ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK
SKRIPSI OLEH
FITRI SYAHRAINI HASIBUAN 060304067
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK
SKRIPSI OLEH
FITRI SYAHRAINI HASIBUAN 060304067
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Diketahui Oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr.Ir. Salmiah, Msi Dr.Ir.Tavi Supriana, Msi NIP. 195702171986032001 NIP. 19644110211989032001
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
FITRI SYAHRAINI HASIBUAN (060304067/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK. Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2011 dengan dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, Msi dan Dr. Ir. Tavi Supriana, Msi.
Budidaya teh lebih dikenal sebagai sektor padat karya, terutama dalam pelaksanaan panen (petik teh) dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Namun, kerugian yang melanda PT Perkebunan Nusantara IV pada komoditi teh menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja dengan mekanisasi yaitu menggantikan tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis efisiensi tenaga kerja sebelum dan setelah mekanisasi di daerah penelitian dan mengetahui upaya-upaya yang dilakukan perusahaan dalam peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian.
Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik dengan pertimbangan daerah dengan luas areal tanaman teh terluas di Kabupaten Simalungun Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari pimpinan dan staf perkebunan Sidamanik di Desa Pematang Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun melalui wawancara langsung. Dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor Kebun Sidamanik dan Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV, sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis efisiensi dan metode deskriptif.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi adalah efisien dengan upaya-upaya peningkatan efisiensi dengan melakukan pensiun dini, mutasi kerja dari kebun teh ke kelapa sawit dan mekanisasi.
RIWAYAT HIDUP
FITRI SYAHRAINI HASIBUAN, dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 24 April 1988, sebagai anak dari Ayahanda Syarifuddin Hasibuan, dan
Ibunda Masni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
pada tahun 1994 masuk sekolah dasar di SD Swasta Sultan Agung Pematang
Siantar tamat tahun 2000. Tahun 2000 masuk sekolah menengah pertama di
SMPN 1 Pematang Siantar tamat tahun 2003. Tahun 2003 masuk sekolah
menengah atas di SMAN 1 Pematang Siantar tamat tahun 2006.
Pada tahun 2006 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Reguler Mandiri. Selama
masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan,
antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Forum
Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).
Pada bulan Juni 2010 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di Desa Buluduri, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi, Provinsi
Sumatera Utara. Kemudian pada bulan April 2011 penulis melaksanakan
penelitian skripsi di Desa Pematang Sidamanik, Kecamatan Sidamanik,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Skripsi ini berjudul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA
KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Terciptanya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, Msi selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus
Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara yang telah meluangkan waktu untuk mengajar, dan membimbing serta memberi masukan yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini
2. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membukakan wawasan secara detail, yang mengayomi dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Fakultas
5. Seluruh Staf dan Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun
Sidamanik yang telah mendukung dalam pemberian data Dalam Penelitian
ini terutama Bapak Bambang selaku Manager unit Kebun Sidamanik yang
telah memberikan izin riset dan pemberian data-data juga informasi yang
berguna dalam pembuatan skripsi ini.
6. Bapak Soleh selaku staf unit Kebun Sidamanik yang telah banyak
membantu dalam pengumpulan data-data dan informasi yang berguna
dalam pembuatan skripsi ini.
Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada
Ayahanda Syarifuddin Hasibuan, dan Ibunda Masni atas motivasi, kasih sayang
dan dukungan baik secara moril maupun materil yang diberikan kepada penulis
selama menjalani kuliah, serta adik-adikku tersayang Fadhlullah dan Fathania
yang telah turut mendoakan dan menyemangati dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih setulusnya penulis ucapkan kepada teman – teman SEP FP
USU stambuk 2006. Abang dan kakak SEP FP USU stambuk 2005 yang telah
banyak membantu, memberi semangat dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Amin.
Medan September 2011
DAFTAR ISI
Kegunaan Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA ... 6
Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22
Metode Pengumpulan Data ... 22
Metode Analisa Data ... 23
Definisi dan Batasan Operasional ... 26
Definisi ... 26
Batasan Operasional ... 27
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 28
Letak Geografis ... 28
Keadaan Daerah ... 29
Kesejahteraan Sosial ... 29
Struktur Organisasi ... 30
Karakteristik Usahatani ... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
Analisis Penggunaan Tenaga Kerja ... 40
Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja Sebelum terjadinya Mekanisasi ... 41
Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja Setelah terjadinya Mekanisasi ... 42
Upaya-upaya Peningkatan Efisiensi Tenaga Kerja ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
Kesimpulan ... 46
Saran ... 46
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Luas Areal Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV ... 22
2. Metode Pengumpulan Data ... 23
3. Luas Areal Perkebunan Sidamanik 2008-2010 ... 35
4. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Sebelum dan Setelah
Mekanisasi ... 38
5. Rata-rata Biaya Sebelum dan Setelah Mekanisasi ... 39
6. Kapasitas Petik Tangan, Gunting dan Mesin ... 39
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil Berkurang ... 14
2. Skema Kerangka Pemikiran ... 20
3. Struktur Perusahaan Perkebunan Sidamanik ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
1. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja Sebelum Mekanisasi (2001-2003).
2. Upah Tenaga Kerja Sebelum Mekanisasi (2001-2003).
3. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja Setelah Mekanisasi (2008-2010).
4. Upah Tenaga Kerja Setelah Mekanisasi dan Biaya Mesin (2008-2010).
5. Hasil Regresi Linier Tenaga Kerja terhadap Daun Teh Kering Sebelum Mekanisasi (2001-2003).
6. Hasil Regresi Linier Tenaga Kerja terhadap Daun Teh Kering Setelah Mekanisasi (2008-2010).
ABSTRAK
FITRI SYAHRAINI HASIBUAN (060304067/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TENAGA KERJA DI PTP NUSANTARA IV UNIT KEBUN SIDAMANIK. Penelitian ini dilakukan pada bulan April tahun 2011 dengan dibimbing oleh Dr. Ir. Salmiah, Msi dan Dr. Ir. Tavi Supriana, Msi.
Budidaya teh lebih dikenal sebagai sektor padat karya, terutama dalam pelaksanaan panen (petik teh) dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Namun, kerugian yang melanda PT Perkebunan Nusantara IV pada komoditi teh menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja dengan mekanisasi yaitu menggantikan tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis efisiensi tenaga kerja sebelum dan setelah mekanisasi di daerah penelitian dan mengetahui upaya-upaya yang dilakukan perusahaan dalam peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian.
Metode penelitian yang digunakan adalah secara purposive yaitu di PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik dengan pertimbangan daerah dengan luas areal tanaman teh terluas di Kabupaten Simalungun Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari pimpinan dan staf perkebunan Sidamanik di Desa Pematang Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun melalui wawancara langsung. Dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kantor Kebun Sidamanik dan Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV, sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis efisiensi dan metode deskriptif.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi adalah efisien dengan upaya-upaya peningkatan efisiensi dengan melakukan pensiun dini, mutasi kerja dari kebun teh ke kelapa sawit dan mekanisasi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan perkebunan adalah lahan usaha pertanian yang luas. Perkebunan
biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis. Perkebunan digunakan
untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar
dan dipasarkan ketempat jauh, bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan
dapat ditanami tanaman keras/industri seperti kakao, kelapa, teh dan
sebagainya (Anonimous, 2010a).
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia mendorong dilakukannya
nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing secara besar-besaran dan melahirkan
BUMN Perkebunan. Sejak masa itu hingga kini telah terjadi beberapa kali
reorganisasi serta perubahan naman BUMN Perkebunan, mulai dari Perusahaan
Nasional Perkebunan (PNP), PT Perkebunan (PTP), hingga PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (PTRNI). Saat ini
terdapat 14 PTPN (I s.d XIV) dan P T RNI, yang lokasi operasi dan kantor
pusatnya tersebar mulai dari provinsi Aceh hingga Papua. Komoditi-komoditi
yang diusahakan BUMN perkebunan adalah kelapa sawit, gula, karet, teh, kopi,
kakao, kina, beberapa macam tanaman rempah-rempah dan tanaman hortikultura
serta hutan tanaman industri. Disamping itu beberapa perusahaan juga sudah
mulai melakukan pengembangan industri hilir dan agrowisata (Anonimous, 2007).
Di Sumatera Utara terdapat tiga perkebunan besar yaitu PTPN II, PTPN III dan
PTPN IV yang memberikan kontribusi devisa yang jauh lebih besar kepada
Di Sumatera Utara pula terdapat perkebunan terbaik Indonesia yaitu PTPN IV.
PT Perkebunan Nusantara IV merupakan perkebunan yang mendapatkan
penghargaan BUMN terbaik 2008 dalam kategori bidang non-keuangan sektor
agro industri, perkebunan, dan perikanan (Anonimous, 2008).
PT Perkebunan Nusantara IV atau disingkat (PTPN IV) mengusahakan dua jenis
komoditi yaitu komoditi teh dan komoditi kelapa sawit. Namun, dalam periode
tahun 1996-2005 di PTPN IV hanya dua tahun usaha teh menghasilkan laba, yaitu
tahun 1997 dan 1998. Laba tersebut sesungguhnya merupakan keuntungan semu,
akibat meningkatnya nilai tukar Rupiah terhadap US $, sehingga penerimaan
rupiah meningkat karena teh dijual dalam US $. Pada tahun lainnya, usaha teh
selalu merugi. Total nilai kerugian dari tahun 2001-2005 telah mencapai 222,9
milyar rupiah (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).
Setelah mengalami booming keuntungan dari tahun 1997 sampai awal tahun
1999 yang disebabkan oleh naiknya harga teh dan menurunnya nilai tukar
rupiah terhadap US $ hingga mencapai angka di atas Rp. 10.000,- per US $,
menjelang pertengahan tahun 1999 industri teh dihadapkan pada kondisi
yang kurang kondusif bagi pengembangan usaha yang disebabkan oleh
tingkat bunga bank yang cukup tinggi, tingkat harga teh yang
cenderung menurun, tidak stabilnya nilai tukar rupiah terhadap US $
dan tingkat upah tenaga kerja serta input faktor produksi cenderung
Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi kerugian
budidaya tanaman teh adalah dengan efisiensi faktor-faktor produksi.
Fakto-faktor produksi yang akan diteliti adalah Fakto-faktor produksi tenaga kerja.
Tenaga kerja pertanian adalah orang yang melaksanakan kegiatan penanaman,
pemeliharaan tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) dan tanaman
perkebunan baik di lahan sendiri maupun di lahan milik orang lain. Tenaga kerja
pertanian merupakan tenaga kerja yang aktivitasnya secara langsung berhubungan
dengan faktor alam (tanah, iklim, dan sebagainya) serta masyarakat tani di
lingkungannya. Pengaruh yang kuat atas faktor alam tersebut menjadikan tenaga
kerja pertanian mempunyai corak sebagai tenaga kerja musiman (Ravianto, 1985).
Sistem perkebunan besar sangat tergantung pada penawaran besar dari tenaga
kerja tak terampil. Di negara-negara pertanian dengan pendapatan rendah dan
penggunaan tenaga kerja secara intensif, produktivitas marginal tenaga kerja
menjadi rendah dan juga upah penerimaan yang rendah di sektor pertanian
menentukan batas bawah bagi sektor perkebunan yang kapitalis. Namun, secara
nyata, upah jauh lebih tinggi karena campur tangan pemerintah dan adanya serikat
buruh yang kuat. Lagipula, selain upah dalam bentuk uang perusahaan
teh juga menyediakan fasilitas lain seperti perumahan, jasa-jasa, kesehatan,
dan fasilitas pendidikan bagi para karyawanya. Maka dalam produksi teh,
biaya tenaga kerja termasuk bagian terbesar dari pengeluaran total untuk semua
kategori perkebunan (Spillane, 1992).
Berdasarkan UU NO.13 tahun 2003 tentang tenaga kerja yang menimbang
penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dan sesuai dengan peranan dan
kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan herkat dan
martabat kemanusiaan serta perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Dengan adanya UU No.13 tahun 2003, maka perusahaan yang dalam hal ini PT
Perkebunan Nusantara IV mengambil beberapa keputusan atau upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja di PT Perkebunan Nusantara IV
tersebut. Dimana, buruh (tenaga kerja) yang digunakan oleh perusahaan tersebut
adalah merupakan buruh tetap, bukan buruh lepas.
Dahulu perkebunan teh Sidamanik merupakan perkebunan yang paling banyak
menyerap tenaga kerja untuk pemetik teh. Namun sekarang memetik teh sudah
menggunakan mesin, begitu juga untuk pembasmi hama sudah menggunakan
mesin. Semua sudah serba mesin sehingga sebagian dari para pemetik teh atau
tenaga kerja kebun teh banyak yang di mutasikan ke kebun lain dan pensiun dini
sebagai akibat dari mekanisasi mesin ini.
Kegiatan yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun
mekanisasi. Di dalam penelitian ini penulis membandingkan antara efisiensi
tenaga kerja sebelum adanya mekanisasi dan sesudah adanya mekanisasi.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana efisiensi tenaga kerja pada usahatani tanaman teh sebelum
mekanisasi dan setelah mekanisasi di daerah penelitian
2. Apa saja upaya peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis efisiensi tenaga kerja sebelum mekanisasi dan setelah
mekanisasi di daerah penelitian
2. Untuk mengetahui upaya peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah
penelitian
Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Teh
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari
Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun
1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis
Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan
ditanam di Kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh
China secara berangsur-angsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan
perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang mulai sejak tahun 1910 dengan
dibangunnya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara. Dalam
perkembangannya industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai
perkembangan situasi pasar dunia maupun Indonesia, antara lain pada masa
pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal kebun teh
menjadi terlantar (Soehardjo, Dkk, 1996).
Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar 6-9 meter tingginya. Di
perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter tingginya dengan
pemangkasan secara berkala. Hal ini adalah untuk memudahkan pemetikan daun
dan agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak. Tanaman teh
umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus-menerus setelah 5 tahun dan
dapat memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun, baru kemudian
diadakan peremajaan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di daerah
ketinggian 200-2000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak
Pada tahun 1998 terjadi kenaikan harga teh dunia secara menyeluruh dari harga
tahun 1997 sebesar $1.65 (Indonesia), $1.70 (India) dan $2.02 (Sri Lanka)
menjadi masing-masing $1.70, $1.80 dan $2.28 pada tahun berikutnya, dan yang
tertinggi adalah Sri Lanka. Seperti kejadian yang umum berlaku, setelah kenaikan
harga selalu disusul dengan penurunan harga, karena sebagai respon penjual
terhadap fenomena kenaikan harga yang melonjak. Pada saat harga baik setiap
produsen berusaha meningkatkan produksinya agar memperoleh manfaat yang
tinggi dalam jangka pendek, akibatnya pasar dibanjiri oleh teh kualitas
rendah sehingga disusul dengan penurunan harga. Kalau diperhatikan antara
tahun 1998 ke 1999 penurunan harga Sri Lanka dari $2.28 menjadi $1.64
atau 72%, India dari $1.80 menjadi $1.44 atau 80% tapi Indonesia dari $1.70
menjadi $1.05 atau 62% dan setelah itu harga teh Indonesia selalu
terpuruk (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).
Tinjauan Pustaka
Daun teh yang diproduksi dari tanaman ini merupakan pucuk muda dari
tanaman teh ini sendiri. Proses pemanenan pucuk muda umumnya
dilakukan dengan pemetikan, dimana pucuk teh yang dipetik merupakan
kuncup, daun dan ranting mudanya. Dikarenakan pucuk muda memiliki
usia yang singkat untuk dipanen, maka pemetikan mempunyai aturan
tersendiri untuk menjaga agar produksi teh tetap tinggi. Pemetikan yang
rata dan jumlah petikan tidak banyak. Akibatnya tentu saja akan berpengaruh pada
tingkat ekonomisnya (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993).
Pucuk teh yang baru dipetik belum bisa dikatakan siap dikonsumsi atau
diperdagangkan, melainkan harus melaui suatu proses pengolahan. Pada
umumnya pucuk teh yang belum melalui proses pengolahan disebut sebagai daun
teh basah. Daun teh basah yang mengalami suatu proses pengolahan akan menjadi
hasil yang lebih baik yaitu dalam bentuk daun teh kering. Daun teh kering yang
telah diolah merupakan hasil produksi yang telah dapat dikonsumsi dan
diperdagangkan. Proses produksi daun teh kering diharapakan dapat memberikan
hasil seduhan teh yang memiliki aroma yang harum, rasanya enak dan warnanya
menarik (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993).
Hasil produksi yang maksimal dapat diperoleh dengan melakukan pemeliharaan
dan perawatan tanaman yang baik. Pencapaian hasil produksi tanaman teh yang
maksimal yang pernah dicapai adalah 2800-3000 kg/ha daun teh kering. Di
Indonesia produksi rata-rata teh yang diperoleh adalah sekitar 2300-2500 kg/ha
daun teh kering (Setiwati dan Nasikun, 1991).
Dengan ketidakmaksimalan hasil produksi yang diperoleh suatu perusahaan dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi tanaman teh. Faktor-faktor produksi
sangat memiliki pengaruh terhadap proses produksi. Dalam hal ini, faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi dapat kita bedakan menjadi dua hal, yaitu:
1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat
2. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan dan sebagainya.
Dengan pemanfaatan dan penggunaan faktor-faktor produksi dengan
efisien dan lebih baik. Dalam memperoleh hasil yang maksimal, penerapan
proses efisiensi merupakan suatu alternatif dan cara yang terbaik bagi
perusahaan (Soekartawi,1994).
Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja.
Oleh karena itu dalam analisa di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja
dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang
dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Seperti dijelaskan
sebelumnya, skala usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya berapa tenaga kerja
yang dibutuhkan dan pula menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang
diperlukan. Biasanya usaha tani kecil akan menggunakan tenaga kerja
dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Sebaliknya pada
usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar
keluarga dengan cara sewa dan sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja
yang ahli (Soekartawi, 2002).
Soekartawi (1994) menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja, merupakan
faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi
dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi
juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang
1. Kualitas tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah
tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai
tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.
2. Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian
atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga spesialisasi ini
diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan
tertentu dan ini tersedia dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas
tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses
produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan
karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk
mengoperasikan alat tersebut.
3. Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam
proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam
bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita
mengerjakan tanam.
Dalam budidaya teh merupakan usaha perkebunan yang padat tenaga kerja,
terutama untuk tenaga pelaksanaan panen (pemetik teh). Rasio kebutuhan tenaga
pemetik dapat mencapai 1 sampai 2 orang per ha, tergantung dari kondisi kebun
teh. Dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 mengharuskan perusahaan
(pemberi kerja) dan serikat kerja membuat Perjanjian Kerja Bersama yang
selalu disertai peningkatan tarif hak-hak normatif karyawan sesuai
kebijakan penetapan Upah Minimum Regional yang dilakukan
pemerintah (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).
Berbeda dengan pekerja perkebunan teh di Jawa Barat, yang masih menggunakan
karyawan lepas (musiman). Seluruh karyawan di kebun-kebun teh PTPN IV
merupakan karyawan tetap dengan standar gaji yang tinggi dan selalu naik
setiap tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam periode
waktu lima tahun (2001-2005) terjadi kenaikan biaya tenaga kerja
hampir dua kali lipat, sementara harga jual (rata-rata) produk teh
PTPN IV justru mengalami penurunan dari Rp. 8.768,- (2001) menjadi
Rp. 8.632,- per kg (Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008).
Menurut C.R. Harler dalam Spillane (1992), suatu perkebunan besar seluas 1000
are dengan rata-rata produksi 1.200 pon teh per are membutuhkan 1.500 karyawan
dimana hanya kira-kira 150 bekerja di pabrik-pabrik perkebunan. Maka
mekanisasi dicoba dalam proses pemetikan daun teh karena ini langkah yang
paling mahal dari seluruh proses produksi teh jadi. Pemetikan mekanis dengan
alat bermotor atau gunting besar atau alat pemotong akan secara substansial
tenaga kerja dan biaya yang dibutuhkan untuk proses pemetikan. Diperkirakan
bahwa karyawati dapat memetik 40 sampai 60 pon daun teh per hari dengan
tangan sedangkan di India Utara dapat memetik paling banyak 120 pon per hari
dengan tangan. Di Jepang dimana pemetikan hampir seluruhnya menggunakan
mesin, karyawati dapat memetik 200-250 pon dan karyawan 300 pon per hari
Landasan Teori
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam
usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan tenaga kerja
dalam perusahaan pertanian yang besar-besar atau perkebunan,
kehutanan, peternakan, dan sebagainya. Pembedaan ini penting karena apa
yang dikenal sebagai tenaga kerja dalam usahatani tidak sama
pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian tenaga kerja dalam
perusahaan-perusahaan perkebunan (skala besar). Dalam usahatani sebagian
besar tenaga kerja berasal dari keluarga, yang merupakan sumbangan keluarga
pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang.
Usahatani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan (Mubyarto, 1991).
Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya
sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini
merupakan faktor yang penting dalam usahatani (Tohir, 1983).
Tenaga kerja dalam usaha pertanian rakyat harus dibedakan dengan tenaga kerja
dalam perusahaan pertanian. Dalam usaha pertanian rakyat, tenaga kerja berasal
dari keluarga petani sendiri yang terdiri ayah, istri dan anak-anak. Sedangkan
tenaga kerja dalam perusahaan pertanian pada umumnya berasal dari masyarakat
sekitar perusahaan pertanian beroperasi (Tohir, 1983).
Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah suatu alat
kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan
ditujukan kepada usaha produksi. Bila seorang petani mempunyai ternak sapi
untuk mengolah tanah, apakah sapi dan traktor itu termasuk faktor produksi
tenaga kerja. Sapi dan traktor itu bukan faktor tenaga kerja, tetapi masuk dalam
faktor produksi modal. Faktor produksi tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dari
manusia, sapi dan traktor jelas berpisah dengan manusia. Sapi dan traktor dapat
menggantikan tenaga kerja manusia dalam hal membajak dan mengolah
tanah (Anonimous, 2010b).
Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi berbeda untuk setiap usaha tanaman. Ini
sangat bergantung kepada usaha produksi itu, bila sifatnya padat karya (labor
intensive) maka pengaruhnya sangat kuat, bila sifatnya padat modal (capital intensive) maka penngaruh tenaga kerja lemah. Usaha tembakau jelas lebih labor intensive daripada usaha kebun karet (Anonimous, 2010b).
Dalam prakteknya sangat jarang ditemukan fungsi produksi yang linear, kecuali
dalam jumlah input yang dibatasi rentangnya. Pada umumnya dalam proses
produksi terutama produksi biologis tunduk kepada suatu hukum yang disebut
The Law of Diminishing Returns atau hukum kenaikan hasil yang berkurang.
Hukum ini dalam fungsi produksi tergolong single variable atau jumlah
variabel X adalah satu. Kenaikan hasil disini adalah marginal product (MP)
atau produksi marginal. Pada fungsi linear besarnya MP ini adalah tetap
walaupun jumlah jumlah X ditambah atau dikurangi, tetapi pada LDR
ini besarnya MP berubah-ubah dengan jumlah X. Pada suatu saat MP itu sama
dengan nol, bila dilanjutkan menambah X maka MP menjadi negatif. Dalam
proses produksi dikenal hukum kenaikan hasil berkurang (Law of Diminishing
terus dalam suatu proses produksi, ceteris paribus, maka mula-mula terjadi
kenaikan hasil, kemudian kenaikan hasil itu menurun, lalu kenaikan hasil nol dan
akhirnya kenaikan hasil negatif.”(Tarigan dan Luhut, 2007).
Y
TP
I II III
AP
MP
Gambar 1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil Berkurang
Keterangan :
TP = Total Product
AP = Average Product = Produk rata-rata MP = Marginal Product = Produk Marjinal
Menurut Sutiknjo (2007) daerah-daerah produksi pada kurva LDR adalah:
1. Daerah I fungsi produksi bergerak sampai pada tingkat dimana AP
maksimum, AP menaik, MP > AP:keuntungan tercapai dengan cara
menambah input disebut daerah irrasional,karena persoal-an keuntungan
maksimum di daerah ini.
2. Daerah II disebut daerah rasional, karena persoalan keuntungan maksimum di
daerah ini TP bertambah, MP menurun hingga = 0 daerah ini dimulai dari
3. Daerah III fungsi ini dimulai dari TP maksimum atau MP = 0 TP terus
menurun, MP negatif daerah ini disebut daerah irrasional karena keuntungan
maksimum tidak terdapat pada daerah ini dari fungsi ini dapat dikatakan tidak
menguntungkan untuk bekerja dengan kombinasi sumber-sumber yang ada di
dalam daerah ini.
Penambahan hasil yang semakin menurun dan produk-produk marjinal mengacu
pada tanggapan output terhadap peningkatan satu jenis input ketika semua input
yang lain tetap. Maka dapat dilihat bahwa peningkatan buruh saat lahan konstan
akan meningkatkan output makanan dengan penambahan yang semakin kecil.
Menurut Samuelson dan William (2003), ada tiga skala hasil yang
dipertimbangkan yaitu:
1. Skala hasil yang tetap menunjukkan kasus dimana suatu perubahan dalam
semua input menyebabkan perubahan yang proporsional pada output.
2. Skala hasil yang meningkat (juga disebut skala ekonomis) muncul ketika
suatu peningkatan pada semua input menyebabkan peningkatan yang lebih
dari proporsional pada tingkat output.
3. Skala hasil yang menurun terjadi ketika suatu peningkatan seimbang dari
semua input menyebabkan peningkatan yang kurang proporsional pada
output. Dalam banyak proses, peningkatan skala pada akhirnya akan
mencapai sebuah titik di mana inefisiensi akan muncul. Hal ini mungkin
Produksi menunjukkan skala hasil yang meningkat, menurun atau tetap,
ketika peningkatan semua input secara seimbang menyebabkan peningkatan
output lebih dari proporsional, kurang dari proporsional atau secara
proporsional (Samuelson dan William, 2003)
Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya
untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian
akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk
marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Efisiensi
yang demikian disebut dengan istilah efisiensi harga atau allocative efficiency,
atau sering disebut juga sebagai price efficiency. Ada beberapa istilah juga
tentang efisiensi antara lain efisiensi harga, efisiensi teknis, dan efisiensi
ekonomis (Soekartawi, 2002).
Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan
model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang
diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut
menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran
data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya
apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi
non-linier (Soekartawi,1990).
Efisiensi penggunaan tenaga kerja dapat diperhitungkan sebagai upaya
penggunaan input tenaga kerja yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi
yang sebesar-besarnya. Kondisi efisien menghendaki NPMx sama dengan harga
NPMx = Px
1
=
Px NPMx
Dimana NPMx adalah nilai produk marginal tenaga kerja (Soekartawi, 2002).
Dalam menganalisis efisiensi, maka varaibel baru yang harus dipertimbangkan
dalam model analisanya adalah variable harga. Oleh karena itu ada dua hal yang
perlu diperhatikan sebelum analisa efisiensi ini dikerjakan, yaitu:
1. Tingkat transformasi antar input dan output dalam fungsi produksi
2. Perbandingan (nisbah) antara harga input dan harga output sebagai upaya
untuk mencapai indicator efisiensi.
Kemudian penggunaan input yang optimum dapat dicari, yaitu dengan
melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang
digunakan (Soekartawi, 2002).
Dalam usahatani, petani atau perusahaan akan mengeluarkan biaya produksi yang
besarnya biaya produksi tersebut tergantung kepada komponen biaya yang
dikeluarkan petani atau perusahaan seperti harga input produksi, upah tenaga kerja
dan besarnya produksi usahatani. Oleh karenanya, dalam menghitung tingkat
efisiensi suatu usaha sangat diperlukan data mengenai biaya-biaya produksi suatu
Kerangka Pemikiran
PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perkebunan yang terletak di
Sumatera Utara. Dimana perkebunan ini memiliki berbagai unit kebun usaha
salah satunya adalah unit kebun Sidamanik yang terletak di kabupaten
Simalungun.
Kebun Sidamanik ini mengusahakan tanaman teh dan merupakan kebun teh yang
memiliki luas lahan lebih besar dari tiga kebun teh lainnya. Budidaya tanaman
teh merupakan usaha perkebunan yang padat tenaga kerja terutama untuk tenaga
pelaksanaan (tanaman). Rasio kebutuhan tenaga pemetik dapat mencapai 1
sampai 2 orang per ha, tergantung dari kondisi kebun teh.
Dikarenakan budidaya tanaman teh ini merupakan budidaya yang padat karya,
maka akan di analisis apakah peggunaan tenaga kerja dalam budidaya tanaman teh
ini sudah efisien atau belum. Dimana, harga teh yang cenderung menurun akan
tetapi perusahaan harus tetap menaikkan kesejahteraan karyawan mereka setiap
tahunnya.
Untuk mengatasi berbagai kerugian yang dialami oleh perkebunan teh khususnya
PTPN IV, mereka melakukan upaya peningkatan efisiensi penggunaan tenaga
kerja dengan cara mekanisasi kerja. Mekanisasi yang dilakukan adalah dengan
mengganti tenaga manusia dengan tenaga mesin yaitu mesin petik teh.
Dengan adanya mekanisasi ini, peneliti ingin melihat perbandingan efisiensi
Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 2. Skema Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja di Perkebunan Teh
Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan tenaga kerja sebelum
mekanisasi tidak efisien dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja setelah
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu PTP Nusantara IV unit
Kebun Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Dengan
pertimbangan bahwa Kebun Sidamanik merupakan perkebunan teh yang memiliki
luas lahan yang paling luas dari perkebunan teh lainnya yang terdapat di PTP
Nusantara IV. Dimana semakin luas lahan perkebunannya maka semakin banyak
pula tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani tersebut.
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Teh di PTP Nusantara IV
No Kebun Luas Areal
1 Sidamanik 2.072,92
2 Bah Butong 1.599,64
3 Tobasari 1.083,52
Sumber: PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero), 2008.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden,
sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan
penelitian ini. Data sekunder yang diperlukan adalah penelitian ini antara lain:
- Data produksi daun teh kering perkebunan Sidamanik sebelum mekanisasi
- Data tenaga kerja perkebunan Sidamanik sebelum mekanisasi (2001-2003)
dan setelah mekanisasi (2008-2010)..
Data yang dikumpulkan adalah data time series. Data yang digunakan adalah data
bulanan dari tahun 2008 samapai tahun 2010.
Tabel 2. Metode Pengumpulan Data
Jenis Data Keterangan
Data Primer Diperoleh dengan metode wawancara
Data Sekunder Diperoleh dari instansi-instansi terkait
Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1, bagaimana efisiensi penggunaan tenaga kerja pada
usahatani tanaman teh sebelum mekanisasi dihitung dari marginal produk yaitu
perubahan output sebagai akibat dari perubahan satu satuan input (tenaga kerja).
dimana, nilai produk marginal (NPM) adalah perkalian antara produk marginal
dengan harga persatuan. Dengan melihat harga input produksi, maka diperoleh
tingkat efisiensi masing-masing produksi.
Tingkat Efisiensi = Px NPMx
- Jika Px NPMx
= 1, maka penggunaan input produksi tersebut sudah efisien.
- Jika < 1, maka penggunaan input produksi tersebut sudah melebihi efisien
- Jika Px NPMx
> 1, maka penggunaan input produksi tersebut belum efisien dan
harus ditambah.
(Soekartawi, 2003).
Untuk mengetahui penggunaan tenaga kerja pada produksi daun teh kering di
perkebunan Sidamanik, maka diambil data bulanan selama tiga tahun (dari tahun
2001-2003) untuk penggunaan tenaga kerja sebelum terjadinya mekanisasi dan
data bulanan selama tiga tahun (dari tahun 2008-2010) untuk penggunaan tenaga
kerja setelah terjadinya mekanisasi. Kemudian data dioleh dengan menggunakan
regresi linier, dimana yang menjadi variabel bebas adalah tenaga kerja (X) dan
yang menjadi variabel terikat adalah produksi daun teh kering (Y). Semua data
dikonversikan dalam satuan per Ha.
Selanjutnya dihitung tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja pada perkebunan
Dalam prakteknya, tingkat efisiensi sempurna jarang ditemukan, makin dekat nilai
ke angka satu, maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan suatu input
dalam proses produksi (Tarigan dan Luhut, 2007).
Produksi marginal (PM) diperoleh dari penurunan fungsi produksi total. Produksi
marginal dianalisis dengan menggunakan regresi dengan menentukan variabel
terikat dan variabel bebas. Dimana variabel terikatnya adalah produksi daun teh
kering (Y) dan variabel bebasnya adalah tenaga kerja (X).
Untuk identifikasi masalah 2, upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan tenaga kerja dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil
Definisi dan Batasan Operasional Definisi
Untuk menjelaskan dan menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam penelitian
ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
1. Tenaga kerja adalah suatu alat kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak
dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Dimana
tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja tanaman (pemetik teh dan
pemeliharaan).
2. Efisiensi merupakan proses produksi yang menghasilkan daun teh kering
semaksimal mungkin, dengan penggunaan tenaga kerja seminimal mungkin.
3. Input (X) adalah berupa variabel yang menjelaskan (independent variable)
yaitu merupakan tenaga kerja.
4. Output (Y) berupa variabel yang dijelaskan (dependent variable) yaitu
merupakan daun teh kering.
5. Mekanisasi adalah suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh pihak
perusahaan dalam pencapaian efisiensi tenaga kerja dalam perusahaan
mereka. Mekanisasi disini adalah penggantian tenaga manusia menjadi
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah PT. Perkebunan Nusantara IV unit Kebun
Sidamanik Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK USAHATANI
Deskripsi Daerah Penelitian
Kebun Sidamanik merupakan salah satu unit usaha di PT Perkebunan Nusantara
IV (Persero) yang mengelola budi daya tanaman teh. Areal kebun teh ini mulai
dibuka pada tahun 1924 oleh Handles Vereniging Amsterdam (HVA) dan pada
tahun 1926 didirikan pabrik teh oleh perusahaan yang sama dan sampai saat ini
masih berdiri dan beroperasi.
Sejak berdirinya sampai sekarang pengolahan kebun Sidamanik telah beberapa
kali berpindah tangan, seiring dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara
Republik Indonesia. Berdasarkan kebijakan pemerintah tentang konsolidasi di
lingkungan BUMN perkebunan, maka sejak tanggal 11 Maret 1996 kebun
Sidamanik dimiliki dn dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero).
Letak Geografis
Kabupaten / Propinsi : Simalungun / Sumatera Utara
Kecamatan : Sidamanik / Habinsaran
Kota terdekat : Pematangsiantar dan porsea (25 Km)
Ketinggian Dpl : 862 m
Suhu : Rata-rata 24° C
Keadaan Daerah
Tahun 2010 perkebunan Sidamanik memiliki luas areal tanaman teh seluas
2.243,07 ha dengan luas areal tanaman menghasilkan tahu 2011 sebesar 1.414,5
ha, dengan perincian:
Afdeling I : 454,19 ha
Afdeling II : 450,01 ha
Afdeling III : 293,15 ha
Afdeling IV : 217,15 ha
Luas daerah pemukiman warga, jalan, jembatan, jurang dan lain-lain seluas
225.11 ha. Total luas secara keseluruhan luas areal perkebunan Sidamanik adalah
2243.07 ha. Tanaman teh yang ditanam diperkebunan Sidamanik adalah jenis
tanaman teh hitam.
Kesejahteraan Sosial
Seluruh karyawan mendapatkan sarana perumahan, listrik, air, poliklinik, tempat
ibadah, tempat penitipan anak dan asuransi tenaga kerja. Di sekitar kebun
Sidamanik tersedia sarana pendidikan mulai dari TK Tunas Mekar, SD, SMP,
Madrasah dan SMA. Dari pemukiman ke jalan raya, perusahaan menyediakan
angkutan untuk yang bersekolah dan bertempat tinggal di luar perkebunan. Dan
Struktur Organisasi
Struktur organisasi mempunyai arti penting dalam sebuah orgnisasi atau
perusahaan agar dapat menjalankan aktivitas operasi secara harmonis dan teratur
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Struktur organisasi di
dalamnya terbagi atas berbagai fungsi sesuai dengan kegunaannya. Hal ini sangat
penting dikarenakan dengan adanya penggolongan fungsi-fungsi pekerjaan maka
kegiatan produksi dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Untuk mendukung stabilitas kerja yang ideal guna menunjang nilai dan mutu
produktivitas perusahaan, maka diperlukan sebuah manajemen agar dapat
bersinergi dengan baik pada setiap organisasi perusahaan khususnya pada setiap
departemen yang ada pada perusahaan. Semua ini merupakan faktor-faktor
pendukung dalam menjalankan aktivitas perusahaan sehari-hari.
Adapun struktur organisasi yang ada pada PTP Nusantara IV dalam menjalankan
tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:
- Manager
Manager adalah pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab atas kegiatan di
perkebunan Sidamanik kepada Direksi.
- Asisten Kepala
Asisten kepala bertugas mengkoordinir dari seluruh kegiatan bagian tanaman
dan yang bertanggung jawab kepada manager. Asisten kepala membawahi 4
asisten afdeling (afdeling merupakan pembagian wilayah kerja untuk
memudahkan pengawasan kerja). Dalam hal ini, bagian tanaman yang
dimaksud merupakan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penanaman,
menghasilkan pucuk segar daun teh yang akan diolah. Jumlah rata-rata tenaga
kerja (karyawan) bagian dari tahun 2008-2010 sebanyak 701 orang.
- Kepala Dinas Pengolahan dan Teknik
Kepala dinas pengolahan dan teknik bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan
bagian pabrik yang bertanggung jawab kepada manager. Kepala dinas
pengolahan dan teknik membawahi seorang asisten pengolahan. Dalam hal ini
bagian pabrik yang dimaksud merupakn kegiatan pengolahan pucuk teh dan
kegiatan perawatan mesin/instalasi pabrik. Jumlah rata-rata tenaga kerja
pengolahan dan tenaga kerja (karyawan) teknik dari tahun 2008-2010
masing-masing sebanyak 187 orang.
- Kepala Tata Usaha
Kepala dinas tata usaha bertugas mengkoordinir seluruh kegiatan bagian
administrasi yang bertanggung jawab kepada manager. Kepala tata usaha
membawahi seorang asisten tata usaha. Dalam hal ini, bagian administrasi yang
dimaksud merupakan kegiatan pembukuan dan laporan keuangan perkebunan.
Jumlah rata-rata tenaga kerja administrasi dari tahun 2008-2010 sebanyak 54
orang.
- Perwira Pengaman
Perwira pengaman bertugas untuk mengamankan perkebunan yang
Karakteristik Usahatani
Perkebunan Sidamanik merupakan suatu usahatani yang mengelola pucuk daun
teh menjadi produk teh hitam orthodox. Teh hitam orthodox adalah teh yang
diolah melalui proses pelayuan sekitar 16 jam, penggulungan, fermentasi,
pengeringan, sortasi hingga terbentuk teh jadi. Teh yang diproduksi perkebunan
Sidamanik dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu teh pecah dan teh
bubuk. Masing-masing golongan ini dibedakan dalam beberapa jenis teh sebagai
berikut:
Teh Pecah
- Broken Orange Pecco (BOP) merupakan jenis teh keriting dengan potongan
halus dan teratur. Jenis ini banyak mengandung pucuk berwarna emas.
- Broken Pecco (BP) merupakan jenis teh yang lebih kasar dibanding BOP dan
tidak mengandung pucuk sama sekali.
- Broken Tea (BT) merupakan jenis teh yang tidak menggulung waktu digarap
sehingga teh ini dapat (pipih) seperti sisik dan potongan kecil.
Teh Remukan
- Fanning (F) merupakn jenis teh yang asal dan bentuknya sama seperti BT,
tetapi potongannya jauh lebih kecil.
- Dust (D) atau debu teh yang merupakan jenis teh yang berbentuk seperti
tepung.
- Bohea atau bui (B) merupakan jenis teh buangan yang terdiri dari
batang-batang teh.
Dari kedua jenis teh diatas harus dibedakan lagi kedalam 3 jenis mutu. Mutu teh
Grade I (Mutu Ekspor) merupakan teh mutu I yang mempunyai kenampakan
bentuk besar, kurang besar, atau kecil menurut jenisnya dengan persentase daun
lebih banyak, berwarna kehitaman dan rata. Aromanya harum dan berasa kuat.
Untuk jenis ini, pekebunan Sidamanik memproduksi 7 jenis mutu yaitu:
− BOP I (Broken Orange Pecco I)
− BOP (Broken Orange Pecco)
− BOPF (Broken Orange Pecco Fanning)
− BP (Broken Pecco)
− BT (Broken Tea)
− PF (Pecco Fanning)
− D I (Dust I)
Grade II (Mutu Ekspor II) merupakan teh mutu II yang berpenampakan bentuk
besar, kurang besar dan kecil menurut jenisnya dengan persentase daun lebih
sedikit, warna kemerah-merahan dan kurang rata. Air seduhannya berwarna
kuning merah, beraroma kurang harum dan rasa kurang kuat. Dan untuk jenis
mutu II perkebunan Sidamanik memproduksi 7 jenis mutu yaitu:
− BP II (Broken Orange Pecco II)
− BT II (Broken Tea II)
− PF II (Pecco Fanning II)
− D II (Dust II)
− D III (Dust III)
− BM (Broken Mix)
Grade III (Mutu Lokal) yaitu mutu III yang diperoleh dari hasil pengolahan yang
berulang-ulang sehingga memperoleh hasil aroma yang tidak kuat dan rasanya
kurang nikmat dan pada umumnya mutu III hanya dijual di dalam negeri saja.
Jenis tersebut adalah RBO (Residu Blo Out).
Di perkebunan Sidamanik jumlah areal tanaman menghasilkan (TM) selalu
berubah-ubah, hal ini disebabkan luas areal tanaman menghasilkan dipergunakan
untuk perawatan luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM). Hal ini
bertujuan untuk peningkatan produkstivitas tanaman untuk tahun kedepannya.
Berikut tabel areal perkebunan Sidamanik:
Tabel 3. Luas Areal Perkebunan Sidamanik 2008-2010
Uraian /Tahun 2008 2009 2010
Areal Tanaman Mengahasilkan (Ha) 1.821,42 1557,86 1388,86 Areal tanaman belum menghasilkan (Ha) 196,54 460,07 629,1 Jumlah areal tanaman (Ha) 2.017,96 2.017,96 2017,96 Jalan, areal pemukiman dan areal lain-lain 225,11 225,11 225,11 Total seluruh areal pekebunan 2.243,07 2.243,07 2243,07 Sumber: PT Perkebunan Nusantara IV Sidamanik, 2010.
Dari tabel 2 dapat dilihat areal tanaman menghasilkan semakin berkurang dari
tahun 2008 sampai 2010. Pada tahun 2009 tanaman menghasilkan mengalami
pengurangan luas lahan sebesar 23,18% atau 470,06 Ha. Pengurangan areal
tanaman menghasilkan ini disebabkan karena 290,07 Ha tanaman menghasilkan
areal tanaman menghasilkan digunakan untuk membangun pemukiman warga,
jalan dan areal lainnya.
Pada tahun 2010 areal tanaman menghasilkan mengalami pengurangan luas lahan
sebesar 31,51% atau 639,06 Ha dari tahun 2008. Hal ini disebabkan karena
193,17 Ha tanaman menghasilkan ditanami kembali dengan tanaman teh yang
baru. Dan pada tahun 2009 ini perkebunan Sidamanik memberikan 327.73 areal
tanaman menghasilkannya kepada perkebunan Bah Butong. Perpindahan areal ini
dikarenakan perkebunan Bah Butong juga mengalami pengurangan areal tanaman
teh. Yang mana areal tanaman teh tersebut diserahkan kepada perkebunan Bah
Birong Ulu untuk ditanami tanaman kelapa sawit. Sehingga untuk membantu
produksi perkebunan teh Bah Butong maka perkebunan Sidamanik memberikan
areal tanaman tehnya kepada perkebunan Bah Butong agar produksi perkebunan
Bah Butong tidak mengalami pengurangan yang tajam.
Pengurangan areal tanaman menghasilkan akan berpengaruh terhadap jumlah
produksi usaha teh. Semakin berkurang areal tanaman menghasilkan maka jumlah
produksi akan berkurang juga. Tanaman teh yang tidak produktif secara maksimal
akan ditanami ulang dengan tanaman yang baru. Yang mana tanaman yang baru
ini merupakan tanaman yang unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit serta
memiliki produksi daun teh yang lebih baik dari pada tanaman yang lama.
Tanaman teh yang baru ditanam tidak dapat langsung untuk dipanen. Pada usia 5
tahun tanaman teh sudah dapat dipanen, tapi pada usia ini tanaman teh tidak
memproduksi hasil yang maksimal. Tanaman teh dapat dipanen secara normal
ulang tanaman teh akan berdampak positif kepada produksi nantinya. Semakin
luas areal tanaman menghasilkan, maka produksi daun yang dihasilkan semakin
besar. Sehingga semakin banyak produksi daun basah yang dapat diolah maka
semakin banyak hasil produksi daun teh kering yang diperoleh oleh perkebunan.
Perkebunan Sidamanik memiliki pabrik yang mampu mengolah daun teh basah
sebesar 90 ton. Akan tetapi perkebunan Sidamanik hanya mampu memperoduksi
daun teh basah rata-rata sebesar 50,811 ton/hari dari tahun 2007-2011. Untuk
mengolah daun teh basah menjadi daun teh kering diperlukan waktu pengolahan
selama 24 jam. Oleh karena itu, di perkebunan Sidamanik pengolahan dilakukan
setiap hari kecuali hari minggu dan libur.
Untuk memperoleh jumlah produksi daun teh kering, perkebunan Sidamanik
menggunakan nilai rendemen sebagai standar operasional pekerjaan. rendemen
adalah persentase perbandingan antara jumlah daun teh kering yang dihasilkan
dengan jumlah daun teh basah yang diolah. Nilai rendemen merupakan target
olah yang harus dicapai oleh perkebunan.
Pada tahun 2007 nilai rendemen perkebunan yang harus dicapai adalah 21,99%.
Berarti pada tahun 2007 perbandingan antara jumlah daun teh kering yang
diterima oleh perusahaan dengan jumlah daun teh basah yang diolah harus
berbanding 21,99%. Pada tahun 2008 rendemen yang harus dicapai adalah
22,01% dan pada tahun 2009 nilai rendemen yang harus dicapai adalah 22,05%.
Jika perkebunan dapat mencapai nilai rendemen yang ditargetkan maka proses
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun
Sidamanik. Adapun yang diteliti adalah analisis efisiensi penggunaan tenaga kerja
sebelum dan setelah mekanisasi dan upaya-upaya yang dilakukan dalam
peningkatan efisiensi tenaga kerja di daerah penelitian.
Penggunaan Tenaga Kerja
Budidaya teh lebih dikenal sebagai sektor padat karya, terutama dalam
pelaksanaan panen (petik teh) dan pemeliharaan membutuhkan tenaga yang cukup
banyak. Adapun jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam di PT Perkebunan
Nusantara IV sebelum dan setelah mekanisasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata penggunaan tenaga kerja sebelum dan setelah mekanisasi Uraian Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
Rata-rata (Bulan)
Sebelum Mekanisasi 71.429 1.984
Setelah Mekanisasi 25.564 710
Sumber: Pengolahan Data Sekunder (Lampiran 1)
Tabel 4 menunjukkan penggunaan tenaga kerja setelah mekanisasi (2008-2010)
jauh lebih sedikit yaitu sebesar 25.564 orang dengan rata-rata 710 orang
dibandingkan dengan sebelum mekanisasi (2001-2003) yaitu sebesar 71.429
orang dengan rata-rata 1.984 orang. Hal ini dikarenakan PT Perkebunan
Nusantara IV lebih memilih menggunakan tenaga mesin daripada tenaga manusia
tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah biaya yang dikeluarkan sebelum dan
setelah mekanisasi pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Biaya Sebelum dan Setelah Mekanisasi Uraian Rata-rata Biaya
Rp. 620.525.175,346,- Rp. 48.847.917,- Rp. 24.097.431.314,552,- Sumber: Pengolahan Data Sekunder (Lampiran 2 dan 4).
Tabel 5 menunjukkan biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh perusahaan setelah
mekanisasi lebih kecil yaitu sebesar Rp. 620.525.175,346,-/bln dengan rata-rata biaya mesin sebesar Rp. 48.847.917,-/bln dengan total biaya tenaga kerja ditambah biaya mesin sebesar Rp. 669.373.092,071,-/bln dibandingkan dengan sebelum
mekanisasi yaitu sebesar Rp1.579.170.414,868,-/bln tanpa adanya biaya mesin. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk tenaga kerja sebelum mekanisasi dan setelah mekanisasi 1: 2,3.
Dengan adanya mekanisasi yaitu penggunaan mesin petik tenaga kerja yang
digunakan semakin berkurang dengan biaya tenaga kerja menjadi lebih kecil dan
kemampuan petik menjadi lebih besar per harinya. Hal ini dapat terlihat dalam
Tabel 6.
Tabel 6. Kapasitas Petik Tangan, Gunting, dan Mesin
No Uraian DTB (Kg/Org/Hari) DTK (Kg/Org/Hari)
1 Petik Tangan 48,80 10,83
2 Petik Gunting 86,29 19,15
Sumber: Data PTPN IV Kebun Sidamanik (2011) Ket : DTB = daun teh basah
DTK = daun teh kering
Tabel 6 menunjukkan rata-rata kapasitas petik tangan yang dapat dicapai 1 (satu)
orang tenaga kerja sebesar 48,80 kg/orang/hari daun teh basah dengan 10,83
kg/org/hari daun teh kering sedangkan rata-rata kapasitas petik gunting yang dapat
dicapai sebesar 86,29 kg/orang/hari daun teh basah dengan 19,15 kg/orangn/hari
daun teh kering. Namun rata-rata kapasitas petik mesin yang dapat dicapai
sebesar 454,91 kg/orang/hari daun teh basah dengan 100,9 kg/orang/hari daun teh
kering. Dengan menggunakan gunting, jumlah produksi daun teh basah
bertambah sebesar 37,49 kg yaitu sebesar 8,32 kg daun teh kering. Sedangkan
dengan menggunakan mesin produksi bertambah menjadi 406,11 kg daun teh
basah yaitu sebesar 90,07 kg daun teh kering. Dari hasil di atas dapat disimpulkan
kemampuan petik mesin 1:9 dengan petik tangan atau manual. Sedangkan dengan
petik gunting 1:1,7 dengan petik tangan atau manual.
Analisis Efisiensi Penggunaan Tenaga Kerja
Untuk mengetahui efisiensi penggunaan tenaga kerja sebelum dan setelah
mekanisasi pada usahatani teh, digunakan pengujian dengan regresi linier. Dalam
regresi linier yang menjadi variabel bebas (X) adalah tenaga kerja dan yang
menjadi variabel terikat (Y) adalah produksi teh.
Kemudian dihitung tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja pada usahatani teh
TE =
Analisis efisiensi penggunaan tenaga kerja sebelum terjadinya mekanisasi Penggunaan tenaga kerja tanaman selama tiga tahun sebelum terjadinya
mekanisasi yaitu dari tahun 2001-2003 rata-rata mencapai 1.984 orang dengan
rata-rata 1,043 orang/ha atau US (upah sehari). Biaya atau upah yang dikeluarkan
perusahaan untuk 1(satu) US (upah sehari) selama tiga tahun terakhir sebelum
mekanisasi yaitu dari tahun 2001-2003 rata-rata sebesar Rp. 29.588,301 dengan
total biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja dalam 1 (satu)
bulan sebesar Rp. 1.579.170.414,868. Pada rentang waktu dari tahun 2001-2003
perusahaan mampu memproduksi daun teh kering rata-rata sebesar 322.902
kg/bulan. Dimana kepasitas petik tangan yang dapat diperoleh oleh tenaga kerja
hanya berkisar 10,83 kg/orang/hari.
Fungsi produksi nya adalah :
Y = f (X)
X = tenaga kerja
Setelah dianalisis dengan menggunakan regresi linier, maka dapat diketahui
persamaan regresinya adalah:
Dengan demikian tingkat efisiensi < 1
Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa tingkat efisiensi < 1. Dalam hal ini
penggunaan tenaga kerja tidak efisien. Dimana jumlah tenaga kerja yang ada
harus dikurangi untuk mencapai nilai efisien. Tenaga kerja tanaman diperkebunan
Sidamanik memang cukup banyak. Sistem perkebunan besar sangat tergantung
pada penawaran besar dari tenaga kerja tidak terampil. Di negara-negara
pertanian dengan pendapatan rendah dan penggunaan tenaga kerja secara intensif,
produktivitas marginal tenaga kerja menjadi rendah dan upah penerimaan yang
rendah di sektor pertanian menentukan batas bawah bagi sektor perkebunan yang
kapitalis. Namun, secara nyata, upah jauh lebih tinggi karena campur tangan
pemerintah dan adanya serikat buruh yang kuat. Hal ini mengakibatkan tingginya
biaya produksi tenaga kerja tanaman dibandingkan produksi yang dihasilkan dan
dilakukan oleh perkebunan Sidamanik dengan menggantikan tenaga kerja
manusia dengan tenaga kerja mesin (mekanisasi). Hal ini bertujuan untuk
menekan biaya produksi tanaman yang tinggi.
Analisis efisiensi penggunaan tenaga kerja setelah terjadinya mekanisasi
Penggunaan tenaga kerja setelah terjadinya mekanisasi jauh berkurang dari
sebelum mekanisasi. Dimana data yang diambil adalah data 3 (tiga) terakhir
dimulai dari tahun 2008-2010. Selama rentang waktu 3 (tiga) tahun terakhir ini
jumlah tenaga kerja tanaman hanya berkisar 710 orang dengan rata-rata 0,449
orang/ha atau US. Biaya atau upah yang dikeluarkan perusahaan untuk 1(satu)
US (upah sehari) selama tiga tahun terakhir setelah mekanisasi yaitu dari tahun
2008-2010 rata-rata sebesar Rp. 75.172,183 dengan total biaya yang harus
dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja dalam 1 (satu) bulan sebesar
Rp. 620.525.175,346. Pada rentang waktu dari tahun 2008-2010 perusahaan
mampu memproduksi daun teh kering rata-rata sebesar 310.862 kg/bulan.
Dimana kepasitas petik mesin dan petik gunting yang dapat diperoleh sebesar
149,08 kg/orang/hari.
Fungsi produksi nya adalah :
Y = f (X)
Setelah dianalisis dengan menggunakan regresi linier, maka dapat diketahui
Dengan demikian tingkat efisiensi < 1
Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa tingkat efisiensi < 1. Dalam hal ini
penggunaan tenaga kerja mendekati efisien sesuai dengan pernyataan Tarigan
(2007) yang menyatakan bahwa dalam prakteknya, tingkat efisiensi sempurna
jarang ditemukan, makin dekat nilai ke angka satu, maka semakin tinggi tingkat
efisiensi penggunaan suatu input dalam proses produksi. Dimana produktivitas
tenaga kerja belum optimal dan penggunaan mesin (mekanisasi) yang belum
optimal dan tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja manusia yang digunakan.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan dalam penggunaan mesin petik.
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa efisiensi penggunaan tenaga
kerja setelah mekanisasi di PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik
lebih efisien daripada sebelum mekanisasi sehingga dapat dikatakan bahwa
Upaya- upaya Peningkatan Efisiensi Tenaga Kerja
PT Perkebunan Nusantara IV unit Kebun Sidamanik telah mengalami kerugian
dalam menjalankan usahanya. Salah satu penyebabnya adalah tidak efisiennya
penggunaan faktor-faktor produksi didalam mengolah produksi daun teh kering.
Dimana dalam hal ini faktor produksi yang diteliti adalah tenaga kerja.
Dikarenakan tanaman teh terkenal dengan tanaman yang padat karya dimana
dalam mengolah usahanya dibutuhkan banyak tenaga kerja. Oleh karena itu,
tenaga kerja merupakan salah satu input yang banyak mengeluarkan biaya
produksi di perkebunan Sidamanik dimana tenaga kerja di perkebunan Sidamanik
merupakan buruh tetap. Untuk mengatasi masalah ini perkebunan Sidamanik
melakukan berbagai kebijakan-kebijakan dalam pengurangan tenaga kerja untuk
meningkatkan efisiensi sehingga faktor produksi digunakan dengan seminimal
mungkin. Kebijakan-kebijakan itu berupa:
- Pensiun Dini
Pengurangan tenaga kerja tidak dilakukan dengan pemecatan melainkan
dengan memberikan pensiun dini sebelum kepada karyawan atau buruh tetap
bagian tanaman atau lapangan.
- Pemindahan Tenaga Kerja
Tenaga kerja dari perkebunan teh sebagian dipindahkan ke kebun kelapa
tenaga kerja dikarenakan perkebunan ingin melakukan penghematan biaya
dimana tenaga kerja yang dipindahkan adalah tenaga kerja yang berminat.
- Mekanisasi
Sejak tahun 2008 PT Perkebunan Nusantara IV melakukan kebijakan baru
dengan mengurangi tenaga kerja, sehingga biaya tenaga kerja yang berlebih
dapat diatasi. Dengan dilakukannya pengurangan tenaga kerja ini sistem
pemanenan pucuk daun teh di PT Perkebunan Nusantara IV pun berubah.
Saat ini perkebunan-perkebunan teh di PT Perkebunan Nusantara IV
khususnya unit Kebun Sidamanik melakukan pemanenan dengan
menggunakan mesin petik dan gunting pangkas.
Dimana mesin petik digunakan untuk memangkas pucuk muda daun teh dan
gunting pangkas digunakan untuk mengambil daun teh yang tidak dapat
dicapai oleh mesin petik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penggunaan tenaga kerja setelah adanya mekanisasi adalah efisien
dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja sebelum mekanisasi.
2. Peningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, PT Perkebunan Nusantara
IV melakukan kebijakan pengurangan tenaga kerja dengan cara pensiun dini,
pemindahan (mutasi) karyawan dari perkebunan teh ke perkebunan kelapa
sawit dan mekanisasi dengan menggunakan mesin petik dan gunting pangkas.
Saran
Kepada Perkebunan Sidamanik
Perkebunan Sidamanik hendaknya melakukan pelatihan tenaga kerja dalam
penggunaan alat mekanisasi yaitu mesin petik teh dan menambah produktivitas
tenaga kerja untuk mencapai nilai efisiensi yang sempurna.
Kepada Peneliti Selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti penggunaan mesin petik
dan gunting pangkas. Serta penggunaan tenaga kerja borongan atau buruh harian
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2007. Sejarah Badan Usaha Milik Negara
---, 2008. Badan Usaha Milik Negara
---, 2010a. Perkebunan
---, 2010b. Faktor Produksi.
Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES : Jakarta.
Samuelson,Paul.A dan William D.Nordhaus, 2003. Ilmu Mikro Ekonomi. P.T. Media Global Edukasi : Jakarta
Setiawati dan Nasikun, 1991. The Kajian Sosial-Ekonomi. Adetya Media : Yogyakarta.
Soehardjo. H. Dkk. 1996. Vademecum Bidang Tanaman Teh. PT. Perkebunan Nusantara IV: Bah Jambi, Pematangsiantar.
Soekartawi, 1994. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi Edisi
revisi 2002. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Spillane,James.J, 2002. Komoditi Teh Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius : Yogyakarta.
Sudjana, 2005. Metode Statistika. Tarsito: Bandung.
Sutiknjo, Tutut Dwi, 2007. Pengantar Ilmu Ekonomi. http://www.find-docs.com/Law-of-Diminishing-Returns-DAN-STRUKTUR-BIAYA.html
Tarigan, Kelin dan Luhut Sihombing, 2007. Ekonomi Produksi Pertanian. Departemen Agribisnis Universitas Sumatera Utara : Medan
Tim Penulis Pertemuan Teknis Teh Nasional. 1999. Prosiding Pertemuan Teknis Teh Nasional 1999. Pusat Penelitian Teh dan Kina: Gambung.
Tim Penulis Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2008. Studi Kelayakan Replanting Kebun Teh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Pusat Penelitian Teh dan Kina : Bandung.
Lampiran 1. Produksi dan Jumlah Tenaga kerja Sebelum Mekanisasi (2001-2003)
JUMLAH 11.624.481 6109,004 71.429 37,531
Keterangan : DTK = daun teh kering
TK. Tanaman = tenaga kerja tanaman yaitu panen dan pemeliharaan
Tahun
Lampiran 3. Produksi dan Tenaga Kerja Sesudah Mekanisasi (2008-2010)
JUMLAH 10.391.040 7032,462 25564 16,149
Tahun