

Ck = lama penyimpanan ke k

(BC) jk = interaksi konsentrasi ke

j

dengan lama penyimpanaa ke k

Cijk = pengaruh galat ulangan ke I, dosis ke j dan lama penyimpanan ke k

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dan adanya perbedaan yang

(134)

HASTL

DAN

PEMBAHA$AN

Konsentrasi Thiosianat Awal dalam Susu

Konsentrasi thiosianat di dalam susu bervariasi tergantung kepada jenis pakan

yang dikonsu~nsi oleh sapi, karena thiosia~at dihasilkan dari berbagai jenis

glukosida yang terdapat di dalam pakan ternak (FAO, 1999).

Hasil analisis, di lapangan ~nenunjukkan bahwa konsentrasi thiosianat dalam

susu yang berasal dari sapi perah di wilayah Bogor rata-rata berkisar antara 1,02 -

1,89 p p ~ n (Tab+ 2). Anyka i n i jauh lcbih rendah jika dibandingkan dengan

kandungan thiosianat yang terkandung dalam susu di Kenya dan Sri Langka yaitu

sekitar 4 -5 p p d (FAO, 1999).

Tabel 2. Rataan konsentrasi thiosianat dalam susu di wilayah Bogor

Rendahnya kandungan thiosianat diduga karena kualitas pakan dan manajemen Lokasi

Kandang Fapet

Kebon Pedes

- - - --

Cibeureum

Kunak

Cilebut

pemeliharaan yang dilakukan peternak di Bogor berbeda dengan yang dilakukan

di kedua negara tersebut. Menurut FA0 (1999) konsentrasi thiosianat yang

terkandung di dalam susu sapi tergantung dari jer~is pakan yang diberikan dan Konsentrasi Thiosianat

( P P ~ )

[image:134.553.82.483.385.637.2]
(135)

sistem ~emeliharaan yang baik. Dhegaskan kembali oleh F A 0 (1999), bahura

kandungan thiosianat dalain susu akan meningkat bila sapi mendapat pakan

hijauan terutama yang mengandung sianida seperti daun kubis.

Pengamatan terhadap perilaku peternak sapi perah di lapangan dala~n

memberikan pakan pada beberapa lokasi peternakan di wilayah Bogor,

menunjukkan adanya dua macam sistem pemeliharaan yaitu (1) sistern

pemeliharaan tradisional secara berkelompok dengan jumlah kepemilikan ternak

berkisar antara 5 - 10 ekor, dan (2) sistem pemeliharaan perusahaan perorangan

dengan jumlah kepemilikan bisa sampai 100 ekor sapi. Cara pemberian pakan dari

kedua macam sistem ini sama yaitu terdiri dari hijauan, konsentrat dan air. Hanya

sumber pakan yang berbeda bila peternak tradisional mendapatkan pakan dari

Koperasi Peternak Sapi ( U S ) , sedangkan perusahan perorangan membeli bahan

baku pakan dan menyusunnya sendiri. Jenis hijauan yang diberikan bermacam-

macam tergantung yang mereka peroleh saat itu dengan jumlah yang tidak tetap,

padahal menurut Diggins et ul. (1984) sapi yang sedang laktasi memerlukan

makanan yang baik dan dalam jumlah yang cukup untuk kelangsungan hidupnya,

persiapan kelahiran anak dan produksi susu.

Lebih lanjut dikatakan bahwa hijauan yang diberikan berupa daun kacang-

kacangan, hay, silase atau rum put segar yang berkualitas bai k. Manajemen

pemeliharaan masih sederhana, dan petugas pelaksana yang menangani

peternakan berbeda, peternak tradisional melibatkan seluruh anggota keluarga

dalam mengelola usaha peternakan sapinya, sedangkan perusahaan memanfaatkan

jasa orang lain yang diangkat menjadi karyawannya. Ada perbedaan dalam ha1

(136)

kebutuhan mengelola sapinya, sedangkan perusahaan umurnnya mereka memiliki

sumber air yang mampu menjainin icetersediaan air bersih untuk keperluan

perusahaannya.

Peranan Aktivator terhadap Kualitss

Susu

Pengaruh Aktivator terhadap Konsentrasi Thiosianat

Kandungan thiosianat dalam susu akan mempengaruhi daya tahan terhadap

kerusakan, karena keberadaan thiosianat, laktoperoksidase clan hidrogen peroksida

akan menimbulkan sifat bakteriostatik yang mampu menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Namun karena rendahnya konsentrasi thiosianat dan hidrogen

peroksida di &lam susu, maka daya bakteriostatik ini akan melemah dalam

waktu 2 jam setelah pemerahan. Peningkatan aktivi~as bakteriostatik tersebut bisa

diperoleh dengan penambahan thiosianat dan hidrogen peroksida yang tcrdapat

dalam aktivator 1 dan aktivator 2. Pengaruh penambahan aktivator terhadap

[image:136.551.75.486.504.656.2]

peningkatan konsentrasi thiosianat dapat dilihat pa& Tabel 3.

Tabel 3. Peningkatan konsentrasi thiosianat setelah penambahan aktivator

Rataan konsentrasi thiosianat awal dalam susu ymg digunakan sampel adalah

1,33 ppm. Penambahan aktivator memperlihatkan adanya kenaikan konsentrasi

thiosianat sejalan dengan jumlah aktivator yang diberikan. Pada perlakuan 1 (P 1 ) Perlakuan

F A 0

P 1

P2 Konsentrasi thiosianat awal (ppm) 4-5 1,33 1,33

I

P3

/

1,33

Na.perkarbonat +

Na.thiosianat (%)

0,003 + 0,0014 0,003

+

0,0014

0,004

+

0,OO 18

0,005

+

0,0023

Konsentrasi thiosianat yang dihasilkan (ppm) 15 5,17 7,89 Peningkatan yang dicapai (ppm) 11-10 3,84 6,56

(137)

konsentrasi thiosianatnya 5,17 ppm, perlakuan 2 (P2) konsentrasinya 7,89 ppm

dan perlakuan 3 (P3) konsentrasinya 10,30 pym. Walaupun kenaikan yang

dicapai cukup tinggi, namun bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang

dilaporkan oleh F A 0 (1999) bahwa dengari penambahan 0.003 % natrium

perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat, m m p u meningkatkan konsentrasi

.

thiosianat menjadi 15 ppm, maka hasil ini masih lebih rendah bila dibandingkan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh FAO. Perbedaan ini terjadi karena

kondisi susu yang digunakan sampel penelitian berbeda dengan kondisi susu yang

dilaporkan oleh F A 0 (1999). Konsentrasi rhiosianat awal yang terkandung dalam

susu di lokasi penclitian I;AO (Kc~iya dan Sri Langka) berkisar antara 4-5 ppm

sedangkan konsentrasi awal dari susu yang digunakan pada sampel penelitian

rata-rata 1,33 ppm. Perbedaan yang sangat tinggi, diinana penambahan 0.005 %

Natrium perkarbonat + 0,0023 % Natrium thiosianat hanya marnpu menambah konsentrasi thiosianat menjadi 10,30 ppm.

Uji Alkohol

Uji alkohol biasa digunakan untuk menentukan stabilitas protein susu dan uji

ini sudah umuin dilakukan oleh para penampung susu maupun industri

pengolahan susu. Uji alkohol, secara tidak langsung dapat menentukan tingkat

keasaman atau perubahan-perubahan yang terjadi pada susu. Kestabilan sifat

koloidal protein susu tergantung dari mantel air yang menyelubungi butir-butir

protein, terutama kaseinnya: Alkohol yang berdaya dehidratasi, bila dicampurkan

ke dalarn susu akan mengikat ion hidrogen dari mantel air protein sehingga

protein terkoagulasi. Sernakin tinggi derajat asEm susu, semakin berkurang

(138)

susu yang sarna banyaknya. Uji a1 kohol dinyatakan positif bila memperli hatkan t

butiran yang menempel pada dinding tabung, yang berarti susu itu tidak layak

dikonsumsi. Nilai positif bagi uji alkohol diperkirakan memiliki derajat asam

sekitar 8,5'SH. Hasil uji alkohol pada susu dengan menggunakar, sistem

laktoperoksidase dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji alkohol susu setelah penambahan aktivator

K = Susu tanpa penambahan aktivator

PI = Susu + 0.003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat P2 = Susu + 0.004 % natrium perkarbonat + 0,001 8 % natrium thiosianat P3 = Susu + 0.005 % natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat

(-) = Uji negatif (susu masih layak dikonsumsi)

(+)= Uji positif (susu telah rusak/asam).

Waktu Penyimpanan (Jay), 2 4 6 8 10 12 14 16

Penyimpanan susu kontrol (tanpa penambahan aktivator) pada suhu ruang,

menunjukkan reaksi positif terhadap uji alkohol pada saat susu berumur 6 jam

Keterangan .

setelah pemerahan (Tabel 4). Dengan umur simpan yang sama pada susu yang K

(-1

(-) (+> (+> --- -

( 1 )

(+I

(+I

(+>

mendapat perlakuan, penambahan aktivator 1 dan 2 inenunjukkan hasil uji alkohol P2

(-1

(-1

(-1

(-1

(-1 (-1 (+) (+I P 1

(-1

(-1 (-1 (-1 (-1 (-1 (+) (+I

masih negatif Reaksi positif diperlihatkan setelah disimpan selama 14 jam untuk P3

(-1

(-1

(-1

(-1

(-) (-1 (-) (+>
(139)

demikian mampu memperpanjang waktu penyimpanan susu tanpa pendingin

selama 8 jam untuk PI dan P2, sedangkan untuk P3 selama 10 jam. Hasil ini

sejalan dengan yang disampaikan oleh FA0 (1999), bahwa dengan penambahan

0.003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat kedalam susu segar

akan memperpanjang kesegaran susu tersebut selama 8 jam.

Berat Jenis

Berat jenis merupakan parameter yang biasa digunakan untuk mengetahui

kemurnian susu, karena berat jenis suatu zat merupakan perbandingan atau ratio

zat tersebut terhadap zat lain dalam volume yang sama. Susu mempunyai berat

jenis lebih tinggi daripada air, yaitu antara 1.0270 - 1.0330. Nilai berat jenis yang

ditetapkan oleh Codex susu minimal 1.0280. Hasil pengamatan terhadap

perubahan berat jenis setelah penalnbahan akfivator dapat dilihat pada Gambar I .

-

1.03 3 1.029 U)

.-

C

a, 1.028

-9 .c.

E

1.027

d

1.026

2 4 6 8 10 12 14 16

Umur Penyimpanan (Jam)

Keterangan :

K = 'Susu tanpa penanbahan aktivatnr

[image:139.555.72.473.365.727.2]

P1 = Susu + 0.003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat P2 = Susu + 0.004 % natrium perkarbonat + 0,0018 % natrium thiosianat P3 = Susu + 0.005 % natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat

(140)

Berat jenis susu kontrol pa& awal penelitian adalah 1.0281, sedangkan

F

yang menda~at perlakuan (PI, P2, P3) semuanya sama yaitu 1.0284. Nilai berat

jenis susu yanC dijadikan sampel sudah sesuai dengan nilai minimum yang

$

disyaratkan oleh Codex.

Penurunan nilai berat jenis pada kontrol terjadi 2 jam setelah perlakuan,

sedangkan pada sampel yang mendapat perlakuan penurunan baru terdeteksi

setelah 4 jam penyimpanan. Pada akhir pengamatan yaitu 16 jam setelah

penyimpanan yang ditandai dengan uji alkohol positif, nilai BJ seluruh sampel

mengalami kenaikan dan berada antara 1.0286

-

1.0288.

Pada susu yang baru diperah berat jenisnya belum stabil, karena terjadi

perubahan diantaranya kehilangan gas, akibat perbedaan suhu tubuh sapi dan suhu

lingkungan. Berdasarkan perhitungan sidik ragam nilai berat jenis antara kontrol

dan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penarnbahan aktivator

dalam jumlah yang sangat sedikit kedalam susu tidak menyebabkan perubahan

terhadap berat jenis susu tersebut.

Nilai pH dan Derajat Keasaman

Susu segar mengandung laktosa dan sedikit asam susu. Asam susu ini baru

terbentuk beberapa jam sesudah susu diperah, dan akan terakurnulasi dalain

jurnlah yang lebih banyak bila di dalam susu itu banyak ditemukan kuman asam

susu. Terlebih lagi bila susu dengan kandungan kuman asam susu yang tinggi

disimpan pada suhu kirmar untuk waktu yang lama, maka tingkat keasaman susu

akan mempengaruhi kctahanan susu tersebut. Perubahan nilai pH dan derajat

(141)

DH Derajat Asam

6.8 19

6.6 17

6.4 15

I 13

5

6.2 U)

0 11

6 9

S.8 7

5.6 5

2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 Umur Penyimpanan (Jam) Umur Penyimpnnan (Jam)

-+K --a-Pl -+P2 *P3 +K +Pi +P2 *P3

Keterangan :

K = Susu tanpa penambahan aktivator

PI = Susu + 0.003 % na'rium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat

[image:141.547.68.490.70.458.2]

P2 = Susu + 0.004 % n~trium perkarbonat + 0,0018 % natrium thiosianat P3 = Susu + 0.005 % natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat

Gambar 2. Nilai pH dan derajat. keasarnan susu pada berbagai perlakuan.

Susu yang rusak ditandai dengan perubahan p1-T nlenjadi turun, atau dengan

kata lain derajat keasaman meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai

pH kontrol dan perlakuan tidak jauh berbeda ya~tu antara 6,67

-

6,71, sedangkan

pH normal susu berada pada nilai 6,5 atau antara 6,3 - 6,75 (Sudarwanto, 1993).

Kondisi susu pada saat beru~nur 4 jam masih baik, ini terlihat dari uji alkohol

negatif dan pH 6,5, namun bila dilihat dari derejat keasaman awal susu kontrol

menunjukkan nilai 7,25 'SH, sedikit lebih tinggi dari ketentuan maximum ('odex

yaitu 7,O "SH.

Pada saat susu berumur 6 jam pH kontrol turun rnenjadi 6,43 lebih rendah dari

ketentuan

Gambar

Tabel ; . Persentase rata-rata komponen utama susu
Tabel 2. Rataan konsentrasi thiosianat dalam susu di wilayah Bogor
Tabel 3. Peningkatan konsentrasi thiosianat setelah penambahan aktivator
Gambar 1. Nilai berat jenis susu pada berbagai perlakuan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini disusun sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelas Sarjana Akuntansi pada Fakultas Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya

Selama menjalani kerja praktik pada Lembaga Baitul Aceh Besar, penulis melihat kinerja Lembaga Baitul Mal dalam berbagai bidang terutama pada bidang umum dan perwalian

Bangsa Indonesia melalui program ekstrakurikuler tahfīdz Al-Qur‟ān mengharapkan lulusan madrasah-sekolah yang memiliki generasi penghafal Al- Qur‟ān. Program

Infeksi yang penularannya melalui hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular... Menurut saudari yang termasuk jenis-jenis dari infeksi menular seksual tersebut

Di USU pada saat ini ada 22.ribu sampai 23ribu mahasiswa dan bila diambil angka ekstrim seluruh mahasiswa USU masa studinya terlambat satu tahun, maka biaya yang hilang per

Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman maka semakin banyak pula produk  Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman maka semakin banyak pula

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa pada tes awal (pre test) sebelum diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran

Dalam penelitian ini analisis statistik digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak dari variabel Reliability, Responsiveness,