• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian karakteristik anatomi dan morfometri organ reproduksi betina kuda lokal Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian karakteristik anatomi dan morfometri organ reproduksi betina kuda lokal Indonesia"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KARAKTERISTIK

ANATOMI DAN MORFOMETRI ORGAN REPRODUKSI

BETINA KUDA LOKAL INDONESIA

RIFKA JAMALIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

RIFKA JAMALIA. Kajian Karakteristik Anatomi Dan Morfometri Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia. Dibimbing oleh Dra. R. IIS ARIFIANTINI, M.Si.

(3)

ABSTRACT

RIFKA JAMALIA. Kajian Karakteristik Anatomi Dan Morfometri Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia. Under the direction of Dra. R. IIS ARIFIANTINI, M.Si.

(4)

KAJIAN KARAKTERISTIK

ANATOMI DAN MORFOMETRI ORGAN REPRODUKSI

BETINA KUDA LOKAL INDONESIA

RIFKA JAMALIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Kajian Karakteristik Anatomi Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia

Nama : Rifka Jamalia

NIM : B04101127

Disetujui

Dra. R. Iis Arifiantini, M.si. Dosen Pembimbing

Diketahui

Dr. drh. I. Wayan Teguh Wibawan Wakil Dekan FKH IPB

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga tugas akhir dengan judul “Kajian Karakteristik Anatomi dan Morfometri Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia” ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayah dan Ibu tersayang, adikku Rizki Amelia dan Kokoh Baiquni yang sangat penulis sayangi. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan perhatiannya untuk memberi pengarahan, koreksi dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, Sp.M.P. M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. Dr. drh Iman Supriatna selaku dosen penilai seminar dan penguji sidang skripsi. Juga kepada seluruh staf dan pegawai Departemen Klinik Patologi dan Reproduksi serta Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), perpustakaan FKH IPB dan perpustakaan LSI, Pihak Rumah Potong Hewan (RPH) khusus kuda dan drh. Adit atas bantuannya selama penelitian.

Teman-teman penelitian yang kusayangi Pipit, Elies atas bantuan dan kritikannya. Teman-teman terbaikku, Ka Pit, Nia, Lia, Ellen, Riana, Soe-soe, Fina, Fita, Chandra, Deo, teman Boks Crew (Pipin, Riche, dan Lili), dan teman-teman Gastro’38 atas kebersamaan dan kekompakannya. Terima kasih juga kepada drh. Agusta Raya W. atas keceriaan yang tidak ada habisnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, tapi penulis berharap dengan adanya tulisan ini dapat menambah wawasan dibidang veteriner. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Bogor, Februari 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1983 sebagai putri pertama dari tiga orang bersaudara pasangan Bapak Hasanuddin Sidik dan Ibu Rohaitoh.

Pendidikan penulis secara formal mulai diikuti pada tahun 1989 dengan masuk ke SD Islam Rumah Pendidikan Islam Jakarta dan lulus tahun 1995. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 145 Jakarta, lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis masuk ke SMUN 3 Jakarta dan lulus tahun 2001.

(8)

DAFTAR ISI Tinjauan Umum Kuda Lokal Indonesia... 4

Anatomi Organ Reproduksi Betina Kuda Lokal Indonesia... 4

Ovarium ... 5

Materi Penelitian... 14

Metodologi ... 14 Kinerja Rumah Potong Hewan Khusus Kuda di Yogyakarta... 17

Anatomi Organ Reproduksi Beti na ... 19

Ovarium ... 19

(9)

Utero-Tubal Junction... 22

Uterus ... 23

Cervix ... 24

Vagina ... 25

KESIMPULAN ... 27

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbandingan morfometri organ reproduksi sapi, domba, babi

dan kuda... 12

2. Morfometri bagian-bagian saluran reproduksi kuda betina ... 19

3. Morfometri ovarium kuda ... 21

4. Morfometri tuba Fallopii ... 22

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Saluran reproduksi in situ... 5

2. Ovarium tampak seperti ginjal... 6

3. Tuba Fallopii... 7

4. Saluran reproduksi kuda betina ... 9

5. CF = Cervical Fold, FV = Fornix Vaginae... 10

6. Perkembangan folikel dan ovulasi pada ovarium... 13

7. Lokasi RPH di desa Segoroyoso... 17

8. Kuda-kuda yang datang ke RPH milik Bapak Lasiman ... 18

9. Penampungan kuda di RPH khusus Kuda ... 19

10. a) Utero-ovarian ligament, b) corpus luteum, c) ovarium... 20

11. Tuba Fallopii... 21

12. Utero tubal junction... 23

13. a) Uterus bunting, b) Uterus post partus... 23

14. Organ reproduksi kuda betina ... 24

15. Cervix ... 25

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda adalah salah satu komoditi ternak yang menjadi pendukung pembangunan peternakan, dimana kuda mempunyai manfaat sebagai (1). kuda tunggang, (2). kuda beban, (3). kuda tarik, (4). kuda pacu, (5). kuda olahraga, (6) kuda mainan, (7). dan pemasok daging (untuk daerah tertentu) (Sudardjat 2003b). Keberadaan dan penyebaran ternak kuda di Indonesia tidak lepas dari perkembangan jaman seperti penyebaran agama Hindu, kerajaan maritim Sriwijaya, kerajaan Majapahit, kedatangan bangsa Eropa, kedatangan tentara Cina, dan kedatangan bangsa Belanda dengan organisasi perdagangan Vereinigde Oost Indische Compagnie (VOC) dimana kuda dianggap sebagai mata dagang yang bernilai tinggi (Soehadji 2003). Indonesia sampai dengan tahun 1920-an memiliki 13 jenis kuda lokal, yang beberapa diantaranya memiliki keunggulan sebagai kuda tunggang dan kuda pacu (Soehardjono 1990). Jumlah populasi kuda di Indonesia pada tahun 1999 tercatat dari data statistik sebanyak 578.821 ekor (Anonimus 2002), akan tetapi jumlah ini terus berkurang hingga sekitar 450.000 ekor (Sudardjat 2003a).

Ditjen Peternakan tahun 1994 menetapkan program pembinaan perkudaan Indonesia secara menyeluruh guna menghasilkan kuda pacu Indonesia. Untuk itu dibentuk komisi Bibit Ternak dan Sub Komisi Bibit Ternak Kuda (SK Dirjen Peternakan Nomor 296/TN.220/Kpts/DJP/DEPTAN/94). Hasil kerja Sub Komisi Bibit Ternak Kuda menghasilkan keputusan ditetapkann ya Standar Kuda Pacu Indonesia (SK Dirjen Peternakan Nomor 105/TN.220/Kpts/DJP/DEPTAN/95). Dari standar tersebut diproses lebih lanjut sehingga diterbitkannya Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Kuda Pacu Indonesia dengan Nomor register SNI No. 01-4226-1996 (Soehadji 2003).

(13)

Teknologi reproduksi yang sederhana seperti IB pada ternak kuda di Indonesia masih belum banyak dilakukan dibandingkan dengan ternak lain seperti sapi, kambing dan domba. Pelaksanaan IB di Indonesia menemukan beberapa kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia, sumber semen beku yang diimpor dan harganya yang sangat mahal, serta kurangnya informasi mengenai anatomi morfometri dan fisiologi reproduksi kuda lokal Indonesia. Mengingat salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam melakukan IB adalah ketepatan deposisi semen dalam saluran reproduksi betina, maka informasi mengenai anatomi dan morfometri organ reproduksi kuda betina menjadi sangat penting.

Banyak buku dan tulisan mengenai reproduksi telah disusun oleh para ahli, termasuk anatomi dan morfometri organ reproduksi kuda betina. Tetapi data-data yang digunakan masih berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuda-kuda yang berasal dari luar negeri, yang tentunya berbeda dengan keadaan kuda di Indonesia dimana kuda lokal memiliki performa dibawah kuda luar negeri (Muladno & Benyamin 2003). Sedangkan karakteristik anatomi dan morfometri organ reproduksi betina dari kuda lokal kini belum banyak dilaporkan. Perbedaan kondisi kuda lokal Indonesia dengan kuda luar negeri ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti perbedaan bobot badan kuda luar negeri yang lebih besar dari kuda lokal, letak geografis luar negeri dengan empat musim yang berbeda-beda selama satu tahun, serta pemeliharaan kuda diluar negeri dengan pemberian pakan dan perawatan yang cenderung lebih baik dibandingkan di Indonesia. Oleh karena itu data-data tersebut menjadi tidak tepat untuk digunakan bagi kuda lokal Indonesia.

(14)

Tujuan Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Kuda Lokal Indonesia

Dalam taksonomi kuda termasuk dalam Kingdom Animalia, filum Chordata, klas Mamalia, subklas Theria, ordo Perissodactylia, famili Equidae, genus Equus dan spesies Equus caballus. Kuda yang didomestikasi merupakan hasil kontribusi dua atau tiga jenis kuda liar yaitu kuda (Equus przewalskii), keledai (Equus mullus) dan zebra (Equus burcheli) (Radiopoetra 1977).

Indonesia sampai dengan tahun 1920-an memiliki 13 jenis kuda lokal, yaitu kuda Makassar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda Savoe, kuda Roti, kuda Timor, kuda Sumatera (terdiri dari 4 jenis antara lain kuda Padang, kuda Batak, kuda Agam, kuda Gayo), kuda Bali dan Lombok serta kuda Kuningan (Soehardjono 1990). Menurunnya kemampuan dan kemauan untuk mengembangkan ternak kuda lokal menyebabkan beberapa jenis kuda lokal telah hilang. Jumlah jenis kuda lokal di Indonesia kini tinggal 11 jenis, yaitu kuda Gayo, kuda Batak, kuda Jawa, kuda Priangan (Persilangan kuda Jawa dengan kuda Jantan Persia dan Australia), kuda Sulawesi, kuda Lombok, kuda Bali, kuda Sumbawa, kuda Sandel, kuda Timor dan kuda Flores (Sudarjat 2003b).

Anatomi Organ Reproduksi Betina Kuda

Organ Reproduksi kuda betina menurut Morel (2002) terdiri atas ovarium, tuba Falopii, uterus, serviks, vagina, perineum dan vulva (Gambar 1). Saluran reproduksi dikelilingi broad ligament yang berasal dari perkembangan peritoneum saat perkembangan embrionik dan dapat dilihat in situ (pada lokasi normal atau asli). Ligamentum ini merupakan tempat berjalannya pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf yang mempengaruhi kerja organ-organ reproduksi.

(16)

Senger (1999) juga menyatakan bahwa tuba Falopii dikelilingi dan disokong oleh ligamentum lebar dan tipis yang disebut mesosalphinx. Ligamentum ini tidak hanya berfungsi sebagai penyokong namun juga berfungsi sebagai kantong seperti bursa (bursa-like pouch) yang mengelilingi ovarium. Mesosalphinx membantu mengorientasikan infundibulum agar ovum yang dilepaskan saat ovulasi memiliki kemungkinan yang besar untuk masuk kedalam oviduct.

Ligamentum penyokong saluran reproduksi terbesar yaitu mesometrium (Senger 1999) menggantung uterus pada dorsal dinding tubuh yang merupakan penghubung antara dorsal mesometrium dengan dorsal peritoneum. Pada spesies hewan food producing saluran reproduksi terletak dibawah rektum dan dipisahkan oleh retrovaginal pouch. Keadaan ini pada sapi dan kuda betina memungkinkan untuk dilakukan palpasi manual (manipulasi perektum) dan atau pemeriksaan dengan menggunakan alat ultrasonografi (USG) untuk diagnosis status ovarium, diagnosis kehamilan dengan determinasi keberadaan fetus atau lokasi membran fetus terhadap uterus, dan identifikasi abnormalitas saluran reproduksi (Senger 1999).

Gambar 1 Saluran reproduksi in situ . BL = Broad Ligament, O = ovary, R = Rectum, RgP = Rectogenital Pouch, UH = Uterine Horn (Senger 1999).

Ovarium

Ovarium kuda betina seperti halnya testes pada kuda jantan merupakan organ berpasangan yang memiliki dua fungsi yaitu, fungsi gametogenik sebagai penghasil sel telur dan fungsi endokrin sebagai penghasil hormon reproduksi.

(17)

Menurut McDonald dan Pineda (1989), kedua fungsi ovarium saling melengkapi, interdependen dan sama -sama penting dalam keberhasilan proses reproduksi.

Ovarium kuda berbentuk seperti ginjal. Masing-masing terlekat pada ujung cornua uteri oleh ligamentum utero-ovarian yang kuat didalam ruang abdomen. Ovarium digantung oleh mesovarium dan terletak dibawah os vertebrae lumbales IV atau V (Laing 1979).

Gambar 2 Ovarium tampak seperti ginjal (Hafez & Hafez 2000).

Morel (2002) menyatakan bahwa bagian luar ovarium yang konveks berhubungan dengan mesovarium dimana terdapat vaskularisasi dan inervasi saraf. Berbeda dengan beberapa jenis hewan lain, di bagian konkav ovarium kuda terdapat legokan yang disebut fossa ovulatoris. Letak medula dan cortex pada ovarium kuda terbalik dibandingkan dengan ovarium sapi, domba maupun kambing, (cortex di bagian dalam, medula di bagian luar) (Senger 1999). Sehingga pelepasan ovum saat ovulasi hanya dapat terjadi pada fossa ovulatoris.

Ovarium kuda mempunyai konsistensi yang berbeda dengan ovarium sapi atau domba yaitu, kenyal, cenderung keras dan mengkilap. Saat palpasi perektum folikel dapat teraba sedangkan corpus luteum tidak. Hal ini dikarenakan perkembangan corpus luteum tidak menonjol kepermukaan ovarium melainkan berpenetrasi ke dalam jaringan ovarium.

(18)

1989). Diluar musim kawin seekor kuda betina dewasa kelamin mempunyai ovarium dengan ukuran relatif kecil dan berkonsistensi keras dengan panjang ±2-4 cm dan lebar 2-3 cm. Akan tetapi bila musim kawin ovarium membesar hingga panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm. Konsistensi ovarium saat musin kawin juga lebih lunak. Sedangkan kuda yang telah sering beranak memiliki panjang ovarium hingga 10 cm (Morel 2002).

Setelah dewasa kelamin ovarium kuda biasanya mengandung folikel dalam beberapa tipe atau corpus luteum. Keberadaan dua unsur ini sangat dipengaruh i oleh hormon reproduksi seperti FSH, LH dan PGF2á. Kehadiran folikel atau corpus luteum biasanya teratur mengikuti suatu siklus dan sejalan dengan siklus estrus (Hafez & Hafez 2000).

Tuba Fallopii

Gambar 3 Tuba Falopii (Sisson 1975).

Tuba Fallopii pada kuda terdapat sepasang dengan panjang 25-30 cm, berhubungan langsung dengan cornua uteri (Morel 2002). Tuba Fallopii dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu isthmus yang paling dekat dengan cornua uteri berdiameter 2-5 mm, ampula yang berdekatan dengan ovarium berdiameter 5-10 mm dan infundibulum yang berhubungan langsung dengan ovarium. Fertilisasi terjadi di ampula, yang memiliki daerah mukosa dengan permukaan berstruktur seperti rambut untuk mentransportasikan telur yang telah dibuahi menuju utero tubal junction (Morel 2002).

Infundibulum

Ampulla

(19)

Pada ujung tuba Fallopii yang berdekatan dengan ovarium terdapat infundibulum, berupa corong terbuka yang berhubungan dengan fossa ovulatoris. Tepi akhir Infundibulum terbelah tidak beraturan membentuk fimbrae dan sebagian melekat pada fossa ovulatoris. Fimbrae akan menarik dan menangkap ovum serta mengarahkannya masuk kedalam tuba Fallopii (Morel 2002). Dan menurut Senger (1999) permukaan infundibulum yang tertutup oleh lapisan seperti beludru serta proyeksinya yang menyerupai jari meningkatkan area permukaan dan memudahkan fimbrae untuk menyapu permukaan ovarium saat akan ovulasi. Bagian tengah infundibulum terdapat sebuah pintu terbuka yang berhubungan dengan ruang peritoneum. Bagian ini disebut dengan ostium abdominale tubae uterine (Sisson & Grossmart 1975).

Infundibulum berhubungan langsung dengan bagian tuba Fallopii yang menebal disebut ampulla. Panjang ampula setengah bagian dari tuba Fallopii, dengan diameter relatif cukup besar dan mukosa epitel bersilia seperti pakis. Ampulla bergabung dengan isthmus (ampulla-isthmus junction). Hubungan ini yang mengkontrol ovum yang telah dibuahi saja yang melewati isthmus dan diteruskan hingga uterus (Senger 1999).

Isthmus berhubungan langsung dengan cornua uteri dan memiliki diameter yang lebih kecil dengan dinding muskuler yang lebih tebal dibandingkan ampulla. Titik penghubung antara isthmus dan cornua uteri disebut utero-tubal junction (Senger 1999).

Utero Tubal Junction

Utero Tubal Junction sebenarnya merupakan konstriksi spincter akibat tingginya konsentrasi sel otot sikuler miometrium tuba Fa llopii yang memisahkan bagian ujung cornua uteri dengan awal tuba Fallopii. Hubungan ini muncul sebagai papila dalam endometrium, memisahkan bagian akhir dari cornua uteri dengan awal tuba Fa llopii. Ovum yang telah difertilisasi akan melewati utero tubal junction untuk selanjutnya berimplantasi (Morel 2002).

Uterus

(20)

panjangnya 18-20 cm, dan diameter 8-12 cm. Bagian cornua panjangnya 25 cm dengan diameter 4-6 cm pada pangkal cornua sampai 1-2 cm pada saat mendekati tuba Fallopii. Ukuran uterus dipengaruhi oleh usia dan seringnya partus. Tipe uterus kuda disebut uterus simpleks bipartitus karena ukuran corpus uteri lebih besar dari conua uteri dengan perbandingan 60 : 40 (Morel 2002).

Hewan ruminansia memiliki permukaan endometrium yang khas, yaitu adanya area kecil nonglandular yang menonjol pada permukaan endrometrium yang disebut karunkula. Karunkula divaskularisasi oleh banyak pembuluh darah dan vaskularisasi akan lebih meningkat pada bagian maternal apabila ada embrio yang melekat. Berbeda pada kuda, uterus tidak memiliki karunkula melainkan suatu lapisan-lapisan pada permukaan endometrium uterus menjadi tempat berkembangnya plasenta (Senger 1999).

Gambar 4 Saluran reproduksi kuda betina. AV = anterior vagina, BL = broad ligament (mesometrial portion), CX = cervix, EUB = external uterine bifurcatio, L = labia, O = ovary, OD = oviduct, TF = transverse fold, UB = urinary bladder, UtB = uterine body, UH = uterine horn, Ve = vestibule, Vu = Vulva (Senger 1999).

Cervix

(21)

kuda yang mencolok dibandingkan hewan lain adalah adanya lapisan mukosa longgar yang bebas menonjol kearah vagina

Pada saat estrus cervix kuda sangat lembut berwarna merah muda dan akan terlihat menonjol kearah vagina. Otot cervix berelaksasi selama estrus dan mengalami peningkatan sekresi untuk memudahkan penis masuk ke cervix saat kopulasi. Pada stadium diestrus kuda dewasa yang tidak aktif, cervix berkontraksi sangat kuat, berwarna putih dengan panjang 6-8 cm dan diameter 4-5 cm, sekresi cervix sedikit dengan konsistensi kental. Kondisi otot dan ukuran cervix sangat dipengaruhi oleh perubahan hormonal (Morel 2002).

Vagina

Fungsi utama vagina selain sebagai tempat ekspulsi urine saat miksi adalah sebagai organ kopulatoris. Vagina juga berfungsi sebagai perlindungan pertama dan membersihkan saluran reproduksi dengan cara mengatur kondisi pH asam dan netral dengan sekresi bakterisidal yang berasal dari cervix. Vagina tidak memiliki kelenjar kecuali pada bagian cranial dari bibir vulva terdapat kelenjar sekresiyang merugikan bersifat spermasidal. Jika sekresi mengenai sel epitel vagina dan menempel pada lapisan mukosa akan merusak sperma (Morel 2002).

Pada sapi dan kuda cervix menonjol kearah anterior vagina dan membentuk kripta atau kantung yang besar yang disebut dengan fornix vaginae. Anterior vagina memiliki sel-sel epitel kolumnar yang dapat mensekresikan cairan vagina dan posterior vagina memiliki sel-sel epitel squamous berlapis.

(22)

Pada kuda normal lantai vagina akan terletak dibagian ischium pelvis. Dindingnya melipat kedalam membentuk vestibular seal. Hymen jika masih ada, juga berhubungan dengan vestibular seal ini dan membagi vagina menjadi dua bagian yaitu vagina bagian anterior (cranial) dan bagian posterior (caudal). Vagina kuda mempunyai panjang 18-23 cm dan diameter 10-15 cm. Pada bagian dalam tubuh vagina diselimuti oleh peritoneum dan dikelilingi jaringan ikat longgar, lemak dan buluh darah (Morel 2002).

Vulva

Vulva merupakan organ paling luar dalam saluran reproduksi. Bagian dalam dilapisi membran mukous dan berhubungan dengan vagina. Bagian atas vulva (dorsal comissure) berjarak 7 cm dari anus, sedangkan bagian bawah (ventral comissure) terdapat clitoris (Morel 2002).

(23)

Tabel 1 Perbandingan ukuran organ reproduksi sapi, domba, babi dan kuda

(24)

Gambar 6 Perkembangan folikel dan ovulasi pada ovarium (Morel 2002).

Kebanyakan ovulasi menurut Hafez dan Hafez (2002) terjadi pada hari ke 3, 4 atau 5 estrus, 24 hingga 48 jam sebelum akhir perilaku estrus atau 24-36 jam sebelum akhir estrus (Morel 2002). Folikel yang telah ruptur bisa dipalpasi 24 jam setelah ovulasi. Corpus luteum muncul dengan ukuran mencapai 1/2 hingga 3/4 kali ukuran folikel pada saat ovulasi dan akan mencapai ukuran maksimal 14 hari dimana sel-sel luteal membesar dan memiliki vakuola peripheral. Perpanjangan waktu keberadaan corpus luteum secara spontan biasa terjadi, diikuti dengan aktifitas folikuler tanpa adanya tanda-tanda estrus untuk periode 2-3 bulan. Corpus luteum yang gagal regresi pada waktunya bertahan selama 2 bulan (Hafez & Hafez 2000).

Kuda betina memiliki periode kebuntingan 315-360 hari (Hafez & Hafez 2000) atau 11 bulan (Morel 2002). Periode kebuntingan pada kuda dipengaruhi oleh ukuran induk, genotipe fetus dan tahap musim kawin saat fertilisasi (Hafez & Hafez 2000).

luteum Fossa ovari

(25)

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilakukan Rumah Potong Hewan (RPH) khusus kuda milik Bapak Subar dan Bapak Lasiman di desa Segoroyoso, kecamatan Plered, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004.

Materi penelitian

Objek utama dalam studi ini adalah organ reproduksi kuda betina yang tidak bunting, sudah selesai involusi uteri dan tidak mengalami gangguan reproduksi, sebanyak 23 ekor berumur 3-4 tahun dengan berat berkisar antara 150 sampai 200 kg. Peralatan yang digunakan antara lain scalpel, gunting, arteri clamp, jangka sorong, taplak plastik, baki, meteran dan timbangan.

Metodologi

Organ reproduksi betina yang diperoleh segera setelah pemotongan dipisahkan dari jaringan lain, kemudian disusun sesuai dengan posisi normal dalam tubuh. Pengamatan dilakukan meliputi inspeksi, palpasi dan pengukuran masing-masing organ. Pengukuran panjang dan diameter dilakukan untuk uterus, tuba Fallopii, cervix dan vagina, sedangkan untuk ovarium pengukuran dilakukan terhadap diameter dan berat.

Inspeksi. Organ reproduksi yang sudah tersusun rapi diinspeksi untuk melihat apabila ada kelainan seperti pembengkakkan atau perlukaan pada jaringan dan kelainan-kelainan lainny a (Omar 1997).

Palpasi. Setelah diinspeksi kemudian dilakukan palpasi organ dimulai dari vulva, vagina, hingga ovarium untuk mengetahui konsistensi dan adanya pengerasan (Omar 1997).

(26)

mengukur diameter organ digunakan jangka sorong dengan satuan terkecil milimeter, kemudian hasil pengukuran dikonversikan kedalam satuan sentimeter.

Panjang vagina diukur mulai dari batas vulva sampai bagian sebelum cervix (anterior). Panjang cervix diukur mulai dari ujung cervix berbatasan dengan corpus sampai dengan ujung cervix yang menonjol pada vagina. Diameter cervix diukur dengan jangka sorong pada bagian tengah.

Pengukuran corpus uteri dilakukan pada tiga tempat yang berbeda. Bagian corpus yang berhadapan langsung dengan cornua (awal), bagian tengah corpus (tengah) dan bagian corpus yang berhubungan dengan cervix (akhir).

Panjang cornua kanan dan kiri diukur mulai dari bagian cranial cornua yang berhubungan dengan tuba Falopii sampai ke caudal cornua berbatasan dengan corpus uteri. Diameter cornua diukur pada tiga bagian yang berbeda yaitu, diameter bagian cornua dekat corpus (awal), bagian tengah cornua (tengah) dan bagian cornua dekat tuba Falopii (akhir)

Panjang tuba Falopii diukur menggunakan benang untuk mengikuti lekukan-lekukan. Bagian tuba Falopii yang diukur panjangnya antara lain isthmus mulai dari ujung tuba Falopii yang berlekatan dengan cornua sampai dengan bagian tuba Falopii yang mulai membesar (ampula). Sedangkan ampula diukur mulai dari awal pembesaran sampai dengan ujung yang berlekatan dengan corong (infundibulum).

Diameter ovarium kanan dan kiri masing-masing diukur pada tiga bagian berbeda yaitu, bagian yang berdekatan dengan tuba Falopii (awal), bagian tengah (tengah), dan bagian ovarium yang berhubungan dengan ligame nt penggantung (akhir). Selanjutnya ovarium dibersihkan dari jaringan lain yang melekat. Kemudian ditimbang beratnya dengan alat timbang bersatuan gram.

(27)

Uji t-Student untuk amatan berpasangan.

Hipotesis :

H0 : µD =0 atau µ1− µ2=0 H1 : µD ≠0 atau µ1− µ2≠0

Nilai statistik uji : = −0 ;v=n−1 n

s d t

d

Wilayah kritik (wilayah penolakan Ho) :

2 α

t

t<− dan

2 α

t

t> , atau : Pvalue<0.05

P-Value = peluang menerima H0

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Rumah Potong Hewan Khusus Kuda di Yogyakarta

Rumah potong hewan (RPH) untuk kuda, yang terdapat di desa Segoroyoso, kecamatan Plered, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 7) merupakan RPH milik pribadi yang dikelola secara mandiri. Pada desa tersebut terdapat dua buah RPH milik Bapak Subar (RPH I) dan Bapak Lasiman (RPH II) dengan frekuensi pemotongan RPH I, 1-2 ekor sehari sedangkan RPH II, 4-5 ekor perhari. Total jumlah pemotongan hewan setiap hari antara lima sampai dengan tujuh ekor kuda dengan ratio jantan dan betina 1.2:1. Jumlah ini bisa meningkat pada saat musim liburan tiba.

Gambar 7 Lokasi RPH di desa Segoroyoso.

(29)

dalam keadaan sehat dan gemuk dengan body condition score (BCS) 3 pada skala 1-5 (1: sangat kurus, 5: sangat gemuk) (Putro 2003).

Gambar 8 Kuda-kuda yang datang ke RPH milik H. Lasiman untuk di potong Jumlah pemotongan kuda ditentukan berdasarkan pesanan dari para pelanggan, yaitu pedagang daging kuda dari kota Yogyakarta, Solo, Magelang dan Semarang. Para pembeli daging kuda ini disebut ”bakul”, untuk membeli daging kuda mereka datang langsung ke RPH. Pemotongan hewan dilakukan pada sore hari antara jam 16.00- 18.30 WIB. Pada hari kerja antara senin dan jumat, rata-rata pemotongan hewan antara empat sampai lima ekor kuda sedangkan hari sabtu dan minggu biasanya lebih ramai sehingga pemotongan hewan bisa mencapai enam sampai tujuh ekor.

Seluruh hasil pemotongan RPH kuda ini dimanfaatkan oleh pemilik RPH secara optimal mulai dari kulit, daging, jeroan sampai dengan tulang. Tulang kuda direbus, dikeringkan dan dibuat tepung tulang. Kulit kuda dikumpulkan dan dibentangkan serta diberi garam secara berlapis. Konsumen seperti pengerajin kulit umumnya datang untuk mengambil kulit tersebut setelah mencapai jumlah tertentu. Jeroan kuda biasanya dijual di pasar lokal yogyakarta dan sekitarnya. Mereka juga membuat dendeng dan abon untuk pesanan khusus.

(30)

Gambar 9 Penampungan kuda di RPH khusus Kuda.

Anatomi Organ Reproduksi Betina

Tabel 2 Morfometri bagian-bagian saluran reproduksi kuda betina lokal Organ Reproduksi Hasil Pengukuran Pustaka Vagina Panjang 23.500 ± 3.182 cm 18-23 cmb a. Hafez dan Hafez (2002), b. Morel (2002)

Ovarium

(31)

melekatkan ovarium terhadap uterus. Ukuran ovarium bervariasi, secara normal hewan muda memiliki ovarium dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan hewan yang sudah tua dan salah satu ovarium lebih besar dari ovarium lainnya (Sisson 1975).

Gambar 10. a ) Utero-ovarian ligament, b) Corpus luteu m, c.) Ovarium

Diameter ovarium di bagian awal 1.72±0.49 cm, bagian tengah 2.31±0.59 cm dan bagian akhir 1.78±0.57 cm dengan berat ovarium 22.88±8.21 g. Berat ovarium kuda lokal ini sangat kecil bila dibandingkan dengan laporan Hafez (1987) dan Sisson & Grossmart (1975) yang menyatakan bahwa berat ovarium kuda mencapai 40-80 g, maka ukuran ovarium kuda lokal cenderung lebih kecil. Perbedaan ini terjadi mengingat ukuran kuda-kuda lokal yang lebih kecil (150-200 kg) dibandingkan dengan kuda luar negeri (400-500 kg). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran ovarium kuda lokal dengan kuda luar negeri antara lain perbedaan ras, kualitas pakan yang diberikan, dan manajemen pemeliharaan terhadap kuda. Selain itu pada kuda betina diluar negeri memiliki periode musim kawin, dimana pada saat tersebut ukuran ovarium dapat mencapai dua kali lipat ukuran normal (Morel 2002).

Dengan menggunakan Uji beda dua nilai tengah (Uji t-Student) didapatkan ukuran ovarium kanan dan kiri tidak berbeda nyata (P>0.05), baik diameter maupun beratnya. Perbandingan berat ovarium kanan dengan ovarium kiri tidak berbeda nyata (P>0.05), walaupun perbandingan nilai rata-rata keduanya cukup berbeda karena memiliki variasi ukuran yang sangat lebar. Secara individual perbedaan besar ovarium kanan dan kiri bervariasi. Hal ini dapat terjadi karena ovarium yang aktif pada tiap individu berbeda-beda.

a

b

(32)

Tabel 3 Morfometri ovarium kuda

Rata-rata Ovarium Pengukuran

Rataan Kanan Kiri awal 1.72±0.49 1.75±0.63 1.70±0.31 tengah 2.31±0.59 2.31±0.72 2.30±0.45 Diameter

(cm)

akhir 1.78±0.57 1.84±0.65 1.71±0.51 Berat (g) 22.88±8.21 23.59±9.44 21.60±5.15 Ket = (tn) : tidak nyata pada taraf 5%

Perbedaan besar ovarium kanan dan kiri bervariasi pada tiap individu. Hal ini dapat terjadi akibat aktifitas ovarium pada tiap individu berbeda-beda. Pada umumnya ovarium lebih besar saat estrus berlangsung dari pada saat anestrus, terutama saat hadirnya folikel yang matang (McDonald & Pineda 1989). Pernyataan ini didukung oleh Morel (1999) yang menyatakan bahwa ovarium yang tidak memiliki folikel berukuran panjang 2-4 cm dan lebar 2-3 cm, dan akan membesar hingga mencapai panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm akibat adanya perkembangan folikel.

Tuba Fallopii

Tuba Fallopii tampak melekat pada suatu jaringan ikat yang menghubungkan bagian tuba dengan ovarium dan sisi lateral cornua uteri. Bentuknya berliku-liku dengan diameter yang semakin membesar mulai dari isthmus dekat cornua hingga infundibulum (Senger 1999).

Gambar 11 Tuba Fallopii. Tuba Falopii

(33)

Hasil penelitian menunjukkan panjang total tuba Fallopii adalah 22.72±1.17 cm, dengan panjang bagian isthmus 9.48±0.97 cm, ampula 9.33±0.82 cm, dan infundibulum 3.92±0.39 cm ( Tabel 2). Diameter tuba Fallopii yang sangat kecil (2-3 mm) pada bagian dekat ujung cornua dan membesar pada bagian yang dekat dengan ovarium dapat mencapai (4-8 mm). Panjang tuba Fallopii ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Sisson & Grossmart (1975) dan Hafez (1987), yaitu antara 20-30 cm. Namun hasil ini lebih pendek dibandingkan dengan laporan Morel (1999), yaitu antara 25-30 cm. Diameter tuba Fallopii pada kuda penelitian ini hampir sama dengan laporan Morel (1999) yaitu 2-5 mm pada bagian dekat cornua dan membesar hingga 5-10 mm pada bagian dekat ovarium.

Tabel 4 Morfometri tuba Fallopii

Organ Panjang (cm)

Isthmus 9.483±0.973 Ampula 9.333±0.824 Infundibulum 3.917±0.393 Tuba Falopii 22.717±1.168

Ujung tuba Fallopii yang berdekatan dengan ovarium disebut infundibulum, yaitu suatu corong terbuka dengan tepi melebar tidak beraturan membentuk fimbrae dan sebagian melekat pada fossa ovulatoris. Fimbrae akan menarik dan menangkap ovu m yang diovulasikan lewat fossa ovulatoris kemudian masuk kedalam tuba melalui pintu yang disebut ostium abdominale tubae uterine (Senger 1999) Tuba Falopii ditutupi suatu lapisan peritoneal, yang berasal dari lapis lateral broad ligament dan membentuk mesosalphinx. Seluruhnya menutupi bagian lateral ovarium dan membentuk suatu kantong disebut bursa ovari.

Utero Tubal Junction

(34)

kemudian berimplantasi di uterus. Ovum yang tidak difertilisasi akan ditinggalkan di tuba Fallopii dan kemudian berdegenerasi secara gradual (Morel 2002).

Gambar 12 Utero tubal junction.

Uterus

Uterus merupakan organ muskuler yang terletak di ruang abdominal dan sebagian mengisi rongga pelvis bersama vesica urinaria dan rektum. Seperti pada ternak betina lainnya uterus kuda dibagi menjadi cornua (tanduk), corpus (badan) dan cervix uteri (leher rahim). Uterus kuda memiliki bentuk mirip huruf ‘Y’ dan dikenal dengan tipe uterus simpleks bipartitus, yaitu uterus dengan dua cornua yang berukuran pendek (Senger 1999). Pada saat bunting salah satu cornua akan membesar akibat adanya perkembangan fetus sedangkan pada saat post partus uterus akan tampak membesar dan bentuknya menjadi tidak beraturan sehingga sulit untuk dilakukan pengukuran (Gambar 14).

Gambar 13 a. Uterus bunting b. Uterus post partus.

Hasil pengamatan menunjukkan panjang cornua uteri 11.86±1.51 cm dan diameter pada bagian awal 3.70±0.64 cm, tengah 3.03±0.39 cm, dan akhir 2.36±0.65 cm. Panjang cornua hasil penelitian ini lebih pendek dibandingkan cornua uteri kuda luar yang dapat mencapai 15-25 cm (McDonald & Pineda

(35)

1989). Selain lebih pendek diameter cornua uteri juga lebih kecil dibandingkan kuda luar yang dapat mencapai 4-6 cm.

Tabel 5 Morfometri uterus

Organ Reproduksi Panjang (cm) Diameter (cm) awal 3.70±0.64

Cervix 7.33±1.72 3.61±0.59

Corpus uteri memiliki panjang 14.58±0.72 cm dan berdiameter 3.94±0.71 cm pada bagian dekat cornua, 4.62±0.88 cm pada bagian tengah, dan 4.90±0.98 cm pada bagian pangkal dekat cervix. Ukuran corpus ini lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil yang dikemukakan oleh Morel (2002) dan Sisson & Grossmart (1975) bahwa corpus uteri kuda memiliki panjang 18-20 cm dengan diameter rata-rata 8-12 cm.

Gambar 14. Organ reproduksi kuda betina (a. Ovarium, b. Cornua, c. Tuba Falopii, d. Corpus, e. Cervix, f. Vesika Urinaria, g. Vagina, h. Vulva).

Cervix

Cervix uteri ke caudal bergabung dengan vagina. Secara external cervix tidak dapat terlihat dengan jelas akan tetapi dapat teraba melalui dinding vagina.

(36)

Konsistensi cervix kuda berbeda dibandingkan sapi dan domba, lebih lunak, hal ini disebabkan pada bagian dalam cervix tidak terdapat cincin-cincin seperti yang biasa ditemukan pada sapi dan domba. Pada saat estrus cervix akan berwarna merah muda, dan dengan spekulum akan terlihat menonjol kearah vagina (Senger 1999).

Gambar 15 Cervix.

Hasil penelitian menunjukkan panjang cervix 7.33±1.72 cm dengan diameter 3.61±0.59 cm. Panjang cervix dari permukaan luar mencapai 7-8 cm dan diameter bagian luar 3.5-4 cm (McDonald dan Pineda 1989).

Vagina

Gambar 16 Vagina bagian dalam.

(37)

vagina berkisar antara 20-35 cm. Sedangkan menurut Sisson & Grossmart (1975) vagina memiliki panjang 15-20 cm. Dan dari hasil pengukuran didapatkan panjang vagina, yaitu 23.50±3.39 cm. Dindingnya melipat kedalam membentuk vestibular seal. Di dorsal vagina berhubungan dengan rectum, diventral dengan urethra dan vesica urinari dan lateral dengan dinding pelvis (Sisson & Grossmart 1975).

(38)

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan:

1. Berat ovarium kuda lokal adalah 22.88±8.21 gram, dengan diameter pada bagian awal 1.72±0.49 cm, tengah 2.31±0.59 cm dan akhir 1.78±0.57 cm. Ukuran ovarium antara kanan dan kiri mempunyai ukuran yang hampir sama.

2. Panjang total tuba Falopii adalah 22.72±1.17 cm.

3. Uterus memiliki panjang total 26.84±2.03 cm, panjang corpus 11.86±1.51 cm dan diameter 3.94±0.71 cm pada bagian ujung dekat cornua, 4.62±0.88 cm bagian tengah, dan 4.90±0.98 cm bagian pangkal dekat cervix. Panjang total bagian cornua 14.58±0.72 cm dengan diameter bagian awal 3.70±0.64 cm, tengah 3.03±0.39 cm, dan akhir 2.36±0.65 cm.

4. Cervix memiliki panjang 7.33±1.72 cm dan diameter 3.62±0.59 cm. Panjang vagina adalah 23.50±3.39 cm.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonimus]. 2002. Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Arifiantini I. 2004. Biologi Reproduksi Kuda (Equus cabalus). Bogor: IPB. Arthur GH. 1975. Veterinary Reproduction and Obstetrics (4th ed). London: The

English Language Book Society and Bailtare Tindall.

Cole HH, Cupps PT. 1977. Reproduction in Domestic Animals (3r d ed.). California : University of California.

Hafez ESE. 1987. Anatomy of Female Reproduction. In: Reproduction in Farm Animals. Edisi ke-5. Philadelphia : Lea and Febiger.

Hafez ESE. 1993. Reproduction in Farm Animal. Edisi ke-6. Philadelphia : Lea & Febiger.

Hafez B and Hafez ESE. 2000. Reproductive Behaviour. In: Reproduction in Farm Animals. Ed ke-7. Philadelphia.: Lippincott Williams & Wilkins

Laing JA. 1979. Fertility and Infertility in Domestic Animals.Edisi ke-3. London : The English Language Book Society and Bailtare Tindall.

McDonald LE, Pineda NH. 1989. Veterinary Endocrinology and Reproduction. Edisi ke-4. London : Lea & Febiger.

Morel DMCG. 1999. Equine Artificial Insemination. Wallingford, Oxon, United Kingdom : CABI Publishing.

Muladno, Benyamin B. 2003. Persilangan Kuda Lokal Dengan Pejantan Thouroughbred Ditinjau dari Aspek Genetik. Jakarta: Makalah Semiloka Perkudaan Indonesia. 4 September 2003.

Omar MAM. 1997. Morphological and anatomical Characteristics of Male Genital Organs of Egyptian Buffaloes I-Scrotal Content. Italia : Buffaloes Kongress. Regione Compania – Assessorato Agricoltura.

Putro PP. 2003. Produksi dan Konsumsi Daging Kuda Di Yogyakarta. Jakarta : Di dalam: Makalah Semiloka Perkudaan Indonesia. 4 September 2003. Radiopoetra. 1977. Zoologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Rice VA. 1957. Breeding And Improvement of Farm Animals. Ed ke-5. University of Massachusette. North Carolina State College.

Senger PL. 1999. Pathways to Pregnancy and Parturation. Pallman: Current Conceptions Inc. Washington State University Research and Technology Park.

Soehadji. 2003. Kebijakan PP Pordasi dalam Pembentukan Kuda Pacu Indonesia. Jakarta : Makalah Semiloka Perkudaan Indonesia. 4 September 2003.

Soehardjono O. 1990. Yayasan Pamulang Equistrian Center. Jakarta : Indonesia. Sudardjat S. 2003a. Sambutan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.

Pamulang, Bogor : Acara Pesta Kuda Rakyat Nasional. 6 September 2003. Sudardjat S. 2003b. Sambutan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.

(40)

Sisson S, Grossmarts JD. 1966. The Anatomy of The Domestic Animals.Ed ke-5. Philadelphia : W.B Saunders Company.

Gambar

Gambar 1 Saluran reproduksi in situ . BL = Broad Ligament, O = ovary, R = Rectum,  RgP = Rectogenital Pouch, UH = Uterine Horn  (Senger 1999)
Gambar  2 Ovarium tampak seperti ginjal (Hafez & Hafez 2000).
Gambar 3 Tuba  Falopii (Sisson 1975).
Gambar 4 Saluran reproduksi kuda betina. AV = anterior vagina, BL = broad ligament (mesometrial portion), CX = cervix, EUB = external uterine bifurcatio, L = labia, O = ovary, OD = oviduct, TF = transverse fold, UB = urinary bladder, UtB = uterine body, UH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Genitalia eksterna meliputi bagian yang disebut kemaluan ( vulva ) dan liang sanggama ( vagina ).Genetika interna terdiri dari rahim ( uterus ), saluran telur ( tuba ), dan

Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi

Flavonoid Fitoestrogen Organ Reproduksi Betina Betina Sifat Kelamin Sekunder Epitel Vagina Uterus Ovarium Jumlah Kelenjar Endometrium Biji papaya memiliki

Ciri seksual primer hanya dapat ditandai oleh organ yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi; yaitu testis dan saluran pada ikan jantan, dan ovarium dan saluranya pada

Organ reproduksi internal meliputi testis, saluran pengeluaran (epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi, uretra) dan kelenjar asesoris (vesikula seminalis, kelenjar

Dalam bab ini akan dibahas tentang anatomi dan fungsi dari (a) organ kelamin primer yaitu gonad jantan atau testis; (b) sekelompok kelenjar kelamin pelengkap yaitu

Berdasarkan pengamatan pada saluran reproduksi (ovarium, magnum, uterus, kloaka) dari 6 ekor ayam pada 2 peternakan berbeda (A dan B) diketahui bahwa terdapat beberapa bagian

18 Lamanya estrus pada kuda betina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) ovarium kebanyakan dikelilingi oleh sebuah lapisan serosa dan beberapa folikel bermigrasi