Lampiran 1
FORMULIR IDENTITAS RESPONDEN
Tanggal :
Hari ke :
Nama Responden :
Tanggal lahir :
Umur :
Berat Badan :
FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM
Waktu Makan Nama Masakan
Bahan Makanan
Jenis
Banyaknya
URT Gram
Kemaren Pagi
Sarapan
06.00-07.00 WIB
07.00-08.00 WIB
08.00-09.00 WIB
09.00-10.00 WIB
Selingan pagi
10.00-11.00 WIB
11.00-12.00 WIB
Makan siang
12.00-13.00 WIB
82
14.00-15.00 WIB
Selingan sore
15.00-16.00 WIB
16.00-17.00 WIB
17.00-18.00 WIB
Makan malam
19.00-20.00 WIB
20.00-21.00 WIB
21.00-22.00 WIB
22.00-23.00 WIB
Hari ini
07.00-08.00 WIB
27 1 15 1 42 158 16,8 2 2769,25 130,32 3 351,15 120,26 3 80,4 116,52 3 95,05 111,56 3 4,75 15,83 2 28 2 15 3 75 155 31,2 4 4291,25 173,38 3 350,05 102,96 2 198,45 275,63 3 180,6 181,33 3 3,7 10,57 4 29 1 16 2 46 167 16,5 2 2189,25 103,45 2 256,15 87,72 2 65,25 110,59 3 87,95 103,23 2 3,6 12 2 30 2 16 4 50 175 16,3 2 3129,5 116,99 3 482,28 131,05 3 110,89 168,01 3 82,29 83,6 2 3,9 10,54 6 31 2 15 3 68 154 28,7 4 3975,5 139,18 3 424,9 117,43 3 128,93 186,85 3 117,55 137,96 3 2,3 6,57 4 32 1 16 2 49 157 19,9 3 2650,9 124,75 3 272,85 93,44 2 133,2 225,76 3 146,15 171,54 3 5,5 18,33 2 33 1 16 2 69 155 28,7 4 3207,52 108,33 2 281,42 96,38 2 103,76 175,86 3 99,78 117,11 3 1,2 4 2 34 1 16 2 42 160 16,4 2 2781,2 130,88 3 275,2 94,25 2 105,35 178,56 3 144,55 169,66 3 4,8 16 2 35 1 15 1 43 153 18,4 3 3696,75 173,96 3 449,35 153,89 3 154,45 223,84 3 144,1 163,89 3 2,25 7,5 2 36 2 16 3 64 168 22,7 3 2065,5 77,21 1 67,34 18,3 1 78,41 118,8 3 283,36 265,31 3 13,84 37,41 5 37 2 17 4 74 160 28,9 4 3961,1 110,69 3 425,4 115,59 3 131,2 198,78 3 85,1 79,68 1 14,8 40 5 38 1 15 1 46 166 16,7 2 2296,65 108,08 2 92 31,51 1 112,3 162,75 3 264,6 310,56 3 3,5 11,67 2 39 1 16 2 46 154 19,4 3 1419,95 66,82 1 296,25 101,46 2 62,25 105,51 2 91,3 107,16 2 8,45 28,17 1 40 2 16 4 79 153 33,7 4 3632 135,78 3 311 84,51 2 107,2 162,42 3 227,7 213,2 3 4,85 13,11 6 41 1 15 1 46 165 16,9 2 2871,55 107,35 2 379 102,99 2 106,75 161,74 3 106,35 99,58 2 6,2 20,67 2
42 1 15 1 45 166 16,3 2 1950,45 138,84 3 25,3 77,16 1 136 197,1 3 190,33 223,39 3 6 20 2
43 1 15 1 68 155 28,3 4 3751,25 129,47 3 272,59 93,35 2 188,9 273,77 3 124,97 146,68 3 5,25 17,5 2 44 2 16 4 53 157 21,5 3 2209,5 82,6 1 601 163,32 3 402,2 609,39 3 334,05 312,78 3 5,65 15,27 6 45 1 15 1 69 155 28,7 4 3580,5 74,38 1 122,05 41,8 1 78,6 113,91 3 78,25 91,84 2 6,4 21,33 2 46 1 15 1 42 158 16,8 2 4051,3 190,65 3 473,6 162,19 3 165,76 240,22 3 176,14 206,73 3 7,8 26 2 47 2 16 4 70 154 29,5 4 3702,75 138,42 3 199,66 54,26 1 390,45 591,58 3 141,84 132,81 3 10,5 28,38 6 48 1 16 2 69 153 29,5 4 3777,5 130,71 3 489,07 167,49 3 121,21 205,43 3 127,04 149,11 3 5,75 19,17 2 49 2 15 3 81 170 28 4 3793,45 72,46 1 236,72 69,62 1 180,44 250,61 3 194,92 195,7 3 4,56 13,03 4 50 1 15 1 67 152 29 4 3571,5 73,95 1 197,38 67,6 1 40,43 58,59 1 87,19 102,33 2 4,6 15,33 2
81 2 15 3 75 164 27,9 4 3461,2 59,04 1 152,77 44,93 1 48,51 67,38 1 72,89 73,18 3 14,2 40,57 3 82 2 14 3 70 155 29,1 4 3890,7 76,39 1 196,65 57,84 1 70,1 97,36 2 95,25 95,63 2 5,53 15,8 4
83 2 15 3 44 163 16,6 2 1980,25 80 2 233,35 68,6 1 54,1 75,1 1 85,4 85,7 2 13,56 38,74 3
Lampiran 3
OUTPUT
Jenis Kelamin Responden * Umur Responden Crosstabulation
Umur Responden Total
laki-laki % within Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Responden * Status Gizi Crosstabulation
Status Gizi Total
Jenis Kelamin Responden * Asupan Energi Kategori Crosstabulation
Asupan Energi Kategori Total kurang
laki-laki % within Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Responden * Asupan Karbohidrat Kategori Crosstabulation
Asupan Karbohidrat Kategori
90
Jenis Kelamin Responden * Asupan protein Kategori Crosstabulation
Asupan protein Kategori Total
kurang
laki-laki % within Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Responden * Asupan lemak Kategori Crosstabulation
Asupan lemak Kategori
Jenis Kelamin Responden * Asupan serat Kategori Crosstabulation
Status Gizi * Asupan Energi Kategori Crosstabulation
Asupan Energi Kategori
normal % within Status
92
Status Gizi * Asupan Energi Kategori Crosstabulation
Asupan Energi Kategori Total
kurang baik Lebih
normal % within Status
Gizi 58,8% 32,4% 8,8% 100,0%
Status Gizi * Asupan protein Kategori Crosstabulation
Asupan protein Kategori
normal % within Status
Status Gizi * Asupan lemak Kategori Crosstabulation
normal % within Status
Gizi 44,1% 38,2% 17,6% 100,0%
Status Gizi * Asupan serat Kategori Crosstabulation
Lampiran 4
Dokumentasi Penelitian
96
Gambar 2. Menunjukkan Food Model pada siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Wulan, Jus’at Idrus, Mulyani Yudhya Erry, Kuswari Murry. 2015. Asupan
Zat Makro Dan Serat Menurut Status Gizi Anak Usia 6-12 Tahun di Pulau Sulawesi. J. Gizi Pangan. Volume X No. 1 Tahun 2015. diakses 17 juli 2016;
journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/download/9314/7300
Ananda, Yuki. 2012. Konsumsi Serat makanan Pada Murid-Murid Sekolah
Dasar. Komunitas Fakultas Kedokteran USU. Medan
Astawan, Made. 2009. Panduan Karbohidrat Terlengkap. Dian Rakyat. Jakarta
Awaliyah Tuty, Sugeng Wiyono, Mury Kuswari. 2015. Status Gizi, Asupan Zat
Gizi Makro Serta Serat, Dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Anak Sekolah Dasar Kelas V Usia (10-12 Tahun) di SDN Talaga 2 Cikupa Tangerang. Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015. diakses 28 September 2016;
ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Nutrire/article/download/1275/1167
Bahabol M. 2013. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Anak Sekolah
Dasar (Studi Kasus Siswa SD Kelas V kecamatan Dekai Suku Momuna Kabupaten Yahukimo) Provinsi Papua [Tugas Akhir]. FK Universitas Brawijaya. Malang
Baiti, Alfi Nur. 2015. Hubungan Pengetahuan Tingkat Konsumsi Serat dengan
Status Gizi Remaja Putri di SKM Batik 2 Surakarta. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015. 29 September 2016;
eprints.ums.ac.id/37827/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
Cakrawati dan Mustika NH, Dewi. (2012). Bahan Pangan, Gizi, Dan Kesehatan.
Bandung. Jakarta
Dieny, Fillah F. 2014. Permasalahan Gizi pada Remaja Putri. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Dongongan, Siti Nuraini 2015. Kecukupan Energi dan Protein Serta Status Gizi
Fandania, E, D. 2011. Hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku Tentang Serat
Gizi dengan Status Gizi pada siswa siswi kelas V dan VI Murid Sekolah Dasar Kebon Pala Pagi Jakarta Timur Tahun ajaran 2010-2011. Skripsi. Universitas Pembangunan “veteran”. Jakarta.
Fitrah, Annisa dan Achadi, Endang L. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro
dan Serat dengan Kejadian Obesitas pada Penduduk Usia > 18 Tahun di provinsi Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). Jurnal FKM UI 2013. diakses 28 September 2016;
lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S47237-Annisa%20Fitrah
Harahap, Juliandi, dkk. 2010. Pengetahuan Mahasiswa Kedokteran Tentang Serat
Makanan dan Perilaku Konsumsi Serat Makanan. Jurnal FK USU. diakses 27 September 2016;
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31564/7/Cover.pdf
Hasdianah, dkk. 2014. Gizi, Pemantapan Gizi, Diet, dan Obesitas. Nuha Medika.
Yogyakarta
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31564/7/Cover.pdf
Hayani, Fitri. 2014. Hubungan Pola Makan dan Asupan Serat dengan Status Gizi
Pada siswa di SMP N 34 Medan. Skripsi FKM USU 2014. diakses 9 Oktober 2016;
Iriato, Koes 2014. Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Alfabeta.
Bandung
Jumirah, Lubis, Zulhaida dan Aritonang, Evawany. 2008. Status Gizi Tingkat
Kecukupan Energi dan Protein anak Sekolah Dasar di Desa Namo Gajah, Kecamatan Medan Tuntungan. diakses 9 Oktober 2016;
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../ikm-jun2008-12%20
Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor : 1995/Menkes/ SK/ XII/
78
Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA. Direktorat Bina Gizi. Jakarta
Lameshow, S. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. PT Gajah Mana
University Press .Yogyakarta
Makaryani, RY. 2013. Hubungan Pola Komsumsi Serat dengan Kejadian
Oveweight pada Remaja Putri SMA Batik 1 Surakarta. diakses 22 juni 2016; eprints.ums.ac.id/27247/26/02_NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Mann, Jim dan Truswell, A. Stewart. 2012. Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Mitayani. 2010. Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta
Notoadmodjo, Sukidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta.
Jakarta
Nugraha, G. I. 2009. Etiologi dan Patofisiologi Obesitas. Obesitas Permasalahan
dan Terapi Praktis. Sagung Seto. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang
Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi X. Jakarta
Proverawati, Atikah . 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Medical Bok. Nuha Medika. Yogyakarta
Rahmayanti N. 2013. Hubungan Status Ekonomi, Asupan Energi dan Protein
Terhadap Status Gizi Anak Usia 6-12 Tahun di Pulau Sulawesi. Skripsi Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Esa Unggul. Jakarta
Riskesdas. 2013. Badan Pnelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kemenkes RI.
Jakarta
Sasmito, Dwi Pramono. 2015. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro ( karbohidrat,
protein, lemak) dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun Di Provinsi DKI Jakarta ( Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010). Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015. diakses 28 September
2016;
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Alfabeta.
Bandung
Syukriawati R. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi FK dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Utari, Dwi Lintang. 2016. Gambaran Status Gizi dan Asupan Zat Gizi pada siswa
Sekolah Dasar Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai. JOM FK Volume 3 No. 1 Februari 2016. diakses 29 September 2016;
om.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/article/download/9244/89091 Feb
2016 -SEKOLAH DASAR KECAMATAN SUNGAI SEMBILAN KOTA
DUMAI. Lintang Dwi. JOM FK Volume 3 N
Waruis Atika, Punuh Maureen I, Kapantow Nova H. 2015. Hubungan Antara
Asupan Energi dan Zat Gizi Mako dengan Status Gizi pada Pelajar di SMP Negeri 13 Kota Manado. Jurnal Ilmiah-UNSRAT vol.4 No. 4 November 2015. diakses 29 September 2016;
journal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/download/.../9822 Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2004. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta
Yulni. 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi Pada Anak
Sekolah Dasar Di Wilayah pesisir kota akassar tahun 2013. Skripsi FKM UNHAS. diakses tanggal 20 Juli 2016;
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5823/jurnal%20
mkmi%20yulni.pdf?sequence=1
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../ikm-jun2008-12%20
Yani, S, dkk. 2013. Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan Dengan
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui asupan energi, karbohidrat, protein, lemak dan serat
serta status gizi pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan tahun 2016.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan di jalan
Williem Iskandar no.7B Medan Tembung. Alasan pemilihan lokasi ini karena
Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan merupakan salah satu sekolah di kota
Medan dengan tingkat sosial ekonomi siswa rata-rata menengah ke atas. Dilihat
dari ketersediaan jajanan di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan yang
menyediakan jajanan yang tinggi kalori dan rendah serat, sehingga mereka lebih
sering mengkonsumsi makanan tersebut.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa yang terdaftar di sekolah
Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan. Pemilihan populasi ditentukan dengan alasan
bahwa pada siswa kelas tersebut dipastikan sudah mampu berkomunikasi dengan
Adapun jumlah siswa kelas X dan XI di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri
1 Medan sebagai berikut :
a) Kelas X : 639 siswa
b) Kelas XI : 560 siswa
Maka seluruh populasi untuk siswa sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1
Medan adalah 1199 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah Stratified Random Sampling.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan kelas XI di Sekolah
Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan di tahun 2016. Hal ini dilaksanakan karena
pada saat pengumpulan data siswa kelas XII harus mempersiapkan diri untuk
pelaksanaan Ujian Akhir Nasional. Besar sampel ditentukan dengan
menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2010).
n = �
1+�(�)2
Keterangan : N : Besar populasi (1199 orang) n : Besar sampel
d : Tingkat penyimpangan yang bisa ditolerir 10% (0,1)
n = 1199
1+1199(0,1)2
=1199 12,99 = 92 orang
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus di atas, maka jumlah
sampel penelitian berjumlah 92 orang responden. Pegambilan sampel dilakukan
46
dilakukan secara undian, dikarenakan seluruh kelas berjumlah 28 kelas yaitu kelas
X berjumlah 14 kelas dan kelas XI berjumlah 14 kelas, maka hasilnyakelas X
menjadi 5 kelas yang terpilih adalah kelas X-1, X-5, X-9, X-12, X-13, dan kelas
XI menjadi 5 kelas yang terpilh adalah kelas XI-A3, XI-A4, XI-A7, XI-A8, XI-B.
Masing-masing responden dipilih secara acak dengan menggunakan absen. Maka
terpilihlah responden sebanyak 100 orang maksimal agar perhitungan responden
setiap kelas dapat diambil secara merata.
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Setiap Kelas
Kelas Jumlah Siswa Jumlah Sampel
X-1 46 10
a. Mekanisme pengumpulan data primer, sebagai berikut:
1. Pengumpulan data primer dilakukan setelah mendapat izin dari pihak sekolah.
2. Siswa dikumpulkan di suatu ruangan.
3. Peneliti memberikan penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan pada siswa.
4. Selanjutnya peneliti memberikan formulir food recall 24 jam.
5. Kemudian siswa diberi waktu 90 menit untuk mengisi formulir food recall 24
6. Setelah itu secara bergantian peneliti mengukur berat badan dan tinggi badan .
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak sekolah untuk
mendapatkan informasi tentang jumlah siswa kelas X dan XI, fasilitas sekolah,
kegiatan siswa serta gambaran sekolah mengenai Madrasah Aliyah Negeri 1
Medan.
3.4.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa :
1. Formulir food recall 24 jam yang berisi waktu apa saja yang mereka makan
mulai dari kemaren Pagi dari bangun tidur sampai mau tidur hari ini.
2. Timbangan badan manual untuk mengukur berat badan.
3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan.
3.5 Defenisi Operasional
1. Siswa sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan adalah anak sekolah yang
terdaftar sebagai peserta kegiatan belajar di Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan.
2. Asupan zat gizi makro adalah rata-rata jumlah energi, karbohidrat, protein,
lemak, yang dikonsumsi oleh siswa diperoleh dari makanan dan minuman
selama sehari yang disesuaikan dengan Angka kecukupan Gizi (AKG) 2013.
3. Konsumsi serat adalah rata-rata jumlah serat yang dikonsumsi oleh siswa
diperoleh dari makanan dan minuman selama sehari yang disesuaikan dengan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013.
4. Status gizi adalah hasil gambaran fisik yang diukur untuk menentukan
perhitungan berat badan dalam kilogram dengan menggunakan timbangan
48
umur dibagi dengan tinggi badan dalam meter dikuadratkan dengan
menggunakan microtoise kemudian hasil tersebut diukur melalui Indeks Massa
Tubuh (IMT) menurut umur. Selanjutnya hasil gambaran fisik tersebut
ditentukan berdasarkan indeks antropometri sesuai dengan jenis kelamin.
3.6 Aspek Pengukuran .
1. Asupan energi diukur dengan menggunakan metode food recall dengan cara
metode food recall 24 jam sebanyak 2 kali pengukuran kemudian asupan
energi dihitung menggunakan rumus berikut :
Asupan Energi = konsumsi siswa (gram )
100 x kandungan energi makanan menurut
DKBM atau NutriSurvey Setelah asupan energi didapatkan kemudian hitung tingkat konsumsi gizi
sebagai berikut:
Tingkat Konsumsi Gizi Energi = ����� ������ ������
����� ��������� ����x 100%
2. Asupan karbohidrat diukur dengan menggunakan metode food recall dengan
cara metode food recall 24 jam sebanyak 2 kali pengukuran kemudian asupan
karbohidrat dihitung menggunakan rumus berikut :
Asupan Karbohidrat = konsumsi siswa (gram )
100 x kandungan karbohidrat
makanan menurut DKBM atau NutriSurvey
Setelah asupan karbohidrat didapatkan kemudian hitung tingkat konsumsi gizi
sebagai berikut:
Tingkat Konsumsi Gizi Karbohidrat = ����� ������ ����� ℎ�����
3. Asupan protein diukur dengan menggunakan metode food recall dengan cara
metode food recall 24 jam sebanyak 2 kali pengukuran kemudian asupan
protein dihitung menggunakan rumus berikut :
Asupan Protei = konsumsi siswa (gram )
100 x kandungan protein makanan menurut
DKBM atau NutriSurvey Setelah asupan protein didapatkan kemudian hitung tingkat konsumsi gizi
sebagai berikut:
Tingkat Konsumsi Gizi Protein = ����� ������ �������
����� ��������� ����x 100%
4. Asupan lemak diukur dengan menggunakan metode food recall dengan cara
metode food recall 24 jam sebanyak 2 kali pengukuran kemudian asupan
lemak dihitung menggunakan rumus berikut :
Asupan Lemak = konsumsi siswa (gram )
100 x kandungan lemak makanan
menurut DKBM atau NutriSurvey Setelah asupan lemak didapatkan kemudian hitung tingkat konsumsi gizi
sebagai berikut:
Tingkat Konsumsi Gizi Lemak = ����� ������ �����
����� ��������� ����x 100%
5. Asupan serat diukur dengan menggunakan metode food recall dengan cara
metode food recall 24 jam sebanyak 2 kali pengukuran kemudian asupan serat
dihitung menggunakan rumus berikut :
Asupan Serat = konsumsi siswa (gram )
100 x kandungan serat makanan menurut
DKBM atau NutriSurvey
Setelah asupan serat didapatkan kemudian hitung tingkat konsumsi gizi sebagai
berikut:
50
5. Status gizi diukur menggunakan aplikasi WHO AnthroPlus yang diolah dari
data berat badan, tinggi badan dan umur, kemudian hasil IMT tersebut
disesuaikan dengan menggunakan Standar Antropometri.
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG), 2004
Tabel 3.3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan IMT/U Anak Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia 2010
3.7 Analisa Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif. Masing- masing variabel yaitu
variabel independen (asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan serat) dan
No Variabel Kategori Skala
Status Gizi Berdasarkan IMT/U Ambang Batas (Z-score)
variabel dependen (status gizi siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan) disajikan
dalam tabel IMT/U kemudian dianalisa dengan menggunakan distribusi frekuensi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan berada di jalan Williem
Iskandar no.7B Kecamatan Medan Tembung. Sekolah MAN 1 berdiri sejak tahun
1979 dan memiliki guru sebanyak 111 orang, pegawai 31 orang dan memiliki
siswa sebanyak 1585 orang siswa yang di dukung dengan ruang belajar lainnya
yang terdiri dari perpustakaan, laboratorium kimia, laboratorium bahasa,
laboratorium komputer,laboratorium fisika, laboratorium biologi, dan mushollah.
Ruang kantor terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, dan
ruang tamu. Ruang penunjang terdiri dari gudang, kamar mandi/ WC guru, kamar
mandi/WC siswa, ruang BK, ruang keterampilan busana, UKS, ruang paskibra,
ruang pramuka, ruang drum band, ruang teater dan ruang OSIS. Sekolah MAN 1
Medan juga memiliki jenis bangunan permanen bertingkat lantai 2 dan luas tanah
sebesar 4.704 m2. Kemudian sekolah ini memiliki kepala sekolah yang bernama
pak H. Ali Masran Daulay, S pd, MA .
4.2 Analisis Data
4.2.1 Jenis Kelamin dan Umur siswa
Jenis kelamin siswa yaitu laki-laki dan perempuan da umur siswa dibagi
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Siswa di MAN 1 Medan Tahun 2016
Siswa berjenis kelamin perempuan sebanyak 61 orang dengan persentase
100%, kemudian siswa berjenis laki-laki sebanyak 39 orang dengan persentase
100%.
4.2.2 Status Gizi
Penelitian yang dilakukan terhadap 100 siswa pada kelas 10 dan kelas 11
di SMA Madrasah Aliyah Negeri1 Medan berdasarkan hasil pengukuran tinggi
dan berat badan yang telah dikumpulkan dan dianalisa dengan menggunakan
Indeks Massa Tubuh (IMT), maka diperoleh distribusi Status Gizi. Data
selengkapnya dilihat pada tabel 4.2.
Jenis Kelamin
Umur responden Total
14 Tahun 15 Tahun 16 Tahun 17 Tahun
n % n % n % n % n %
Perempuan 10 16,4 35 57,4 14 23,0 2 3,3 61 100
53
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Siswa di MAN 1 Medan Tahun 2016
Status gizi siswa berdasarkan IMT/U sebagian besar adalah kategori
gemuk yaitu sebanyak 46%, kategori tidak jauh berbeda dengan normal sebanyak
34%, sedangkan kategori sebanyak kurus 20% , dan tidak ada yang memiliki
kategori status gizi sangat kurus dan obesitas.
4.2.3 Kecukupan Zat Gizi Makro
Penelitian terhadap 100 siswa di SMA MAN 1 Medan diperoleh distribusi
frekuensi siswa berdasarkan Kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak.
Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kecukupan Energi Siswa MAN 1 Medan Tahun 2016
Kurang Baik Lebih Jumlah
n % N % n % n %
Perempu
Frekuensi kecukupan energi pada siswa yang paling banyak adalah
kategori kurang sebanyak 45%, hal ini tidak jauh beda dengan kecukupan baik
yaitu 25%dan lebih yaitu 30%.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kecukupan Karbohidrat Siswa MAN 1 Medan Tahun 2016
JenisKelamin dan Umur
Kecukupan Karbohidrat
Kurang Baik Lebih Jumlah
n % n % n % n %
Perempuan 24 39,3 23 37,7 14 23,0 61 100 Laki-laki 23 59,0 7 17,9 9 23,1 39 100
Frekuensi kecukupan karbohidrat pada siswa yang paling banyak adalah
kategori kurang sebanyak 47%, hal ini tidak jauh beda dengan kecukupan baik
yaitu 30% dan lebih yaitu 23%.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kecukupan Protein Siswa MAN 1 Medan Tahun 2016
JenisKel amin dan
Umur
Kecukupan Protein
Kurang Baik Lebih Jumlah
n % n % n % n %
Perempuan
17 27,9 1
6 26,2 28 45,9 61 100 Laki-laki 12 30,8 6 15,4 21 53,8 39 100
Frekuensi kecukupan protein pada siswa yang paling banyak adalah
kategori lebih sebanyak 49%, hal ini tidak jauh beda dengan kecukupan baik yaitu
55
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kecukupan Lemak MAN 1 Siswa Medan Tahun 2016
Frekuensi kecukupan lemak pada siswa yang paling banyak adalah
kategori lebih sebanyak 42%, hal ini tidak jauh beda dengan kecukupan baik
yaitu 24% dan kurang yaitu 34%.
4.2.3 Kecukupan Serat
Penelitian terhadap 100 siswa di SMA MAN 1 Medan di peroleh distribusi
proporsi siswa berdasarkan kecukupan serat. Data selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.7
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Serat MAN 1 Siswa Medan Tahun 2016
Frekuensi kecukupan serat pada siswa yang paling banyak adalah kategori
kurang sebanyak 73%, hal ini jauh beda dengan kecukupan baik sebanyak 27%
4.3 Gambaran Status Gizi dan Kecukupan Gizi
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Gizi
57
Pada asupan zat gizi makro yaitu kecukupan energi yang paling banyak
kurang dari batas tingkat konsumsi energi, tetapi siswa berada dalam kategori
status gizi gemuk. Kemudian kecukupan karbohidrat paling banyak kurang dari
batas tingkat konsumsi karbohidrat, tetapi siswa berada dalam kategori status gizi
gemuk.Setelah itu kecukupan protein paling banyak lebih dari batas tingkat
konsumsi protein, siswa berada dalam kategori status gizi kurus dan gemuk. Dan
kecukupan lemak paling banyak lebih dari batas tingkat konsumsi lemak, siswa
berada dalam kategori status gizi kurus dan gemuk. Sedangkan kecukupan serat
paling banyak kurang batas tingkat konsumsi serat, siswa berada dalam kategori
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Status Gizi Siswa
Status gizi merupakan keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh
manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya laren menyatakan bahwa
status gizi yang masuk dalam tubuhmanusia dan pengunaannya (Irianto, 2014).
Status gizi merupakan keadaan yang ditentukan oleh derajat kebutuhan
fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan yang
dampak fisiknya dapat diukur. Status gizi dibedakan menjadi status gizi kurang,
status gizi baik dan status gizi lebih. Berdasarkan pola konsumsi makan yang
tidak sama dan dipengaruhi oleh banyak hal akan menimbulkan perbedaan asupan
energi yang diterima. Kebutuhan gizi setiap orang berbeda tergantung jenis
kelamin, usia dan kondisi tubuh (Mann dan Truswell, 2012)
Status gizi yang baik adalah keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
sebagai status kesehatan yang dihasilan oleh keseimbangan antar kebutuhan dan
masukan nutrien. Tidak hanya makanan, tetapi status gizi juga perlu dipatau.
Walaupun sudah mendapatkan asupan gizi yang cukup. Tetapi jika dilakukan
pemantauan pada status gizinya, bukan tidak mungkin akan terjadi malnutrisi
ataupun obesitas yang tidak disadari oleh individu (Irianto, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian dari 100 orang siswa mengenai status gizi
IMT/U paling banyak adalah kategori gemuk berjumlah 46%. Siswa dengan status
59
sebanyak 34%. Sedangkan status gizi sangat kurus dan obesitas tidak dijumpai.
Dari penelitian ini diketahui bahwa siswa pada kategori gemuk. Hal ini
dikarenakan kecukupan lemak dan protein yang berlebih. Selain itu dari beberapa
siswa juga terdapat status gizi dengan kategori kurus. Hal ini dikarenakan
kecukupan serat, energi dan karbohidrat kurang. Alasan terjadinya hal tersebut
disebabkan oleh fakor kebiasaan makan yang suka melakukan diet dan puasa.
Oleh karena itu status gizi siswa menjadi tidak seimbang. Maka berdasarkan hasil
distribusi frekuensi bahwa siswa MAN 1 Medan memiliki status gizi yang sangat
gemuk.
Anak sekolah pada umumnya berada dalam masa pertumbuhan yang sangat
cepat dan aktif. Untuk memastikan kecukupan gizi anak perlu dilakukan
pengaturan makanan yang bergizi baik, seimbang dan beraneka ragam jenis. Pada
anak usia remaja konsumsi makanan lebih diperhatikan, karena apa yang biasa
mereka makan akan berdampak pada usia dewasanya nanti seperti penyakit
kurang energi kronik, kekurangan kalsium ,maupun obesitas, akan berdampak
pada penyakit degeneratif (Mann dan Truswell, 2012).
Menurut Irianto (2013), remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik
cenderung untuk mengalami kelebihan berat badan. Selain itu, obesitas juga bisa
merupakan kelanjutan karena saat bayi tidak mengonsumsi air susu ibu (ASI)
melainkan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi sehingga anak
akan mengalami kelebihan berat badan yang berlanjut sampai remaja dan juga
didukung dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan kurang sehat seperti fast
bahwa kegemukan juga bisa terjadi karena tubuh cenderung untuk menyimpan
makanan lebih lama, artinya proses metabolisme tubuh berjalan lambat. Selain itu
daya serap tubuh terhadap makanan pada setiap orang juga berbeda.
5.2 Kecukupan Zat Gizi Makro Siswa
Zat gizi makro merupakan zat yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar.
Zat ini digunakan untuk membentuk dan memelihara jaringan sel-sel tubuh,
sebagai sumber tenaga agar bisa beraktivitas dan sebagai zat pegatur sistem
didalam tubuh. Zat gizi yang termasuk dalam kelompok zat gizi makro adalah
energi, karbohidrat, protein dan lemak (Irianto, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian dari 100 orang siswa mengenai kecukupan
energi, didapatkan bahwa paling dominan siswa yang mengalami kecukupan
energi kurang dengan persentase sebanyak 44%, kemudian siswa yang mengalami
kecukupan energi baik dengan persentase 27%.
Pemberian makanan yang mengandung energi yang melebihi kecukupan
akan disimpan sebagai cadangan di dalam berbentuk lemak jika terus menerus
tersimpan akan menyebabkan gizi lebih hingga obesitas.. Akan tetapi jika tubuh
kita kekurangan energi akan mempengaruhi psikologis kita yaitu akan mengalami
emosi yang tidak stabil, mudah tertekan dan mudah marah. Kemudian efek yang
buruk bagi tubuh akan terasa lemas sehingga sistem imun menurun dan artinya
virus dan bakteri dengan mudah menyerang tubuh kita (Mann dan Truswell 2012).
Sejalan dengan penelitian Fitrah dan Achadi (2013) mengenai hubungan
zat gizi makro dengan serat kejadian obesitas pada penduduk usia >18 Tahun
61
memiliki proporsi asupan energi (26,7%) prevalensi obesitas lebih banyak
dijumpai pada responden dengan asupan energi yang berlebih. Di Sumatera Barat,
terlihat perbedaan proporsi kejadian obesitas pada tingkat asupan energi berelebih,
akan tetapi secara statistik tidak menunjukkan adanya kebermaknaan.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Jumirah, Lubis dan Aritonang
(2008) mengatakan bahwa tabulasi silang antara tingkat konsumsi energi dan
status gizi menunjukkan bahwa anak yang status gizinya buruk berdasarkan BB/U
(hanya 1 orang) mempunyai tingkat konsumsi energi yang kurang. Sementara
anak yang berada pada status gizi baik (65 orang) terdapat 27,7% yang
mempunyai konsumsi energi defisit dan 13,9% konsumsi energi kurang. Hal ini
menunjukkan bahwa anak-anak yang berada pada keadaaan gizi baik saat ini
mempunyai risiko untuk mengalami penurunan status gizi menuju gizi kurang dan
buruk bila tidak diperhatikan konsumsi makanan mereka.
Sumber energi berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Asupan energi
ideal harus mengandung cukup energi dan semua zat esensial sesuai kebutuhan
sehari-hari. Distribusi energi dalam keseimbangan diet (balance diet) makanan
anak adalah 50% berasal dari karbohidrat, 35% dari lemak. Dan 15% dari protein.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Utari (2016) mengenai
gambaran status gizi dan asupan zat gizi pada siswa sekolah dasar Kecamatan
Sungai Sembilan Kota Dumai mengatakan bahwa didapatkan responden dengan
asupan energi kurang sebanyak 45,5%. Hal ini menunjukkan bahwa rerata asupan
energi anak usia sekolah kurang dari AKG. Apabila konsumsi energi kurang pada
maka status gizi siswa tidak terpenuhi akibat dari asupan energi kurang yang
masuk kedalam tubuh.
Karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari,
terutama bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hati, serta
karbohidrat dalam bentuk laktosa dapat dijumpai pada susu. Fungsi utama
karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Karbohidrat merupakan
sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia, karena banyak di dapat di
alam dan harganya relatif murah (Proverawati, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian dari 100 orang siswa mengenai kecukupan
kabohidrat, didapatkan bahwa paling dominan siswa yang mengalami kecukupan
karbohidrat kurang dengan persentase sebanyak 47%, kemudian siswa yang
mengalami kecukupan karbohidrat baik dengan persentase 27%.
Ada satu hal yang harus kita patuhi yaitu menjaga keseimbangan asupan
karbohidrat yang terdapat pada tubuh kita. Jadi, jangan sampai salah satu
berlebihan atau kekurangan. Jika kita merasa tubuh kita sangat lemas, pusing, dan
sering lelah itu tandanya anda kekurangan karbohidrat. Efek yang buruk jika
seseorang mengalami asupan karbohidrat kurang adalah sering merasa
kebingungan, kemudian tremor, stamina berkurang dan parahnya lagi akan
mengalami hipoglikemia yaitu rendahnya gula darah dalam tubuh. Akan tetapi
jika anda mengalami kelebihan karbohidrat anda akan mengalami diabetes
penyakit jantung dan darah tinggi. Jadi mulai sekarang perhatikanlah asupan
63
perbanyaklah mendapatkan karbohidrat dengan mengonsumsi buah-buahan
(Irianto, 2014).
Sejalan dengan penelitian Waruis, dkk (2015) mengenai hubungan asupan
energi dan zat gizi makro dengan status gizi pada pelajar SMP 13 Kota Manado
mengatakan bahwa dengan nilai p sebesar 1,00 (p > 0,05) sehingga dikatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi pada
pelajar di SMP Negeri 13 Manado. Remaja mempunyai kebutuhan nutrisi yang
spesial, karena pada saat tersebut terjadi pertumbuhan yang pesat dan terjadi
perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan timbulnya pubertas.
Perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi kebutuhan, absorbsi, serta cara
penggunaan zat gizi. Pertumbuhan yang pesat dan masa pubertas pada masa
remaja tergantung pada berat dan komposisi tubuh seseorang. Hal ini
menunjukkan bahwa status gizi memegang peranan penting dalam menentukan
status kematangan fisiologis seseorang. Status gizi dibawah normal atau adanya
penyakit kronis dapat menghambat pubertas (Proverawati, 2011).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Alawiyah (2015)
menunjukkan bahwa status gizi, asupan zat gizi makro serta serat dan aktifitas
fisik dengan kebugaran anak sekolah dasar dengan variabel umur, status gizi,
asupan protein, asupan karbohidrat, asupan serat, dan aktifitas fisik, tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan kebugaran dengan nilai p >0,05.
Kemudian jenis kelamin, asupan energi, dan asupan lemak memiliki hubungan
yang signifikan dengan kebugaran anak sekolah dasar kelas V usia (10-12 tahun
Penelitian ini juga tidak sejalan penelitian Sasmito (2015) mengatakan
bahwa asupan zat gizi makro dengan kejadian obesitas pada remaja umur 13-15
tahun diperoleh rata-rata asupan karbohidrat pada remaja sebanyak 168.74 gram
pada ± 67.658 gram dari total sampel 217 orang. Keadaan gizi yang baik dapat
dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein,
dan zat gizi mikro. Hal tersebut dapat ditempuh dengan penyajian hidangan
bervariasi dan kombinasi. Anak-anak butuh makanan untuk pertumbuhan,
perkembangan fisik dan psikologisnya dan tentunya pula sebagai penghasil energi
untuk kegiatan fisik (Bahabol, 2013).
Adapun penelitian ini sejalan dengan penelitian Agustina, dkk (2015)
mengenai asupan zat gizi makro menurut status gizi anak usia 6-12 tahun
mengatakan bahwa rata-rata asupan karbohidrat pada anak usia 6-12 tahun adalah
157,45 g/hari, standar deviasi 58,01 gram. Terdapat perbedaan asupan protein
berdasarkan status gizi anak di Pulau Sulawesi (p>0,05).
Menurut Irianto (2014) untuk mendapatkan keseimbangan asupan
karbohidrat, maka anda harus memperhatikan keseimbangan gula. Gula dalam
tubuh memiliki fungsi untuk sumber energi dan juga dapat membersihkan saluran
pencernaan. Untuk menjaga keseimbangan asupan karbohidrat, anda tidak harus
mengonsumsi roti, nasi, ataupun gandum. Karena anda bisa mendapatkan
karbohdirat dari apa saja misalnya buah-buahan.
Berdasarkan hasil penelitian dari 100 orang siswa mengenai kecukupan
65
protein kurang dengan persentase sebanyak 27%, kemudian siswa yang
mengalami kecukupan protein baik dengan persentase 21%.
Protein secara berlebihan tidak menguntungkan bagi tubuh karena
makanan yang tinggi protein dapat menyebabkan obesitas, kerusakan hati dan
otak karena jika protein berlebihan akan menumpuk racun di dalam hati, jika
racun terus menerus menumpuk akan mengenai jaringan otak.menyebabkan
kolesterol dan kerusakan ginjal bahkan dapat mengakibatkan kalsium keluar dari
tubuh karena produksi asam terlalu tinggi yang dapat menyebabkan kemampuan
tulang menyerap kalsium menjadi lebih rendah dan menjadi penyebab
osteoporosis (Irianto, 2014).
Menurut Rahmawati (2006) salah satu indikator untuk menunjukkan
tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung
berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Konsumsi pangan dan gizi
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap status gizi dan kesehatan
siswa. Makanan berpengaruh terhadap perkembangan otak. Asupan asam amino
dari protein yang kurang dapat menyebabkan terganggunya sintesis dari
masing-masing neurotransmiter, yang mana berhubungan dengan suasana hati (mood) dan
sifat agresif anak. Akan tetapi, penambahan asam amino yang berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan otak dan disabilitas intelektual.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Syukriawati (2011) menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi anak usia 6-18 tahun berdasarkan indeks TB/U (p>0,05). Sedangkan
protein berperan di dalam penentuan kekurangan gizi di masa kini (akut) yang
digambarkan dengan indeks antropometri BB/U, tetapi kurang berperan di dalam
menentukan keadaan gizi di masa lalu yang digambarkan TB/U.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Dongoran (2015) terhadap siswa
SMP mengatakan bahwa siswa yang mendapat makan siang dari sekolah yang
tergolong defisit protein sebanyak 49,9%, normal 29,3% dan diatas anga
kebutuhan 20,7%. Siswa SMP yang tidak mendapat makan siang dari sekolah
yang tergolong defisit protein sebanyak 68,9% dan normal sebanyak 27,,6% dan
diatas angka kebutuhan 3,4%.
Berdasarkan hasil penelitian dari 100 orang siswa mengenai kecukupan
lemak, didapatkan bahwa paling dominan siswa yang mengalami kecukupan
lemak kurang dengan persentase sebanyak 35%, kemudian siswa yang mengalami
kecukupan lemak baik dengan persentase 20%. Sebagian besar siswa
mengonsumsi lemak secara lebih.
Jika seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan akan mengurangi
konsumsi makanan lain. Akibatnya zat gizi lain tidak tepenuhi. Sehingga akan
mengalami kelebihan berat badan yaitu obesitas, sembelit karena organ lambung
terutupi oleh lemak sehingga tertahan dan menyebabkan sistem pencernaan tidak
bisa bekerja dengan baik, kemudian lemak jenuh dapat merusak bagian
hipotalamus yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan energi dan bila
gumpalan darah merintangi pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak
terjadilah serangan otak (stoke), selanjutnya juga dapat menyebabkan kolesterol
67
Bagi seseorang yang sudah berlebihan mengonsumsi lemak harus segera
menurunkan secara bertahap, dengan cara mengurangi konsumsi makanan
berlemak tinggi, termasuk mengurangi makan bersantan dan yang digoreng.
(Irianto, 2014).
Sejalan dengan penelitian Sasmito (2015) mengatakan rata-rata asupan
lemak pada remaja dalam penelitian ini adalah 43,74 gram dengan ± 24,66 gram
dari total sampel 217 orang. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara konsumsi makanan berlemak dengan kejadian obesitas (p≥0.05).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Agustina (2015) mengatakan
bahwa hasil analisis penelitian ini menunjukkan 79,1% dari polisi dengan nilai
pangan campuran tinggi memiliki persen lemak tubuh tinggi (tergolong obesitas).
Indeks glikemik pangan campuran memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian obesitas pada polisi laki-laki di Kabupaten Purwokerto. Selain itu
diketahui pula polisi dengan IG pangan campuran tinggi memiliki peluang 6,99
kali lebih besar untuk memuliki persen lemak tubuh tinggi (obesitas)
dibandingkan dengan IG pangan cmpurannya tidak tinggi.
Serupa dengan penelitian Yulni (2013) hubungan asupan zat gizi makro
dengan status gizi pada anak sekolah di kota Makassar mengatakan bahwa asupan
Lemak diperoleh responden asupan lemaknya kurang sebesar 83,3%, cukup
10,7% dan lebih 5,3%. berdasarkan asupan karbohidrat diperoleh responden
asupan karbohidratnya kurang sebesar 42,7%, cukup 48,7% dan lebih 8,7%.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitrah dan Achadi (2013)
tahun provinsi Sumatra barat, jawa barat, jawa tengah, dan sulawesi selatan
mengatakan bahwa asupan lemak berlebih hampir sama pada 3 provinsi yaitu
Sumatera Barat (14,5%), Jawa Barat (15,7%), dan Jawa Tengah (14,5%).
Sedangkan pada Provinsi Sulawesi Selatan hanya 5,3% responden yang memiliki
asupan lemak berlebih.
Menurut Irianto (2014) kosumsi lemak yang berlebihan pada usia remaja
tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kolesterol dalam tubuh khususnya
kadar kolesterol darah yaitu 25-30% dari kalori total. Kemudian jika asupan
lemak yang terlalu rendah juga mengakibatkan energi yang dikonsumsi tidak
mencukupi, karena 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori.
5.3 Kecukupan Zat gizi Serat
Berdasarkan hasil penelitian dari 100 orang siswa mengenai kecukupan
serat, didapatkan bahwa paling dominan siswa yang mengalami kecukupan serat
kurang dengan persentase sebanyak 73%, kemudian siswa yang mengalami
kecukupan serat baik dengan persentase 27%. Dikarenakan siswa lebih suka
mengonsumsi makanan yang digoreng dan makanan cemilan daripada makanan
yang di rebus seperti sayur dan buah karena kantin mereka juga lebih banyak
menyediakan makanan yang mengandung protein dan lemak dibandingkan serat.
Asupan serat yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya gizi lebih dan
dapat pula mengakibatkan terjadinya penyakit degeneratif diantaranya yaitu kadar
gula darah tidak stabil, penyakit ginjal serta radang usus dan radang lambung
69
Peran serat terhadap status gizi diantaranya menunda pengosongan
lambung, mengurangi rasa lapar, dan dapat mengurangi terjadinya gizi lebih.
Kecukupan asupan serat kini dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak
manfaat yang menguntungkan untuk kesehatan (Astawan, 2009).
Sejalan dengan penelitian Ananda (2012) mengenai konsumsi serat
makanan pada murid sekolah dasar mengatakan bahwa hasil pretest juga
diperoleh informasi, masih banyak murid-murid yang tidak tahu atau belum
mengetahui peran serat makanan untuk kesehatan dan bahaya makanan yang
kurang serat terutama makanan cepat saji seperti fried chicken. Masih banyak
murid yang menyatakan serat makanan berasal dari hewan seperti daging ayam
dan daging sapi atau menyatakan tidak tahu sumber serat, yaitu masing-masing
25% dan 9.4%, tentu saja hal ini tidak tepat karena serat makanan yang dimaksud
bersumber dari tumbuhan. Pengetahuan murid-murid tentang peran serat untuk
kesehatan juga relatif kurang, antara lain pengetahuan tentang manfaat serat untuk
mencegah sulit buang air besar, mayoritas murid-murid tidak mengetahuinya yaitu
sebanyak 56,3%. Mayoritas murid juga tidak tahu manfaat serat untuk mencegah
wazir/ambaien yaitu sekitar 59.3%, sedangkan untuk mencegah penyakit kanker
sebanyak 36% murid-murid tidak mengetahui manfaat tersebut.
Makanan cepat saji (fast food) pada umumnya disukai oleh anak-anak
terutama di daerah perkotaan sesuai dengan gaya hidup modern saat ini. Makanan
cepat saji ini sebagai makanan yang kurang sehat karena mengandungkadar lemak
yang tinggi tanpa ada kandungan serat sehingga dapat menimbulkan penyakit
murid-murid menyatakan tidak mengetahui bahwa makanan cepat saji dapat
menyebabkan penyakit degeneratif (Ananda, 2012).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Harahap (2010) mengenai
pengetahuan mahasiswa kedokteran tentang serat makanan dan perilaku konsumsi
serat makanan mengatakan bahwa Dari tabel diatas diketahui bahwa pada
responden laki-laki diperoleh hasil perilaku konsumsi serat kurang adalah yang
paling banyak, yaitu sebanyak 23 orang (60.5%), sedangkan perilaku konsumsi
serat terpenuhi pada responden laki-laki sebanyak 15 orang (39.5%), dengan
rata-rata konsumsi serat pada responden laki-laki adalah 36 gram per hari. Sedangkan
perilaku konsumsi serat pada responden perempuan diperoleh hasil yang tidak
berbeda jauh dimana responden dengan konsumsi serat kurang sebanyak 30 orang
(50.8%), sedangkan responden dengan perilaku konsumsi serat terpenuhi
sebanyak 29 orang (49.2%), dengan rata-rata konsumsi serat pada responden
perempuan adalah 24 gram per hari. Responden yang memiliki tingkat
pengetahuan sedang tentang serat makanan ternyata perilaku konsumsi seratnya
kurang yaitu 35 orang (36%) yang merupakan kelompok yang paling banyak
ditemukan. Sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah responden yang
meskipun memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang serat makanan namun
konsumsi seratnya terpenuhi sebanyak 5 (5.2%) orang. Berdasarkan hasil uji
chi-square diperoleh p<0.001 yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan tentang serat makanan dengan konsumsi serat pada
71
Penelitian ini juga tidak sejalan penelitian Baiti (2015) mengenai tentang
hubungan pengetahuan konsumsi serat dengan status gizi remaja putri di SMK
Batik Surakarta mengatakan bahwa hasil tingkat konsumsi serat diperoleh dari
hasil wawancara recall makanan 3x24 jam dengan selang waktu. Rata-rata
konsumsi serat remaja putri kelas XI SMK Batik Surakarta adalah 7,72 gram,
dengan konsumsi terendah 5,50 gram dan konsumsi tertinggi yaitu 13,30 gram,
serta standar deviasi 1.274.
5.4 Tabulasi Silang Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Gizi
Pada asupan zat gizi makro yaitu kecukupan energi lebih banyak kurang
dari batas tingkat konsumsi energi, tetapi siswa berada dalam kategori status gizi
gemuk Secara teoritis, bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi
yang dikeluarkan maka tubuh akan kekurangan energi Akibat yang dapat
ditimbulkan adalah tubuh akan mengalami ketidakseimbangan (energi negatif),
sehingga berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila konsumsi
energi melaui makanan melebihi energi yang dikeluarkan maka akan terjadi berat
badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan
makan dalam hal karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang
beraktifitas (Proverawati, 2011).
Pada kecukupan karbohidratlebih banyak kurang dari batas tingkat
konsumsi karbohidrat, tetapi siswa berada dalam kategori status gizi gemuk.
Asupan yang adekuat penting untuk mempertahankan cadangan glikogen yang
dibutuhkan pada aktifitas fisik jangka panjang. Jika kita merasa tubuh kita
Kemudian akibatnya bila berlanjut tubuh kita akan mengalami masalah
pencernaan yang dinamakan diare. Sebaliknya jika tubuh kita kelebihan asupan
karbohidrat maka tubuh kita akan mengalami yang namanya penyakit diabetes
mellitus. (Irianto, 2014).
Pada kecukupan protein lebih banyak lebih dari batas tingkat konsumsi
protein, siswa berada dalam kategori status gizi kurus dan gemuk. Hal ini bahwa
tidak terpenuhnya asupan protein pada siswa, asupan protein pun harus terpenuhi
karena protein memiliki peranan yang penting dalam menjalankan fungsi-fungsi
tubuh. Kebutuhan protein akan meningkat pada usia remaja, karena proses
pertumbuhan yang sedang terjadi dengan cepat. Pada awal masa remaja,
kebutuhan protein remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, karena
memasuki masa pertumbuhan cepat lebih dahulu. Sehingga jika asupan protein
kurang maka akan menghambat pembentukan sel-sel tubuh, dan menghambat
pertumbuhan. Hal ini akan menyebabkan status gizi menjadi menurun (Mann dan
Truswell, 2014).
Pada kecukupan lemak lebih banyak ebih dari batas tingkat konsumsi
lemak, siswa berada dalam kategori status gizi kurus dan gemuk.. Makanan yang
kaya lemak cenderung memiliki rasa yang enak/gurih dan memiliki durasi rasa
kenyang (satiety) yang lebih pendek dibanding makanan dari karbohidrat kopleks.
Akibatnya, seseorang akan terus menerus makanan untuk mengatasi rasa laparnya
walau sebenarnya didalam tubuh telah terjadi pemasukan energi yang berlebihan.
73
penyimpanannya didalam tubuh, menjadikan seseorang dengan asupan lemak
berlebihan akan cenderung leboih beresiko obesitas ( Proverawati, 2011).
kecukupan serat lebih banyak kurang batas tingkat konsumsi serat, siswa
berada dalam kategori status gizi normal dan gemuk. Persoalan serat makanan
memang kalah populer dibandingkan zat gizi lain, seperti kabohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral (Astawan, 2009).
Saat ini telah terjadi pergeseran utama dalam penyebab kematian dan
kesakitan di Indonesia. Penyakit infeksi yang selalu menjadi penyebab utama
kejadian kesakitan dan kematian mulai bergeser dan diganti oleh penyakit
degeneratif seperti penyaakit jantung, hipertensi, kencing manis, hiperkolesterol,
peningkatan asam urat. Ternyata dari hasil penyelidikan memperlihatkan bahwa
serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu membantu mencegah sembelit, mancegah
kanker, mencegah sakit pada usus besar, membantu menurunkan kadar kolesterol,
membantu mengontrol kadar gula dalam darah dan mencegah wasir (Astawan,
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil pengukuran tinggi badan, berat badan serta perhitungan IMT siswa
maka didapatkan status gizi siswa MAN 1 Medan berdasarkan IMT/U sebagian
besar adalah kategori gemuk yaitu sebanyak 46%. Sedangkan kategori kurus
sebanyak 20%, dan kategori normal sebanyak 4%. Sedangkan dalam kategori
sangat kurus dan obesitas tidak terrdapat pada siswa MAN 1.
Kecukupan zat gizi makro siswa MAN 1 Medan yang pertama adalah
energi dengan hasil yang dominan kecukupan energi kurang yaitu sebanyak 45%,
yang kedua yaitu karbohidrat dengan hasil dominan kecukupan karbohidrat
kurang yaitu sebanyak 47%, kemudian yang ketiga adalah protein dengan hasil
yang dominan kecukupan protein lebih yaitu sebanyak 49%, dan yang terakhir
adalah kecukupan lemak dengn hasil yang dominan kecukupan lemak lebih
sebanyak 45%. Kecukupan serat MAN 1 Medan yang dominan adalahkecukupan
serat kurang sebanyak 73%
6.2 Saran
Petugas kesehatan diharapkan melakukan pendampingan dengan
memberikan penyuluhan bagi siswa tentang asupan zat gizi yang seimbang
sehingga status gizi mereka juga berada dalam kategori normal. Kemudian
disarankan juga kepada kepala sekolah agar dapat menyediakan kantin sehat yang
berarti makanan dengan variasi sayur dan buah buahan di sekolah. Selain itu,
75
zat gizi remaja perlu diperhatikan karena remaja dalam proses pertumbuhan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan zat gizi dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabeltertentu (Hasdianah, 2014). Dalam pembahasan tentang status gizi
menurut Hasdianah (2014) Ada tiga konsep yang harus dipahami, ketiga konsep
tersebut yaitu :
a. Prosedur dari organisasi dalam menggunakan bahan makanan melalui psoses
pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan metabolisme. Dan
pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh, dan
produksi energi, proses ini disebut gizi.
b. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi
disatu pihak dan pengeluaran organisme dipihak lain. Keadaan ini disebut
nutriture.
c. Tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh nutriture dapat terlihat melalui
variabel tertentu.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat fungsi makanan dan
penggunaan zat gizi yang dibedakan antara lain: gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan
10
otot, dan jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu
pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan
umur (Hasdianah, 2014).
Menurut Hasdianah (2014) Salah satu contoh penilaian status gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body
Massa Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau
status gizi remaja, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Untuk indeks
massa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi
badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat menghitung dengan rumus berikut :
���= ���������� (��)
Tinggi Badan (m)������������ (�)
Klasifikasi IMT berdasarkan WHO adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan WHO
Indeks Massa Tubuh (IMT) Klasifikasi
< 17,0 Sangat kurus
17,0 - 18,5 Kurus
18,5 - 24,9 Normal
25,0 - 29,9 Gemuk
30,0 - 34,9 Obesitas tingkat ringat
35,0 – 39,9 Obesitas tingkat sedang
> 40 Obesitas tingkat berat
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia 2010
Keadaan seseorang sangat kurus dengan kekurangan berat badan tingkat
berat (KEK) bila IMT < 17,0. Keadaan seseorang dikatakan kurus dengan
dikategorikan normal bila IMT 18,5 - 24,9. Keadaan seseorang dikatakan gemuk
bila IMT 25,0 - 29,9. Sedangkan obesitas dengan kelebihan berat badan tingkat
berat memiliki memiliki tiga tingakatan yaitu obesitas tingat ringan, obestas
tingkat sedang dan obesitas tingkat berat. Obesitas tingkat ringan bila IMT 30,0 -
34,9. Obesitas tingkat sedang bila IMT 35,0 – 39,9. Sementara obesitas tingkat
berat bila IMT > 40.
IMT menurut Umur untuk mengukur status gizi remaja berdasarkan
standar antropometri penilaian status gizi anak sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 dengan
menghitung nilai Z-score IMT/U adalah :
Z- score = ����� ����� ������� ���� −������ ����� ����� ������� ���� ������� ������� ����� ����� ������� ����
Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan IMT/U Status Gizi Berdasarkan IMT/U Ambang Batas (Z-score)
Sangat kurus Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia 2010
Berdasarkan kategori dan ambang batas srtatus gizi IMT/U keadaan
seseorang dikatakan sangat kurus dengan ambang batas < -3 SD. Keadaan
seseorang dikatakan kurus dengan ambang batas -3 SD sampai dengan <-2 SD.
Keadaan seseorang dikatakan normal dengan ambang batas -2 SD sampai dengan
1 SD. Keadaan seseorang dikatakan sangat gemuk dengan ambang batas >1 SD
sampai dengan 2 SD. Keadaaan seseorang dikatakan obesitas dengan ambang
12
2.2 Zat Gizi Makro
Makro berasal dari bahasa Yunani yang berarti besar. Maka zat gizi
makro adalah zat yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar. Zat ini digunakan
untuk membentuk dan memelihara jaringan sel-sel tubuh, sebagai sumber tenaga
agar bisa beraktivitas dan sebagai zat pegatur sistem didalam tubuh. Zat gizi yang
termasuk dalam kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, protein dan lemak
(Irianto, 2014).
2.3 Energi dalam Makanan
Manusia memerlukan energi agar tubuhnya tetap hangat dan seluruh
proses kehidupannya dapat berjalan dengan lancar. Semua energi ini berasal dari
pembakaran kimiawi makanan, yaitu proses yang membutuhkan oksigen dengan
memproduksi karbon dioksida dan air. Stimulus utama yang merangsang asupan
makanan adalah kebutuhan untuk mepertahankan pasokan energi yang adekuat
dan selera ini memiliki pengaruh yang penting pada asupan semua nutrien yang
lain (Mann dan Truswell, 2014).
2.3.1 Kebutuhan Energi Remaja
Kebutuhan energi dapat dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu :
metabolisme basal, termogenesis yang ditimbulkan oleh makanan dan aktivitas
fisik, serta pertumbuhan jaringan baru jika anak-anak atau orang dewasa yang
baru sembuh dari sakit dan mengalami penurunan berat badan memerlukan energi
tambahan untuk pertumbuhan jaringan sementaara ibu hamil dan menyusui
memerlukan energi tambahan untuk mempertahankan pertumbuhan janinnya
Kebutuhan energi pada remaja yang sedang tumbuh sulit untuk ditentukan
secara tepat. Faktor yang perlu di perhatikan untuk menentukan kebutuhan gizi
remaja adalah aktivitas fisik seperti olahraga. Remaja yang aktif dan aktif dan
banyak melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar di
bandingkan dengan remaja yang kurang aktif berolahraga (Irianto, 2014).
Energi yang digunakan untuk melakukan aktifitas dalam kehidupan
sehari-hari di dapat oleh tubuh dari energi yang di lepaskan di dalam tubuh pada proses
pembakaran zat makanan. Akan tetapi kita tidak memperoleh seluruh energi
makanan yang kita makan, karena tidak semua energi yang terkandung di dalam
makanan dapat diubah oleh tubuh menjadi energi kerja (Irianto, 2014).
Proses metabolisme tubuh, energi makanan hanya sebagian diubah ke
dalam energi kerja, sedangkan sebagian lagi diubah menjadi panas. Dengan
demikian dapat di mengerti bila sehabis makan atau tidak melakukan kerja tubuh
akan mengalami kelebihan energi kemudian diubah menjadi lemak tubuh,
akibatnya terjadi berat badan berlebih atau kegemukan. Kegemukan bisa
disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun
protein, tetapi juga karena kurang bergerak. Sebaliknya jika tubuh megalami
kekurangan energi tubuh akan mengalami keseimbangan negatif, akibatnya berat
badan berkurang dari berat badan seharusnya (ideal). Di dalam tubuh ada tiga
golongan zat makanan yang dapat dinoksidasi untuk mendapatkan energi yaitu
14
Menurut AKG 2013, Kebutuhan energi per orang hari dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Kebutuhan Energi per hari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Energi (kkal)
Pria (14-15 tahun) 46 158 2475
Wanita (14-15 tahun) 46 155 2125
Pria (16-17 tahun) 56 165 2675
Wanita (16-17 tahun) 50 158 2125
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.4 Karbohidrat dalam Makanan
Karbohidrat adalah energi yang disimpan. Karbohidrat disintesis oleh
tanaman dari air serta karbondioksida dengan menggunakan energi matahari,
bentuk karbohidrat yang paling sederhanan yaitu glukosa (C6H12O6), bersifat
mudah larut, dan setelah diserap usus, glukosa akan diangkut melalui darah ke
jaringan tempat karbohidrat doksidasi kembali menjadi air dan karbon dioksida,
yang melalui proses ini, hospes (host) akan memperoleh energi untuk proses
metabolisme sel. Karbohidrat merupakan sumber energi makanan yang paling
penting di dunia, dan bahan utama sereal atau biji-bijian seperti beras, gandum,
maizena, oatmeal (havermunt), millet, serta sorghum (Mann dan Truswell, 2014).
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur. Karbohidrat yang terasa manis
disebut gula (sakarin). Gula menjadi bentuk karbohidrat yang semakin penting
karena hasrat manusia terhadap rasa manis mengakibatkan peningkatan produksi
gula sedemikian rupa sehingga sekarang gula memberikan nergi dari makanan
umbi-umbian yang mengandung pati, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan
buah-buahan (Mann dan Truswell, 2014).
2.4.1 Fungsi Kabohidrat dalam Tubuh
Menurut Proverawati (2011) Fungsi utamanya sebagai sumber energi (1gram
karbohidrat menghasilkan 4 kalori) bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh.
Sebagian dari karbohidrat diubah langsung menjadi energi untuk aktifitas tubuh,
dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan di otot. Ada
beberapa jaringan tubuh seperti sistem syaraf dan eritrosit, hanya dapat
menggunakan energi yang berasal dari karbohidrat saja. Melindungi protein agar
tidak dibakar sebagai penghasil energi.
Apabila karbohidrat yang dikonsusmsi tidak mencukupi untuk kebutuhan
energi tubuh dan jika tidak cukup terdapat lemak di dalam makanan atau
cadangan lemak yang disimpan di dalam tubuh, maka protein akan menggantikan
fungsi kabohidrat sebagai penghasil energi.
Membantu metabolisme lemak dan protein, sehingga dapat mencegah
terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan. Di dalam hepar
erfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu. Beberapa jenis karbohidrat
mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh. Laktosa misalnya berfungsi membantu
penyerapan kalsium. Robosa merupakan komponen yang penting dalam asam
nukleat. Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna,
mengandung serat (dietary fiber) berguna unyuk pencernaan dalam memperlancar
16
menghemat protein, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus, mempertahankan
gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral, dan vitamin B.
Ada satu hal yang harus kita patuhi yaitu menjaga kesimbangan asupan
karbohidrat sederhana dam kompleks yang terdapat pada tubuh kita. Jadi, jangan
sampai salah satu berlebihan atau kekurangan. Jika kita merasa tubuh kita menjadi
sangat lemas, itu tandanya kita kekurangan karbohidrat sederhana. Kekurangan
karbohidrat kompleks dapat dilihat bila pencernaan kita terganggu misalnya
sering diare atau mencret. Jadi mulai sekarang perhatikanlah asupan karbohidrat
dalam makanan kita. Cobalah untuk mengurangi gula tambahan dan
banyak-banyaklah mendapatkan karbohidrat dengan mengansumsi buah-buahan (Irianto,
2014). Menurut AKG 2013, Kebutuhan karbohidrat per orang hari dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.4 Kebutuhan Karbohidrat Perorang Perhari untuk Kelompok Umur 14-17 Tahun
Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013
2.5 Protein dalam Makanan
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesusah air. Seperlima
bagian tubuh protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dlam tulang dan
tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam jaringan lain,
dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan
amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar
koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang penting untuk
kehideupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat
gizi laon, yaitu membangun serta memelhara sel-sel dan jaringan tubuh
(Proverawati, 2011).
Protein dibentuk dari unit-unit pembentuknya yang disebut asam amino.
Dua golongan asam amino adalah asam amino esensial dan asam amino
nonesensial. Asam-asam amino esensial adalah isoleusin, leusin, methionin,
fenilalanin, threonin, triptofan, valin, daan histidin (Proverawati, 2011).
Protein dibedakan menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein yang
berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu disebut protein hewani,
sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan,
tempe, dan tahu diebut protein nabatai. Dahulu, protein hewani dianggap
berkualitas daripada menu seimbang protein nabati, karena mengandung
asam-asam amino yang lebih komplit. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini
membuktikan bahwa kualitas protein nabati setinggi kualitas protein hewani,
asalkan makanan sehari-hari beraneka ragam. Protein dicerna menjadi asam-asam
amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain
(Proverawati, 2011).
2.5.1 Fungsi Protein dalam Tubuh
Menurut Proverawati (2011) Protein dapat berfungsi sebagai sumber
energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu