• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Procalcitonin dengan Jenis Bakteri Penyebab Infeksi pada Sepsis di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kadar Procalcitonin dengan Jenis Bakteri Penyebab Infeksi pada Sepsis di RSUP H. Adam Malik Tahun 2014"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Nama Lengkap : Paulus Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 27 Oktober 1994 Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Buddha

Alamat :JL. Cenderawasih No. 68Q Komplek Cemara Asri, Medan

Email : paulus_sau@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. SD Methodist 3 Medan (2000-2006) 2. SMP Methodist 3 Medan (2006-2009) 3. SMA Methodist 3 Medan (2009-2012)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara (2012-Sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) FK USU 2012 2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2012

(2)
(3)
(4)

MHP meningoseptica

2 BST Laki-laki 56 45.04 Escherichia coli Gram

-3 SWI Laki-laki 39 0.1 Klebsiella pneumoniae Gram

-4 DFH Laki-laki 18 3.94 Staphylococcus aureus Gram +

5 MY Laki-laki 61 6.31 Acinetobacter baumannii Gram

-6 PAR Laki-laki 53 0.84 Klebsiella pneumoniae Gram

-7 NUR Perempuan 50 12.06 Micrococcus luteus Gram +

8 BA Laki-laki 10 9.04 Acinetobacter baumannii Gram

-9 NL Laki-laki 44 11.8 Serratia marcescens Gram

-10 MAL Perempuan 58 17.15 Escherichia coli Gram

-11 SS Perempuan 4 78 Pseudomonas aeruginosa Gram

-12 DH Laki-laki 10 0.57 Sphingomonas paucimobilis Gram

-13 SBRS Perempuan 59 200 Escherichia coli Gram

-14 ATT Perempuan 4 45.15 Stenotrophomonas

maltophilia

Gram

-15 WA Laki-laki 39 41.88 Klebsiella pneumoniae Gram

-16 WAG Laki-laki 42 1.41 Staphylococcus hominis Gram +

17 AE Laki-laki 1 2.07 Staphylococcus lentus Gram +

18 RA Perempuan 1 2.09 Staphylococcus

haemolyticus

Gram +

19 EKBR Perempuan 49 15.78 Salmonella enterica Gram

-20 NKS Perempuan 47 118.45 Pseudomonas aeruginosa Gram -21 YN Perempuan 5 2.9 Sphingomonas paucimobilis Gram -22 MANS Laki-laki 58 41.21 Klebsiella pneumoniae Gram -23 EPS Laki-laki 1 84.5 Staphylococcus arlettae Gram +

24 MM Perempuan 1 8.45 Acinetobacter baumannii Gram

-25 BMS Laki-laki 14 39.88 Acinetobacter baumannii Gram

-26 YRBP Laki-laki 3 0.2 Staphylococcus

haemolyticus

Gram +

27 FK Laki-laki 2 11.02 Pseudomonas aeruginosa Gram

-28 WS Laki-laki 58 1.1 Staphylococcus epidermidis Gram + 29 SH Perempuan 45 13.21 Pseudomonas aeruginosa Gram

(5)

-haemolyticus

37 ESDP Perempuan 12 100 Pseudomonas aeruginosa Gram

-38 BS Laki-laki 45 100 Pseudomonas aeruginosa Gram

-39 NA Perempuan 1 100 Klebsiella pneumoniae Gram

-40 SAM Laki-laki 61 14.96 Acinetobacter baumannii Gram -41 NBRL Perempuan 46 100 Staphylococcus hominis Gram +

42 EAS Perempuan 1 0.83 Staphylococcus hominis Gram +

43 TBRS Perempuan 1 170.37 Enterococcus faecium Gram + 44 JAS Perempuan 50 22.01 Acinetobacter baumannii Gram

-45 WRA Laki-laki 2 84.12 Enterobacter cloacae Gram

(6)

-Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar_PCT ,254 46 ,000 ,764 46 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

JK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 27 58.7 58.7 58.7

Perempuan 19 41.3 41.3 100.0

Total 46 100.0 100.0

Jenis_Bakteri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Gram + 14 30.4 30.4 30.4

Gram - 32 69.6 69.6 100.0

Total 46 100.0 100.0

usiakat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-15 23 50.0 50.0 50.0

16-30 2 4.3 4.3 54.3

31-45 7 15.2 15.2 69.6

(7)

2.00 14 30.4 30.4 39.1

3.00 28 60.9 60.9 100.0

Total 46 100.0 100.0

Nama_Bakteri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Staphylococcus

haemolyticus 5 10.9 10.9 10.9

Elizabethkingia

meningoseptica 1 2.2 2.2 13.0

Escherichia coli 4 8.7 8.7 21.7

Acinetobacter baumannii 8 17.4 17.4 39.1

Klebsiella pneumoniae 5 10.9 10.9 50.0

Staphylococcus aureus 1 2.2 2.2 52.2

Micrococcus luteus 1 2.2 2.2 54.3

Serratia marcescens 1 2.2 2.2 56.5

Pseudomonas aeruginosa 6 13.0 13.0 69.6

Sphingomonas paucimobilis 2 4.3 4.3 73.9

Stenotrophomonas

maltophilia 1 2.2 2.2 76.1

Staphylococcus hominis 3 6.5 6.5 82.6

Staphylococcus lentus 1 2.2 2.2 84.8

Salmonella enterica 1 2.2 2.2 87.0

Staphylococcus arlettae 1 2.2 2.2 89.1

(8)

Total 46

Test Statisticsa

Kadar_PCT

Mann-Whitney U 165,000

Wilcoxon W 270,000

Z -1,409

Asymp. Sig. (2-tailed) ,159

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Artero, A., Zaragoza, R. & Nogueira, J. M., 2012. Edpidemiology of Severe Sepsis and Septic Shock. In: D. R. Fernandez, ed.Understanding A Serious Killer.Croatia: InTech Europe, pp. 1-20.

Charles, P. E. et al., 2008. Serum procalcitonin elevation in critically ill patients at the onset of bacteremia cause by either gram negative or gram positive bacteria.BMC Infectious Diseases,pp. 1-8.

Dellinger, R. P. et al., 2013. International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Surviving Sepsis Campaign, 41(2), pp. 580-586.

Meisner, M., 2010. Procalcitonin - Biochemistry and Clinical Diagnosis. 1st ed. Dresden: UNI-MED.

Morse, S. A., 2007. Cell Structure, Classification of Bacteria. In: G. F. Brooks, J. S. Butel, K. C. Caroll & S. A. Morse, eds. Medical Microbiology. New York: The McGraw-Hill Companies, pp. 39-46.

Nakajima, A. et al., 2014. Clinical Utility of Procalcitonin as a Marker of Sepsis: A Potential Predictor of Causative Pathogens.Internal Medicine,Volume 53, pp. 1499-1500.

Napitupulu, H. H., 2010. Sepsis.Anestesia & Critical Care,28(3), pp. 50-57. Nargis, W., Ibrahim, M. & Ahamed, B. U., 2014. Procalcitonin versus C-reactive

protein: Usefulness as biomarker of sepsis in ICU patient. International Journal of Critical Illness and Injury Science,4(3), pp. 195-199.

Perman, S. M., Goyal, M. & Gaieski, D. F., 2012. Initial Emergency Department Diagnosis and Management of Adult Patients with Severe Sepsis adn Septic Shock. Perman et al. Scandinavian Journal of Trauma, Resucitation and Emergency Medicine 2012,20(41), pp. 1-11.

Protocol Molecular Cell Physiology, 2001. Gram Stain Technique. [Online]

Available at:

(10)

Shah, B. A. & Padbury, J. F., 2014. Neonatal Sepsis - An Old Problem with New Insights.Virulence,5(1), pp. 170-174.

Shin, Y. -J., Ki, M. & Foxman, B., 2013. Epidemiology of neonatal sepsis in South Korea.NIH Public Access,pp. 1-7.

Simonsen, K. A., Anderson-Berry, A. L., Delair, S. F. & Davies, H. D., 2014. Early-Onset Neonatal Sepsis.Clinical Microbiology Reviews,27(1), pp. 22-30.

Stearns-Kurosawa, D. J. et al., 2013. The Pathogenesis of Sepsis. NIH Public Access,pp. 1-3.

Taljaard, J., 2010. Sepsis: at-risk patinets, clinical manifestattions and management.CME,28(6), pp. 260-264.

Tazbir, J., 2012. Early Recognition and Treatment of Sepsis in the Medical-Surgical Setting.CNE SERIES,21(4), pp. 205-209.

(11)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Bakteri Penyebab Sepsis Gram Positif

Hasil kultur dari diagnosa sepsis yang dijumpai adanya mikroba berupa bakteri gram positif. Analisis data Rekam Medis Bakter-bakteri gram positif Nominal Bakteri Penyebab Sepsis Gram Negatif

Hasil kultur dari diagnosa sepsis yang dijumpai adanya mikroba berupa bakteri gram negatif. Analisis data Rekam Medis Bakteri-bakteri gram negatif Nominal Kadar Procalcitonin Kadar procalcitonin yang Analisis data Rekam Medis Dalam satuan Numerik Bakteri Penyebab

Sepsis Gram Positif

Kadar Procalcitonin Bakteri Penyebab

(12)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik retrospektif. Penelitian ini disebut analitik dikarenakan peneliti ingin melihat hubungan kadar procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab infeksi pada sepsis. Desain penelitian ini juga bersifat cross sectional. Hal ini dikarenakan penelitian ini mengunakan data sekunder dan data variabel hanya digunakan sekali.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam jangka waktu 4 bulan yaitu dari bulan Agustus sampai Nopember 2015.

4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan alasan rumah sakit tersebut merupakan pusat pelayanan kesehatan yang terbesar dan terutama di Sumatera Utara, RS Haji Adam Malik juga memiliki jumlah pasien sepsis yang dilakukan pengukuran kadar procalcitonin yang relatif banyak. Selain itu, rumah sakit Haji Adam Malik juga merupakan rumah sakit rujukan pusat untuk provinsi Sumatera Utara pada umumnya.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

(13)

4.3.2 Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakantotal samplingsebagai teknik pengambilan sampel. Pengambilan data dengan total sampling adalah mengambil sampel dari seluruh data yang memenuhi kriteria inklusi.

• Kriteria inklusi penelitian ini adalah semua penderita sepsis dengan hasil kultur darah positif bakteri, serta yang diukur kadar procalcitonin-nya pada bulan Januari 2014 hingga Desember 2014 di RSUP Haji Adam Malik. • Kriteria eksklusi penelitian ini adalah semua penderita sepsis dengan hasil

kultur darah negatif atau hasil kultur darah positif non bakteri pada bulan Januari 2014 hingga Desember 2014 di RSUP Haji Adam Malik.

4.4 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dirumuskan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan survei pendahuluan yang berhubungan dengan sampel populasi penderita sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan dari periode 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2014.

2. Meminta rekam medis yang berisi data penderita sepsis. Rekam medis tersebut diperoleh di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tanggal 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2014.

3. Mencatat data yang diperlukan seperti terlampir dalam formula data dan data yang diambil hanya data-data yang diteliti.

(14)

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

(15)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 5.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian

(16)

5.1.3. Deskripsi Pasien Sepsis berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Tabel 5.1 Distribusi Pasien Sepsis berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 27 58,7

Perempuan 19 41,3

Total 46 100

Dari 46 sampel, penderita sepsis yang terbanyak adalah laki-laki yaitu 27 orang (58,7%), sementara perempuan sebanyak 19 orang (41,3%).

Karakteristik Pasien Sepsis berdasarkan umur dapat dibagi menjadi 5 kelompok interval. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi Pasien Sepsis berdasarkan Umur

Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)

0-15 23 50

16-30 2 4,3

31-45 7 15,2

46-60 12 26,1

>60 2 4,3

Total 46 100

(17)

5.1.4. Deskripsi Kuman Penyebab Sepsis

Tabel 5.3 Distribusi kuman penyebab sepsis, berdasarkan kelompok Gram positif dan Gram negatif

N %

Gram Positif 14 30,4

Gram Negatif 32 69,6

Total 46 100

Pada tabel 5.3, ditemukan jenis bakteri penyebab infeksi pada sepsis yang terbanyak adalah jenis bakteri Gram negatif, yaitu sebanyak 32 sampel (69,6%), sementara jenis bakteri Gram positif sebanyak 14 sampel (30,4%).

Tabel 5.4 Distribusi Kuman Penyebab Sepsis terbanyak

Jumlah Persentase (%)

Acinetobacter baumannii 8 17,4

Pseudomonas aeruginosa 6 13,0

Klebsiella pneumoniae 5 10,9

Staphylococcus haemolyticus 5 10,9

(18)

5.1.5. Deskripsi Pasien Sepsis Berdasarkan Pembagian Bakteri Gram Positif dan Negatif Terhadap Tingkat Kadar Procalcitonin

Karakteristik Tingkat Kadar Procalcitonin dapat dibagi menjadi 3 kelompok interval, Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Jumlah Tingkat Kadar Procalcitonin terhadap Jenis Bakteri

Jenis Bakteri

Kadar Procalcitonin (ng/mL)

Total

<0,5 0,5-10 >10

n % n % n % n % Gram + 2 4,3 6 13,0 6 13,0 14 30,4 Gram - 2 4,3 8 17,3 22 47,8 32 69,6 Total 4 8,6 14 30,3 28 60,8 46 100

(19)

5.1.6. Deskripsi hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test Tabel 5.6 Hasil uji statistik dengan uji Mann-Whitney

Jenis Bakteri Mean Rank P value

Kadar Procalcitonin Gram + 19,26 0,159

Gram - 25,34

Dari tabel diatas maka dapat dilihat perbandingan rerata peringkat (mean rank) kadar procalcitonin diantara kedua jenis bakteri, didapatkan lebih tinggi pada jenis bakteri gram negatif, yaitu 25,34 sedangkan pada gram positif hanya 19,26.

Didapatkan nilai p (p value) sebesar 0,159. Nilai p: 0,159 > 0,05, maka hasil uji tidak signifikan secara statistik.

5.2. Pembahasan

Sepsis adalah respon tubuh terhadap adanya infeksi yang timbul bersama dengan manifestasi klinis dari suatu infeksi sistemik. Kultur darah adalah salah satu dari beberapa jenis kultur mikroorganisme, yang merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard) dalam menegakkan diagnosis Sepsis secara konvensional. Karena memerlukan waktu yang lama, maka dipakailah procalcitonin sebagai biomarker yang spesifik untuk inflamasi sistemik, infeksi dan sepsis. (Nargis, Ibrahim, & Ahamed, 2014).

(20)

pada negara maju, terdapat 1-4 per 1000 kelahiran, dan pada negara berkembang, mencapai 2,4-16 per 1000 kelahiran. Hal ini dapat terjadi karena salah satu faktor resiko adalah bayi lahir prematur, lahir dengan berat badan rendah, serta tidak diberikan antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi streptococcus group B (Shah & Padbury, 2014).

Pada tabel 5.3, ditemukan kuman yang paling banyak menyebabkan Sepsis adalah jenis bakteri gram negatif, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Charles, et al., (2008) yaitu dari 97 episode bakteremia, 52 (53,6%) disebabkan oleh bakteri gram negatif dan oleh bakteri gram positif 45 (46,4%).

Pada tabel 5.4 ditemukan bakteri penyebab sepsis terbanyak, yaitu: Acinetobacter baumannii (17,4%), Pseudomonas aeruginosa (13,0%), Klebsiella pneumonia (10,9%), dan Staphylococcus haemolyticus (10,9%). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Artero, Zaragoza & Nogueira (2012), yaitu secara umum, penyebab sepsis terbanyak adalah jenis bakteri gram negatif, paling sering disebabkan olehEscherichia coli,Pseudomonas aeruginosa,Klebsiella pneumonia dibandingkan dengan jenis bakteri gram positif.

Pada tabel 5.5, dapat kita lihat bahwa pada tingkat kadar procalcitonin >10 ng/mL adalah yang terbanyak, yaitu 60,9% dari keseluruhan sampel. Pada sampel bakteri gram negatif, 47,8%, dan secara keseluruhan sampel, diperoleh 69,6%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Charles, et al., (2008) yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif memiliki kadar procalcitonin yang lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif, pada saat bacteremia yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, nilai tertingginya adalah 746 ng/mL, sedangkan oleh bakteri gram positif adalah 169 ng/mL.

(21)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Kadar procalcitonin lebih tinggi pada sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif dibandingkan dengan sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram positif, tetapi tidak signifikan.

2. Kadar procalcitonin pada sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif didapatkan lebih banyak pada kadar > 10 ng/dL, sedangkan pada gram positif lebih banyak pada kadar < 10 ng/dL.

3. Bakteri-bakteri penyebab sepsis terbanyak adalah Acinetobacter baumannii,Pseudomonas aeruginosa,Klebsiella pneumoniae, dan Staphylococcus haemolyticus.

6.2. Saran

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi penelitian selanjutnya dengan masalah yang sama diharapkan agar rancangan penelitian yang lebih memperdalam cakupan penelitiannya dengan sampel yang lebih banyak.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis

2.1.1. Definisi

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) adalah respon tubuh secara klinis terhadap inflamasi, yang termasuk dua atau lebih dari gejala berikut: Temperatur >38° C atau <36° C, Denyut jantung >90x/menit, Laju pernafasan >20x/menit atau Pa02 <32 mmHG, Hitung lekosit >12.000/mm3 atau <4.000/mm3, atau >10% neutrofil yang imatur (Tazbir, 2012; Perman, Goyal, & Gaieski, 2012). Sepsis adalah respon tubuh terhadap adanya infeksi yang timbul bersama dengan manifestasi klinis dari suatu infeksi sistemik. Sepsis berat (severe sepsis) didefinisikan sebagai sepsis dengan disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan (Dellinger, et al., 2013), sedangkan dikatakan syok septik (septic shock) apabila hipotensi tidak dapat dikompensasi setelah dilakukan resusitasi cairan (Napitupulu, 2010).

Tubuh memiliki respon terhadap invasi terhadap mikroba, respon ini dapat berupa respon lokal atau respon sistemik. Respon sistemik ini disebut SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome), yang memiliki ciri-ciri klasik berupa: demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopenia, takipnu dan takikardi. SIRS dengan infeksi (yang dicurigai atau terbuktikan) disebut sebagai sepsis (Munford dalam Fauci, 2008).

2.1.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko

(23)

Paru-paru adalah sumber utama daripada infeksi pada 47% pasien, diikuti dengan abdomen 23%, saluran kemih 8%. Sebagian pasien memiliki komorbiditas (comorbidities), termasuk diabetes (24%), penyakit paru kronis atau kanker (16%), gagal jantung kongestif (congestive heart failure) (14%), dan penurunan fungsi ginjal (11%). Mortalitas daridatabaseadalah mendekati 50%, yang menunjukkan sepsis masih bertahan sebagai sindroma yang mematikan (Stearns-Kurosawa, et al., 2013).

Faktor resiko untuk mengembangkan sepsis bergantung pada munculnya kondisi komorbiditas yang berasosiasi dengan penurunan sistem imun dan atau dengan terapi imunosupresif. Tempat terjadinya infeksi primer dan jenis mikroba tertentu yang menginfeksi memainkan peran tambahan, dimana faktor genetik mungkin jugalah penting. Usia lanjut, penurunan fungsi limpa, alkoholisme dengan penyakit hati yang signifikan, penyakit ginjal kronik, penggunaan obat secara intravena, malnutrisi, infeksi HIV, diabetes mellitus dan keganasan merupakan predisposisi untuk infeksi spesifik, sering dengan peningkatan keparahan. Kemoterapi kanker, terapi imunosupresif setelah transplantasi organ dan terapi pengguanaan steroid yang lama juga meningkatkan resiko terjadinya sepsis (Taljaard, 2010).

2.1.3. Etiologi

Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa, atau riketsia (Powell dalam Behrman, 1996). Menurut Uthman (1997), sepsis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.

(24)

2.1.4. Patogenesis

Sekarang diduga bahwa SRRS (Sindrom Respon Radang Sistemik) disebabkan oleh sepsis, akibat dari cedera jaringan pasca-respons hospes terhadap produk-produk bakteri misalnya endotoksin dari bakteri gram-negatif dan kompleks asam lipoteikoat-peptidoglikan dari bakteri gram-positif. Manifestasi kardiopulmonal pada sepsis gram-negatif (H.influenza, N.meningitidis, E.coli, Pseudomonas) dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoclonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septik pada model percobaan. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan ke dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis lebih lanjut. (Gambar 2.1). Jumlah sitokin yang terkait dengan SRRS terus bertambah dan sekarang mencakup faktor nekrosis tumor (FNT), interleukin (IL)-1, -6 dan -8, faktor pengaktif-trombosit (platelet-activating factor= PAF) dan interferon (Powell dalam Behrman, 1996).

Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu respons fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. Respons ini adalah:

1. Aktivasi sistem komplemen

2. Aktivasi faktor Hageman (faktor XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-tingkatan koagulasi

3. Pelepasan hormon adrenokortikotropin dan beta-endorfin, 4. Rangsangan neutrofil polimorfonuklear

(25)

jaringan. Aktivitas mediator radang atau respons yang berlebihan berperan dalam pathogenesis sepsis (Powell dalam Behrman, 1996).

(26)

2.1.5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sepsis meliputi tiga dari kriteria SIRS, suhu tubuh >38.0°C atau <36.0°C, takikardi (denyut jantung lebih dari 90x/menit), dan takipnu (laju pernafasan lebih dari 20x/menit, hasil hitung leukosit lebih dari 12.000/mm3 atau kurang dari 4.000/mm3 atau lebih dari 10% sel yang imatur yang merupakan kriteria dari SIRS yang keempat (Perman, Goyal, & Gaieski, 2012).

Dari skenario sebelumnya, ditambah dengan tanda-tanda disfungsi organ tingkat akhir yang diakibatkan oleh ketidakmampuan dari mikrovaskular dan perfusi yang miskin, mendefinisikan sepsis berat. Dimanfaatkan teknik pencitraan polarisasi spektral orthogonal menetapkan bahwa mikrosirkulasi sublingual pada pasien septik terganggu dibandingkan dengan relawan yang sehat dan pasien kritis non-septik. Selain itu, proporsi perfusi pembuluh darah kecil langsung berkorelasi dengan kelangsungan hidup, di mana pasien yang selamat memiliki tingkat perfusi yang lebih tinggi. Perfusi yang buruk di otak dapat mengakibatkan perubahan status mental, perfusi yang buruk di ginjal dapat menyebabkan oliguria atau anuria, perfusi jantung yang buruk dapat mengakibatkan depresi miokard, penurunan curah jantung, dan hipotensi atau tanda-tanda kegagagalan jantung, kulit mungkin berbintik-bintik, disfungsi paru dapat mengakibatkan cedera paru akut atau sindroma gangguan pernapasan akut (Perman, Goyal, & Gaieski, 2012).

(27)

meninggal karena sepsis masih tidak diketahui dengan jelas (Perman, Goyal, & Gaieski, 2012).

2.1.6. Diagnosis

Tidak ada uji diagnostik yang khusus untuk respon septik. Parameter klasik septik adalah temuan klinis sensitif untuk infeksi dan termasuk demam atau hipotermi, takipnu, takikardi, dan lekositosis atau leukopenia. Dalam status mental akut, trombositopenia, peningkatan serum laktat dan hipotensi meningkatkan kecurigaan klinis terhadap sepsis. Respon septik bisa bervariasi dan pasien dengan sepsis mungkin saja tidak disertai dengan beberapa temuan klinis yang khas. Sebaliknya, pasien mungkin disertai dengan semua gejala klinis dari inflamasi sistemik, tapi tidak disetai dengan penyebab infeksi (Taljaard, 2010).

SIRS Non Infeksi dapat terjadi dengan beberapa etiologi, sebagai berikut: pankreatitis, terbakar, trauma, infark miokardiak, emboli paru, aneurisma pembedahan aorta, cardiac tamponade, insufisiensi adrenal, anafilaksis, dan overdosis obat-obatan (Taljaard, 2010).

(28)

disfungsi organ, dan variabel perfusi jaringan. Pada variabel umum, terdapat demam (> 38°C), hipotermi (temperatur inti < 36°C), denyut jantung > 90x/menit, takipnu, perubahan status mental, edema signifikan atau keseimbangan cairan positif (> 20mL/kg melebihi 24 jam), hiperglikemi (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7.7 mmol/L) tanpa diabetes. Pada variabel inflamasi, terdapat leukositosis (hitung lekosit > 12000 μL), leukopenia (hitung lekosit < 4000μL), hitung lekosit normal dengan lebih dari 10% bentuk yang imatur, plasmaC-Reactive Proteinlebih dari dua sd diatas nilai normal, plasma procalcitonin lebih dari dua sd diatas nilai normal. Pada variabel hemodinamik, terdapat hipotensi arterial (SBP < 90 mmHg, MAP < 70 mmHg, atau SBP berkurang > 40 mmHg pada dewasa atau kurang dari dua sd. Pada variabel disfungsi organ, terdapat hipoksia arterial (PaO2/FiO2 < 300), oligouria akut (output urine < 0,5 mL/kg/hari minimal 2 jam meskipun resusitasi cairan adekuat), peningkatancreatinine (> 0.5 mg/dL atau 44,2 μmol/L), abnormalitas koagulasi (INR > 1.5 atau aPTT > 60 detik), ileus, trombositopenia (< 100.000μL), hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4 mg/dL atau 70 μmol/L). Pada variabel perfusi jaringan, terdapat hiperlaktatnemia (> 1 mmol/L) dan penurunan pengisian kapiler atau bintik-bintik (Dellinger et al., 2013)

2.1.7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

(29)

berkepanjangan dapat menyebabkan elevasi yang ditandai dengan transaminase karena nekrosis hepatosit iskemik (Taljaard, 2010).

Selama respon septik, jaringan tidak dapat mengekstraksi oksigen dari darah seperti biasa, yang kemudian mengakibatkan metabolisme anerobik. Kadar laktat darah meningkat pada awal dan akhirnya berlanjut menjadi asidosis metabolik. Hiperglikemi sering muncul, kebanyakan pada penderita diabetes, dan mungkin juga memicu ketoasidosis diabetik. Hiperventilasi selama awal sepsis bisa menyebabkan alkalosis respiratorik, tetapi ini akan segera diganti dengan asidosis metabolik (dengan peningkatan anion gap) dikarenakan kelelahan pernafasan dan hiperlaktatnemia (Taljaard, 2010).

Hasil respon fase akut menunjukkan peningkatan produksi dari C-reactive protein, ferritin, fibrinogen dan komponen komplemen. Temuan foto polos dada bervariasi dari normal sampai konsolidasi pneumonia ke kelebihan cairan dan infiltrat difus dari sindroma gangguan pernapasan akut (Acute Respiratory Distress Syndrome), tergantung pada proses penyakit yang mendasari. EKG biasanya menunjukkan sinus takikardi dan terkadang beberapa kelainan gelombang ST-T nonspesifik (Taljaard, 2010).

2.2. Jenis bakteri penyebab infeksi

2.2.1. Cara untuk membedakan jenis bakteri

(30)

zona yang bebas dari kumpulan koloni yang tumbuh di substrat yang tak larut (Morse dalam Brooks, 2007).

Prosedur pewarnaan Gram pada awalnya dikembangkan oleh dokter dari Denmark. Hans Christian Gram membedakan pneumokokus dengan Klebsiella pneumonia. Secara singkat, prosedur melibatkan penerapan larutan yodium ke sel yang sebelumnya diwarnai dengan kristal violet atau gentian violet. Prosedur ini menghasilkan "ungu berwarna kompleks yodium" dalam sitoplasma bakteri. Sel-sel yang sebelumnya diwarnai dengan kristal violet dan yodium yang selanjutnya diperlakukan dengan agen peluntur warna seperti etanol 95% atau campuran aseton dan alcohol (Gram stain Technique,2001).

(31)
[image:31.595.203.437.128.463.2]

Gambar 2.2 Gambaran kokus gram positif dan basil gram negatif pada pewarnaan Gram (Gram Stain Technique, 2001)

2.2.2. Bakteri Gram Positif

(32)

2.2.3. Bakteri Gram Negatif

Kelompok bakteri heterogen yang memiliki amplop sel kompleks yang terdiri dari membran luar, dalam, dan peptidoglikan tipis (yang mengandung asam muramik dan terdapat di semua, namun beberapa organisme telah kehilangan bagian dari amplop sel ini), dan sebuah membran sitoplasma. Bentuk sel (Gambar 2.3) bisa bulat, oval, lurus atau batang melengkung, heliks, atau filamen; beberapa bentuk ini mungkin memiliki sarung atau kapsul. Reproduksi adalah dengan cara pembelahan biner, tetapi beberapa kelompok bereproduksi dengan carabudding(Morse dalam Brooks, 2007)

[image:32.595.146.475.371.509.2]

(A) Kokus, (B) Batang, (C) Spiral

Gambar 2.3 Bentuk dari Bakteri (Morse, 2007) 2.3. PROCALCITONIN

2.3.1. Biokimia dan Patofisologi 2.3.1.1.Biokimia

(33)

juga berasal dari sel-sel yang berbeda, yaitu sintesis primernya oleh C-cellsdi kelenjar adrenal dan sebagian oleh hormon aktif neuroendrokrin di organ-organ lain. Selain prohormon yang lengkap (116 asam amino), fragmen dari procalcitonin yang berbeda juga muncul di plasma. Pertama, didalam plasma terdapat bentuk N-terminal yang terdiri dari 2 sampai 114 asam amino dengan enzym dipeptidyl peptidase IV, yang bersifat tidak aktif. Kedua, fragmen procalcitonin dengan panjang yang bervariasi, termasuk rangkaian calcitonin yang berhubungan dengan ujung terminal dari molekul N- atau C- (Meisner, 2010).

2.3.1.2.Mekanisme induksi PCT

Induksi dari PCT diatur dengan sangat teliti, memerlukan tahap-tahap yang berbeda untuk aktivasi (gambar 2.4). Tidak seperti sitokin-sitokin, proses untuk pelekatan dan komunikasi antara sel memegang peran, bersamaan dengan progresi pengaktifan yang tergantung waktu. Regulasi yang sangat teliti dari induksi bisa menjadi salah satu sebab untuk tingginya spesifisitas dari marker, yang korelasi antara konsentrasi plasma dengan tingkat keparahan atau derajat inflamasi yang baik (Meisner, 2010).

(34)
[image:34.595.115.507.111.402.2]

Gambar 2.4. Induksi dan efek biologis dari PCT (Meisner, 2010)

2.3.2. Stabilitas PCT

PCT memiliki beberapa karakteristik yang mendukung kegunaannya dibeberapa prosedur rutin. Contohnya, PCT di sampel darah adalah protein yang relatif stabil, juga dapat diambil menjadi sampel untuk pengukuran bersama dengan pemeriksaan darah rutin lainnya. Di dalam tubuh, waktu paruh dari protein yang tidak aktif dalam sirkulasi dapat dideteksi lebih kurang 24 sampai 35 jam. Waktu induksi yaitu 4 sampai 12 jam, yaitu lebih lama daripada sitokin, tetapi lebih singkat secara signifikan daripada CRP (Meisner, 2010).

2.3.3. Metode pengukuran kadar PCT

(35)

dibutuhkan sampai hasil PCT keluar adalah 19 menit sampai 2,5 jam (Meisner, 2010).

2.3.4. Sifat Induksi dan Eliminasi PCT

[image:35.595.142.485.328.539.2]

Induksi PCT sangatlah cepat, dapat dideteksi didalam sirkulasi hanya dalam waktu 2 sampai 6 jam setelah stimulus yang adekuat. Konsentrasi plasma yang signifikan secara umum dicapai setelah kira-kira 6 jam, dengan kadar puncak setelah terjadi 12 sampai 48 jam. Dengan waktu paruh sekitar 20 sampai 30 jam, berkurang lagi setelah beberapa hari. Perbandingan induksi dan waktu pengurangan PCT dengan marker lain dapat dilihat di gambar 2.5 (Meisner, 2010).

Gambar 2.5 Perbandingan induksi dan waktu pengurangan PCT dengan marker lain (Meisner, 2010)

2.3.5. Apa saja yang menyebabkan PCT meningkat 2.3.5.1.Infeksi bakteri dan sepsis

(36)

inflamasi sistemik. Peningkatan kadar PCT mengindikasikan resiko yang nyata pada pasien. Infeksi bakteri lokal yang sederhana, dibeberapa kasus, mungkin saja tidak selalu menginduksi PCT, dan apabila ada, hanya menginduksi kadar PCT dalam jumlah yang sangat sedikit (Meisner, 2010).

2.3.5.2.Peningkatan PCT dengan penyebab non Bakteri

(37)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Sepsis adalah salah satu penyebab kematian yang paling banyak pada pasien di rumah sakit. Angka kematian akibat sepsis berada dalam kisaran yang sama dengan infark miokardiak. Di Amerika Serikat, tingkat rawat inap pasien dengan sepsis atau septicemia meningkat sebesar 70% dari 221 (tahun 2001) menjadi 377 (tahun 2008) per 100.000 penduduk, dan kejadian sepsis pasca operasi meningkat tiga kali lipat dari 0,3% menjadi 0,9% (Reinhart, et al., 2012).

Marker-marker tradisional untuk inflamasi sistemik, seperti CRP, Laju Endap Darah (LED) dan hitung leukosit telah terbukti keterbatasannya. Selain itu, kultur mikroorganisme, yang merupakan baku emas metode diagnostik untuk sepsis yang konvensional, sering memakan waktu yang lama sehingga tidak mencerminkan respon pasien terhadap inflamasi sistemik atau timbulnya disfungsi organ, dan kadang-kadang menyesatkan dengan laporanfalse positive atau false negative. Karena adanya kelemahan dari kedua ini, baik kultur maupun test darah yang tersedia, maka para peneliti menjadi terdorong untuk mencari marker yang lebih spesifik dan sensitif. Dan dalam beberapa tahun terakhir, PCT telah sering dipakai sebagai marker awal yang spesifik untuk inflamasi sistemik, infeksi dan sepsis, baik pada anak-anak maupun dewasa (Nargis, Ibrahim, & Ahamed, 2014).

Kadar procalcitonin dapat meningkat 1000 kali lipat pada saat terjadinya infeksi akut (Nelson, Mave, & Gupta, 2014). Sekarang biomarker ini banyak digunakan dalam Eropa, dan baru-baru ini telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat untuk diagnosis dan pemantauan sepsis serta evaluasi respon inflamasi sistemik dibidang klinis (Nargis, Ibrahim, & Ahamed, 2014).

(38)

bacteremia yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, nilai tengahnya 39.00 ng/mL sedangkan untuk bakteri gram positif 5.42 ng/mL.

Dari uraian diatas, masih sangat sedikit penelitian yang menghubungkan antara procalcitonin dengan bakteri penyebab infeksi. Dan di RSUP-HAM belum ada penelitian yang mengenai hubungan kadar procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab infeksi pada sepsis. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan kadar procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab infeksi pada sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kadar procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab infeksi pada sepsis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar procalcitonin pada sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram positif

(39)

1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti:

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian.

1.4.2. Bagi Masyarakat Kedokteran

Memberikan gambaran bagi klinisi, hubungan antara procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab infeksi, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian antibiotik secara empiris.

1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya:

(40)

ABSTRAK

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri, virus, jamur atau parasit. Di Amerika Serikat, kejadian sepsis pasca operasi meningkat tiga kali lipat dari 0,3% menjadi 0,9%. Diagnosa sepsis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan marker-marker, seperti procalcitonin, CRP, Laju Endap Darah (LED) dan hitung leukosit, dan baku emas adalah kultur mikroorganisme.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab sepsis. Jenis penelitian ini adalah dengan desain analitik. Data dikumpul dari instalasi rekam medis RSUP H. Adam Malik Januari–Desember 2014 dengan tekniktotalsampling. Dari 708 penderita sepsis, dan yang melakukan pemeriksaan procalcitonin serta melakukan kultur darah yang positif bakteri ada sebanyak 46 sampel.

Dari hasil penelitian diperoleh data, insidensi sepsis terbanyak pada laki-laki (58,7%) dan pada kelompok usia 0-15 tahun (50%). Penyebab Gram negatif (69,6%), Gram positif (30,4%). Etiologi sepsis terbanyak adalah Acinetobacter baumannii(17,4%),Pseudomonas aeruginosa(13,0%),Klebsiella pneumoniadan Staphylococcus haemolyticus masing-masing sebesar (10,9%). Didapati kadar procalcitonin pada Gram gram negatif lebih tinggi daripada Gram positif, tetapi tidak bermakna denganp value0,159.

Dari penelitian ini, penulis menyimpulkan tidak adanya perbedaan bermakna kadar procalcitonin antara bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.

(41)

ABSTRACT

Sepsis is a condition where systemic inflammation response syndrome which is caused by invasion of bacteria, virus, fungi or paracites. In America, the incidence of post operation sepsis increased three times, from 0,3% to 0,9%. Sepsis could be diagnosed with some marker examination, such as procalcitonin, CRP, Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) and white blood count, with microorganism culture as gold standard.

The purpose of this research is to know the relationship between the rates of procalcitonin with type of bacteria causing sepsis. The type of this research is analytic. Data was collected at Medical Record Instalation RSUP H. Adam Malik from Januari to December year 2014 with 46 samples by total sampling technique. Based on the results, the highest sepsis incidence in men (58,7%) and in the 0-15 age group (50%). Caused by negative Gram (69,6%), positive Gram (30,3%). The most etiology were Acinetobacter baumannii (17,4%), Pseudomonas aeruginosa (13,0%), Klebsiella pneumonia and Staphylococcus haemolyticus equally as much as (10,9%). Was found procalcitonin rate of negative Gram is higher than positive Gram, but is not significant with p value 0,159.

Of this study, the author concluded that there is no significant difference of procalcitonin rates between negative Gram bacteria and positive Gram bacteria.

(42)

Oleh: PAULUS 120100350

(43)

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: PAULUS 120100350

(44)
(45)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul“Hubungan Kadar Procalcitonin dengan

Jenis Bakteri Penyebab Infeksi pada Sepsis di RSUP H. Adam Malik Tahun

2014”.Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Nelly Elfrida Samosir, Sp.PK, selaku dosen pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam membimbing saya menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Prof. dr. Yasmeini Yazir dan dr. Ramlan Nasution, Sp.U, selaku dosen penguji saya yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 4. RSUP H. Adam Malik yang telah memberi izin untuk mengambil

data rekam medis dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Orang tua saya Parman dan Wong Fie Kiau, dan adik-adik saya Cindy dan Selwyn yang selalu memberi dukungan lewat doa dan semangat sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian saya dan merampungkan penulisan karya tulis ilmiah ini.

(46)

7. Teman satu dosen pembimbing saya, Putri Yunita Siregar dan Ahmad Fadhli Zil Ikram atas bantuan dan kerjasamanya dalam proses penelitian ini.

8. Seluruh staff pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu, memberikan semangat dan masukan dalam pengerjaan penelitian ini.

Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini banyak hal yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat diterima dan memberikan manfaaat bagi semua pihak. Terima kasih.

Medan, 14 Desember 2015

(47)

ABSTRAK

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri, virus, jamur atau parasit. Di Amerika Serikat, kejadian sepsis pasca operasi meningkat tiga kali lipat dari 0,3% menjadi 0,9%. Diagnosa sepsis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan marker-marker, seperti procalcitonin, CRP, Laju Endap Darah (LED) dan hitung leukosit, dan baku emas adalah kultur mikroorganisme.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar procalcitonin dengan jenis bakteri penyebab sepsis. Jenis penelitian ini adalah dengan desain analitik. Data dikumpul dari instalasi rekam medis RSUP H. Adam Malik Januari–Desember 2014 dengan tekniktotalsampling. Dari 708 penderita sepsis, dan yang melakukan pemeriksaan procalcitonin serta melakukan kultur darah yang positif bakteri ada sebanyak 46 sampel.

Dari hasil penelitian diperoleh data, insidensi sepsis terbanyak pada laki-laki (58,7%) dan pada kelompok usia 0-15 tahun (50%). Penyebab Gram negatif (69,6%), Gram positif (30,4%). Etiologi sepsis terbanyak adalah Acinetobacter baumannii(17,4%),Pseudomonas aeruginosa(13,0%),Klebsiella pneumoniadan Staphylococcus haemolyticus masing-masing sebesar (10,9%). Didapati kadar procalcitonin pada Gram gram negatif lebih tinggi daripada Gram positif, tetapi tidak bermakna denganp value0,159.

Dari penelitian ini, penulis menyimpulkan tidak adanya perbedaan bermakna kadar procalcitonin antara bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.

(48)

ABSTRACT

Sepsis is a condition where systemic inflammation response syndrome which is caused by invasion of bacteria, virus, fungi or paracites. In America, the incidence of post operation sepsis increased three times, from 0,3% to 0,9%. Sepsis could be diagnosed with some marker examination, such as procalcitonin, CRP, Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) and white blood count, with microorganism culture as gold standard.

The purpose of this research is to know the relationship between the rates of procalcitonin with type of bacteria causing sepsis. The type of this research is analytic. Data was collected at Medical Record Instalation RSUP H. Adam Malik from Januari to December year 2014 with 46 samples by total sampling technique. Based on the results, the highest sepsis incidence in men (58,7%) and in the 0-15 age group (50%). Caused by negative Gram (69,6%), positive Gram (30,3%). The most etiology were Acinetobacter baumannii (17,4%), Pseudomonas aeruginosa (13,0%), Klebsiella pneumonia and Staphylococcus haemolyticus equally as much as (10,9%). Was found procalcitonin rate of negative Gram is higher than positive Gram, but is not significant with p value 0,159.

Of this study, the author concluded that there is no significant difference of procalcitonin rates between negative Gram bacteria and positive Gram bacteria.

(49)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

KATA PENGANTAR... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Sepsis ... 4

(50)

2.1.4. Patogenesis ... 6

2.1.5. Manifestasi klinis ... 8

2.1.6. Diagnosis ... 9

2.1.7. Hasil pemeriksaan Laboratorium ... 10

2.2. Jenis Bakteri penyebab infeksi ... 11

2.2.1. Cara untuk membedakan jenis bakteri ... 11

2.2.2. Bakteri Gram positif ... 13

2.2.3. Bakteri Gram negatif ... 14

2.3. Procalcitonin ... 14

2.3.1. Biokimia dan patofisiologi ... 14

2.3.1.1. Biokimia ... 14

2.3.1.2. Mekanisme Induksi PCT ... 15

2.3.2. Stabilitas PCT ... 16

2.3.3. Metode pengukuran kadar PCT ... 16

2.3.4. Sifat induksi dan eleminasi PCT ... 17

2.3.5. Apa saja yang menyebabkan PCT meningkat ... 17

2.3.5.1. Infeksi bakteri dan sepsis ... 17

2.3.5.2. Peningkatan PCT dengan penyebab non-bakteri ... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 19

3.1. Kerangka konsep penelitian... 19

(51)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Jenis Penelitian... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.3.1. Populasi Penelitian... 20

4.3.2. Sampel Penelitian... 21

4.4. Teknik pengumpulan data... 21

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 23

5.1. Hasil Penelitian... 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………... 23

5.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian……… 23

5.1.3. Deskripsi Pasien Sepsis berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur……….. 24

5.1.4. Deskripsi Kuman Penyebab Sepsis………... 25

5.1.5. Deskripsi Pasien Sepsis Berdasarkan Pembagian Bakteri Gram Positif dan Negatif Terhadap Tingkat Kadar Procalcitonin……… 26

5.1.6. Deskripsi hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test.. 27

5.2. Pembahasan... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 29

6.1. Kesimpulan... 29

6.2. Saran... 29

(52)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Patogenesis hipotetik proses septik………. 7 Gambar 2.2. Gambar kokus gram positif dan basil gram negatif

pada pewarnaan Gram……….. 13

Gambar 2.3. Bentuk dari bakteri……… 14 Gambar 2.4. Induksi dan efek biologis dari PCT……… 16 Gambar 2.5. Perbandingan induksi dan waktu pengurangan PCT

(53)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Pasien Sepsis berdasarkan Jenis

Kelamin... 24 Tabel 5.2. Distribusi Pasien Sepsis berdasarkan Umur……... 24 Tabel 5.3. Distribusi kuman penyebab sepsis, berdasarkan

kelompok Gram positif dan Gram negatif………… 25 Tabel 5.4 Distribusi kuman penyebab sepsis terbanyak……... 25 Tabel 5.5 Distribusi Jumlah Tingkat Kadar Procalcitonin

(54)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Surat Persetujuan Komisi Etik

3. Surat Izin Penelitian di RSUP H. Adam Malik 4. Master Data

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi Pasien Sepsis berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.4 Distribusi Kuman Penyebab Sepsis terbanyak
Tabel 5.5 Distribusi Jumlah Tingkat Kadar Procalcitonin terhadap Jenis
Tabel 5.6 Hasil uji statistik dengan uji Mann-Whitney
+6

Referensi

Dokumen terkait

KEY WORDS: Mobile Laser Scanning, Point Cloud, Pavement Crack, Automated Detection, Urban

Tabel L1.1 dibawah menujukkan data massa batang dengan menggunakan Metode.

Hanya saja, pola proses pembelajaran ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk me- munculkan rasa percaya dalam kehidupan komunitas Samin kepada orang lain sehingga

Telah dilakukan penelitian “ Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Alumina dengan Aditif Glass Bead”. Riset dilakukan dengan menggunakan dua buah jenis bahan yaitu alumina

ULP Biddokkes Polda Bali akan melaksanakan Pelelangan Sederhana Sistem Kontrak Harga Satuan dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan jasa lainnya

Penulis mencoba untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada pola antrian loket dengan menggunakan teori prediksi nilai regresi linier sederhana dengan SIMAN. Setelah

Tidak terdapat penyedia yang meminta penjelasan terhadap dokumen pengadaan paket pekerjaan Pemeliharaan Ranmor Roda 4 Opsnal Polres Tabanan Tahun Anggaran 2017 yang telah di

KEPADA PESERTA PELELANGAN YANG KEBERATAN, DIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK MENYAMPAIKAN SANGGAHAN KHUSUSNYA MENGENAI KETENTUAN DAN PROSEDUR YANG TELAH DITENTUKAN DALAM