• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja Di PTP Nusantara IV Unit Kebun Sidamanik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja Di PTP Nusantara IV Unit Kebun Sidamanik"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK

SKRIPSI OLEH

FITRI SYAHRAINI HASIBUAN 060304067

AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK

SKRIPSI OLEH

FITRI SYAHRAINI HASIBUAN 060304067

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Diketahui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr.Ir. Salmiah, Msi Dr.Ir.Tavi Supriana, Msi NIP. 195702171986032001 NIP. 19644110211989032001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

FITRI SYAHRAINI HASIBUAN (060304067/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK. Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2011 dengan dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, Msi dan Dr. Ir. Tavi Supriana, Msi.

Budidaya teh lebih dikenal sebagai sektor padat karya, terutama dalam pelaksanaan panen (petik teh) dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Namun, kerugian yang melanda PT Perkebunan Nusantara IV pada komoditi teh menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja dengan mekanisasi yaitu menggantikan tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis efisiensi tenaga kerja sebelum dan setelah mekanisasi di daerah penelitian dan mengetahui upaya-upaya yang dilakukan perusahaan dalam peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik dengan pertimbangan daerah dengan luas areal tanaman teh terluas di Kabupaten Simalungun Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari pimpinan dan staf perkebunan Sidamanik di Desa Pematang Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun melalui wawancara langsung. Dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor Kebun Sidamanik dan Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV, sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis efisiensi dan metode deskriptif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi adalah efisien dengan upaya-upaya peningkatan efisiensi dengan melakukan pensiun dini, mutasi kerja dari kebun teh ke kelapa sawit dan mekanisasi.

(4)

RIWAYAT HIDUP

FITRI SYAHRAINI HASIBUAN, dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 24 April 1988, sebagai anak dari Ayahanda Syarifuddin Hasibuan, dan

Ibunda Masni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

pada tahun 1994 masuk sekolah dasar di SD Swasta Sultan Agung Pematang

Siantar tamat tahun 2000. Tahun 2000 masuk sekolah menengah pertama di

SMPN 1 Pematang Siantar tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk sekolah

menengah atas di SMAN 1 Pematang Siantar tamat tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Reguler Mandiri. Selama

masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan,

antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Forum

Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).

Pada bulan Juni 2010 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan

(PKL) di Desa Buluduri, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi, Provinsi

Sumatera Utara. Kemudian pada bulan April 2011 penulis melaksanakan

penelitian skripsi di Desa Pematang Sidamanik, Kecamatan Sidamanik,

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,

hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik.

Skripsi ini berjudul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA

KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Terciptanya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai

pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, Msi selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus

Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara yang telah meluangkan waktu untuk mengajar, dan membimbing serta memberi masukan yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini

2. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membukakan wawasan secara detail, yang mengayomi dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas

(6)

5. Seluruh Staf dan Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun

Sidamanik yang telah mendukung dalam pemberian data Dalam Penelitian

ini terutama Bapak Bambang selaku Manager unit Kebun Sidamanik yang

telah memberikan izin riset dan pemberian data-data juga informasi yang

berguna dalam pembuatan skripsi ini.

6. Bapak Soleh selaku staf unit Kebun Sidamanik yang telah banyak

membantu dalam pengumpulan data-data dan informasi yang berguna

dalam pembuatan skripsi ini.

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada

Ayahanda Syarifuddin Hasibuan, dan Ibunda Masni atas motivasi, kasih sayang

dan dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis

selama menjalani kuliah, serta adik-adikku tersayang Fadhlullah dan Fathania

yang telah turut mendoakan dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih setulusnya penulis ucapkan kepada teman – teman SEP FP

USU stambuk 2006. Abang dan kakak SEP FP USU stambuk 2005 yang telah

banyak membantu, memberi semangat dan memotivasi penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita

semua. Amin.

Medan September 2011

(7)

DAFTAR ISI

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 22

Metode Analisa Data ... 23

Definisi dan Batasan Operasional ... 26

Definisi ... 26

Batasan Operasional ... 27

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 28

Letak Geografis ... 28

Keadaan Daerah ... 29

Kesejahteraan Sosial ... 29

Struktur Organisasi ... 30

Karakteristik Usahatani ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

(8)

Analisis Penggunaan Tenaga Kerja ... 40

Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja Sebelum terjadinya Mekanisasi ... 41

Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja Setelah terjadinya Mekanisasi ... 42

Upaya-upaya Peningkatan Efisiensi Tenaga Kerja ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Luas Areal Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV ... 22

2. Metode Pengumpulan Data ... 23

3. Luas Areal Perkebunan Sidamanik 2008-2010 ... 35

4. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Sebelum dan Setelah

Mekanisasi ... 38

5. Rata-rata Biaya Sebelum dan Setelah Mekanisasi ... 39

6. Kapasitas Petik Tangan, Gunting dan Mesin ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil Berkurang ... 14

2. Skema Kerangka Pemikiran ... 20

3. Struktur Perusahaan Perkebunan Sidamanik ... 32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja Sebelum Mekanisasi (2001-2003).

2. Upah Tenaga Kerja Sebelum Mekanisasi (2001-2003).

3. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja Setelah Mekanisasi (2008-2010).

4. Upah Tenaga Kerja Setelah Mekanisasi dan Biaya Mesin (2008-2010).

5. Hasil Regresi Linier Tenaga Kerja terhadap Daun Teh Kering Sebelum Mekanisasi (2001-2003).

6. Hasil Regresi Linier Tenaga Kerja terhadap Daun Teh Kering Setelah Mekanisasi (2008-2010).

(12)

ABSTRAK

FITRI SYAHRAINI HASIBUAN (060304067/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK. Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2011 dengan dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, Msi dan Dr. Ir. Tavi Supriana, Msi.

Budidaya teh lebih dikenal sebagai sektor padat karya, terutama dalam pelaksanaan panen (petik teh) dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Namun, kerugian yang melanda PT Perkebunan Nusantara IV pada komoditi teh menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja dengan mekanisasi yaitu menggantikan tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis efisiensi tenaga kerja sebelum dan setelah mekanisasi di daerah penelitian dan mengetahui upaya-upaya yang dilakukan perusahaan dalam peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik dengan pertimbangan daerah dengan luas areal tanaman teh terluas di Kabupaten Simalungun Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari pimpinan dan staf perkebunan Sidamanik di Desa Pematang Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun melalui wawancara langsung. Dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor Kebun Sidamanik dan Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV, sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis efisiensi dan metode deskriptif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi adalah efisien dengan upaya-upaya peningkatan efisiensi dengan melakukan pensiun dini, mutasi kerja dari kebun teh ke kelapa sawit dan mekanisasi.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang luas. Perkebunan

biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis. Perkebunan digunakan

untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar

dan dipasarkan ketempat jauh, bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan

dapat ditanami tanaman keras/industri seperti kakao, kelapa, teh dan

sebagainya (Anonimous, 2010a).

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia mendorong dilakukannya

nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing secara besar-besaran dan melahirkan

BUMN Perkebunan. Sejak masa itu hingga kini telah terjadi beberapa kali

reorganisasi serta perubahan naman BUMN Perkebunan, mulai dari Perusahaan

Nasional Perkebunan (PNP), PT Perkebunan (PTP), hingga PT Perkebunan

Nusantara (PTPN) dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PTRNI). Saat ini

terdapat 14 PTPN (I s.d XIV) dan P T RNI, yang lokasi operasi dan kantor

pusatnya tersebar mulai dari provinsi Aceh hingga Papua. Komoditi-komoditi

yang diusahakan BUMN perkebunan adalah kelapa sawit, gula, karet, teh, kopi,

kakao, kina, beberapa macam tanaman rempah-rempah dan tanaman hortikultura

serta hutan tanaman industri. Disamping itu beberapa perusahaan juga sudah

mulai melakukan pengembangan industri hilir dan agrowisata (Anonimous, 2007).

Di Sumatera Utara terdapat tiga perkebunan besar yaitu PTPN II, PTPN III dan

PTPN IV yang memberikan kontribusi devisa yang jauh lebih besar kepada

(14)

Di Sumatera Utara pula terdapat perkebunan terbaik Indonesia yaitu PTPN IV.

PT Perkebunan Nusantara IV merupakan perkebunan yang mendapatkan

penghargaan BUMN terbaik 2008 dalam kategori bidang non-keuangan sektor

agro industri, perkebunan, dan perikanan (Anonimous, 2008).

PT Perkebunan Nusantara IV atau disingkat (PTPN IV) mengusahakan dua jenis

komoditi yaitu komoditi teh dan komoditi kelapa sawit. Namun, dalam periode

tahun 1996-2005 di PTPN IV hanya dua tahun usaha teh menghasilkan laba, yaitu

tahun 1997 dan 1998. Laba tersebut sesungguhnya merupakan keuntungan semu,

akibat meningkatnya nilai tukar Rupiah terhadap US $, sehingga penerimaan

rupiah meningkat karena teh dijual dalam US $. Pada tahun lainnya, usaha teh

selalu merugi. Total nilai kerugian dari tahun 2001-2005 telah mencapai 222,9

milyar rupiah (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Setelah mengalami booming keuntungan dari tahun 1997 sampai awal tahun

1999 yang disebabkan oleh naiknya harga teh dan menurunnya nilai tukar

rupiah terhadap US $ hingga mencapai angka di atas Rp. 10.000,- per US $,

menjelang pertengahan tahun 1999 industri teh dihadapkan pada kondisi

yang kurang kondusif bagi pengembangan usaha yang disebabkan oleh

tingkat bunga bank yang cukup tinggi, tingkat harga teh yang

cenderung menurun, tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap US $

dan tingkat upah tenaga kerja serta input faktor produksi cenderung

(15)

Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi kerugian

budidaya tanaman teh adalah dengan efisiensi faktor-faktor produksi.

Fakto-faktor produksi yang akan diteliti adalah Fakto-faktor produksi tenaga kerja.

Tenaga kerja pertanian adalah orang yang melaksanakan kegiatan penanaman,

pemeliharaan tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) dan tanaman

perkebunan baik di lahan sendiri maupun di lahan milik orang lain. Tenaga kerja

pertanian merupakan tenaga kerja yang aktivitasnya secara langsung berhubungan

dengan faktor alam (tanah, iklim, dan sebagainya) serta masyarakat tani di

lingkungannya. Pengaruh yang kuat atas faktor alam tersebut menjadikan tenaga

kerja pertanian mempunyai corak sebagai tenaga kerja musiman (Ravianto, 1985).

Sistem perkebunan besar sangat tergantung pada penawaran besar dari tenaga

kerja tak terampil. Di negara-negara pertanian dengan pendapatan rendah dan

penggunaan tenaga kerja secara intensif, produktivitas marginal tenaga kerja

menjadi rendah dan juga upah penerimaan yang rendah di sektor pertanian

menentukan batas bawah bagi sektor perkebunan yang kapitalis. Namun, secara

nyata, upah jauh lebih tinggi karena campur tangan pemerintah dan adanya serikat

buruh yang kuat. Lagipula, selain upah dalam bentuk uang perusahaan

teh juga menyediakan fasilitas lain seperti perumahan, jasa-jasa, kesehatan,

dan fasilitas pendidikan bagi para karyawanya. Maka dalam produksi teh,

biaya tenaga kerja termasuk bagian terbesar dari pengeluaran total untuk semua

kategori perkebunan (Spillane, 1992).

Berdasarkan UU NO.13 tahun 2003 tentang tenaga kerja yang menimbang

(16)

penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dan sesuai dengan peranan dan

kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk

meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta

peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan herkat dan

martabat kemanusiaan serta perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan

untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan

kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk

mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap

memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Dengan adanya UU No.13 tahun 2003, maka perusahaan yang dalam hal ini PT

Perkebunan Nusantara IV mengambil beberapa keputusan atau upaya-upaya untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja di PT Perkebunan Nusantara IV

tersebut. Dimana, buruh (tenaga kerja) yang digunakan oleh perusahaan tersebut

adalah merupakan buruh tetap, bukan buruh lepas.

Dahulu perkebunan teh Sidamanik merupakan perkebunan yang paling banyak

menyerap tenaga kerja untuk pemetik teh. Namun sekarang memetik teh sudah

menggunakan mesin, begitu juga untuk pembasmi hama sudah menggunakan

mesin. Semua sudah serba mesin sehingga sebagian dari para pemetik teh atau

tenaga kerja kebun teh banyak yang di mutasikan ke kebun lain dan pensiun dini

sebagai akibat dari mekanisasi mesin ini.

Kegiatan yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun

(17)

mekanisasi. Di dalam penelitian ini penulis membandingkan antara efisiensi

tenaga kerja sebelum adanya mekanisasi dan sesudah adanya mekanisasi.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efisiensi tenaga kerja pada usahatani tanaman teh sebelum

mekanisasi dan setelah mekanisasi di daerah penelitian

2. Apa saja upaya peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis efisiensi tenaga kerja sebelum mekanisasi dan setelah

mekanisasi di daerah penelitian

2. Untuk mengetahui upaya peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah

penelitian

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Teh

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari

Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun

1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis

Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan

ditanam di Kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh

China secara berangsur-angsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan

perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang mulai sejak tahun 1910 dengan

dibangunnya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara. Dalam

perkembangannya industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai

perkembangan situasi pasar dunia maupun Indonesia, antara lain pada masa

pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal kebun teh

menjadi terlantar (Soehardjo, Dkk, 1996).

Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar 6-9 meter tingginya. Di

perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter tingginya dengan

pemangkasan secara berkala. Hal ini adalah untuk memudahkan pemetikan daun

dan agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak. Tanaman teh

umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus-menerus setelah 5 tahun dan

dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun, baru kemudian

diadakan peremajaan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di daerah

ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak

(19)

Pada tahun 1998 terjadi kenaikan harga teh dunia secara menyeluruh dari harga

tahun 1997 sebesar $1.65 (Indonesia), $1.70 (India) dan $2.02 (Sri Lanka)

menjadi masing-masing $1.70, $1.80 dan $2.28 pada tahun berikutnya, dan yang

tertinggi adalah Sri Lanka. Seperti kejadian yang umum berlaku, setelah kenaikan

harga selalu disusul dengan penurunan harga, karena sebagai respon penjual

terhadap fenomena kenaikan harga yang melonjak. Pada saat harga baik setiap

produsen berusaha meningkatkan produksinya agar memperoleh manfaat yang

tinggi dalam jangka pendek, akibatnya pasar dibanjiri oleh teh kualitas

rendah sehingga disusul dengan penurunan harga. Kalau diperhatikan antara

tahun 1998 ke 1999 penurunan harga Sri Lanka dari $2.28 menjadi $1.64

atau 72%, India dari $1.80 menjadi $1.44 atau 80% tapi Indonesia dari $1.70

menjadi $1.05 atau 62% dan setelah itu harga teh Indonesia selalu

terpuruk (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Tinjauan Pustaka

Daun teh yang diproduksi dari tanaman ini merupakan pucuk muda dari

tanaman teh ini sendiri. Proses pemanenan pucuk muda umumnya

dilakukan dengan pemetikan, dimana pucuk teh yang dipetik merupakan

kuncup, daun dan ranting mudanya. Dikarenakan pucuk muda memiliki

usia yang singkat untuk dipanen, maka pemetikan mempunyai aturan

tersendiri untuk menjaga agar produksi teh tetap tinggi. Pemetikan yang

(20)

rata dan jumlah petikan tidak banyak. Akibatnya tentu saja akan berpengaruh pada

tingkat ekonomisnya (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993).

Pucuk teh yang baru dipetik belum bisa dikatakan siap dikonsumsi atau

diperdagangkan, melainkan harus melaui suatu proses pengolahan. Pada

umumnya pucuk teh yang belum melalui proses pengolahan disebut sebagai daun

teh basah. Daun teh basah yang mengalami suatu proses pengolahan akan menjadi

hasil yang lebih baik yaitu dalam bentuk daun teh kering. Daun teh kering yang

telah diolah merupakan hasil produksi yang telah dapat dikonsumsi dan

diperdagangkan. Proses produksi daun teh kering diharapakan dapat memberikan

hasil seduhan teh yang memiliki aroma yang harum, rasanya enak dan warnanya

menarik (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993).

Hasil produksi yang maksimal dapat diperoleh dengan melakukan pemeliharaan

dan perawatan tanaman yang baik. Pencapaian hasil produksi tanaman teh yang

maksimal yang pernah dicapai adalah 2800-3000 kg/ha daun teh kering. Di

Indonesia produksi rata-rata teh yang diperoleh adalah sekitar 2300-2500 kg/ha

daun teh kering (Setiwati dan Nasikun, 1991).

Dengan ketidakmaksimalan hasil produksi yang diperoleh suatu perusahaan dapat

dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi tanaman teh. Faktor-faktor produksi

sangat memiliki pengaruh terhadap proses produksi. Dalam hal ini, faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi dapat kita bedakan menjadi dua hal, yaitu:

1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat

(21)

2. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat

pendidikan dan sebagainya.

Dengan pemanfaatan dan penggunaan faktor-faktor produksi dengan

efisien dan lebih baik. Dalam memperoleh hasil yang maksimal, penerapan

proses efisiensi merupakan suatu alternatif dan cara yang terbaik bagi

perusahaan (Soekartawi,1994).

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja.

Oleh karena itu dalam analisa di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja

dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang

dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Seperti dijelaskan

sebelumnya, skala usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya berapa tenaga kerja

yang dibutuhkan dan pula menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang

diperlukan. Biasanya usaha tani kecil akan menggunakan tenaga kerja

dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Sebaliknya pada

usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar

keluarga dengan cara sewa dan sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja

yang ahli (Soekartawi, 2002).

Soekartawi (1994) menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja, merupakan

faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi

dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi

juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang

(22)

1. Kualitas tenaga kerja

Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah

tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai

tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.

2. Kualitas tenaga kerja

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian

atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga spesialisasi ini

diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan

tertentu dan ini tersedia dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas

tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses

produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan

karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk

mengoperasikan alat tersebut.

3. Jenis kelamin

Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam

proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam

bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita

mengerjakan tanam.

Dalam budidaya teh merupakan usaha perkebunan yang padat tenaga kerja,

terutama untuk tenaga pelaksanaan panen (pemetik teh). Rasio kebutuhan tenaga

pemetik dapat mencapai 1 sampai 2 orang per ha, tergantung dari kondisi kebun

teh. Dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 mengharuskan perusahaan

(pemberi kerja) dan serikat kerja membuat Perjanjian Kerja Bersama yang

(23)

selalu disertai peningkatan tarif hak-hak normatif karyawan sesuai

kebijakan penetapan Upah Minimum Regional yang dilakukan

pemerintah (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Berbeda dengan pekerja perkebunan teh di Jawa Barat, yang masih menggunakan

karyawan lepas (musiman). Seluruh karyawan di kebun-kebun teh PTPN IV

merupakan karyawan tetap dengan standar gaji yang tinggi dan selalu naik

setiap tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam periode

waktu lima tahun (2001-2005) terjadi kenaikan biaya tenaga kerja

hampir dua kali lipat, sementara harga jual (rata-rata) produk teh

PTPN IV justru mengalami penurunan dari Rp. 8.768,- (2001) menjadi

Rp. 8.632,- per kg (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).

Menurut C.R. Harler dalam Spillane (1992), suatu perkebunan besar seluas 1000

are dengan rata-rata produksi 1.200 pon teh per are membutuhkan 1.500 karyawan

dimana hanya kira-kira 150 bekerja di pabrik-pabrik perkebunan. Maka

mekanisasi dicoba dalam proses pemetikan daun teh karena ini langkah yang

paling mahal dari seluruh proses produksi teh jadi. Pemetikan mekanis dengan

alat bermotor atau gunting besar atau alat pemotong akan secara substansial

tenaga kerja dan biaya yang dibutuhkan untuk proses pemetikan. Diperkirakan

bahwa karyawati dapat memetik 40 sampai 60 pon daun teh per hari dengan

tangan sedangkan di India Utara dapat memetik paling banyak 120 pon per hari

dengan tangan. Di Jepang dimana pemetikan hampir seluruhnya menggunakan

mesin, karyawati dapat memetik 200-250 pon dan karyawan 300 pon per hari

(24)

Landasan Teori

Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam

usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja

dalam perusahaan pertanian yang besar-besar atau perkebunan,

kehutanan, peternakan, dan sebagainya. Pembedaan ini penting karena apa

yang dikenal sebagai tenaga kerja dalam usahatani tidak sama

pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian tenaga kerja dalam

perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam usahatani sebagian

besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan sumbangan keluarga

pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang.

Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan (Mubyarto, 1991).

Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya

sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini

merupakan faktor yang penting dalam usahatani (Tohir, 1983).

Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja

dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal

dari keluarga petani sendiri yang terdiri ayah, istri dan anak-anak. Sedangkan

tenaga kerja dalam perusahaan pertanian pada umumnya berasal dari masyarakat

sekitar perusahaan pertanian beroperasi (Tohir, 1983).

Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah suatu alat

kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan

ditujukan kepada usaha produksi. Bila seorang petani mempunyai ternak sapi

(25)

untuk mengolah tanah, apakah sapi dan traktor itu termasuk faktor produksi

tenaga kerja. Sapi dan traktor itu bukan faktor tenaga kerja, tetapi masuk dalam

faktor produksi modal. Faktor produksi tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dari

manusia, sapi dan traktor jelas berpisah dengan manusia. Sapi dan traktor dapat

menggantikan tenaga kerja manusia dalam hal membajak dan mengolah

tanah (Anonimous, 2010b).

Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi berbeda untuk setiap usaha tanaman. Ini

sangat bergantung kepada usaha produksi itu, bila sifatnya padat karya (labor

intensive) maka pengaruhnya sangat kuat, bila sifatnya padat modal (capital intensive) maka penngaruh tenaga kerja lemah. Usaha tembakau jelas lebih labor intensive daripada usaha kebun karet (Anonimous, 2010b).

Dalam prakteknya sangat jarang ditemukan fungsi produksi yang linear, kecuali

dalam jumlah input yang dibatasi rentangnya. Pada umumnya dalam proses

produksi terutama produksi biologis tunduk kepada suatu hukum yang disebut

The Law of Diminishing Returns atau hukum kenaikan hasil yang berkurang.

Hukum ini dalam fungsi produksi tergolong single variable atau jumlah

variabel X adalah satu. Kenaikan hasil disini adalah marginal product (MP)

atau produksi marginal. Pada fungsi linear besarnya MP ini adalah tetap

walaupun jumlah jumlah X ditambah atau dikurangi, tetapi pada LDR

ini besarnya MP berubah-ubah dengan jumlah X. Pada suatu saat MP itu sama

dengan nol, bila dilanjutkan menambah X maka MP menjadi negatif. Dalam

proses produksi dikenal hukum kenaikan hasil berkurang (Law of Diminishing

(26)

terus dalam suatu proses produksi, ceteris paribus, maka mula-mula terjadi

kenaikan hasil, kemudian kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil nol dan

akhirnya kenaikan hasil negatif.”(Tarigan dan Luhut, 2007).

Y

TP

I II III

AP

MP

Gambar 1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil Berkurang

Keterangan :

TP = Total Product

AP = Average Product = Produk rata-rata MP = Marginal Product = Produk Marjinal

Menurut Sutiknjo (2007) daerah-daerah produksi pada kurva LDR adalah:

1. Daerah I fungsi produksi bergerak sampai pada tingkat dimana AP

maksimum, AP menaik, MP > AP:keuntungan tercapai dengan cara

menambah input disebut daerah irrasional,karena persoal-an keuntungan

maksimum di daerah ini.

2. Daerah II disebut daerah rasional, karena persoalan keuntungan maksimum di

daerah ini TP bertambah, MP menurun hingga = 0 daerah ini dimulai dari

(27)

3. Daerah III fungsi ini dimulai dari TP maksimum atau MP = 0 TP terus

menurun, MP negatif daerah ini disebut daerah irrasional karena keuntungan

maksimum tidak terdapat pada daerah ini dari fungsi ini dapat dikatakan tidak

menguntungkan untuk bekerja dengan kombinasi sumber-sumber yang ada di

dalam daerah ini.

Penambahan hasil yang semakin menurun dan produk-produk marjinal mengacu

pada tanggapan output terhadap peningkatan satu jenis input ketika semua input

yang lain tetap. Maka dapat dilihat bahwa peningkatan buruh saat lahan konstan

akan meningkatkan output makanan dengan penambahan yang semakin kecil.

Menurut Samuelson dan William (2003), ada tiga skala hasil yang

dipertimbangkan yaitu:

1. Skala hasil yang tetap menunjukkan kasus dimana suatu perubahan dalam

semua input menyebabkan perubahan yang proporsional pada output.

2. Skala hasil yang meningkat (juga disebut skala ekonomis) muncul ketika

suatu peningkatan pada semua input menyebabkan peningkatan yang lebih

dari proporsional pada tingkat output.

3. Skala hasil yang menurun terjadi ketika suatu peningkatan seimbang dari

semua input menyebabkan peningkatan yang kurang proporsional pada

output. Dalam banyak proses, peningkatan skala pada akhirnya akan

mencapai sebuah titik di mana inefisiensi akan muncul. Hal ini mungkin

(28)

Produksi menunjukkan skala hasil yang meningkat, menurun atau tetap,

ketika peningkatan semua input secara seimbang menyebabkan peningkatan

output lebih dari proporsional, kurang dari proporsional atau secara

proporsional (Samuelson dan William, 2003)

Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya

untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian

akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk

marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Efisiensi

yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau allocative efficiency,

atau sering disebut juga sebagai price efficiency. Ada beberapa istilah juga

tentang efisiensi antara lain efisiensi harga, efisiensi teknis, dan efisiensi

ekonomis (Soekartawi, 2002).

Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan

model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang

diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut

menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran

data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya

apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi

non-linier (Soekartawi,1990).

Efisiensi penggunaan tenaga kerja dapat diperhitungkan sebagai upaya

penggunaan input tenaga kerja yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi

yang sebesar-besarnya. Kondisi efisien menghendaki NPMx sama dengan harga

(29)

NPMx = Px

1

=

Px NPMx

Dimana NPMx adalah nilai produk marginal tenaga kerja (Soekartawi, 2002).

Dalam menganalisis efisiensi, maka varaibel baru yang harus dipertimbangkan

dalam model analisanya adalah variable harga. Oleh karena itu ada dua hal yang

perlu diperhatikan sebelum analisa efisiensi ini dikerjakan, yaitu:

1. Tingkat transformasi antar input dan output dalam fungsi produksi

2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya

untuk mencapai indicator efisiensi.

Kemudian penggunaan input yang optimum dapat dicari, yaitu dengan

melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang

digunakan (Soekartawi, 2002).

Dalam usahatani, petani atau perusahaan akan mengeluarkan biaya produksi yang

besarnya biaya produksi tersebut tergantung kepada komponen biaya yang

dikeluarkan petani atau perusahaan seperti harga input produksi, upah tenaga kerja

dan besarnya produksi usahatani. Oleh karenanya, dalam menghitung tingkat

efisiensi suatu usaha sangat diperlukan data mengenai biaya-biaya produksi suatu

(30)

Kerangka Pemikiran

PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan yang terletak di

Sumatera Utara. Dimana perkebunan ini memiliki berbagai unit kebun usaha

salah satunya adalah unit kebun Sidamanik yang terletak di kabupaten

Simalungun.

Kebun Sidamanik ini mengusahakan tanaman teh dan merupakan kebun teh yang

memiliki luas lahan lebih besar dari tiga kebun teh lainnya. Budidaya tanaman

teh merupakan usaha perkebunan yang padat tenaga kerja terutama untuk tenaga

pelaksanaan (tanaman). Rasio kebutuhan tenaga pemetik dapat mencapai 1

sampai 2 orang per ha, tergantung dari kondisi kebun teh.

Dikarenakan budidaya tanaman teh ini merupakan budidaya yang padat karya,

maka akan di analisis apakah peggunaan tenaga kerja dalam budidaya tanaman teh

ini sudah efisien atau belum. Dimana, harga teh yang cenderung menurun akan

tetapi perusahaan harus tetap menaikkan kesejahteraan karyawan mereka setiap

tahunnya.

Untuk mengatasi berbagai kerugian yang dialami oleh perkebunan teh khususnya

PTPN IV, mereka melakukan upaya peningkatan efisiensi penggunaan tenaga

kerja dengan cara mekanisasi kerja. Mekanisasi yang dilakukan adalah dengan

mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin yaitu mesin petik teh.

Dengan adanya mekanisasi ini, peneliti ingin melihat perbandingan efisiensi

(31)

Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2. Skema Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja di Perkebunan Teh

(32)

Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan tenaga kerja sebelum

mekanisasi tidak efisien dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja setelah

(33)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu PTP Nusantara IV unit

Kebun Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Dengan

pertimbangan bahwa Kebun Sidamanik merupakan perkebunan teh yang memiliki

luas lahan yang paling luas dari perkebunan teh lainnya yang terdapat di PTP

Nusantara IV. Dimana semakin luas lahan perkebunannya maka semakin banyak

pula tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani tersebut.

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV

No Kebun Luas Areal

1 Sidamanik 2.072,92

2 Bah Butong 1.599,64

3 Tobasari 1.083,52

Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero), 2008.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data

primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden,

sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan

penelitian ini. Data sekunder yang diperlukan adalah penelitian ini antara lain:

- Data produksi daun teh kering perkebunan Sidamanik sebelum mekanisasi

(34)

- Data tenaga kerja perkebunan Sidamanik sebelum mekanisasi (2001-2003)

dan setelah mekanisasi (2008-2010)..

Data yang dikumpulkan adalah data time series. Data yang digunakan adalah data

bulanan dari tahun 2008 samapai tahun 2010.

Tabel 2. Metode Pengumpulan Data

Jenis Data Keterangan

Data Primer Diperoleh dengan metode wawancara

Data Sekunder Diperoleh dari instansi-instansi terkait

Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, bagaimana efisiensi penggunaan tenaga kerja pada

usahatani tanaman teh sebelum mekanisasi dihitung dari marginal produk yaitu

perubahan output sebagai akibat dari perubahan satu satuan input (tenaga kerja).

dimana, nilai produk marginal (NPM) adalah perkalian antara produk marginal

dengan harga persatuan. Dengan melihat harga input produksi, maka diperoleh

tingkat efisiensi masing-masing produksi.

Tingkat Efisiensi = Px NPMx

- Jika Px NPMx

= 1, maka penggunaan input produksi tersebut sudah efisien.

- Jika < 1, maka penggunaan input produksi tersebut sudah melebihi efisien

(35)

- Jika Px NPMx

> 1, maka penggunaan input produksi tersebut belum efisien dan

harus ditambah.

(Soekartawi, 2003).

Untuk mengetahui penggunaan tenaga kerja pada produksi daun teh kering di

perkebunan Sidamanik, maka diambil data bulanan selama tiga tahun (dari tahun

2001-2003) untuk penggunaan tenaga kerja sebelum terjadinya mekanisasi dan

data bulanan selama tiga tahun (dari tahun 2008-2010) untuk penggunaan tenaga

kerja setelah terjadinya mekanisasi. Kemudian data dioleh dengan menggunakan

regresi linier, dimana yang menjadi variabel bebas adalah tenaga kerja (X) dan

yang menjadi variabel terikat adalah produksi daun teh kering (Y). Semua data

dikonversikan dalam satuan per Ha.

Selanjutnya dihitung tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja pada perkebunan

(36)

Dalam prakteknya, tingkat efisiensi sempurna jarang ditemukan, makin dekat nilai

ke angka satu, maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan suatu input

dalam proses produksi (Tarigan dan Luhut, 2007).

Produksi marginal (PM) diperoleh dari penurunan fungsi produksi total. Produksi

marginal dianalisis dengan menggunakan regresi dengan menentukan variabel

terikat dan variabel bebas. Dimana variabel terikatnya adalah produksi daun teh

kering (Y) dan variabel bebasnya adalah tenaga kerja (X).

Untuk identifikasi masalah 2, upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

efisiensi penggunaan tenaga kerja dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil

(37)

Definisi dan Batasan Operasional Definisi

Untuk menjelaskan dan menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam penelitian

ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

1. Tenaga kerja adalah suatu alat kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak

dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Dimana

tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja tanaman (pemetik teh dan

pemeliharaan).

2. Efisiensi merupakan proses produksi yang menghasilkan daun teh kering

semaksimal mungkin, dengan penggunaan tenaga kerja seminimal mungkin.

3. Input (X) adalah berupa variabel yang menjelaskan (independent variable)

yaitu merupakan tenaga kerja.

4. Output (Y) berupa variabel yang dijelaskan (dependent variable) yaitu

merupakan daun teh kering.

5. Mekanisasi adalah suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh pihak

perusahaan dalam pencapaian efisiensi tenaga kerja dalam perusahaan

mereka. Mekanisasi disini adalah penggantian tenaga manusia menjadi

(38)

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah PT. Perkebunan Nusantara IV unit Kebun

Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun.

(39)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK USAHATANI

Deskripsi Daerah Penelitian

Kebun Sidamanik merupakan salah satu unit usaha di PT Perkebunan Nusantara

IV (Persero) yang mengelola budi daya tanaman teh. Areal kebun teh ini mulai

dibuka pada tahun 1924 oleh Handles Vereniging Amsterdam (HVA) dan pada

tahun 1926 didirikan pabrik teh oleh perusahaan yang sama dan sampai saat ini

masih berdiri dan beroperasi.

Sejak berdirinya sampai sekarang pengolahan kebun Sidamanik telah beberapa

kali berpindah tangan, seiring dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara

Republik Indonesia. Berdasarkan kebijakan pemerintah tentang konsolidasi di

lingkungan BUMN perkebunan, maka sejak tanggal 11 Maret 1996 kebun

Sidamanik dimiliki dn dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero).

Letak Geografis

Kabupaten / Propinsi : Simalungun / Sumatera Utara

Kecamatan : Sidamanik / Habinsaran

Kota terdekat : Pematangsiantar dan porsea (25 Km)

Ketinggian Dpl : 862 m

Suhu : Rata-rata 24° C

(40)

Keadaan Daerah

Tahun 2010 perkebunan Sidamanik memiliki luas areal tanaman teh seluas

2.243,07 ha dengan luas areal tanaman menghasilkan tahu 2011 sebesar 1.414,5

ha, dengan perincian:

Afdeling I : 454,19 ha

Afdeling II : 450,01 ha

Afdeling III : 293,15 ha

Afdeling IV : 217,15 ha

Luas daerah pemukiman warga, jalan, jembatan, jurang dan lain-lain seluas

225.11 ha. Total luas secara keseluruhan luas areal perkebunan Sidamanik adalah

2243.07 ha. Tanaman teh yang ditanam diperkebunan Sidamanik adalah jenis

tanaman teh hitam.

Kesejahteraan Sosial

Seluruh karyawan mendapatkan sarana perumahan, listrik, air, poliklinik, tempat

ibadah, tempat penitipan anak dan asuransi tenaga kerja. Di sekitar kebun

Sidamanik tersedia sarana pendidikan mulai dari TK Tunas Mekar, SD, SMP,

Madrasah dan SMA. Dari pemukiman ke jalan raya, perusahaan menyediakan

angkutan untuk yang bersekolah dan bertempat tinggal di luar perkebunan. Dan

(41)

Struktur Organisasi

Struktur organisasi mempunyai arti penting dalam sebuah orgnisasi atau

perusahaan agar dapat menjalankan aktivitas operasi secara harmonis dan teratur

sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Struktur organisasi di

dalamnya terbagi atas berbagai fungsi sesuai dengan kegunaannya. Hal ini sangat

penting dikarenakan dengan adanya penggolongan fungsi-fungsi pekerjaan maka

kegiatan produksi dapat dilakukan secara efisien dan efektif.

Untuk mendukung stabilitas kerja yang ideal guna menunjang nilai dan mutu

produktivitas perusahaan, maka diperlukan sebuah manajemen agar dapat

bersinergi dengan baik pada setiap organisasi perusahaan khususnya pada setiap

departemen yang ada pada perusahaan. Semua ini merupakan faktor-faktor

pendukung dalam menjalankan aktivitas perusahaan sehari-hari.

Adapun struktur organisasi yang ada pada PTP Nusantara IV dalam menjalankan

tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:

- Manager

Manager adalah pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab atas kegiatan di

perkebunan Sidamanik kepada Direksi.

- Asisten Kepala

Asisten kepala bertugas mengkoordinir dari seluruh kegiatan bagian tanaman

dan yang bertanggung jawab kepada manager. Asisten kepala membawahi 4

asisten afdeling (afdeling merupakan pembagian wilayah kerja untuk

memudahkan pengawasan kerja). Dalam hal ini, bagian tanaman yang

dimaksud merupakan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penanaman,

(42)

menghasilkan pucuk segar daun teh yang akan diolah. Jumlah rata-rata tenaga

kerja (karyawan) bagian dari tahun 2008-2010 sebanyak 701 orang.

- Kepala Dinas Pengolahan dan Teknik

Kepala dinas pengolahan dan teknik bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan

bagian pabrik yang bertanggung jawab kepada manager. Kepala dinas

pengolahan dan teknik membawahi seorang asisten pengolahan. Dalam hal ini

bagian pabrik yang dimaksud merupakn kegiatan pengolahan pucuk teh dan

kegiatan perawatan mesin/instalasi pabrik. Jumlah rata-rata tenaga kerja

pengolahan dan tenaga kerja (karyawan) teknik dari tahun 2008-2010

masing-masing sebanyak 187 orang.

- Kepala Tata Usaha

Kepala dinas tata usaha bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan bagian

administrasi yang bertanggung jawab kepada manager. Kepala tata usaha

membawahi seorang asisten tata usaha. Dalam hal ini, bagian administrasi yang

dimaksud merupakan kegiatan pembukuan dan laporan keuangan perkebunan.

Jumlah rata-rata tenaga kerja administrasi dari tahun 2008-2010 sebanyak 54

orang.

- Perwira Pengaman

Perwira pengaman bertugas untuk mengamankan perkebunan yang

(43)
(44)

Karakteristik Usahatani

Perkebunan Sidamanik merupakan suatu usahatani yang mengelola pucuk daun

teh menjadi produk teh hitam orthodox. Teh hitam orthodox adalah teh yang

diolah melalui proses pelayuan sekitar 16 jam, penggulungan, fermentasi,

pengeringan, sortasi hingga terbentuk teh jadi. Teh yang diproduksi perkebunan

Sidamanik dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu teh pecah dan teh

bubuk. Masing-masing golongan ini dibedakan dalam beberapa jenis teh sebagai

berikut:

Teh Pecah

- Broken Orange Pecco (BOP) merupakan jenis teh keriting dengan potongan

halus dan teratur. Jenis ini banyak mengandung pucuk berwarna emas.

- Broken Pecco (BP) merupakan jenis teh yang lebih kasar dibanding BOP dan

tidak mengandung pucuk sama sekali.

- Broken Tea (BT) merupakan jenis teh yang tidak menggulung waktu digarap

sehingga teh ini dapat (pipih) seperti sisik dan potongan kecil.

Teh Remukan

- Fanning (F) merupakn jenis teh yang asal dan bentuknya sama seperti BT,

tetapi potongannya jauh lebih kecil.

- Dust (D) atau debu teh yang merupakan jenis teh yang berbentuk seperti

tepung.

- Bohea atau bui (B) merupakan jenis teh buangan yang terdiri dari

batang-batang teh.

Dari kedua jenis teh diatas harus dibedakan lagi kedalam 3 jenis mutu. Mutu teh

(45)

Grade I (Mutu Ekspor) merupakan teh mutu I yang mempunyai kenampakan

bentuk besar, kurang besar, atau kecil menurut jenisnya dengan persentase daun

lebih banyak, berwarna kehitaman dan rata. Aromanya harum dan berasa kuat.

Untuk jenis ini, pekebunan Sidamanik memproduksi 7 jenis mutu yaitu:

BOP I (Broken Orange Pecco I)

BOP (Broken Orange Pecco)

BOPF (Broken Orange Pecco Fanning)

BP (Broken Pecco)

BT (Broken Tea)

PF (Pecco Fanning)

D I (Dust I)

Grade II (Mutu Ekspor II) merupakan teh mutu II yang berpenampakan bentuk

besar, kurang besar dan kecil menurut jenisnya dengan persentase daun lebih

sedikit, warna kemerah-merahan dan kurang rata. Air seduhannya berwarna

kuning merah, beraroma kurang harum dan rasa kurang kuat. Dan untuk jenis

mutu II perkebunan Sidamanik memproduksi 7 jenis mutu yaitu:

BP II (Broken Orange Pecco II)

BT II (Broken Tea II)

PF II (Pecco Fanning II)

D II (Dust II)

D III (Dust III)

BM (Broken Mix)

(46)

Grade III (Mutu Lokal) yaitu mutu III yang diperoleh dari hasil pengolahan yang

berulang-ulang sehingga memperoleh hasil aroma yang tidak kuat dan rasanya

kurang nikmat dan pada umumnya mutu III hanya dijual di dalam negeri saja.

Jenis tersebut adalah RBO (Residu Blo Out).

Di perkebunan Sidamanik jumlah areal tanaman menghasilkan (TM) selalu

berubah-ubah, hal ini disebabkan luas areal tanaman menghasilkan dipergunakan

untuk perawatan luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM). Hal ini

bertujuan untuk peningkatan produkstivitas tanaman untuk tahun kedepannya.

Berikut tabel areal perkebunan Sidamanik:

Tabel 3. Luas Areal Perkebunan Sidamanik 2008-2010

Uraian /Tahun 2008 2009 2010

Areal Tanaman Mengahasilkan (Ha) 1.821,42 1557,86 1388,86 Areal tanaman belum menghasilkan (Ha) 196,54 460,07 629,1 Jumlah areal tanaman (Ha) 2.017,96 2.017,96 2017,96 Jalan, areal pemukiman dan areal lain-lain 225,11 225,11 225,11 Total seluruh areal pekebunan 2.243,07 2.243,07 2243,07 Sumber: PT Perkebunan Nusantara IV Sidamanik, 2010.

Dari tabel 2 dapat dilihat areal tanaman menghasilkan semakin berkurang dari

tahun 2008 sampai 2010. Pada tahun 2009 tanaman menghasilkan mengalami

pengurangan luas lahan sebesar 23,18% atau 470,06 Ha. Pengurangan areal

tanaman menghasilkan ini disebabkan karena 290,07 Ha tanaman menghasilkan

(47)

areal tanaman menghasilkan digunakan untuk membangun pemukiman warga,

jalan dan areal lainnya.

Pada tahun 2010 areal tanaman menghasilkan mengalami pengurangan luas lahan

sebesar 31,51% atau 639,06 Ha dari tahun 2008. Hal ini disebabkan karena

193,17 Ha tanaman menghasilkan ditanami kembali dengan tanaman teh yang

baru. Dan pada tahun 2009 ini perkebunan Sidamanik memberikan 327.73 areal

tanaman menghasilkannya kepada perkebunan Bah Butong. Perpindahan areal ini

dikarenakan perkebunan Bah Butong juga mengalami pengurangan areal tanaman

teh. Yang mana areal tanaman teh tersebut diserahkan kepada perkebunan Bah

Birong Ulu untuk ditanami tanaman kelapa sawit. Sehingga untuk membantu

produksi perkebunan teh Bah Butong maka perkebunan Sidamanik memberikan

areal tanaman tehnya kepada perkebunan Bah Butong agar produksi perkebunan

Bah Butong tidak mengalami pengurangan yang tajam.

Pengurangan areal tanaman menghasilkan akan berpengaruh terhadap jumlah

produksi usaha teh. Semakin berkurang areal tanaman menghasilkan maka jumlah

produksi akan berkurang juga. Tanaman teh yang tidak produktif secara maksimal

akan ditanami ulang dengan tanaman yang baru. Yang mana tanaman yang baru

ini merupakan tanaman yang unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit serta

memiliki produksi daun teh yang lebih baik dari pada tanaman yang lama.

Tanaman teh yang baru ditanam tidak dapat langsung untuk dipanen. Pada usia 5

tahun tanaman teh sudah dapat dipanen, tapi pada usia ini tanaman teh tidak

memproduksi hasil yang maksimal. Tanaman teh dapat dipanen secara normal

(48)

ulang tanaman teh akan berdampak positif kepada produksi nantinya. Semakin

luas areal tanaman menghasilkan, maka produksi daun yang dihasilkan semakin

besar. Sehingga semakin banyak produksi daun basah yang dapat diolah maka

semakin banyak hasil produksi daun teh kering yang diperoleh oleh perkebunan.

Perkebunan Sidamanik memiliki pabrik yang mampu mengolah daun teh basah

sebesar 90 ton. Akan tetapi perkebunan Sidamanik hanya mampu memperoduksi

daun teh basah rata-rata sebesar 50,811 ton/hari dari tahun 2007-2011. Untuk

mengolah daun teh basah menjadi daun teh kering diperlukan waktu pengolahan

selama 24 jam. Oleh karena itu, di perkebunan Sidamanik pengolahan dilakukan

setiap hari kecuali hari minggu dan libur.

Untuk memperoleh jumlah produksi daun teh kering, perkebunan Sidamanik

menggunakan nilai rendemen sebagai standar operasional pekerjaan. rendemen

adalah persentase perbandingan antara jumlah daun teh kering yang dihasilkan

dengan jumlah daun teh basah yang diolah. Nilai rendemen merupakan target

olah yang harus dicapai oleh perkebunan.

Pada tahun 2007 nilai rendemen perkebunan yang harus dicapai adalah 21,99%.

Berarti pada tahun 2007 perbandingan antara jumlah daun teh kering yang

diterima oleh perusahaan dengan jumlah daun teh basah yang diolah harus

berbanding 21,99%. Pada tahun 2008 rendemen yang harus dicapai adalah

22,01% dan pada tahun 2009 nilai rendemen yang harus dicapai adalah 22,05%.

Jika perkebunan dapat mencapai nilai rendemen yang ditargetkan maka proses

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun

Sidamanik. Adapun yang diteliti adalah analisis efisiensi penggunaan tenaga kerja

sebelum dan setelah mekanisasi dan upaya-upaya yang dilakukan dalam

peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian.

Penggunaan Tenaga Kerja

Budidaya teh lebih dikenal sebagai sektor padat karya, terutama dalam

pelaksanaan panen (petik teh) dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang cukup

banyak. Adapun jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam di PT Perkebunan

Nusantara IV sebelum dan setelah mekanisasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata penggunaan tenaga kerja sebelum dan setelah mekanisasi Uraian Jumlah Tenaga Kerja

(Orang)

Rata-rata (Bulan)

Sebelum Mekanisasi 71.429 1.984

Setelah Mekanisasi 25.564 710

Sumber: Pengolahan Data Sekunder (Lampiran 1)

Tabel 4 menunjukkan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi (2008-2010)

jauh lebih sedikit yaitu sebesar 25.564 orang dengan rata-rata 710 orang

dibandingkan dengan sebelum mekanisasi (2001-2003) yaitu sebesar 71.429

orang dengan rata-rata 1.984 orang. Hal ini dikarenakan PT Perkebunan

Nusantara IV lebih memilih menggunakan tenaga mesin daripada tenaga manusia

(50)

tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah biaya yang dikeluarkan sebelum dan

setelah mekanisasi pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Biaya Sebelum dan Setelah Mekanisasi Uraian Rata-rata Biaya

Rp. 620.525.175,346,- Rp. 48.847.917,- Rp. 24.097.431.314,552,- Sumber: Pengolahan Data Sekunder (Lampiran 2 dan 4).

Tabel 5 menunjukkan biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh perusahaan setelah

mekanisasi lebih kecil yaitu sebesar Rp. 620.525.175,346,-/bln dengan rata-rata biaya mesin sebesar Rp. 48.847.917,-/bln dengan total biaya tenaga kerja ditambah biaya mesin sebesar Rp. 669.373.092,071,-/bln dibandingkan dengan sebelum

mekanisasi yaitu sebesar Rp1.579.170.414,868,-/bln tanpa adanya biaya mesin. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa biaya yang dikeluarkan perusahaan

untuk tenaga kerja sebelum mekanisasi dan setelah mekanisasi 1: 2,3.

Dengan adanya mekanisasi yaitu penggunaan mesin petik tenaga kerja yang

digunakan semakin berkurang dengan biaya tenaga kerja menjadi lebih kecil dan

kemampuan petik menjadi lebih besar per harinya. Hal ini dapat terlihat dalam

Tabel 6.

Tabel 6. Kapasitas Petik Tangan, Gunting, dan Mesin

No Uraian DTB (Kg/Org/Hari) DTK (Kg/Org/Hari)

1 Petik Tangan 48,80 10,83

2 Petik Gunting 86,29 19,15

(51)

Sumber: Data PTPN IV Kebun Sidamanik (2011) Ket : DTB = daun teh basah

DTK = daun teh kering

Tabel 6 menunjukkan rata-rata kapasitas petik tangan yang dapat dicapai 1 (satu)

orang tenaga kerja sebesar 48,80 kg/orang/hari daun teh basah dengan 10,83

kg/org/hari daun teh kering sedangkan rata-rata kapasitas petik gunting yang dapat

dicapai sebesar 86,29 kg/orang/hari daun teh basah dengan 19,15 kg/orangn/hari

daun teh kering. Namun rata-rata kapasitas petik mesin yang dapat dicapai

sebesar 454,91 kg/orang/hari daun teh basah dengan 100,9 kg/orang/hari daun teh

kering. Dengan menggunakan gunting, jumlah produksi daun teh basah

bertambah sebesar 37,49 kg yaitu sebesar 8,32 kg daun teh kering. Sedangkan

dengan menggunakan mesin produksi bertambah menjadi 406,11 kg daun teh

basah yaitu sebesar 90,07 kg daun teh kering. Dari hasil di atas dapat disimpulkan

kemampuan petik mesin 1:9 dengan petik tangan atau manual. Sedangkan dengan

petik gunting 1:1,7 dengan petik tangan atau manual.

Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan tenaga kerja sebelum dan setelah

mekanisasi pada usahatani teh, digunakan pengujian dengan regresi linier. Dalam

regresi linier yang menjadi variabel bebas (X) adalah tenaga kerja dan yang

menjadi variabel terikat (Y) adalah produksi teh.

Kemudian dihitung tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja pada usahatani teh

(52)

TE =

Analisis efisiensi penggunaan tenaga kerja sebelum terjadinya mekanisasi Penggunaan tenaga kerja tanaman selama tiga tahun sebelum terjadinya

mekanisasi yaitu dari tahun 2001-2003 rata-rata mencapai 1.984 orang dengan

rata-rata 1,043 orang/ha atau US (upah sehari). Biaya atau upah yang dikeluarkan

perusahaan untuk 1(satu) US (upah sehari) selama tiga tahun terakhir sebelum

mekanisasi yaitu dari tahun 2001-2003 rata-rata sebesar Rp. 29.588,301 dengan

total biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja dalam 1 (satu)

bulan sebesar Rp. 1.579.170.414,868. Pada rentang waktu dari tahun 2001-2003

perusahaan mampu memproduksi daun teh kering rata-rata sebesar 322.902

kg/bulan. Dimana kepasitas petik tangan yang dapat diperoleh oleh tenaga kerja

hanya berkisar 10,83 kg/orang/hari.

Fungsi produksi nya adalah :

Y = f (X)

(53)

X = tenaga kerja

Setelah dianalisis dengan menggunakan regresi linier, maka dapat diketahui

persamaan regresinya adalah:

Dengan demikian tingkat efisiensi < 1

Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa tingkat efisiensi < 1. Dalam hal ini

penggunaan tenaga kerja tidak efisien. Dimana jumlah tenaga kerja yang ada

harus dikurangi untuk mencapai nilai efisien. Tenaga kerja tanaman diperkebunan

Sidamanik memang cukup banyak. Sistem perkebunan besar sangat tergantung

pada penawaran besar dari tenaga kerja tidak terampil. Di negara-negara

pertanian dengan pendapatan rendah dan penggunaan tenaga kerja secara intensif,

produktivitas marginal tenaga kerja menjadi rendah dan upah penerimaan yang

rendah di sektor pertanian menentukan batas bawah bagi sektor perkebunan yang

kapitalis. Namun, secara nyata, upah jauh lebih tinggi karena campur tangan

pemerintah dan adanya serikat buruh yang kuat. Hal ini mengakibatkan tingginya

biaya produksi tenaga kerja tanaman dibandingkan produksi yang dihasilkan dan

(54)

dilakukan oleh perkebunan Sidamanik dengan menggantikan tenaga kerja

manusia dengan tenaga kerja mesin (mekanisasi). Hal ini bertujuan untuk

menekan biaya produksi tanaman yang tinggi.

Analisis efisiensi penggunaan tenaga kerja setelah terjadinya mekanisasi

Penggunaan tenaga kerja setelah terjadinya mekanisasi jauh berkurang dari

sebelum mekanisasi. Dimana data yang diambil adalah data 3 (tiga) terakhir

dimulai dari tahun 2008-2010. Selama rentang waktu 3 (tiga) tahun terakhir ini

jumlah tenaga kerja tanaman hanya berkisar 710 orang dengan rata-rata 0,449

orang/ha atau US. Biaya atau upah yang dikeluarkan perusahaan untuk 1(satu)

US (upah sehari) selama tiga tahun terakhir setelah mekanisasi yaitu dari tahun

2008-2010 rata-rata sebesar Rp. 75.172,183 dengan total biaya yang harus

dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja dalam 1 (satu) bulan sebesar

Rp. 620.525.175,346. Pada rentang waktu dari tahun 2008-2010 perusahaan

mampu memproduksi daun teh kering rata-rata sebesar 310.862 kg/bulan.

Dimana kepasitas petik mesin dan petik gunting yang dapat diperoleh sebesar

149,08 kg/orang/hari.

Fungsi produksi nya adalah :

Y = f (X)

(55)

Setelah dianalisis dengan menggunakan regresi linier, maka dapat diketahui

Dengan demikian tingkat efisiensi < 1

Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa tingkat efisiensi < 1. Dalam hal ini

penggunaan tenaga kerja mendekati efisien sesuai dengan pernyataan Tarigan

(2007) yang menyatakan bahwa dalam prakteknya, tingkat efisiensi sempurna

jarang ditemukan, makin dekat nilai ke angka satu, maka semakin tinggi tingkat

efisiensi penggunaan suatu input dalam proses produksi. Dimana produktivitas

tenaga kerja belum optimal dan penggunaan mesin (mekanisasi) yang belum

optimal dan tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja manusia yang digunakan.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan dalam penggunaan mesin petik.

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa efisiensi penggunaan tenaga

kerja setelah mekanisasi di PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik

lebih efisien daripada sebelum mekanisasi sehingga dapat dikatakan bahwa

(56)

Upaya- upaya Peningkatan Efisiensi Tenaga Kerja

PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik telah mengalami kerugian

dalam menjalankan usahanya. Salah satu penyebabnya adalah tidak efisiennya

penggunaan faktor-faktor produksi didalam mengolah produksi daun teh kering.

Dimana dalam hal ini faktor produksi yang diteliti adalah tenaga kerja.

Dikarenakan tanaman teh terkenal dengan tanaman yang padat karya dimana

dalam mengolah usahanya dibutuhkan banyak tenaga kerja. Oleh karena itu,

tenaga kerja merupakan salah satu input yang banyak mengeluarkan biaya

produksi di perkebunan Sidamanik dimana tenaga kerja di perkebunan Sidamanik

merupakan buruh tetap. Untuk mengatasi masalah ini perkebunan Sidamanik

melakukan berbagai kebijakan-kebijakan dalam pengurangan tenaga kerja untuk

meningkatkan efisiensi sehingga faktor produksi digunakan dengan seminimal

mungkin. Kebijakan-kebijakan itu berupa:

- Pensiun Dini

Pengurangan tenaga kerja tidak dilakukan dengan pemecatan melainkan

dengan memberikan pensiun dini sebelum kepada karyawan atau buruh tetap

bagian tanaman atau lapangan.

- Pemindahan Tenaga Kerja

Tenaga kerja dari perkebunan teh sebagian dipindahkan ke kebun kelapa

(57)

tenaga kerja dikarenakan perkebunan ingin melakukan penghematan biaya

dimana tenaga kerja yang dipindahkan adalah tenaga kerja yang berminat.

- Mekanisasi

Sejak tahun 2008 PT Perkebunan Nusantara IV melakukan kebijakan baru

dengan mengurangi tenaga kerja, sehingga biaya tenaga kerja yang berlebih

dapat diatasi. Dengan dilakukannya pengurangan tenaga kerja ini sistem

pemanenan pucuk daun teh di PT Perkebunan Nusantara IV pun berubah.

Saat ini perkebunan-perkebunan teh di PT Perkebunan Nusantara IV

khususnya unit Kebun Sidamanik melakukan pemanenan dengan

menggunakan mesin petik dan gunting pangkas.

Dimana mesin petik digunakan untuk memangkas pucuk muda daun teh dan

gunting pangkas digunakan untuk mengambil daun teh yang tidak dapat

dicapai oleh mesin petik.

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penggunaan tenaga kerja setelah adanya mekanisasi adalah efisien

dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi.

2. Peningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, PT Perkebunan Nusantara

IV melakukan kebijakan pengurangan tenaga kerja dengan cara pensiun dini,

pemindahan (mutasi) karyawan dari perkebunan teh ke perkebunan kelapa

sawit dan mekanisasi dengan menggunakan mesin petik dan gunting pangkas.

Saran

Kepada Perkebunan Sidamanik

Perkebunan Sidamanik hendaknya melakukan pelatihan tenaga kerja dalam

penggunaan alat mekanisasi yaitu mesin petik teh dan menambah produktivitas

tenaga kerja untuk mencapai nilai efisiensi yang sempurna.

Kepada Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti penggunaan mesin petik

dan gunting pangkas. Serta penggunaan tenaga kerja borongan atau buruh harian

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Sejarah Badan Usaha Milik Negara

---, 2008. Badan Usaha Milik Negara

---, 2010a. Perkebunan

---, 2010b. Faktor Produksi.

Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES : Jakarta.

Samuelson,Paul.A dan William D.Nordhaus, 2003. Ilmu Mikro Ekonomi. P.T. Media Global Edukasi : Jakarta

Setiawati dan Nasikun, 1991. The Kajian Sosial-Ekonomi. Adetya Media : Yogyakarta.

Soehardjo. H. Dkk. 1996. Vademecum Bidang Tanaman Teh. PT. Perkebunan Nusantara IV: Bah Jambi, Pematangsiantar.

Soekartawi, 1994. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi Edisi

revisi 2002. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Spillane,James.J, 2002. Komoditi Teh Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius : Yogyakarta.

Sudjana, 2005. Metode Statistika. Tarsito: Bandung.

Sutiknjo, Tutut Dwi, 2007. Pengantar Ilmu Ekonomi. http://www.find-docs.com/Law-of-Diminishing-Returns-DAN-STRUKTUR-BIAYA.html

Tarigan, Kelin dan Luhut Sihombing, 2007. Ekonomi Produksi Pertanian. Departemen Agribisnis Universitas Sumatera Utara : Medan

(60)

Tim Penulis Pertemuan Teknis Teh Nasional. 1999. Prosiding Pertemuan Teknis Teh Nasional 1999. Pusat Penelitian Teh dan Kina: Gambung.

Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008. Studi Kelayakan Replanting Kebun Teh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Pusat Penelitian Teh dan Kina : Bandung.

(61)

Lampiran 1. Produksi dan Jumlah Tenaga kerja Sebelum Mekanisasi (2001-2003)

JUMLAH 11.624.481 6109,004 71.429 37,531

(62)

Keterangan : DTK = daun teh kering

TK. Tanaman = tenaga kerja tanaman yaitu panen dan pemeliharaan

Tahun

(63)

Lampiran 3. Produksi dan Tenaga Kerja Sesudah Mekanisasi (2008-2010)

JUMLAH 10.391.040 7032,462 25564 16,149

(64)

Tahun

Gambar

Gambar 2. Skema Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja di Perkebunan Teh
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV
Gambar 3. Struktur Perusahaan Perkebunan Sidamanik.
Tabel 3. Luas Areal Perkebunan Sidamanik 2008-2010
+4

Referensi

Dokumen terkait

Furthermore, shipping category AIML file is included in the Chatbot. This category handles question from customers that are related with information about order status.

Dengan melihat dari dasar tersebut, maka akan memudahkan hasil dari program test IQ yang lebih canggih dengan memperhatikan sistem dan cara pembuatan yang baik juga

(3) Rincian tugas dan fungsi Biro Pemerintahan sesuai Susunan Organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIa yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Hitung pula kecepatan perahu jika yang melompat dengan cara yang sama adalah orang Aa.

In this system, module of feature extraction and matching is mainly based on SIFT operator, its matching course is accelerated by k- d tree, Beside, original image is not

Panjang dawai bisa dipendekkan tanpa mengubah tegangan akan mengubah frekuensi yang lain, seperti terjadi pada dawai gitar saat dipetik... Jelaskan frekuensi dawai

DILINGKUNGAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KERINCI... EFEKTIF : 04

Bahasa Assembly atau Rakitan diprakarsaioleh IBM pada tahun 1956 – 1963. Bahasa assembly termasuk bahasa tingkat rendah. Backus berhasil mengembangkan sebuah