• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon Di Kabupaten Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon Di Kabupaten Sukabumi"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

ASPEK EKONOMI

PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT SENGON

DI KABUPATEN SUKABUMI

OLEH :

HERMAN SETYAWAN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

HERMAN SETYAWAN. Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN dan HARDJANTO. Kebutuhan kayu di Jawa yang semakin meningkat saat ini dihadapkan pada semakin menurunnya kualitas dan kuantitas hutan negara yang dapat mengancam kelestarian hutan dan pasokan hasil hutan berupa kayu. Salah satu sumber alternatif bagi pasokan kayu adalah dari pengusahaan hutan rakyat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat petani memilih kegiatan pengusahaan hutan rakyat sengon, menganalisis kontribusi hasil hutan rakyat terhadap total pendapatan petani pemiliknya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan petani, mempelajari saluran dan marjin pemasaran, serta struktur pasar kayu sengon.

Praktek pengusahaan hutan rakyat sengon secara umum masih menggunakan cara-cara yang sederhana. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan yaitu faktor total pendapatan nyata pada taraf 2,4% ; keanggotaan dalam kelompok tani nyata pada taraf 1 1,6% ; luas pemilikan sawah nyata pada taraf 13,0% dan kelerengan lahan nyata pada taraf 27,3%. Hal yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap pengarnbilan keputusan petani adalah motif ekonomi dan faktor budaya.

Kontribusi pendapatan dari hutan rakyat sengon 2,84% dari total pendapatan petani. Kontribusi terbesar diperoleh dari pendapatan non pertanian sebesar 54,06% dan dari pertanian non hutan rakyat sengon sebesar 43,10%.

Pendapatan dari non hutan rakyat sengon per KK dan luas hutan rakyat sengon per KK secara statistik berpengaruh nyata terhadap total pendapatan petani pada tingkat kepercayaan 99%.

Di tingkat petani pemasaran kayu sengon hasil hutan rakyat sebagian besar dilakukan dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang pengumpul. Terdapat delapan saluran pemasaran kayu sengon. Saluran pemasaran yang paling mengun- tungkan bagi petani adalah saluran pemasaran kesatu (% keuntunganlbiaya = 23 I%), yaitu; Petani -(KO)+ Konsumen Kayu Olahan. Sedangkan saluran pemasaran yang menguntungkan bagi semua pelaku pemasaran yaitu pada salwan pemasaran ketiga

(%

k/b

= 144,46%) : Petani -(KB)+ Pedagang Pengumpul -(KO)+ Pedagang Pengecer -(KO)+ Konsumen Kayu Olahan
(13)

SURAT

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

ASPEK EKONOMI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT SENGON

DI KABUPATEN SUKABUMI

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 1 $ Pebruari 2002

~ e r m a n ' Setvawan

(14)

ASPEK EKONOMI

PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT SENGON

DI KABUPATEN SUKABUMI

OLEH :

HERMAN SETYAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tesis : Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon Di Kabupaten Sukabumi

Nama Mahasiswa : Herman Setyawan Nomor Pokok : 98220

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Menyetuj ui

,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dudunn Darusman, M.A. Ketua

2. Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

-

Prof. Dr.Ir.Dodi Nandika. MS.

Mengetahui,

Ir. Hardianto, MS, Anggota

Program Pascasarjana

(16)

PRAKATA

Puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang telah membimbing penulis sehingga pada

akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan thesis ini dengan baik. Banyak peristiwa dan cobaan yang telah terjadi selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

Alhamdullillah semuanya dapat penulis lalui.

Ungkapan terima kasih yang teramat dalam terutama ingin penulis dedikasikan

kepada istri dan anak tercinta Sri Wahyuni dan Anggara Putra Pratama serta kedua

orang tua penulis, Bapak Soekarrnan dan Ibu Soejatni yang dengan segala kasih

sayang, kedekatan dan perhatiannya telah sangat membantu penulis melalui masa-

masa pendidikan di program pasca sarjana IPB ini serta memberikan do'a dan

dorongan semangat agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

Rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis

haturkan kepada yang terhormat bapak-bapak dosen pembimbing thesis penulis,

terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA yang telah sangat

banyak memberikan kesempatan dan waktunya kepada penulis sedari awal studi di program pasca sarjana untuk berkonsultasi dan memohon bimbingan dan saran, baik

untuk kepentingan studi maupun di luar studi dengan segala keramahan, kekeluargaan

dan penuh kesabaran.

Juga kepada Bapak Ir. Hardjanto, MS penulis menyampaikan rasa terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala keluangan waktu yang selalu

(17)

tanpa bimbingan dan arahan Bapak, semua ini mungkin tidak tenvujud. Semoga amal dan budi baik bapak-bapak mendapat pahala yang setinggi-tingginya dari Allah

S WT.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Dinas

Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Sukabumi beserta petugas penyuluh lapangan kehutanan yang telah memberikan bantuan data, tenaga dan akomodasi selama penulis melakukan penelitian di wilayah Kabupaten Sukabumi serta atas

keramahan dan rasa kekeluargannya.

Akhirnya tak kalah pentingnya kepada teman-teman seangkatan penulis

selama mengikuti perkuliahan di program pasca sarjana IPB, sahabat yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, yang telah membantu penulis pada saat kesulitan, atas

jasa-jasa dan budi baiknya penulis sampaikan terima kasih dan semoga mendapat

pahala yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa thesis ini masih jauh dari sempurna. Namun

demikian penulis berharap semoga thesis ini berguna dan bermanfaat bagi siapa saja

yang membutuhkannya.

Bogor, Pebruari 2002

(18)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

vi

.

.

...

DAFTAR GAMBAR vii

...

...

DAFTAR LAMPIRAN VIII

...

PENDAHULUAN - 1

Latar Belakang

...

1

...

Perurnusan Masalah -6

...

Kerangka Pemikiran -7

...

Tujuan Penelitian 9

...

Hipotesis -9

...

TINJAUAN PUSTAKA 10

...

Hutan Rakyat 1 0

Tinjauan tentang kayu sengon (Paraserianthes falcataria)

...

13

Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Rakyat

...

14

...

Pendapatan Pengusahaan Hutan Rakyat 16

...

Pasar dan Struktur Pasar 17

...

Saluran Pemasaran dan Margin Pemasaran 19

...

METODE PENELITIAN 21

...

Lokasi dan Waktu Penelitian -21

...

Sumber Data 21

...

Metode Pengambilan Contoh -22

Batasan dan Pengertian (Terrninologi)

...

22

...

Analisis Data -23

...

HASIL DAN PEMBAHASAN 27

...

Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat 27

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat

... 33

...

Pendapatan Petani dari Pengusahaan Hutan Rakyat 38

Saluran dan Margin Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Sengon

...

42

...

Struktur Pasar 50

KESIMPULAN DAN SARAN

...

-55

...

Kesimpulan - 5 5

Saran

...

56

DAFTAR PUSTAKA

...

-58

...

(19)

DAFTAR TABEL

[image:19.568.79.500.69.770.2] [image:19.568.59.502.86.737.2]

Halaman

...

Karakteristik dan Struktur Pasar 18

Tabel Regresi Logistik Faktor-faktor Yang Diduga Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam Penentuan Pilihan

...

34

...

Rata-rata Pendapatan Petani Contoh Per Tahun 38

Tabel Koefisien Regresi Berganda Faktor-faktor Yang Diduga

...

Mempengaruhi Pendapatan Petani 40

Tabel Anova Persamaan Regresi Berganda Faktor-faktor YangDiduga

...

Mempengaruhi Pendapatan Petani 41

Margin (Biaya dan Keuntungan) Pemasaran Kayu Sengon per m3

...

48

Pangsa Pasar dan Indeks Herfmdahl Seluruh Pedagang Pengumpul

...

Kayu Sengon 1

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

...

1

.

Kerangka Pikir Penelitian 8

2

.

Saluran Pemasaran Kayu Hasil Hutan Rakyat

...

43
(21)

DAFTAR LAMPIRAN

...

1

.

Peta Kabupaten Sukabumi 62

...

2

.

Identitas Petani Responden -63

3

.

Data Luas Kepemilikan Lahan (ha)

...

66

4

.

Rekapitulasi Hasil Wawancara Mengenai Persepsi Petani Terhadap

...

Usahatani Hutan Rakyat 69

5

.

Hasil Analisis Model Logit

...

71

6

.

Rata-rata Total Pendapatan Petani dan Pendapatan dari Hutan Rakyat

...

Sengon 72

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan pesatnya laju pembangunan ekonomi dan perhunbuhan penduduk ternyata menimbulkan dampak baik positif dan negatif terhadap hutan.

Kebutuhan terhadap lahan untuk pemukiman, industri, pertanian, perkebunan dan

pengalihan kawasan hutan untuk peruntukan lainnya telah menyebabkan hutan negara

menjadi cenderung semakin menyempit. Selain itu dengan meningkatnya permintaan

kayu dan kurang efisiennya pemanfaatan kayu juga mendorong terjadinya

penebangan yang berlebih dan melebihi daya regenerasi hutan tersebut.

Kawasan hutan yang semakin banyak yang mengalami kerusakan, semakin

terasanya kekurangan hasil hutan berupa kayu dari kawasan hutan negara, semakin

menurunnya biodiversitas, laju perluasan lahan kritis dan lahan tidak produktif

semakin tinggi per tahunnya.

Hutan sebagai salah satu sumberdaya alarn yang dapat diperbaharui

(renewable) mempunyai manfaat dan fungsi yang multiguna bagi m a t manusia.

Menurut Pearce dan Turner (1990), hutan dapat dikelola secara lestari sepanjang walctu apabila berpegang pada dua prinsip. yaitu (1) pemanfaatannya tidak melebihi

daya regenerasinya dan (2) selalu mengendalikan jumlah aliran limbah ke

lingkungan, sama atau lebih kecil dari daya asimilasinya.

Jika hutan tidak dikelola secara baik dan bertanggungjawab akan sangat

(23)

menimbulkan malapetaka bagi manusia berupa kekeringan di musim kemarau, banjir di musim hujan, kesuburan lahan yang semakin menurun dan tidak produktif serta terganggunya sistem keseimbangan lingkungan. Apabila batas kritis ekologi hutan

dilanggar akan mengakibatkan kerusakan pada tumbuh-tumbuhan, margasatwa, tanah, sumberdaya air, iklim mikro, prasarana serta struktur sosial ekonomi tradisional, bahkan dalam keadaan tertentu tidak dapat dipulihkan lagi (Maydell diacu

dalam Steinlin, 1983).

Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk terpadat yang hanya

memiliki luas total hutan sebesar

+

3 juta ha atau 2,5% dari luas total di Indonesia.

Menurut Soeryohadikoesoemo (1980) dengan jumlah penduduk yang paling padat,

diduga bahwa kebutuhan kayu di P. Jawa adalah sekitar 9 juta m3 dan pada tahun

2000 diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 23 juta m3. Selanjutnya

dinyatakan bahwa pada tahun 2000, produksi kayu Perurn Perhutani diperkirakan

mencapai 1,5 juta m3. Dari data tersebut, terlihat bahwa hutan yang dimiliki negara

tidak mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen.

Sedangkan Nasendi (1984) memproyeksikan demand kayu di wilayah Jawa

pada 2020 sebesar 199,110 juta m3/tahun sedangkan potensi supply wilayah Jawa

sebesar 18,953 juta m3/tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan kayu sebanyak itu, tidak mungkin dipenuhi oleh

produksi kayu di Jawa saja (Perhutani), maka peran kayu dari luar Jawa dan kayu

rakyat yang berasal dari hutan rakyat sangat dibutuhkan. Kayu rimba dari luar Jawa

(24)

dalam Soeryohadikoesoemo (1980) mencapai 2,s juta m3 dan akan meningkat sekitar

12 juta m3 pada tahun 2000. Dari hutan rakyat diharapkan dapat diproduksi sebanyak 8,7 juta m3 / tahun atau sekitar 25% dari produksi hutan alam, yang berarti bahwa masyarakat diberikan kepercayaan besar untuk ikut serta dalam memproduksi kayu

untuk kebutuhan konsumsi kayu Indonesia.

Perum Perhutani (1995) menyatakan bahwa di Pulau Jawa, sebanyak 70-90

persen kebutuhan kayu pertukangan dan kayu bakar di penuhi dari hasil hutan rakyat. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Suyana (1976) bahwa kayu rakyat yang beredar di

pasaran di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat setiap tahun mencapai 87,60 persen dari

jumlah volume kebutuhan penduduk atau dari volume perdagangan kayu.

Terjadinya peningkatan permintaan kayu untuk berbagai keperluan yang tidak

diiringi oleh peningkatan produksi kayu dari hutan alam serta di lain pihak pada saat

ini cukup banyak terdapat lahan kritis dan lahan tidur akan menciptakan peluang bagi

pengembangan hutan rakyat.

Upaya pemenuhan kebutuhan hasil hutan dan konservasi sumberdaya hutan

dan lingkungan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan ha1 yang

tidak bisa ditawar lagi. Salah satu alternatif yang mempunyai prospek yang baik

adalah pengembangan kegiatan pengusahaan hutan rakyat. Alasan-alasan yang dapat

mendukung kegiaan pengembangan hutan rakyat antara lain :

1. Kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat,

baik manfaat langsung maupun manfaat yang secara tidak langsung dapat

dirasakan. Manfaat yang langsung dapat dirasakan antara lain pemenuhan

(25)

kerja pedesaan dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan. Sedangkan

manfaat yang tidak secara langsung dirasakan (manfaat ekologis), antara lain berupa peningkatan kesuburan lahan, penanggulangan erosi, pengaturan tata air suatu wilayah daerah aliran sungai (APHI, 1995).

2. Potensi kayu yang &pat dihasilkan dari kawasan hutan rakyat yang telah ada saat ini diperkirakan sebanyak 8,71 juta m3 per tahun atau sekitar 22,7% dari total

produksi nasional pephut, 1994).

3. Bentuk-bentuk hutan rakyat pada umumnya sudah dikenal masyarakat pedesaan, namun tingkat pemanfaatannya masih belum optimal atau masih relatif sangat

rendah, baik dari segi silvikultur biofisik maupun dari segi sosial ekonominya.

4. Hak kepemilikan (property right) atas tanahllahan hutan rakyat yang jelas

mendorong pemiliknya untuk memanfaatkan, memelihara dan menjaganya

dengan lebih baik.

Lembaga Penelitian IPB (1986) mengemukakan bahwa hutan rakyat

mempunyai peranan ymg penting diantaranya adalah (1) meningkatkan pendapatan

masyarakat, (2) memanfaatkan secara maksimal dan lestari lahan-lahan yang tidak

produktif, (3) menghasilkan kayu bakar, (4) menghasilkan kayu bahan bangunan dan

bahan baku industri, (5) membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis, (6) menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, sayuran dan pakan

ternak, dan (7) membantu peresapan air di tempat-tempat recharge area.

Hutan rakyat sebagai salah satu sumber penghasil kayu rakyat telah dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat petani pemilik hutan rakyat baik secara fmasial maupun

(26)

Apabila pengusahaan hutan rakyat dapat berjalan dengan baik, maka akan

tercipta peluang untuk memenuhi kebutuhan kayu tanpa harus mengeksploitasi hutan negara secara berkelebihan. Selanjutnya juga dapat mengurangi tekanan terhadap

hutan negara baik berupa penebangan liar, perambahan lahan hutan, maupun proses degradasi sumberdaya hutan. Selain itu dengan terbentuknya hutan-hutan rakyat yang memenuhi azas kelestarian hutan dan kelestarian usaha akan mendukung

tenvujudnya pembangunan pedesaan yang benvawasan lingkungan dan

berkelanjutan.

Menurut Simon (1995) keberhasilan pembangunan hutan rakyat, akan

memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan nasional dalam bentuk

(1) meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan ikutan, (2) memperluas kesempatan

kerja dan aksesibilitas di pedesaan, (3) memperbaiki sistem tata air dan meningkatkan

perlindungan permukaan tanah dari gangguan erosi, (4) meningkatkan proses penguraian oksida karbon (C02) dan polutan lainnya di udara karena adanya proses

fotosintesis di permukaan bumi, (5) proses fotosintesis juga menjaga agar kadar

oksigen di udara tetap pada tingkat yang menguntungkan bagi makhluk hidup, dan (6)

dapat menyediakan habitat yang dapat menjaga keragaman hayati (biodiversitas) flora

dan fauna.

Dengan demikian hut& rakyat pada dasarnya merupakan penvujudan

penyatuan yang serasi antara hutan dan masyarakat sebagai upaya untuk peningkatan

(27)

Perurnusan Masalah

Hal yang perlu dicermati dalam kaitannya dengan produksi kayu di Indonesia adalah mengenai semakin menipisnya sumberdaya hutan. Adanya permintaan kayu

yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan kayu yang bisa disupply dari hutan negara, menyebabkan hams dicari alternatif / penganekaragaman sumber kayu.

Di sisi lain semakin banyak lahan-lahan marginal yang kurang produktif yang

dibiarkan terlantar. Dalam mengatasi ha1 tersebut pemerintah banyak menganjurkan

para pemilik lahan untuk memanfaatkan lahannya untuk pembangunan hutan rakyat

sebagai alternatif penghasil kayu.

Sebagai sumber pendapatan, kelestarian hutan rakyat sangat tergantung kepada

pasar yang ada dan kepada motivasi para petani lahan kering untuk membangun dan memelihara hutan rakyat secara teratur. Upaya untuk meningkatkan pendapatan

petani yang umumnya masih tergolong miskin memerlukan pemahaman seksama dan

mendalam dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat setempat,

termasuk pola kehidupan dan sumber mata pencaharian lainnya di hutan rakyat

karena bagi masyarakat, hutan rakyat hanyalah merupakan pelengkap dari

keseluruhan sumber penghasilan dan biasanya ditanam di tanah-tanah yang tidak subur bagi tanaman pangan (Haerurnan, 1994).

Faktor pasar dan pemasaran merupakan faktor penting dalam pengusahaan

hutan rakyat. Dari pemasaran ini petani berkesempatan untuk memperoleh

(28)

buruknya sistem pemasaran hasil hutan rakyat sengon akan sangat menentukan pendapatan yang diperoleh petani dari pengusahaan hutan rakyat sengon.

Berdasarkan ha1 tersebut di atas, maka dalam penelitian beberapa ha1 yang

ingin dikaji antara lain : (1) Bagaimana praktek pengusahaan hutan rakyat di Kabupaten Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang berperanan dalam menentukan pilihan untuk mengusahakan hutan rakyat, (2) berapa besar bagian sumbangan

pendapatan dari hutan rakyat sengon terhadap total pendapatan rumah tangganya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, (3) bagaimana saluran pemasaran

kayu rakyat sengon, (4) bagaimana struktur pasar yang terjadi dalam perdagangan

kayu rakyat sengon, (5) berapa biaya pemasaran dan marjin pemasaran dalarn

perdagangan kayu rakyat sengon.

Kerangka Pemikiran

Kebutuhan kayu di Jawa yang semakin meningkat saat ini dihadapkan pada

semakin menurunnya kualitas dan kuantitas hutan negara yang dapat mengancam

kelestarian hutan dan pasokan hasil hutan berupa kayu. Salah satu sumber alternatif

bagi pasokan kayu adalah dari pengusahaan hutan rakyat.

Pengusahaan hutan rakyat di Jawa selain memiliki faktor pendukung juga

menghadapi beberapa kendala antara lain kepemilikan lahan per KK sempit, ke- pemilikan terdiri dari banyak orang, pemilik lahan HR lebih mengutamakan pe-

nanaman tanaman semusim.

Dalam pembangunan hutan rakyat, karena sifatnya yang jangka panjang maka

(29)

pengusahaan hutan rakyat. Untuk itu diperlukan adanya tinjauan mengenai pengusahaan hutan rakyat khususnya tentang kontribusi hutan rakyat terhadap pen- dapatan total petani dan tata niaga kayu hasil hutan rakyat. Secara ringkas kerangka

Kendala :

+

Kepemilikan lahan /

KK sempit

+

Kepemilikan terdiri dari banyak orang

+

Pemilik Lahan HR

lebih mengutamakan penanaman tanaman semusim.

pemikiran dalam penelitian ini sebagaimana disajikan dalam diagram berikut.

Ekologi Ekonomi Kelembagaan

I

Kegiatan Studi Faktor-faktor insentif?

Dampak :

+

Produktivitas menurun

+

Biodiversitas menurun

+

Lahan kritis meningkat

+

Erosi, banjir, ke-

keringan meningkat

+

Keseimbangan

lingkungan hidup terganggu Kondisi :

+

Potensi Demand >

Potensi Supply

+

Inefisiensi

+

Perarnbahan hutan

+

Penjarahan hutan

+

Over eksploitation

+

Pemahaman nilai penting surnber daya hutan kuran

Pendapatan dari hutan rakyat ?

Saluran Pemasaran? Margin Pemasaran? Struktur Pasar?

Kondisi dan Dampak Pemanfaatan Hutan

Negara di Jawa

Pendukung :

[image:29.561.78.510.97.714.2]

+

Potensi yang ada

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

,...

,

cukup besar

+

Memberikan manfaat ganda yang besar

+

Sudah lama dikenal

oleh masyarakat petani

+

Hak kepemilikan jelas

v

V

. . . . .. . .

,

Pengusahaan
(30)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat petani mernilih kegiatan pengusahaan hutan rakyat sengon,

2. Menganalisis kontribusi hasil hutan rakyat terhadap total pendapatan petani pemiliknya serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan

petani,

3. Mempelajari saluran clan marjin pemasaran, serta struktur pasar kayu sengon.

Hipotesis

1. Pemasaran kayu sengon yang mudah dan ketersediaan tenaga kerja dalarn

keluarga merupakan faktor pendorong petani memilih kegiatan pengusahaan

hutan rakyat sengon.

2. Kontribusi pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat masih kecil terhadap total

pendapatan petani pemiliknya.

3. Struktur pasar dalam tata niaga kayu sengon di Kabupaten Sukabumi bukan

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat

Pengertian hutan rakyat pada dasarnya dapat berbeda-beda tergantung pada lawas yang diberikan terhadap batasan hutan rakyat. Menurut Suyana (1976),

pengertian hutan rakyat tidaklah sama dengan hutan dengan hutan komunal yang

dirniliki masyarakat adat seperti yang terdapat di Sumatera, Kalimantan dan wilayah

hukum adat yang lain, serta hutan swapraja seperti yang terdapat di Yogyakarta dan

Swakarta. Sedangkan Alrasjid (1979) mendefinisikan hutan rakyat sebagai hutan

yang dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan milik yang ditanami pohon,

yang pembinaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh badan

usaha seperti koperasi, dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang sudah

digariskan pemerintah.

Hutan rakyat adalah hutan yang hunbuh di atas tanah yang dibebani hak milik

maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk

tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 % dan atau pa& tahun pertama sebanyak minimal

500 tanaman setiap hektar (Dephut, 1999).

Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya hutan rakyat dapat

digolongkan ke dalam bentuk-bentuk hutan rakyat murni, hutan rakyat campuran, dan

hutan rakyat dengan sistem wanatani atau tumpang sari (Dephut, 1990).

Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman

(32)

mumi lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan pengawasannya namun dari segi silvikultur bentuk hutan rakyat mumi mempunyai beberapa kelemahan,

diantaranya mudah dan peka terhadap serangan hama penyakit dan gangguan alam seperti angin. Dari segi ekonomi hutan rakyat murni kurang fleksibel, tidak ada

diversifikasi komoditas, sehingga ketahanan ekonominya kurang karena tergantung

hanya pada satu jenis komoditas saja dan resiko yang besar.

Hutan rakyat campuran adalah hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara carnpwan. Dari segi silvikultur bentuk hutan ini

lebih baik daripada hutan rakyat murni. Hutan rakyat campuran lebih tahan terhadap

serangan hama penyakit dan gangguan alam (angin). Selain itu dapat mengurangi

terjadinya persaingan penggunaan zat hara oleh akar dan penggunaan cahaya

matahari. Dari segi ekonomi, hutan rakyat campuran memiliki ketahanan dan

fleksibilitas yang lebih tinggi, karena terdapat diversifikasi komoditas secara

horisontal dan dan resiko yang lebih kecil sehingga tidak tergantung pada satu jenis komoditas saja.

Hutan rakyat dengan sistem wanatani merupakan hutan rakyat yang

mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya seperti

perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi.

Hutan rakyat dengan sistem wanatani berorientasi kepada optimalisasi pemanfaatan

lahan, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Bentuk hutan seperti ini mempunyai

daya tahan terhadap hama penyakit dan angin. Secara ekonomi, bentuk hutan ini

memberikan keuntungan ganda melalui pemanenan bertahap yang

(33)

mengakibatkan nilai ekonomi diperoleh semakin tinggi dan penyerapan tenaga kerja

semakin banyak dan berkelanjutan.

Hutan rakyat dapat juga dibedakan menjadi dua jenis yaitu hutan rakyat

tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional adalah hutan yang dibangunlditanam diatas tanah milik dan atas inisiatif pemiliknya sendiri tanpa ada

subsidi atau bantuan pemerintah. Sedangkan hutan rakyat inpres adalah hutan rakyat yang dibangun melalui kegiatan atau program bantuan (Lembaga Penelitian IPB,

1986).

Menurut Balai Informasi Pertanian (1982), hutan rakyat memiliki ciri-ciri khas

sebagai berikut :

1. Tidak merupakan suatu kawasan yang kompak, tetapi terpencar-pencar di antara

lahan peruntukan lainnya.

2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi bisa terpadu atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman perkebunan rumput pakan ternak dan

tanaman pangan.

Sedangkan pengusahaan hutan rakyat menurut Hardjanto (2000), memiliki beberapa ciri sebagai berikut :

1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani

masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah.

2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prisnip usaha dan

prinsip kelestarian yang baik.

3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya carnpuran, yang

(34)

4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan

sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total.

Tinjauan tentang kayu sengon (Paraserianthes falcataria)

Sengon yang dalam bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria, terrnasuk

farnili Mimosaceae, keluarga petai-petaian. Kadang-kadang sengon disebut pula "albisia". Di Indonesia sengon memiliki beberapa nama daerah seperti sebagai

berikut :

Jawa : Jeunjing, jeunjing laut (Sunda), klabi, sengon landi, sengon laut atau

sengon sabrang.

Maluku : Seia (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate) dan gosui (Tidore)

Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon

adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30 - 40 meter dan diameter

batang sekitar 70 - 80 cm. Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp,

kertas dan lain-lain.

Batang sengon twnbuh tegak lurus. Kulit luar batangnya licin d m berwarna

kelabu keputih-putihan. Kayu sengon mempunyai serat membujur dan berwarna

putih. Di lokasi penelitian ditemukan dua varietas sengon yaitu yang berkayu putih dan putih kemerah-merahan.

Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung yang tidak rimbun

(35)

kecil-kecil dan mudah rontok. Daunnya yang mudah rontok itu justru cepat

meningkatkan kesuburan tanah.

Akar sengon relatif menguntungkan dibandingkan akar pohon lainnya. Akar tunggangnya cukup kuat menembus ke dalam tanah. Semakin besar pohonnya

semakin dalam akar tunggangnya menembus ke dalam tanah. Sementara itu, akar

rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun atau sernrawut dan tidak menonjol ke

permukaan tanah. Akar rambut tersebut justru dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu di sekitar pohon sengon akan menjadi

subur (Santoso, 1993).

Sengon termasuk jenis yang cepat tumbuh tanpa memerlukan tindakan

silvikultur yang nunit dan berkembang dengan baik pada tanah yang relatif kering,

agak lembab bahkan di daerah tandus. Di daerah tropis seperti Indonesia. dapat

tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang lembab dengan tipe iklim A, B dan C

menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (Griffoen, 1954 diacu dalam Alrasjid,

1973). Kecepatan pertumbuhan jenis ini ditunjukkan dengan produksi kayunya yang

dapat mencapai 156 m3 per hektar pada saat benunur 6 tahun (Alrasjid, 1973).

Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Rakyat

Biaya adalah satuan-satuan nilai yang dikorbankan untuk proses produksi.

Pengorbanan ini hanya merupakan biaya, jika nilai yang dikorbankan mempunyai

nilai ekonomis yang bertujuan untuk memprodusir barang-barang atau jasa

(36)

Selanjutnya Adikoesoemah (1982) menyatakan bahwa biaya dapat dibagi

dalam kategori-kategori biaya yang diklasifikasikan :

1. Pengorbanan dan biaya dari bahan baku dan bahan baku penolong,

2. Pengorbanan dan biaya dari alat-alat produksi tahan lama, 3. Pengorbanan dan biaya dari tanah,

4. Pengorbanan dan biaya dari tenaga kerja manusia,

5 . Pengorbanan dan biaya dari pemberian jasa-jasa,

6. Pajak.

Menurut Hernanto (1989) ada dua kategori atau pengelompokan biaya yaitu :

a. Biaya tetap, dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu

masa produksi. Tergolong dalam kelompok biaya ini antara lain : pajak tanah,

pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian dan lain sebagainya.

b. Biaya Variabel atau biaya-biaya berubah. Besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Tergolong dalam kelompok ini antara lain : biaya

untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, biaya pengolahan tanah

baik yang berupa kontrak atau upah harian.

Dalam pengusahaan hutan rakyat, petani hutan rakyat sengon pada umumnya

menjual hasil hutannya berupa kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang

perantara (tengkulak). Oleh karena itu maka biaya pemanenan, pengangkutan,

pengolahan dan pemasaran tidak ditanggung oleh petani melainkan ditanggung oleh

(37)

biaya sewa tanah, pengadaan barang modal (peralatan) pengadaan bibit, tenaga kerja (buruh), pupuk, obat-obatan pembasmi hama dan penyakit, bunga modal dan pajak.

Pendapatan Pengusahaan Hutan Rakyat

Menurut Worrel(1959) pendapatan yang diperoleh dari suatu proses produksi

tergantung dari ;

1. Jumlah barang yang dihasilkan tiap jenis dan kualita,

2. Harga tiap satuan dari masing-masing jenis dan kualita.

Pendapatan rumah tangga umurnnya tidak berasal dari satu sumber, tetapi

dapat berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. BPS (1993) menyatakan bahwa

pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja,

tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan dan lain-lain. Bahkan kadang

penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar dari pendapatannya dari

pertanian.

Pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat diperoleh dari penjualan dari hasil

hutan rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar. Untuk menghitung

besarnya pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat dapat didasarkan pada

banyaknya rata-rata panen dari bentuk produk pohon berdiri per satuan luas dikalikan

dengan harga yang berlaku saat itu.

Menurut Sumarta (1 963), besarnya pendapatanlpenerimaan dari pengusahaan

hutan rakyat belum merupakan indikator bagi besarnya keuntungan yang diperoleh

(38)

yang dikeluarkan. Besarnya keuntungan pengusahaan hutan rakyat tergantung pada

faktor-faktor lokasi (ekonomi) clan kesuburan tanah, cara pembinaan, jenis tanaman campuran dan harga hasil produksinya.

Pasar dan Struktur Pasar

Azzaino (1 98 1) mendefinisikan pasar antara lain sebagai berikut ;

1 Pasar adalah suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli.

2. Pasar sebagai suatu tempat dimana penawaran dan permintaan membentuk

suatu harga tertentu.

3. Pasar adalah suatu keadaan terbentuknya suatu harga dan terjadinya

pemindahan hak milik dari produk tertentu.

Pasar dalam teori ekonomi berarti pertemuan atau perpotongan kurva

permintaan dan penawaran. Titik perpotongan kedua kurva tersebut akan

menentukan harga pasar dan jumlah produk yang diperjualbelikan (Azzaino, 198 1).

Sementara itu menurut Hirshleifer (1985), perpotongan antara kurva-kurva

permintaan dan penawaran menentukan nilai-nilai keseimbangan dari harga dan

jumlah yang dipertukarkan. Selanjutnya dinyatakan pula, apabila permintaan naik,

harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan keduanya naik. Apabila penawaran

naik, jumlah kesimbangan naik tetapi harga keseimbangan turun.

Dari sudut pandang seorang konsumen, pasar terdiri dari produsen darimana

konsumen itu dapat membeli produk tertentu. Dari sudut pandang seorang produsen,

pasar terdiri dari pembeli-pembeli dan kepada orang itu dapat dijual suatu produk

(39)

Struktur pasar menurut Caves (1976), mempunyai beberapa unsur utama yaitu antara lain konsentrasi penjual atau pembeli barang, deferensiasi produk, hambatan

terhadap masuknya suatu perusahaan baru dalam suatu industri, tingkat pertumbuhan pemintaan pasar, elastisitas harga pasar dan rasio biaya tidak tetap terhadap biaya tetap untuk jangka pendek.

Harnmond dan Dahl (1977) menyatakan ada empat karakteristik untuk

membedakan struktur pasar yaitu : (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) pandangan

pembeli terhadap sifat produk, (3) kondisi keluar masuk pasar, (4) tingkat

pengetahuan seperti biaya, harga dan kondisi pasar di antara partisipan. Karakteristik

masing-masing pasar dapat dilihat pada tabel

Tabel 1. Karakteristik dun Struktur Pasar

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah Perusahaan Sifat Dari Sudut Penjual Dari Sudut Pembeli Banyak Standarblomogen Persaingan Murni Persaingan Murni Banyak Diferensiasi Persaingan Monopolistik Persaingan Monopolistik Sedikit Standarblomogen Oligopoli Murni Oligopoli Murni

Sedikit Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Hammond dan Dahl, 1977

Untuk mengukur tingkat konsentrasi dapat digunakan berbagai alat pengukur.

Alat pengukur yang terpenting dan banyak dipergunakan adalah rasio konsentrasi.

Rasio konsentrasi adalah suatu ukuran yang didasarkan pada besarnya prosentase penjualan empat buah (atau kadang-kadang delapan buah) perusahaan terbesar dari

suatu industri tertentu. Bila jumlah penjualan empat buah perusahaan terbesar

tersebut melebihi 40 % dari seluruh penjualan barang maka dikatakan bahwa dalam

(40)

Derajat atau tingkat konsentrasi pasar dapat dijelaskan secara kuantitatif berdasarkan suatu indeks yang diperkenalkan Herfindahl (1950) diacu dalam

Clarkson dan Miller (1983), sebagai berikut :

dimana :

H = Indeks Herfmdahl; Jika H mendekati satu, berarti yasar terkonsentrasi ;

jika H = 1 berarti pasar monopoli dan jika H mendekati no1 berarti pasar semakin kompetitif

Xi = Volume penjualan (m3) yang dikuasai pedagang ke-i (i = 1,2,

...

n). n =

jumlah pedagang T = Total volume penjualan

Saluran Pemasaran dan Margin Pemasaran

Saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan produsen untuk

menyalurkan produknya kepada konsumen. Dalam proses penyaluran produk dari

petani hingga ke tangan konsumen memiliki banyak alternatif saluran pemasaran dan

melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang merupakan badan yang

menyelenggarakan kegiatan dan fimgsi pemasaran. Produk-produk yang melalui

beberapa lembaga pemasaran akan mengalami peningkatan harga. Peningkatan harga

ini terjadi karena adanya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pendistribusian

dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga pemasaran. Biaya-biaya

yang digunakan oleh lembaga pemasaran ditujukan untuk melakukan fimgsi

pemasaran yang akan dapat meningkatkan kegunaan bentuk, waktu dan tempat dari

(41)

Secara umum lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pendistribusian produk dari fungsi pemasaran dari podusen ke konsumen adalah pedagang

pengumpul sampai pedagang besar.

Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses barang dari

produsen ke konsumen akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di antara tingkat produsen dan konsumen akhir dan semakin besar pula harga yang hams

dibayar oleh konsumen akhir. Perbedaan harga tersebut disebut margin pemasaran.

Menurut Tomek dan Robinson (1997), margin pemasaran terdiri atas dua

bagian. Bagian pertama merupakan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen

dengan harga yang diterima petani. Bagian kedua margin pemasaran merupakan

biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan

penawaran dari jasa-jasa pemasaran tersebut. Defmisi pertarna menggambarkan

margin pemasaran sebagai perbedaan harga yang sederhana antara kurva permintaan asal (primary demand) dan permintaan'turunan (derived demand) untuk setiap bagian

(42)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada beberapa desa penelitian. Penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara

sengaja (purposive sampling), sebagai berikut ;

1. Tingkat kecamatan, dipilih tiga kecarnatan yang merupakan kecarnatan yang

memiliki areal hutan rakyat terluas.

2. Tingkat desa, dipilih masing-masing dua desa untuk setiap kecamatan dengan

kriteria sekurang-kurangnya 50 persen dari jumlah rumah tangganya adalah

petani yang memiliki lahan untuk pengusahaan hutan rakyat.

Penelitian lapang dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan Mei 2000

sampai dengan bulan Juni 2000.

Sumber Data

Sumber data yang dikurnpulkan untuk penelitian ini berasal dari data primer

dan sumber data sekunder, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan perlengkapan daftar

pertanyaan kepada petani, pedagang serta pengolah kayu hasil hutan rakyat dan

observasi langsung ke lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor

Statistik, Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Sukabumi. Data primer

(43)

pendidikan, umur, jumlah keluarga, jenis pekerjaan selain pengusahaan hutan rakyat, pengeluaran dan pendapatan. Pendapatan dan pengeluaran diukur dalam satuan rupiah. (2) Data pendapatan petani baik dari hutan rakyat maupun bukan dari hutan rakyat. Pendapatan petani dari hutan rakyat berupa hasil penjualan pohon sengon.

Pendapatan petani diukur dalam rupiah. (3) Biaya pemanenan dan pengolahan kayu

hutan rakyat (4) Harga kayu bulat dan kayu olahan sengon pada tingkat petani sampai

pengolah (5) Saluran pemasaran kayu sengon (6) Volume penjualan kayu sengon.

Metode Pengambilan Contoh

Populasi yang diambil dalarn penelitian ini adalah rumah tangga petani yang

mengusahakan hutan rakyat dan pedagang serta pengolah kayu hasil hutan rakyat. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive.

Jumlah contoh rumah tangga petani yang diambil sebanyak 10 rumah tangga

pada tiap-tiap desa. Untuk pedagang pengumpul atau tengkulak (dari dalam desa)

masing-masing diambil2 orang.

Batasan dan Pengertian (Terminoiogi)

1. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik

yang terdiri dari pohon berkayu yang diusahakan secara monokultur atau campuran, baik yang ditanam atas usaha sendiri maupun dengan bantuan

pemerintah.

2. Hutan rakyat murni adalah areal hutan rakyat yang seluruhnya ditanami kayu-

(44)

3. Hutan rakyat campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan

tanaman kayu-kayuan yang dicampur dengan tanaman pertanian dengan perbandingan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50%.

4. Kayu rakyat adalah komoditas utama yang berasal dari hutan rakyat yang

berupa pohon berkayu yang ditanam oleh pemiliknya atau tumbuh secara alami.

5 . Pemasaran kayu rakyat adalah penjualan kayu rakyat dalam bentuk tertentu

(pohon berdiri, kayu bulat, kayu olahan).

6. Pendapatan pengusahaan hutan rakyat adalah pendapatan yang diperoleh dari

penjualan kayu rakyat, khususnya sengon.

7. Penelitian ini menitik beratkan pada hutan rakyat dengan jenis tanaman sengon

(Paraserianthes falcataria). Dengan demikian istilah hutan rakyat dalam

penelitian ini mengandung pengertian hutan rakyat dengan jenis tanaman

sengon.

Analisis Data

1. Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat

Untuk melihat gambaran praktek pengusahaan hutan rakyat dilakukan analisis

deskriptif terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan

kuesioner. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksudkan disini adalah

meliputi pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama penanaman

sengon, sumber ide penanaman sengon, sumber bibit sengon dan pemeliharaan

(45)

perhatian terhadap perkembangan harga kayu sengon dan keanggotaan dalam kelompok tani.

2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap

pengusahaan hutan rakyat

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menentukan pilihan atau pengambilan keputusan terhadap pengusahaan hutan

rakyat sengon digunakan analisis regresi logistik (logit). Model logit dapat digunakan untuk menganalisis peluang seseorang memilih option tertentu

(Gasperz, 199 1).

Faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai korelasi dalam pengambilan

keputusan terhadap pengusahaan hutan rakyat sengon yang akan diamati antara

lain adalah :

XI

= Total pendapatan petani (Rp/thn)

X2 = Luas sawah per keluarga petani (ha)

X3

= Luas kebun campur per keluarga (ha)

X4

= Jumlah tenaga ke rja per keluarga (orang)

Xs = Kelerengan lahan kebun campur milik petani (%)

X6

= Keanggotaan dalam kelompok tani

Model logit untuk mengetahui peluang petani dalam pemilihan pengusahaan

hutan rakyat sengon adalah sebagai berikut;

1

~ ( i ) =

---

,

dimana 1

+

e-"

Keterangan :

P(i) = Peluang petani memilih untuk mengusahakan hutan rakyat

(46)

Zi = Pengusahaan hutan rakyat

P O

= Intersep

Pj = Koefisien regresi (j = 1,2,

...,

5)

Xk = Faktor ke-k (k=1,2,

...,

5)

3. Analisis Pendapatan Petani

Analisis pendapatan petani meliputi pendapatan petani baik dari hutan rakyat

sengon maupun berasal dari non hutan rakyat. Analisis ini juga menghitung

kontribusi pendapatan dari hutan rakyat terhadap total pendapatan rumah tangga

petani untuk memperoleh garnbaran bagaimana peranan pengusahaan hutan

rakyat sengon terhadap kehidupan ekonomi rumah tangga petani. Selanjutnya

untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap total pendapatan

petani dilakukan analisis regresi.

Model persamaan regresi untuk total pendapatan petani adalah sebagai berikut ;

Keterangan :

YT

= Total pendapatan petani per kepala keluarga

P O = Intersep

pj = Koefisien regresi (j = 1,2

...,

5)

X1 = Pendapatan dari hutan rakyat sengon per KK X2 = Pendapatan dari non hutan rakyat sengon per KK X3 = Luas kepemilikan lahan per KK

X4 = Luas sawah per KK

X5 = Luas hutan rakyat sengon per KK

4. Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dilihat dengan melihat derajat konsentrasi pasar dengan

menggunakan pendekatan indeks Herfindahl. Indeks ini akan mengukur tingkat

(47)

kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut ;

dimana :

H = Indeks Herfmdahl; Jika H mendekati satu, berarti pasar terkonsentrasi ;

jika H = 1 berarti pasar monopoli clan jika H mendekati no1 berarti pasar semakin kompetitif

Xi = Volume penjualan kayu rakyat sengon (m3) yang dikuasai pedagang ke- i (i = 1,2,

...

n). n = jumlah pedagang kayu sengon

T = Total volume penjualan kayu rakyat sengon (m3)

Selain dengan menggunakan pendekatan indeks Herfmdahl, struktur pasar juga

akan dianalisis secara deskriptif.

5. Analisis Saluran Pemasaran

Untuk melihat peranan masing-masing pelaku pemasaran yang terlibat dalam

pemasaran kayu rakyat sengon di daerah penelitian, dilakukan analisis saluran pemasaran secara deskriptif.

6. Analisis Marjin Pemasaran

Untuk menghitung marjin pemasaran, rurnus yang digunakan sebagai berikut :

dimana :

M = Marjin pemasaran (Rp.Im3).

Mj = Marjin pemasaran (Rp.Im3) lembaga pemasaran ke-j (j = 1,2,

...,

m); m=jumlah lembaga pemasaran yang terlibat.

Cij = Biaya pemasaran ke-i (Rp.Im3) lembaga pemasaran ke-j (j = 1,2,

...,

m); n=j&nlah jenis pembiayaan
(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat

Untuk mengetahui praktek pengusahaan hutan rakyat sengon dilakukan wawancara kepada 60 orang petani responden dengan bantuan daftar pertanyaan (kuesioner). Rekapitulasi hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Pengalaman Mengusahakan Hutan Rakyat.

Sebagian besar petani responden yaitu sebanyak 37 orang (61,7%) mengaku

mempunyai pengalaman mengusahakan hutan rakyat selama lebih dari 10 tahun.

Sedangkan 18 orang (30,0%) mengaku berpengalaman selarna 5 sampai dengan

10 tahun dan 5 orang (8,3%) berpengalaman selama 3 sampai dengan 5 tahun. Selanjutnya ketika ditanyakan apakah dalam jangka waktu tersebut terus

menerus mengusahakan hutan rakyat, mayoritas responden (57 orang, 95,0%)

menjawab ya, sedangkan sisanya (3 orang ; 5%) menjawab tidak.

Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat petani di Kabupaten Sukabumi sudah cukup lama memiliki pengalaman dalam

pengusahaan hutan rakyat sengon. Jika petani memperoleh kesan yang baik

selama mengusahakan hutan rakyat sengon, ha1 ini akan semakin memperkuat

keinginan untuk terus mengusahakan hutan rakyat sengon di masa-masa

(49)

2. Alasan Memilih Sengon

Alasan responden memilih sengon dalam pengusahaan hutan rakyat ternyata cukup bervariasi. Dari rekapitulasi hasil wawancara alasan terbanyak memilih

sengon adalah karena mudah dijual (18 orang ; 30,0%). Kemudian berturut- turut adalah karena gampang ditanarnldipelihara (17 orang ; 28,3 %), cepat

tumbuh (17 orang ; 28,3 %), baik untuk konservasi tanah (4 orang ; 6,7%),

mudah mencari bibitlbenih (2 orang ; 3,3%) dan karena ikut-ikutan orang lain (2

orang ; 3,3%).

Hasil diatas menunjukkan bahwa alasan ekonomi yaitu karena mudah dijual

yang menjadi alasan utama mengapa pohon sengon dipilih sebagai komoditi

dalam pengusahaan hutan rakyat tersebut. Proses penentuan jenis tanaman pada

pengusahaan hutan rakyat juga dipengaruhi oleh pasar. Permintaan pasar terhadap kayu sengon di Kabupaten Sukabumi baik untuk kebutuhan bahan

bangunan maupun untuk bahan baku industri cukup tinggi. Oleh karena itu sangat masuk aka1 jika petani menyatakan memilih jenis sengon karena mudah

dijual.

3. Tujuan Utama Penanaman Sengon.

Dari 60 orang responden, ternyata memiliki tujuan utama yang cukup beragam

dalam penanaman sengon. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak 48

orang (80%) menanam sengon untuk dijual kayunya, 8 orang (13,3%) untuk

keperluan sendiri, 2 orang (3,3%) untuk konservasi tanah dan masing-masing 1

orang (1,7%) hanya sekedar untuk tanaman sampingan dan hanya asal menanam

(50)

Hasil tersebut di atas menggambarkan bahwa para petani di Kabupaten

Sukabumi ternyata sudah berorientasi ekonomi dalam penanaman sengon. Keputusan petani tersebut diantaranya didukung oleh pemasaran yang mudah. Di Sukabumi para petani tidak perlu bersusah payah menawarkan hasil hutan

rakyatnya berupa kayu sengon karena banyak pedagang pengumpulltengkulak yang datang sendiri untuk membeli kayu sengon tersebut. Selain itu faktor

permintaan kayu sengon yang kontinyu baik untuk bahan bangunan maupun

untuk bahan baku industri juga ikut mendukung.

4. Asal Ide Untuk Menanam Sengon

Mayoritas responden mengakui bahwa ide untuk menanam sengon adalah

berasal dari kemauannya sendiri (43 orang ; 7 1,7%). Selanjutnya sebanyak

9 orang (15%) mengikuti anjuran pemerintah, 5 orang (8,3%) melanjutkan

warisan orang tua, dan 3 orang (5%) ikut-ikutan orang lain.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran petani untuk menanami lahannya

dengan jenis pohon kehutanan sudah cukup tinggi. Kemauan tersebut memang

sebagian besar didorong oleh motif ekonomi, namun ha1 tersebut juga

mempunyai dampak dalam membantu upaya pencegahan erosi lahan dan upaya

rehabilitasi lahan kritis serta bisa meningkatkan produktivitas lahan. 5. Asal Bibit Yang Ditanam

Untuk mengetahui darimana responden memperoleh bibit yang ditanam,

diberikan 4 empat alternatif jawaban dari pertanyaan yang diajukan yaitu dari

pemerintah, membeli, membuat persemaian sendiri atau dari perrnudaan alam.

(51)

(32 orang ; 53,3%), disusul dengan membeli (16 orang ; 26,7%), dari

pemerintah (8 orang ; 13,3%) dan dari permudaan alam (4 orang ; 6,7%).

Hasil wawancara menunjukkan petani di Sukabumi dalam ha1 pengadaan bibit sengon untuk keperluan pembangunan hutan rakyat telah cukup mandiri.

6. Pemeliharaan Tanaman Sengon

Agar diperoleh produksi kayu yang optimal, tanaman sengon haruslah dipelihara

dengan baik dan teratur. Untuk mengetahui ha1 tersebut diajukan pertanyaan

dengan tiga alternatif jawaban yaitu sering dan teratur, kadang-kadang dan tidak

pernah. Sebanyak 40 orang responden (66,7%) menjawab melakukan pemeliharaan hanya kadang-kadang, 19 orang (3 1,7%) menjawab sering dan

teratur, dan sebanyak 1 orang (1,7%) menjawab tidak pernah.

Pada umumnya petani responden sudah mengetahui bahwa untuk memperoleh

hasil kayu sengon yang baik perlu dilakukan pemeliharaan tanaman seperti

pemupukan, pendangiran, penjarangad pemangkasan dan pemberantasan hama

dan penyakit. Tetapi karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu sering

menyebabkan kegiatan pemeliharaan tanaman sengon kurang mendapat

perhatian.

7. Pemanenan Hasil Kayu Sengon

Dari empat alternatif pilihan jawaban, sebagian besar responden (46 orang ;

76,7%) ternyata memanen sengonnya dan dijual dalam bentuk pohon masih

berdiri, ditebang sendiri dan dijual dalam bentuk kayu bulat sebanyak 7 orang

(52)

bentuk kayu olahan sebanyak 1 orang (1,7%) serta untuk dipakai sendiri sebanyak 2 orang (3,3%).

Mayoritas responden memilih memanen sengonnya dan dijual dalam bentuk pohon masih berdiri antara lain dikarenakan : (1) tidak menanggung biaya

pemanenanlpenebangan, (2) tidak perlu mengeluarkan biaya pemasaran

karena biaya penebangan, pembagian batang, pengangkutan dan pemasaran

menjadi tanggungan pedagang pengumpul, (3) tidak ikut menanggung biaya

kerusakan kayu / penyusutan yang dikarenakan kayu tidak memenuhi

persyaratan pasar, (4) bisa memanfaatkan sisa-sisa tebangan yang tidak diambil

pedagang pengumpul sebagai kayu bakar, hijauan makanan ternak maupun pupuk hijau.

8. Waktu Menebang atau Menjual Sengon

Mayoritas responden menjawab bahwa menebang atau menjual pohon sengon pada saat butuh uang, walaupun harganya murah dan belwn masak tebang

(43 orang ; 71,7%), bila sudah masak tebang dan harganya tinggi (14 org ;

23,3%), bila harganya tinggi walaupun belum masak tebang (3 org ; 5,0%) dan

bila sudah masak tebang walaupun harganya rendah (0 org ; 0,0%).

Dari jawaban para responden terlihat bahwa petani memposisikan pohon sengon

hutan rakyat mereka sebagai tabungan yang dapat "dicairkan" sewaktu-waktu pada saat mereka membutuhkan uang.

Keputusan petani untuk menjual pohon hasil hutan rakyat sengon sebagian besar

didasarkan karena adanya kebutuhan uang tunai yang pada saat itu dihadapi,

(53)

hari raya atau tambahan biaya untuk hajatan. Pohon-pohon tersebut oleh petani

responden lebih dilihat sebagai "tabungan" yang pada saat diperlukan dapat ditebang dan dijual. Atas dasar kebiasaan petani hutan rakyat maka dikenal

istilah "daur butuh" (Hardjanto, 2000).

9. Perhatian Terhadap Perkembangan harga Kayu Sengon

Mengikuti perkembangan harga kayu sengon diperlukan untuk menentukan saat

yang tepat untuk menjual kayu agar diperoleh harga yang paling

menguntungkan. Dari responden yang diwawancarai, ternyata 24 orang (40,0%)

menyatakan tidak pernah memperhatikan perkembangan harga kayu sengon, 23

orang (3 8,3%) kadang-kadang memperhatikan perkembangan harga kayu

sengon dan 13 orang (2 1,7%) selalu memperhatikan perkembangan harga kayu

sengon.

Meskipun sebenarnya petani hutan rakyat sengon sangat berkepentingan dengan

informasi harga ini, namun hanya 21,7% saja yang selalu memperhatikan

perkembangan harga kayu sengon. Hal ini bukan karena petani tidak mau

memperhatikan perkembangan harga melainkan karena memang inforrnasi

tersebut sulit diakses oleh petani. Sedangkan petani yang memperhatikan

perkembangan harga kayu sengon memperoleh informasi tersebut dari pedagang

kayu sengon yang kadang kala informasi tersebut terlambat dan bias karena

adanya unsur kepentingan pada diri pedagang kayu sengon tersebut.

(54)

seringkali memperoleh harga jual yang lebih murah dari harga pasar yang berlaku saat itu.

10. Keanggotaan Dalam Kelompok Tani

Mengenai keanggotaan dalam kelompok tani, 22 orang (36,7%) mengaku

menjadi anggota clan masih aktif sampai sekarang, 19 orang (31,7%) pernah menjadi anggota namun sudah tidak aktif lagi, 18 orang (30,0%) tidak pernah

menjadi anggota kelompok tani walaupun di desanya terdapat kelompok tani

dan hanya 1 orang (1,7%) yang tidak pernah menjadi anggota dan tidak mengerti tentang kelompok tani.

Petani responden sebagian besar menyebutkan alasan utama menjadi anggota

kelompok tani tani adalah untuk menambah pengetahuan clan wawasan dalam

melaksanakan kegiatan usaha tani. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh

kelompok tani hutan rakyat antara lain (a). mengadakan pertemuan anggota dibawah bimbingan Petugas Penyuluh Kehutanan, (b). membuat persemaian

tanaman penghijauan, (c). membuat sarana konservasi tanah, (d). mengikuti

pelatihan baik yang bersifat teknis usahatani hutan rakyat maupun administratif.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Terhadap

Pengusahaan Hutan Rakyat

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong para petani memilih usaha

hutan rakyat dilakukan analisis regresi logistik (Logit) terhadap faktor-faktor yang

diduga mempengaruhi pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan. Faktor-

(55)

kepemilikan sawah (X2), luas kepemilikan kebun campur (X3), jumlah tenaga kerja dalam keluarga (X4), kelerengan lahan (X5) dan keanggotaan dalam kelompok tani (X6). Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Minitab disajikan dalam

lampiran 5 dan ringkasannya disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2. Tabel Regresi Logistik Faktor-faktor Yang Diduga Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam Penentuan Pilihan

Hasil uji G untuk persamaan tersebut di atas menghasilkan nilai G = 11,595

dengan nilai P = 0,072 menunjukkan bahwa secara bersama-sama seluruh penduga berpengaruh terhadap respon secara signifikan pada taraf nyata 10%.

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, ternyata faktor total pendapatan (XI)

nyata pada taraf 2,4% ; keanggotaan dalam kelompok tani (X6) nyata pada taraf

1 1,6% ; luas pemilikan sawah (X2) nyata pada taraf 13,0% dan kelerengan lahan (X5)

nyata pada taraf 27,3%.

Dari perhitungan tersebut dapat diartikan bahwa petani di wilayah Sukabumi,

jika pendapatannya semakin besar cenderung akan lebih besar peluangnya untuk

terjun ke dalam pengusahaan hutan rakyat. Pada bagian lain dalam tulisan ini

dijelaskan bahwa kontribusi pendapatan petani terbesar disumbangkan dari pedapatan

(56)

batu, karyawan dan sebagainya. Aktivitas mencari penghasilan di luar sektor

pertanian tersebut menyebabkan pemilik lahan kekurangan waktu dan tidak cukup punya kesempatan untuk mengurus lahan pertaniannya secara intensif. Supaya lahan pertanian tersebut bisa tetap menghasilkan tetapi dengan intensitas pengurusan dan curahan tenaga kerja yang sedikit maka lahan tersebut digunakan untuk

mengusahakan hutan rakyat. Pengusahaan hutan rakyat relatif kurang intensif

dibandingkan usaha tani lainnya. Selain itu karena sifat pengusahaan hutan rakyat

sengon yang berjangka panjang dan diperlukan modal yang cukup. Sementara di lain pihak pengusahaan hutan rakyat saat ini masih dianggap hanya sebagai tabungan,

sehingga untuk mengusahakan hutan rakyat diperlukan surnber pendapatan rutin lain

untuk keperluan hidup sehari-hari.

Faktor keanggotaan dalam kelompok tani (X6) menunjukkan bahwa jika

petani masuk menjadi anggota kelompok tani semakin besar peluang untuk masuk

dalam pengusahaan hutan rakyat. Petani yang menjadi anggota kelompok tani tersebut memperoleh lebih banyak informasi mengenai pengusahaan hutan rakyat dari

petugas penyuluh kehutanan dibandingkan dengan yang bukan anggota. Informasi

tersebut antara lain mengenai jenis-jenis pohon hutan rakyat, teknis pembibitan,

teknis penanaman, pemeliharaan dan sebagainya. Dengan bekal informasi tersebut

petani terdorong untuk terjun mengusahakan hutan rakyat. Dengan demikian

kegiatan penyuluhan melalui kelompok tani lebih efektif mendorong petani

mengusahakan hutan rakyat.

(57)

untuk masuk dalam pengusahaan hutan rakyat. Keadaan tersebut antara lain

disebabkan karena petani punya kecenderungan lebih suka memanfaatkan lahannya untuk pertanian jangka pendek karena hasil panen dari sawah yang bisa dinikmati lebih cepat dibandingkan apabila lahannya digunakan untuk pengusahaan hutan

rakyat dengan jangka waktu yang lebih lama. Selain itu pengusahaan sawah adalah

usahatani intensif yang memerlukan curahan tenaga kerja yang lebih banyak, dan jika

beralih ke pengusahaan hutan rakyat yang kurang intensif, maka akan terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja.

Faktor kelerengan lahan

(X5)

ternyata juga menjadi salah satu faktor yang ikut

mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pengusahaan hutan rakyat. Kelerengan

lahan berkaitan dengan usaha konservasi. Pada penelitian ini, semakin besar

kelerengan lahan petani cenderung menanami lahannya dengan tanaman keras berupa

hutan rakyat sengon. Hal ini oleh petani dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

tanah longsor pada lahan mereka.

Pada faktor jumlah tenaga kerja dalam keluarga

(X4)

diperoleh kontanta yang

negatif yang berarti semakin banyak jumlah tenaga kerja dalam keluarga, semakin

mengecil kemungkinan untuk masuk dalam pengusahaan hutan rakyat. Demikian juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah tenaga kerja dalam keluarga, semakin besar

kemungkinan untuk masuk dalam pengusahaan hutan rakyat. Pengusahaan hutan

rakyat adalah usaha tani yang yang bersifat kurang intensif, tidak memerlukan

curahan tenaga kerja dalam jumlah banyak secara terus menerus.

Hal-ha1 lain yang diperkirakan sangat berpengaruh terhadap pengambilan

(58)

Kegiatan pengusahaan hutan rakyat sengon di Kabupaten Sukabumi sudah membudaya dan merupakan upaya melanjutkan kegiatan turun menurun yang telah

dilakukan oleh generasi sebelumnya. Masyarakat Sukabumi juga sudah terbiasa menggunakan kayu sengon untuk bahan bangunan, perabot rumah tangga atau peti sehingga masyarakat di sana menanam pohon sengon selain kayunya untuk

kebutuhan sendiri maupun untuk diperjualbelikan.

Dalam perdagangan kayu sengon para petani di Sukabumi tidak perlu bersusah

payah menawarkan hasil hutan rakyatnya berupa kayu sengon karena banyak

pedagang pengurnpuVtengkulak yang datang sendiri untuk membeli kayu sengon

tersebut. Selain itu faktor permintaan kayu sengon yang kontinyu baik untuk bahan bangunan maupun untuk bahan baku industri juga ikut mendukung.

Faktor iklim dan kesuburuan tanah di Sukabumi diperkirakan juga

berpengaruh dan mendorong petani untuk lebih mengarahkan kegiatannya ke hutan

rakyat. Hardjanto (2000) menyatakan bahwa keberadaan hutan rakyat juga

dipengaruhi oleh kualitas lahan, dimana semakin marginal kualitas lahan, cenderung

semakin besar untuk menjadi hutan rakyat.

Faktor iklim yang relatif kering dan kesuburan tanah ini membuat kegiatan

pertanian jangka pendek sulit berkembang. Petani di Sukabumi beranggapan bahwa

pertanian intensif banyak memerlukan biaya dan tenaga. Di sisi lain mereka tidak

memiliki modal yang cukup untuk membiayainya. Oleh karena itu mereka lebih

mengarahkan kegiatan pertaniaan mereka dengan menanam jenis pepohonan yang

perawatannya tidak rumit, tidak memerlukan biaya dan tenaga yang banyak serta

(59)

Hal tersebut di atas lebih didukung lagi dengan faktor pasar. Di kabupaten

Sukaburni memasarkan hasil hutan rakyat sengon bukanlah merupakan ha1 yang sulit. Banyak pedagang dan industri yang bersedia membeli kayu sengon petani setiap saat. Kondisi ini membuat petani yang menganggap usaha hutan rakyat sengon ini sebagai

tabungan dapat segera menjual pohonlkayu sengonnya pada saat mereka membutuhkan uang tunai.

Pendapatan Petani dari Pengusahaan Hutan Rakyat

Untuk kontribusi pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat sengon terhadap

pendapatan rumah tangga petani berikut disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3. Rata-rata Pendapatan Petani Contoh Per Tahun

Dari tabel 3 tersebut, terlihat besarnya rata-rata pendapatan petani dari hutan

rakyat sengon per tahun tertinggi di desa Bojong Galing sebesar Rp. 1.787.653,- yang

menyumbang sebanyak 6,59% dari total pendapatan per tahun. Sedangkan terendah

terdapat di desa Cileungsing sebesar Rp. 67.657,- yang menyumbang hanya sebesar

0,72% dari total pendapatan per tahun. Secara keseluruhan rata-rata pendapatan dari

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pendapatan dari non pertanian (RpIth) 8.516.000 6.05 1.200 9.075.300 8.286.170 8.632.000 15.744.600 9.384.212 Desa Gn.Tanjung Cileungsing Cidadap Buniwangi Bj. Kerta Bj. Galing Rata-rata Total Pendapatan

( R P W

15.360.770 9.379.157 14.470.504 20.134.471 17.678.072 27.133.653 17.359.438 Pendapatan

dari HR sengon (Rplth) 1 12.270 67.657 368.680 383.401 241.147 1.787.653 493.468 % 0,73 0,72 2,55 1,90 1,36 6,59 2,84 Pendapatan dari Non HR

(60)

hutan rakyat sengon hanya menyumbang sebanyak 2.84% dari total pendapatan per tahun.

Perbedaan pendapatan dari hutan rakyat sengon tersebut diduga disebabkan

karena perbedaan jumlah pohon sengon dan produktivitas lahan yang dimiliki oleh masing-masing petani. Petani yang memiliki pohon sengon yang lebih banyak, tentu

akan memperoleh pendapatan dari hutan rakyat sengon yang lebih besar.

Sedangkan besarnya kontribusi pendapatan dari hutan rakyat sengon terhadap

pendapatan total petani saling berkaitan satu dengan yang lain. Di Kabupaten

Sukaburni pada umumnya belum merupakan mata pencaharian pokok petani pemilik

hutan rakyat. Dari responden yang diwawancarai yang mengganggap pekerjaan

pokoknya bertani hanyalah 36,67% sedangkan sisanya pekerjaan pokoknya adalah

berdagang, tukang ojek, tukang kayu, wiraswasta, buruh, karyawan dan sebagainya

(lampiran 2).

Dari hasil penelitian ini secara rata-rata kontribusi pendapatan dari hutan

rakyat sengon hanya 2,84% dari total pendapatan. Dari angka ini ternyata hutan

rakyat sengon bukanlah merupakan sumber pendapatan andalan dan hanya

merup

Gambar

Tabel Koefisien
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2. Saluran Pemasaran Kayu Hasil Hutan Rakyat
Tabel 7. Pangsa Pasar dun Indeks Herfndahl Seluruh Pedagang Pengumpul Kayu Sengon.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan mendasar yang menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan pada penerimaan Sisa Hasil Usaha (SHU) Kopdit Timau dipengaruhi oleh beberapa faktor jika dilihat dari

Pembangunan manusia Indonesia di bidang kesehatan dapat terlaksana dengan baik jika Indonesia bisa mewujudkan target sustainable development goals (SDG’s) seperti

 Dengan mandiri dan kreatif serta berpikir secara logis dapat menggunakan rumus luas selimut dan volume untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan tabung, kerucut

Pemekaran desa Anakalang, yang menjadi (salah satunya adalah) desa Dewa Jara, menarik untuk diteliti lebih lanjut, guna melihat perkembangan pembangunan

[r]

dan positif bagi penguasaan konsep siswa. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain: 1) Macromedia Flash yang digunakan merupakan media

The different perceptions of thermal comfort by males and females were investigated by Rohles and Nevins (1971). They found that males were significantly warmer than females during

Yaitu kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang menekan, walaupun masih