PENGGUNAAN SISTEM LAKTOPEROKSIDASE DAN
PENGARLIHNYA TERHADAP KUAIiITAS SUSU SEGAR
DAN
IIASIL
OLAHANNYA
Olkh
SUKMAYA
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
SUKMAYA.
99557. Penggunaan Sistem Laktoperoksidase dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahsnnya. Dibimbing oleh Rarah Ratih Adjie Maheswari dan ~ i r n a w a t i Sudarwanto.Susu merupakan makanan yang kaya akan gizi dan sangat baik untuk pertumbuhan manusia. Namun demikian susu juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga bila disimpan terlalu lama dalam suhu ruang akan cepat rusak, sebagai akibat pertumbuhan dari mikroorganisme didalamnya. Berbagai upaya untuk bisa memperpanjang
umur
susu telah banyak dilakukan misalnya dengan pendinginan. Pendinginan. memerlukan biaya yang tinggiuntuk
penyediaan alat pendinginnya. Perkembangan lebih lanjut dalam mempertahankan kualitas susu adalah dengan m e n g a k t i h sistem laktoperoksidase yang memiliki sifat bakteriostatik dengan penambahan alitivatornatrium
thiosianat dan hidrogen peroksida.Tujuan penelitian ini adalah tmtuk mengetahui tingkat konsentrasi thiosianat yang terdapat dalam susu segar yang berasal dari sapi milik peternak. Selanjutnya dapat ditentulcan penambahan yang tepat dari natrim thiosianat
dan
hidrogen peroksida untuk meningkatkan efektifitas sistem laktoperoksidase.Penelitian ini terdiri
dari
dua tahap. Tahap I adalah analisakan-
thiosianat pada susu di tingkat
peternak
yang dilakukan di lima lokasi di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Tahap I1 dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) penelitian peranan aktivator terhadap kualitas susu, dengan empat perlakum: kontrol(K)
yaitu susu tanpa penambahan aktivator, perlakuan 1(PI)
susu denganpenambahan 0.003 % natrium perkarbonat dan 0,0014 % natrium thiosianat, perlakuan 2 (P2) susu dengan pena&ahan 0.004 % natrium perkarbonat dan 0,0018 % natrium thiosianat, dan perlakuan 3 (P3) susu dengan penambahan 0.005 % natrium perkarbonat
dan
0,0023 %natrium
thiosianat. Keempat perlakuan ini disimpan pada suhu ruang untuk dilakukan pengamatan. (2) Penelitian aplikasi aktivator di petemak yang dilakukan di ernpat lokasi dengan perlakuan clan pengamatan sarna seperti yang dikerjakan pa& penelitian bagian (I), dan (3) Pembuatan olahan dengan bahan baku susu yang telah mendapat penambahan dan tidak mendapat penambahan aktivator. Olahan yang dibuathupa susu pasteurisasi dan yoghurt, yang dilanjukan dengan uji organoleptik
untuk
mengetahui penilaian dari panelis.Pada penelitian Tahap I, diperoleh kandungan thiosianat dalam susu dari peternakan rakyat di Wilayah Bogor yang cukup bervariasi yaitu antara 1,02
-
diperpanjang 8 jam untuk PI dan P2, serta 10 jam untuk P3 berdasarkan uji alkohol. Penarnbahan aktivator berpengaruh nyata terhadap uji alkohol, derajat keasaman, total mikroba, dan pertumbuhan koliform. Perbedaan lokasi peneiitian tidak tncnunjukan pcngari~li yang nyata terhndap peningkataiq kandungan thiosianat, total mikroba, pertumbuhan koliform dan uji alkohol, namun berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman, pH dan berat jenis.
SURAT
PERNYATAAN' ~ e n ~ a n ini saya menyatakan bahwd tesis yang be rjudul :
" Penggunaan Sistem Laktoperoksidasc
dan
Pengaruhnya terhadap, Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya
".
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
* secara jelas, dan dapat diperiksa kebenarannya.
\
PENGGUNAAN SISTEM LAKTOPEROKSIDASE DAN
PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS SUSU SEGAR
DAN HASIL OLAHANNYA
SUKMAYA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Penggunaan Sistem Laktoperoksidase dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya
Nama : Sukmaya
NRP : 99557
Program Studi : Teknologi Pasca Panen
Menyetuj ui,
1. Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Rarah Ratih Adlie M., DEA. Prof.Dr. Mmawati Sudarwanto
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Teknologi Pasca 3. Direktur Program Pascasarjana Panen
Prof.Dr.Ir. Hadi K .a- Ipm. Pr0f.Dr.k. Svafrida Manuwoto. MSc.
3
1 MAY2002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Maret 1958 sebagai putri ke
tiga dari pasangan Bapak R. Samli Padmanagara (Alm) dan ibu Hj. Nena. Pendidikan sarjana diteinpuh di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Bandung, lulus pada tahun 1983. I'ada tahun 1995, penulis diterima di Program
Studi Teknologi Pasca Panen pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menamatkan sekolah dasar tahun 1969 dari SD Negeri Cijagra, Buahbatu Bandung, kemudian penulis rneneruskan ke SMP Negeri XI11 Bandung
pada tahun 1970 dan lulus tahun pada tahun 1973. Tahun 1974 penulis masuk ke
SMA Negeri VII Bar~dung dan lulus pada tahun 1976. Penulis diterima di
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 1977 dan
memperoleh gelah sarjana Peternakan pada tahun 1983.
Penulis memperoleh kesempatan meneruskan kulias S2 dengan Biaya Tugas
Belajar melalui Proyek PAATP tahun 1999 di Program Studi Teknologi Pasca
Panen pada Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Jenjang pengabdian sebagai penyuluh pertanian mulai penulis tekuni sejak
penulis diterima menjadi staf fungsional di Balai Informasi Pertanian Lembang
tahun 1983, dan dilanjutkan sampai sekarang di Balai Pengkajian Teknologi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis d a ~ a t menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
tingkat Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen, Program
Pasca Sarjana Institut Per tanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.1r. Rarah
Ratih A. M., DEA sebagai ketua, Prof. Dr. Mirnawati Sudarvdanto sebagai
anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan kepada
penulis untuk mengadalcan penelitian dan ~nenyelesaikan penulisan ini. Kepada
Ibu Hj. Eem Siti Halimah, yang selalu memberikan dorongan kepada penulis dan
bimbingan kepada anak-anak selail~a ~cnulis pendidikan. Untuk suami tercinta Dr
Ir. Mei Rochjat D. Med., anak-anak ~ r i e ; Fimian dan Hans yang telah banyak
berkorban selama penulis pendidikan. Terima kasih disampaikan kepada Prof.
Dr.Ir. Hadi K Purwadaria, Ipm sebagai ketua program studi Teknologi Pasca
Panen. Kepada adik-adik Heri, Mumu, Yepi, Harsi, Yuni, Ina dan Edit yang telah
banyak membantu selama penulis melakukan penelitian. Kepada Dian dari Lab.
Nutrisi dan Dedi dari Lab IPT Perdh Fapet, Tedi dari Lab. Kesmavet IPB. Kepada
Ir. Dade Sudjana Pria yang telah memberikan pinjaman fasilitas lab. di Cikole
Lembang, rekan-rekan Mahasiswa TPP angkatan 99 dan semua pihak yang telah
membantu penulis selama menjalani pendidikan hingga selesainya tulisan ini.
Penuli s Lerharap semoga tesis ini bennanfaat.
Bogor, Maret 2002
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
...
DAFTAR G AMB AR X w
DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1
...
Latar belakang 1
Tujuan penelitian ... 4 Manfaat penelitian ...
.
.
... 5... TINJAUAN PUSTAKA
...
Komposisi kimia susu
...
Sistim laktoperoksidase ... Pasteurisasi susu ... Fermentasi susu ... Produk-produk.ferrnentasi susu...
BAHAN DN\I METODE
Waktu danhtempat ... ... Bahan dan alat
...
Prosedur dan analisa
Rancangan percobaan
...
HASJL DAN PEMBAHASAN . . . . . .
Konscntrasi ~l~iosiar~al t ~ w : ~ l tlal;~~r~ srlsrl
Peranan aktivator tc;rliadap liualitils susu ... Efektivitas sistem laktoperoksidase dalam pertumbuhan
mikro organisme ... Analisa residu peroksida
...
Aplikasi aktivator ... Hasil olahan susu...
... Susu pasteurisasi
Yoghurt
...
..
UJI organoleptik
...
KESIMPULAN DAN SARAN
...
67 Kesimpulan ... 67...
Saran 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL
Halaman
I Persentase rata-rata ko~nponen utarna susu (%) 6
.
.
...,...*......
.
2 Rataan konsentrasi thiosianat dalarn susu di wilayah Bogor 25
.
3 . Peningkatan konsentrasi thiosianat setelah penambahan
aktivator ... 27
4
.
Hasil uji alkohol susu setelah penambahan aktiva-ior ... 29 5.
Pengaruh aktivator terhadap konsentrasi thiosiamt (ppm) di...
...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Nilai berat jenis susu pada berbagai perlakuan ... 30
2. Nilai pH dan derajat keasaman susu pada berbagai perlakuan..
. . .
. .. . .
3 2 3. Pertumbuhan total mikroorganisme susu pada berbagai perlakuan . 3 5 4. Pertumbuhan koliform susu pada berbagai perlakuan... ..
.. 37 5. Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadappertumbuhan mikroorganisme (1 0) cfu pel. ml) .. ,
. .. .. .... .. .. .. . ... . .
. . . . 396 . Nilai berat jenis susu pada berbagai perlakuan laktoperoksidase
di 4 lokasi penelitian ... 43
. .
7. Perubahan pH susu pada berbagai perlakuan iaktoperoksidase
di 4 ldkasi penelitian ...
..
...
4 58. Perubalian derajat asam susu pada berbagai perlakuan laktoperoksidase di 4 lokasi penelitian ... 4 8
9.
Stabilitas
protein melalui uji alkohol susu pa& b e h a p i perlakuanlaktoperoksidase di 4 lokilsi pcnelitian ... 50
10. Pertumbuhan total mikroba pada susu dengan berbagai perlakuan
laktoperoksidase di 4 lokasi penelitian
... .
....
.... .. .. .. .
,.
..
. . .
..
...
....
... . .
52 1 1. Pertumbuhan koliform pada susu deiigan berbagai perlakuanlaktoperoksidase di 4 lokasi penelitian
...
55Kurva pfi dari susu pasteurisasi
...
......
,.,...,...
1
Kurva derajat asam dari susu pasteurisasi
...
...
.. ..
..
.. ..
.
..
... . . .. .
.... .
Kurva pH dari yoghurt... ... ...
Kurva derajat asam dari yoghurt
...
Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap
penampakan yoghurt ... .
.
. .
. .. . .. .
..
.. .. ..
... .... ...
. . ..
.. .. .... .
, ....,..
,. ,.
... ..
.,Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap
aroma yoghurt ...
.
.. ..
..
. . ..
....
. ...
.. .
. ... .
.
.... .
.. .+ ... . .
.. ... .. . ..
..
.... .
... .
... . . .
Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadaprasa yoghurt ... ...
Pengaruh penggunaan laktoperoksidase terhadap
DAFTAR LAMPWAN
Halaman
...
Spesifikasi teknis Natrium Thiosianat...
Spesifikasi teknis Natrium Perkarbonat...
Format uji organoleptik (hedonik)...
Rataan pengaruh perlakuan terhadap perubahan pHRataan pengaruh perlakuan terhadap perubahan derajat
keasaman
...
...
Rataan pengarut perlakuan terhadap perubahan B JRataan pngaruh perlakuan terhadap perubahan total
mikroba ...
Rataan pengaruh perlakuan terhadap perubahan pertumbuhan koliform ...
...
Daftar sidik ragam BJ di 4 lokasi... Daftar sidik ragam pH di 4 lokasi
...
Daftar sidik ragarn derajat keasaman di 4 lokasi... Dafiar sidik ragam total mikroorganisme di 4 lokasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu adalah makanan 'yang pertama kali dikonsumsi oleh anak mamalia,
karena susu merupakan makanan yang paling sempurna dalam nilai gizinya
dibandingkan dengan makanan lain (Eckles et al., 1980). Produksi susu sapi perah
di Indonesia selama 5 tahun terakhir meningkat terus dari 360,000 ton tahun 199 1
menjadi 457,900 toc tshun 1996 (Dirjen Peternakan, 1997). Jawa Barat
merupakan penghasil susu terbesar di Indonesia. Dengan jumlah sapi sebanyak
29,770 ekor menghasilkan susu sebanyak 352,427 liter per hari (Disnak, 1999).
Sebagian besar dari jumlah tersebut ditampung oleh KUD, untuk selanjutnya
dipasarkan ke industri pengolah susu &tau konsumen langsung. Waktu tempuh
antara lokasi peternak dengan penampungan (koperasi) rata-rata cukup lama,
sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan pada susu yang ditimbulkan oleh
mikroorganisme. Masih banyaknya peternak yang kurang memperhatikan aspek
sanitasi sebelurn, selama dan setelah pemerahan yang berperan dalam
mempercepat perkembangbiakan mikroorganisme, sehingga susu menjadi cepat
rusak.
Susu merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan berbagai
mikroorganisme, terutaina disebabkan kadar airnya yang tinggi, pHnya lnendekati
netral, dan kandungan nutientnya tinggi. Menurut Sudono (1997) jumlah bakteri
yang terdapat didalam susu hasil pemerahan peternakan rakyat masih memenuhi
ketentuan yaitu 335.000 cfu per ml susu di bawah standar
Milk
Codex 1.000.000cfu per ml susu, namun setelah diangkut dengan tangki pengangkutan jumlahnya
tidak dilakukan dengan baik antara lain tangki pengangkutan tidak dibersihkan dengan baik dan suhu susu didalam tangki terlalu panas. Peralatan yang dipakai
untuk menampung susu hams aseptis. Disarnping suhu susu segar harus rendah
untuk mencegah perkembangbiakan kuman, selarna susu tersebut belum
diproses1dioIah. Oleh sebab itu susu harus segera didinginkan pada suhu 4" C
selama 2- 3 j a n ~ setelah peinerahan. Ketentuan tersebut menuntut tiap-tiap KUD
susu yang menampung susu dari peternakan rakyat mempunyai fasilitas
pendingin. Jarak tempuh antara lokasi peternak dengan penampungan (koperasi)
rata-rata memerlukan w a b yan g cukuy lama, dan selama perjalanan menuj u
KUD peternak tidak menggunakan alat pendingin sehingga meinungkinkan
selama itu terjadi kerusakan yang diti~nbulkan oleh bakteri.
Susu mengand~~ig sumber energi dalam bentuk gula susu (laktosa), lemak dan
sitrat, sedangkan komponen nitrogen terdapat dalam bentuk protein, asarn amino,
amonia, urea dan komponcn lainnya. Susu juga mengandung mineral dan faktor
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh rniicroorg3nisme. Susu yang barn diperah
mengandung senyawa antimikroba seperti laktoperoksidase dan aglutinin, tetapi
segera menjadi tidak effektif setelah beberapa waktu (Rahman et al., 1992).
Pertumbuhan mikroba pada susu dapat menimbulkan berbagai perubahan
karakteristik susu, misalnya pembentukan asam, pembentukan gas, penlecahan
protein, pelendiran, perubahan lemak, produk alkali. serta perubahan cita rasa dan
wama.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan kualitas susu. Pada
umumnya dengan pendinginan, tapi cara ini memerlulran peralatan khusus dan
sehingga susu menjadi tahan lama dan siap untuk dikonsumsi secara langsung,
namun dengan pasteurisasi seinua enzim yang terdapat didalam susu turut rusak
(Eckles et al., 1980).
Cara yang dapat memperpanjang umur simpan susu tanpa merusak enzim yang
diperlukan y,aitu dengan penggunaan laktoperoksidase, thiosianat dan hidrogen
peroksida secara tepat (Claesson, 1999). Penggunaan H202 bukan hanya dapat
memusnahkan kuman patogen tetapi juga beberapa mikroba pembentuk asam dan
menginaktifkan enzim alami (Winamo, 1982). Penggunaan
H20L
sangatbermanfaat dalam mereduksi jumlah kuman patogen dan menginaktivasi enziin
katalase dan peroksidase, tetapi masih memungkinkan bakteri asarn laktat tumbuh
serta tidak mempengaruhi keaktifan enzim lipase, piotease, dan fosfatase.
Peningkatkan nilai guna dari susu melalui fermectasi bertujuan agar susu tidak
cepat membusuk dan menghasilkan produk susu dengan karakteristik rasa, aroma,
tekstur, daya cerna serta daya tahannya, disarnping menghindari atau mencegah
ha1 yang tidak menguntungkan bagi kesehatan (Rahman et al., 1992).
Roginski (1 988) mengemukakan empat manfaat fennentasi susu, yaitu : (1 ) mengawetkan susu secara alami, (2) nleningkatkan nilai nutrisi, (3) menimbulkan
perubahan m a dan tekstur yang diinginkan dan (4) meningkatkan variasi dalam makanan.
Produk yang dapat dihasilkan dari suatli proses fermentasi adalah sel mikroba
atau biomassa, enzim, metabolit primer dan metabolit sekunder serta berbagai
Produk susu fermentasi yang banyak diproduksi antara lain yoghurt, mentega,
keju, kefir, dadih, dan koumiss.
Perlakuan dengan hidrogen peroksida terutarna ditujukan untuk pengawetan
bahan keju (Daulay, 1992). Pengaruh perlakuan terhadap hasil olahan fermentasi
yang lainnya seperti susu pasteurisasi, mentega, youghurt, dan kefir masih belum banyak diketahui, sehingga perlu diiakukan perielitian.
Tujuan Penelitian
I'ujuan Umum
Menbuji pengaruh penggunaan sistem laktoperoksidase pada susu segar
dan hasil olahannya.
Tujuan Khusus
-
Menguji peranan sistem laktoperoksidase dalam memperpanjanguinur sirnpan susu selama penyimpanan di suhu ruanglkamar.
-
Menguji efektifitas penggunaan sistem laktoperoksidase terhadappopulasi mikro organisme pada susu.
-
Menguji kualitas hasil fermentasi ymg berasal dari susu yang telahManfaat Penelitian
penelhian ini diharapkan akan bermanfaat untuk :
1. Menambah alternatif teknologi penanganan susu segar selama
penyimpanan
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Kimia Susu
Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula,
garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman et al., 1992).
Susu merupakan makanan yang sempurna, karena mengandung semua bahan
yang diperlukan untuk pertumbuhan anak dan minumadmakanan manusia
(Eckles et ul., 1980). Rahman et ul. (1992) selanjutnya mengatakan bahwa
kandungan gizi susu yang lengkap merupakzn bahan pangan yang memiliki daya
cerna tinggi, yaitu sebanyak 98 persen protein dan 99 persen karbohidrat dan
lemak susu dapat diserap dan digunakan oleh tubuh manusia. Susu terdiri dari air,
lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Pada umumnya
kandungan air dalam susu berkisar antara 82 - 90 persen, lemak antara 2,5 - 8,0
persen, gula antara 3,5
-
6,O persen. Persentase rata-rata komponen utama susudapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel ; . Persentase rata-rata komponen utama susu (%)
Komposisi Persentase
[image:116.545.71.488.15.768.2]Air ... 87,25 Bahan kering
...
12,75...
Lemak 3,80
Bahan kering tanpa lemak ... 8,95
-
Protein ... 3 3 0-
Laktosa ... 4,8 0-
Abu ... 0,65Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi komponen dalam susu ialah
mastitis, tahapan dalam periode laktasi, lnusim dan makanan (Rahman e/ ul.,
1992).
Air mempunyai fungsi penting sebagai bahan pelarut berbagai bahan kering
' ?
didalam susu. Le~nak dan bahan keju merupakan corltoh bahan kering yang
terdapat dalam susu dan mengapung sebagai bagian halus. Sedangkan laktosa
albumin, mineral dan vitamin terlarut didalamnya. Kondisi tersebut menjadikan
susu sebagai bahan makanan encer yang bahan keringnya mudah dicerna.
Kadar lemak susu umuinnya tinggi dan sangat berarti dalarn penentuan nilai
gizi susu. Lemak susu merupakan bahan pembuat mentega, keju, kepala susu
(cream), susu kental dan susu bubuk yang banyzk mengandung lemak.
Protein menentukan nilai gizi susu. Protein yang terdapat dalam susu terdiri
dari dua kelompok, yaitu kasein yang terdapzt dalam bentuk koloidal dalam susu
dan whey protein yang terdapat dalam keadaan terlarut dalam serum susu.
Laktosa dalaln susu ditemukan dalam keadaan larut, dan terdiri dari glukosa
dan galaktosa. Lakt~se tidak semanis gula biasa karena susunannya berbeda
dengan sakharosa, d m laktosa bisa diubah oleh bakteri asam menjadi asam laktat.
Susunan mineral yang terdapat dalam susu sesuai dengan kebutuhan badan
manusia seperti kalsium, fosfor, kalium, natrium, khlor, magnesium dan beberapa
Sistem La ktoperohsidase
Enzim yang dikenal berada dalam susu adalah peroksidase, reduktase, katalase
dan fosfatase. Katalase merupakan suatu enzim yang mengoksidasi dan
mereduktasi. Selain itu susu juga mengandung laktase sesuatu enzim untuk
fermentasi gula, diastase s~tatu enzim pemisah pati dan peroksidase suatu enzim
pengoksidasi (Eckles el crl., 1980). Lebih lanjut Muchtadi et ul., (1992),
mengatakan bahwa beberapa enzim seperti lipase dan fosfatase dapat dihancurkan
dengan pasteurisasi, tetdpi enzivn lainnya tidak. .Peroksidase dan xantinoksidase
hanya dapat dihancurkm dengan sterilisasi pada suhu 115
"C
selama 15 menit.Enzim ini dapat menyeb~bkan perubahan kimia bebsrapa zat di dalam susu.
Sistem Laktoperoksidase (LPS) adalab sistem enzimatik yang secara alami
terdapat dalam susu. Salah satu keunikan fungsi biologisnya adalah memberikan
efek antibakterial dalam kehadiran thiosianat dan hidrogen peroksida (Lambert,
1999; Barrett et ul., 1999). Kamau et ul. (1990) mengatakan bahwa, sistetn
laktoperoksidase dapat diaktifkan dengan penarnbahan thiosianate dan H202 ke
dalam susu yang sudah mengandung laktoperoksidase. Efek antibakter; sistem
laktoperoksidase dalar.1 susu berlangsung sekitar 6
- 8
jam pada temperatur tropis(30" C). Hal ini berarti para peternak di pedesaan dapat mengangkut susunya
untuk diolah ke tempat yang lebih jauh tanpa hams mengeluarkan biaya mahal
untuk fasilitas pendingin (Lambert, 1999). LPS di dalam susu dapat diaktifkan
dengan menambahkan 10 ppm thiosianat ke dalam susu sehingga rnencdpai level
15 ppm, karena secara alami didalam susu sudah terdapat 5 ppm, dan sebanyak
8,5 ppm hidrogen peroksida (umumnya dalam bentuk butiran sodium karbonat
Perlakuan penambahan hidrogen peroksida haws selalu diikuti dengan
penambahan enzim katalase untuk inereduksi residu hidrogen peroksida yang
dapat menimbulkan pengaruh toksik (Daulay, 1992., Rahman et al., 1992),. '
Pemberian katalase perlu dilakukan dalarn jumlah dan waktu yang cukup,
sehingga hidrogen peroksida dalam susu terdekomposisi sebelum susu tersebut
digunakan. Oleh karena itu sebelurn diolah lebih lanjut, susu yang diberi
perlakukan hidrogen peroksida harus diuji residunya.
Daulay (1 992) selanjutnya inengatakan ballwa penggunaan 0,25 % hidrogen
peroksida (33%) selama 24 jam pada temperatur 25
"
C dalam bahan kejumenghasilkah kdju lunak seperti pasta, akan tetapi penambahan 0,l % hidrogen
peroksida (33%) pada temperatur kamar dan waktu yang sama menghasilkan keju
yang hampir sempurna. Perlakuan dengan hidrogen peroksida terutaina ditujukan
untuk pengawetan bahan keju, penggunaan yang normal adalah 0,07 % hingga
0,1% hidrogen peroksida (33%) selama tidak lebih dari 40 menit' pada
temperatur 50-54 OC. Perlakuan dengan hidrogen peroksida lebih dari satu jam
cenderung menyebabkan susu inenghasilkan dadih yang lengket seperti perekat
yang tidak dapat dicerna.
Hasil penelitian Siragusa dan Johnson (1989) menunjukkan bahwa sistem
laktoperoksidase dengan penyimpanan 20 OC akan memperlambat
perkembangan I,. rnonocylogenes. Denis dan Ramet (1989), mengatakan bahwa
sistem laktoperosidase yang diikuti dengan pasteurisasi (UHT) dan penyimpanan
pada temperatur dibawah 15" C akan menghambat perkembangan
mikroorganisme. Efisiensi penghambatan iergantung pada kondisi inkubasi yang
digunakan (Gaya et ul., 1991 ). Laktoperoksidase mempunyai effek bakteriostatik
terhadap L. monocytogenes pada susu yang disuplemen dengan glukosa
(Earnshaw, 1989). Lebih lanjut Kamau et ul., (1990) mengatakan bahwa sistem
peroksidase akan meningkatkan kerusakan thermal dari L. monocygenes dan
Staphylococcus uureus. Oleh karena itu penggunaan laktoperoksidase disarankan
diikuti dengan pelnanasan untuk rnenekan perkembangan mikroorganisme.
Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi susu merupakan proses pemanaszi~ susu dibawah titik didihnya
sehingga kuman patogen yang ada didalamnya mati. Berdasarkan suhu
pemanasan, pasteurisasi terdiri dari dua macam yaitu : pasteurisasi suhu rendah
(LTLT = Low Temperature Long Time) dan pasteurisasi suhu tinggi (HTST-
High Temperature Short Time). Mempertahankan kualitas susu pasteurisasi pada
suhu 72°C selama 15 detik lebih baik dari pada susu dipanaskan pada suhu 80°C
selama 15 detik ( Barret et ul., 1998).
Susu pasteurisasi lebih tahan lama disimpan, bahkan pada suhu rendah dapat
disimpan beberapa hari lebih lama. Susu pasteurisasi tidak lagi mengandung
kuman patogen.
Ferrnentasi Susu
Ferrnentasi susu adalah suatu proses perubahan pada susu sebagai aktifitas satii
atau lebih spesies mikroorganisme. Susu menjadi asam, membentuk "curd'
(gumpalan susu), tetapi produknya masih layak untuk dikonsurnsi (Pederson,
menjadi asam laktat oleh aktifitas enzim yang disekresikan mikroorganisme
tertentu dala~n usahanya inemanfaatkan kandungan nutrisi susu untuk
pertumbuhan dan sumber energi (Eckles et al., 1980). Fermentasi dilakukan agar '
susu tidak cepat membusuk dan rnenghasilkan produk susu dengan karakteristik
rasa, aroma, tekstur, daya cerna dan daya tahan simpan yang lebih baik,
disamping mencegah hal-ha1 yang tidak inenguntungkan bagi kesehatan (Rahman
et ul., 1992).
Mikroba yang paling banyak digunzkan dalam fermentasi susu adalah bakteri
asam laktat. Bakteri ini banyak digunakan dalam produksi berbagai keju,
"cultured buttermilk", susu asam, yoghurt, susu acidophilus, clan produk susu
fermentasi lainnya. Berbagai jenis keju dapat diproduksi menggunakan lebih dari
satu kultur bakteri. Berbagai kapang juga digunakan dalam fermentasi keju,
misalnya keju biru, keju Gorgonzola, keju Roquefort dan keju Camembert
(Rahrnan et al., 1992).
Produk-produk Fermentasi
Susu
Produk yang dapat dihasilkan dari suatv fennentasi adalah sel mikroba atau
biomassa, enzim, metabolit primer dan metabolit sekunder serta senyawa kimia
hasil proses biokimia oleh mikroba (Rahman et al., 1992). Produk susu fermentasi
yang banyak diproduksi antara lain yoghurt, mentega, keju, kefir, dadih dan
koumiss. Produk hasil fermentasi susu telah semakin berkembang dan semakin
banyak variasi. Sebagai contoh yoghurt rnempunyai berbagai variasi misalnya
Di negara tertentu, produk fermentasi susu lebih disukai daripada susu segar,
karena rasa dan teksturnya lebih baik dan bahkan dapat digunakan untuk
kesehatan. Salah satu hasil fermentasi susu yaitu yoghurt lebih mudah diterima
konsumen karena dapat digunakan sebagai makanan bagi orang yang ingin
melangsingkan tubuh (Rahman et al., 1992).
Susu untuk pembuatan yoghurt umumnya susu rnurni, susu skim, susu bubuk
tanpa lemak, susu skim kondensat, susu yang sebagian lemaknya telah
dihilangkaw~ ataupun kombinasi dari berbagai inacain susu tersebut. Dalaln proses
pembuatannya, biasanya susu dipekatkan dengan cara pemanasan sehingga kadar
airnya berkurang sampai 30 %. Produksi dalam skala besar biasanya digunakan
tambahan padatan susu tanpa lemak atau susu bubuk tanpa lemak. Kadar lemak
susu dalam yoghurt berkisar 1.0 sampai 3.25 %. Berdasarkan kandungan
lemaknya yoghurt dapat dibedakan dalam tiga kategori : (a) yoghurt yang
mengandung minilnuln 3,25 YO lelnak susu (b) yoghurt dengan kadar lelnak
rendah bila mengandung lemak susu 0,5 - 2,O % (c) yoghurt tanpa lemak bila
mengandung lemak susu kurang dari 0,5 %. Ketiga kategori tersebut, jumlah
BAHAN DAN
ME'TODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium. Penelitian lapangan
dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten dan Kodya Bogor serta
Kabupaten Bandung, sedangkan penelitian laboratoriurn dilakukan di
Laboratorium llmu Produksi Ternak Perah dan Laboratorium Nutrisi Ternak
Perah, Fakultas Petemakan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Laboratoriurn Sapi
Perah Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat di Cikole Lembang. Penelitian
berlangsung dari bulan April sampai November 200 1.
Bahan dan Alat
Analisa Konsentrasi Thiosianat dalam Susu
Bahan yang digunakan meliputi larutan pereaksi 20 % (WIT/) asam
trikhloroasetat (TCA), larutan ini dibuat dengan cara 20 gram TCA dilarutkan ke
dalam 100 ml aquades lalu disaring Pereaksi lain yaitu ferric nitrat : 16 g
Fe(N03)3.9H20 dilarutkan kedalam 50 ml larutan 2 M HN03, sampel susu, dan
sebagai standar digunakan thiosianat. Peralatannya ada1a.h botol susu, tabung
reaksi, pipet, corong, kertas saring Wathrnan no 40, rak tabung, tissue, blender
Peranan Aktivator terhadap Kualitas Susu dan Aplikasi Aktivator
Bahan yang digunakan dalarn melakukan penelitian peranan aktivator terhadap
kualitas susu dan aplikasi aktivator pada susu segar sampai pengujian di
laboratoriurn sarna dengan analisis sebelurnnya yaitu susu segar yang beru~nur
satu jam, aktivator I (natrium thiosianat), aktivator I1 (natrium perkarbonat),
larutan NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer, medium PCA dan VRBA yang
digunakan untuk pemupukan total mikroba dan koliform, alkohol, NaOH dan
fenolftalein untuk uji derajat asam, aquades.
Peralatan yang digunakan meliputi tempat menampung susu kapasitas 125 liter,
50 liter, 40 liter, 30 liter dan 10 liter, pengaduk, literan susu dan botol steril,
tabung reaksi, rak, pemanas Runsen, pipet, vortex, petridis dan inkubator.
Pengukuran pH menggunakan pH meter dan gelas ukur kecil. Untuk rnengukur
berat jenis digunakan laktodensimeter dan gelas ukur 250 ml. Penentuan derajat
keasaman susu menggunakan buret dan erlenineyer 100 cc.
Analisa Efektifitas Aktivator terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme
Penentuan efelit~fitas aktivator terhadap pertumbuhan mikroorganisme
menggunakan bahan benlpa : susu streril (UHT), larutan pengencer, alkohol dan
inediurn agar (PCA). Peralatannya terdiri dari tabu~lg reaksi, pipet 10 ml dan pipet
I ml, pemanas Bunsen, petridis, rak, labu erlenmeyer 1000 cc, wuferbufl~ dan
inkubator.
Analisa Residu Peroksida
Bahan yalig digunakan dalam ~nelakukan analisa residu peroksida pada susu
ammonium vanadat, dan larutan H2SOa. Peralatan yang digunakan tabung reaksi, dan pipet. Selain itu digunakan kertas tes peroksidase untuk melihat residu secara
langsung.
Pembuatan Olahan dari Susu
Bentuk olahan susu yang dibuat dalam menentukan kualitas dari susu yang
dipergunakah adalah susu yang tidak mendapat perlakuan dan yang mendapat
perlakuan, starter yoghurt terdiri atas S. thermophilus dan I,. bulgaricus.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan susu pasteurisasi terdiri dari botol
streril, waterbath, pengemas berupa kantong plastik (HDPE), sealer, dan lernari
pendingin, sedangkan untuk pembuatan yoghurt digunakan kompor, panci,
pengaduk, Bunsen, dan pengemas berupa kotak plastik.
Prosedur dan Analisa
Analisa Konsentrasi Thiosianat dalam Susu
Proses analisa konsentrasi thiosianat dalam susu dilakukan berdasarkan
petunjuk penggunaan yang telah djlakukan oleh FA0 (1 999), yaitu diawal~
dengan penyiapan larumn yang akan digunakau. Tahap pertama menyiapkan
larutan 20 % trikhloroasetat (TCA) dengan cara melarutkan 20 gram TCA ke
dalam 100 ml aquades dan selanjutnya disaring. Tahap kedua membuat larutan
2M HN03 dengan cara ~nengencerkan 138,5 ml HN03 65 % inenjadi 1 liter
dengan penambahan aquades. Tahap ketiga menyiapkan larutan ferric nitrat
kemudian diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml. Selanjutnya larutan
disimpan ditempat gelap dan dingin.
Sebelum dilaksanakan analisa konsentrasi thiosianat dalam susu dilakukan
pengukuran kandungan thiosianat terhadap larutan standar yang akan digunakan
sebagai pembanding. Larutan dibuat dengan kandungan thiosianat 2, 4, 6 dan 8
mg. Setelah semua larutan pereaksi disiapkan, baru dilakukan analisa kandungan
konsentrasi thiosianat. Susu yang digunakan adalah susu segar yang belum
mengalami proses pendinginan. Sebanyak 4 tnl susu dicampur dengan 2 n ~ l
larutan TCA, kemudian diaduk dengan kekuatan tinggi (bisa menggunakan
blender) sampai terlarut dengan baik, lalu disiinpan selama 30 menit. Larutan
yang di dapat disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no 40,
diambil fiitratnya sebanyak 1,5 ml untuk dicampurkan dengan 1,5 ml pereaksi
ferric nitrat, kemudian diukur absorbansinya pada 460 nrn dengan menggunakan
spektrofotometer. Sebagai larutan blanko, digunakan campuran 1,5 ml ferric
nitrat dengan 1,5 ml aquades. Proses pengukuran dilakukan secepat mungkin,
paling lambat 10 menit setelah penainbahan larutan ferric nitrat. Nilai yang
diperoleh dari penbwkuran ini dibandingkan dan dikonversikan dengan larutan standar.
Peranan Sistem 1,aktoperoksidase dalam Susu
Aktivator yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktivator yang dibuat
oleh FA0 dalam kemasan khusus, terdiri dari aktivator 1 yaitu natrium thiosianat
(NaSCN) berbentuk cairan dengan dosis 1,6 ml dm aktivator 2 yaitu natriurn
perkarbonat (2Na2CO3HzO2) berbentuk butiran dengan dosis 1,5 gr setiap
dan 2. Konsentrasi aktivator yang ditambahkm untuk masing-masing perlakuan
adalah P1 : 0,003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat, P2 :
0,004 % natrium perkarbonat + 0,0018 % natrium thiosianat, dan P3 : 0,005 %
natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat.
Susu yang digunakan adalah susu yang baru diperah dari sapi yang sehat (umur
susu 1 - 2 jam setelah pemerahan), berasal dari lokasi dan waktu pemerahan yang
sama. Seluruh susu yang digunakan, scbanyak 130,5 liter, disimpan dalam satu
tempat yang besar dar~ bersih, lalu diaduk sampai homogen. Sebanyak 500 ml
dipisahkan dimasukkan kedalam botol steril dan disimpan ditempat dingin untuk
keperluan pemeriksaan kandungan mikroba awal. Sisa susu sebanyak 130 liter
dibagi menjadi 4 bagian yaitu 10 liter untuk kontrol (K), 50 liter untuk perlakuan I
(PI), 40 liter untuk perlakuan I1 (P2) dan 30 liter untuk perlakuan III (P3). Susu
kontrol (10 liter) dimasukkan ke dalam botol steril masing-masing volume 500
ml, kemudian ditutup rapat dan disimpan pada suhu ruangan. Kedalam susu P 1
(50 liter) dtambahkan aktivator 1 kemudian aduk rata selarna 20 detik, lalu
dimasukkan aktivator 2 dan diaduk lagi selarna 2 menit sarnpai teraduk semua.
Selanjutnya susu tersebut dimasukkan ke dalam botol steril dengan volume 500
ml, dan disimpan di ruangan yang sania dengan kontrol. P2 dan 1'3 setelall
penambahan aktivator mendapat perlakuan ha1 yang sama seperti pada PI. Pemeriksaan kandungan thiosianat dan residu pcroksida dilakukan tcrhadap
semua perlakuan (K, PI, P2 dan P3), sebelum susu dimasukkan ke dalam botol.
Setelah semua proses tersebut selesai, susu disinlpan pada kondisi suhu ruang
untuk keperluan pengamatan yang dilakukan setiap 2 jam. Sarnbil menunggu
terhadap semua susu p~rlakuan dan kontrol dan pemupukan guna melihat
kandungan rnikroba awal baik untrtk total plate count dengan inenggunakan
media PCA maupun untuk mengetahui kandungan koliform awal melalui media
VRBA.
Setelah 2 jam sejak penambahan aktivator, dilakukan pengamatan pertarna (T 1 ) "
terhadap K, PI, P2 dan P3. Masing-masing perlakuan diambil 2 bolo1 untuk
pengamatan dan ulangannya. Pengamatan pertama dilakukan terhadap sifat fisi k
susu yang terdiri dari warna, bau dan rasa. Parameter yang diamati meliyuti uji
alkohol, berat jenis, pH, derajat asam, jumlah kandungan mikroba dan koliform.
Semua hasil dicatat, sedangkan pemupukan mikroba dan koliform dirnasukkan
ke dalarn inkubator dengan temperatur 3'7'C selarna 24 jam, baru diarnati jumlah
mi kroba dan koli form. Sern ua penga~natan dilakukan setiap 2 jam sampai selnua
susu dinyatakan rusak yaitu positif berdasarkan uji alkohol.
Penelitian Efektifitas Aktivator terhadap Pertumbuhan Mikroba
Penyediaan Biakan Kuman
Pembuatan biakan kurnan, dilakukan dengan cara susu segar dibiarkan dalam
temperatur kamar selarna 3 jam agar kondisinya menjadi stabil, kemudian
dipupukkan dalam PCA pada pengenceran 10
-'
dan 10 -2. Caranya 10 ml susudimasukkan ke dalam 90 ml BPW 0,l % (10
-'
) dan dikocok sampai homogen,kemudian 10 ml (1 0
-'
) dimasukkan ke dalam 90 mlBPW
0,l % (1 0 -2 ).media PCA. Campuran agar dan sampel yang homogen dieramkan selama 18 -20
jam pada temperatur 37
"
C.Pengujian Pertumbuhan Mikroba
Empat liter susu steril (UHT) dimasukkan ke dalam empat erlenrneyer steril
(masing-masing erlenmeyer diisi satu liter). Untuk mengetahui susu yang
digunakan benar-benar steril maka dilakukan uji secara acak yaitu diambil 1 ml
susu dari 2 erlenmeyer secara acak, dibiakan dalam PCA kemudian dieramkan
>
dalam suhu 37
"
C selama 24 jam. Hasilnya dilihat setelah 24 jam. Pengujianpertumbuhan mikroba diawali dengan memanaskan ke 4 erlenmeyer dalam
pemanas air 80
"
C selama 10 menit, untuk meyakinkan bahwa susu yang akandigunakan benar-benar steril. Kemudian didinginkan sebentar sampai suhu 40°C,
lalu masukkan kuman (dari hasil biakan sehari sebelumnya) dengan dosis : 1 x 10
5
ml. Aktivator 1 dan 2 diinasukkan secara berurutan masing-masing ke dalam
Erlenmeyer 1: 30 mglml (PI), Erlenmeyer 2 : 40 mglml (P2), dan Erlenmeyer 3 :
50 mg/ml (P3), kedalam Erlenmeyer 4 (kontrol) tidak ditambahkan aktivator.
Setiap susu di dalaln Erlenmeyer diho~nogenkan kemudian disimpan pada
bi
temperatur kamar. Setelah 1 jam susu dari setiap erlenmeyer dibiakan dengan
konsentrasi 10
-',
10 -I, 10 -'I. Dan diulangi lagi 2 jam kemudian sebanyak 2 kali,sarnpai susu berumur 5 jam.
Pemeri ksaan Residu
Menggunakan Uji Peroksidase
Cara paling sederhana untuk mengetahui adanya kandungan residu pada susu
Berat Jenis
Pengukuran berat jenis dilakukan dengan cara mengarnbil sebanyak 200 ml
contoh susu yang telah dihomogenkan lie dalain gelas (tabung) ukur 250 nil.
Kernudian alat laktodensimeter dicelupkan ke clalam susu sampai alat itu diam.
Kemudian dilihat garis yang berada di pennukaan susu, yang menunjukkan nilai
berat jenis dan dilihat juga suhu yang ditunjukkan saat itu. Nilai berat jenis pada
suhu tercatat disesuaikan ke suhu 27,S°C, karena suhu ini merupakan rata-rata
suhu kainar di Indonesia.
Derajat Keasaman
Pemeriksaan derajat keasaman dilakukan dengan cara memipet 10 ml susu ke
dalam erlemeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes fenolfblein 2 % sebagai
indikator. Selanjutnya dllakukan titrasi dengan mcng~wnakan NaOH 0,l N dari
buret salnpai terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang bila
digoyang. Volume NaOH 0,l N yang terpakai dikalikan sepuluh menunjukkan
derajat asam (' SH) dari susu yang diperiksa.
Pengukuran pH
Susu dimasukkan ke dalam gelas ukur kecil, sebelumnya pH meter jang akan
digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer 4 dan 7. Selanjutnya
elektroda dimasukkan kedalam sample susu dan ditunggu beberapa s a t sampai
angka pada monitor stabil dan dicatat.
Dimasukkan 5 ml Alkohol 70 % ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering, ditambahkan 5 tnl susu, kemudian dikocok perlahan. Reaksi positif terlihat
bila terjadi butiran-butiran susu yang menempel pada dinding tabung.
Penentuan Jumlah Total Mikroba dan Koliform
Sebanyak 1 ml susu dimasukkan kedalam 9 m'l larutan pengencer, ditutup rapat
dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex, didapatkan pengenceran
sepersepuluh (P") Selanjutnya dari pengenceran P-' diarnbil 1 ml dimasukkan
kedalam 9 ml larutan yengencer dan dihomogenkan, sidapatkan pengenceran dua
(P"). Demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan pengenceran P-', P-' ,
P" dan pd. Pemupukan dilakukan dengan memipet masing-masing satu 1111
pengenceran p4, P-' dan P" ke dalam petridis dan ditambah dengan medium
agar sampai tertutup rata (10 - 12 ml), dihonogenkan dan dibiarkan agar
mengering. Cawan petri selanjutnya disimpan dalam inkubator suhu 37
"
C selama24 jam. Kemudian dilakukan penghitungan terhadap koloni yang tumbuh dari
masing-masing sampel.
Cara yang sama dilakukan untuk menentukan jumlah koliform, namun
perbedaannya pada setiap cawan petri setelah media agar me~nbeku di tuangkan
kembali media yang sama untuk ~nembuat lapisan ke dua (overlay). Media yang
digunakan adalah VRBA.
Pembuatan Bahan Olaban dari Susu
Pem buatan Susu ~asteurisasi
Susu yang akan dipasteurisasi adalah susu yang tidak mendapat periakuan dan
65°C selama 30 menit. Selanjutnya susu didinginkan dan dimasukkan kedalam
kantong plastik volume 100 ml ditutup dengan menggunakan sealer. Susu
t
pasteurisasi disimpan dalam lemari es dan dilakukan pengamatan terhadap pH,
derajat asam, total mikroba dan kandungan koliform setiap hari selama satu
minggu. t
Pembuatan susu pasteurisasi sangit bergantung terhadap hasil uji alkohol dari
sampel perlakuan maupun tanpa perlakuan. Selama hasil uji alkohol yang
dilakukan setiap 2 jam masih negatif, maka pembuatan susu pasteurisasi
dilakukan.
Pembuatan Yoghurt
Pembuatan yoghurt baik pada susu tanpa dan dengan perlakuan, diawali
dengan cara menurunkan kadar airnya sekitar 16 % dengan cara memanaskan susu
pada suhu 90°C selama 30 menit atau mempertahankan susu pada suhu tersebut
hingga volumenya tinggal213 dari awal. Susu yang dihasilkan didinginkan satnpai
suhu 40°C, dan diberi starter, yang terdiri dari S. tizermophillus dan L. bulgctricus
masing-masing dalam perbandingan yang sama, sebanyak 2 % dari total volume
susu. Selanjutnya susu dimasukkan ke dalarn kemasan steril (gelas plastik
bertutup) dan disimpan pada suhu karnar selama 24 jam. Pembuatan yoghurt
dilaksanakan secara aseptis. Pengamatan terhadap kualitzts yoghurt yang
dihasilkan meliputi pH, derajat asarn, total mikroba dan kandungan koliform,
IJji Organoleytik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap
produk yang dihasilkan. Khususnya dilakukan terhadap yoghurt yang berasal dari
susu dengan perlakuan dibandingkan dengan yang tidak mendapat perlakuan.
Parameter yang dinilai meliputi rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Indikator
penilaian menggunakan tujuh skala penerimaan yaitu (1) sangat kurangbaik, (2)
kurang baik, (3) agak kurang baik, (4) tidak berbeda, (5) agak lebih baik, (6) lebih
baik dan (7) sangat lebih baik
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (Steel clan Torri, 1993) dengan 4 perlakuan.
p = rataan umum
AI = Ulangan ke i
Bj = Konsentrasi ke j
Ck = lama penyimpanan ke k
(BC) jk = interaksi konsentrasi ke
j
dengan lama penyimpanaa ke kCijk = pengaruh galat ulangan ke I, dosis ke j dan lama penyimpanan ke k
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dan adanya perbedaan yang
HASTL
DAN
PEMBAHA$AN
Konsentrasi Thiosianat Awal dalam Susu
Konsentrasi thiosianat di dalam susu bervariasi tergantung kepada jenis pakan
yang dikonsu~nsi oleh sapi, karena thiosia~at dihasilkan dari berbagai jenis
glukosida yang terdapat di dalam pakan ternak (FAO, 1999).
Hasil analisis, di lapangan ~nenunjukkan bahwa konsentrasi thiosianat dalam
susu yang berasal dari sapi perah di wilayah Bogor rata-rata berkisar antara 1,02 -
1,89 p p ~ n (Tab+ 2). Anyka i n i jauh lcbih rendah jika dibandingkan dengan
kandungan thiosianat yang terkandung dalam susu di Kenya dan Sri Langka yaitu
sekitar 4 -5 p p d (FAO, 1999).
Tabel 2. Rataan konsentrasi thiosianat dalam susu di wilayah Bogor
Rendahnya kandungan thiosianat diduga karena kualitas pakan dan manajemen Lokasi
Kandang Fapet
Kebon Pedes
- - - --
Cibeureum
Kunak
Cilebut
pemeliharaan yang dilakukan peternak di Bogor berbeda dengan yang dilakukan
di kedua negara tersebut. Menurut FA0 (1999) konsentrasi thiosianat yang
terkandung di dalam susu sapi tergantung dari jer~is pakan yang diberikan dan Konsentrasi Thiosianat
( P P ~ )
[image:134.553.82.483.385.637.2]sistem ~emeliharaan yang baik. Dhegaskan kembali oleh F A 0 (1999), bahura
kandungan thiosianat dalain susu akan meningkat bila sapi mendapat pakan
hijauan terutama yang mengandung sianida seperti daun kubis.
Pengamatan terhadap perilaku peternak sapi perah di lapangan dala~n
memberikan pakan pada beberapa lokasi peternakan di wilayah Bogor,
menunjukkan adanya dua macam sistem pemeliharaan yaitu (1) sistern
pemeliharaan tradisional secara berkelompok dengan jumlah kepemilikan ternak
berkisar antara 5 - 10 ekor, dan (2) sistem pemeliharaan perusahaan perorangan
dengan jumlah kepemilikan bisa sampai 100 ekor sapi. Cara pemberian pakan dari
kedua macam sistem ini sama yaitu terdiri dari hijauan, konsentrat dan air. Hanya
sumber pakan yang berbeda bila peternak tradisional mendapatkan pakan dari
Koperasi Peternak Sapi ( U S ) , sedangkan perusahan perorangan membeli bahan
baku pakan dan menyusunnya sendiri. Jenis hijauan yang diberikan bermacam-
macam tergantung yang mereka peroleh saat itu dengan jumlah yang tidak tetap,
padahal menurut Diggins et ul. (1984) sapi yang sedang laktasi memerlukan
makanan yang baik dan dalam jumlah yang cukup untuk kelangsungan hidupnya,
persiapan kelahiran anak dan produksi susu.
Lebih lanjut dikatakan bahwa hijauan yang diberikan berupa daun kacang-
kacangan, hay, silase atau rum put segar yang berkualitas bai k. Manajemen
pemeliharaan masih sederhana, dan petugas pelaksana yang menangani
peternakan berbeda, peternak tradisional melibatkan seluruh anggota keluarga
dalam mengelola usaha peternakan sapinya, sedangkan perusahaan memanfaatkan
jasa orang lain yang diangkat menjadi karyawannya. Ada perbedaan dalam ha1
kebutuhan mengelola sapinya, sedangkan perusahaan umurnnya mereka memiliki
sumber air yang mampu menjainin icetersediaan air bersih untuk keperluan
perusahaannya.
Peranan Aktivator terhadap Kualitss
Susu
Pengaruh Aktivator terhadap Konsentrasi Thiosianat
Kandungan thiosianat dalam susu akan mempengaruhi daya tahan terhadap
kerusakan, karena keberadaan thiosianat, laktoperoksidase clan hidrogen peroksida
akan menimbulkan sifat bakteriostatik yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Namun karena rendahnya konsentrasi thiosianat dan hidrogen
peroksida di &lam susu, maka daya bakteriostatik ini akan melemah dalam
waktu 2 jam setelah pemerahan. Peningkatan aktivi~as bakteriostatik tersebut bisa
diperoleh dengan penambahan thiosianat dan hidrogen peroksida yang tcrdapat
dalam aktivator 1 dan aktivator 2. Pengaruh penambahan aktivator terhadap
[image:136.551.75.486.504.656.2]peningkatan konsentrasi thiosianat dapat dilihat pa& Tabel 3.
Tabel 3. Peningkatan konsentrasi thiosianat setelah penambahan aktivator
Rataan konsentrasi thiosianat awal dalam susu ymg digunakan sampel adalah
1,33 ppm. Penambahan aktivator memperlihatkan adanya kenaikan konsentrasi
thiosianat sejalan dengan jumlah aktivator yang diberikan. Pada perlakuan 1 (P 1 ) Perlakuan
F A 0
P 1
P2 Konsentrasi thiosianat awal (ppm) 4-5 1,33 1,33
I
P3/
1,33Na.perkarbonat +
Na.thiosianat (%)
0,003 + 0,0014 0,003
+
0,00140,004
+
0,OO 180,005
+
0,0023Konsentrasi thiosianat yang dihasilkan (ppm) 15 5,17 7,89 Peningkatan yang dicapai (ppm) 11-10 3,84 6,56
konsentrasi thiosianatnya 5,17 ppm, perlakuan 2 (P2) konsentrasinya 7,89 ppm
dan perlakuan 3 (P3) konsentrasinya 10,30 pym. Walaupun kenaikan yang
dicapai cukup tinggi, namun bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang
dilaporkan oleh F A 0 (1999) bahwa dengari penambahan 0.003 % natrium
perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat, m m p u meningkatkan konsentrasi
.
thiosianat menjadi 15 ppm, maka hasil ini masih lebih rendah bila dibandingkan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh FAO. Perbedaan ini terjadi karena
kondisi susu yang digunakan sampel penelitian berbeda dengan kondisi susu yang
dilaporkan oleh F A 0 (1999). Konsentrasi rhiosianat awal yang terkandung dalam
susu di lokasi penclitian I;AO (Kc~iya dan Sri Langka) berkisar antara 4-5 ppm
sedangkan konsentrasi awal dari susu yang digunakan pada sampel penelitian
rata-rata 1,33 ppm. Perbedaan yang sangat tinggi, diinana penambahan 0.005 %
Natrium perkarbonat + 0,0023 % Natrium thiosianat hanya marnpu menambah konsentrasi thiosianat menjadi 10,30 ppm.
Uji Alkohol
Uji alkohol biasa digunakan untuk menentukan stabilitas protein susu dan uji
ini sudah umuin dilakukan oleh para penampung susu maupun industri
pengolahan susu. Uji alkohol, secara tidak langsung dapat menentukan tingkat
keasaman atau perubahan-perubahan yang terjadi pada susu. Kestabilan sifat
koloidal protein susu tergantung dari mantel air yang menyelubungi butir-butir
protein, terutama kaseinnya: Alkohol yang berdaya dehidratasi, bila dicampurkan
ke dalarn susu akan mengikat ion hidrogen dari mantel air protein sehingga
protein terkoagulasi. Sernakin tinggi derajat asEm susu, semakin berkurang
susu yang sarna banyaknya. Uji a1 kohol dinyatakan positif bila memperli hatkan t
butiran yang menempel pada dinding tabung, yang berarti susu itu tidak layak
dikonsumsi. Nilai positif bagi uji alkohol diperkirakan memiliki derajat asam
sekitar 8,5'SH. Hasil uji alkohol pada susu dengan menggunakar, sistem
laktoperoksidase dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji alkohol susu setelah penambahan aktivator
K = Susu tanpa penambahan aktivator
PI = Susu + 0.003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat P2 = Susu + 0.004 % natrium perkarbonat + 0,001 8 % natrium thiosianat P3 = Susu + 0.005 % natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat
(-) = Uji negatif (susu masih layak dikonsumsi)
(+)= Uji positif (susu telah rusak/asam).
Waktu Penyimpanan (Jay), 2 4 6 8 10 12 14 16
Penyimpanan susu kontrol (tanpa penambahan aktivator) pada suhu ruang,
menunjukkan reaksi positif terhadap uji alkohol pada saat susu berumur 6 jam
Keterangan .
setelah pemerahan (Tabel 4). Dengan umur simpan yang sama pada susu yang K
(-1
(-) (+> (+> --- -( 1 )
(+I
(+I
(+>
mendapat perlakuan, penambahan aktivator 1 dan 2 inenunjukkan hasil uji alkohol P2
(-1
(-1
(-1(-1
(-1 (-1 (+) (+I P 1(-1
(-1 (-1 (-1 (-1 (-1 (+) (+Imasih negatif Reaksi positif diperlihatkan setelah disimpan selama 14 jam untuk P3
(-1
(-1
(-1(-1
(-) (-1 (-) (+>demikian mampu memperpanjang waktu penyimpanan susu tanpa pendingin
selama 8 jam untuk PI dan P2, sedangkan untuk P3 selama 10 jam. Hasil ini
sejalan dengan yang disampaikan oleh FA0 (1999), bahwa dengan penambahan
0.003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat kedalam susu segar
akan memperpanjang kesegaran susu tersebut selama 8 jam.
Berat Jenis
Berat jenis merupakan parameter yang biasa digunakan untuk mengetahui
kemurnian susu, karena berat jenis suatu zat merupakan perbandingan atau ratio
zat tersebut terhadap zat lain dalam volume yang sama. Susu mempunyai berat
jenis lebih tinggi daripada air, yaitu antara 1.0270 - 1.0330. Nilai berat jenis yang
ditetapkan oleh Codex susu minimal 1.0280. Hasil pengamatan terhadap
perubahan berat jenis setelah penalnbahan akfivator dapat dilihat pada Gambar I .
-
1.03 3 1.029 U).-
Ca, 1.028
-9 .c.
E
1.027d
1.026
2 4 6 8 10 12 14 16
Umur Penyimpanan (Jam)
Keterangan :
K = 'Susu tanpa penanbahan aktivatnr
[image:139.555.72.473.365.727.2]P1 = Susu + 0.003 % natrium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat P2 = Susu + 0.004 % natrium perkarbonat + 0,0018 % natrium thiosianat P3 = Susu + 0.005 % natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat
Berat jenis susu kontrol pa& awal penelitian adalah 1.0281, sedangkan
F
yang menda~at perlakuan (PI, P2, P3) semuanya sama yaitu 1.0284. Nilai berat
jenis susu yanC dijadikan sampel sudah sesuai dengan nilai minimum yang
$
disyaratkan oleh Codex.
Penurunan nilai berat jenis pada kontrol terjadi 2 jam setelah perlakuan,
sedangkan pada sampel yang mendapat perlakuan penurunan baru terdeteksi
setelah 4 jam penyimpanan. Pada akhir pengamatan yaitu 16 jam setelah
penyimpanan yang ditandai dengan uji alkohol positif, nilai BJ seluruh sampel
mengalami kenaikan dan berada antara 1.0286
-
1.0288.Pada susu yang baru diperah berat jenisnya belum stabil, karena terjadi
perubahan diantaranya kehilangan gas, akibat perbedaan suhu tubuh sapi dan suhu
lingkungan. Berdasarkan perhitungan sidik ragam nilai berat jenis antara kontrol
dan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penarnbahan aktivator
dalam jumlah yang sangat sedikit kedalam susu tidak menyebabkan perubahan
terhadap berat jenis susu tersebut.
Nilai pH dan Derajat Keasaman
Susu segar mengandung laktosa dan sedikit asam susu. Asam susu ini baru
terbentuk beberapa jam sesudah susu diperah, dan akan terakurnulasi dalain
jurnlah yang lebih banyak bila di dalam susu itu banyak ditemukan kuman asam
susu. Terlebih lagi bila susu dengan kandungan kuman asam susu yang tinggi
disimpan pada suhu kirmar untuk waktu yang lama, maka tingkat keasaman susu
akan mempengaruhi kctahanan susu tersebut. Perubahan nilai pH dan derajat
DH Derajat Asam
6.8 19
6.6 17
6.4 15
I 13
5
6.2 U)0 11
6 9
S.8 7
5.6 5
2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 Umur Penyimpanan (Jam) Umur Penyimpnnan (Jam)
-+K --a-Pl -+P2 *P3 +K +Pi +P2 *P3
Keterangan :
K = Susu tanpa penambahan aktivator
PI = Susu + 0.003 % na'rium perkarbonat + 0,0014 % natrium thiosianat
[image:141.547.68.490.70.458.2]P2 = Susu + 0.004 % n~trium perkarbonat + 0,0018 % natrium thiosianat P3 = Susu + 0.005 % natrium perkarbonat + 0,0023 % natrium thiosianat
Gambar 2. Nilai pH dan derajat. keasarnan susu pada berbagai perlakuan.
Susu yang rusak ditandai dengan perubahan p1-T nlenjadi turun, atau dengan
kata lain derajat keasaman meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
pH kontrol dan perlakuan tidak jauh berbeda ya~tu antara 6,67
-
6,71, sedangkanpH normal susu berada pada nilai 6,5 atau antara 6,3 - 6,75 (Sudarwanto, 1993).
Kondisi susu pada saat beru~nur 4 jam masih baik, ini terlihat dari uji alkohol
negatif dan pH 6,5, namun bila dilihat dari derejat keasaman awal susu kontrol
menunjukkan nilai 7,25 'SH, sedikit lebih tinggi dari ketentuan maximum ('odex
yaitu 7,O "SH.
Pada saat susu berumur 6 jam pH kontrol turun rnenjadi 6,43 lebih rendah dari
ketentuan