Lampiran 2. Skema Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
Limbah ikan gabus pasir basah (kepala‚ isi perut dan tulang ikan)
Dipanaskan (cooking) pada suhu 95-100oC selama 15 sampai 20 menit
dioven pada suhu 60-75oC selama 24 jam
Digrinder (digiling)
Tepung limbah ikan gabus pasir
Lampiran 3. Analisis ragam produksi telur
SK dB JK KT F hit F tabel
0.05 0.01 Perlakuan 2 84.35 42.17 1.24411tn 3.68 6.36
Galat 15 508.54 33.90
Total 17 592.90
Lampiran 4. Analisis ragam berat telur
SK dB JK KT F hit F tabel
0.05 0.01 Perlakuan 2 0.76 0.3837 1.03617tn 3.68 6.36
Galat 15 5.55 0.3703
Total 17 6.31
Lampiran 5. Analisis ragam konversi ransum
SK dB JK KT F hit F tabel
0.05 0.01 Perlakuan 2 1.24 0.62519 2.19271tn 3.68 6.36
Galat 15 4.25 0.28348
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, R., 2006. Pemanfaatan Bungkil Kelapa Sawit Dalam Pakan Juvenil Ikan Patin Jambal. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Afrianto, E. dan Liviawaty, E., 2005. Pakan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press. Jakarta.
Bharoto, Kun D. 2001. Cara Beternak Itik. CV Aneka Ilmu. Semarang.
Ferket, P.R., and Gernat, A.G., 2006. Factors That Effect Feed Intake of Meat Birds: A Review. J. Poultry Sci. 5 (10): 905-911.
Gultom, L., 2010. Keanekaragaman dan Distribusi Ikan Dikaitkan dengan Faktor Fisik dan Kimia Air di Muara Sungai Asahan. Tesis. Universitas Sumatera Utara, Medan.
HY-LINE INTERNATIONAL. 1986. Hy- Line Variety Brown, Comemercial and Management Guide. A. publication of Hy- line international, West Des Moines, Iowa.
INDIAN RIVER INTERNATIONAL. 1988. Broiler Management Guide. A publication of Indian River International, Nacogdoches, Texas.
IP2TP Jakarta, 2000. Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi Penerapan Sistem Usahatani Itik Petelur dl DKI Jakarta.
IP2TP Jakarta, 2000. Penyusunan Ransum untu Itik Petelur
KETAREN, P.P. dan L.H. PRASETYO. 2002. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap produktivitas itik silang Mojosari X Alabio (MA) selama 12 bulan produksi, Balai Penelitian Ternak. Bogor.
. 2002. Karakter Produksi Telur pada Itik Silang Mojosari X Alabio (MA), Balai Penelitian Ternak. Bogor
. 2002. Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur 44-67 Minggu, Balai Penelitian Ternak. Bogor
. 2005. Interaksi Antara Bangsa Itik dan Kualitas Ransum Pada Produksi dan Kualitas Telur Itik Lokal, Balai Penelitian Ternak. Bogor
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy of Science. Washington D.C.
Rasyaf. 1993. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta
. 1996. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta.
Septyana, M., 2008. Performa Itik Petelur Lokal Dengan Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus ANDROGYNUS(L.)Merr.) Dalam Ransumnya, Institut Pertanian Bogor. Bogor
SINURAT, A.P. 2000. Penyusunan ransum ayam buras dan itik. Pelatihan proyek pengembangan agribisnis peternakan, Dinas Peternakan DKI Jakarta, 20 Juni 2000.
Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Stevie, P. K., Wardhani, R., Budi, P.J., 2009. Rancangan Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan Kapasitas 118,8 Kg/Jam. http//www. Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan.com
Sudaro, Y., 2000. Ransum Ayam dan Itik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tillman, A. D.; H. Hartadi; S. Reksohadiprodjo; S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ketiga Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Wakhid, A., 2013. Beternak Itik. Agromedia, Jakarta.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Edisi Ketiga. Penerjemah D. Darmadja. Gadjah Mada University
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pasar 13, Desa Lama, Dusun 7, Kecamatan Hamparan Perak. Penelitian ini berlangsung selama 11 minggu dimulai dari bulan Maret 2015 sampai dengan Juni 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu itik lokal sebanyak 72 ekor dengan berat 1.3092±0.0069 Kg, bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan komersil, minyak nabati, bungkil inti sawit, tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis); top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara ad libitum, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum, formalin 40% dan KMnO4 (Kalium Permanganat) untuk fumigasi kandang, vitamin dan suplemen tambahan.
Alat
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik petelur. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:
P0
pengukusan sebanyak 0% dan tepung ikan komersil sebanyak 10% = Kontrol yaitu ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode
P1
sebanyak 5% + tepung ikan komersil sebanyak 5 %
= Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode pengukusan
P2
sebanyak 10% dan tepung ikan komersil sebanyak 0%
= Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir metode pengukusan
Pengacakan Perlakuan dan Ulangan dengan susunan sebagai berikut:
P0U2 P2U3 P1U3 P0U3 P2U6 P1U6 P2U1 P1U2 P0U4 P2U5 P1U5 P0U5
P1U4 P0U1 P2U2 P1U1 P0U6 P2U4
Model matematik percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap non Faktorial
Yij = µ + σi + ∑ij
Peubah Yang Diamati
a. Produksi Telur (DDA)
Produksi telur diukur dalam satuan duck day average. Duck day average merupakan rerata produksi telur harian yang diperoleh dari pembagian jumlah produksi telur dengan jumlah ternak yang ada pada saat itu dikalikan dengan 100%.
�������������� = Jumlah telur
Jumlah ternak
x 100%
b. Berat TelurData berat telur diperoleh dengan cara menimbang setiap telur yang dihasilkan setiap hari (g/butir).
c. Konversi Ransum
Data konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan jumlah ransum (gram) yang dikonsumsi dengan rerata berat telur (gram) dengan perhitungan:
Konversi Ransum =Konsumsi Ransum
Pelaksanan Penelitian
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan yaitu sistem panggung, terdiri atas 18 plot, setiap plot terdapat 4 ekor itik. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.
Pengacakan Itik Petelur
Sebelum itik dimasukkan kedalam kandang yang sudah disediakan,
dilakukan pemilihan secara acak (random) untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada masing-masing plot yang tersedia
sebanyak 4 ekor.
Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Pendahuluan penelitian dengan menggunakan tiga metode, dimana diantara tiga metode yang dianalisis, bahan pakan yang terbaik adalah metode pengukusan. Pembuatan tepung diawali dengan membersihkan limbah ikan gabus pasir dengan air, kemudian ditiriskan, lalu ikan dikukus selama 15 menit ± 100ºC, lalu dipress limbah tersebut dan diovenkan dengan suhu 60ºC selama 8 jam. Menurut Winarno (1995), suhu pemasakan tepung ikan biasanya sekitar 95-100ºC dengan waktu pemasakan sekitar 20 menit atau dapat dilakukan selama 15-30 menit pada suhu 97ºC.
Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum ditimbang terlebih dahulu sesuai komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan ransum disusun sekali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum. Pemeliharaan Itik Petelur
Ransum diberikan dua kali sehari sesuai kebutuhan itik petelur dan air minum diberikan secara ad-libitum.
Pengambilan Data
Pengambilan data setiap hari untuk pengamatan produksi telur, konsumsi ransum dan berat telur.
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Telur
Produksi telur adalah rataan produksi telur harian yang diperoleh dari pembagian jumlah produksi telur dengan jumlah ternak yang ada pada saat itu dikalikan dengan 100%. Rataan produksi telur dinyatakan dalam % duck day
average (DDA) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan produksi telur selama penelitian (% DDA)
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5 6 Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan tampilan data pada Tabel 4 dapat dilihat rataan produksi telur hasil penelitian untuk perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 55,87%; 58,52%; dan 61,17%. Rataan produksi telur hasil penelitian mencapai produksi
tertinggi pada perlakuan P2 sebesar 61,17% dan terendah pada perlakuan P0 sebesar 55,87%. Walaupun terlihat ada kecenderungan bahwa perlakuan penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10% (P2) dalam ransum menghasilkan persentase telur yang lebih tinggi dari pada perlakuan yang menggunakan tepung ikan komersil 10% (P0
Tidak adanya perbedaan angka jumlah produksi telur tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kandungan protein dalam ransum.
Prasetyo dan Ketaren (2005) menyatakan bahwa pemberian ransum dengan kadar protein 20% dapat menghasilkan puncak produksi yang lebih tinggi dari pada ransum dengan kadar protein rendah 14%. Penyebab lain diduga karena rasio energi:protein dalam penelitian ini terlalu luas sehingga menyebabkan produksi tidak optimal. Wahju (1992) menyatakan bahwa dalam penyusunan ransum protein harus disesuaikan dengan kandungan energinya. Imbangan energi metabolis (EM) dengan protein (P) dimaksudkan untuk mencapai kebutuhan protein minimum serta rasion energi dan protein (EM/P). Rasio E : P pada penelitian ini berkisar antara 199,57-208,68 lebih besar dibandingkan dengan kisaran ideal rasio energi:protein yaitu 145-160. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penggunaan pakan dengan kandungan protein pakan yang rendah dan rasio energi:protein yang tidak sesuai akan menghasilkan produksi telur yang sedikit dan persentase produksi telur yang dihasilkan dari perlakuan yang menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir sampai level 10% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan menggunakan tepung ikan komersil 10%.
Berat Telur
Berat telur diperoleh dengan cara menimbang masing-masing telur yang dihasilkan setiap hari (g/butir). Data hasil pengamatan berat telur selama penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan berat telur selama penelitian (g)
Berdasarkan tampilan data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata berat telur selama penelitian untuk perlakuan P0, P1, dan P2 adalah 63,73; 64,09; dan 64,22 g. Dari hasil rataan berat telur yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat perlakuan P2 memiliki rataan berat tertinggi yaitu 64,22 g dibandingkan dengan perlakuan P0 dan P1
Perlakuan P
. Tidak adanya perbedaan pada rataan berat telur dari hasil penelitian secara uji statistik menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir sampai taraf 10% dalam ransum dapat menggantikan penggunaan tepung ikan komersil.
10% tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan menggunakan tepung ikan komersil 10%.
Konversi Ransum
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (berat telur) dalam waktu yang sama. Konversi ransum adalah indikator teknis yang menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, semakin rendah angka konversi berarti semakin efisien. Namun jika konversi ransum tersebut membesar, maka telah terjadi pemborosan. Rataan konversi ransum selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan konversi ransum selama penelitian berdasarkan berat telur
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 4 5 6
Keterangan: tn = tidak nyata
Berdasarkan tampilan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai konversi pakan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P0 sebesar 5,98 sedangkan nilai konversi pakan yang terendah terdapat pada perlakuan P2 sebesar 5,34, artinya untuk memperoleh 1 kg telur pada perlakuan P0, P1 dan P2
Nilai konversi pakan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Lutfi (2001) yang menggunakan silase ikan-tape dengan nilai konversi 5,4-14,7
dan masih lebih baik juga dari hasil penelititan Septyana (2008) yang menggunakan tepung daun katuk dalam ransumnya yang menghasilkan nilai konversi 8,8-36,6.
Ketaren dan Prasetyo (2002) melaporkan bahwa efisiensi penggunaan pakan itik petelur selama empat bulan produksi pertama dapat diperbaiki dari 5,67 menjadi 2,88 dengan memberi pakan bentuk pelet pada tingkat konsumsi pakan sebanyak 154 g/ekor/hari. Perbaikan efisiensi pakan pelet tersebut kemungkinan lebih diakibatkan oleh penurunan jumlah pakan yang tercecer, terlihat dari jumlah konsumsi pakan sebanyak 154 g/ekor/hari yang lebih rendah dari yang dilaporkan dari penelitian ini yaitu 170 g/ekor/hari.
Rekapitulasi Data
Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi produksi telur, berat telur, dan konversi ransum
Peubah Perlakuan
Keterangan: tn = tidak nyata
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tepung limbah ikan gabus pasir dapat digunakan sebagai bahan pakan itik petelur fase bertelur hingga level 10% dan dapat menggantikan penggunaan tepung ikan komersil sebagai campuran dalam pembuatan ransum.
Saran
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur
Bahan pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum pada itik belum ada aturan bakunya, yang terpenting ransum yang diberikan kandungan nutriennya dalam ransum sesuai dengan kebutuhan itik (Rasyaf, 1993). Sedangkan menurut Wahju (1992), bahan makanan untuk ransum itik tidak berbeda dengan ransum ayam. Ransum dasar dianggap telah memenuhi standar kebutuhan ternak apabila cukup energi, protein, serta imbangan asam-amino yang tepat (Rasyaf, 1993).
Standar kebutuhan dan energi dapat dihitung berdasarkan pola konsumsi ransum per hari (Wahju, 1992). Konsumsi akan meningkat apabila itik diberi ransum dengan energi rendah dan sebaliknya akan menurun apabila diberi energi tinggi. Selain protein dan energi, nutrien yang mempengaruhi produktivitas adalah mineral (NRC, 1994).
Tabel 1. Kebutuhan gizi itik petelur
Nutrien Fase
Starter Grower Layer
Energi (Kkal ME/Kg) 2900 3000 2900
Kebutuhan air minum pada unggas tergantung dari suhu lingkungan, kelembaban relatif, komposisi ransum, kecepatan pertumbuhan dan efisiensi penyerapan air oleh ginjal (Ferket dan Gernat, 2006).
Ketersediaan air minum dalam kandang pemeliharaan itik pedaging juga harus selalu ada agar itik dapat minum setiap saat. Jumlah air minum yang diberikan disesuaikan dengan banyak itik. Air yang digunakan harus air bersih diganti setiap hari dan tempat minum dibersihkan secara rutin, ada baiknya tempat pakan diletak berdekatan dengan tempat minum agar itik mudah menyelingi kegiatan makan dan minum (Wakhid, 2013).
Kekurangan air dapat menyebabkan gangguan metabolisme tubuh dan bila kandungan air dalam pakan kurang akan menyebabkan lambatnya pergerakan makanan dari tembolok (Sudaro, 2000).
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut; Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis
amboinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar
bersisik, tidak ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan tidak membesar, tipe ekor membulat (Gultom, 2010).
Limbah ikan gabus pasir terdiri atas kepala dan isi perut. Limbah ikan gabus pasir diolah menjadi tepung dengan cara dipanaskan (cooking), dipressing, dioven dan digrinder menjadi tepung ikan. Tepung ikan mengadung protein yang
tinggi dan dapat meingkatkan produksi dan nilai gizi telur dan daging (Stevie et al., 2009).
Tabel 2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir
Jenis Nutrisi Kandungan
Gross Energi (K.kal/g) 3,7128a
Kadar air (%) 6,75
Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2015), bLaboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2015) cLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014)
Tepung Ikan
Menurut Afifah (2006), menjelaskan bahwa bahan baku pakan yang dapat mengurangi penggunaan tepung ikan dalam pakan harus memiliki kriteria utama antara lain kandungan protein yang tinggi sekitar 30-60%, ketersediaan ikan yang akan dijadikan tepung ikan melimpah dan harga tepung ikan alternatif murah dibandingkan tepung ikan impor (Afrianto, 2005).
Tabel 3. Komposisi nutrisi tepung ikan komersil lokal
Nutrisi Kandungan
Gross Energi (K.kal/g) 2,2130a
Protein kasar (%) 45,7
Lemak kasar (%) Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014), b
Pakan Ternak (2014) dan
Produksi Telur
Produksi telur dapat diukur dalam satuan hen-day. Hen-day merupakan produksi telur dibagi dengan jumlah ternak petelur yang ada pada saat itu, dan biasanya diukur setiap hari. Masa bertelur dihitung setelah produksi telur mencapai 5 % hen day (Rasyaf, 1996). Kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup itik dan mendukung produksi telur tergantung pada bahan yang digunakan untuk membentuk ransum itik tersebut. Penurunan produksi telur dapat disebabkan karena pemberian asam amino yang rendah (Wahju, 1992).
Berat Telur
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan dalam waktu tertentu (Wahju, 1992). Pencatatan konsumsi ransum oleh peternak unggas bertujuan untuk mengatur anggaran pembelian ransum serta menunjukkan perubahan kesehatan dan produktivitas ternak unggas (Williamson dan Payne, 1993). Konsumsi ransum dapat dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum sisa. Data ini dibuat dalam satuan gram atau kilogram dan lakukan per minggu (Rasyaf, 1996). Tujuan ternak mengkonsumsi ransum adalah untuk mempertahankan hidup, meningkatkan bobot badan dan untuk berproduksi (Anggorodi, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum itik adalah kesehatan itik, kandungan energi dalam ransum, macam bahan pakan, kondisi ransum yang diberikan, kebutuhan produksi, selera dan metode pemberian pakan yang digunakan (Rasyaf, 1993). Konsumsi ransum akan meningkat bila diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah dan akan menurun bila diberi ransum dengan kandungan energi tinggi. Dengan demikian dalam penyusunan ransum kandungan protein harus disesuaikan dengan kandungan energinya. Unggas mengkonsumsi ransum terutama untuk memenuhi kebutuhan energinya (Anggorodi, 1985).
produksi). Williamson dan Payne (1993) merekomendasikan kebutuhan ransum untuk konsumsi normal itik masa produksi adalah 170 – 227 gram per ekor per hari.
Konversi Ransum
Konversi ransum erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan ransum selama proses produksi telur dan didefinisikan sebagai perbandingan antara konsumsi ransum dengan unit berat telur yang dihasilkan (Anggorodi, 1985). Sedangkan menurut Rasyaf (1993) konversi ransum merupakan pembagian antara ransum yang dihabiskan untuk produksi telur dengan jumlah produksi telur yang diperoleh. Semakin kecil angka konversi ransum semakin baik tingkat konversinya. Konversi ransum dipengaruhi oleh laju perjalanan digesta di dalam alat pencernaan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum dan pengaruh imbangan nutrien (Anggorodi, 1985).
Efisiensi penggunaan pakan itik petelur yang biasa diukur dengan FCR masih sangat buruk yaitu berkisar antara 3,2–5,0 dibandingkan dengan ayam ras petelur yang hanya 2,4–2,6 selama setahun produksi (HY−LINE
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ternak itik merupakan penghasil telur yang cukup baik. Hingga saat ini sebagian besar itik masih dipelihara secara tradisional, yaitu digembalakan disawah-sawah lepas panen, di rawa atau di kolam. Adanya beberapa kendala pada sistem pemeliharaan tradisional, seperti semakin sempitnya lahan pertanian, masa kosong lahan setelah panen semakin singkat dan terbatas serta terdapat kasus pencemaran air akibat penggunaan pestisida menyebabkan produktivitas itik menjadi rendah. Oleh karena itu untuk mengatasinya diupayakan pemeliharaan itik secara intensif. Melalui pemeliharaan secara intensif, itik dipelihara di kandang sehingga kebutuhan makanan dan minumannya harus disediakan oleh peternak.
Ransum merupakan salah satu kendala yang dirasakan sebagai beban oleh para peternak dari sistem peternakan intensif (dikandangkan), terutama penyediaan bahan ransum yang berkualitas dengan kontinuitas yang terjamin.
Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber protein dalam ransum dan memberikan peluang yang baik adalah tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) yang berasal dari kepala ikan dan isi perut
yang tidak termanfaatkan ditempat pelelangan ikan atau di gudang penyimpanan ikan
itik petelur yang baik membutuhkan jumlah protein yang cukup dalam pakannya untuk dapat berproduksi dengan optimal (230-250 butir/tahun). Limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) memiliki kandungan nutrisi yang baik dengan kadar protein kasar 49.36%, sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan itik untuk berproduksi.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai
Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu”.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum terhadap produksi telur, berat telur, dan konversi ransum Itik Lokal umur 35 minggu.
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum dapat mensubtitusi tepung ikan komersil terhadap produksi telur, berat telur dan konversi ransum Itik Lokal umur 35 minggu.
Kegunaan Penelitian
ABSTRAK
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Petelur Umur 35 Minggu”, dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lama Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dari bulan Maret sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum terhadap produksi telur, berat telur, dan konversi ransum itik petelur. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik petelur. Perlakuan terdiri dari P0 (ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0%); P1 (ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 5%); P2
Hasil penelitian menunjukan persentase produksi secara berturut turut untuk perlakuan P
(ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%).
0, P1 dan P2 sebesar 55.87; 58.52 dan 61.17. Berat telur (g) secara berturut turut untuk perlakuan P0, P1 dan P2 sebesar 63.73; 64.09 dan 64.22. Konversi ransum secara berturut turut untuk perlakuan P0, P1 dan P2
Kata kunci: Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir, Peformans Itik Petelur
ABSTRACT
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “ Utilization of Waste Fish
Meal Gabus Pasir (Butis amboinensis) In Ration Against Peformance of Laying Duck Age 35 Weeks”, guided by R. EDHY MIRWANDHONO and
TRI HESTI WAHYUNI.
This research was conducted at Desa Lama Kecamatam Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang from Mart to June 2015. This study aimed to determine
the effect of fish waste cork flour sand (Butis amboinensi) in the ration on duck-day, egg mass and conversion laying duck rations. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with three treatments and 6 replications, each replication consisted of 4 laying ducks. Treatmen consists of P0 (feed with fish waste cork flour sand as much as 0%); P1 (feed with fish waste
cork flour sand as much as 5%); P2
The results showed the average of duck-day percentage in consecutive to treatment P
(feed the fish waste cork flour as much as 10%).
0, P1 and P2 at
Keywords: Waste Fish Meal Gabus Pasir, Peformance of Laying duck
PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS
PASIR (Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI
TEPUNG IKAN DALAM RANSUM TERHADAP
PEFORMANS ITIK LOKAL
UMUR 35 MINGGU
SKRIPSI
Oleh :
INDRA DAT PERDANA TARIGAN 110306049
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH IKAN GABUS
PASIR (Butis amboinensis) SEBAGAI SUBSTITUSI
TEPUNG IKAN DALAM RANSUM TERHADAP
PEFORMANS ITIK LOKAL
UMUR 35 MINGGU
SKRIPSI
Oleh :
INDRA DAT PERDANA TARIGAN 110306049
PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Lokal Umur 35 Minggu
Nama : Indra Dat Perdana Tarigan
NIM : 110306049
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Dalam Ransum Terhadap Peformans Itik Petelur Umur 35 Minggu”, dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lama Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dari bulan Maret sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dalam ransum terhadap produksi telur, berat telur, dan konversi ransum itik petelur. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 4 ekor itik petelur. Perlakuan terdiri dari P0 (ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0%); P1 (ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 5%); P2
Hasil penelitian menunjukan persentase produksi secara berturut turut untuk perlakuan P
(ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 10%).
0, P1 dan P2 sebesar 55.87; 58.52 dan 61.17. Berat telur (g) secara berturut turut untuk perlakuan P0, P1 dan P2 sebesar 63.73; 64.09 dan 64.22. Konversi ransum secara berturut turut untuk perlakuan P0, P1 dan P2
Kata kunci: Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir, Peformans Itik Petelur
ABSTRACT
INDRA DAT PERDANA TARIGAN, 2015: “ Utilization of Waste Fish
Meal Gabus Pasir (Butis amboinensis) In Ration Against Peformance of Laying Duck Age 35 Weeks”, guided by R. EDHY MIRWANDHONO and
TRI HESTI WAHYUNI.
This research was conducted at Desa Lama Kecamatam Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang from Mart to June 2015. This study aimed to determine
the effect of fish waste cork flour sand (Butis amboinensi) in the ration on duck-day, egg mass and conversion laying duck rations. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with three treatments and 6 replications, each replication consisted of 4 laying ducks. Treatmen consists of P0 (feed with fish waste cork flour sand as much as 0%); P1 (feed with fish waste
cork flour sand as much as 5%); P2
The results showed the average of duck-day percentage in consecutive to treatment P
(feed the fish waste cork flour as much as 10%).
0, P1 and P2 at
Keywords: Waste Fish Meal Gabus Pasir, Peformance of Laying duck
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir sebagai subtitusi Tepung Ikan dalam ransum terhadap Peformans Itik Lokal umur 35 minggu’’.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua Orang Tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dorongan berupa materil dan spirituil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak R. Edhy Mirwandhono selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Tri Hesti Wahyuni selaku anggota komisi pembimbing dan kepada Ibu Tati Vidiana Sari selaku pembimbing dilapangan dan juga civitas akademikan Program Studi Peternakan yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
DAFTAR ISI
Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur... ... 3Kebutuhan Air Minum ... 4
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) ... 4
Tepung Ikan ... 5
Produksi Telur ... 6
Berat Telur ... 7
Konsumsi Ransum ... 8
Konversi Ransum ... 9
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
Pelaksanaan Penelitian... ... 14
Persiapan Kandang dan Peralatan.... ... 14
Pengacakan Itik Petelur ... 14
Pembutan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) ... 14
Penyusunan Ransum... ... 14
Pemeliharaan Itik Petelur .... ... 15
Pengambilan Data.... ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Telur ... ` 16
Berat Telur ... 17
Konversi Ransum ... 19
Rekapitulasi Data ... 20
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 22
Saran ... 22
DAFTAR TABEL
Hal. No.
1. Kebutuhan Gizi Itik Petelur ... 4
2. Komposisi Nutrisi Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir ... 5
3. Komposisi Nutrisi Tepung Ikan Komersil Lokal ... 5
4. Rataan Produksi Telur (%DDA) ... 16
5. Rataan Berat Telur (g)... 18
6. Rataan Konversi Ransum ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Formulasi Ransum Itik Petelur ... 24
2. Pembuatann Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir ... 25
3. Analisis Sidik Ragam Produksi Telur ... 26
4. Analisis Sidik Ragam Berat Telur ... 26