ASPEK EKONOMI
PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT SENGON
DI KABUPATEN SUKABUMI
OLEH :
HERMAN SETYAWAN
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
HERMAN SETYAWAN. Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN dan HARDJANTO. Kebutuhan kayu di Jawa yang semakin meningkat saat ini dihadapkan pada semakin menurunnya kualitas dan kuantitas hutan negara yang dapat mengancam kelestarian hutan dan pasokan hasil hutan berupa kayu. Salah satu sumber alternatif bagi pasokan kayu adalah dari pengusahaan hutan rakyat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat petani memilih kegiatan pengusahaan hutan rakyat sengon, menganalisis kontribusi hasil hutan rakyat terhadap total pendapatan petani pemiliknya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan petani, mempelajari saluran dan marjin pemasaran, serta struktur pasar kayu sengon.
Praktek pengusahaan hutan rakyat sengon secara umum masih menggunakan cara-cara yang sederhana. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan yaitu faktor total pendapatan nyata pada taraf 2,4% ; keanggotaan dalam kelompok tani nyata pada taraf 1 1,6% ; luas pemilikan sawah nyata pada taraf 13,0% dan kelerengan lahan nyata pada taraf 27,3%. Hal yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap pengarnbilan keputusan petani adalah motif ekonomi dan faktor budaya.
Kontribusi pendapatan dari hutan rakyat sengon 2,84% dari total pendapatan petani. Kontribusi terbesar diperoleh dari pendapatan non pertanian sebesar 54,06% dan dari pertanian non hutan rakyat sengon sebesar 43,10%.
Pendapatan dari non hutan rakyat sengon per KK dan luas hutan rakyat sengon per KK secara statistik berpengaruh nyata terhadap total pendapatan petani pada tingkat kepercayaan 99%.
Di tingkat petani pemasaran kayu sengon hasil hutan rakyat sebagian besar dilakukan dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang pengumpul. Terdapat delapan saluran pemasaran kayu sengon. Saluran pemasaran yang paling mengun- tungkan bagi petani adalah saluran pemasaran kesatu (% keuntunganlbiaya = 23 I%), yaitu; Petani -(KO)+ Konsumen Kayu Olahan. Sedangkan saluran pemasaran yang menguntungkan bagi semua pelaku pemasaran yaitu pada salwan pemasaran ketiga
(%
k/b
= 144,46%) : Petani -(KB)+ Pedagang Pengumpul -(KO)+ Pedagang Pengecer -(KO)+ Konsumen Kayu OlahanSURAT
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ASPEK EKONOMI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT SENGON
DI KABUPATEN SUKABUMI
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 1 $ Pebruari 2002
~ e r m a n ' Setvawan
ASPEK EKONOMI
PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT SENGON
DI KABUPATEN SUKABUMI
OLEH :
HERMAN SETYAWAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon Di Kabupaten Sukabumi
Nama Mahasiswa : Herman Setyawan Nomor Pokok : 98220
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Menyetuj ui
,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dudunn Darusman, M.A. Ketua
2. Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
-
Prof. Dr.Ir.Dodi Nandika. MS.Mengetahui,
Ir. Hardianto, MS, Anggota
Program Pascasarjana
PRAKATA
Puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang telah membimbing penulis sehingga pada
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan thesis ini dengan baik. Banyak peristiwa dan cobaan yang telah terjadi selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
Alhamdullillah semuanya dapat penulis lalui.
Ungkapan terima kasih yang teramat dalam terutama ingin penulis dedikasikan
kepada istri dan anak tercinta Sri Wahyuni dan Anggara Putra Pratama serta kedua
orang tua penulis, Bapak Soekarrnan dan Ibu Soejatni yang dengan segala kasih
sayang, kedekatan dan perhatiannya telah sangat membantu penulis melalui masa-
masa pendidikan di program pasca sarjana IPB ini serta memberikan do'a dan
dorongan semangat agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis
haturkan kepada yang terhormat bapak-bapak dosen pembimbing thesis penulis,
terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA yang telah sangat
banyak memberikan kesempatan dan waktunya kepada penulis sedari awal studi di program pasca sarjana untuk berkonsultasi dan memohon bimbingan dan saran, baik
untuk kepentingan studi maupun di luar studi dengan segala keramahan, kekeluargaan
dan penuh kesabaran.
Juga kepada Bapak Ir. Hardjanto, MS penulis menyampaikan rasa terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala keluangan waktu yang selalu
tanpa bimbingan dan arahan Bapak, semua ini mungkin tidak tenvujud. Semoga amal dan budi baik bapak-bapak mendapat pahala yang setinggi-tingginya dari Allah
S WT.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Dinas
Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Sukabumi beserta petugas penyuluh lapangan kehutanan yang telah memberikan bantuan data, tenaga dan akomodasi selama penulis melakukan penelitian di wilayah Kabupaten Sukabumi serta atas
keramahan dan rasa kekeluargannya.
Akhirnya tak kalah pentingnya kepada teman-teman seangkatan penulis
selama mengikuti perkuliahan di program pasca sarjana IPB, sahabat yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, yang telah membantu penulis pada saat kesulitan, atas
jasa-jasa dan budi baiknya penulis sampaikan terima kasih dan semoga mendapat
pahala yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa thesis ini masih jauh dari sempurna. Namun
demikian penulis berharap semoga thesis ini berguna dan bermanfaat bagi siapa saja
yang membutuhkannya.
Bogor, Pebruari 2002
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
...
vi.
.
...
DAFTAR GAMBAR vii
...
...
DAFTAR LAMPIRAN VIII
...
PENDAHULUAN - 1
Latar Belakang
...
1...
Perurnusan Masalah -6
...
Kerangka Pemikiran -7
...
Tujuan Penelitian 9
...
Hipotesis -9
...
TINJAUAN PUSTAKA 10
...
Hutan Rakyat 1 0
Tinjauan tentang kayu sengon (Paraserianthes falcataria)
...
13Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Rakyat
...
14...
Pendapatan Pengusahaan Hutan Rakyat 16
...
Pasar dan Struktur Pasar 17
...
Saluran Pemasaran dan Margin Pemasaran 19
...
METODE PENELITIAN 21
...
Lokasi dan Waktu Penelitian -21
...
Sumber Data 21
...
Metode Pengambilan Contoh -22
Batasan dan Pengertian (Terrninologi)
...
22...
Analisis Data -23
...
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
...
Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat 27
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat
... 33
...
Pendapatan Petani dari Pengusahaan Hutan Rakyat 38
Saluran dan Margin Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Sengon
...
42...
Struktur Pasar 50
KESIMPULAN DAN SARAN
...
-55...
Kesimpulan - 5 5
Saran
...
56DAFTAR PUSTAKA
...
-58...
DAFTAR TABEL
[image:19.568.79.500.69.770.2] [image:19.568.59.502.86.737.2]Halaman
...
Karakteristik dan Struktur Pasar 18
Tabel Regresi Logistik Faktor-faktor Yang Diduga Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam Penentuan Pilihan
...
34...
Rata-rata Pendapatan Petani Contoh Per Tahun 38
Tabel Koefisien Regresi Berganda Faktor-faktor Yang Diduga
...
Mempengaruhi Pendapatan Petani 40
Tabel Anova Persamaan Regresi Berganda Faktor-faktor YangDiduga
...
Mempengaruhi Pendapatan Petani 41
Margin (Biaya dan Keuntungan) Pemasaran Kayu Sengon per m3
...
48Pangsa Pasar dan Indeks Herfmdahl Seluruh Pedagang Pengumpul
...
Kayu Sengon 1
DAFTAR GAMBAR
Halaman
...
1
.
Kerangka Pikir Penelitian 82
.
Saluran Pemasaran Kayu Hasil Hutan Rakyat...
43DAFTAR LAMPIRAN
...
1
.
Peta Kabupaten Sukabumi 62...
2
.
Identitas Petani Responden -633
.
Data Luas Kepemilikan Lahan (ha)...
664
.
Rekapitulasi Hasil Wawancara Mengenai Persepsi Petani Terhadap...
Usahatani Hutan Rakyat 69
5
.
Hasil Analisis Model Logit...
716
.
Rata-rata Total Pendapatan Petani dan Pendapatan dari Hutan Rakyat...
Sengon 72
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan pesatnya laju pembangunan ekonomi dan perhunbuhan penduduk ternyata menimbulkan dampak baik positif dan negatif terhadap hutan.
Kebutuhan terhadap lahan untuk pemukiman, industri, pertanian, perkebunan dan
pengalihan kawasan hutan untuk peruntukan lainnya telah menyebabkan hutan negara
menjadi cenderung semakin menyempit. Selain itu dengan meningkatnya permintaan
kayu dan kurang efisiennya pemanfaatan kayu juga mendorong terjadinya
penebangan yang berlebih dan melebihi daya regenerasi hutan tersebut.
Kawasan hutan yang semakin banyak yang mengalami kerusakan, semakin
terasanya kekurangan hasil hutan berupa kayu dari kawasan hutan negara, semakin
menurunnya biodiversitas, laju perluasan lahan kritis dan lahan tidak produktif
semakin tinggi per tahunnya.
Hutan sebagai salah satu sumberdaya alarn yang dapat diperbaharui
(renewable) mempunyai manfaat dan fungsi yang multiguna bagi m a t manusia.
Menurut Pearce dan Turner (1990), hutan dapat dikelola secara lestari sepanjang walctu apabila berpegang pada dua prinsip. yaitu (1) pemanfaatannya tidak melebihi
daya regenerasinya dan (2) selalu mengendalikan jumlah aliran limbah ke
lingkungan, sama atau lebih kecil dari daya asimilasinya.
Jika hutan tidak dikelola secara baik dan bertanggungjawab akan sangat
menimbulkan malapetaka bagi manusia berupa kekeringan di musim kemarau, banjir di musim hujan, kesuburan lahan yang semakin menurun dan tidak produktif serta terganggunya sistem keseimbangan lingkungan. Apabila batas kritis ekologi hutan
dilanggar akan mengakibatkan kerusakan pada tumbuh-tumbuhan, margasatwa, tanah, sumberdaya air, iklim mikro, prasarana serta struktur sosial ekonomi tradisional, bahkan dalam keadaan tertentu tidak dapat dipulihkan lagi (Maydell diacu
dalam Steinlin, 1983).
Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk terpadat yang hanya
memiliki luas total hutan sebesar
+
3 juta ha atau 2,5% dari luas total di Indonesia.Menurut Soeryohadikoesoemo (1980) dengan jumlah penduduk yang paling padat,
diduga bahwa kebutuhan kayu di P. Jawa adalah sekitar 9 juta m3 dan pada tahun
2000 diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 23 juta m3. Selanjutnya
dinyatakan bahwa pada tahun 2000, produksi kayu Perurn Perhutani diperkirakan
mencapai 1,5 juta m3. Dari data tersebut, terlihat bahwa hutan yang dimiliki negara
tidak mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen.
Sedangkan Nasendi (1984) memproyeksikan demand kayu di wilayah Jawa
pada 2020 sebesar 199,110 juta m3/tahun sedangkan potensi supply wilayah Jawa
sebesar 18,953 juta m3/tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan kayu sebanyak itu, tidak mungkin dipenuhi oleh
produksi kayu di Jawa saja (Perhutani), maka peran kayu dari luar Jawa dan kayu
rakyat yang berasal dari hutan rakyat sangat dibutuhkan. Kayu rimba dari luar Jawa
dalam Soeryohadikoesoemo (1980) mencapai 2,s juta m3 dan akan meningkat sekitar
12 juta m3 pada tahun 2000. Dari hutan rakyat diharapkan dapat diproduksi sebanyak 8,7 juta m3 / tahun atau sekitar 25% dari produksi hutan alam, yang berarti bahwa masyarakat diberikan kepercayaan besar untuk ikut serta dalam memproduksi kayu
untuk kebutuhan konsumsi kayu Indonesia.
Perum Perhutani (1995) menyatakan bahwa di Pulau Jawa, sebanyak 70-90
persen kebutuhan kayu pertukangan dan kayu bakar di penuhi dari hasil hutan rakyat. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Suyana (1976) bahwa kayu rakyat yang beredar di
pasaran di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat setiap tahun mencapai 87,60 persen dari
jumlah volume kebutuhan penduduk atau dari volume perdagangan kayu.
Terjadinya peningkatan permintaan kayu untuk berbagai keperluan yang tidak
diiringi oleh peningkatan produksi kayu dari hutan alam serta di lain pihak pada saat
ini cukup banyak terdapat lahan kritis dan lahan tidur akan menciptakan peluang bagi
pengembangan hutan rakyat.
Upaya pemenuhan kebutuhan hasil hutan dan konservasi sumberdaya hutan
dan lingkungan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan ha1 yang
tidak bisa ditawar lagi. Salah satu alternatif yang mempunyai prospek yang baik
adalah pengembangan kegiatan pengusahaan hutan rakyat. Alasan-alasan yang dapat
mendukung kegiaan pengembangan hutan rakyat antara lain :
1. Kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat,
baik manfaat langsung maupun manfaat yang secara tidak langsung dapat
dirasakan. Manfaat yang langsung dapat dirasakan antara lain pemenuhan
kerja pedesaan dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan. Sedangkan
manfaat yang tidak secara langsung dirasakan (manfaat ekologis), antara lain berupa peningkatan kesuburan lahan, penanggulangan erosi, pengaturan tata air suatu wilayah daerah aliran sungai (APHI, 1995).
2. Potensi kayu yang &pat dihasilkan dari kawasan hutan rakyat yang telah ada saat ini diperkirakan sebanyak 8,71 juta m3 per tahun atau sekitar 22,7% dari total
produksi nasional pephut, 1994).
3. Bentuk-bentuk hutan rakyat pada umumnya sudah dikenal masyarakat pedesaan, namun tingkat pemanfaatannya masih belum optimal atau masih relatif sangat
rendah, baik dari segi silvikultur biofisik maupun dari segi sosial ekonominya.
4. Hak kepemilikan (property right) atas tanahllahan hutan rakyat yang jelas
mendorong pemiliknya untuk memanfaatkan, memelihara dan menjaganya
dengan lebih baik.
Lembaga Penelitian IPB (1986) mengemukakan bahwa hutan rakyat
mempunyai peranan ymg penting diantaranya adalah (1) meningkatkan pendapatan
masyarakat, (2) memanfaatkan secara maksimal dan lestari lahan-lahan yang tidak
produktif, (3) menghasilkan kayu bakar, (4) menghasilkan kayu bahan bangunan dan
bahan baku industri, (5) membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis, (6) menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, sayuran dan pakan
ternak, dan (7) membantu peresapan air di tempat-tempat recharge area.
Hutan rakyat sebagai salah satu sumber penghasil kayu rakyat telah dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat petani pemilik hutan rakyat baik secara fmasial maupun
Apabila pengusahaan hutan rakyat dapat berjalan dengan baik, maka akan
tercipta peluang untuk memenuhi kebutuhan kayu tanpa harus mengeksploitasi hutan negara secara berkelebihan. Selanjutnya juga dapat mengurangi tekanan terhadap
hutan negara baik berupa penebangan liar, perambahan lahan hutan, maupun proses degradasi sumberdaya hutan. Selain itu dengan terbentuknya hutan-hutan rakyat yang memenuhi azas kelestarian hutan dan kelestarian usaha akan mendukung
tenvujudnya pembangunan pedesaan yang benvawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
Menurut Simon (1995) keberhasilan pembangunan hutan rakyat, akan
memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan nasional dalam bentuk
(1) meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan ikutan, (2) memperluas kesempatan
kerja dan aksesibilitas di pedesaan, (3) memperbaiki sistem tata air dan meningkatkan
perlindungan permukaan tanah dari gangguan erosi, (4) meningkatkan proses penguraian oksida karbon (C02) dan polutan lainnya di udara karena adanya proses
fotosintesis di permukaan bumi, (5) proses fotosintesis juga menjaga agar kadar
oksigen di udara tetap pada tingkat yang menguntungkan bagi makhluk hidup, dan (6)
dapat menyediakan habitat yang dapat menjaga keragaman hayati (biodiversitas) flora
dan fauna.
Dengan demikian hut& rakyat pada dasarnya merupakan penvujudan
penyatuan yang serasi antara hutan dan masyarakat sebagai upaya untuk peningkatan
Perurnusan Masalah
Hal yang perlu dicermati dalam kaitannya dengan produksi kayu di Indonesia adalah mengenai semakin menipisnya sumberdaya hutan. Adanya permintaan kayu
yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan kayu yang bisa disupply dari hutan negara, menyebabkan hams dicari alternatif / penganekaragaman sumber kayu.
Di sisi lain semakin banyak lahan-lahan marginal yang kurang produktif yang
dibiarkan terlantar. Dalam mengatasi ha1 tersebut pemerintah banyak menganjurkan
para pemilik lahan untuk memanfaatkan lahannya untuk pembangunan hutan rakyat
sebagai alternatif penghasil kayu.
Sebagai sumber pendapatan, kelestarian hutan rakyat sangat tergantung kepada
pasar yang ada dan kepada motivasi para petani lahan kering untuk membangun dan memelihara hutan rakyat secara teratur. Upaya untuk meningkatkan pendapatan
petani yang umumnya masih tergolong miskin memerlukan pemahaman seksama dan
mendalam dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat setempat,
termasuk pola kehidupan dan sumber mata pencaharian lainnya di hutan rakyat
karena bagi masyarakat, hutan rakyat hanyalah merupakan pelengkap dari
keseluruhan sumber penghasilan dan biasanya ditanam di tanah-tanah yang tidak subur bagi tanaman pangan (Haerurnan, 1994).
Faktor pasar dan pemasaran merupakan faktor penting dalam pengusahaan
hutan rakyat. Dari pemasaran ini petani berkesempatan untuk memperoleh
buruknya sistem pemasaran hasil hutan rakyat sengon akan sangat menentukan pendapatan yang diperoleh petani dari pengusahaan hutan rakyat sengon.
Berdasarkan ha1 tersebut di atas, maka dalam penelitian beberapa ha1 yang
ingin dikaji antara lain : (1) Bagaimana praktek pengusahaan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang berperanan dalam menentukan pilihan untuk mengusahakan hutan rakyat, (2) berapa besar bagian sumbangan
pendapatan dari hutan rakyat sengon terhadap total pendapatan rumah tangganya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, (3) bagaimana saluran pemasaran
kayu rakyat sengon, (4) bagaimana struktur pasar yang terjadi dalam perdagangan
kayu rakyat sengon, (5) berapa biaya pemasaran dan marjin pemasaran dalarn
perdagangan kayu rakyat sengon.
Kerangka Pemikiran
Kebutuhan kayu di Jawa yang semakin meningkat saat ini dihadapkan pada
semakin menurunnya kualitas dan kuantitas hutan negara yang dapat mengancam
kelestarian hutan dan pasokan hasil hutan berupa kayu. Salah satu sumber alternatif
bagi pasokan kayu adalah dari pengusahaan hutan rakyat.
Pengusahaan hutan rakyat di Jawa selain memiliki faktor pendukung juga
menghadapi beberapa kendala antara lain kepemilikan lahan per KK sempit, ke- pemilikan terdiri dari banyak orang, pemilik lahan HR lebih mengutamakan pe-
nanaman tanaman semusim.
Dalam pembangunan hutan rakyat, karena sifatnya yang jangka panjang maka
pengusahaan hutan rakyat. Untuk itu diperlukan adanya tinjauan mengenai pengusahaan hutan rakyat khususnya tentang kontribusi hutan rakyat terhadap pen- dapatan total petani dan tata niaga kayu hasil hutan rakyat. Secara ringkas kerangka
Kendala :
+
Kepemilikan lahan /KK sempit
+
Kepemilikan terdiri dari banyak orang+
Pemilik Lahan HRlebih mengutamakan penanaman tanaman semusim.
pemikiran dalam penelitian ini sebagaimana disajikan dalam diagram berikut.
Ekologi Ekonomi Kelembagaan
I
Kegiatan Studi Faktor-faktor insentif?
Dampak :
+
Produktivitas menurun+
Biodiversitas menurun+
Lahan kritis meningkat+
Erosi, banjir, ke-keringan meningkat
+
Keseimbanganlingkungan hidup terganggu Kondisi :
+
Potensi Demand >Potensi Supply
+
Inefisiensi+
Perarnbahan hutan+
Penjarahan hutan+
Over eksploitation+
Pemahaman nilai penting surnber daya hutan kuranPendapatan dari hutan rakyat ?
Saluran Pemasaran? Margin Pemasaran? Struktur Pasar?
Kondisi dan Dampak Pemanfaatan Hutan
Negara di Jawa
Pendukung :
[image:29.561.78.510.97.714.2]+
Potensi yang adaGambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
,...
,
cukup besar
+
Memberikan manfaat ganda yang besar+
Sudah lama dikenaloleh masyarakat petani
+
Hak kepemilikan jelasv
V
. . . . .. . .
,
PengusahaanTujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat petani mernilih kegiatan pengusahaan hutan rakyat sengon,
2. Menganalisis kontribusi hasil hutan rakyat terhadap total pendapatan petani pemiliknya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan
petani,
3. Mempelajari saluran clan marjin pemasaran, serta struktur pasar kayu sengon.
Hipotesis
1. Pemasaran kayu sengon yang mudah dan ketersediaan tenaga kerja dalarn
keluarga merupakan faktor pendorong petani memilih kegiatan pengusahaan
hutan rakyat sengon.
2. Kontribusi pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat masih kecil terhadap total
pendapatan petani pemiliknya.
3. Struktur pasar dalam tata niaga kayu sengon di Kabupaten Sukabumi bukan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Pengertian hutan rakyat pada dasarnya dapat berbeda-beda tergantung pada lawas yang diberikan terhadap batasan hutan rakyat. Menurut Suyana (1976),
pengertian hutan rakyat tidaklah sama dengan hutan dengan hutan komunal yang
dirniliki masyarakat adat seperti yang terdapat di Sumatera, Kalimantan dan wilayah
hukum adat yang lain, serta hutan swapraja seperti yang terdapat di Yogyakarta dan
Swakarta. Sedangkan Alrasjid (1979) mendefinisikan hutan rakyat sebagai hutan
yang dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan milik yang ditanami pohon,
yang pembinaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh badan
usaha seperti koperasi, dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang sudah
digariskan pemerintah.
Hutan rakyat adalah hutan yang hunbuh di atas tanah yang dibebani hak milik
maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk
tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pa& tahun pertama sebanyak minimal
500 tanaman setiap hektar (Dephut, 1999).
Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya hutan rakyat dapat
digolongkan ke dalam bentuk-bentuk hutan rakyat murni, hutan rakyat campuran, dan
hutan rakyat dengan sistem wanatani atau tumpang sari (Dephut, 1990).
Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman
mumi lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan pengawasannya namun dari segi silvikultur bentuk hutan rakyat mumi mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya mudah dan peka terhadap serangan hama penyakit dan gangguan alam seperti angin. Dari segi ekonomi hutan rakyat murni kurang fleksibel, tidak ada
diversifikasi komoditas, sehingga ketahanan ekonominya kurang karena tergantung
hanya pada satu jenis komoditas saja dan resiko yang besar.
Hutan rakyat campuran adalah hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara carnpwan. Dari segi silvikultur bentuk hutan ini
lebih baik daripada hutan rakyat murni. Hutan rakyat campuran lebih tahan terhadap
serangan hama penyakit dan gangguan alam (angin). Selain itu dapat mengurangi
terjadinya persaingan penggunaan zat hara oleh akar dan penggunaan cahaya
matahari. Dari segi ekonomi, hutan rakyat campuran memiliki ketahanan dan
fleksibilitas yang lebih tinggi, karena terdapat diversifikasi komoditas secara
horisontal dan dan resiko yang lebih kecil sehingga tidak tergantung pada satu jenis komoditas saja.
Hutan rakyat dengan sistem wanatani merupakan hutan rakyat yang
mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya seperti
perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi.
Hutan rakyat dengan sistem wanatani berorientasi kepada optimalisasi pemanfaatan
lahan, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Bentuk hutan seperti ini mempunyai
daya tahan terhadap hama penyakit dan angin. Secara ekonomi, bentuk hutan ini
memberikan keuntungan ganda melalui pemanenan bertahap yang
mengakibatkan nilai ekonomi diperoleh semakin tinggi dan penyerapan tenaga kerja
semakin banyak dan berkelanjutan.
Hutan rakyat dapat juga dibedakan menjadi dua jenis yaitu hutan rakyat
tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional adalah hutan yang dibangunlditanam diatas tanah milik dan atas inisiatif pemiliknya sendiri tanpa ada
subsidi atau bantuan pemerintah. Sedangkan hutan rakyat inpres adalah hutan rakyat yang dibangun melalui kegiatan atau program bantuan (Lembaga Penelitian IPB,
1986).
Menurut Balai Informasi Pertanian (1982), hutan rakyat memiliki ciri-ciri khas
sebagai berikut :
1. Tidak merupakan suatu kawasan yang kompak, tetapi terpencar-pencar di antara
lahan peruntukan lainnya.
2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi bisa terpadu atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman perkebunan rumput pakan ternak dan
tanaman pangan.
Sedangkan pengusahaan hutan rakyat menurut Hardjanto (2000), memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani
masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah.
2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prisnip usaha dan
prinsip kelestarian yang baik.
3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya carnpuran, yang
4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan
sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total.
Tinjauan tentang kayu sengon (Paraserianthes falcataria)
Sengon yang dalam bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria, terrnasuk
farnili Mimosaceae, keluarga petai-petaian. Kadang-kadang sengon disebut pula "albisia". Di Indonesia sengon memiliki beberapa nama daerah seperti sebagai
berikut :
Jawa : Jeunjing, jeunjing laut (Sunda), klabi, sengon landi, sengon laut atau
sengon sabrang.
Maluku : Seia (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate) dan gosui (Tidore)
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon
adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30 - 40 meter dan diameter
batang sekitar 70 - 80 cm. Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp,
kertas dan lain-lain.
Batang sengon twnbuh tegak lurus. Kulit luar batangnya licin d m berwarna
kelabu keputih-putihan. Kayu sengon mempunyai serat membujur dan berwarna
putih. Di lokasi penelitian ditemukan dua varietas sengon yaitu yang berkayu putih dan putih kemerah-merahan.
Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung yang tidak rimbun
kecil-kecil dan mudah rontok. Daunnya yang mudah rontok itu justru cepat
meningkatkan kesuburan tanah.
Akar sengon relatif menguntungkan dibandingkan akar pohon lainnya. Akar tunggangnya cukup kuat menembus ke dalam tanah. Semakin besar pohonnya
semakin dalam akar tunggangnya menembus ke dalam tanah. Sementara itu, akar
rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun atau sernrawut dan tidak menonjol ke
permukaan tanah. Akar rambut tersebut justru dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu di sekitar pohon sengon akan menjadi
subur (Santoso, 1993).
Sengon termasuk jenis yang cepat tumbuh tanpa memerlukan tindakan
silvikultur yang nunit dan berkembang dengan baik pada tanah yang relatif kering,
agak lembab bahkan di daerah tandus. Di daerah tropis seperti Indonesia. dapat
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang lembab dengan tipe iklim A, B dan C
menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (Griffoen, 1954 diacu dalam Alrasjid,
1973). Kecepatan pertumbuhan jenis ini ditunjukkan dengan produksi kayunya yang
dapat mencapai 156 m3 per hektar pada saat benunur 6 tahun (Alrasjid, 1973).
Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Rakyat
Biaya adalah satuan-satuan nilai yang dikorbankan untuk proses produksi.
Pengorbanan ini hanya merupakan biaya, jika nilai yang dikorbankan mempunyai
nilai ekonomis yang bertujuan untuk memprodusir barang-barang atau jasa
Selanjutnya Adikoesoemah (1982) menyatakan bahwa biaya dapat dibagi
dalam kategori-kategori biaya yang diklasifikasikan :
1. Pengorbanan dan biaya dari bahan baku dan bahan baku penolong,
2. Pengorbanan dan biaya dari alat-alat produksi tahan lama, 3. Pengorbanan dan biaya dari tanah,
4. Pengorbanan dan biaya dari tenaga kerja manusia,
5 . Pengorbanan dan biaya dari pemberian jasa-jasa,
6. Pajak.
Menurut Hernanto (1989) ada dua kategori atau pengelompokan biaya yaitu :
a. Biaya tetap, dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu
masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain : pajak tanah,
pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian dan lain sebagainya.
b. Biaya Variabel atau biaya-biaya berubah. Besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Tergolong dalam kelompok ini antara lain : biaya
untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, biaya pengolahan tanah
baik yang berupa kontrak atau upah harian.
Dalam pengusahaan hutan rakyat, petani hutan rakyat sengon pada umumnya
menjual hasil hutannya berupa kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang
perantara (tengkulak). Oleh karena itu maka biaya pemanenan, pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran tidak ditanggung oleh petani melainkan ditanggung oleh
biaya sewa tanah, pengadaan barang modal (peralatan) pengadaan bibit, tenaga kerja (buruh), pupuk, obat-obatan pembasmi hama dan penyakit, bunga modal dan pajak.
Pendapatan Pengusahaan Hutan Rakyat
Menurut Worrel(1959) pendapatan yang diperoleh dari suatu proses produksi
tergantung dari ;
1. Jumlah barang yang dihasilkan tiap jenis dan kualita,
2. Harga tiap satuan dari masing-masing jenis dan kualita.
Pendapatan rumah tangga umurnnya tidak berasal dari satu sumber, tetapi
dapat berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. BPS (1993) menyatakan bahwa
pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja,
tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan dan lain-lain. Bahkan kadang
penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar dari pendapatannya dari
pertanian.
Pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat diperoleh dari penjualan dari hasil
hutan rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar. Untuk menghitung
besarnya pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat dapat didasarkan pada
banyaknya rata-rata panen dari bentuk produk pohon berdiri per satuan luas dikalikan
dengan harga yang berlaku saat itu.
Menurut Sumarta (1 963), besarnya pendapatanlpenerimaan dari pengusahaan
hutan rakyat belum merupakan indikator bagi besarnya keuntungan yang diperoleh
yang dikeluarkan. Besarnya keuntungan pengusahaan hutan rakyat tergantung pada
faktor-faktor lokasi (ekonomi) clan kesuburan tanah, cara pembinaan, jenis tanaman campuran dan harga hasil produksinya.
Pasar dan Struktur Pasar
Azzaino (1 98 1) mendefinisikan pasar antara lain sebagai berikut ;
1 Pasar adalah suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli.
2. Pasar sebagai suatu tempat dimana penawaran dan permintaan membentuk
suatu harga tertentu.
3. Pasar adalah suatu keadaan terbentuknya suatu harga dan terjadinya
pemindahan hak milik dari produk tertentu.
Pasar dalam teori ekonomi berarti pertemuan atau perpotongan kurva
permintaan dan penawaran. Titik perpotongan kedua kurva tersebut akan
menentukan harga pasar dan jumlah produk yang diperjualbelikan (Azzaino, 198 1).
Sementara itu menurut Hirshleifer (1985), perpotongan antara kurva-kurva
permintaan dan penawaran menentukan nilai-nilai keseimbangan dari harga dan
jumlah yang dipertukarkan. Selanjutnya dinyatakan pula, apabila permintaan naik,
harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan keduanya naik. Apabila penawaran
naik, jumlah kesimbangan naik tetapi harga keseimbangan turun.
Dari sudut pandang seorang konsumen, pasar terdiri dari produsen darimana
konsumen itu dapat membeli produk tertentu. Dari sudut pandang seorang produsen,
pasar terdiri dari pembeli-pembeli dan kepada orang itu dapat dijual suatu produk
Struktur pasar menurut Caves (1976), mempunyai beberapa unsur utama yaitu antara lain konsentrasi penjual atau pembeli barang, deferensiasi produk, hambatan
terhadap masuknya suatu perusahaan baru dalam suatu industri, tingkat pertumbuhan pemintaan pasar, elastisitas harga pasar dan rasio biaya tidak tetap terhadap biaya tetap untuk jangka pendek.
Harnmond dan Dahl (1977) menyatakan ada empat karakteristik untuk
membedakan struktur pasar yaitu : (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) pandangan
pembeli terhadap sifat produk, (3) kondisi keluar masuk pasar, (4) tingkat
pengetahuan seperti biaya, harga dan kondisi pasar di antara partisipan. Karakteristik
masing-masing pasar dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. Karakteristik dun Struktur Pasar
Karakteristik Struktur Pasar
Jumlah Perusahaan Sifat Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Banyak Standarblomogen Persaingan Murni Persaingan Murni Banyak Diferensiasi Persaingan Monopolistik Persaingan Monopolistik Sedikit Standarblomogen Oligopoli Murni Oligopoli Murni
Sedikit Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi
Satu Unik Monopoli Monopsoni
Sumber : Hammond dan Dahl, 1977
Untuk mengukur tingkat konsentrasi dapat digunakan berbagai alat pengukur.
Alat pengukur yang terpenting dan banyak dipergunakan adalah rasio konsentrasi.
Rasio konsentrasi adalah suatu ukuran yang didasarkan pada besarnya prosentase penjualan empat buah (atau kadang-kadang delapan buah) perusahaan terbesar dari
suatu industri tertentu. Bila jumlah penjualan empat buah perusahaan terbesar
tersebut melebihi 40 % dari seluruh penjualan barang maka dikatakan bahwa dalam
Derajat atau tingkat konsentrasi pasar dapat dijelaskan secara kuantitatif berdasarkan suatu indeks yang diperkenalkan Herfindahl (1950) diacu dalam
Clarkson dan Miller (1983), sebagai berikut :
dimana :
H = Indeks Herfmdahl; Jika H mendekati satu, berarti yasar terkonsentrasi ;
jika H = 1 berarti pasar monopoli dan jika H mendekati no1 berarti pasar semakin kompetitif
Xi = Volume penjualan (m3) yang dikuasai pedagang ke-i (i = 1,2,
...
n). n =jumlah pedagang T = Total volume penjualan
Saluran Pemasaran dan Margin Pemasaran
Saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan produsen untuk
menyalurkan produknya kepada konsumen. Dalam proses penyaluran produk dari
petani hingga ke tangan konsumen memiliki banyak alternatif saluran pemasaran dan
melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang merupakan badan yang
menyelenggarakan kegiatan dan fimgsi pemasaran. Produk-produk yang melalui
beberapa lembaga pemasaran akan mengalami peningkatan harga. Peningkatan harga
ini terjadi karena adanya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pendistribusian
dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga pemasaran. Biaya-biaya
yang digunakan oleh lembaga pemasaran ditujukan untuk melakukan fimgsi
pemasaran yang akan dapat meningkatkan kegunaan bentuk, waktu dan tempat dari
Secara umum lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pendistribusian produk dari fungsi pemasaran dari podusen ke konsumen adalah pedagang
pengumpul sampai pedagang besar.
Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses barang dari
produsen ke konsumen akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di antara tingkat produsen dan konsumen akhir dan semakin besar pula harga yang hams
dibayar oleh konsumen akhir. Perbedaan harga tersebut disebut margin pemasaran.
Menurut Tomek dan Robinson (1997), margin pemasaran terdiri atas dua
bagian. Bagian pertama merupakan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang diterima petani. Bagian kedua margin pemasaran merupakan
biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan
penawaran dari jasa-jasa pemasaran tersebut. Defmisi pertarna menggambarkan
margin pemasaran sebagai perbedaan harga yang sederhana antara kurva permintaan asal (primary demand) dan permintaan'turunan (derived demand) untuk setiap bagian
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada beberapa desa penelitian. Penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara
sengaja (purposive sampling), sebagai berikut ;
1. Tingkat kecamatan, dipilih tiga kecarnatan yang merupakan kecarnatan yang
memiliki areal hutan rakyat terluas.
2. Tingkat desa, dipilih masing-masing dua desa untuk setiap kecamatan dengan
kriteria sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah rumah tangganya adalah
petani yang memiliki lahan untuk pengusahaan hutan rakyat.
Penelitian lapang dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan Mei 2000
sampai dengan bulan Juni 2000.
Sumber Data
Sumber data yang dikurnpulkan untuk penelitian ini berasal dari data primer
dan sumber data sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif.
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan perlengkapan daftar
pertanyaan kepada petani, pedagang serta pengolah kayu hasil hutan rakyat dan
observasi langsung ke lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor
Statistik, Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Sukabumi. Data primer
pendidikan, umur, jumlah keluarga, jenis pekerjaan selain pengusahaan hutan rakyat, pengeluaran dan pendapatan. Pendapatan dan pengeluaran diukur dalam satuan rupiah. (2) Data pendapatan petani baik dari hutan rakyat maupun bukan dari hutan rakyat. Pendapatan petani dari hutan rakyat berupa hasil penjualan pohon sengon.
Pendapatan petani diukur dalam rupiah. (3) Biaya pemanenan dan pengolahan kayu
hutan rakyat (4) Harga kayu bulat dan kayu olahan sengon pada tingkat petani sampai
pengolah (5) Saluran pemasaran kayu sengon (6) Volume penjualan kayu sengon.
Metode Pengambilan Contoh
Populasi yang diambil dalarn penelitian ini adalah rumah tangga petani yang
mengusahakan hutan rakyat dan pedagang serta pengolah kayu hasil hutan rakyat. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive.
Jumlah contoh rumah tangga petani yang diambil sebanyak 10 rumah tangga
pada tiap-tiap desa. Untuk pedagang pengumpul atau tengkulak (dari dalam desa)
masing-masing diambil2 orang.
Batasan dan Pengertian (Terminoiogi)
1. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik
yang terdiri dari pohon berkayu yang diusahakan secara monokultur atau campuran, baik yang ditanam atas usaha sendiri maupun dengan bantuan
pemerintah.
2. Hutan rakyat murni adalah areal hutan rakyat yang seluruhnya ditanami kayu-
3. Hutan rakyat campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan
tanaman kayu-kayuan yang dicampur dengan tanaman pertanian dengan perbandingan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50%.
4. Kayu rakyat adalah komoditas utama yang berasal dari hutan rakyat yang
berupa pohon berkayu yang ditanam oleh pemiliknya atau tumbuh secara alami.
5 . Pemasaran kayu rakyat adalah penjualan kayu rakyat dalam bentuk tertentu
(pohon berdiri, kayu bulat, kayu olahan).
6. Pendapatan pengusahaan hutan rakyat adalah pendapatan yang diperoleh dari
penjualan kayu rakyat, khususnya sengon.
7. Penelitian ini menitik beratkan pada hutan rakyat dengan jenis tanaman sengon
(Paraserianthes falcataria). Dengan demikian istilah hutan rakyat dalam
penelitian ini mengandung pengertian hutan rakyat dengan jenis tanaman
sengon.
Analisis Data
1. Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat
Untuk melihat gambaran praktek pengusahaan hutan rakyat dilakukan analisis
deskriptif terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan
kuesioner. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksudkan disini adalah
meliputi pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama penanaman
sengon, sumber ide penanaman sengon, sumber bibit sengon dan pemeliharaan
perhatian terhadap perkembangan harga kayu sengon dan keanggotaan dalam kelompok tani.
2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap
pengusahaan hutan rakyat
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menentukan pilihan atau pengambilan keputusan terhadap pengusahaan hutan
rakyat sengon digunakan analisis regresi logistik (logit). Model logit dapat digunakan untuk menganalisis peluang seseorang memilih option tertentu
(Gasperz, 199 1).
Faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai korelasi dalam pengambilan
keputusan terhadap pengusahaan hutan rakyat sengon yang akan diamati antara
lain adalah :
XI
= Total pendapatan petani (Rp/thn)X2 = Luas sawah per keluarga petani (ha)
X3
= Luas kebun campur per keluarga (ha)X4
= Jumlah tenaga ke rja per keluarga (orang)Xs = Kelerengan lahan kebun campur milik petani (%)
X6
= Keanggotaan dalam kelompok taniModel logit untuk mengetahui peluang petani dalam pemilihan pengusahaan
hutan rakyat sengon adalah sebagai berikut;
1
~ ( i ) =
---
,
dimana 1+
e-"Keterangan :
P(i) = Peluang petani memilih untuk mengusahakan hutan rakyat
Zi = Pengusahaan hutan rakyat
P O
= IntersepPj = Koefisien regresi (j = 1,2,
...,
5)Xk = Faktor ke-k (k=1,2,
...,
5)3. Analisis Pendapatan Petani
Analisis pendapatan petani meliputi pendapatan petani baik dari hutan rakyat
sengon maupun berasal dari non hutan rakyat. Analisis ini juga menghitung
kontribusi pendapatan dari hutan rakyat terhadap total pendapatan rumah tangga
petani untuk memperoleh garnbaran bagaimana peranan pengusahaan hutan
rakyat sengon terhadap kehidupan ekonomi rumah tangga petani. Selanjutnya
untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan
petani dilakukan analisis regresi.
Model persamaan regresi untuk total pendapatan petani adalah sebagai berikut ;
Keterangan :
YT
= Total pendapatan petani per kepala keluargaP O = Intersep
pj = Koefisien regresi (j = 1,2
...,
5)X1 = Pendapatan dari hutan rakyat sengon per KK X2 = Pendapatan dari non hutan rakyat sengon per KK X3 = Luas kepemilikan lahan per KK
X4 = Luas sawah per KK
X5 = Luas hutan rakyat sengon per KK
4. Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar dapat dilihat dengan melihat derajat konsentrasi pasar dengan
menggunakan pendekatan indeks Herfindahl. Indeks ini akan mengukur tingkat
kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut ;
dimana :
H = Indeks Herfmdahl; Jika H mendekati satu, berarti pasar terkonsentrasi ;
jika H = 1 berarti pasar monopoli clan jika H mendekati no1 berarti pasar semakin kompetitif
Xi = Volume penjualan kayu rakyat sengon (m3) yang dikuasai pedagang ke- i (i = 1,2,
...
n). n = jumlah pedagang kayu sengonT = Total volume penjualan kayu rakyat sengon (m3)
Selain dengan menggunakan pendekatan indeks Herfmdahl, struktur pasar juga
akan dianalisis secara deskriptif.
5. Analisis Saluran Pemasaran
Untuk melihat peranan masing-masing pelaku pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran kayu rakyat sengon di daerah penelitian, dilakukan analisis saluran pemasaran secara deskriptif.
6. Analisis Marjin Pemasaran
Untuk menghitung marjin pemasaran, rurnus yang digunakan sebagai berikut :
dimana :
M = Marjin pemasaran (Rp.Im3).
Mj = Marjin pemasaran (Rp.Im3) lembaga pemasaran ke-j (j = 1,2,
...,
m); m=jumlah lembaga pemasaran yang terlibat.Cij = Biaya pemasaran ke-i (Rp.Im3) lembaga pemasaran ke-j (j = 1,2,
...,
m); n=j&nlah jenis pembiayaanHASIL DAN PEMBAHASAN
Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat
Untuk mengetahui praktek pengusahaan hutan rakyat sengon dilakukan wawancara kepada 60 orang petani responden dengan bantuan daftar pertanyaan (kuesioner). Rekapitulasi hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Pengalaman Mengusahakan Hutan Rakyat.
Sebagian besar petani responden yaitu sebanyak 37 orang (61,7%) mengaku
mempunyai pengalaman mengusahakan hutan rakyat selama lebih dari 10 tahun.
Sedangkan 18 orang (30,0%) mengaku berpengalaman selarna 5 sampai dengan
10 tahun dan 5 orang (8,3%) berpengalaman selama 3 sampai dengan 5 tahun. Selanjutnya ketika ditanyakan apakah dalam jangka waktu tersebut terus
menerus mengusahakan hutan rakyat, mayoritas responden (57 orang, 95,0%)
menjawab ya, sedangkan sisanya (3 orang ; 5%) menjawab tidak.
Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat petani di Kabupaten Sukabumi sudah cukup lama memiliki pengalaman dalam
pengusahaan hutan rakyat sengon. Jika petani memperoleh kesan yang baik
selama mengusahakan hutan rakyat sengon, ha1 ini akan semakin memperkuat
keinginan untuk terus mengusahakan hutan rakyat sengon di masa-masa
2. Alasan Memilih Sengon
Alasan responden memilih sengon dalam pengusahaan hutan rakyat ternyata cukup bervariasi. Dari rekapitulasi hasil wawancara alasan terbanyak memilih
sengon adalah karena mudah dijual (18 orang ; 30,0%). Kemudian berturut- turut adalah karena gampang ditanarnldipelihara (17 orang ; 28,3 %), cepat
tumbuh (17 orang ; 28,3 %), baik untuk konservasi tanah (4 orang ; 6,7%),
mudah mencari bibitlbenih (2 orang ; 3,3%) dan karena ikut-ikutan orang lain (2
orang ; 3,3%).
Hasil diatas menunjukkan bahwa alasan ekonomi yaitu karena mudah dijual
yang menjadi alasan utama mengapa pohon sengon dipilih sebagai komoditi
dalam pengusahaan hutan rakyat tersebut. Proses penentuan jenis tanaman pada
pengusahaan hutan rakyat juga dipengaruhi oleh pasar. Permintaan pasar terhadap kayu sengon di Kabupaten Sukabumi baik untuk kebutuhan bahan
bangunan maupun untuk bahan baku industri cukup tinggi. Oleh karena itu sangat masuk aka1 jika petani menyatakan memilih jenis sengon karena mudah
dijual.
3. Tujuan Utama Penanaman Sengon.
Dari 60 orang responden, ternyata memiliki tujuan utama yang cukup beragam
dalam penanaman sengon. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 48
orang (80%) menanam sengon untuk dijual kayunya, 8 orang (13,3%) untuk
keperluan sendiri, 2 orang (3,3%) untuk konservasi tanah dan masing-masing 1
orang (1,7%) hanya sekedar untuk tanaman sampingan dan hanya asal menanam
Hasil tersebut di atas menggambarkan bahwa para petani di Kabupaten
Sukabumi ternyata sudah berorientasi ekonomi dalam penanaman sengon. Keputusan petani tersebut diantaranya didukung oleh pemasaran yang mudah. Di Sukabumi para petani tidak perlu bersusah payah menawarkan hasil hutan
rakyatnya berupa kayu sengon karena banyak pedagang pengumpulltengkulak yang datang sendiri untuk membeli kayu sengon tersebut. Selain itu faktor
permintaan kayu sengon yang kontinyu baik untuk bahan bangunan maupun
untuk bahan baku industri juga ikut mendukung.
4. Asal Ide Untuk Menanam Sengon
Mayoritas responden mengakui bahwa ide untuk menanam sengon adalah
berasal dari kemauannya sendiri (43 orang ; 7 1,7%). Selanjutnya sebanyak
9 orang (15%) mengikuti anjuran pemerintah, 5 orang (8,3%) melanjutkan
warisan orang tua, dan 3 orang (5%) ikut-ikutan orang lain.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran petani untuk menanami lahannya
dengan jenis pohon kehutanan sudah cukup tinggi. Kemauan tersebut memang
sebagian besar didorong oleh motif ekonomi, namun ha1 tersebut juga
mempunyai dampak dalam membantu upaya pencegahan erosi lahan dan upaya
rehabilitasi lahan kritis serta bisa meningkatkan produktivitas lahan. 5. Asal Bibit Yang Ditanam
Untuk mengetahui darimana responden memperoleh bibit yang ditanam,
diberikan 4 empat alternatif jawaban dari pertanyaan yang diajukan yaitu dari
pemerintah, membeli, membuat persemaian sendiri atau dari perrnudaan alam.
(32 orang ; 53,3%), disusul dengan membeli (16 orang ; 26,7%), dari
pemerintah (8 orang ; 13,3%) dan dari permudaan alam (4 orang ; 6,7%).
Hasil wawancara menunjukkan petani di Sukabumi dalam ha1 pengadaan bibit sengon untuk keperluan pembangunan hutan rakyat telah cukup mandiri.
6. Pemeliharaan Tanaman Sengon
Agar diperoleh produksi kayu yang optimal, tanaman sengon haruslah dipelihara
dengan baik dan teratur. Untuk mengetahui ha1 tersebut diajukan pertanyaan
dengan tiga alternatif jawaban yaitu sering dan teratur, kadang-kadang dan tidak
pernah. Sebanyak 40 orang responden (66,7%) menjawab melakukan pemeliharaan hanya kadang-kadang, 19 orang (3 1,7%) menjawab sering dan
teratur, dan sebanyak 1 orang (1,7%) menjawab tidak pernah.
Pada umumnya petani responden sudah mengetahui bahwa untuk memperoleh
hasil kayu sengon yang baik perlu dilakukan pemeliharaan tanaman seperti
pemupukan, pendangiran, penjarangad pemangkasan dan pemberantasan hama
dan penyakit. Tetapi karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu sering
menyebabkan kegiatan pemeliharaan tanaman sengon kurang mendapat
perhatian.
7. Pemanenan Hasil Kayu Sengon
Dari empat alternatif pilihan jawaban, sebagian besar responden (46 orang ;
76,7%) ternyata memanen sengonnya dan dijual dalam bentuk pohon masih
berdiri, ditebang sendiri dan dijual dalam bentuk kayu bulat sebanyak 7 orang
bentuk kayu olahan sebanyak 1 orang (1,7%) serta untuk dipakai sendiri sebanyak 2 orang (3,3%).
Mayoritas responden memilih memanen sengonnya dan dijual dalam bentuk pohon masih berdiri antara lain dikarenakan : (1) tidak menanggung biaya
pemanenanlpenebangan, (2) tidak perlu mengeluarkan biaya pemasaran
karena biaya penebangan, pembagian batang, pengangkutan dan pemasaran
menjadi tanggungan pedagang pengumpul, (3) tidak ikut menanggung biaya
kerusakan kayu / penyusutan yang dikarenakan kayu tidak memenuhi
persyaratan pasar, (4) bisa memanfaatkan sisa-sisa tebangan yang tidak diambil
pedagang pengumpul sebagai kayu bakar, hijauan makanan ternak maupun pupuk hijau.
8. Waktu Menebang atau Menjual Sengon
Mayoritas responden menjawab bahwa menebang atau menjual pohon sengon pada saat butuh uang, walaupun harganya murah dan belwn masak tebang
(43 orang ; 71,7%), bila sudah masak tebang dan harganya tinggi (14 org ;
23,3%), bila harganya tinggi walaupun belum masak tebang (3 org ; 5,0%) dan
bila sudah masak tebang walaupun harganya rendah (0 org ; 0,0%).
Dari jawaban para responden terlihat bahwa petani memposisikan pohon sengon
hutan rakyat mereka sebagai tabungan yang dapat "dicairkan" sewaktu-waktu pada saat mereka membutuhkan uang.
Keputusan petani untuk menjual pohon hasil hutan rakyat sengon sebagian besar
didasarkan karena adanya kebutuhan uang tunai yang pada saat itu dihadapi,
hari raya atau tambahan biaya untuk hajatan. Pohon-pohon tersebut oleh petani
responden lebih dilihat sebagai "tabungan" yang pada saat diperlukan dapat ditebang dan dijual. Atas dasar kebiasaan petani hutan rakyat maka dikenal
istilah "daur butuh" (Hardjanto, 2000).
9. Perhatian Terhadap Perkembangan harga Kayu Sengon
Mengikuti perkembangan harga kayu sengon diperlukan untuk menentukan saat
yang tepat untuk menjual kayu agar diperoleh harga yang paling
menguntungkan. Dari responden yang diwawancarai, ternyata 24 orang (40,0%)
menyatakan tidak pernah memperhatikan perkembangan harga kayu sengon, 23
orang (3 8,3%) kadang-kadang memperhatikan perkembangan harga kayu
sengon dan 13 orang (2 1,7%) selalu memperhatikan perkembangan harga kayu
sengon.
Meskipun sebenarnya petani hutan rakyat sengon sangat berkepentingan dengan
informasi harga ini, namun hanya 21,7% saja yang selalu memperhatikan
perkembangan harga kayu sengon. Hal ini bukan karena petani tidak mau
memperhatikan perkembangan harga melainkan karena memang inforrnasi
tersebut sulit diakses oleh petani. Sedangkan petani yang memperhatikan
perkembangan harga kayu sengon memperoleh informasi tersebut dari pedagang
kayu sengon yang kadang kala informasi tersebut terlambat dan bias karena
adanya unsur kepentingan pada diri pedagang kayu sengon tersebut.
seringkali memperoleh harga jual yang lebih murah dari harga pasar yang berlaku saat itu.
10. Keanggotaan Dalam Kelompok Tani
Mengenai keanggotaan dalam kelompok tani, 22 orang (36,7%) mengaku
menjadi anggota clan masih aktif sampai sekarang, 19 orang (31,7%) pernah menjadi anggota namun sudah tidak aktif lagi, 18 orang (30,0%) tidak pernah
menjadi anggota kelompok tani walaupun di desanya terdapat kelompok tani
dan hanya 1 orang (1,7%) yang tidak pernah menjadi anggota dan tidak mengerti tentang kelompok tani.
Petani responden sebagian besar menyebutkan alasan utama menjadi anggota
kelompok tani tani adalah untuk menambah pengetahuan clan wawasan dalam
melaksanakan kegiatan usaha tani. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh
kelompok tani hutan rakyat antara lain (a). mengadakan pertemuan anggota dibawah bimbingan Petugas Penyuluh Kehutanan, (b). membuat persemaian
tanaman penghijauan, (c). membuat sarana konservasi tanah, (d). mengikuti
pelatihan baik yang bersifat teknis usahatani hutan rakyat maupun administratif.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Terhadap
Pengusahaan Hutan Rakyat
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong para petani memilih usaha
hutan rakyat dilakukan analisis regresi logistik (Logit) terhadap faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan. Faktor-
kepemilikan sawah (X2), luas kepemilikan kebun campur (X3), jumlah tenaga kerja dalam keluarga (X4), kelerengan lahan (X5) dan keanggotaan dalam kelompok tani (X6). Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Minitab disajikan dalam
lampiran 5 dan ringkasannya disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2. Tabel Regresi Logistik Faktor-faktor Yang Diduga Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam Penentuan Pilihan
Hasil uji G untuk persamaan tersebut di atas menghasilkan nilai G = 11,595
dengan nilai P = 0,072 menunjukkan bahwa secara bersama-sama seluruh penduga berpengaruh terhadap respon secara signifikan pada taraf nyata 10%.
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, ternyata faktor total pendapatan (XI)
nyata pada taraf 2,4% ; keanggotaan dalam kelompok tani (X6) nyata pada taraf
1 1,6% ; luas pemilikan sawah (X2) nyata pada taraf 13,0% dan kelerengan lahan (X5)
nyata pada taraf 27,3%.
Dari perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa petani di wilayah Sukabumi,
jika pendapatannya semakin besar cenderung akan lebih besar peluangnya untuk
terjun ke dalam pengusahaan hutan rakyat. Pada bagian lain dalam tulisan ini
dijelaskan bahwa kontribusi pendapatan petani terbesar disumbangkan dari pedapatan
batu, karyawan dan sebagainya. Aktivitas mencari penghasilan di luar sektor
pertanian tersebut menyebabkan pemilik lahan kekurangan waktu dan tidak cukup punya kesempatan untuk mengurus lahan pertaniannya secara intensif. Supaya lahan pertanian tersebut bisa tetap menghasilkan tetapi dengan intensitas pengurusan dan curahan tenaga kerja yang sedikit maka lahan tersebut digunakan untuk
mengusahakan hutan rakyat. Pengusahaan hutan rakyat relatif kurang intensif
dibandingkan usaha tani lainnya. Selain itu karena sifat pengusahaan hutan rakyat
sengon yang berjangka panjang dan diperlukan modal yang cukup. Sementara di lain pihak pengusahaan hutan rakyat saat ini masih dianggap hanya sebagai tabungan,
sehingga untuk mengusahakan hutan rakyat diperlukan surnber pendapatan rutin lain
untuk keperluan hidup sehari-hari.
Faktor keanggotaan dalam kelompok tani (X6) menunjukkan bahwa jika
petani masuk menjadi anggota kelompok tani semakin besar peluang untuk masuk
dalam pengusahaan hutan rakyat. Petani yang menjadi anggota kelompok tani tersebut memperoleh lebih banyak informasi mengenai pengusahaan hutan rakyat dari
petugas penyuluh kehutanan dibandingkan dengan yang bukan anggota. Informasi
tersebut antara lain mengenai jenis-jenis pohon hutan rakyat, teknis pembibitan,
teknis penanaman, pemeliharaan dan sebagainya. Dengan bekal informasi tersebut
petani terdorong untuk terjun mengusahakan hutan rakyat. Dengan demikian
kegiatan penyuluhan melalui kelompok tani lebih efektif mendorong petani
mengusahakan hutan rakyat.
untuk masuk dalam pengusahaan hutan rakyat. Keadaan tersebut antara lain
disebabkan karena petani punya kecenderungan lebih suka memanfaatkan lahannya untuk pertanian jangka pendek karena hasil panen dari sawah yang bisa dinikmati lebih cepat dibandingkan apabila lahannya digunakan untuk pengusahaan hutan
rakyat dengan jangka waktu yang lebih lama. Selain itu pengusahaan sawah adalah
usahatani intensif yang memerlukan curahan tenaga kerja yang lebih banyak, dan jika
beralih ke pengusahaan hutan rakyat yang kurang intensif, maka akan terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja.
Faktor kelerengan lahan
(X5)
ternyata juga menjadi salah satu faktor yang ikutmempengaruhi pengambilan keputusan dalam pengusahaan hutan rakyat. Kelerengan
lahan berkaitan dengan usaha konservasi. Pada penelitian ini, semakin besar
kelerengan lahan petani cenderung menanami lahannya dengan tanaman keras berupa
hutan rakyat sengon. Hal ini oleh petani dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
tanah longsor pada lahan mereka.
Pada faktor jumlah tenaga kerja dalam keluarga
(X4)
diperoleh kontanta yangnegatif yang berarti semakin banyak jumlah tenaga kerja dalam keluarga, semakin
mengecil kemungkinan untuk masuk dalam pengusahaan hutan rakyat. Demikian juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah tenaga kerja dalam keluarga, semakin besar
kemungkinan untuk masuk dalam pengusahaan hutan rakyat. Pengusahaan hutan
rakyat adalah usaha tani yang yang bersifat kurang intensif, tidak memerlukan
curahan tenaga kerja dalam jumlah banyak secara terus menerus.
Hal-ha1 lain yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap pengambilan
Kegiatan pengusahaan hutan rakyat sengon di Kabupaten Sukabumi sudah membudaya dan merupakan upaya melanjutkan kegiatan turun menurun yang telah
dilakukan oleh generasi sebelumnya. Masyarakat Sukabumi juga sudah terbiasa menggunakan kayu sengon untuk bahan bangunan, perabot rumah tangga atau peti sehingga masyarakat di sana menanam pohon sengon selain kayunya untuk
kebutuhan sendiri maupun untuk diperjualbelikan.
Dalam perdagangan kayu sengon para petani di Sukabumi tidak perlu bersusah
payah menawarkan hasil hutan rakyatnya berupa kayu sengon karena banyak
pedagang pengurnpuVtengkulak yang datang sendiri untuk membeli kayu sengon
tersebut. Selain itu faktor permintaan kayu sengon yang kontinyu baik untuk bahan bangunan maupun untuk bahan baku industri juga ikut mendukung.
Faktor iklim dan kesuburuan tanah di Sukabumi diperkirakan juga
berpengaruh dan mendorong petani untuk lebih mengarahkan kegiatannya ke hutan
rakyat. Hardjanto (2000) menyatakan bahwa keberadaan hutan rakyat juga
dipengaruhi oleh kualitas lahan, dimana semakin marginal kualitas lahan, cenderung
semakin besar untuk menjadi hutan rakyat.
Faktor iklim yang relatif kering dan kesuburan tanah ini membuat kegiatan
pertanian jangka pendek sulit berkembang. Petani di Sukabumi beranggapan bahwa
pertanian intensif banyak memerlukan biaya dan tenaga. Di sisi lain mereka tidak
memiliki modal yang cukup untuk membiayainya. Oleh karena itu mereka lebih
mengarahkan kegiatan pertaniaan mereka dengan menanam jenis pepohonan yang
perawatannya tidak rumit, tidak memerlukan biaya dan tenaga yang banyak serta
Hal tersebut di atas lebih didukung lagi dengan faktor pasar. Di kabupaten
Sukaburni memasarkan hasil hutan rakyat sengon bukanlah merupakan ha1 yang sulit. Banyak pedagang dan industri yang bersedia membeli kayu sengon petani setiap saat. Kondisi ini membuat petani yang menganggap usaha hutan rakyat sengon ini sebagai
tabungan dapat segera menjual pohonlkayu sengonnya pada saat mereka membutuhkan uang tunai.
Pendapatan Petani dari Pengusahaan Hutan Rakyat
Untuk kontribusi pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat sengon terhadap
pendapatan rumah tangga petani berikut disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3. Rata-rata Pendapatan Petani Contoh Per Tahun
Dari tabel 3 tersebut, terlihat besarnya rata-rata pendapatan petani dari hutan
rakyat sengon per tahun tertinggi di desa Bojong Galing sebesar Rp. 1.787.653,- yang
menyumbang sebanyak 6,59% dari total pendapatan per tahun. Sedangkan terendah
terdapat di desa Cileungsing sebesar Rp. 67.657,- yang menyumbang hanya sebesar
0,72% dari total pendapatan per tahun. Secara keseluruhan rata-rata pendapatan dari
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pendapatan dari non pertanian (RpIth) 8.516.000 6.05 1.200 9.075.300 8.286.170 8.632.000 15.744.600 9.384.212 Desa Gn.Tanjung Cileungsing Cidadap Buniwangi Bj. Kerta Bj. Galing Rata-rata Total Pendapatan
( R P W
15.360.770 9.379.157 14.470.504 20.134.471 17.678.072 27.133.653 17.359.438 Pendapatan
dari HR sengon (Rplth) 1 12.270 67.657 368.680 383.401 241.147 1.787.653 493.468 % 0,73 0,72 2,55 1,90 1,36 6,59 2,84 Pendapatan dari Non HR
hutan rakyat sengon hanya menyumbang sebanyak 2.84% dari total pendapatan per tahun.
Perbedaan pendapatan dari hutan rakyat sengon tersebut diduga disebabkan
karena perbedaan jumlah pohon sengon dan produktivitas lahan yang dimiliki oleh masing-masing petani. Petani yang memiliki pohon sengon yang lebih banyak, tentu
akan memperoleh pendapatan dari hutan rakyat sengon yang lebih besar.
Sedangkan besarnya kontribusi pendapatan dari hutan rakyat sengon terhadap
pendapatan total petani saling berkaitan satu dengan yang lain. Di Kabupaten
Sukaburni pada umumnya belum merupakan mata pencaharian pokok petani pemilik
hutan rakyat. Dari responden yang diwawancarai yang mengganggap pekerjaan
pokoknya bertani hanyalah 36,67% sedangkan sisanya pekerjaan pokoknya adalah
berdagang, tukang ojek, tukang kayu, wiraswasta, buruh, karyawan dan sebagainya
(lampiran 2).
Dari hasil penelitian ini secara rata-rata kontribusi pendapatan dari hutan
rakyat sengon hanya 2,84% dari total pendapatan. Dari angka ini ternyata hutan
rakyat sengon bukanlah merupakan sumber pendapatan andalan dan hanya
merup