• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei NagalawanK ecamatan Perbaungan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Bobot kering (g) sisa serasah daun B. cylindrica tiap ulangan pada berbagai salinitas

Salinitas Ulangan

Lama masa dekomposisi (hari)

Kontrol 15 30 45 60 75 90

0-10 ppt

1 50 15.04 7.31 6.7 5.61 1.99 1.7

2 50 8.96 8.88 7.93 1.73 1.79 1.21

3 50 11.63 9.24 8.32 3.24 2.02 2.2

Total 150 35.63 25.43 22.95 10.58 5.8 5.11

rata-rata 50 11.88 8.48 7.65 3.53 1.93 1.70

10-20 ppt

1 50 8.55 8.03 7.3 3.92 2.92 1.42

2 50 8.68 7.79 7.2 4.25 1.44 1.64

3 50 13.06 10.47 7.09 4.6 2.33 0.57

Total 150 30.29 26.29 21.59 12.77 6.69 3.63

rata-rata 50 10.10 8.76 7.20 4.26 2.23 1.21

20-30 ppt

1 50 11.09 7.89 5.73 3.64 4.58 4.03

2 50 15.05 8.62 7.77 5.94 4.39 4.14

3 50 7.1 6.69 6.46 4.79 4.08 3.79

Total 150 33.24 23.2 19.96 14.37 13.05 11.96

rata-rata 50 11.08 7.73 6.65 4.79 4.35 3.99

Lampiran 2. Persentase bobot kering serasah daun B. cylindrica tiap ulangan pada berbagai tingkat salinitas

Salinitas Ulangan

Lama masa dekomposisi (hari)

Kontrol 15 30 45 60 75 90

(3)

2 100 17.92 17.76 15.86 3.46 3.58 2.42 3 100 23.26 18.48 16.64 6.48 4.04 4.40 Total 300 71.26 50.86 45.90 21.16 11.60 10.22 rata-rata 100 23.75 16.95 15.30 7.05 3.87 3.41

10-20 ppt

1 100 17.10 16.06 14.60 7.84 5.84 2.84 2 100 17.36 15.58 14.40 8.50 2.88 3.28 3 100 26.12 20.94 14.18 9.20 4.66 1.14

Total 300 60.58 52.58 43.18 25.54 13.38 7.26

rata-rata 100 20.19 17.53 14.39 8.51 4.46 2.42

20-30 ppt

1 100 22.18 15.78 11.46 7.28 9.16 8.06 2 100 30.10 17.24 15.54 11.88 8.78 8.28 3 100 14.20 13.38 12.92 9.58 8.16 7.58 Total 300 66.48 46.40 39.92 28.74 26.10 23.92 rata-rata 100 22.16 15.47 13.31 9.58 8.70 7.97

Lampiran 3. Makrobentos yang terdapat dalam kantong serasah daun B. cylindrica

Salinitas Ulangan Hari ke- Organisme Jumlah

0-10 ppt

1

15

Siput 1

2 Cacing, Kepiting 4

3 Cacing 2

10-20 ppt

1

15

Kepiting,Siput 5

2 Siput 5

3 Siput 2

20-30 ppt

1

15

Kepiting 1

(4)

3 Cacing 4

0-10 ppt

1

30

Kepiting,Cacing 5

2 Kepiting, Siput 4

3 Siput 3

10-20 ppt

1

30

Cacing, Siput 4

2 Cacing, Kepiting 4

3 Cacing, Siput 2

20-30 ppt

1

30

Siput, Cacing 5

2 Cacing 3

3 Kepiting, Cacing 6

0-10 ppt

1

45

Siput, Cacing, Kepiting 6

2 Cacing, Siput 4

3 Siput, Kepiting 4

10-20 ppt

1

45

Kepiting, Siput 4

2 Kepiting, Cacing 7

3 Siput, Cacing 5

20-30 ppt

1

45

Kepiting, Siput 4

2 Cacing, Siput 6

3 Cacing, Kepiting 5

0-10 ppt

1

60

Siput 4

2 Cacing, Kepiting 7

3 Kepiting, Siput 6

10-20 ppt

1

60

Kepiting, Cacing 5

2 Kepiting, Cacing 6

3 Cacing, Siput 7

20-30 ppt

1

60

Siput, Cacing 5

(5)

3 Cacing, Siput, Kepiting 6

Lampiran 3. Lanjutan

Salinitas Ulangan Hari ke- Organisme Jumlah

0-10 ppt

1

75

Kepiting, Cacing 6

2 Siput, Cacing 5

3 Siput, Kepiting 6

10-20 ppt

1

75

Siput, Kepiting 3

2 Cacing, Kepiting, Siput 7

3 Siput, Cacing 5

20-30 ppt

1

75

Siput, Kepiting 3

2 Cacing, Siput 6

3 Cacing, Siput 5

0-10 ppt

1

90

Kepiting, Siput, Cacing 4

2 Siput, Cacing 6

3 Cacing 3

10-20 ppt

1

90

Siput, Cacing 3

2 Kepiting, Cacing 5

3 Siput, Cacing Kepiting 7

20-30 ppt

1

90

Cacing, Kepiting 4

2 Cacing, Siput 3

(6)

Lampiran 4. Jumlah keseluruhan organisme yang terdapat pada serasah

B. cylindrica yang mengalami dekomposisi

Tingkat salinitas Organisme Jumlah

0-10 ppt Cacing, Kepiting dan Siput 80 10-20 ppt Cacing, Kepiting dan Siput 86 20-30 ppt Cacing, Kepiting dan Siput 75

Lampiran 5. Kandungan unsur hara serasah B. cylindrica

Karbon

Salinitas 15 60 90

Kontrol 18.67 18.67 18.67

0-10 ppt 18.47 17.34 17.05

10-20 ppt 18.01 17.67 16.82

20-30 ppt 18.84 17.5 17.11

Total 73.99 71.18 69.65

Rata-rata 18.50 17.80 17.41

Nitrogen

Salinitas 15 60 90

Kontrol 2.6 2.6 2.6

0-10 ppt 2.6 2.6 2.8

10-20 ppt 2.8 2.7 2.9

20-30 ppt 2.7 2.8 2.8

Total 10.7 10.7 11.1

Rata-rata 2.68 2.68 2.78

Fosfor

(7)

Kontrol 0.16 0.16 0.16

0-10 ppt 0.16 0.16 0.15

10-20 ppt 0.17 0.18 0.17

20-30 ppt 0.17 0.16 0.16

Total 0.66 0.66 0.64

Rata-rata 0.17 0.17 0.16

C/N Ratio

Salinitas 15 60 90

Kontrol 7.18 7.18 7.18

0-10 ppt 7.10 6.67 6.09

10-20 ppt 6.43 6.54 5.80

20-30 ppt 6.98 6.25 6.11

Total 27.69 26.64 25.18

Rata-rata 6.92 6.66 6.30

Lampiran 6. Perhitungan Laju Dekomposisi Metode Olson (1963): In (Xt/Xo) = -kt

Keterangan : X

t = Bobot kering serasah setelah periode pengamatan ke-t (g)

X

0 = Bobot serasah awal (g)

k = laju dekomposisi serasah

e = Bilangan logaritma natural (2,72)

(8)

1. Xo = 50 g Xt = 1,70 g

t = hari setahun hari lama dekomposisi

t = 365 = 4,05 90

-4,05 k = In 1,70 50 -4,05 k = In 0,034 -4,05 k = -3,38

k = 0,83

2. Xo = 50 g Xt = 1,21 g

t = hari setahun hari lama dekomposisi

t = 365 = 4,05 90

(9)

k = 0,91

3. Xo = 50 g Xt = 3,99 g

t = hari setahun hari lama dekomposisi

t = 365 = 4,05 90

-4,05 k = In 3,99 50 -4,05 k = In 0,079 -4,05 k = -2,52

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Aksornkoae, S., dan C. Khemnrak. 1984. Nutrient Cycling in Mangrove Forest of Thailand. Hlm. 545-57 dalam Proc. As. Symp. Mangr. Env. Res. And Manag. E. Soepadmo, A. N. Rao dan D. J. Macintosh (Peny.). University of Malaya dan UNESCO. Kuala Lumpur.

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangroves. The IUCN Wetlands Programme. Bangkok. Thailand

Allo, M. P. R., Fahruddin, Eva Johanes. 2014. Pengaruh Jenis Bioaktivator pada Laju Dekomposisi Sampah Daun Ki Hujan Samanea Saman dari Wilayah Kampus unhas. UNHAS Press. Makassar.

Al-Jabri. 2007. Perkembangan Uji Tanah Masa Depan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 26 (2): 55. Balai Penelitian Tanah Bogor.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Kanisius. Jakarta

Darkuni, M. N. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Universitas Negeri Malang.

Dita, F. L. 2007. Pendugaan Laju Dekomposisi Serasah Daun Shorea balangeran (Korth.) Burck Dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten Di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor.

Dix N.J. dan J. Webster, 1995. Fungal Ecology. Chapman and Hall. London, Glasgow, Weinheim, New York, Tokyo, Melbourne, Madras.

(11)

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Ghufran, M. H. Kordi K. M. 2012. Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, Dan Pengelolaan. p. 44-45. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hutabarat, S dan S. M. Evans. 1983. Pengantar Oseanografi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Kusmana, C. 2000. Ekologi Mangrove.Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Kusmana, C. 2011. Konsep Pengelolaan Mangrove yang Rasional. Institut Pertanian Bogor. http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/ [09 Oktober 2015]

Mahmudi, M. 2010. Estimasi Produksi Ikan Melalui Nutrien Serasah Daun Mangrove di Kawasan Reboisasi Rhizophora, Nguling, Pasuruan, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Kelautan. 15 (4) : 231-235.

Manan, S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mason, C. F., 1974. Mollusca. Hlm 555-591 dalam Biology of Plant Litter Decomposition. Volk e-1. C.H Dickinson dan G. J. F. Pugh (Peny.). Academic Press. London, New York.

Mason, C. F., 1977. Decomposition. Studies in Biology No. 74. The Edward Arnold (Publ.) Ltd. Southampton. London.

Moore-Landecker, E. 1990. Fundamentals of The Fungi. Fourth Edition. Prentice Hall, Englewood. New Jersey.

(12)

Mulyani, M, Kartasapoetra, A.G, Sastroatmodjo, S. 1991. Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Yakarta

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Noor, Y. R., M. Khazali, I N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlends Internasional-Indonesia Programe, Bogor.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Odum, W.E. dan Eric J. Heald. 1975. The detritus-based food web of an estuarine mangrove community. In L.E. Cronin, ed. Estuarine Research. p. 265-286.. Diterjemahkan oleh: M. Ghufran H. Kordi K. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Olson, J. S. 1963. Energy Storage and the Balance of Producer and Decompocer in Ecological System Ecology 44 : 322 – 331

Pratama, Y. 2014. Laporan Praktikum Oseanografi. Universitas Brawijaya. Malang.

Rismunandar. 2000 . Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas (Studi Kasus di Kawasan Hutan Mangrove Blanakan, RPH Tegal Tangkil, BKPH Ciasem-Pamanukan, KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(13)

Sriharti., Salim, T., 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Pupuk Kompos Menggunakan Kompos Rotary Drum. Prosising Seminar Nasional Bidang Teknik Kimia dan Tekstil, Yogyakarta.

Subkhan. 1991. Produksi dan Penguraian Serasah Hutan Mangrove di Sungai Talidendan Besar, HPH PT Bina Lestari, Riau. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ulqodry, T. Z. 2008. Produktifitas Serasah Mangrove dan Potensi Kontribusi Unsur Hara di Perairan Mangrove Tanjung Api-Api Sumatera Selatan. [Tesis]. IPB. Bogor.

(14)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni - September 2015 di kawasan hutan mangrove Kampumg Nipa Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan di Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Penimbangan serasah dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Analisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) di lakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah

Bruguiera cylindrica yang diambil dari hutan mangrove Pulau Sembilan. Alat

yang digunakan berupa kantong serasah (litter bag) berukuran 40 x 30 cm yang terbuat dari nilon, kantong plastik, jarum, benang, oven, timbangan analitik,

kamera digital, tali plastik, patok bambu, amplop sampel, cutter,

Hand Refractometer, alat tulis dan Koran.

Prosedur Penelitian

Penentuan zona salinitas

Penentuan zona salinitas dilakukan dengan pengukuran tingkat salinitas

(15)

Hand refractometer. Pengukuran salinitas dilakukan 3 kali pada waktu pagi, siang

dan sore selama empat hari kemudian hasil pengukuran di rata-ratakan. Lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. terdiri atas 3 salinitas, yaitu salinitas 0 - 10 ppt berjarak 262 m dari laut, salinitas 10-20 ppt berjarak 56 m dari laut,

dan salinitas 20-30 ppt berjarak 23 m dari laut.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Pengumpulan sampel serasah daun B. cylindrica

Pengambilan sampel serasah daun B. cylindrica dilakukan di beberapa lokasi pada hutan mangrove Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu,

Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang mayoritas ditumbuhi oleh jenis

B. cylindrica. Pengumpulan dilakukan di Pulau Sembilan karena jumlah serasah

(16)

Nagalawan yang merupakan lokasi rehabilitas mangrove dengan jumlah serasah yang terbatas. Pengambilan serasah dilakukan secara langsung dari lantai hutan dan dikumpulkan ke dalam kantong plastik berukuran 20 kg dan kemudian dikering udarakan untuk mengurangi kadar air-nya dan selanjutnya dilakukan penimbangan sebelum dimasukkan ke dalam kantong serasah.

Penempatan Sampel Serasah Daun B. cylindrica

Serasah daun B. cylindrica yang telah ditimbang sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam kantong serasah yang terbuat dari nilon. Kantong serasah dipasang pada tiga tingkat salinitas yang telah ditentukan, masing-masing sebanyak 18 kantong serasah. Total keseluruhan kantong serasah yang digunakan adalah 54 kantong serasah. Selama penelitian kantong serasah diikat pada pancang bamboo sebagai antisipasi kantong serasah terbawa oleh pasang surut air laut dan dapat dilihat pada Gambar 3.

(17)

Gambar 3. Lokasi penempatan kantong serasah. (A) 0 - 10 ppt, (B) 10 – 20 ppt, dan (C) 20 - 30 ppt

Pengambilan Sampel Serasah Daun B. cylindrica

Pengambilan serasah daun B. cylindrica di lapangan dilakukan 15 hari

sekali. Pengambilan sampel serasah lebih baik dilakukan pada saat air laut sedang surut. Kantong berisi serasah yang diambil dari masing-masing tingkat salinitas adalah sebanyak 3 kantong serasah selama 90 hari. Serasah daun B. cylindrica selanjutnya dikeluarkan dari kantong dan dikering udarakan selama 3 hari, untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong kertas HVS Folio. Kantong kertas yang berisi serasah daun B. cylindrica tersebut dimasukkan kedalam oven bersuhu 70˚C selama 2 x 24 jam. Setelah dioven serasah tersebut ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica dihitung dari penyusutan bobot serasah yang terdekomposisi dalam satu satuan waktu.

Analisis serasah daun B. cylindrica

Contoh serasah daun B. cylindrica dari setiap zona salinitas yang telah diketahui berat keringnya sebanyak 5 gram dibawa ke Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. untuk dianalisis unsur hara karbon, nitrogen dan fosfor dengan menggunakan metode Kjelldahl dan metode pengabuan kering.

(18)

Pengolahan Data

Laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica

Pendugaan nilai laju dekomposisi serasah dilakukan menurut persamaan berikut (Olson, 1963 diacu Subkhan, 1991) :

X

t / X0 = e -kt

(1)

Adapun penentuan lama masa serasah terdapat (resiedence time) di lantai hutan digunakan rumus:

1/k (2)

Keterangan : X

t = Bobot kering serasah setelah periode pengamatan ke-t (g)

X

0 = Bobot serasah awal (g)

k = laju dekomposisi serasah

e = Bilangan logaritma natural (2,72)

t = Periode pengamatan (hari)

Analisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P)

a. Karbon (C)

(19)

digoncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan 30 menit. Ditambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 ml, kemudian ditambahkan 5 tetes Diphenylamine dan digoncang hingga larutan berwarna biru tua kehijauan kotor. Dititrasikan dengan Fe (NH4)2 (SO4) 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang. Dilakukan kerja ini lagi (tanpa daun) untuk mendapat volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N untuk blanko.

5 x (1−T

S) x 0,003 x

1 0,07x

100

BCTPerhitungan :

C-organik (%) =

Keterangan :

T = Volume titrasiFe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan daun

S = Volume titrasiFe (NH4)2 0,5 N blanko (tanpa daun)

0,003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g C-organik

1/0,77 = Metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi

BCT = Berat Contoh Tanaman

b. Nitrogen (N)

(20)

Erlenmeyer 250cc yang berisi 25 mL H3BO3 4% dan ditetesi indicator campuran. Titrasi berakhir bila H3BO3 telah berwarna hijau dan volumenya telah mencapai 75 ml. Amonika hasil destilasi diukur dengan mentitrasi dengan HCL 1 N sampai warna berubah dari hijau ke warna merah (Mukhlis, 2007).

mLHCl x NHCl

berat contoh x 1000 x 14 x 50 x 20

50x 100Perhitungan:

N daun (%) =

= mL HCl x N HCl x 11,2

c. Fosfor (P)

Diambil dengan pipet 5 ml cairan destruksi encer dari ekstraksi destruksi basah atau cairan dari ekstraksi pengabuan kering tempatkan pada tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml reagen fosfat B biarkan ± 10 menit, kemudian diukur

transmittance (absorbence) pada spectronic dengan π 660 nm. Dilakukan pada larutan standar 0-2-4-6-8 dan 10 ppm P, dengan cara mengambil masing-masing 5 ml dan ditambahkan 10 ml reagen fosfat B dan diukur pada spectronic (Mukhlis, 2007).

Plrt x 50

0,25x 50

5 x 10

−4Perhitungan:

P daun (%) =

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Laju Dekomposisi

Sisa serasah daun Bruguiera cylindrica rata-rata yang telah terjadi penurunan bobot kering akibat proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas yang dimulai dari hari ke-15 sampai hari ke-90 dapat dilihat pada Tabel 2. Data dasar tiap 15 hari bobot kering sisa serasah daun B. cylindrica masing-masing ulangan yang telah mengalami proses dekomposisi selama 90 hari dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 2. Sisa serasah (g) daun B. cylindrica rata-ratayang telah mengalami proses dekomposisi 15 sampai 90 hari di lingkungan pada berbagai tingkat salinitas.

Salinitas

Lama masa dekomposisi (hari)

Kontrol 15 30 45 60 75 90

0-10 ppt 50 11.88 8.48 7.65 3.53 1.93 1.7 10-20 ppt 50 10.1 8.76 7.2 4.26 2.23 1.21 20-30 ppt 50 11.08 7.73 6.65 4.79 4.35 3.99

Berdasarkan pada Tabel 2.perubahan bobot kering serasah daun

B. cylindrica dari tiga tingkat salinitas yang paling cepat terdekomposisi terjadi

(22)

Persentase sisa serasah daun Bruguiera cylindrica yang telah mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas yang dimulai dari hari ke-15 sampai hari ke-90 dapat dilihat pada Gambar 4. Data persentase sisa serasah daun

B. cylindrica masing-masing ulangan yang telah mengalami proses dekomposisi

selama 90 hari dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 4.Persentase sisa serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan pada berbagai tingkat salinitas

Berdasarkan Gambar 4. kehilangan bobot kering serasah terbesar telah dimulai pada hari ke-15 pada masing-masing tingkat salinitas dengan persentase penurunan bobot kering paling tinggi terjadi pada tingkat salinitas 10 – 20 ppt yaitu sebesar 20,19%, kemudian penurunan bobot kering kategori sedang terjadi pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt yaitu sebesar 22,16% dan sisa serasah yang paling rendah terjadi pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt yaitu sebesar

0 20 40 60 80 100 120

Kontrol 15 30 45 60 75 90

S is a S er a s ah ( % )

Lama masa dekomposisi (hari)

0-10 ppt

10-20 ppt

(23)

23,75%.Selanjutnya penurunan bobot kering serasah terjadi secara berangsur sampai hari ke-90.

Berdasarkan data Tabel 3. laju dekomposisi yang terjadi paling cepat terdapat pada tingkat salinitas 10 – 20 ppt dengan lama masa serasah terdapat (tahun) yaitu 1,09 dengan nilai k sebesar 0,91/tahun. Adapun laju dekomposisi yang terjadi paling lama terdapat pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt dengan lama masa serasah terdapat (tahun) yaitu 1,61 dengan nilai k sebesar 0,62/tahun. Perhitungan laju dekomposisi pada ketiga salinitas dan lama laju dekomposisi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 3. Rata-rata laju dekomposisi dan lama masa serasah terdapat di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas

No. Tingkat Salinitas k (tahunˉ¹) Lama masa serasah terdapat (tahun)

1. 0-10 ppt 0,83 1,20 2. 10-20 ppt 0,91 1,09 3. 20-30 ppt 0,62 1,61

A B C

(24)

Gambar 5. Sisa serasah daun B. cylindrica yang terdekomposisi selama 15

sampai pengamatan hari ke-90

pada tingkat salinitas 10-20 ppt. (A)

Kontrol, (B) 15 hari, (C) 30 hari, (D)

45 hari, (E) 60 hari, (F) 75 hari, dan (G) 90 hari.

Berdasarkan pada Gambar 5. sisa serasah daun B. cylindrica yang mengalami proses dekomposisi paling cepat pada tingkat salinitas 10 – 20 ppt dari pengamatan hari ke-15 sampai hari ke-90 dapat dilihat terjadi perubahan bentuk daun menjadi cercahan dan terjadinya penurunan bobot kering pada serasah daun

B. cylindrica.

Makrobentos

Berdasarkan Gambar 6. pengamatan di hari ke-15 sampai hari ke-90 pada masing-masing salinitas, terdapat organisme pada kantong serasah yang

diperkirakan berperan dalam proses laju dekomposisi serasah daun

B. cylindrica.Jenis makrobentos yang terdapat di dalam kantong serasah daun

(25)

B. cylindrica yang lebih banyak ditemukan pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt

daripada tingkat salinitas yang lainnya yang dapat dilihat pada lampiran3.

Gambar 6. Jenis Makrobentos yang ditemukan dalam kantong serasah

B. cylindrica. (A) Kepiting (Uca pugnax), (B) Cacing laut

(Lumbricus terrestris) dan (C) Siput (Littoraria melanostoma)

Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor

Proses dekomposisi serasah daun B. cylindrica yang terjadi selama 90 hari mengandung unsur hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor.Persentase (%) kandungan unsur hara karbon pada daun B. cylindrica lebih tinggi dibandingkan dengan unsur hara nitrogen dan fosfor (Tabel 4.).

Tabel 4. Hasil analisis kandungan unsur hara Karbon (C), Nitrogen (N) dan Fosfor (P) pada serasah daun B. cylindrica.

Salinitas Unsur Hara

Hari Pengamatan

Kontrol 15 60 90

0-10 ppt

C 18,67 18,47 17,34 17,05

N 2,6 2,6 2,6 2,8

P 0,16 0,16 0,16 0,15

10-20 ppt

C 18,67 18,01 17,67 16,82

N 2,6 2,8 2,7 2,9

(26)

20-30 ppt

C 18,67 18,84 17,5 17,11

N 2,6 2,7 2,8 2,8

P 0,16 0,17 0,16 0,16

Kadar unsur hara karbon umumnya mengalami grafik penurunan selama hari pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 7. Berbeda dengan kadar unsur hara Fosfor yang cenderung mengalami kenaikan pada hari ke-60 dan pada hari pengamatan terakhir mengalami penurunan yang dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis kadar unsur hara nitrogen juga mengalami kenaikan dan penurunan dan terus naik pada pengamatan hari ke-90 yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Berdasarkan hasil analisis unsur hara dari laboratorium Riset dan Teknologi, kandungan unsur hara Karbon tertinggi ialah hari ke-15 pada salinitas 20 - 30 ppt yaitu 18,84%. Kandungan unsur hara karbon terendah terdapat pada hari ke-90 pada salinitas 10 - 20 ppt yaitu 16,82%.

15.5 16 16.5 17 17.5 18 18.5 19

Kontrol 15 60 90

K ar b o n ( % )

Waktu Pengamatan (Hari)

0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt

(27)

berbagai tingkat salinitas

Hasil analisis kandungan unsur hara Nitrogen diperoleh nilai unsur hara tertinggi didapatkan pada hari ke-90 pada salinitas 10 – 20 ppt yaitu 2,9 %.Kandungan unsur hara nitrogen terendah terdapat pada hari 15 dan hari ke-60 pada salinitas 0 - 10 ppt yaitu 2,6%.Nilai kandungan unsur hara nitrogen serasah daun B. cylindrica dapat dilihat pada Gambar 8.

2.45 2.5 2.55 2.6 2.65 2.7 2.75 2.8 2.85 2.9 2.95

Kontrol 15 60 90

N it ro g e n ( % )

Waktu Pengamatan (hari)

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

Gambar 8. Kandungan unsur hara Nitrogen serasah daun B. cylindrica pada berbagai tingkat salinitas.

(28)

%.Kandungan unsur hara fosfor terendah terdapat pada hari ke-90 pada salinitas

0 - 10 ppt yaitu 0,15%.Nilai kandungan unsur hara fosfor serasah daun

B. cylindrica dapat dilihat pada Gambar 9.

0.135 0.14 0.145 0.15 0.155 0.16 0.165 0.17 0.175 0.18 0.185

Kontrol 15 60 90

F o sf o r (% ) Waktu Pengamatan(hari) 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt

Gambar 9. Kandungan unsur hara Fosfor serasah daun B. cylindrica pada berbagai tingkat salinitas.

Pembahasan

Laju dekomposisi yang paling cepat terdapat pada tingkat salinitas 10 – 20 ppt dengan lama masa serasah terdapat (tahun) yaitu 1,09 dengan nilai k

sebesar 0,91/tahun dengan sisa bobot kering serasah yaitu 1,21 g. Hal ini disebabkanhasil pengamatan yang dilakukan selama 90 hari, terjadinya penurunan bobot kering serasah daun B. cylindrica yaitu adanya organisme yang membantu dalam laju proses dekomposisi. Jenis organisme yang ditemui yaitu Kepiting (Uca

pugnax) yang habitatnya tinggal dalam liang di daerah pasang surut, Cacing laut

(29)

liang dalam tanah. Hewan ini biasanya hidup di tempat-tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari secara langsung, dan Siput laut (Littoraria

melanostoma)umumnya memiliki ukuran yang sangat kecil dan sering ditemukan

(30)

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan bobot kering serasah daun B. cylindrica paling tinggi pada hari ke-15 pada masing-masing salinitas disebabkan oleh karakteristik daun B. cylindrica yang banyak meyimpan kandungan air dan saat dilakukan pengovenan terjadi pelepasan kandungan air yang tinggi sehingga terjadi penurunan bobot kering daun yang besar, hal ini didukung oleh Dita (2007) bahwa kadar air yang terdapat pada serasah yang masih baru akan mudah menguap sehingga bobot serasah pada awal minggu mengalami penurunan yang tinggi yang juga membuat laju dekomposisinya menjadi cepat. Selain itu penguraian serasah daun di setiap minggunya berbeda dimana pada awalnya nilai laju dekomposisi akan tinggi dan kemudian terus menurun, yang berarti pada awalnya serasah terurai dengan cepat dan kemudian semakin lambat dengan semakin lamanya periode waktu serasah terdekomposisi. Hal ini dikarenakan pada serasah yang masih baru masih banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan bagi mikroba tanah atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur. Unsur tersebut semakin berkurang yang berarti penghancurannya juga lambat sampai hanya tinggal unsur yang tidak diperlukan oleh dekomposer.

(31)

mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi. Jika serasah cocok tehadap mikroorganisme tanah apalagi jika kaya akan nutrisi dan mengandung sedikit kayu atau kulit, dan kondisi kelembaban, drainase serta aerasi tanah cukup baik, maka bahan organik akan terdekomposisi secara cepat dan tidak akan terakumulasi dalam tanah.

Dibandingkan dengan hasil penelitian Dewi (2010) yang dilakukan di Sicanang Belawan didapatkan data bahwa laju dekomposisi serasah daun

A. marina yang paling lambat juga terjadi pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt

sedangkan laju dekomposisi serasah daun A. marina yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas >30 ppt. Hal ini disebabkan menurut Sunarto (2003) bahwa kecepatan terdekomposisi mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Serasah pada tingkat salinitas >30 dilalui oleh aliran sungai. Diduga banyak mikroorganisme yang terbawa oleh aliran sungai yang berperan sebagai pendekomposer.

Kandungan unsur hara Karbon (C), Nitrogen (N) dan Fosfor (P)

Unsur Hara Karbon (C)

Berdasarkan hasil penelitian analisis kandungan unsur hara karbon pada serasah daun B. cylindrica menunjukkan terjadinya penurunan yang dapat dilihat pada Lampiran 5. yang menunjukkan rata-rata persen hari ke-15, 60 dan 90 yaitu

18,50 %, 17,80 %, dan 17,41 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan Ulqodry (2008) yang menyatakan bahwa kandungan unsur hara karbon cenderung

(32)

karbondioksida di perairan dapat mengalami peningkatan akibat proses fotosintesis dan evaporasi yang terjadi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis.

Unsur Hara Nitrogen (N)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui kandungan unsur hara nitrogen pada serasah daun B. cylindrica tertinggi terdapat pada salinitas 20 – 30 ppt pada hari ke-90 yaitu 2,9 % dan terendah terdapat pada salinitas 0 – 10 ppt pada hari ke-15 dan hari ke-60 yaitu 2,6 %. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan nilai kandungan nitrogen pada setiap salinitas dan lama waktu proses pendekomposisian yang dilakukan di lapangan, hal ini diduga oleh aktifitas makrobentos yang terdapat pada tempat serasah itu di letakkan dan aktifitas fungi yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica yang membantu proses dekomposisi serasah yang menyebabkan perbedaan kadar nitrogen. Seperti yang dinyatakan oleh Ulqodry (2008) bahwa serasah yang memiliki kandungan unsur hara N tinggi cenderung disukai oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna (digestibility).

Hasil penelitian analisis kandungan unsur hara juga didapatkan data rasio

C/N yang paling tinggi terdapat pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt pada hari ke-90 yaitu sebesar 6,11%. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) diacu oleh Dewi

(33)

mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan hasil laju dekomposisi serasah daun

B. cylindrica yang menunjukkan pada salinitas 20 - 30 ppt adalah salinitas yang

paling lama mengalami proses laju dekomposisi. Hal ini juga dipengaruhi oleh keberadaan Makrobentos seperti Cacing, Siput dan Kepiting yang berperan dalam penghancuran serasah daun B. cylindrica dimana pada tingkat salinitas 20 – 30 ppt tidak terlalu banyak dijumpai keberadaan Makrobentos. Menurut Allo., dkk (2014) Ratio C/N merupakan faktor kimia pembentuk kecepatan dekomposisi dan mineralisasi nitrogen. Penyebab pembusukan pada bahan organik diakibatkan adanya karbon dan nitrogen. Rasio C/N digunakan untuk mendapatkan degradasi biologis dan bahan-bahan organik yaitu sampah tersebut baik atau tidak untuk dijadikan kompos, serta menunjukkan kematangan kompos. Hal ini di dukung oleh Sriharti (2008) yang menyatakan bahwa kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk memelihara dan pembentukan sel tubuh. Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya.

Unsur Hara Fosfor (P)

Hasil penelitian diketahui kandungan unsur hara fosfor pada serasah daun

B. cylindrica rata-rata pada masing-masing salinitas 0 – 10 ppt, 20 – 30 ppt, dan

20 – 30 ppt terjadi penurunan yaitu 0,17 %, 0,17 %, dan 0,16 %. Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara

(34)
(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt lebih cepat terdekomposisi dengan nilai k sebesar 0,91/tahun dibandingkan laju

dekomposisi pada tingkat salinitas 0 – 10 ppt sebesar 0,83/tahun dan 20 – 30 ppt dengan nilai k sebesar 0,62/tahun.

2. Nilai kandungan rata-rata unsur hara Karbon tertinggi terdapat pada tingkat

salinitas 20 – 30 ppt sebesar 17,81 % dan terendah terdapat pada salinitas 10 – 20 ppt sebesar 17,5 %. Kandungan rata-rata unsur hara Nitrogen tertinggi

terdapat pada tingkat salinitas 10 – 20 ppt sebesar 2,8 % dan terendah terdapat pada salinitas 0 – 10 ppt sebesar 2,67 %. Kandungan rata-rata unsur hara Fosfor tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 10 – 20 ppt sebesar 0,17 % dan terendah terdapat pada salinitas 0 – 10 ppt sebesar 0,15 %.

3. Nilai persentase rasio C/N yang paling tinggi pada serasah daun B. cylindrica pada hari ke-90 terdapat pada salinitas 20-30 ppt.

Saran

Sebaiknya perlu dikalukan penelitian lanjutan dalam hubungan laju

(36)

TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove merupakan suatu formasi hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, lantai hutannya tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi yang spesifik yang keberlangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas yang tinggi yang memproduksi sumber makanan untuk sebagian besar berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan berbagai biota perairan pantai lainnya. Disamping itu dari segi perikanan, mangrove juga berperan sebagai spawning dan nursery grounds. Kesemua fungsi mangrove tersebut tetap ada selama vegetasi mangrove dapat dipertahankan keberadaannya (Kusmana, 2011).

Dekomposisi adalah kegiatan atau proses penguraian (decomposing) dan pemisahan (separation) bahan-bahan organic menjadi bagian-bagian hancur, busuk. Dekomposisi bisa berarti mekanisme penghancuran struktur tanaman mati dari tahap masih melekat pada kehidupan tumbuhan sampai menjadi tahap humus

dengan struktur sel yang kasar menjadi bentuk yang hancur (Satchell, 1974 diacu oleh Yunasfi, 2006).

Kecepatan dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kecepatan serasah tersebut terpecah-pecah (fragmented). Pemecahan ini sebagian besar dilakukan oleh banyak hewan tanah seperti siput, cacing, larva serangga dan lain-lain.

(37)

dalam kehadiran dan aktivitas organisme dalam ekosistem mangrove (Dix dan Webster, 1995 diacu oleh Yunasfi, 2006)

Hasil Penelitian Odum dan Heald (1975) dilaporkan bahwa sekitar 83% dari total produksi daun daun mangrove (880 gram berat kering/m²/tahun) didekomposisi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa laju dekomposisi serasah daun tersebut sangat bervariasi, tergantung kondisi substrat dimana serasah daun tersebut jatuh. Serasah daun yang jatuh di tempat atau substrat dasar yang kering, proses dekomposisinya cenderung lebih lambat dibandingkan bila jatuh di perairan. Adapun kecepatan dekomposisinya juga berbeda, tergantung pada kadar garam perairan dimana serasah daun itu jatuh, air laut cenderung lebih cepat mendekomposisi serasah daun mangrove dibandingkan dengan air payau dan terlambat adalah air tawar.

Proses Dekomposisi Serasah

(38)

nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Mahmudi, 2010).

Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh makrobentos terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi protein. Kecepatan dekomposisi mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Serasah pada tingkat salinitas >30 dilalui oleh aliran sungai. Diduga banyak mikroorganisme yang terbawa oleh aliran sungai yang berperan sebagai pendekomposer. (Sunarto, 2003).

Menurut Aksornkoae dan Khemnrak (1984) dalam proses dekomposisi serasah terjadi asosiasi antara faktor-faktor fisik dan faktor-faktor biologis dan di antara kedua faktor ini, faktor biologis mempunyai peran yang lebih besar dibanding faktor fisik. Sebagian serasah mangrove diuraikan oleh bakteri dan fungi menjadi unsur hara anorganik terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton ataupun oleh tumbuhan mangrove itu sendiri. Sebagian lagi diubah menjadi detritus yang dapat dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai bahan makanannya. Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme primer yang berperan dalam proses dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang, ranting dan berbagai bagian tumbuhan lainnya.

(39)

berlangsung sangat cepat,sehingga proses humifikasi (pembentukan humus) sefera dilanjutkan dengan proses mineralisasi (Manan, 1978).

Dekomposisi menjadi sempurna ketika campuran bahan organik dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk anorganik atau bentuk mineral, yaitu karbon dalam bentuk karbondioksida, nitrogen dalam entuk ammonia dan fosfor dalam bentuk fosfat. Bagi mikroorganisme proses-proses penguraian semata-mata untuk memperoleh unsur hara dengan cara mencernanya. Bakteri, actinomycetes dan fungi mengeluarkan enzim ke dalam lingkungan untuk membantu penguraian molekul-molekul senyawa kompleks menjadi komponen-komponen sederhana yang lebih kecil. Bahan yang diuraikan selanjutnya digunakan dalam proses metabolisme atau dilepaskan sebagai metabolit (Moore-Landecker, 1990).

(40)

tanah atau bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur. Unsur tersebut semakin berkurang yang berarti penghancurannya juga lambat sampai hanya tinggal unsur yang tidak diperlukan oleh dekomposer.

Perbedaan jumlah organisme pada masing-masing salinitas disebabkan oleh 2 Parameter yaitu Parameter Fisika antara lain suhu, kecepatan arus, instensitas cahaya, pasang surut dan gelombang. Berdasarkan Parameter Kimia disebabkan oleh pH, salinitas dan oksigen terlarut Pratama (2014).

Menurut Mulyani, dkk. (1991) Sebagai suatu hasil kegiatan organisme-organisme tersebut, bagian-bagian residu tanaman dan hewan yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi, terutama karbon, nitrogen, fosfor dengan cepat dibebaskan dalam bentuk-bentuk yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Proses tersebut pada mulanya berlangsung cepat dan selanjutnya berlangsung secara berangsur-angsur atau perlahan-lahan, kecepatan dekomposisi tergantung atas sifat/keadaan residu serta kondisi dimana dekomposisi itu berlangsung. Jika kandungan nitrogen pada residu itu rendah, unsur itu untuk sementara waktu tidak dibebaskan, karenanya belum tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Dekomposisi bahan-bahan tanaman yang cepat didukung atau dipermudah, diperlancar dengan kondisi-kondisi berikut :

1. Kandungan lignin dan lilin yang rendah dalam bahan tanaman

2. Ketersediaan nitrogen yang memadai atau mencukupi

3. Kondisi yang baik bagi proses kehancuran secara kimiawi

(41)

5. Aerasi yang baik dan disertai suatu masukan kelembaban yang memadai. Kondisi-kondisi aerobik berakibat dalam populasi bakteri, yang berpengaruh terhadap ketersediaan nitrogen

6. Suhu yang tinggi, biasanya dalam tingkatan 30˚C sampai 45˚C

Dari hasil penelitian Dewi (2010) tentang laju dekomposisi serasah daun

Avicennia marina di hutan mangrove Sicanang Belawan, Medan. Didapatkanlaju

[image:41.595.111.517.632.784.2]

dekomposisi berdasarkan hasil pada Tabel 1, Penurunan bobot kering dan laju dekomposisi serasah daun A. marina yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas >30 ppt dan yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 20-30 ppt. Setiap minggu terjadi perubahan bobot serasah daun A. marina di dalam kantong serasah. Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang membutuhkan bahan makanan dan berperan sebagai decomposer yang tinggi serta factor lingkungan yang mempengaruhi akibat pasang surut air laut. C/N merupakan salah satu indikator untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, dimana semakin tinggi C/N maka akan semakin lama bahan organik itu terdekomposisi. Semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin banyak unsur hara yang tersedia bagi tanaman, makrobentos dan mikroorganisme.

Tabel 1. Laju Dekomposisi Daun Serasah Mangrove Avicennia marina di Sicanang Belawan

Salinitas

Laju Dekomposisi (gram)

Kontrol Hari ke-15 Hari ke-30 Hari ke-45 Hari ke-60 0-10 ppt 50 25,11 27,23 20,28 19,06

10-20 ppt 50 30,02 32,84 16,13 16,23

(42)

36,3

>30 ppt 50 22,87 17,87 10,69 9,49 Dewi ,(2010).

Ratio C/N merupakan faktor kimia pembentuk kecepatan dekomposisi dan mineralisasi nitrogen. Penyebab pembusukan pada bahan organik diakibatkan adanya karbon dan nitrogen. Rasio C/N digunakan untuk mendapatkan degradasi biologis dan bahan-bahan organik yaitu sampah tersebut baik atau tidak untuk dijadikan kompos, serta menunjukkan kematangan kompos (Allo dkk., 2014)

Serasah yang memiliki kandungan unsur hara N tinggi cenderung disukai oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna (digestibility). Kandungan unsur hara karbon cenderung menurun seiring dengan penambahan waktu dekomposisi dan pengurangan ukuran partikel serasah Ulqodry (2008).

Kadar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk memelihara dan pembentukan sel tubuh. Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya (Sriharti, 2008).

(43)

berlebih disertai dengan pertumbuhan lumut yang berada di perairan (Effendi, 2003).

Zonasi Mangrove

Spesies-spesies tumbuhan mangrove dapat digolongkan ke dalam sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat sebagai berikut :

1. Jalur pedada yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia spp. dan

Sonneratia spp.

2. Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan

Xylocarpus spp.

3. Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan

kadang-kadang juga dijumpai Xylocarpus spp., Kandelia spp., dan

Aegiceras spp.

4. Jalur transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah yang

(44)

Taksonomi dan Bentuk Morfologi dari B. cylindrica

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Bruguiera

[image:44.595.229.397.384.577.2]

Spesies : B. cylindrica

Gambar 1. Bruguiera cylindrica

B. cylindrica mempunyai nama lokal : Burus tanjang, tanjang putih,

(45)

adalah untuk kayu bakar. Di beberapa daerah, akar mudah dari embrio-nya dimakan dengan gula dan kelapa. Para nelayan tidak menggunakan kayunya untuk kepentingan penangkapan ikan karena kayu tersebut mengeluarkan bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat (Noor, dkk., 2006).

Faktor Pembatas Pertumbuhan Mangrove

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove yaitu:

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi (Aksornkoae, 1993). Suhu rata-rata di daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan

mangrove. Hutching dan Saenger (1987) diacu oleh Kusmana (2000) kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada temperatur 18°-20 °C.

Salinitas

(46)

salinitasnya tinggi. Spesies Avicennia Sp. termasuk jenis mangrove yang memiliki toleransi tinggi terhadap garam.

Faktor fisik kimia lingkungan, termasuk salinitas mempengaruhi keberadaan mikroorganisme dimana suatu mikroorganisme memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya dalam melangsungkan aktivitas kehidupan meliputi pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi (Darkuni, 2001).

Menurut Hutabarat dan Evans (1998) fluktuasi salinitas merupakan gambaran dominan lingkungan estuari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pasang surut, musim, topografi estuari dan jumlah air tawar. Sedangkan menurut Nontji (2005) menyatakan bahwa sebaran salinitas di perairan estuari mempunyai struktur salinitas yang kompleks, karena merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air yang sangat menentukan.

Tanah

Tanah tempat tumbuh mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi tanah yang terbawa dari dataran tinggi

sepanjang sungai. Menurut Aksornkoae (1993) spesies mangrove

Rhizophora mucronata dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang relatif dalam

dan berlumpur dan spesies mangrove Avicennia marina dan Bruguiera Sp. di sepanjang tepi sungai berlumpur.

(47)

membantu pada proses awal perombakan bahan organik dalam tanah Notohadiprawiro (1998).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH adalah jumlah ion hidrogen yang terdapat pada larutan (Effendi, 2003). Air laut sebagai media yang memiliki kemampuan sebagai larutan penyangga yang dapat mencegah perubahan nilai pH yang sangat ekstrim. Menurut Aksornkoae (1993) menyatakan komunitas Rhizophora Sp. dan

Avicennia Sp. hidup pada tanah dengan nilai pH berturut-turut adalah 6,6 dan 6,2

ketika dalam keadaan penuh air, tetapi pada kondisi aerobik dan kering nilai pH berkurang menjadi 4,6 dan 5,7.

Unsur hara

(48)

Latar Belakang

Kawasan hutan mangrove dari tahun ke tahun semakin berkurang, menurut Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) diacu oleh Ghufran (2012) tercatat untuk wilayah Sumatera Utara tahun 2009 luas wilayah kawasan mangrove hanya mencapai 50.369,793 ha, jumlah ini jauh berkurang berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan tahun 1996 yang mencapai 136.900 ha.

Hal ini tak terlepas dari akibat penebangan pohon mangrove yang dilakukan masyarakat untuk keperluan kayu bakar, bahan bangunan, dan alih fungsi lahanmenjadi tambak udang serta perkebunan sawit yang salah satunya terjadi di kawasan mangrove Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.Akibat dampak negatif yang ditimbulkan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya hutan mangrove di desa Sei Nagalawan dan sekarang mulai berbenah serta mengelola kawasan hutan mangrove menjadi kawasan ekowisata yang memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di desa tersebut dan menjadi daya tarik bagi para pengunjung yang ingin menikmati suasana hutan mangrove.

(49)

perakarannya termasuk ke dalam jenis akar papan dan jenis B. cylindrica mudah dijumpai pada areal penelitian.

Daun memegang peranan penting sebagai sumber nutrisi bagi organisme perairan. Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus. Sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur akan dimakan oleh bakteri dan fungi. Bakteri dan fungi ini akan dimakan oleh sebagian Protozoa dan Avertebrata lainnya dan kemudian Protozoa dan Avertebrata tersebut akan dimakan oleh karnivor sedang, kemudian karnivor sedang ini dimakan oleh karnivor yang lebih tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Penghancuran serasah dapat diartikan sebagai tahapan-tahapan dalam proses dekomposisi, yang menyebabkan terjadi kehilangan bobot materi (organik). Hal tersebut seringkali dapat diukur dalam percobaan dekomposisi serasah (misalnya kehilangan bobot daun) dan umumnya juga terjadi penghancuran bagian-bagian serasah yang berukuran besar menjadi partikel-pertikel berukuran kecil (Mason, 1974 ; Mason, 1977).

(50)

sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya (Suwarno, 1985 diacu Rismunandar, 2000).

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypa Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis laju dekomposisi serasah daun Bruguiera cylindrica pada berbagai tingkat salinitas.

2. Menganalisis kandungan unsur hara C, N, dan P serasah B. cylindrica

yang dilepas selama proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai acuan menentukan lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan dan udang.

2. Dapat digunakan sebagai informasi dalam rehabilitasi ekosistem hutan mangrove.

Hipotesis Penelitian

1. Laju dekomposisi serasah daun mangrove lebih lambat pada tingkat salinitas

(51)
(52)

JOKO TRI WIJANARKO. Decomposition of Bruguiera cylindrica litter leaf at the various levels of salinity in the village of Sei Nagalawan Nypa sub-district of Perbaungan. Under Academic Supervisior by YUNASFI and HESTI WAHYUNINGSIH.

Leaflitter undergo to the process of decomposition of marine organisms as a source of food for the preservation of mangrove ecosystems. In the process of litter decomposition also releases nutrients that are needed by the mangrove plants were affected by the salinity level of seawater. The next step to do researchin the mangrove forest areas Kampung Nipa in the village of Sei Nagalawan Nypa sub-district of Perbaungan in June-September, 2015. This study aims to determine the effect of salinity on the rate of leaf litter decomposition B. cylindrica and determine the availability of nutrients carbon (C), nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the leaf litter B. cylindrica. The results of the study of leaf litter

B. cylindrica at 10-20 ppt salinity level more quickly decomposes. The average

weight of the rest of the leaf litter B. cylindrica which decompose at a rate of 0-10 ppt salinity, 0-10-20 ppt and 20-30 ppt was 1.70 grams, 1.21 grams and 3.99 grams.The rate of leaf litter decomposition B. cylindrica at a rate of 0-10 ppt salinity, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 0.83, 0.91, and 0.62. Carbon levels of nutrients in the leaf litter B. cylindrica ppt salinity level 0-10, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 18.47%, 18.01% and 18.84%. Levels of nutrients nitrogen in leaf litter B.

cylindrica ppt salinity level 0-10 ppt, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 2.8%, 2.9%,

and 2.8% as well as the levels of the nutrient phosphorus leaf litter B . cylindrica on ppt salinity level 0-10 ppt, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 0.16%, 0.18% and 0.17% respectively.

(53)

JOKO TRI WIJANARKO. Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindricapada berbagai Tingkat Salinitas Di Kampung Nypa Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan. Dibawah bimbingan YUNASFI dan HESTI WAHYUNINGSIH.

Serasah daun yang mengalami proses dekomposisi bermanfaat bagi organisme laut sebagai sumber makanan bagi kelestarian ekosistem mangrove. Dalam proses dekomposisi serasah juga melepaskan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman mangrove yang dipengaruhi oleh tingkat salinitas air laut. Selanjutnya dilakukan penelitian di kawasan hutan mangrove Kampung Nypa Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan pada bulan Juni – September 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh tingkat salinitas terhadap laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica dan menentukan ketersediaan unsur hara karbon (C), Nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica. Hasil penelitian serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 10-20 ppt lebih cepat terdekomposisi.Rata-rata bobot sisa serasah daun B. cylindrica yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu 1,70 gram, 1,21 gram, dan 3,99 gram. Laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20

ppt dan 20-30 ppt yaitu 0,83, 0,91, dan 0,62. Kadar unsur hara C serasah daun

B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu

18,47%, 18,01%, dan 18,84%. Kadar unsur hara N serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu 2,8%, 2,9%, dan

2,8% serta Kadar unsur hara P serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu 0,16%, 0,18%, dan 0,17%.

(54)

SKRIPSI

Joko Tri Wijanarko 121201055 BudidayaHutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

JudulSkripsi : LajuDekomposisiSerasahDaunBruguiera cylindrica padaBerbagai Tingkat Salinitasdi KampungNypaDesaSei

NagalawanKecamatanPerbaungan Nama : Joko Tri Wijanarko

NIM : 121201055 Program Studi : BudidayaHutan

Disetujui Oleh KomisiPembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Dr. HestiWahyuningsih, S.Si.,M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(56)

JOKO TRI WIJANARKO. Decomposition of Bruguiera cylindrica litter leaf at the various levels of salinity in the village of Sei Nagalawan Nypa sub-district of Perbaungan. Under Academic Supervisior by YUNASFI and HESTI WAHYUNINGSIH.

Leaflitter undergo to the process of decomposition of marine organisms as a source of food for the preservation of mangrove ecosystems. In the process of litter decomposition also releases nutrients that are needed by the mangrove plants were affected by the salinity level of seawater. The next step to do researchin the mangrove forest areas Kampung Nipa in the village of Sei Nagalawan Nypa sub-district of Perbaungan in June-September, 2015. This study aims to determine the effect of salinity on the rate of leaf litter decomposition B. cylindrica and determine the availability of nutrients carbon (C), nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the leaf litter B. cylindrica. The results of the study of leaf litter

B. cylindrica at 10-20 ppt salinity level more quickly decomposes. The average

weight of the rest of the leaf litter B. cylindrica which decompose at a rate of 0-10 ppt salinity, 0-10-20 ppt and 20-30 ppt was 1.70 grams, 1.21 grams and 3.99 grams.The rate of leaf litter decomposition B. cylindrica at a rate of 0-10 ppt salinity, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 0.83, 0.91, and 0.62. Carbon levels of nutrients in the leaf litter B. cylindrica ppt salinity level 0-10, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 18.47%, 18.01% and 18.84%. Levels of nutrients nitrogen in leaf litter B.

cylindrica ppt salinity level 0-10 ppt, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 2.8%, 2.9%,

and 2.8% as well as the levels of the nutrient phosphorus leaf litter B . cylindrica on ppt salinity level 0-10 ppt, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 0.16%, 0.18% and 0.17% respectively.

(57)

JOKO TRI WIJANARKO. Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindricapada berbagai Tingkat Salinitas Di Kampung Nypa Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan. Dibawah bimbingan YUNASFI dan HESTI WAHYUNINGSIH.

Serasah daun yang mengalami proses dekomposisi bermanfaat bagi organisme laut sebagai sumber makanan bagi kelestarian ekosistem mangrove. Dalam proses dekomposisi serasah juga melepaskan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman mangrove yang dipengaruhi oleh tingkat salinitas air laut. Selanjutnya dilakukan penelitian di kawasan hutan mangrove Kampung Nypa Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan pada bulan Juni – September 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh tingkat salinitas terhadap laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica dan menentukan ketersediaan unsur hara karbon (C), Nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica. Hasil penelitian serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 10-20 ppt lebih cepat terdekomposisi.Rata-rata bobot sisa serasah daun B. cylindrica yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu 1,70 gram, 1,21 gram, dan 3,99 gram. Laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20

ppt dan 20-30 ppt yaitu 0,83, 0,91, dan 0,62. Kadar unsur hara C serasah daun

B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu

18,47%, 18,01%, dan 18,84%. Kadar unsur hara N serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu 2,8%, 2,9%, dan

2,8% serta Kadar unsur hara P serasah daun B. cylindrica pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt yaitu 0,16%, 0,18%, dan 0,17%.

(58)

Penulis lahir di Binjai tanggal 10 Agustus 1994 dari pasangan Bapak Agus Salam dan Ibu Indah Viyatiningsih. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Binjai. Penulis selanjutnya tahun yang sama penulis melanjutkan studi kuliah di Fakultas Teknik Program Studi Pendidikan Teknik Otomotif. Tahun 2012 Penulis masuk ke Fakultas Kehutanan Program Studi Budidaya Hutan Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti Kuliah, penulis mengikuti kegiatan praktik Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) di Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu, selama 10 hari. Tahun 2015, penulis menjadi asisten praktik Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem hutan (P2EH) di kawasan Balai Penelitian Konservasi Aek Nauli dan di tahun yang sama penulis juga menjadi Asisten Praktikum Inventarisasi Hutan. Pada tahun 2016 penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan di PT. Sumatera Riang Lestari Blok 1 Estate Sei Kebaro selama satu bulan. Tahun 2016, Penulis juga melakukan penelitian di kawasan Hutan Mangrove Kampung Nypa Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan selama 90 hari.

(59)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan baik. Skripsi ini membahas tentang Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera cylindrica pada Berbagai Tingkat Salinitas dengan

tujuan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica dan mengetahui kandungan unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah daun B. cylindrica pada berbagai tingkat salinitas.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Agus Salam dan Ibunda Indah Viyatiningsih yang telah memberikan dukungan moril serta Bapak Dosen PembimbingDr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Ibu Dosen Pembimbing Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si., M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan arahan dari awal penelitian sampai selesainya skripsi ini.

(60)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Proses Dekomposisi Serasah ... 5

Zonasi Mangrove ... 10

Taksonomi dan Morfologi Bruguiera cylindrica ... 11

Faktor Pembatas Pertumbuhan Mangrove ... 12

Suhu ... 12

Salinitas ... 13

Tanah ... 14

Derajat Kemasaman (pH) ... 14

Unsur Hara ... 15

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16

Alat dan Bahan ... 16

Prosedur Penelitian ... 16

Penentuan zona salinitas ... 16

Pengumpulan sampel serasah daun B. cylindrica ... 17

Penempatan Sampel serasah daun B. cylindrica ... 18

Pengambilan Sampel serasah daun B. cylindrica ... 19

Analisis serasah daun B. cylindrica ... 19

Pengolahan Data ... 19

Laju dekomposisi serasah daun B. cylindrica ... 19

(61)

Makrobentos ... 26

Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor ... 26

Pembahasan... 30

Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA

(62)

No. Halaman

1. Laju Dekomposisi Daun Serasah Mangrove Avicennia marina

di Sicanang Belawan ... 9 2. Sisa serasah (g) daun B. cylindrica rata-rata yang telah mengalami

proses dekomposisi 15 sampai 90 hari di lingkungan pada berbagai

tingkat salinitas ... 23

3. Rata-rata laju dekomposisi dan lama masa serasah terdapat di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas ... 25

(63)

No. Halaman

1. Bruguiera cylindrica ... 12 2. Lokasi Penelitian ... 17 3. Lokasi penempatan kantong serasah. (A) 0 - 10 ppt, (B) 10 – 20 ppt,

dan (C) 20 - 30 ppt ... 18

4. Persentase sisa serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan pada berbagai tingkat salinitas ... 24

5. Sisa serasah daun B. cylindrica yang terdekomposisi selama 15 sampai pengamatan hari ke-90 pada tingkat salinitas 10-20 ppt. Kontrol (A), 15 hari (B), 30 hari (C), 45 hari (D), 60 hari (E), 75 hari (F), dan 90 hari (G) ... 25

6. Jenis Makrobentos yang ditemukan dalam kantong serasah

B. cylindrica. (A) Kepiting (Uca pugnax), (B) Cacing laut

(Lumbricus terrestris) dan (C) Siput (Littoraria melanostoma) ... 26

7.Kandungan unsur hara Karbon serasah daun B. cylindrica pada berbagai tingkat salinitas ... 28

8.Kandungan unsur hara Nitrogen serasah daun B. cylindrica pada berbagai tingkat salinitas ... 29

(64)

No. Halaman

1. Bobot Kering sisa (g) serasah daun B. cylindrica tiap ulangan

pada berbagai tingkat salinitas ... 42

2. Persentase bobot kering serasah daun B. cylindrica tiap ulangan pada berbagai tingkat salinitas ... 42

3. Makrobentos yang terdapat dalam kantong serasah daun

B. cylindrica ... 43

4. Jumlah keseluruhan organisme yang terdapat pada serasah

B. cylindrica yang mengalami dekomposisi. ... 44

5. Kandungan unsur hara serasah B. cylindrica ... 45

Gambar

Gambar 2. Lokasi Penelitian
Tabel 2. Sisa serasah (g) daun B. cylindrica rata-ratayang telah mengalami proses dekomposisi 15 sampai 90 hari di lingkungan pada berbagai tingkat salinitas
Gambar 4.Persentase sisa serasah daun B. cylindrica yang telah mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 90 hari di lingkungan pada berbagai tingkat salinitas
Tabel 3. Rata-rata laju dekomposisi dan lama masa serasah terdapat di lingkungan dengan berbagai tingkat salinitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.

spinosa Bambu Gesing Poaceae Protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, thiamin, riboflavin, vitamin C, serta mineral lain seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium..

Harga saham yang akan dibayarkan adalah sebesar harga rata dari harga saham DVLA pada penutupan perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir

Keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberikan model pembelajaran inkuiri terbimbing mengalami peningkatan, dikarenakan siswa dilatih untuk menganalisis argumen

[r]

Kompetensi profesional dan motivasi kerja guru secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Negeri Pontianak Selatan, dengan hasil penelitian Fhitung

[r]

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap dan iklim keselamatan kerja (komitmen manajemen) dengan perilaku keselamatan kerja (pemakaian