D
UKUNGANK
ELEMBAGAANPENGELOWN
HUTAN
NASIONAL
BAG1PEMBERDAYAAN
LEMBAGA
M ~ S Y A R A K A T UMTUKMENINGKATKAN
PELUANG
KERJA
DI
SEKTOR
KEHUTANAN'Dr. Hariadi Kartodfhardjo ?
Tujuan diskusi ini adalah vntuk rncrurnushan kebijakan dan strategi pemberdayaan Irrnbnqa masyarakat, schingga diharapkan siap menyerap, memelihara dan rneninykatkan petuany kcrja cli sektor kehutanan. Dalam pcnyajian bahan diskusi mi jttdu! ynny
scmula
di bcrikan olch Prlnitia' dimodifikasi. Hal ini dilakukan mengineat pcmbrrdayaan lembaga masyarakat sangat ditentukan oleh kelernbagaan pcn~elolaanP
hutan nasiona2. Makna kelembagaan tersebut bukan hanya Icrnbaya daIarn pengertinn oreanisasi atau prranzkat kcras4, melainkanjuqa
tcrmasuk perangkat lunak, atusan main, keteladnnan, rasa percaya,serta
konsisttlnsi kebi jakan yanq diterapkan oleh pemerintahlpemda terhadap lernbaga-lernbaga masyarakat (Pctcrs, 2000). KcEcrnbagaan mcli hat hvkum dari sisi kcmanfaatan dan rasa keadilan yanq diciptakannya dan bukan aspekleyalitasnya
saja.Dengan rnenyampaikan penyertian kelcrnbayaan dalam bahan diskusi ini sckal~gus juga ingin ditunjukknn bahwa para pengambil kcputusan tidak dapat mernperbaiki penyelcnqqaraan k~hutanan hanya dengan mcli hat perangkat keras atau organisasi, hukum yan2 berlaku, dan instruksi-instruksi yanq tcrkandung di daIam kebijakan. Melainkan ju9a p e r l t ~ mcrnpcrhatikan perangkat lunah s c b a ~ a i bagian penting untuk
menumbuhkan rasa salinp, percaya, patuh karena peduli, yanq dapat diwujudkan dalarn bentuk-ben tuk kornunikasi scrta keterbukaan inforrnasi. Qari suatu referensi dikatakan bahwa rasa percaya adalah bagian dari
social capital.
Zociol capital menjadi bayian penting untuk dapat rncrninirnumkan biaya transaksi dcllam irnplcmcntasi kebijakan. Sernak~n kecil biaya tmnstlksi, semakin mudah pcmcrintahlpemda menerapkan kchijakan yang dibuatnya.Untuk i t u bahan diskusi ini tcrdiri dari peng~rtian dan pcrubahan kelcrn bagaan,
r+
rnasalah kelembagaan dari kasus-kasus yang diuraikan, scrta kebijakan kolaboratifuntuk
pcrnberdayaanlembaqa
masyarakat.I Ikrlial~ D ~ c l u c i \a.-it)nal t l c n k p ~ ~ ~ 113pik ' L 1 l c ~ ~ i l ) ; ~ ~ ~ y h i ~ I , : ~ ~ ~ I+l~~l>ali ~lil11 k / ! ~ t i i ~ i ~ L i \ ~ k ~ ~ I'C'!II;IIIL: Krrjn d i
S ~ k t ~ t h ~ ~ t l t ~ ~ i i ~ ~ i t ~ ~ <I~II;~IIJ R~IIIV~;I k ~ t < ~ I ~ i ~ ~ ~ i i r l V i ~ \ i < ~ ~ l i i I " . -tgl 1 I S c l ~ t c ~ ~ i l ~ e r 2OOb, I.~TI~II~II~\, Jahi1~13 I'c.lil!;~i;~r ~ > ; ~ t l i x Fi~l\ult;l\ K r t i u r n r i ; ~ ~ ~ S PR da11 1'1 oyrnln l';\scns;~riana I PH tlan I 1. Stat 111 I I ~ ~ I I T I J S I i ' l 1
DPR-III.
' P:uiiti;~ \cn~i~f;l rncr~il~crj jt~tlul " h f c l r ~ b : i n ~ u ~ ~ 13~1lit111~~11 F;cliclnhng;lan \tar?nr:~h;~a dirlitln R;lr~y.h;~ hlrri! ctnp. \!r.tl?r.lih;ir;~. t l ; ~ r ~ A~leni t i ~ h a t k o ~ l I3el~~nrig licrjn c l i Scl\l(w heht~ranan"
' C:IIIP,II p ~ t i f i ~ w dilrrtl;iLa~l prrlyrtrinn alitnra Lclc~nha!~;lnn ( ~ n \ r t i ~ ~ s i ) dan Icn>f~a~!:~ (nrpat~t\;~\i). %ycr.ti Ilnllfin hClctiih:~i~:t:1n. I~IIIO;I~;I lur1i~ediaLnn r~ ~ e h ; i r ~ i \ ~ n r !;inp 1ncllp;ltiIr I i ~ ~ l ~ t ~ l ~ g ; i a i ~ ~ i t ; ~ r irldix iclu. N,IIIIIIII
t l i i p : ~ ~ ~ l ~ l r ~ . t l : ~ k , ~ l l . 11:111\.1.1 ;11111.;111 y;111~ nd:! dalnbii L r - l ~ + r i i t ~ : i c ; ~ ~ ~ (lipcr~itn;tk:~ii ~ITII~L mrnnt;i n!ur,ill III:I~II lr;1!11
i r ~ ( i r i i d ~ i - i ~ ~ ( l i x idti ?;IIIP tcrlil3ilt ntnu o~pn~lis;~.ii-urynnt\i~<~ >all!: tcrlnt~al Sedal~gknl~ ;tttlran ! nrral ntl;~ di1Fil111 orynliisn<i dit~!juhnn u ~ ~ t u h ~neme~ianglnn R;ilani t>crJilnlan lcr\cl?uf. Dant~rh nrg;\nis;~si rlitp:~~ ~ t ~ r l i l ~ l ~ l i
C ~ ; J ; I I I ~ \ ~ ~ lx~litih. or~1n111w<i c h i ~ ~ m t i i ~ . o r g < ~ ~ ~ i < : ~ \ i w.-i;hl L~III ~~rt::itii\a\i l>t-~itliilih:in (h'or~!~. 100 I ). RIII~~BTI (IOXO) n1u~~lt'lirii\ih:111 I \ ~ ~ l t ~ i l l ~ i t ~ i ~ ; ~ t l sclrayni "hi,hltv.rrrrlri rrrlin\ ~ I I ~ I I ~ r i 1 t ~ 1 . 1 1 p r t / ! ~ , r . r ~ (11 i ~ t ~ ~trr;rt o r ~
PENGERTIAN
DAN:LINGKU
PPERU'BAH
ANKELEMBAGAAN
Dalarn telaah pustaka rnengenai k~lernba2aan. Peters
(2000)
rnenyebutkan bahwa terdapat empataliran
pemihiran menqcmai kckmbagnan. Pcrtama, kelembagaan dirclmuskan dcngan pcndekatan normatif. Dalam pcndckatan ini logika tentang kcscsuaian (lqgic of appropriateness) diangqap menjadi dasar perilaku individu yang dikendatikan olch suatu kelernbagaan. Yan2 berlawanan dcnzan logika kcsesuaian tcrscbclt adalah loqika tcntanq konsekuensi (logic of consequentiality) yanq rnenjadi dasar tcori pilihan rasionat.Berdasarkan pendekatan normatif di atas, individu-individu yang dikendalikan dalam suatu kclembayaan tertentu mempunyai perilaku yanq didasarkan pada
standar-
narrnatrf dan tidak men~gunakan keputusan- keputusan un tuk menquntungkan dirinyaP
b
sendiri. kclrmh;ro,aan dan Standor perilakir mcnjadi landasan nilai-nilai sosial normatif tersebut kemudian dijadihan dilsar pcrnb~ntukan y a n ~ , bcrlaku. Kedua, kelcmbagaan d~rumuskan berdasarhan pilihan rasional". Qalam ha1 ini, kclcmbagaan meryalur dan menetapkan insentif baqi seluruh individu dan perilakr~ jndividu-individu tcr-scbut ditcntukan oleh struktvr insentif yang terscdia. Tidak s e p ~ r t i dalam pcndckntan normatif, dalam pendekatan pilihan rasional ini, nilai dansi kap
(sets of
pre(erences)
individu-individu yang didasarkan atas rasionalitas tcrscbutdiangp,ap tidak pcrnah brrubah.
Kctiga, pcndckatan historis. Dalam pendekatan ini, kebi jakan dan aturan di dalam suatu kclernbaeaan yang kelah ditetapkan dianqgap selalze tetap memberi p c n y r u h baei individu-individu dalarn janyka panjanz. DaZam kondisi demikian ini dianq~,ap
terdapat
keterzanzunyan antar waktu (poth dependency) yang pada p,iIirannya kelcmbagaansaat
ini tctap akan rnernberiwarna
terhadap kebijakan- kebi jakan yang ditetapkan di kcrnudian hari. Terjadinya kondisi "status q ~ i o " dapat dijeiaskan olch pendekatan yany kctiya ini.Keernpat,
pendekatan cmpiris(empirical
institutionol~srn).
Dalam pendckatan ini biasanya pertanyaan yanq dijr~wab adalah apakah bentuk keIembaqaanyanp,
bet-beda akan dfkeluarkan kebi jakan yanp, berbeda. Pendekatan ini banyak di9unakan iln tukf-
diangap rnfnganalisis lembnya-lcmbaga prmrrintah. Lcmbacja-lcmba~a sebayai kclcmbaqannyanq
rncngendalikan perilaku individu-individu dalarn pemerintah inilah ynnp, rnasyarakat.Rerdasarkan k e ~ r n p a t pendckatan tcr-sebut, dalam setiap ana tisis rnengcnai kelembazaan, yang terpenting adalah menetapkan pendekatan mana yanpl akan digunakan. Pendekatan rnana yang dipili h, sangat tergantuny pada asumsi-asumsi yan5 diyunakan dan kcscsuaiannya dcnyan situasi
dan
kondisilapangan
yang dihadapi.Perubahan
Kelem bagaan
bai k yang diharapkan. Denpan
kata
lain, untuk memperbaiki kincrja yany buruk. salah satu upaya yanq dapat dilakukdnadalah dsngan
rnelakukan pcrubahan kelemba2aan.Pcrubahan kelembagaan tcrdiri dari dua hal. Pertama, proscs institusionatisasi, atau sccara populer biasn discbut sebaqai pelembagaan. Kedua, perubahan norma atau nilai-nilai atau struktur yanq mcnjadi karakteristik helembayaan tersebut.
Dallam proses institusionalisasi pokok rnasalahnya adnlah bagaimana rnenguhah kctcmbayaan rnenjadi "kclcm baqaan". Misalnya, apabiEa pernerintah rnerumuskan kebijakan baru
atau
mcnqubah suatu tugas pokok dan fungsi suatu lembagaluni t kerja, tetapi tidak ada akibat perubahan di lapan~an scpsrti yany dihampkan, maka pcrubahan kelem bagaan sebenarnya tidak pernah terjadi. Dalam hat in1 Samuel Hutingtand a h m
Pctcrs (2005) menetapkan empat kriteria terjadinya proses institusionalisasi, yaituantara
lain:1. Tcrdapat kcrnarnpuan lernbaya untuk rnenibuat dan menjalankan kcputusan- kcputusan ynnq dibuatnya;
2. Terdapa t kcrnampuan [ern baga wntuk mcmbcntuk struktilr di dalam dirinya schinqga dapat mencapai tujuan yanq telah ditetapkan;
t-1 3. Tcrdapat kcrnampuan l e n ~ baga clnluk mengetola aktivitas dan mengembanykan proscdur sehingga tuqas-tuqasnya selcsai
tepar
pada waktunya.4. Terdapat kesanqgupan Icmbaqa untuk beradaptasi tcrhadap linp,kunp,annya;
Pcnycrtian kedua dari perubahan kelembagaan adalah mcngubah nilai-nitai dan aturan main untuk rncmpcrbaiki
apa
yang akan dihasilkan oleh berjalannya kelernbagaan tcrsebul. Menilai hasil perubahan tersebut sancjat teyantung pendekatan yanp, digunakan. Den2an pendckatan ernpiris, perubahan rang dimaksud lebih dipcntinqkan hasit akhir yang diakibatkannya. Misatnya perubahan kelemba2aan dapat diyambarkan oieh perubahan pcrilaku masyarakat y a y scrnula rnerusak hutan mcnjadi Eidak rnerusak hutan secara pcrrnanen. Oleh karcna i t u dalam proses institusionnlisosi perl~a dirnasukkan nitai-nilai ke dalam struktur kekrnbagaan yang baru, dan bukan sckcdarmementingkan, misnlnyn, perubahan Surat Keputusan atau
nama
dan struktur orqanisasi.bingkup
Perubahan
Kelembagaan
Berdasarknn uraian di atas, maka untuk mem berdayaan lernba~a masyaraka t
,
sane,at tergantunp, perubahan kelernSaqaan. Oleh karena i t u perlu diketahui aspek-aspek kelernbaqaan yany dapat rnencntukan upaya untuk mem berdayakan masyarakat. Dnlanr pengclolaan sumberdaya hutan, aspek kelembagaon tcrsebut mcncakup (t~ycrtsson, 1990; Barzfl, 2000; Kasper and Streit, 1998;Stcvens,
1993; Williamson, 199tl; North, 1991):1.
Hak
dan kewajibanatas
surnbcrdaya hutan. baik hakdan
kewajiban masyarakat, hak dan kewa jiban dalam perijinan, rnaupun kcwenanfan pusat-daerahdatarn
penyelenggaraankchu
tanan;2. lnforrnasi
schagai
Rasar perietapan kebijakan; 3. Biaya transaksi";Aspeh-aspek kelernbafaan
t ~ r s e b u t
dipergunakan un tukrneneIaah
beberapa hal berikut:1. Substansi dan efektivi
tas
pelaksanaan peraturan perundanyan;2. Kcrnnrnpuan, tup,as pokok
dan
f unysi, serta narasi kebijakan' lembaya: 3. Akar rnasalah kcbcrhasilan ntau kcyaga'lan proytam pcmbanyunan kchutanan.TELAAH
KASUS
DANM
ASALAHKEBIJAKAN
Uraian mengenai kasus- kasus di bawah ini dirnaksudkan untuk memahami kondisi
Zapangan rehubungan dcngan aspek-aspek kelembagaan di atas. Dari kasus-kasus ini rncnunjukkan ildarlya indikasi rnasalah kelernbagaan kehutanan, yang kcmudian dapat dianalisis masalah-masalah pokok pelaksanaan pemberdayaan lcrnbaga masyarakat.
Biaya
Transaksi dalarn Usaha Kehutanan
P'
sebaqai Usaha kchutanan biaya lhransnksi tclah lama scbcsar bergetut 12%-13% dari denyan biaya ekonomi biaya tinggi rang terhi tunq total produksi per m3 (Tabel I). [image:4.612.158.530.387.554.2]Disampirip, itu, punqutan rcsmi yanQ dibayar juga ditamba h dcngan punqutan-punyutan
yano,
dilakukanolch
Pcrnda dan masyarakat, sehingga mengarnbil porsi antara 37Yl-46Y, dari total biayn prodclksi per m3.Tabel 1. Biaya Produksi
dan
Transaksi Pengusahaan I-lt~tan Alam, 2003Tingginya
biaya
'transaksi biasanya dikompcnsasi olch tinzginya prodc~ksi kayu buldt melebihi jakah produksi yang aiijinkan pemerintah (Kartodi hardjo, 1998; Mardipriyono, 2004). Jarvis dan Jacobson (2006) menyebutkan bahwa syarat utarna untuk rnmvujudkan cfcktif itas sistem insentif yang diberlakukan kepada pemegang ljin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPMHK atau dahulu disebut HPH IHTI) dalarn kerangka pelaksanaan sertifikasihutan
(ekolabcl) dapat tcrhambatoteh
adanya peiaksanaan pemerintahan y a y tidak efisien dan korupsi yang secara Iangsung menyebahkan ekonomi biaya tinyyi tersebut. Raharjo (20041
menyebutkan bahwa dalarn pelaksanaan ijin bagi rnasyarakat untuk rncrnanfaatkan hasil hutan kayu dalam bentuk Hutan Kemasyarakatan, juqa terkendala oleh adanya biaya transaksi ltinggitersebut.
I Narafi krhijakan (jxrlrt? ~ v r t ~ r ~ ~ r / h . r ~ ) arlnlnt~ Lqjadiari Farig d i n n 9 y p sclcsai dnn m e r ~ j ; ~ d i Lc!;tAinnn. I41
Pelaksanaan
Rehabilitasi
Mutandan
Lahan(RHL) di
~ i a u "Studi ini dilaksanakan dengan rnembatasi linqkupnya terhadap pelaksanaan penerimaan dan penqqunaan dana reboisasi (DR) bagi daerah P~opinsi Riau, yany besarannya ditetapkan sebesaa 40% sesuai dcngan PP No 3512002 tentanq
Dana
Reboisasi. Evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan, pembinaan, penp,endalian penerjmaan dan pcnzgunaan DR terscbut dimaksudkan untuk rncnqhasilkan rekornendasi kcbijakan dalclm pelaksanaan perencanaan, pembinaandan
pcnyrndalian penerimaan dan pcngqunaan dana reboisasi bagian daerah.Selama pcrkodc 2001 2005, 11 kabupatcnlkota di Propinsi Riacr rncnerima DR scjtlmlah Rp 431,5 milyar. i)alam periode
yany
sama telah direalisasikan untuk hegiatan RHL scbesar Rp 204,3 rnilyar atau sebesar 47%. Realisasi biaya RHL tersebut sarnpaidcngan
tahun 2005 mencakup luas RHL di dalam maupun di Euar kawasan hutanseluas
38.533 Ha atau 1,78% dari luas lahan kritis di Propinsi Riau, Dillam kondisi dcrnihian, 5 dari 11kabupaten
lkota di Riau mengalami perrnasalahan hukum.PI
Bcrdasarkan hasil survai lapan~,an y a ytelah
dilakukan dapat ditunjukkan bahwa masalah pelaksanaan RHL bAK DR kabupahen / kota Propinsf Riau mencakt~p seluruh aspck pcrencanaan, pernbinaan, prasyarat pen yelolaan hutan dan kcuangan. Untuk scluruh aspck tersebut, masalah yang terdapat di seluruh kabupatcnl kota rneliputi: kctcrscdiaan datadan
informasi, krtcrbatasan waktil~ pembuatan rancangan, lemahnya pcran Tim Penyawasan darl Penycndalian, lemahnya sosial~sasi, scndahnya kepast ian knwasan hutan, sa tuan harga yang tidak sesuai, serta rcndahnya dana pendamping.Rcalitas
tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.Kajian lain yang telah dilakukan oleh PERSAKI (2006) mcnguahkan temuan-temuan di atas. Dikatakan bahwa masalah terdapat diharnpir scluruh
tahapan
pelaksanailn program, dan kondisi dcmikian itu disebabkan olch:1. Pembangclnan hutan dlreduksi menjadi penanaman pohon, sehingga aspek-aspek kcicmbagaan, sosial, ckonomi, dan politik menjadi faktor eksogen. Secasa tcknis kehutanan dapat dikatakan bahwa penanaman pohon dilakukan tanpa mempestimbangkan penqelolaan hutan yan9 mampu mempcrtahankan pertumbuhan pohon tcrsebut. Selain i t u scpcrti ada asurnsi bahwa di lapangan tidak dijumpai klairn atas kawasan hutan negara:
2. Tidak adanyn prrnbaruan dalam sistern
pcnganyyaran.
Hal demikian ini mcnjadif-
pokok persoalan terbaik yang dilakukan bagi para pelaksana di lapangan; karcna sistem yang bcrjalan tidaksejalan
dengan pilihan-pilihan 3. Pcrubahan sosial dian~j2ap dapat berjalan dengan sendirinya. Dcrnikian pulaEcrnahnya arur informasi dan rendahnya kemampuan lern'ba~a pelaksana di
lapanyan
tidak mendapat prioritas pcnanganan yang cukup.Hutan
Tanaman Rakyat
Pola
Kemitraan
(HTRPK)~
Urn~an bcr~kut menyajikan pclaksirnaan HTRPK di
tiga
per usatlaan yai tu PT. Riau Andalan Pulp h Paper (RAPP) di Riau, PT. Wirakarya Sakti di Jarnbi,dan
PT. Finnantara Intiya di Kalimantan Barat.- . -- -
' liccitnti ili<ehutkan laill. tclsnll i ~ l i r l i ~ in;!hn\ dari studi !ilriy d ~ l ; ~ l \ ~ ~ h a r i 0 1 ~ 4 1 I)in:~s hctir~tar~;m P r o p i r ~ \ ~
1{1:!11 (?Ill)h).
I)iriripLii\ dnrr F,all:rrl d ~ < k u < i "l'crccy~;lt:~n Pclnl-ranyunnti tlutnn l a ~ ~ a r i ~ a n : Periln HTRPk. Alnwl;ih rliirl
Tabell 2 . Pemetaan masalah irnplementasi RHL
oleh
kabupaten / kota!
KABUPATENIKOTAI Perencanaan
Dala & lnformasi
Pem bahasan proposal 1 -
Koord~nas~ ',
,
Kapasrtas 1 Y' \
'
" v x 8\ . ' . . .
-
li
I,
, , , 1
Pembinaan dan I
pengendalian I
Pendamp~ngan
Peran ilrn wasdal
Sosiafrsasi
,
- - "
-
I -
,
4 .
<
, i j ~ ' ! \ {U -
-
1
I Evaluasi k1nerj.a
I '
I \
I Pongelolaan - -. -. . . . hutan -- . . -
Kepast~an kawasan Lernbaga pengelola
An~rno masyarakat
,
, i , \Lokasi tanaman
gagallsengketa I J
, Keuangan 1 I I
, ,
Sosral~sasn
-
rnulliyears \ 1 Y 2 Y.- .
Satuan harga v'
Waktu u' k; ' Y 1 \ I - 11'
Oana pendamplng ..-. . \I
u'
\ ; \ , \ IReken~ng khusus . . . Y
II'
t : G-
,;Swakelola v
-
-
1 -
1 -
1
Sulr~l)ei-: Hasi 1 stlr\,iii [a11niipa11
P
kutcrangru): \I t ~ r d a p : ~ ~ ~~crmnsalal~an. - ritlilk terdnpa~ n i n u tcl'rdi~p;~t ~~urmnsalat~a~i retap1 ~ l n p a ~ dinta~i: I .Rokan~ Flt~Itl. ?.. l<ok;~ri I-lilir. . .: K i ~ a t i < i ~ i ~ ~ . -1. l'elalawati. 5. It~dr:~,giri liilir. 6, li~dr;~ciri I - ~ I I ~ I I , 7. Ki!ri~par. X , Ben~kalis. 9. Sink. 10. 1-)1rrn:ii. I I . I'cbfinl~an~
Keberhasilan PT. Wirakarya Sakti dalam mcngcrnbangkan
hutan
tanaman rakyaz pola kcmi traan tahun 1997 lcbih ditekankan pada keberhasilan pcrusahaan dalam rnenarik n i n a t masyarakat srbaa,ai pernilik tahanyang
merniliki kcndala permodalan untuk dapat memanfaatkan lahannya dcncjan komoditas alternatif tanaman kchutanan. Sclain i t u komoditas kelapa sawit pada tahcln 1997 baru mulai diken bancjkan sehingga beturn rncnunjukan hasil yang dapat menarik minat masyarakat. Kondisi ini menjadi tcrbalik snat kcbun kelapa sawit mulai berprodc~ksidenyan
hasil yanq lebih menjanjiknn ba9i peningkatan ekonomi masyarakat. Meman2 suatu tantangan ke depan bagaimana menjadikan komoditas kehuhanan memiliki manfaat ekonomi sekaliyus rnanfaat ckologr/linqkunqan.bcrupa lahan rniZik (tanah qirik, dan tanah utayat) di sekitar konsensi
PT.
M P P denyan kctcnti~an kerjasama baqi hasill dan berjangka pendek ( 1 daur) jcnis Akasia denyan dukungnn pendanaan sepenuhnya dari pur.usat~aan. Pcnyernpclrnaan rnodrl pcnqernbanqan dilanjutkan dengan pcnctapnri mode! G-2 dcnp,an pendekatan lebih holistik dan lebih beragam dalamha1
status lahan tcrmasuk tanah milik dan HGU tcrlantar, scrta b c r j a n ~ k a lebih dari 1 daur. Modcl G . 3 , sebagai modelpcnqernbangan hutan tanaman rakyat pola kemitraan di PT. RAPP, dikcmbangkan denyan menon
j o h n
spcktrum status lahan lebih h a s , menykornbinasikan budidaya tanaman lain (non kehutanan) serta mcngusahakan pcmbiayaan dari Icrnba~,a kcuanyan seperti Bank.Kcbi jakan pcnyem bangan hutan rakyat oleh pcrnsrintah (daerah) t idnklah jclas. Xany berlaku lcbih banyak bersifat requlatif dan parsial, yang
justru
rncrupakan bentuk intervensi terhadap kc? intan yang tclah bcrjalan, lnovasi dan kreativitas hutan tanamnn rakyat pola kern! traan, terutama dalarn mcngatasi b e r b a ~ a i kelemahandan
ketcrbatasan yang dihadapi, masih belum terfokus. Dengan kondisi scpcrti ini, peranan invcstor swastaiperbankan (dan mungkin perusahaan milik daerah) sangat diharapkanc
scbap,ai pemicu ulama pcrtumbuhan dan pcmbangunan ekonomi daerah melalui pcnqcmbanean hutan tanaman rakyat pola kcmitraan.Posisi lem bagn ksuan2ar-i (mikrola~tcrnatif") dalam sistcrn
keuangan
nasional merupakan prasyarat yang perlv scp,cra di tindak lanjclti guna mengakornodasi karakteristik khusus pem bangman kehutanan, tcrmasuk pengemban5an Hutan tanaman rakyat pola kemi traan.PT. Finnantara Intiqa rncncpnbangkan kerjasarna penibangunan
hutan
tanaman dengan masyarakat dengan rnongajukan usulan kc Pemerintah Daerah dtDesa,,
Kecamatan dan Kabupatcn untuk mendapatkan i jin penyerahan dan pcnplahan lahan (baik pnda areal konscsi maupunpada
areal diluar
S K I konsesi HTI). Masyarakat diharapkan rnemili ki bndnn usaha untuk mcla kukan penyurusani
jin tcrsebut, misal: kopcrasi desc?, untuk rncrnperrnudah ikatan kcrjasamanya, dcngan minimal luas nct area sskitar 300 ha. Pada rnasyarakat yanp, belurn memiIiki badan usaha scndiri, mclalui birnbingan pcrusahaan dan pcmcrfntah daerah dl bentuk KeZornpok Usaha Ocrsama (KUB) yang kepengurusannya dipilih langsun5 oleh masyarakat y a y bersangkutan. Krlrrnbagaan masyarakat daZarn wadah KUB ini diharapkan akan rnerniliki peranan pcntlng. tcrutama dalam rnernbanqwn kerjasama yanq saZing menguntungkan dalam membangun HTD di Finnantara, yang sampai saat ini barut-'
tcrbcntuk33
KWB, ldealnya nanti pada setiap dusun diharapkan ada KUB.Peranan pcnting dari lernbaga KUB adalah untuk mengelola
segala
potcnsi sumber daya yany dimilikirnasyarnkat,
menyatur kesernpatan kerja, mcmbanqun perekonomian tokal. mcnp,clola insentif clan bantuan untuk penyembanyan masynmkat, baik dari perusahaan, pernerinkah atau pihak-pihak lainnya. Kendala utama dalam penycmban~,an KUB adalah adanya kcterbatasan sumbsr
daya rnanusia diDesat Dusun.
Sanyat
sulit sckali rnenetapkanSDM
yang rnampu menjadi pengzcrak pcnurnbuhan lembagatcrscbut,
karena laran2 ditcmui SDM y a y mampu menyclola administrasi kclcmhnp,aan dengan baik. Sejauh ini psrvsahaan tetah bcrupaya rnelaksanakan hrbclrapa jcnis pelatihan, narnun betum dapat rnembentuk suatu Icmbaya di Duscrnl Kampung y m o , tanqquh dan berfungsi optimal.Berdasarkan kcnyataan-kcnyataan di
atas,
beberapa kcndaladan
permasalahan yang pcrlu scqcra mendapat solusi sebagai upaya mengakomodir inisiatif dan111
partisipasi masyarakat serta keinginan perusahaan untuk rneninqkatkan kesejahteraan masyarakat rnclatui pcnycrnban9an hutan tanaman rakyat pola kernitraan (Gambar 1 ), diantaranya:
M A S Y A R A K A T Kcti.itl.~an WSII#.\I Lrnkahnyn K r r a t l . ~ m n H t r k > ~ r r i
Lanra W a k r ~ l T u n ~ x u Wacil
PEMEGANG IUPHHK TANAMAN
Trrsrdla Motl.ll ,
M a n a j r m r n Priul~rk\i r1.m P . k \ ~ r
KEPASXIAN
KONTRAK KTRJASAMA
I . MI*II);.$~A<I
Mar.\ldh I . . .
Malyrrakat
1. Mrninxkntkan
Krpartian
U n h a IUPHWK
- - - -
.- -
- .MASALAH A D M I N I S T R A S I
PERIJIMAN,
T A T A U S A W A
K A Y U ,
RETRIBUSI MASALAH L E G A L I T A S
STATUS
L A H A N
MASALAH
B A T A S i - .-+ --
wlLnrau
KEBIJAKAN
T A T A U S A H A &
[image:8.612.97.516.168.306.2]PEHANFAATAN K A Y U
Gambar 1. Struktz~r Permasalahan Penyernbangan Hutan Tanaman Rakyat Pola Kcmitraan
Masalah Pertanahan
Kctcrbatasan modal masyarakat, menyebabkan bukti kcpcmilikan lahan oEeh masyarakat ram pai saat ini masih terbalas pada swat keterangan tanah (SKT). Scharusnya scjak tahun 1984 cidak
ada
tagi SKT sesuai Intauksi Mentcri Dalam Nclysri kcpada Camat dan KepalaDesa
No. 593/5709/SJ tanggal22
Mci 1984 un tuk tidak menerbitkan hem bali SKT. Dcnean dcmikian dasar hepemilikan lahan dnr i sisi hukum sangatlah lemah, seh~ngga sangat lah rentan terhadap kcrnunqkinan rnunculnya permasalnhan lahan dl kcmudian hari.Masalah Pemerintahan
SejaZan dengan bcrqczlirnya kebijakan
otonomi dacrah, batas
wilayah rncnjadi isuP
strategis yanp, t idak jetas karena menyaykut sumbcr sangattah rentan tcrhadap kenlungkinan turnpan2 tindih lahan pcndapatan asli daerah. Batas wilayah karcna tidak didukungnya adrninistrasi dan dokumentasi sistirn pertanahan.Masalah Kcbijakan Kehutanan
Pernerintah (Pusat dan Daerah) serta Departemen Kehutanan belum secara
serius
rnensosiarIisasikan kcjctasan status hukurn terkait areal konsesi yang telah diberikan kepadaperncgang
ijin/investor.Hal ini dapat dilihah dari masih disamakannya proses perisinan dan taea usaha kayu hasil hutan tanaman sakyat pola kemitsaan dan HTI. Situasi ini akhirnya hanya berp~hah kepada para cukong kayu yang syarat modal
tanpa
membcrirnanfaat
ekonomi lanysunq kepada masyarakat sebagai pemiliklahan.
Sehingga upaya dalam meningkatkan kesejahteraan rnasyarakat rnasih jauh dari apa yang diharapkan.3. Adanya kewaj iban membayar retribusi terhadap produksi hasil hutan tannman rakyat pola krrnitrtlan sebacpi surnbcr PAD. Beragamnya pungutan informal menjadikan rnakin berhuran~nya nilai kompctitif produk hasit hutan kayu. 4. Sampai snat rnanfaat ekologi (jasa linqkungan) dari pembanqunan hutan
tanamiln rakyat pola kemitraan belurn diharyai.
Kebijakan Kehutanan Kabupaten Maluku ~ e n g a h '
"
Seteiah tahun 2001
,
pemerintah dncrah men jalankan otonomi daerah sesuai denqan UU No 221 1999 yan2 rnenyatur pemerintahan dacrah, tidak tcrkccuali di Kabupaten MaIukcr Ten~ah. Lemahnya forrnulasi kebijakan penyelolaan hutan oleh pernerintah dacrah Maluku Teyah, palin2 t idak disebabkan oleh tiga faktor yaitu:1. Lemahnya kapasitas dan kapabiiitas lernbaga kehutanan daerah. Kondisi s~mberdaya birokrasi lembaga kehutanan dacrah tidak rnemungkinkan untuk merumuskan kcbijaknn yang dapat memecahkan permasalahan-permasalahan penqelolaaan hutan alam p r d u k s i yang bersumber dari aspek institusi termasuk kctidakpastian usaha, hak penguasaan dan pernilikan hutan,
serta
masaIah-masalah kebijakanyanq
berimplihasipada
tingginya biaya transaksi.2. Lernahnya koerdinasi dan perbedaan kepen tingan antar tingkatan pemcrintahan (kabupaLenlpropinsiIpwsat). Datam kontcks pcnyelenggaraan pengclotaan hutan alam produksi setelah pernberlakuan otonorni dacrah", koordinasi antara pemerintah kabupatcn dan propinsi disamping tentunya dengan pcrncrintah pusat
- sanqat pcntinp,, namun koordinasi ini tidak berjalan. Meskipun Dinas Kchutanan
Propinsi Maluku senantiasa rnelakukan kontrol dan pf-oses-proses koordinasi pcnyclrngp,araan
pcnzelolaan
hutan alarn produksi denganrncn~,qunakan
instrumen hukum'',
nnmun akibat kekakuan tugas pokok dan fungiIcrnbaqa
kchutanan kabupatcn, koordinasi denqan pcmcrinta h propinsi tidak dilakukan.3. Kcprntin~,an individu elit lokal dan strateqi pencapaiannya. Kepentinyan individu clit lokal mcliputi kepentingan ekonomi, kepentinsan untuk pengembangan karir, dan kepentingan untuk sponsor politik (political sponsorship). Dalarn aanqka pcncapaian kepentingan
torscbut,
para pengambil kcbi jakan di daerah mefakukanapa
yang oleh Batcs (19811
yany diacu olch Hidayat (2000), disebutoutonomus
choice.''
" Kccrrali di~ehl~tknn In~n. 1cl:lnlr ini ctirinpkac dar~ OhorclI;~ (200.;).
'-
Rertlasarkalr I 11 h. 77 I :~Jitln I09<). tidak ada hubunjin~~ l i i r n r h i ~ (l~ut,~~r~gaii atnsnii datl hannlriit~) ilI,I:lri! pelntrintah provill<i tSiln kahupatrn. srhingg pelncl.inrah p ~ ~ c ~ v i ~ i s i srlinrusn~a ~ncr!jndi ptl>nr horu*dit1:14 rli dacr~nli. dcrl!yan n i c r ~ i l ~ : ~ t i ~ ~ u ~ ~ I~t~birnpari-hubu~~!:it~~ licl:jn, ta-~~lasuh prl~yuntaii in<titi~\i ~)c~nrr.i~il,~ll bnbrlpnlcrr Imti~.' ' -1 CI.LI;~IJ:I~ ~)illi~~!! z~LI;IL CII~~:II btlnla siwal r)i ria< ~ C ~ ~ ~ I I H I I ~ I ~ I'v(~vi~isi bl:~It~krt krpilcl:~ I )111:1\ h r l ~ u t : t l ~ i ! ~ ~
L ~ I ~ ~ I ~ L I IcI~!~.:!~ fcrknit d~119311 ~ ~ l l ~ ~ I ~ I i t i ! l l ~ L I ! ~ ~ I I :iI'1r11 prc>di~khi !/iliig kifiit~~yi! i f i ~ l r t ~ k \ i o i ~ : l ! I I a ~ i r y -
masi!~!? \ur:it N o , 5?'! 2 l ' I ) i ~ l ~ ~ ~ t - \ l a l 66X,'OO' tyl 07- 10-2002. Yu. 2 7 . 1 /Qi\31r1l-blnl (197 2002 lcl. 12- 10- 200.:. KO. ???.I I l > i \ h t ~ t - h l i ~ l I ? O ? O O ; tvl .!ty-O;-?Ot):: timi \o ~ 2 ~ . ~ ' ~ ~ i ~ l i ~ 1 t - ~ l a l ??O ?OLl.; [?I. C>7-05-
7t)0 ; I I
licninml~iinn untuh m e l ~ h u l i a ~ i ~ r l i ! o t ~ c i t i r o t t r tltr~tct. cileli rlit luhal I;~rc~r:i d i n ~ i l i k i n j a n k s c ~ irrltrzh
Berdasarkan temuan di atas, pelaksanaan drscntralisasi penpelolaan hutan dalam rangka otonomi daerah di Maluku Tengah bclum
rnarnpu
meminimalkan biaya transaksi. Ini berarti lidak sejalan dengan apa yang dikemukakan Ostrom, e t al.( 1 993), bahwa dcscntralirasi akan menguranyi biaya transaksi dan perencanaan, karena adanya kcdekatan pengambilan keputusan dengan masafah yang dihadapi masyarakat.
Dapa t ditunjukkan misalnya scbaqian besar kontraktor
lo~ging
i jin pemanfaatan hasil hutan kay u (IPHHK) yang diberikan kcpada masyarakat lakal diantaranya adalah pemeganq HPH. Kontraktor i t c ~ sendiri diperlukan karcna kcterbatasan kemampuan rnasyarahdt lokal. Oesarnya biaya transaksi pelaksanaan IPHHK ternyata justru men jadi inscntif baqi HPH untuk menqabaikan upaya-upaya rang dapat menjadi penderong berjaiannya aktivitas HPH, rnisalnya dengan mengakornodir tuntutan masyarakat ndat dalam bentuk pernberian fee dcnyan jurnlah tertentu. Hal ini karena beban kcwajiban yanz harus ditaksanakan dan tcntcrnya biaya dalam skema pemanfaatan hutan ole17 HPH [chi h banyak dibandinqkan skema IPHHK".Tujuan pcm berian IPHMd adalah ayar terjadi redistri busi manfaat sumberdaya
P‘
hutan kcpada rnasyarakat lokal secara lebih adil. Ini merupakan jawaban atas berbagai ~ u y a t a n terhadap sistirrl penp,elolaan hvtan alam produksi yang sclama ini tidak banyak rnembcrikan manfaat bagi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Hal ini juga diyakini scbaqni pcnycbab timbulnya berbagai konflik pemanfaatan surnberdaya hutan. Dari Rasit pcrhitunqan laba rugi pernanfaatan hutan denqan sistem IPHHK, tcsnyata laba yanp, diperolet~pelaku
usaha seki'tar US$ 27,50 pcr mi kayu bulat. Labatersebut dinikmati oleh kontraktor logging yang menjadi mitra
kcrja
masyarakat seba~ai pcrnep,onp, IPHHK scbanyak US$25,
sedangkan yang di terima oleh masyarakat daIam bcntuk dana kompensasi sebcsar US52,50.
Pemerintilh memperoleh US535,40
dari sctiap mi kayu bulat berupa pungutan kehutanan dan pajak. Dari b a ~ i a n
pemerintah terscbut
,
pemcrintah daerah Maluku Tenqah memperoleh sekitarUSS
8,50, pcmcrintah propinsi Malukc~ mcmpcroleh
US$
1,09, kabupatenl kota lainnya di propinsi Maluku rnernperotch US$ 2,18'".Dcngan demikian masyarakat dan pemerintah daerah t idak bep,iltu banyak mernpcrolch
manfaat
dari addnya skema IPHHK. Kon traktorlogging
adalah pcnerima tcrbcsar dari rnanfaat ckonomi (gross income) pcmnnfaatanh u t a n
IPHHK. Olch karena i tu ilrp,urncntasi bahwrl rnasyarakat akan mempurolch rnanfaat secara adil dari pcmberian IPtiI-IK tidnk scpcnclhnya benar. Ocngari demikian, kebijakan pemberianr
IPHHK belum dapat rncnjadi solusi dalarn memccahkan persoalan ketidak-aditan pcrolehan rnanfaat ekonorni penqetolaan hutan atam produksi an tara para pihak yang terlibat.perntr~nn >;iny ~ c l ; ~ l i clilc~;tpLt~n OIL-h l~crncrrril;ll~ pur:lt, b). p e y i t a r a a n atas 11crhng;ii nlasalnh ~ ; ~ r i q atl;~ rli
darrall. d;111 c). 11li:111fi ~ l c ' l i y ~ r i k c l o i ~ i l ~ o l r I L - ~ ~ C I ~ ~ I I dl ciala111 ~iinsyil~.nka~ (1~117iacilf.. dcnynn tnkill~-tiAoh ~nasyarabat), rrrtn Iiuhtltiya~~ personal IIC'IIP~~I cFI~-c'I~I tertclitll di puqnl.
L 1
I'ernc;~nn!! IPI-ll-lh titlitk d i k c ~ i n i kc\$ njilmrl rncnycrahkari fnrn ur1;lr:i i l t i i t l citra satelit. pe~i!u\ull;l~i
(TO~IIITICII .\ h I I )>I!, di111 p e t i ~ a ~ ~ t a t l a r ~ I ~ n v k t ~ ~ i ~ a i i . ~ r h b < t > ~ * ~ ~ l ~ i i LC::I:I~;III pcriiI>i~iaati IIIII:III \C~CTII
p e n i l x ~ ; l t i ~ ~ ~ prc;~h uhur pcl-maneli. plot pl:i~tiin r i t ~ r thh, dl!. srb;ur;lErli;~r~a tliivojihknu liepadn pc~tic!l~ri!! F 11'1 1 I,.
Pcr~r.ri~r~;i;i~~ rir:wr;i dari rcktorh k c F r ~ ~ t a ~ ~ n n dib;yi dcngnn ~~rimhnirg;iri 2I)O.n untuk pctnc~.irlrnli I,is\nl dm1
80°C untuh dncri~h. Bayinn dner:~l~ d;iri ~~cnurimaan provlq~ ~ ~ t r i i h ~ r ~ l ; ~ ~ ~ 1111til11 dit?n?i drr~+;lrl ~ ) e r i ~ ~ c i : ~ n IIr('o
11111~1L l7rot ~ I ~ C I , 32" rr IIIIIU~ Liitv~l)iit~*~i'Lotil p ~ ~ i g l i f i s i l dill1 ;?" n 11111 I I ~ halw~pa!en'kora Fni nnya tl;~l,~ln pl-ovi 1151
\ ; 1 3 1 1 d i ~ l \;iti!!k~~tal~ [I I \ t i 'i 1 i 1 l i t 1 r 1 190q. I'asnl h orill ( 5 ) t i i ~ r ~ p r i ~ i c ! a ~ i t n n > n l . D;\r~:r rc.lrcli\n<i t l i Imyi c l c i ~ + j i r ~ ~ ~ I I I ~ ~ : ~ I I I : ~ I ~ I O " ~ ~ lsnlt~h rl:~cr:lll p~'ti~~li~1411 dar~ hWbh ~ ~ r r i i ~ h 1)c1nr'rintn11 1ius:11 11 1 K O . .?C 1 ;111\111 1001).
Kelern
bagaan
Il
legal
l 7Perebutan
akses
tcrhadap surnberdaya mineral emas rnemicu dua jenis konflik di Tarnan Nasional Bocjani Nani Wartabone (TNBNW), Sulawesi Utara, yaitu konfli k antara pernerintah dengan masyarakat tokal yan9 berprofesi sebazai penambang's (konfEi k vcrtikal) dan konflik an tar sesama penambang (konflik horizontal).Konf
lik terjadi akibat status kawasan taman nasional sebagai state properly tidak diikuti olch pengualan kelernbagaan sehingga terben tuk "kelembagaan illegal".Pelaku yang terlibat tangsung dalam eksploitasi emas di TNBNW adalah kefompok kongsi, yang bekerja untuk para pemodal. Pemodal adalah kctua geng yan9 rncmiliki tromol serta tong, sianida, serta oknum-oknum yang memiliki kekuasan di Dumoya yaitu: oknum Sangadi, oknum anggota DPRD dan oknclrn TNI IPolri. Oknum tersebut rnerupakan pemodal tidak langsunp,, yang bekerja lewat pemilik-pemilik tromol dan
ton9 sianida. Kesemuanya ini membentuk kelembagaan
illegal
(Gam
bar 1 ).Ekslpoitasi Emas di
TNBNW-
-1
I
Ketua Genqb
/
Kelornpok KonqslI
rbl
Oknum
Sangad!1
-
LPem~lEk Anggota DPRD
TromoliTong
Sian jda Oknum Pokes
-
Bolmong
Oknurn Kod~rn
.
,Oknrrrn Jagawana
I
[image:11.612.93.481.296.536.2]I
DunrogaI I I
CarnalI
Gambar 1. Keternbagaan IllegaI Penambangan Emas di TNBNW
Kelernbagaan itlegal tersebut dapat membuat kondisi keamanan dan ketertiban di Durnoga stabil dan rnenquran~i konflik, di saat kesepakatan antar aktor berjalan dengan baik. Kesepakatan tidak tertulis tersebut adalah; ang2ota kelompok konesi dan pernodat (pemilik tromol dan tone sianida) rnemberikan
uang
kepada para pcnquasa(anggota
Jagawana, TNllPolri dan Camat), untuk mendapatkan hak pengelolaan dalam TNBNW serta jaminan keselamaran dan jaminan tidak akan mendapatkan perlawanan dari pihak lain (kelompok kongsi lain maupun Operasi P€TI). Aktor-aktoryane
rnemiliki jabatan lebih tinggi bermain di belakang layar dengan menyetor modal lewat pemilik tromol dan pemilik tong sianida.I I
Tclnal~ ~ t i i ciiriiigba~ dari I .tlitiln$ (?nOq) nleh I<a~indil~ar?io da1-t Jhali?~aui (7006)
1 X