• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Motif Songket Palembang dengan Songket Batubara: Suatu Kajian Semiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Motif Songket Palembang dengan Songket Batubara: Suatu Kajian Semiotik"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Informan

1. Nama : Hj. Ratna Umur : 58 tahun Pekerjaan : Wiraswasta Suku : Melayu

2. Nama : Azhar Abdullah Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta Suku : Melayu

3. Nama : Khadijah Umur : 45 tahun

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Slamet. 1997. Gema Industri Kecil. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Khusus Ekonomi Golongan Lemah. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Admansyah, Tengku. 1994. Peranan Budaya Melayu sebagai sub kultur Kebudayaan Nasional. Medan : Yayasan Karya Budaya Nasional.

Album Seni Budaya Sumatera Selatan. Jakarta. Tim Penyusun Depdikbud. Bagian Pembinaan Permuseuman Sumatera Selatan. 1995 / 1996.

Arifin, Zainal Kiagus. 2006.” Songket Palembang, A Respendent Tradition Woven with Devout Passions”. Jakarta: Dian Karya.

Gea, Esra Arianus. 2012.” Perbandingan Ornamen Rumah Adat Nias Utara Dengan Rumah Adat Batak Karo: Kajian Fungsi Dan Makna.”Medan. USU

De Saussure, F. 1988. “Course in General Linguistics”.Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Djamarin. dkk Tim Penyusun ITT Bandung. 1977. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung.

Himpunan Wastaprema. 1976. Kain Adat / tradition textiles. Jakarta.

Hoed, Benny H. 2002.“Strukturalisme, Pragmatik dan Semiotik dalam Kajian Budaya,”dalam Indonesia: Tanda yang Retak .Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Hussin, Haziyah. 2006. “ Motif Alam dalam Batik dan Songket Melayu”. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

bulan maret 2014)

bulan april 2014)

Kain Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. Tim Penyusun Depdikbud. 1981 / 1982.

(3)

Nasution, Ikhwanuddin. 2008. “Sistem dan Kode Semiotika dalam Sastra: Suatu Proses Komunikasi”dalam Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Universitas Sumatra Utara Vol No 2 Oktober2008.

Pradopo, Joko Rahmad. 1999. “Semiotika: Teori, Metode, dan Penerapannya dalam Pemaknaan Sastra” dalam Humaniora No 10 Januari-April 1999. Pameran Kain Palembang. Jakarta: Djambatan. oleh : Tim Wacana Nusantara

sumber

Riyanti, Ade. 2005. "Makna Simbolis Kain Songket sebagai Simbol Status Sosial di Kelurahan Serengam 32, ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang. Sumatera Selatan".

Rayking. 2013. “ Gorga Sopo Godang Pada Masyarakat Batak Toba: Kajian Semiotika”. Medan.USU.

Simanjuntak, Bungaran. 2010. “Melayu Pesisir Dan Batak Pegunungan Orientasi Nilai Budaya “.Medan: Obor

Sobur, Alex. , 2004.”Analisis Teks Media”. Bandung: Remaja Rosdakarya. Teew, A. 1984.”Khasanah Sastra Indonesia”. Jakarta: Balai Pustaka. Takari, Muhammad dan Muhammad, Fadlin bin.2009. “Sastra Melayu Sumatera

Utara”. Medan: Bartong Jaya

Van Zoest, Aart.1993.Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya”.Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi.Suwarti, Kartiwa. 1980a. Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. _____ . 1998.

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodelogi penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu, dan logos yaitu ilmu atau pengetahuan. Jadi metode artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencatat, merumuskan, mencari, dan menganalisa dengan menyusun laporan, sedangkan metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang digunakanatau dilewati untuk mencapai pemahaman(Narbuko, 1997:3) Dengan kata lain metodelogi penelitian akan memberikan jawaban atau petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau bagaimana penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kebenaran atau membuktikan kebenaran terhadap suatu objek permasalahan.

3.1 Metode Penelitian

Metode dasar penelitian yang penulis adalah metode kualitatif. Penulis menggunakan metode kualitatif karena sangat tepat untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan.

(5)

dihasilkan berupa gambaran yang bersifat uraian, gambaran seperti adanya penelitian ini.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis laksanakan pada penelitian Perbandingan motif songket Palembang dengan songket Batubara adalah pada daerah yang di diami oleh suku Melayu di Palembang dan Batubara, yaitu di Kelurahan Tangga Buntung Kecamatan Ilir Barat, Palembang dan Desa Padang Genting Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat penelitian yang penulis gunakan adalah peralatan tulis untuk mencatat informasi, perekam suara untuk wawancara, foto untuk dokumentasi gambar, dan video untuk dokumentasi gambar yang bergerak beserta suara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

(6)

b. Metode observasi, yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pengamatan terhadap kegiatan penelitian, metode observasi digunakan oleh peneliti untuk mengamati, mengetahui motif dari songket Palembang dan Batubara dengan menggunakan kamera sebagai alat untuk mengamati letak posisi motif tersebut makan akan digabungkan dengan hasil wawancara yang dilakuka n dengan pemilik usaha songket ataupun masyarakat yang menenun, alas an penulis melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai makna songket tersebut.

c. Metode wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan kepada informan yang memahami masalah penelitian ini, digunakan untuk memperoleh gambaran makna apa yang terkandung dalam motif motif songket yang ada di Palembang maupun Batubara, wawancara ini juga akan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan dan disusun terlebih dahulu.

3.5 Metode Analisis Data

(7)

memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran dan ketidakbenaran. Dalam analisis diperlukan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu. Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah menganalisis. Setelah data terkumpul sesuai dengan pokok permasalahan akan dilakukan.

Langkah-langkah untuk membuat analisis data secara masing-masing, contoh masalah tentang tanda :

a. Mencatat seluruh data yang telah dikumpulkan ke dalam buku catatan sebelum ke data skripsi.( mengklasifikasikan)

b. Melakukan pemilahan-pemilahan (mengeliminasi) terhadap data-data yang terkumpul sesuai dengan bentuk dan jenisnya.

(8)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisis perbandingan motif songket Palembang dengan songket Batubara

Songket adalah jenis Songket ditenun dengan tangan dengan bena umumnya dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.

Songket berasal dari istilah sungkit dalam metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Isitilah menyongket

(9)

tenunannya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya. Kekayaan alam Palembang sangat mempengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola motif yang mengagumkan. Motif-motif ragam songket Palembang memiliki philosophy yang mempunyai arti perlambang yang baik. Pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu : tumbuh-tumbuhan (terutama bentuk stilisasi bunga-bungaan), misalnya bunga cengkeh, bunga tanjung, bunga melati dan bunga mawar, yang melambangkan kesucian, keanggunan, rezeki dan segala kebaikan, kemudian motif geometris dan motif campuran antara tumbuh-tumbuhan dan geometris. Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun temurun sehingga polanya tidak berubah. Cara membuat pola motif hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, tidak setiap penenun dapat membuat pola motif sendiri. Penenun hanya menenun berdasarkan pola yang telah ditentukan. jadi kerajinan menenun merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, pekerjaan menenun di Palembang seluruhnya dilakukan oleh kaum wanita, baik tua mau pun muda. Keahlian menenun tersebut pada umumnya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Corak dan motifnya memaparkan ciri-ciri unik identitas orang Melayu dan sekaligus mencerminkan cita rasa budaya bangsa yang tinggi dalam satu keutuhan yang kaya dengan keindahan dan keunikan. Adapun corak yang digunakan pada kain songket antara lain :

1. Motif tumbuh-tumbuhan 2. Motif hewani

(10)

4.2. Macam-macam motif songket 4.2.1 Motif Songket Bungo

Motif ini adalah yang paling banyak digunakan karena Simbol Status Sosial, Motif kain yang sering nampak dalam kain songket adalah motif bunga, ini menandakan kedekatan dengan wanita. Seperti yang dikemukakan oleh R.H.M Akib seperti dikutip oleh Suwarti Kartiwa (1996:34), bahwa kain songket erat hubungannya dengan wanita dan didalamnya mencerminkan wanita.

Hal ini tampak dari dengan banyaknya motif bunga yang diterapkan dalam desain kain songket dan kalau kemudian dalam adat terdapat pakaian yang dipakai oleh laki-laki, maka itu adalah perkembangannya yang kemudian karena pada zaman dahulu kain songket ditenun oleh para gadis sambil menunggu datangnya lamaran dari pihak laki-laki.

(11)

Gambar 4.2. Songket Batubara motif Bunga Tabur

Persamaan: Kain tenun songket motif bunga tabur ini selalu menggunakan bunga

mawar, melati, dan bintang sebagai gambar yang penuh menaburi kain tenun.

Perbedaan: Jika di Palembang Bunga Tabur digunakan berbagai warna,

sedangkan di Batubara bisa digunakan benang emas, atau pun benang silver, dan bunga tabur digambar besar-besar

(12)

Gambar 4.3. Songket Palembang motif Nago Besaung

Persamaan: Menggunakan Benang silver,emas pada sebagian motif kain tenun

songket.

Perbedaan: Di Palembang gambar naga diletakkan di pinggir kain, sedangkan

Batubara diletakkan di tengah kain.

Gambar 4.4. songket batubara motif Naga Betarung

Persamaan: Persamaan pada kain tenun kedua songket ini menggunakan warna

cerah sebagai bahan dasar, dan memberikan motif yang lebih rapat. Perbedaan: Di Batubara kain tenun songket ini menggunakan benang emas, dan

(13)

4.2.3 Motif songket Pucuk Rebung

Gambar 4.5. Songket Palembang motif Pucuk Rebung

Gambar 4.6. Songket Batubara motif Pucuk Rebung

Persamaan: Kain tenun songket ini menggunakan benang emas dan warna yang

mencolok sebagai bahan utama kain dan banyak bergambar sulaman. Perbedaan: Di Palembang diletakkan di tengah-tengah kain gambar pucuk

(14)

kain dan kain tenun tidak lupa digambar garis dengan warna yang lembut supaya lebih menarik warnanya sama seperti motif songket Riau.

4.2.4 Motif songket Lepus Penuh

Gambar 4.7. Songket Palembang motif Lepus Penuh

Gambar 4.8 Songket Batubara motif Penuh

Persamaan: Kain tenun songket penuh dengan motif, motif benang emas rapat,

(15)

Perbedaan: Di Palembang menggunakan benang emas sebagai yang utama, dan semua tertutup oleh motif/corak, sedangkan di Batubara bisa memakai benang silver ataupun emas untuk bahan menghiasi semua bagian kain.

4.2.5 Motif songket Rakam Bintang

Gambar 4.9. Songket Palembang motif Rakam Bintang

Gambar 4.10. Songket Batubara motif Bintang

Persamaan: Pada kain tenun songket Palembang dan Batubara menggunakan

(16)

Perbedaan: Songket Palembang diletakkan ditengah-tengah kain, sedangkan di Batubara diletakkan pada seluruh bagian kain dan memenuhi semua kain.

4.2.6 Motif songket Bintang Rante

Gambar 4.11. Songket Palembang motif Bintang Rante

(17)

Perbedaan: Di Palembang digambarkan mengelilingi kain songket sedangkan Batubara diletakkan ditengah kain. Songket ini dikatakan berante/berantai karena motif yang digambarkan bertolak belakang dan sangat rapat, dan menggunakan garis lurus.

4.2.7 Motif songket Kombinasi/campuran

Gambar 4.13. Songket Palembang motif Bunga Cino Rakam Kristal Permata (Kombinasi)

(18)

Persamaan: Menggunakan benang emas atau pun benang berwarna untuk

mendapatkan warna gambar motif yang menarik, dibuat seperti pelangi atau pun menggabungkan motif.

Perbedaan: Di palembang motif kombinasi lebih banyak menggunakan benang

warna dan motif, sedangkan Batubara mencampurkan warna benang disela-sela motif utama.

4.2.8 Motif songket Berante Berakam

(19)

Gambar 4.16. Songket Batubara Tampuk Manggis

Persamaan: Memakai kain tenun warna cerah dan menggunakan garis pada kain

tenun.

Perbedaan: Benang yang digunakan pada kain tenun songket Palembang

menggunakan benang dengan warna-warna pekat dan menambahkan motif pada pinggir garis dan di tengah kain.

4.3 Fungsi dan Makna kain tenun songket Palembang dan Batubara

Gambar 4.1. Songket Palembang Bungo Tabur

Bentuk : Songket Bungo Tabur motif ini ditaburi hampir penuh dengan motif bunga dan memasukkan kombinasi benang dengan kepala kain didahului dengan motif Pucuk Rebung.

(20)

Fungsi : Kain tenun songket ini biasanya digunakan pada upacara kenduri cukur rambut.

Gambar 4.2. Songket Batubara motif Bunga Tabur

Bentuk : Bunga Tabur Cempaka corak ini dikelilingi bunga mawar Jepang yang memberikan kesan tetap menarik dengan penuh motif.

Makna: Kain tenun songket ini memberikan makna bahwa kehidupan harus selalu dihiasi dengan yang indah, semanis masa depan, dan memberikan keindahan dan taburan yang baik adalah tuaian yang baik.

(21)

Gambar 4.3. Songket Palembang motif Nago Besaung

Bentuk : Nago Besaung Motif ini diambil dari salah satu unsur kebudayaan China yang menganggap naga sebagai suatu hewan mitologi yang dapat memberikan kesan menarik dalam setiap kain tenun, songket ini juga dibuat dalam berbagai warna.

Makna: Mendatangkan kemakmuran dan kejayaan, orang yang memakai tenun songket Naga besaung mengharapkan akan mendapatkan kemakmuran dan kejayaan dalam hidupnya.

(22)

Gambar 4.4. Songket Batubara motif Naga Betarung

Bentuk: Motif lebih rapat, dan pada kain tenun ini motif yang digunakan lebih besar.

Makna: Bunga tanjung melambangkan keramahtamahan.

(23)

Gambar 4.5. Songket Palembang motif Pucuk Rebung

Bentuk: Pucuk Rebung (Tunas Bambu Muda), bentuknya segitiga atau segitiga terputus. mengandung philosophy tunas rebung yang tumbuh menjadi batang bambu yang kuat dan lentur, tidak tumbang diterpa angin. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal kain tersebut.

Makna: Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik sebab bambu merupakan pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket dimaksudkan langkah hidup yang dapat memberikan kesan yang bermanfaat dan berguna bagi keluarga dan masyarakat.

Fungsi: Kain tenun ini jika dipesta pernikahan Palembang biasanya digunakan oleh kemenakan dari ibu.

(24)

Bentuk: Pucuk Rebung (Kombinasi) motif ini ditenun denga memulai garis berwarna dan sebagian besar gambar mendominasi adalah pucuk rebung.

Makna: Memberikan makna agar selalu bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat dimanapun berada.

Fungsi: Kain tenun songket ini bisa digunakan oleh siapa saja.

Gambar 4.7. Songket Palembang motif Lepus Penuh

(25)

merupakan kualitas yang tertinggi dan termahal harganya. Sesuai dengan gambar motifnya, maka kain songket lepus inipun bermacam-macam namanya, antara lain songket lepus lintang (bergambar bintang), songket lepus buah anggur, songket lepus berantai, songket lepus ulir, dan lain-lain.

Makna: Songket ini memberikan makna kebaikan dan keharuman bunga mawar yang jatuh memberikan keanggunan dan kesucian kain tenun songket ini juga telah digunakan kerajaan dahulu yang ada disumatera selatan. Fungsi: Motif kain tenun songket ini biasanya digunakan oleh pengantin wanita.

Gambar 4.8 Songket Batubara motif Penuh

Bentuk: Motif ini hampir semua bagian dipenuhi dengan berbagai motif atau corak yang menarik dan menggunakan warna yang pekat.

(26)

Fungsi: Kain tenun songket ini biasanya digunakan oleh pengantin pihak lelaki.

Gambar 4.9. Songket Palembang motif Rakam Bintang

Bentuk: Motif ini menggunakan benang perak sebagai bahan utama dan warna yang cerah dan mencolok.

Makna: Memberikan makna bahwa kita sepatutnyalah bersinar ditengah-tengah keluarga, masyarakat, maupun khalayak ramai.

(27)

Gambar 4.10. Songket Batubara motif Bintang

Bentuk: Motif ini menggunakan bahan dasar benang merah, dan menggunakan motif bintang dengan benang silver dan kombinasi warna yang dimasukkan dalam sela-sela motif.

Makna: Motif kain tenun songket ini memberikan makna bahwa semua yang baik di dalam kehidupan merupakan sesuatu yang termanis yang harus dinikmati.

(28)

Gambar 4.11. Songket Palembang motif Bintang Rante

Bentuk: Motif ini mengutamakan benang emas sebagai bahan utama dan menggunakan warna yang manis dan menarik sebagai bahan untuk ditenun.

Makna: Memberikan keanggunan yang molek dan sejatinya keindahan adalah estetika yang diagungkan.

(29)

Gambar 4.12. Songket Batubara motif Tolak Berante

Bentuk: Menggunakan kain tenun warna biru dan mengkombinasikan dengan benang emas , mengkombinasikan motif / corak bintang dang bunga mahkota.

Makna: Memberikan makna bahwa yang indah adalah sesuatu yang elok dilihat dan baik untuk dilaksanakan.

(30)

Gambar 4.13. Songket Palembang motif Bunga Cino Rakam Kristal Permata (Kombinasi)

Bentuk: Kain tenun songket ini menggunakan benang merah kristal sebagai benang utama dan benang emas serta kombinasi warna biru untuk mencerahkan motif/corak kain tenun supaya menarik.

Makna: Kain tenun songket ini memberikan makna bahwa dalam kehidupan banyak sekali yang memerlukan penjabaran dalam mengartikan sebuah kehidupan, dan memberikan kemewahan yang memikat.

(31)

Gambar 4.14. Songket Batubara Bintang Bunga Mentolas(Campuran) Bentuk : Menggunakan kain tenun warna yang lembut dan mengkombinasikan

dengan benang emas, serta mencampurkan motif bunga mentolas dan bintang.

Makna : Kesederhanaan hidup haruslah tetap diajarkan kepada generasi muda,karena kesederhanaan adalah bagaimana apa adanya kita.

(32)

Gambar 4.15. Songket Palembang motif Berante Berakam

Bentuk: Motif ini menggunakan benang berwarna biru,ungu, dan emas, sebagai bahan kain tenun adalah sutra, dikelilingi bunga jengli dan mengkombinasikan bunga mawar dan bintang.

Makna: Melambangkan keharmonisan hidup harus diiringi dengan ibadah atau dimaknai penawar rasa sebuah ungkapan mencegah malapetaka.

Fungsi: Digunakan oleh seorang yang sudah sukses diperantauan.

Gambar 4.16. Songket Batubara Tampuk Manggis

Bentuk: Penuh dengan bunga manggis dan menggunakan benang emas sebagai benang utama, dan kain tenun liris merah.

Makna: Kain tenun songket ini melambangkan keindahan dan manisnya kehidupan.

(33)

4.3 Penggunaan songket pada upacara pernikahan Palembang dengan Batubara

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian Perbandingan motif songket Palembang dengan Batubara bahwa motif songket Palembang dengan Batubara memiliki banyak persamaan dan makna, sangat erat kaitannya dan memiliki nilai estetika yang disakralkan dalam sebuah kehidupan masyarakat, terciptanya suatu simbol dan motif dalam masyarakat adalah karya seni yang diciptakan bukan hanya sekedar menampakkan apa yang indah dilihat mata saja tetapi merupakan karya seni yang diturunkan dari nenek moyang kita terdahulu. Makna yang terkandung dalam motif maupun simbol tidak terlepas dari kehidupan penciptanya atau si pembuat karya tersebut.

Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Motif yang terdapat pada kain tenun songket Palembang motif, Nago Besaung, Pucuk Rebung, Bungo Tabur, Motif Kombinasi, Motif Lepus, Rakam Bintang, Bintang Rante,Berante Berakam.

(35)

mempunyai makna yang berbeda. Akan tetapi pada umumnya ornament memiliki fungsi yang sama yaitu memperindah kain tenun songket tersebut. 3. Pada kain tenun songket Batubara terdapat motif Naga Betarung, Pucuk

Rebung, Motif Tabur, Motif Penuh, Motif Bintang, Tolak Berante, Tampuk Manggis.

4. Motif kain tenun songket Palembang dan Batubara tidak semua memberikan nilai yang baik , tetapi diantaranya ada motif yang hanya memberikan nilai keindahan saja tidak memberikan nilai kebaikan.

5.2 Saran

Motif merupakan salah satu karya seni dan budaya yang sangat berharga diwariskan untuk meneruskan karya seni tersebut dari generasi ke generasi. Motif-motif yang sudah jarang diketahui oleh masyarakat luaspatut diperhatikan oleh pihak-pihak terkait, sebagai peninggalan cagar budaya warisan dari nenek moyang yang hamper punah, dan lebih memperbanyak mengelurakan motif yang sudah lama tidak dikeluarkan oleh para pengusaha kain tenun songket dan lebih menyebarluaskan kepada khalayak ramai agar tetap terjaga lestarinya karya seni yang memiliki keindahan yang tiada habisnya.

Dari penjabaran hasil penelitian, peneliti memilki beberapa saran untuk unsur-unsur masyarakat maupun pemerintahan:

(36)

2. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung pada motif kain tenun songket Palembang dan Batubara perlu diadakan penelitian lanjutan karena masih banyak nilai-nilai yang terdapat pada motif-motif kain tenun songket Palembang dan Batubara yang belum terungkap.

(37)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kepustakaan yang relevan ialah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat dan sempurna tentang informasi atau data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat (sudah menyelidiki atau mempelajari). Sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon (Alwi dkk, 2003: 912).

Untuk mencari referensi pendukung, teori, dan konsep, yang berhubungan dengan tulisan ini, penulis terlebih dahulu melakukan tinjauan kepustakaan untuk mencari data tambahan sebagai bahan acuan dan buku pedoman, yang dapat diperoleh dari contoh skripsi, buku-buku di perpustakaan, artikel di surat kabar, serta informasi lewat internet.

(38)

Berkaitan dengan istilah tradisional, Abdullah (1990:81) menyatakan bahwa ciri-ciri tradisional biasanya dapat mengekalkan motif atau susunan motif secara arabesque dari pada inspirasi tumbuh-tumbuhan. Ensikklopedia Malaysia (1966:546) mentakrifkan motif sebagai dasar atau corak pada lukisan, ukiran, kraf dan seni.

Dalam seni atau kraf istilah ini dikaitkan dengan berbagai-bagai pengertian seperti rangkai kata, idea,atau reka bentuk yang menonjol atau sesuatu subjek yang berkait dengan bentuk dan ukiran. Songket Palembang dari kata Songko yaitu kain penutup kepala yang dihias benang emas. (Dian Rakyat:2006:52) seperti daerah lain, kain tenun adalah bagian dari tradisi sebuah etnis . Orang Palembang menempatkan kain songket sebagai bagian penting dalam tradisi mereka. Dulu tak sembarang orang boleh mengenakan songket, karena kain tenun ini ditempatkan pada posisi yang tinggi.Songket begitu berharga dan sarat makna. Motif adalah pola atau gambar yang menghias kain tenun. Berupa bunga, daun, buah, binatang atau bentuk-bentuk geometris. (Arifin:2006:12). Keindahan sehelai songket sangat ditentukan bentuk motifnya. Secara tradisi motif dibentuk dari alam sekitar dan setiap motifnya mempunyai makna atau arti yang berkaitan dengan kehidupan. (Dian Rakyat, 2006:54).

(39)

lakaran garis dan warna untuk menghasilkan reka bentuk pada tekstil dengan menggunakan teknik resis atau tenun. Motif juga boleh dibuat pada kain dengan cara tenun dan membuat motif dengan benang gimpal (benang emas dan perak) sebagai ragam hias yang dinamai songket. (Dewan Bahasa dan Pustaka:2006:58)

Songket adalah kaedah dan proses menenun pabrik, pabrik atau kain ini berbeda daripada tenun biasa karena benang gimpal (emas dan perak digunakan sebagai ragam hias motif sedangkan tenun adalah kaedah menghasilkan fabrik dengan menggunakan benang pakan (melintang) dan lungsin (memanjang).

2.2 Teori yang Digunakan 2.2.1Teori Semiotik

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukan Morris (1946:3). “Semiotik adalah mengenai tanda , baik itu bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu bahasa tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan , bersifat sesuai atau tidak sesuai , besifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat.”

(40)

tanda juga membangkitkan semiotika yang tak terbatas , selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, dan penangkap[hipotesis] membentuk tiga jenis penafsiran yang penting). Agar bisa ada sebagai suatu tanda, maka tanda tersebut harus ditafsirkan (berarti harus memiliki penafsir).

Secara etimologi, teori berasal dari bahasa yunani theoria yang berarti kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian. Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan terjawab. Penulis menggunakan teori semiotik dalam penulisan skripsi ini. Pokok perhatian semiotik adalah tanda. Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus bisa diamati, dalam arti tanda itu harus dapat ditangkap/diwujudkan. Kedua, tanda harus merujuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili, dan menyajikan. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.

(41)

tertentu atau tidak mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan, bersifat sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat.

Saussure (1916:2), mengatakan kita dapat menerima suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai akibat dari psikologi umum, yang kemudian kita sebut sebagai semiologi. Semiologi mengajarkan kita suatu tanda terdiri dari apa saja dan kaidah-kaidah apa yang mengaturnya.

Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1).

Menurut Peirce (1978:1), tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Hal yang dapat menjadi tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi kehidupan di sekitar kita. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra, lukisan, dan patung.

Sudjiman (1983:3), mengatakan semiotika mulanya dari konsep tanda, istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda-tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda, demikian juga gerak, isyarat, bendera, dan sebagainya.

(42)

(Zulkifli. 2007, Jurnal seni rupa; edisi 2006:25). Hal ini diperkuat oleh Aart van Zoest, Semiotika, berasal dari kata Yunani ‘Semeion’ yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda.

Dalam buku yang sama Aart van Zoest, menambahkan bahwa : Semiotika adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tanda-tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti sistem-sistem tanda dan perkembangan yang terjadi sehubungan dengan pemakaian tanda-tanda tersebut. Dari beberapa tanggapan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa semiotika adalah ilmu pengetahuan tentang tanda yang mengarah pada perkembangan tanda, pemakaian tanda dan gagasan sebagai teori filsafat umum yang secara sistematis mengkomunikasikan informasi atau pesan yang dikandungnya.

Dalam mengungkap makna tanda yang dihadirkan pada sebuah karya seni seorang pengamat yang memakai metode semiotika, dengan dapat memanfaatkan ranah yang berkembang dalam semiotika tersebut, yaitu komunikasi visual (Visual Communications). Pada pemaparan ini, kajian yang dibahas dalam ranah komunikasi visual meliputi kajian seni rupa, sistem grafis, sistem warna, tanda-tanda ikon, simbol, fenomena visual dalam komunikasi massa, iklan, komik, uang, kartu permainan, pakaian, arsitektur, peta geografi, film, dan sebagainya. Berkaitan dengan karya seni rupa dalam penelitian ini mengarahkan akan penggunaan kajian semiotika yaitu komunikasi visual. (Agus Sachari 2005: 67)

(43)

kode-kode yakni sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna”. (Wibowo 2011:3) Demikian pula dengan pernyataan Aart Van Zoest : ”Diantara tanda dan hal yang ditunjukkan / diwakilinya ada suatu relasi; artinya tanda tersebut mempunyai sifat representatif. Tanda dan representasi tadi mengarahkan kepada suatu interpretasi. Jadi, representasi dan interpretasi merupakan suatu karekteristik tanda”. (dalam Azmi.2002: 13). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tanda merupakan salah satu bagian dari semiotika yang merupakan suatu bentuk bermakna. Serta tanda mewakili suatu maksud yang ada di dalam sebuah bentuk yang dihadirkan, antara bentuk simbol dan makna yang tersembunyi. Hal ini memiliki hubungan yang sangat erat, bentuk yang tampak merupakan perwakilan yang jelas dari makna yang diwakili.

Jenis- jenis Tanda a. Icon (ikon)

Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan . Misalnya : potret peta.

b. Index (indeks)

(44)

c. Symbol (simbol)

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena-mena, hubungan berdasarkan konvensi(perjanjian) masyarakat.

Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi , oleh pierce disebut ground.

Kajian ini dilihat berdasarkan penandaan dan pemaknaan di mana penandaan (konsep Charles Sanders Pierce) dikaji lewat jenis ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan berdasarkan konsep Roland Barthes, pemaknaan tanda yang dikaji dengan menggunakan :

1) Aspek Denotatif

Kata denotatif berasal dari kata denotasi (denostation) yang berarti tanda, petunjuk atau menunjukkan ataupun arti/makna yang langsung dari suatu tanda, yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, tanda yang dimaksud adalah tanda-tanda visual, baik yang non-verbal (garis, bidang, warna, tekstur, dan lain-lain), maupun bersifat verbal atau sudah berwujud (menggambarkan manusia, binatang, dan bentuk representatif lainnya).

2) Aspek Konotatif

(45)

tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca (subjek) serta nilai-nilai dari kebudayaannya.

Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagi menjadi: a) Qualisign

Qualisign adalah kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras meunjukkan kualitas tanda. Misalnya suaranya keras yang menunjukkan orang itu marah. b) Sinsign

Sinsign adalah eksistensi actual benda atau peristiwa pada tanda misalnya kata keruh, yang ada pada urutan air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan dihulu sungai.

c) Legisign

Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh manusia.

Menurut (Sobur, 2003:41-42) interpretan tanda dibagi atas: o Rheme

Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan, misalnya orag yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru saja menangis atau menderita penyakit mata.

o Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada .suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan.

(46)

Argument adalah tanda yang memberikan alasan tentang sesuatu. Menurut Saussure , bahasa itu merupakan suatu system tanda(sign). Suara- suara, baik suara manusia, binatang atau bunyi-bunyian hanya bias dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan ide- ide pengertian tertentu ( Sobur, 2003:46)

Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifer) dengan sebuah idea atau penanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi penanda adalah aspek material dari bahasa apa yang dikatakan dan apa yang didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep( Bertens, 2001:180).

Teori semiotik memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang ke dalam tiga kategori yaitu ikon,indeks dan simbol.

(47)

Pernyataan itu tidaklah berlebihan karena hirarki sistem semiotik atau sistem tanda meliputi unsur (1) sosial budaya, baik dalam konteks sosial maupun situasional, (2) manusia sebagai subyek yang berkreasi, (3) lambang sebagai dunia simbolik yang menyertai proses dan mewujudkan kebudayaan, (4) dunia pragmatik atau pemakaian, (5) wilayah makna. Orientasi kebudayaan manusia sebagai anggota suatu masyarakat bahasa salah satunya tercermin dalam sistem kebahasaan maupun sistem kode yang digunakannya.

Menurut Preminger (dalam Pradopo, 1999:76) tanda mempunyai dua aspek, yaitu penanda dan petanda. Penanda adalah bentuk formal tanda itu, alam bahasa berupa satuan bunyi, atau huruf dalam sastra tulis. Sedangkan petanda adalah artinya, yaitu apa yang ditandai oleh penada itu .

Ahli sastra Teew (1984:6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun.

Teori semiotik adalah salah satu teori yang menjadi penghubung erat antara ilmu linguistik dan sastra dengan ilmu-ilmu seni (Takari, 2009:50).

2.2.2 Teori Fungsi

Fungsi menurut Bascom ( dalam Danandjaja, 1991:19) ada tiga yaitu sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni:

a. Sebagai alat pencermin angan-angan kolektif.

b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. c. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu

(48)

Teori fungsi ini berkaitan dengan makna dan bentuk motif songket tersebut. Jenis dan bentuk motif songket juga berbeda-beda. Bentuk dan fungsi songket yang berbeda sesuai dengan kegunaan acara adat tertentu. Karena beda upacara adat maka akan berbeda pula bentuk dan fungsinya. Mereka akan mematuhi adat sesuai dengan ciri khas mereka sendiri dan menjaganya agar dapat diwariskan secara turun temurun ke generasi selanjutnya.

Adat istiadat adalah sebuah ungkapan yang artinya segala aturan/ketentuan yang sudah ada sejak dahulu kala dan menjadi kebiasaan secara turun temurun. Adat juga berarti gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudyaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan disuatu daerah. “Adat itu merupakan ketentuan hukum sehingga merupakan norma-norma dengan ciri khas dari suatu suku atau tiap suku atau bangsa akan memupuknya menurut falsafah daerah atau negerinya masing-masing. (Admansyah 1994:53). Dengan demikian berarti generasi demi generasi akan mewarisinya sebagai pusaka yang diamankan oleh para leluhurnya dahulu yang diteruskan turun-temurun secara sadar dan penuh tanggung jawab”.

(49)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang kaya berbagai budaya. Setiap suku di Indonesia memiliki tradisi masing-masing. Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang ciri-cirinya seperti memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu. Bangsa juga merupakan doktrin etika dan filsafat, dan merupakan awal dari ideologi nasionalisme. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan menghasilkan budaya yang beraneka ragam.

Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya (Geertz, 1973a). Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi, kebudayaan dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia atau sebagai pola-pola bagi kelakuan manusia.

(50)

mendasar dan umum serta terbentuk berdasarkan latar belakang tempat kelahiran maupun latar belakang keluarganya, serta digunakan sebagai acuan identitas suku bangsa atau kesukubangsaan. Boleh dikatakan suku ialah kelompok orang yang memiliki latar belakang budaya, sejarah dan nenek moyang yang sama. Suku Melayu Sumatera Timur mendiami beberapa daerah antara lain Kotamadya Medan, Kotamadya Binjai, Kotamadya Tebingtinggi, Kotamadya Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Labuhan Batu. Sedangkan lokasi penelitian penulis berada di daerah Batubara

Desa Padang Genting yang terletak pada koordinat 28°3’-28°26’ dan 99°19’LU

100°03’BT. Ketinggiannya 0-1.500 meter di atas permukaan laut (Simanjuntak,

Bungaran. 2010:17) untuk lokasi kedua di Palembang kelurahan Ilir Barat terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 358,55 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut.

Indonesia kaya dengan beranekaragam kebudayaan daerah, diantaranya kain-kain khas daerah yang memiliki corak serta bahan khas dari daerah masing-masing. Sebagai bangsa Indonesia, tentu kita sangat bangga dengan aneka ragam kain daerah yang ada di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain khas daerah yang berupa kain tenun. Seperti kain tenun songket Batubara, kain tenun songket Palembang. Walaupun sama-sama dibuat dengan cara ditenun, namun setiap daerah memiliki corak dan motif yang berbeda. Begitu pula dengan kain tenun songket Palembang dan kain tenun songket Batubara.

Songket adalah jenis

(51)

umumnya kain songket dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau dan cemerlang.

Kata songket berasal dari istilah sungkit dala benang emas/perak (KBBI:956). Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya yaitu mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, kata songket juga berasal dari kata songka, peci khas dengan benang emas. Isitilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat acara-acara kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala. yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket. Beberapa kain songket tradisional Sumatera memiliki pola yang mengandung makna tertentu.

Songket dibuat dengan melalui delapan tahapan sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan flora dan fauna lokal. Motif ini juga dinamai dengan kue lokal Melayu seperti seri kaya, wajik, dan tepung talam, yang merupakan favorit raja.

(52)

menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Menurut tradisi Siam, yang kemudian berkembang ke Selatan di Pattani dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenu pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali, di Palembang dan

(53)

hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai perempuan Melayu mulai memakai songket

Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu menguasai perdagangan di Selat Malaka pada zamannya. Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut dengan luar negeri, di antara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dan lain-lain. Keberadaan hegemoni perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu. Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalur perdagangan Cina dan India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan internasional.

(54)

Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung dari Team Peneliti ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul “Pengetahuan Barang Tekstil” (1977:209), mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Di samping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan menggunakan kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh laki-laki sebagai pakaian untuk upacara ataupun pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar.

(55)

songket untuk Raja dan keluarganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatannya, sehingga menghasilkan sebuah kain tenun songket gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga.

Indonesia termasuk negara yang dikenal sebagai pengekspor kain tenun. Salah satunya adalah kain tenun songket Batubara. Keunikan corak dan bahan kainnya menjadi salah satu daya tarik, kain ini diminati hingga ke luar negeri. Ketertarikan konsumen dengan industri kerajinan Songket Batubara, karena desain atau motif tenunan asal daerah tersebut memiliki nilai seni budaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu, banyak dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapore, Brunei Darussalam membeli songket tersebut. Usaha ini juga sudah dilakukan turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Warisan nenek moyang yang kemudian menjadi home industry. Saat ini kain tenunan songket Batubara tak hanya dipakai oleh suku Melayu saja, tetapi suku Batak pun mulai memakai songket. Di beberapa resepsi pernikahan masyarakat Batak, bukan ulos yang dipakai pengantin tetapi kain songket yang dipakai bersamaan dengan pakaian tradisional mereka. Songket

Songket Batu Bara mempunyai keunikan tersendiri di bandingkan dengan ulos, mempunyai kualitas kain yang bagus karena menggunakan benang-benang pilihan seperti sutera, polyester, emas dan perak. Motif kainnya bervariasi yang lebih menampilkan kesan modern dan tidak ketinggalan zaman, kain yang digemari di Indonesia karena keunikannya adalah kain songket. Hal ini dapat

(56)

dilihat dari proses pembuatan kain tenun songket tersebut masih menggunakan alat tenun dari kayu dengan cara tradisional, namun tetap memiliki kualitas yang baik, dengan demikian songket ini tidak kalah dengan songket yang dihasilkan dengan mesin yang serba canggih saat ini. Kain tenun songket Batubara juga memiliki variasi motif yang unik seperti : Pucuk Rebung, Bunga Manggis, Bunga Cempaka, Pucuk Caul, Tolak Betikam, hingga Naga Berjuang menjadi motif yang menghiasi kain songket Batubara.

Tenunan songket Batubara memiliki desain yang menarik dan nilai seni budaya yang cukup tinggi. Songket Batubara memiliki berbagai jenis warna seperti merah jambu, hijau- laut, kuning, merah hati, krem, merah muda dan kombinasi warna menarik lainnya seperti merah, biru, kuning, coklat, ungu, dan hijau. Kain songket Batubara ini di produki oleh para penenun yang terampil dan berbakat. sehingga songket yang di produksi berkualitas baik.

Teknik dan proses pembuatan songket Palembang dan Batubara sebagai berikut:

Teknik Pembuatan Tenun Songket

Pembuatan tenun songket Palembang pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan.

a. Tahap Menenun Kain Dasar

(57)

dimasukkan kedalam lubang suri (sisir). Pengisian benang ini diatur sedemikian rupa sehingga sekitar 25 buah lubang suri, setiap lubangnya dapat memuat 4 helai benang. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pinggiran kain. Sedangkan lubang-lubang yang lain setiap lubang-lubangnya diisi dengan 2 helai benang. Setelah benang dimasukkan ke dalam suri dan disusun sedemikian rupa (rata), maka barulah benang digulung dengan boom yang terbuat dari kayu. Pekerjaan ini dinamakan menyajin atau mensayin benang. Setelah itu, pemasangan dua buah gun atau alat pengangkat benang yang tempatnya dekat dengan sisir sesuai dengan apa yang dilakukan.

Pekerjaan ini disebut sebagai “pemasangan gun penyenyit”. Selanjutnya dengan posisi duduk, penenun mulai menggerakkan dayan dengan menginjak salah satu pedal untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga benang yang digulung dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang dayan) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya melintang itu ketika dirapatkan dengan dayan yang ber-suri akan membentuk kain dasar.

b. Tahap Pembuatan Ragam Hias

(58)

Pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang emas atau sutera itu harus dihitung satu-persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu, sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat.

Selanjutnya, benang tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan. Lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya. pembuatan sarung S atau kain misalnya, bisa memerlukan waktu kurang lebih dua hingga enam bulan. Bahkan, seringkali lebih dari enam bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5-10 centimeter.

1. Secara ringkasnya proses menenun songket adalah dengan menggunakan teknik menyungkit yaitu menggunakan lidi buluh atau bilah nibung melalui benang loseng (warp) di permukaan alat tenun yang dipanggil kek tenun. Proses menyungkit dilakukan setelah benang karat butang disediakan. Benang karat butang digunakan untuk membuat reka corak atau sulaman benang emas. 2. Mencelup benang

Benang perlu dibersihkan sebelum dicelup ke dalam pewarna. Setelah pewarnaan dibuat benang perlu dikeringkan, sebelum kerja selanjutnya dilaksanakan. 3. Melerai benang

Pelenting yang diperbuat daripada buluh kecil digunakan untuk melilit benang. Proses ini dilakukan dengan bantuan alat dan alat pemutar rahat.

(59)

Proses membuat benang loseng yang diregang di alat penenun untuk menentukan saiz panjang atau jumlah helai kain yang akan ditenun.

5. Menggulung

Benang-benang yang diregang di alat menganeng (ianian) digulung dengan sekeping papan loseng.

6. Menyapuk benang

Setelah benang loseng dimasukkan ke dalam gigi atau sikat jentera, mulailah menyapuk dilakukan. Dua urat benang loseng dikaitkan melalui setiap celah gigi jentera.

7. Mengarak benang

Karak dibuat dari pada benang asing yang digelung. Benang loseng berangka genap dan ganjil akan diangkat turun naik secara berselang seling sewaktu menenun.

8. Menyongket benang

Proses mereka corak di atas benang loseng dengan menggunakan alat yang di panggil lidi dengan menyongketkan benang loseng sebanyak tiga atau lima lembar dan kemudian diikat dan dikenali sebagai proses ikat butang.

9. Menenun

Alat torak yang diisi dengan benang pakan atau benang emas, dimasukkan ke kiri dan kanan di celah-celah benang loseng mengikut corak yang telah ditentukan hingga menjadi sekeping kain. Kain yang telah siap ini dipotong mengikut ukuran.

(60)

Benang emas Benang Lungsin

Benang emas

Nilai kesakralan tercermin dari pemakainya yang umumnya hanya mengenakannya pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya denga upacara, seperti perkawinan, upacara menjemput tamu dan lain sebagainya. Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnyayang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah tenun songket yang indah dan sarat makna.

(61)

banyak sekali pengaruh dalam setiap pemakaian ciri khas disetiap kebudayaan yang ada pada budaya Indonesia dan perlu pengembangan yang efektif supaya bukan hanya berkembang menjadi nasional tetapi menjadi budaya yang internasional dalam setiap pemakaian yang khas itu sendiri. Hal inilah yang membakar semangat penulis untuk mengkaji tentang perbandingan songket Palembang dengan songket Batubara dengan menggunakan teori semiotik, karena kedua songket ini mempunyai motif yang unik yang menyimpan makna.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara motif songket Palembang dengan motif songket Batubara?

2. Bagaimanakah fungsi dan makna antara motif songket Palembang antara motif songket Batubara ?

3. Bagaimanakah penggunaan songket dalam upacara perkawinan pada masyarakat Palembang dan masyarakat Batubara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Menjelaskan persamaan dan perbedaan motif songket Palembang dengan motif songket Batubara

(62)

3. Menjelaskan penggunaan songket Palembang dan songket Batubara pada upacara perkawinan adat masyarakat Palembang dan masyarakat Batubara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menginventarisasi khazanah budaya Melayu.

2. Menambah informasi kepada pembaca tentang songket Palembang dan Batubara yang merupakan kebudayaan masyarakat Melayu Palembang dan Batubara.

3. Menjadi bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

(63)

ABSTRAK

Judul skripsi: Perbandingan Motif Songket Palembang dengan Songket Batubara: Suatu Kajian Semiotik

Penelitian ini mengenai motif songket dan makna songket Palembang dengan songket Batubara serta bagaimana penggunaan songket pada upacara pernikahan di Palembang dan Batubara, dan mencari perbedaan dan persamaan pada songket Palembang dan Batubara.

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah perbandingan motif songket yang terdapat pada suku Melayu Palembang dan Batubara, metode dasar yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif dengan melakukan penelitian di desa Padang Genting Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara dan kelurahan Ilir Barat Palembang. Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori Semiotik yaitu cabang ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan , objek adalah kekeduaan, dan penafsirannya, unsur pengantara adalah contoh dari keketigaan (Sobur 2003:41).

(64)

ﻙﺮﺘﺴﺑﺍ

ﻚﻴﺗﻭﺎﻤﻴﺳ ﻦﻴﺠﻛ ﺕﻮﺳ :ﺮﺑﻮﺘﺑ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦڠﻳﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻒٮﺗﻮﻣ ﻦڠﺪﻨﺑﺮﻓ :ﺲﻔٮﺮﻜﺳ ﻝﻭﺩﻮﺧ

ﻦﻤﻴڬﺑ ﺕﺮﺳ ﻥﺍﺩ ,ﺍﺮﺑﻮﺘﺑ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦڠﺩ ڠﺒﻤﻠﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦﻌﻣ ﻥﺍﺩ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻒٮﺗﻮﻣ ﻥﺈﻨڠﻣ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘٮﻴﻠﻨﻓ ﺍﺪﻓ ﻥﺎﻤﺳﺮﻓ ﻥﺍﺩ ﻥﺍﺪﻴﺑﺮﻓ ﻱﺭﭼﻦﻣ ﻥﺍﺩ ,ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻥﺍﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﻱﺩ ﻦﺤﻜﻧﺮﻓ ﺍﺭﭼﻑﻭﺍ ﺍﺪﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻥﺎﻧﻮڬڠﻓ ﻒﻴﺗﻮﻣ ﻦڠﻳﺪﻨﺑﺮﻓ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻳﺍ ﻲﺴﻔﻳﺮﻜﺳ ﻢﻟﺍﺩ ﺲﺤﺒﻳﺩ ڠﻳ ﻦﺤﻠﺴﻣﺮﻓ ﻦﻓﺍﺩﺍ .ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻥﺍﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦﻳﺍ ﻲﺴﻔﻳﺮﻜﺳ ﻢﻟﺍﺩ ﻦﻜﻧﻮڬﻳﺩ ڠﻳ ﺮﺳﺍﺩ ﻱﺩﻮﺘﻴﻣ ,ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻥﺍﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﻮﻳﻼﻴﻣ ﻮﻛﻮﺳ ﺍﺪﻓ ﺖﻓﺍﺩﺮﺗ ڠﻳ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻥﺍﺩ ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻦﻴﺗﺎﻓﻮﺒﻛ ﻱﻮﻟﺎﺗ ﻦﺗﺎﻣﭼﻲﻛ ڠﺘﻨڬ ڠﺩﺎﻓ ﺎﺴﻳﺩ ﻱﺩ ﻥﺎﻴﺘﻠﻨﻓ ﻦﻛﻮﻜﻠﻣ ﻦڠﺩ ﻒﺘﻓﺮﻜﺴﻳﺩ ﻱﺩﻮﺘﻴﻣ ﻪﻟﺍﺩﺍ

ﻢﻟﺇ ڠﺑﭼ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻚﺗﻭﺄﻤﻴﺳ ﻱﺭﻭﺎﻴﺗ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻜﻧﻮڬﻳﺩ ڠﻳ ﻱﺭﻭﺎﻴﺗ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻠﻴﻨﻓ ﻢﻟﺍﺩ .ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﺕﺭﺎﺑ ﺮﻴﻠﻳﺇ ﻦﻫﺍﺭﻮﻠﻛ ﻱﺭﭼﻦﻣ ﻪﺳﻭﺮﺑ ﻲﻓﻭﺍ ﻢﻟﺍﺩ ﻲﻜﻓ ﺎﺘﻴﻛ ڠﻳ ﺖﻜڠﺮﻓ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﺍﺪﻨﺗ -ﺍﺪﻨﺗ .ﺍﺪﻨﺗ ﻲﺠﻜڠﻣ ﻖﺘﻧﻭﺍ ﺲﺴﻴﻠﻧﺃ ﻱﺩﻮﺘﻴﻣ ﻮﺗﺍ ﻱﺭﺪﻨﺳ ﻮﺘﻳﺇ ﺍﺪﻨﺗ ﻮﻬﺑ ﻦﻜﺘڠﻣ ﻱﭼﺮﻴﻓ .ﻲﺳﻮﻨﻣ ﻢﺳ -ﻢﺳﺮﺑ ﻥﺍﺩ ﻲﺳﻮﻨﻣ ﻪڠﺗ -ﻪڠﺗ ﻱﺩ ,ﻦﻳﺍ ﻲﻧﻭﺩ ﻱﺩ ﻦﻟﺎﺟ ﻥﺎﻐﺘﻜﻛ ﻱﺭﺍﺩ ﻪﺘﻧﭼ ﻪﻟﺍﺩﺍﺮﺘﻨڠﻓ ﺭﻮﺼﻨﻋ ,ﺚﻧﺮﻴﺴﻔﻨﻓ ,ﻥﺃﻭﺪﻜﻛ ﻪﻟﺍﺩﺃ ﻚﺠﺑﻭﺃ ,ﻥﺄﻤﺗﺮﻔﻛ ﻱﺭﺍﺩ ﻪﺘﻧﭼ ﻦﻜﻓﻭﺮﻣ ﺭﻮﺒﺻ) ۳۰۰۲ : ٤۱ .(

(65)

SKRIPSI

PERBANDINGAN MOTIF SONGKET PALEMBANG DENGAN

SONGKET BATUBARA : SUATU KAJIAN SEMIOTIK

DIKERJAKAN OLEH :

NAMA : PANNI NURANI SIHOMBING NIM : 100702002

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(66)
(67)

ABSTRAK

Judul skripsi: Perbandingan Motif Songket Palembang dengan Songket Batubara: Suatu Kajian Semiotik

Penelitian ini mengenai motif songket dan makna songket Palembang dengan songket Batubara serta bagaimana penggunaan songket pada upacara pernikahan di Palembang dan Batubara, dan mencari perbedaan dan persamaan pada songket Palembang dan Batubara.

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah perbandingan motif songket yang terdapat pada suku Melayu Palembang dan Batubara, metode dasar yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif dengan melakukan penelitian di desa Padang Genting Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara dan kelurahan Ilir Barat Palembang. Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori Semiotik yaitu cabang ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan , objek adalah kekeduaan, dan penafsirannya, unsur pengantara adalah contoh dari keketigaan (Sobur 2003:41).

(68)

ﻙﺮﺘﺴﺑﺍ

ﻚﻴﺗﻭﺎﻤﻴﺳ ﻦﻴﺠﻛ ﺕﻮﺳ :ﺮﺑﻮﺘﺑ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦڠﻳﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻒٮﺗﻮﻣ ﻦڠﺪﻨﺑﺮﻓ :ﺲﻔٮﺮﻜﺳ ﻝﻭﺩﻮﺧ

ﻦﻤﻴڬﺑ ﺕﺮﺳ ﻥﺍﺩ ,ﺍﺮﺑﻮﺘﺑ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦڠﺩ ڠﺒﻤﻠﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦﻌﻣ ﻥﺍﺩ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻒٮﺗﻮﻣ ﻥﺈﻨڠﻣ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘٮﻴﻠﻨﻓ ﺍﺪﻓ ﻥﺎﻤﺳﺮﻓ ﻥﺍﺩ ﻥﺍﺪﻴﺑﺮﻓ ﻱﺭﭼﻦﻣ ﻥﺍﺩ ,ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻥﺍﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﻱﺩ ﻦﺤﻜﻧﺮﻓ ﺍﺭﭼﻑﻭﺍ ﺍﺪﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻥﺎﻧﻮڬڠﻓ ﻒﻴﺗﻮﻣ ﻦڠﻳﺪﻨﺑﺮﻓ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻳﺍ ﻲﺴﻔﻳﺮﻜﺳ ﻢﻟﺍﺩ ﺲﺤﺒﻳﺩ ڠﻳ ﻦﺤﻠﺴﻣﺮﻓ ﻦﻓﺍﺩﺍ .ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻥﺍﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻦﻳﺍ ﻲﺴﻔﻳﺮﻜﺳ ﻢﻟﺍﺩ ﻦﻜﻧﻮڬﻳﺩ ڠﻳ ﺮﺳﺍﺩ ﻱﺩﻮﺘﻴﻣ ,ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻥﺍﺩ ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﻮﻳﻼﻴﻣ ﻮﻛﻮﺳ ﺍﺪﻓ ﺖﻓﺍﺩﺮﺗ ڠﻳ ﺖﻴﻜڠﻮﺳ ﻥﺍﺩ ﺍﺮﺑﻮﺗﺎﺑ ﻦﻴﺗﺎﻓﻮﺒﻛ ﻱﻮﻟﺎﺗ ﻦﺗﺎﻣﭼﻲﻛ ڠﺘﻨڬ ڠﺩﺎﻓ ﺎﺴﻳﺩ ﻱﺩ ﻥﺎﻴﺘﻠﻨﻓ ﻦﻛﻮﻜﻠﻣ ﻦڠﺩ ﻒﺘﻓﺮﻜﺴﻳﺩ ﻱﺩﻮﺘﻴﻣ ﻪﻟﺍﺩﺍ

ﻢﻟﺇ ڠﺑﭼ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻚﺗﻭﺄﻤﻴﺳ ﻱﺭﻭﺎﻴﺗ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻜﻧﻮڬﻳﺩ ڠﻳ ﻱﺭﻭﺎﻴﺗ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻠﻴﻨﻓ ﻢﻟﺍﺩ .ڠﺒﻤﻟﺎﻓ ﺕﺭﺎﺑ ﺮﻴﻠﻳﺇ ﻦﻫﺍﺭﻮﻠﻛ ﻱﺭﭼﻦﻣ ﻪﺳﻭﺮﺑ ﻲﻓﻭﺍ ﻢﻟﺍﺩ ﻲﻜﻓ ﺎﺘﻴﻛ ڠﻳ ﺖﻜڠﺮﻓ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﺍﺪﻨﺗ -ﺍﺪﻨﺗ .ﺍﺪﻨﺗ ﻲﺠﻜڠﻣ ﻖﺘﻧﻭﺍ ﺲﺴﻴﻠﻧﺃ ﻱﺩﻮﺘﻴﻣ ﻮﺗﺍ ﻱﺭﺪﻨﺳ ﻮﺘﻳﺇ ﺍﺪﻨﺗ ﻮﻬﺑ ﻦﻜﺘڠﻣ ﻱﭼﺮﻴﻓ .ﻲﺳﻮﻨﻣ ﻢﺳ -ﻢﺳﺮﺑ ﻥﺍﺩ ﻲﺳﻮﻨﻣ ﻪڠﺗ -ﻪڠﺗ ﻱﺩ ,ﻦﻳﺍ ﻲﻧﻭﺩ ﻱﺩ ﻦﻟﺎﺟ ﻥﺎﻐﺘﻜﻛ ﻱﺭﺍﺩ ﻪﺘﻧﭼ ﻪﻟﺍﺩﺍﺮﺘﻨڠﻓ ﺭﻮﺼﻨﻋ ,ﺚﻧﺮﻴﺴﻔﻨﻓ ,ﻥﺃﻭﺪﻜﻛ ﻪﻟﺍﺩﺃ ﻚﺠﺑﻭﺃ ,ﻥﺄﻤﺗﺮﻔﻛ ﻱﺭﺍﺩ ﻪﺘﻧﭼ ﻦﻜﻓﻭﺮﻣ ﺭﻮﺒﺻ) ۳۰۰۲ : ٤۱ .(

(69)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan berkat, kesehatan, dan keselamatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul Perbandingan Motif Songket Palembang Dengan Songket Batubara: Suatu Kajian Semiotik. Seperti yang diketahui, bahwa

songket merupakan salah satu khazanah suatu suku bangsa yang harus tetap terjaga kelestariannya. Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang isi skripsi ini, penulis akan memaparkan rincian sistematika penulisan ini sebagai berikut.

Skripsi ini terdiri atas 5 bab, yaitu : bab pertama berisi pendahuluan, dibagi atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfat penelitian.

Bab kedua membahas kajian pustaka, terdiri dari kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan.

Bab ketiga membahas metode penelitian, dibagi atas metode dasar, lokasi data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

(70)

Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran, kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, mengingat waktu dan kemampuan penulis yang sangat terbatas. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis sebagai penyempurnaan dalam menyusun sebuah skripsi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, 2014

Penulis

(71)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah kasihnya, kekuatan serta hikmat kebijaksanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, petunjuk, saran, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak .

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU,

Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III, serta seluruh staff dan pegawai dijajaran Fakultas Ilmu Budaya.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. Selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum. Selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Unversitas Sumatera Utara

4. Bapak Drs. Ramlan Damanik,M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, dan arahan juga meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta memberikan masuka dan ide-ide hingga penulisan skripsi ini selesai.

5. Bapak Drs. Flansius Tampubolon selaku Dosen pembimbing II penulis yang memberikan banyak masukan – masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai,

6. Kepada Bapak/Ibu Staf pengajar Departemen Sastra Daerah yang telah banyak membantu penulis dalam belajar selama delapan semester di Fakultas Ilmu Budaya.

(72)

8. Sahabat sahabat seperjuangan, Debora Marnala Pakpahan SS,Yesi Novia Oktavianti Samosir S.Hut, Juliana Sitorus Ssi,Wika Astuti Sagala, Medi Harianja, Fauzan Rahman Hakim, Cherly Fika, Elpi Riauli Saragih, Haryati Manullang, Vinni Mariana Lubis, Panji Pratama , Anwar Ahmad Harahap, Hanafi Angkat, Raja Richard Ginting, Breken Sampangate Bancin, Amonta Kembaren ST, Devi Panelian Amd, Meriska Hayati Amkeb, Firandhika SH, Era Gustina , Mareta Asnia , Indah Lestari, Dwi Retno Syahfitri Harahap, Onix Simangunsong, Deswita, Eva Serta Parulian Sitorus S.Hut, Artalia Sitorus, Susan Ester Samosir, Bob Hendro Sihombing SS, Dedy Rahmad Sitinjak SS, Faiza Zulkarnain, Hendra Nasution, Sara Desy Uliarta Pakpahan SKm, Devi Susana Pinem M.kes, Rina Samosir Ssc, Fakhrizal Fahry SS, dan adik-adik stambuk 2011,2012,2013,2014 dan keluarga besar IMSAD Terima kasih untuk semua nasehat , doa, waktu, dukungan kebersamaan serta hiburan.

Medan, September 2014 Penulis,

(73)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 15

1.4 Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang relevan ... 16

2.2 Teori yang Digunakan ... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 30

3.3 Instrumen Penelitian ... 30

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

(74)

BAB IV PERBANDINGAN MOTIF SONGKET PALEMBANG DENGAN SONGKET BATUBARA

4.1. Analisis Persamaan dan Perbedaan songket ... 33

4.2. Fungsi dan Makna motif songket Palembang ... 44

4.2 Fungsi dan Makna motif Songket Batubara ... 44

4.3. Songket pada upacara pernikahan Palembang dan Batubara ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 61

5.2. Saran… ... 62

Gambar

Gambar  4.1.  Songket Palembang Bungo Tabu
Gambar 4.2. Songket Batubara motif Bunga Tabur
Gambar 4.4. songket batubara motif Naga Betarung
Gambar 4.5. Songket Palembang motif Pucuk Rebung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini observasi yang dilakukan peneliti adalah langsung datang ke lapangan, yaitu perpustakaan IAIN Walisongo Semarang dan melakukan

Perpanjangan pengamatan peneliti melakukan pengamatan langsung ke lapangan secara berulang-ulang untuk melakukan pengamatan dalam pengumpulan data. Selain itu,

Pada tahap ini, peneliti melakukan penelitian selama 2 bulan dengan observasi langsung ke lapangan untuk memperoleh data secara langsung mengenai metode

Jenis observasi yang akan dilakukan adalah observasi langsung yaitu observasi akan dilakukan oleh peneliti sendiri di lokasi penelitian dengan mengamati langsung ke lapangan

Metode Observasi merupakan metode dengan cara melakukan pengamatan langsung atau terjun langsung ke lapangan untuk melihat langsung bagaimana sistem yang berjalan

Dalam penelitian ini digunakan metode Observasi langsung yaitu mengamati secara langsung terhadap objek yang diteliti kemudian dianalisis sesuai data yang

Observasi merupakan cara yang digunakan peneliti untuk terjun langsung ke objek penelitian untuk mengadakan pengamatan lengsung pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah

Observasi Observasi merupakan observaasi yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu- individu di lokasi penelitian.8 Dalam tiap