KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP
KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR
(BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA)
SELAMA TRANSPORTASI
DEWI NOVIA TARWYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
DEWI NOVIA TARWYATI. Study on Packaging Impact to Physical Damage on Cabbage during Transportation. Supervised by Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota).
Cabbage is one of subtropical vegetables that can grow in up land Indonesia. In groups of vegetables, production yield of cabbage is highest and mainly supply for domestic market. Cabbage is one of major vegetables export commodity in several years ago. Unfortunately since 2005, the amount and value of export of cabbage decrease and become very small.
Postharvest handling concerns to nature of cabbage are its bulky, perishables, harvest time and duration to designated market. Improper of postharvest handling causes losses in term of technical and economical aspect. The introduction good handling practices and packaging technique will increase the value added that can increase economic value of product, even though it may add to cost production.
The study assessed impact of packaging technique, and stacking depth to physical damage on cabbages during transportation it’s also evaluate economic feasibility of packing system.
The physical damage measures weight losses, percentage of bruising area (physical damage level), and firmness level. It applied statistical analysis with 3 factorials are packaging technique (plastic crate + plastic film, plastic crate + cabbages leafs, plastic crate, corrugated box + plastic film, corrugated box + cabbages leafs, corrugated box and control), duration of simulation transportation (1, 2 and 5 hours), and also stacking place (top, middle, bottom). Economic aspect calculates the feasibility of packaging technique in cabbage agribusiness.
The result of study showed that packaging combination of cabbages in corrugated box and wraps plastic film caused the lowest average weight losses during transport simulation duration are 10.26 % (1 hour), 11.41% (2 hours), and 21.24% (5 hours). It is also supported by percentage bruising area evaluation are0.17(1 hour), 0.65(2 hours) and 1.36(5 hours). Based on Duncan test, plastic crate + plastic film shows insignificant value of weight losses and percentage bruising area compare to corrugated box except for value of weight losses during 2 hours simulation transportation. The firmness evaluation results only packaging technique impact to cabbages firmness and its value very low (R-square 0.59).
Based on technical aspect, the result on usage of plastic crate and corrugated box tend to insignificant different on weight losses. Than on economic aspect, plastic crate has the higher economic value (B/C or R/C) because of packaging cost is lower than corrugated box.
Packaging technique (plastic crate) for cabbages can be applied by farmer with addition of packaging cost Rp 154.29/kg (with plastic film) and Rp 35.71/kg (without plastic film). The production of cabbage with plastic crate packaging will be feasible (B/C ≥1) on the price level Rp 1,950/kg to Rp 2,100/kg for the producers who have distance 1 and 2 hour of simulation transportation or equivalent with 107.59 km and 215.18 km.
ABSTRAK
DEWI NOVIA TARWYATI. Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L.Var. Capitata) Selama Transportasi. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota).
Kubis adalah salah satu sayuran subtropik yang banyak ditanam di Indonesia khususnya di dataran tinggi. Kubis merupakan sayuran dengan produksi tertinggi dan kebanyakan dipasarkan di dalam negeri. Kubis pernah menjadi salah satu komoditi utama untuk ekspor. Tetapi sejak 2005, volume dan nilai ekspor kubis sangat kecil.
Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat kubis yang mudah rusak, berbentuk bulat besar (voluminous), waktu panen, dan waktu tempuh untuk mencapai pasar yang dituju. Penanganan yang sembarangan menyebabkan susut jumlah, mutu dan nilai ekonomi kubis. Praktek penanganan pasca panen dan cara pengemasan yang baik dapat meningkatkan nilai tambah yang akan meningkatkan nilai ekonomis kubis, walaupun akan meningkatkan biaya produksi.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan kubis selama transportasi dan untuk mengevaluasi kelayakan ekonomi dari kemasan.
Sifat fisik kubis yang dievaluasi adalah susut berat, persentase luas memar dan kekerasan. Rancangan percobaan menggunakan acak lengkap dengan 3 faktorial untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang terdiri dari kombinasi kemasan (keranjang+plastik film, keranjang+daun, keranjang, kardus+plastik film, kardus+daun, kardus, kontrol), lama simulasi transportasi (1, 2, 5 jam) dan posisi tumpukan (atas, tengah dan bawah). Aspek ekonomis dilakukan dengan menghitung kelayakan penggunaan kemasan dalam usahatani kubis segar.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kombinasi kemasan kubis yang menggunakan plastik film dan kardus menghasilkan susut berat yang paling rendah pada setiap lama simulasi transportasi yaitu 10.26 % (1 jam), 11.41% (2 jam), dan 21.24% (5 jam). Hal ini juga ditunjukkan dengan persentase luas memar terendah sebesar 0.17 (1 jam), 0.65 (2 jam) dan 1.36 (5 jam). Berdasarkan Uji Duncan, keranjang menunjukkan nilai susut berat dan persentase luas memar yang tidak berbeda nyata dengan kardus kecuali pada susut berat pada 2 jam simulasi transportasi. Pada pengujian tingkat kekerasan kubis, hanya faktor kombinasi kemasan yang memberikan pengaruh walaupun tingkat pengaruh tersebut sangat rendah (R-square 0.59).
Berdasarkan pendekatan teknis, penggunaan kardus menunjukkan kehilangan susut lebih rendah daripada keranjang tetapi cenderung tidak berbeda nyata. Sedangkan pendekatan ekonomi menunjukkan bahwa keranjang menghasilkan nilai kelayakan ekonomi lebih tinggi (B/C dan R/C) karena biaya kemasan yang lebih rendah daripada kardus.
Penggunaan kombinasi kemasan dengan keranjang diterapkan ditingkat petani dengan tambahan biaya untuk pengemasan sebesar Rp 154.29/kg (dengan plastik film) dan Rp 35.71/kg (dengan atau tanpa daun kubis). Tingkat kelayakan usahatani kubis segar (B/C >1) dengan teknik pengemasan dengan keranjang ini, akan layak dilakukan pada tingkat Rp 1,950/kg sampai Rp 2,100/kg bagi produsen berjarak 1 dan 2 jam simulasi transportasi atau setara 107.59 km dan 215.18 km.
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul KAJIAN PENGARUH
KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA
OLERACEA L VAR CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP
KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR
(BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA)
SELAMA TRANSPORTASI
DEWI NOVIA TARWYATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar
(Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi
Nama : Dewi Novia Tarwyati
NRP : F 051020121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. SUROSO, M.Agr Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, MAgr Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT dan kasih sayang yang
selalu dilimpahkan dimana kadang ada keprihatinan yang harus penulis lalui dan
rasakan namun akhirnya atas ijinNya penulisan tesis dengan judul “Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi “ akhirnya dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tulus kepada Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, MAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang selalu penulis dapatkan selama dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga pada Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati M.Si sebagai Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan wawasan dan pengetahuannya serta semua pihak yang telah memberikan semangat terutama teman-teman satu angkatan di Program Studi Teknologi Pascapanen terutama Wiwik, Munawar dan Slamet Bejo Santoso yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan semangat pada penulis.
Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan pada Ibu tercinta Wahyuti, Suamiku Cahyo Prabowo dan ketiga putriku tersayang Fidecya Asharani, Destiana Isyarani dan Oktivia Andarani, yang telah menjadi sumber semangat dalam hidupku. Dengan do’a serta dukungan mereka selama ini sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperkaya dan memperbaikinya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama yang memerlukannya.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1968, dari Ayah H.R. Tarmidi Sukirman (almarhum) dan Ibu Wahyuti Ngisom. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari tahun 1987 sampai dengan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta. Seiring dengan perjalanan waktu saat ini penulis bertugas di Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian
KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP
KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR
(BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA)
SELAMA TRANSPORTASI
DEWI NOVIA TARWYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
DEWI NOVIA TARWYATI. Study on Packaging Impact to Physical Damage on Cabbage during Transportation. Supervised by Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota).
Cabbage is one of subtropical vegetables that can grow in up land Indonesia. In groups of vegetables, production yield of cabbage is highest and mainly supply for domestic market. Cabbage is one of major vegetables export commodity in several years ago. Unfortunately since 2005, the amount and value of export of cabbage decrease and become very small.
Postharvest handling concerns to nature of cabbage are its bulky, perishables, harvest time and duration to designated market. Improper of postharvest handling causes losses in term of technical and economical aspect. The introduction good handling practices and packaging technique will increase the value added that can increase economic value of product, even though it may add to cost production.
The study assessed impact of packaging technique, and stacking depth to physical damage on cabbages during transportation it’s also evaluate economic feasibility of packing system.
The physical damage measures weight losses, percentage of bruising area (physical damage level), and firmness level. It applied statistical analysis with 3 factorials are packaging technique (plastic crate + plastic film, plastic crate + cabbages leafs, plastic crate, corrugated box + plastic film, corrugated box + cabbages leafs, corrugated box and control), duration of simulation transportation (1, 2 and 5 hours), and also stacking place (top, middle, bottom). Economic aspect calculates the feasibility of packaging technique in cabbage agribusiness.
The result of study showed that packaging combination of cabbages in corrugated box and wraps plastic film caused the lowest average weight losses during transport simulation duration are 10.26 % (1 hour), 11.41% (2 hours), and 21.24% (5 hours). It is also supported by percentage bruising area evaluation are0.17(1 hour), 0.65(2 hours) and 1.36(5 hours). Based on Duncan test, plastic crate + plastic film shows insignificant value of weight losses and percentage bruising area compare to corrugated box except for value of weight losses during 2 hours simulation transportation. The firmness evaluation results only packaging technique impact to cabbages firmness and its value very low (R-square 0.59).
Based on technical aspect, the result on usage of plastic crate and corrugated box tend to insignificant different on weight losses. Than on economic aspect, plastic crate has the higher economic value (B/C or R/C) because of packaging cost is lower than corrugated box.
Packaging technique (plastic crate) for cabbages can be applied by farmer with addition of packaging cost Rp 154.29/kg (with plastic film) and Rp 35.71/kg (without plastic film). The production of cabbage with plastic crate packaging will be feasible (B/C ≥1) on the price level Rp 1,950/kg to Rp 2,100/kg for the producers who have distance 1 and 2 hour of simulation transportation or equivalent with 107.59 km and 215.18 km.
ABSTRAK
DEWI NOVIA TARWYATI. Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L.Var. Capitata) Selama Transportasi. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota).
Kubis adalah salah satu sayuran subtropik yang banyak ditanam di Indonesia khususnya di dataran tinggi. Kubis merupakan sayuran dengan produksi tertinggi dan kebanyakan dipasarkan di dalam negeri. Kubis pernah menjadi salah satu komoditi utama untuk ekspor. Tetapi sejak 2005, volume dan nilai ekspor kubis sangat kecil.
Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat kubis yang mudah rusak, berbentuk bulat besar (voluminous), waktu panen, dan waktu tempuh untuk mencapai pasar yang dituju. Penanganan yang sembarangan menyebabkan susut jumlah, mutu dan nilai ekonomi kubis. Praktek penanganan pasca panen dan cara pengemasan yang baik dapat meningkatkan nilai tambah yang akan meningkatkan nilai ekonomis kubis, walaupun akan meningkatkan biaya produksi.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan kubis selama transportasi dan untuk mengevaluasi kelayakan ekonomi dari kemasan.
Sifat fisik kubis yang dievaluasi adalah susut berat, persentase luas memar dan kekerasan. Rancangan percobaan menggunakan acak lengkap dengan 3 faktorial untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang terdiri dari kombinasi kemasan (keranjang+plastik film, keranjang+daun, keranjang, kardus+plastik film, kardus+daun, kardus, kontrol), lama simulasi transportasi (1, 2, 5 jam) dan posisi tumpukan (atas, tengah dan bawah). Aspek ekonomis dilakukan dengan menghitung kelayakan penggunaan kemasan dalam usahatani kubis segar.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kombinasi kemasan kubis yang menggunakan plastik film dan kardus menghasilkan susut berat yang paling rendah pada setiap lama simulasi transportasi yaitu 10.26 % (1 jam), 11.41% (2 jam), dan 21.24% (5 jam). Hal ini juga ditunjukkan dengan persentase luas memar terendah sebesar 0.17 (1 jam), 0.65 (2 jam) dan 1.36 (5 jam). Berdasarkan Uji Duncan, keranjang menunjukkan nilai susut berat dan persentase luas memar yang tidak berbeda nyata dengan kardus kecuali pada susut berat pada 2 jam simulasi transportasi. Pada pengujian tingkat kekerasan kubis, hanya faktor kombinasi kemasan yang memberikan pengaruh walaupun tingkat pengaruh tersebut sangat rendah (R-square 0.59).
Berdasarkan pendekatan teknis, penggunaan kardus menunjukkan kehilangan susut lebih rendah daripada keranjang tetapi cenderung tidak berbeda nyata. Sedangkan pendekatan ekonomi menunjukkan bahwa keranjang menghasilkan nilai kelayakan ekonomi lebih tinggi (B/C dan R/C) karena biaya kemasan yang lebih rendah daripada kardus.
Penggunaan kombinasi kemasan dengan keranjang diterapkan ditingkat petani dengan tambahan biaya untuk pengemasan sebesar Rp 154.29/kg (dengan plastik film) dan Rp 35.71/kg (dengan atau tanpa daun kubis). Tingkat kelayakan usahatani kubis segar (B/C >1) dengan teknik pengemasan dengan keranjang ini, akan layak dilakukan pada tingkat Rp 1,950/kg sampai Rp 2,100/kg bagi produsen berjarak 1 dan 2 jam simulasi transportasi atau setara 107.59 km dan 215.18 km.
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul KAJIAN PENGARUH
KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA
OLERACEA L VAR CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP
KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR
(BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA)
SELAMA TRANSPORTASI
DEWI NOVIA TARWYATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar
(Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi
Nama : Dewi Novia Tarwyati
NRP : F 051020121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. SUROSO, M.Agr Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, MAgr Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT dan kasih sayang yang
selalu dilimpahkan dimana kadang ada keprihatinan yang harus penulis lalui dan
rasakan namun akhirnya atas ijinNya penulisan tesis dengan judul “Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi “ akhirnya dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tulus kepada Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, MAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang selalu penulis dapatkan selama dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga pada Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati M.Si sebagai Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan wawasan dan pengetahuannya serta semua pihak yang telah memberikan semangat terutama teman-teman satu angkatan di Program Studi Teknologi Pascapanen terutama Wiwik, Munawar dan Slamet Bejo Santoso yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan semangat pada penulis.
Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan pada Ibu tercinta Wahyuti, Suamiku Cahyo Prabowo dan ketiga putriku tersayang Fidecya Asharani, Destiana Isyarani dan Oktivia Andarani, yang telah menjadi sumber semangat dalam hidupku. Dengan do’a serta dukungan mereka selama ini sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperkaya dan memperbaikinya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama yang memerlukannya.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1968, dari Ayah H.R. Tarmidi Sukirman (almarhum) dan Ibu Wahyuti Ngisom. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari tahun 1987 sampai dengan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta. Seiring dengan perjalanan waktu saat ini penulis bertugas di Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian
DAFTAR ISI
Hal
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar iii
Daftar Lampiran iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 4
Manfaat 4
TINJAUAN PUSTAKA
Persyaratan Mutu Kubis 5
Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat 6
Penanganan Pascapanen pada Kubis 7
Faktor Pengangkutan atau Transportasi 9
Analisa Usahatani Kubis 12
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat 14
Tempat dan Waktu 14
Metode Pengujian 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat 24 Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Getaran Terhadap Tingkat Kerusakan 31 Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Getaran Terhadap Tingkat Kekerasan 39 Analisa Kelayakan Finansial Unit Usahatani Kubis Segar 41
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 46
Saran 47
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 1997 – 2005 (ton/ha) 1
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Segar di Indonesia 2
Tabel 3. Cara Pengambilan Contoh 14
Tabel 4. Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan
pengupasan
18
Tabel 5. Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg) 19
Tabel 6. Hasil Uji Tingkat Kerusakan 19
Tabel 7 Perhitungan Manfaat dari Introduksi Kemasan pada kubis Segar 21
Tabel 8 Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi
terhadap Susut Berat akibat Simulasi Transportasi (%)
26
Tabel 9 Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi
terhadap Susut Berat akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan
30
Tabel 10 Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Lama
Simulasi Transportasi Terhadap Persentase Luas Memar
34
Tabel 11 Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Letak
Tumpukan Terhadap Persentase Luas Memar
37
Tabel 12 Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kemasan Terhadap Tingkat
Kekerasan
40
Tabel 13 Hasil Perhitungan Analisa Finansial pada Usahatani Kubis Segar 42
Tabel 14 Hasil Perhitungan Analisa Finansial pada Usahatani Kubis Segar pada
Tingkat Harga Rp 2,100/kg.
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Unsur-Unsur Rantai Sayuran di Jawa Barat 6
Gambar 2. Lankah-langkah Penelitian 15
Gambar 3. Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer 16
Gambar 4. Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang 16
Gambar 5. Simulasi Transportasi dengan Meja Getar 17
Gambar 6. Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Di Atas Meja Getar 17
Gambar 7. Cara penyusunan Kubis Segar 18
Gambar 8. Ilustrasi Luas Memar Kubis 19
Gambar 9. Pengukuran Susut Berat setelah Simulasi Transportasi 24
Gambar 10. Susut Berat Kubis Pada Berbagai Kemasan setelah Simulasi
Transportasi
25
Gambar 11. Susut Berat Kubis setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan 29
Gambar 12. Memar Pada Sisi dan Atas Kubis yang Berupa Garis-Garis 32
Gambar 13. Persentase Luas Memar pada Setiap Kombinasi Kemasan dan
Lama Simulasi Transportasi
33
Gambar 14. Persentase Luas Memar pada Setiap Tumpukan Pada Berbagai
Kemasan
35
Gambar 15. Kemiringan Tumpukan Kemasan Sekunder (kardus) Setelah
Simulasi Transportasi
36
Gambar 16. Penyusunan Kubis pada Perlakuan Kontrol 39
Gambar 17. Tingkat Kekerasan pada Daun dan Tulang Daun Kubis Pada
Berbagai Kemasan
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Hasil Pengukuran Gerakan Bak Truk Angkutan Setara 30 Km
pada Beberapa Kondisi Jalan
48
Lampiran 2. Perhitungan Amplitudo dan Frekuensi Rataan dari Meja Getar
Selama 60 menit atau 1 jam
49
Lampiran 3. Perhitungan Setara Panjang Jalan Simulasi Pengangkutan
selama 60 menit pada Jalan Luar Kota
50
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Penurunan Berat Kubis Segar 51
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Kubis Segar 52
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Tingkat Kekerasan Kubis Segar 53
Lampiran 7. Struktur Biaya Usahatani Kubis Segar 54
Lampiran 8. Perhitungan Biaya Operasional dan Penerimaan pada Tingkat
Harga Kubis Rp. 1500/kg
55
Lampiran 9. Perhitungan Rasio Manfaat-Biaya pada Tingkat Harga Kubis
Rp. 1500/kg
56
Lampiran 10. Perhitungan Rasio Penerimaan-Biaya pada Tingkat Harga
Kubis Rp. 1500/kg
57
Lampiran 11. Perhitungan Analisa Finansial Usahatani Kubis pada Beberapa
Tingkat Harga
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kubis atau dikenal dengan nama “kol atau engkol” merupakan salah satu jenis
sayuran yang berasal dari daerah subtropik. Tanaman ini telah lama dikenal dan
dibudidayakan di Indonesia, khususnya di wilayah pegunungan. Produksi kubis Indonesia
saat ini, sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan menduduki
peringkat pertama dalam volume produksi sayuran di Indonesia (Tabel 1). Sentra
produksi kubis terdapat di propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang produktivitas
rataan pada tahun 2005 masing-masing adalah 25.9 ton/ha dan 20.3 ton/ha (Statistik
Indonesia, 2006). Kubis juga menjadi salah satu dari kelompok sayuran yang diekspor.
Hal ini dinyatakan oleh Rukmana (1994) bahwa sayuran kubis merupakan salah satu dari
6 (enam) kelompok sayuran segar yang diekspor selain brokoli, kentang, tomat, cabe dan
bawang merah.
Tabel 1. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 1997 – 2005 (Ton/Ha) Tahun Kubis Kentang Bawang
Merah
Wortel Cabai
1997 1,338,504 813,368 294,423 227,321 156,715
1998 1,459,232 998,032 287,506 332,846 164,944
1999 1,447,910 942,058 323,855 266,536 183,347
2000 1,336,410 977,349 772,818 326,693 174,708
2001 1,238,079 831,140 861,150 300,548 142,556
2002 1,232,834 893,824 766,572 282,248 150,589
2003 1,348,433 1,009,979 762,795 355, 802 176,264
2004 1,432,814 1,027,040 757,399 423,722 194,588
2005 1,292,984 1,009,619 732,609 440,002 187.236
Sumber : Statistik Indonesia 2006
Menurut Statistik Pertanian tahun 2003 (Departemen Pertanian, 2003), kubis masih
merupakan produk sayuran terbesar kedua yang diekspor dengan kenaikan nilai ekspor
sebesar 30.19 % dan volume ekspor kubis ini turun sebesar 20.02 % yang dihitung
berdasarkan nilai ekspor tahun 2002 dari 2001. Kemudian, dua tahun berikutnya kubis
Pertanian tahun 2005 dimana kubis hanya masuk dalam kelompok sayuran lainnya yang
volume dan nilai ekspornya menurun sejak tahun 2003 (Tabel. 2)
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Segar di Indonesia.
Volume Ekspor (ton) Nilai Ekspor (000US$) No Komoditi
2003 2004 Δ 2003 2004 Δ
1. Bawang Merah 5,402.05 4,637.26 -14.16 2,421.13 1,888.93 -21.98
2. Kentang 18,839.70 16,487.52 -12.49 4,241.12 3,556.13 -16.15
3. Cabe 88.29 854.32 867.60 18.44 453.44 2,358.58
4. Sayuran lainnya
49,271.70 41,069.93 -16.65 17,327.86 7,562.25 -56.36
5. Lain-lain 36,050.87 25,495.77 -29.28 11,009.97 18,843.29 71.15 TOTAL 109,652.06 88,544.81 -19.25 35,018 32,304 -7.75
Sumber : Statistik Pertanian 2005, Departemen Pertanian
Fenomena atau kondisi tersebut banyak terjadi karena mutu produk pertanian
Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Keberhasilan pemasaran produk
sayuran segar dimulai dengan budidaya yang baik untuk menghasilkan produk bermutu
dan membutuhkan penanganan pascapanen yang dapat menjaga mutu (fisik), nutrisi dan
keamanan pangan (kimiawi) agar dapat mempertahankan nilai ekonomis dari suatu
produk. Kubis merupakan komoditi yang bersifat mudah rusak (perishable) dan
memenuhi tempat (bulky) sehingga memerlukan penanganan pascapanen yang tepat
untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang masa simpan namun dengan tetap
mempertahankan skala ekonomis dalam perdagangan.
Permasalahan pada pascapanen dapat disebabkan karena penanganan sebelum panen
dan sesudah panen. Secara umum, penanganan pascapanen kubis meliputi cara panen,
pengangkutan dari lahan ke tempat pengemasan, sortasi, pengkelasan (grading) dan
pendistribusian ke pasar. Praktek penyimpanan kubis jarang dilakukan oleh petani kubis
segar di pedesaan. Alat pengangkutan kubis di pedesaan dapat berupa sepeda, motor,
mobil pick-up terbuka dan truk. Hal-hal tersebut memberikan kontribusi pada kehilangan
pascapanen karena sebagian besar petani kubis berada jauh dari lokasi pasar, dan skala
usaha masih kecil serta praktek penanganan sejak panen sampai ke konsumen masih
Pada umumnya kubis segar diupayakan secepat mungkin untuk dapat diterima
konsumen akhir sejak panen, agar dapat menghindari penurunan mutu ataupun
kehilangan nilai ekonomi yang lebih besar. Jangka waktu untuk mencapai konsumen
tersebut, transportasi atau distribusi relatif membutuhkan lebih banyak waktu
dibandingkan praktek penanganan lainnya. Hal ini disebabkan jarak antara produsen dan
konsumen akhir relatif jauh.
Upaya petani atau pedagang untuk dapat mengurangi kehilangan atau penurunan nilai
ekonomi kubis selama transportasi antara lain : secepatnya mencapai konsumen akhir,
dan melakukan pengiriman pada saat dini hari. Hal lain yang dapat menyebabkan
kehilangan pascapanen selama waktu transportasi dan belum mendapat perhatian khusus,
seperti penggunaan kemasan atau wadah masih sederhana yang dikenal dengan “waring”
atau keranjang bambu serta penyusunan produk dalam alat transportasi yang tidak
memadai. Selain itu pengangkutan dengan bercampur dengan produk hortikultura lainnya
dapat menurunkan nilai ekonomis kubis.
Ada kecenderungan petani atau pedagang di pedesaan khawatir untuk memperbaiki
penanganan pascapanennya karena hanya akan menambah biaya sehingga mengurangi
keuntungan dari hasil penjualannya. Hal ini logis karena sebagian konsumen lokal belum
dapat menghargai mutu produk yang dihasilkan dengan harga yang lebih tinggi. Akan
tetapi, banyak petani sayuran yang bersifat inovatif dan memiliki kemampuan
berwirausaha melakukan terobosan-terobosan untuk dapat mengurangi kehilangan
pascapanen dan dapat merasakan manfaat yang dari penanganan pascapanen yang tepat
tersebut.
Di Indonesia, kubis bukan lagi merupakan komoditi eksotik yang memiliki harga jual
tinggi sehingga sebagian keuntungan dapat digunakan untuk mengadopsi teknologi
pascapanen yang baru untuk tujuan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang.
Teknologi pascapanen yang sederhana, mudah dilakukan dan dapat memberikan manfaat
atau keuntungan merupakan salah satu pertimbangan petani untuk menerima teknologi
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan fisik pada
kubis segar selama distribusi mulai dari panen sampai diterima oleh konsumen, dan
secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari pengaruh kemasan kubis terhadap susut pascapanen kubis selama
transportasi
2. Mengetahui manfaat dari introduksi kemasan baru yang dapat diterima atau
diadopsi oleh petani secara ekonomis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa kelompok masyarakat dibawah ini :
1. Petani :
dapat menentukan cara penanganan pascapanen yang paling sesuai dengan
permintaan pasar dan mendapatkan keuntungan dari pemilihan tersebut.
2. Peneliti :
dapat memberikan alternatif cara penanganan pascapanen kepada petani teknologi
pascapanen yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi aktual.
3. Pemerintah :
dapat mendukung peningkatan pendapatan petani dengan memberikan arahan
TINJAUAN PUSTAKA
Tingkat kehilangan pada produk hortikultura, dalam hal kualitas maupun kuantitas
antara panen sampai ke konsumen berkisar 20-50 % di negara berkembang dan 5-25% di
negara maju, tergantung dari jenis komoditi, varietas dan kondisi penanganannya (Kader,
2002). Di Indonesia kehilangan pascapanen pada produk sayuran berkisar 25-40%
(Muchtadi, 1995). Kader (2002) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk mengurangi
kehilanganan tersebut produsen dan pedagang harus : 1) mengetahui faktor biologi dan
lingkungan yang mengakibatkan deteorisasi (penurunan mutu), dan 2) menggunakan
teknik pascapanen yang menunda penuaan dan menjaga mutu.
Persyaratan Mutu Kubis
Kubis segar yang didefinisikan dalam Standar Nasional Indonesia (1998) adalah
kumpulan daun-daun yang masih menempel pada batang dan membentuk telur/krop
berasal dari tanaman kubis (Brassica Oleracea, var.capitata,LINN) dalam keadaan segar
dan bersih. Kubis digolongkan dalam 3 (tiga) ukuran 1) Kecil : 500 gram, 2) Sedang :
500 – 1250 gram, dan 3) Besar : > 1250 gram.
Standar Nasional Indonesia untuk Kubis Segar adalah SNI 01-3174-1998 yang
berisikan syarat mutu kubis adalah sebagai berikut :
Persyaratan
No Jenis Uji Satuan
Mutu I Mutu II
1. Keseragaman varietas - seragam Seragam
2. Keseragaman ukuran berat % Min. 100 Min. 90
3. Kepadatan - padat kurang padat
4. Warna daun luar - putih kehijauan
dan segar
putih kehijauan dan segar 5. Kadar kotoran
(bobot/bobot)
% Maks. 0 Maks. 0
6. Kubis cacat (jumlah/jumlah)
% Maks. 0 Maks. 0
Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat
Adiyoga (2003) menyatakan bahwa rantai suplai sayuran di Jawa Barat adalah
pelayanan kelembagaan untuk menghantarkan pergerakan sayuran dari produsen kepada
konsumen. Intervensi pemerintah sangat terbatas untuk mendukung ketersediaan sarana
fisik seperti jalan dan pasar. Rantai suplai sayuran di Jawa Barat yang teridentifikasi,
[image:30.612.149.517.223.600.2]dijelaskan seperti Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Unsur-unsur Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat Produsen/Petani
Pengangkutan
Pengumpul Desa Pengumpul Kota Unit Pengemasan
Unit Pengangkutan
Pasar Induk Di Bandung
Pasar Swalayan, Hotel, Restauran
Pedagang Eceran Di Bandung
Konsumen Akhir/Pengguna Pasar Induk
Di Jakarta
Penanganan Pascapanen pada Kubis
Menurut Syarief (1990), sebagian besar buah dan sayuran lebih disukai dalam
keadaan segar. Oleh karena itu berbagai cara diupayakan untuk mempertahankan mutu
dan kesegaran buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa dikonsumsi
dalam keadaan segar. Winarno dan Betty (1983) menyatakan suatu bahan dianggap rusak
jika menunjukkan penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal
oleh panca indra atau parameter lainnya.
Berdasarkan penelitian Anastasia (1983) sistem penanganan kubis meliputi
pemanenan, pengemasan, pengangkutan, pengkelasan mutu dan pemasaran dengan
penjelasan sebagai berikut :
1. Pemanenan
Penanganan kubis harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak lecet, luka atau
memar, karena keadaan ini dapat menurunkan mutu dan harga jual (Muchtadi dan
Anjarsari, 1996). Menurut Rukmana (1996), pemanenan diharapkan jangan
sampai terlambat, karena menyebabkan kropnya pecah (retak-retak) dan
kadang-kadang diikuti dengan pembusukan. Cara pemanenan, baik secara mekanik
ataupun secara manual akan mempengaruhi derajat (tingkat) dan tipe pelukaan,
kememaran dan sayatan yang terjadi. Bagian yang rusak demikian merupakan
titik-titik masuk bagi jasad renik yang akan menurunkan kualitas (Ronoprawiro,
1993).
Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen, pada dasarnya masih merupakan
jaringan hidup dan masih berlangsung proses respirasi. Kader (2002),
mengklasifikasikan komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasinya dan
kubis termasuk dalam kelas tinggi dengan laju respirasi pada 5 0C atau 41 0F
berkisar 20 – 40 mg CO2/kg-jam. Subekti (1998) menyatakan bahwa laju respirasi
kubis pada suhu kamar atau suhu 30 0C adalah sebesar 7.3926 ml CO2/kg-jam dan
4.3767 ml O2/kg-jam, serta pada suhu 5 0C sebesar 1.2922 ml CO2/kg-jam dan
2. Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau
mempertahankan mutu produk pangan. Selain itu pengemasan juga merupakan
penunjang bagi transportasi, distribusi, dan merupakan bagian penting dari usaha
untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran (Rahardi et al., 1998.). Setyowati et
al.,(1992) menyatakan fungsi pengemasan dilakukan untuk mempermudah
pengangkutan ditingkat petani dan untuk melindungi mutu sayuran bagi pedagang
serta dapat menarik minat konsumen. Komoditi kubis dari Cipanas umumnya di
kemas dengan 3 cara yaitu ikatan, keranjang dan kantong plastik berlubang
(Anastasia, 1983). Asgar (1989) menjelaskan bahwa pengepakan yang baik
adalah dengan dikemas dalam keranjang plastik ukuran 75 x 50 x 50 cm3 karena
mengalami kerusakan mekanis yang lebih kecil (12,27%) dibandingkan dengan
pengepakan dalam peti kayu ukuran 54 x 50 x 32 cm3 (15,92%), keranjang bambu
ukuran 42 x 32 x 43 cm3 (18,88%), karung plastik ukuran 93,5 x 54 cm2 (25,27%)
dan tanpa pengemasan (33%).
3. Pengangkutan
Pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan,
penyimpanan, dan distribusi buah-buahan atau sayur-sayuran. Pengangkutan
dimulai dari kebun ke tempat-tempat pengumpulan. Dari tempat-tempat ini
dilakukan pengangkutan hasil sebagai barang curahan oleh pengecor, tengkulak,
pedagang besar, pemroses, pengeskpor dan pengimpor di stasiun-stasiun
pengemasan, tempat-tempat penyimpangan, tempat-tempat pengiriman dan
pelabuhan pemuatan dan pembongkaran (Kamariyani dan Gembong T.,1993).
Kendaraan pengangkut kubis di pedesaan adalah truk, dan mobil pick-up.
a. Pengkelasan mutu
Setyowati et. al (1992) menyatakan sebenarnya agak susah menyeragamkan
sayuran dari beragam petani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan budidaya,
b. Pemasaran.
Secara umum pemasaran dapat diartikan pelaksanaan semua aktivitas yang
berguna untuk menciptakan, memajukan dan mendistribusikan barang yang
dihasilkan (Dalimartha,1978)
Faktor Pengangkutan atau Transportasi
Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen, pada dasarnya masih merupakan jaringan
hidup dan masih berlangsung respirasi. Proses ini ditandai dengan perubahan warna
produk, tekstur dan rasanya demikian pula kandungan nutrisinya (Ashari,1995). Susut
bobot dapat dicegah dengan pengemasan yang baik, pengangkutan yang baik dan
pemilihan varietas yang tahan angkut jarak jauh (Sunarjono,1976). Selama pengangkutan
sayuran, pertimbangan terhadap faktor-faktor seperti pengaturan suhu dan kelembaban
dan kehati-hatian penanganan selalu penting (Ronopriwo,1993).
Menurut Ronopriwo (1993) pemilihan angkutan akan dipengaruhi oleh jarak,
kemudahan busuknya hasil dan ketersediaan dan biaya angkutan. Jarak pasar yang sangat
jauh mungkin memerlukan penggunaan pesawat terbang, sedang truk dan mobil van
mungkin cocok untuk jarak-jarak lebih dekat. Di daerah yang dekat dengan sungai atau
pantai angkutan air adalah umum digunakan. Pada umumnya, pengakutan kubis
menggunakan kendaraan pengangkut seperti truk, mobil pick-up untuk jarak menengah
dan jauh (Anastasia, 1983). Menurut Kitinoja dan Kader (2003) pada pengangkutan
dengan kendaraan terbuka, tumpukan produk harus hati-hati disusun agar tidak
menyebabkan kerusakan mekanis. Kendaraan dapat dilindungi dengan lapisan jerami atau
karung sebagai penahan getaran pada kendaraan kecil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pada kendaraan terbuka sedapat mungkin udara dapat melewati produk dengan baik.
Menurut Frazier dan Westhoff (1978), beberapa jenis kebusukan yang biasa terjadi
selama pemasaran adalah busuk lunak bakteri yang disebabkan Erwinia carotovora, yang
menyebabkan degradasi pektin pada sayuran sehingga menjadi lunak dan berbau busuk.
Phytothora sp Rhizoctonia, dan Alternaria sp yang tumbuh selama pengangkutan dan
penyimpanan. Organisme ini menyebabkan cacat yang tidak kelihatan (Adair, 1971).
Pengemasan yang buruk (tanpa bungkus) adalah salah satu sebab turunnya kualitas
selama pengangkutan. Pembungkusan berfungsi sebagai pelindung terhadap bahaya
(resiko) selama perjalanan. Jika tidak cukup, kerusakan mekanis akan terjadi
(Ronoprawiro, 1993). Levi, 1964 dalam Pantastico (1989) dalam surveynya mengenai
persoalan pengangkutan dinegara berkembang, menyatakan bahwa usaha-usaha untuk
memperbaiki kondisi pengangkutan dapat dimulai dengan pembuatan wadah-wadah yang
diisolasi dengan baik.
Ukuran kemasan untuk distribusi buah dan sayuran segar agar penanganan lebih
mudah, yang direkomendasi oleh The Organization for Economic Cooperation and
Development adalah yang berukuran 60 x 40, 50 x 40, 50 x 30, 40 x 30 (cm). Tinggi
kemasan bervariasi berdasarkan ukuran produk yang dikemas (Ryall dan Pentzer, 1982).
Lebih lanjut, Soedibyo (1985) mengemukakan berat bersih isi kemasan yang ideal
berkisar antara 10 -20 kg. Sementara itu Mc. Gregor (1989) menyatakan kemasan yang
lebih dari 23 kg (50 lb) mendorong penanganan kasar, kerusakan pada produk dan
kesalahan pada penyusunan.
Pantastico (1989), memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar untuk
pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut :
1. Pada pengangkutan dalam jangka waktu pendek, komoditi harus dilindungi
terhadap kerusakan mekanik dan kemungkinan terkena suhu ekstrem.
2. Untuk pengangkutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi
disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme
pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang
mengandung banyak air atau pematangan buah.
Lebih lanjut Pantastico (1989) menyatakan kerusakan lain adalah, bahwa dalam
pengangkutan yang menggunakan jasa pengangkutan umum, para penanganan dan
Kitinoja dan Gorny (1999) menyatakan cara penanganan pada pengangkutan atau
transportasi yang mengakibatkan kehilangan pascapanen, mutu dan keamanan pangan
yaitu :
1. Pengiriman yang melebihi kapasitas
2. Menempatkan produk yang berat diatas produk yang lebih lunak
3. Pengiriman dengan kendaraan berpendingin tanpa ‘pre-cooling’ baik kendaraan
maupun produk
4. Menggunakan kemasan dengan mutu rendah atau tanpa kemasan dapat
mengakibatkan kerusakan karena penekanan.
5. Kurangnya ventilasi yang cukup selama transportasi
6. Kurangnya tekanan udara pada kendaraan
7. Penanganan yang kasar atau tidak baik selama bongkar-muat pada kendaraan
8. Alat pendingin yang mati atau membiarkan produk terkena panas matahari.
9. Kerusakan karena etilen, odor dan atau ‘chiling injury’ karena pengiriman yang
dicampur dengan produk lain.
Mc. Gregor (1987) menyatakan bahwa kubis merupakan salah satu produk yang
sensitive dengan etilen dan tingkat kepekaan terhadap ‘freezing injury termasuk golongan
sedang atau moderat artinya kubis cukup baik disimpan pada suhu rendah.
Cara penanganan dalam penyusunan tumpukan dalam kendaraan sangat berpengaruh
pada ketahanan kemasan dalam melindungi produk. Kitinoja dan Gorny (1999)
menyatakan bahwa penataan tumpukan harus secara tepat karena kekuatan pada wadah
bertumpu pada sudutnya dan 1 inchi kesalahan letak pada tumpukan akan menurunkan
kekuatan wadah berkisar 15 – 34 % sebagai penahan getaran. Mc Gregor (1989)
menyatakan bahwa penataan secara menyilang dari kardus dapat menyebabkan kekuatan
kardus hilang 50% di semua letak tumpukan dari atas sampai bawah.
Pantastico (1989) menyebutkan bahwa sayuran daun paling baik disimpan pada suhu
32 0F, RH 90-95%. Untuk Kubis suhu 32-41 0F dapat mempertahankan umur simpannya
A.L (1988) menemukan adanya umur ekonomis yang lebih lama pada kubis yang
disimpan pada suhu 5-10 0C dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar baik
untuk kubis bulat maupun kubis gepeng. Kitinoja dan Gorny (1999) juga menyatakan
pengiriman saat-saat lebih dingin (malam atau dini hari) dapat mengurangi panas pada
produk sehingga dapat meminimalkan kerusakan.
Analisa Usahatani Kubis
Syarief, AM (terjemahan Henderson dan Penny, 1989) menyatakan keberhasilan atau
kegagalan dagang dari suatu usaha tergantung pada perbedaan antara biaya produksi dan
pendapatan. Jenis biaya dibagi menjadi biaya tetap dan biaya operasional. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan pada masalah
pembiayaan karena masalah ini merupakan salah satu dari faktor-faktor yang penting
dalam setiap masalah teknik.
Kadariah (1988) menyatakan kalau biaya dan manfaat telah diukur dalam
satuan/ukuran uang dengan sebaik-baiknya, maka hasilnya dapat disusun atau dinyatakan
dalam empat bentuk, ialah a) internal rate of return (IRR) bagi investasi, b) benefit-cost
ratio (gross dan net), c) net present worth, dan d) payback period atau break even point
(BEP). Lebih lanjut, dikatakan bahwa masing-masing kriteria tersebut mempunyai
keunggulan maupun kelemahannya dibandingkan dengan kriteria lainnya.
Usahatani kubis masih merupakan salah satu usaha pertanian yang cukup
memberikan keuntungan bagi petani sayuran hortikultura dengan rasio pendapatan dan
biaya diatas 1. Dinas Pertanian propinsi Jawa Barat dalam situs resminya
www.diperta.jabarprov.go.id menunjukkan bahwa usahatani kubis diwilayah propinsi Jawa Barat memiliki nilai rasio pendapatan dan biaya produksi (R/C rasio) mencapai 1.21
dengan biaya produksi Rp. 17,328,000 dan nilai produksi Rp. 21,000,000.
Departemen Pertanian melalui bulletin Pusdatin (2005) mengkaji struktur ongkos
dengan R/C rasio masing-masing 1.5, 1.39 dan 1.32. Dinyatakan juga bahwa, jika ditinjau
dari pendapatan petani per bulan, dengan rata-rata pendapatan petani Indonesia sekitar
Rp. 1,000,000 per bulan, maka Kabupaten Magelang mempunyai pendapatan rata-rata di
atas rata-rata pendapatan petani Indonesia sedangkan pendapatan petani kubis di Malang
dan Probolinggo masih rendah.
Hasil penerapan teknologi ‘Organic farming’ tahun 2000 di kecamatan Lembah
Gumanti Sumatera Barat (Departemen Pertanian), analisa usahatani kubis organik
memberikan nilai R/C rasio sebesar 2.30 dengan nilai harga jual yang sama dengan kubis
tanpa teknologi organik dan hasil produksi sebesar 38,250 kg. Adapun tingkat biaya
METODE PENELITIAN
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L
var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan
keranjang plastik sebagai wadah dan juga wrapping plastic sebagai kemasan individual
kubis. Alat yang digunakan untuk penelitian berupa timbangan digital dengan kapasitas 2
kg dan ketelitian 0.02 kg, kaca pembesar dan pengaris sebagai alat pengukur (20 cm)
untuk memudahkan pengamatan kerusakan kubis dan Rheometer untuk melihat tingkat
kekerasan krop, serta alat Simulasi Transportasi Meja Getar. Rheometer diatur pada mode
20, maksimum 10 kg, R/h hold 10 mm dan Press 30 mm/m dengan penggunaan jarum
Rheometer berdiameter 5 mm.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan di lapangan dimana perhitungan biaya
penanganan kubis mulai dari petani (produsen) sampai ke konsumen akhir yang
menggunakan kubis sebagai bahan pangan, termasuk harga jualnya. Pengamatan
lapangan dilakukan di sentra produksi kubis di Jawa Barat (Kabupaten Bandung) untuk
dapat memotret situasi dan kondisi distribusi kubis sehingga aplikasi kemasan dan
simulasi transportasi di laboratorium dapat mendekati dengan kondisi rantai suplai kubis
yang ada. Kemudian penelitian berikutnya di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan
dan Hasil Pertanian pada bulan November 2006 s/d Januari 2007. Langkah-langkah
penelitian di laboratorium ada pada Gambar 2. Pada tahap persiapan, teknik pengambilan
[image:38.612.163.481.624.705.2]contoh (sampling) kubis segar yang akan diuji disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Cara Pengambilan Contoh
Jumlah Kemasan dalam partai/lot
Jumlah kemasan yang diambil
sampai 100 5
101 sampai 300 7
301 sampai 900 9
301 sampai 1000 10
Gambar 2. Langkah-langkah Penelitian
Metode Pengujian
1. Uji Transportasi
Simulasi transportasi dilakukan berdasarkan lama perjalanan dari produsen
sampai rantai terakhir sebelum konsumen. Simulasi dilakukan menggunakan meja
getar dengan frekuensi sesuai kondisi jalan yang dilalui. Uji ini bertujuan
menganalisis pengaruh transportasi terhadap tingkat kerusakan fisik pada kubis. Uji
dilakukan sebanyak 2 (dua) ulangan untuk tiap perlakuan kombinasi kemasan dan
kontrol. Perlakuan yang diaplikasi dalam simulasi transportasi adalah :
a. Perlakuan dengan kombinasi kemasan sekunder dan primer. Kemasan sekunder
sebagai wadah diaplikasikan kardus (corrugated box), dan keranjang plastik
(plasticcrate), sedangkan sebagai kemasan primer adalah plastik film, daun kubis
3-5 lembar dan tanpa kemasan primer serta perlakuan kontrol yang tidak Persiapan Contoh
Uji Fisik awal
• Pengukuran berat
Uji Transportasi
• Kombinasi kemasan • Lama simulasi transportasi • Posisi tumpukan
Uji Fisik akhir
• Pengukuran susut • Tingkat Kerusakan • Tingkat kekerasan
menggunakan kemasan primer dan juga wadah sebagai kemasan sekunder
[image:40.612.146.458.125.259.2](Gambar 3 dan 4).
Gambar 3. Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer
Gambar 4. Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang
b. Lama perjalanan sebagai acuan waktu tempuh dari sentra produksi kubis di Jawa
Barat dan Jawa Tengah ke Jakarta dalam lama simulasi transportasi adalah 1 jam,
2 jam dan 5 jam yang merupakan hasil perhitungan dengan rataan frekuensi getar
dan amplitudo selama simulasi. Adapun dasar perhitungan 1 jam adalah jarak
antara Cianjur ke Jakarta, sedangkan 2 jam adalah jarak antara Pengalengan ke
Jakarta, dan 5 jam adalah jarak dari wilayah Jawa Tengah (Temanggung atau
Wonosobo) ke Jakarta. Rumusan untuk perhitungan simulasi 1 jam setara panjang
jalan adalah :
Jumlah luas getaran simulasi (1Jam)
Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit ~ 30 km X 30 km….(1)
Plastik Film Daun Kubis Tanpa Kemasan
[image:40.612.109.499.288.469.2]Dimana jumlah luas getaran simulasi (1 jam) dan jumlah luas seluruh getaran truk di
jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km berturut-turut dengan rumusan
dibawah ini :
T
Jumlah luas getaran simulasi (1 jam) = [ ∫ Am sin ωmT dT ] x 1 jam x f m... (2) 0
Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km =
T
[image:41.612.161.429.284.436.2][ ∫ At sin ωtT dT ] x 30 x 60 x ft ... (3) 0
Gambar 5. Simulasi Transportasi Pada Meja Getar
c. Tumpukan kemasan sekunder atau wadah juga merupakan salah satu faktor yang
diperhitungkan dalam uji transportasi (Gambar 6)
Gambar 6. Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Diatas Meja Getar ATAS
[image:41.612.186.361.517.692.2]d. Metode penyusunan kubis segar pada kontrol mengikuti kebiasaan petani dalam
meletakkan kubis dalam alat angkut seperti truk atau pick-up terbuka (Gambar 7)
Pangkal Krop kubis
[image:42.612.125.470.122.233.2]Tulang daun
Gambar 7. Cara Penyusunan Kubis Segar
2. Uji Sifat Fisik Kubis
Pengujian diawali dengan penimbangan berat kubis untuk membandingkan berat
kubis sebelum dan sesudah ada pengaruh simulasi transportasi. Selain itu, berat kubis
juga diukur setelah dilakukan trimming atau pengupasan sampai tanda kerusakan
tidak terlihat untuk mendapatkan berat akhir yang merupakan nilai jual yang
sebenarnya (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan
Perlakuan Ulangan Berat Awal
Berat Stl simulasi tranportasi
Berat Stl pengupasan
Penurunan Berat stl simulasi transportasi (%)
Penurunan Berat stl Pengupasan
(%)
Pengujian dilanjutkan dengan uji kekerasan dengan Rheometer dimana posisi
kubis saat pengujian adalah posisi horisontal dan diukur pada 2 bagian yaitu daun dan
batang daun dengan masing-masing 2 (dua) ulangan. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat firmness (kekerasan) pada kubis segar setelah simulasi
Tabel 5. Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg)
Perlakuan Ulangan Daun 1 Daun 2 Batang 1 Batang 2
Uji Fisik lainnya setelah simulasi transportasi adalah uji kerusakan. Parameter
kerusakan adalah persentase luas memar. Pengamatan parameter kerusakan dilakukan
pada lapisan atas, tengah, dan bawah dari tiap kemasan perlakuan. Memar merupakan
salah satu bentuk kerusakan fisik kubis yang dapat dikaji secara visual dimana
permukaan kubis terlihat bewarna lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya
khususnya pada tulang daun (Gambar 8). Benturan atau gesekan pada kubis
meninggalkan bentuk memar yang mengikuti pola tulang daun sehingga berbentuk
persegi panjang. Apabila ditemukan sobek pada daun, juga akan dikategorikan sebagai
memar.
Gambar 8. Ilustrasi Luas Memar Kubis
Adapun perhitungan persentase luas memar dihitung berdasarkan jumlah kumulatif
luas memar pada kubis, kemudian dibagi dengan luas permukaan kubis yang berbentuk
bola (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil Uji Tingkat Kerusakan
Kerusakan Perlakuan Ulangan
Luas Memar Luas kubis Presentase Luas Memar (%)
memar
Luas bagian yang memar pada buah diasumsikan sebagai luas bola dan luas
permukaan krop kubis diasumsikan sebagai luas segi empat yang memanjang sesuai
tulang daun. Rumusannya sebagai berikut :
) 6 ( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ) 5 ...( ... ... ... ... ... ... ... . . ) 4 ...( ... ... ... %... 100 2 d permukaan Luas lebar x panjang memar Luas x kubis permukaan luas kumulatif memar luas memar Persentase π = = =
3. Uji Statistik
Hasil pengukuran kerusakan dilanjutkan dengan uji statistik untuk mengetahui
pengaruh transportasi terhadap parameter – parameter kerusakan fisik pada kubis
segar. Untuk menganalisis digunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model
sistematik sebagai berikut :
ijkl ijk jk ik ij k j i ijkl
Y =μ+α +β +γ +αβ +αγ +βγ +αβγ +ε ...(7)
Dengan i=1,2,...,7 j=1,2,3 k =1,2,3 l=1,2
Keterangan :
ijkl
Y : nilai pengamatan pada kubis dengan kemasan i lama perjalanan
ke-j pada tumpukan ke-k ulangan ke-l
μ : rataan umum
i
α : pengaruh aditif dari kemasan ke-i
j
β : pengaruh aditif dari lama simulasi transportasi ke-j
k
γ : pengaruh aditif dari tumpukan ke-k
ij
αβ : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama perjalanan ke-j
ik
αγ : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan tumpukan ke-k
jk
βγ : pengaruh interaksi antara lama perjalanan ke-j dengan tumpukan ke-k
ijk
αβγ : pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama simulasi
transportasi ke-j dan tumpukan ke-k
ijkl
ε : pengaruh galat dari kemasan ke-i, lama simulasi transportasi ke-j dan
Uji Statistik diawali dengan analisis ragam untuk melihat interaksi, kemudian
dilanjutkan dengan uji Duncan sebagai penentu beda nyata dari hasil perhitungan. Acuan
dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila :
• jika P-value ≥ 5% maka tidak signifikan / tidak berpengaruh
• jika P-value < 5% maka signifikan /berpengaruh
4. Analisa Kelayakan Finansial
Analisa finansial adalah menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran
dan ‘revenue earning’ proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang
diperlukan; apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut; dan
apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa secara finansial dapat berdiri
sendiri (Kadariah, 1988). Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan
uang/biaya dengan harapan akan memperoleh hasil (Gittinger, 1986). Lebih lanjut
kadariah (1988) menyatakan, jika dipakai rasio Manfaat - Biaya (B/C) maka sebagai
kriterium untuk menerima proyek adalah :
≥
Manfaat tersebut diatas adalah nilai jual kubis segar yang telah dikurangi dengan
biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan. Nilai jual kubis segar dihitung dari nilai
produksi yang sudah dikurangi penurunan berat akibat transportasi dan pengupasan
(hasil Tabel 4), setelah itu didapat berat bersih yang dapat dinilai dengan dikalikan
harga jual kubis segar. Sedangkan biaya adalah pengeluaran atau biaya operasional
untuk sarana produksi seperti alat, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya sewa
lahan dan transportasi.
Tabel 7. Perhitungan Manfaat Dari Introduksi Kemasan Pada Kubis Segar
Kemasan Hasil Produksi
(kg)
Susut berat
(%)
Berat Bersih
(kg)
Nilai Jual (Rp)
Biaya Produksi
(Rp)
B
Pada unit usaha pertanian, sering juga digunakan perhitungan lebih sederhana untuk
membandingkan penerimaan atau nilai jual kubis segar dengan biaya selama produksi
rasio penerimaan – biaya (R/C), sebagai berikut :
Perhitungan biaya operasional ditingkat petani hanya untuk mengetahui tingkat
keuntungan dari suatu unit usaha pada satu musim tanam untuk tanaman semusim (Tabel
7). Perhitungan Biaya ini tidak memperhitungkan biaya investasi seperti pembangunan
tempat pengemasan dan biaya suku bunga pinjaman karena memang tidak dilakukan
untuk usahatani kubis segar baik dengan cara tradisional maupun dengan introduksi
kemasan pada penelitian ini. Oleh karena itu, pengukuran dengan nilai bersih saat ini (Net
Present Value) atau tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return) tidak perlu
dilakukan.
Mengacu pada struktur biaya pada kelompok tani di kabupaten Bandung Jawa Barat
diketahui biaya operasional untuk produksi kubis segar adalah :
- Sarana produksi untuk dilahan produksi sampai dengan pasca panen termasuk
sewa lahan produksi. Sewa lahan menjadi salah satu unsur biaya mengingat jarang
petani memiliki luas lahan sebesar 1 Ha atau 10,000 m2
- Tenaga kerja merupakan unsur biaya yang penting karena pada umumnya
penggunaan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan.
- Transportasi adalah salah satu sarana yang sangat jarang dimiliki, khususnya
untuk pengangkutan ke luar desa atau kota atau tujuan penjualan.
Gittinger (1986) semua proyek yang sedang dipersiapkan dan sedang dianalisa harus
menggunakan suatu set asumsi yang konsisten mengenai hal-hal seperti kelangkaan
dana-dana investasi, devisa dan tenaga kerja. Perhitungan analisa usahatani kubis yang
dilakukan dengan pendekatan perhitungan tehnik, dalam hal ini mengintroduksi tehnik
pengemasan atau metode kemasan, dalam skala laboratorium memerlukan beberapa R Σ kubis X harga kubis per kg
C Σ biaya operasional
……….. (9)
asumsi yang digunakan dalam perhitungan struktur biaya dan manfaat dari usahatani
kubis segar, yaitu :
- Nilai biaya setiap unsur biaya adalah sama pada setiap tempat produksi yang
berdasarkan lama simulasi transportasi meliputi sarana produksi, tenaga kerja,
sewa lahan per musim, dan sewa transportasi.
- Hasil produksi kotor penanaman kubis seluas 1 Ha adalah 35,000 kg atau 35 ton.
Nilai ini sesuai rata-rata produksi di kabupaten Bandung Jawa Barat.
- Harga jual kubis per kg adalah sama karena produsen tidak memiliki kekuatan
untuk mempengaruhi harga pasar.
- Praktek penanganan sejak produksi sampai pasca panen, termasuk penanganan
bongkar muat kubis kedalam alat transportasi adalah sama pada setiap tempat
yang sesuai dengan lama simulasi transportasi.
- Jarak antara produsen dan konsumen sesuai dengan lama simulasi transportasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat
Penurunan berat atau susut berat yang dianalisa adalah susut berat akibat lama
simulasi transportasi, dan penurunan susut berat akibat lama simulasi transportasi dan
trimming atau pengupasan. Perhitungan ini didasarkan bahwa kubis segar langsung
didistribusi ke tempat tujuan dan setelah sampai masih memerlukan penanganan atau
pengupasan kubis untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dan mempertahankan
mutu agar memenuhi persyaratan konsumen. Hasil perhitungan kesetaraan jarak antara
produsen dan konsumen dengan lama simulasi transportasi, sebagai berikut :
- 1 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 107.588 km
- 2 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 215.176 km
- 5 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 537.940 km
1. Susut Berat setelah Simulasi Transportasi.
Susut berat setelah simulasi transportasi merupakan pengukuran berat kubis
sebelum dilakukan penilaian kerusakan, penilaian kekerasan dan pengupasan krop
kubis yang rusak (Gambar 9). Susut pada saat setelah simulasi transportasi lebih
banyak disebabkan faktor metabolisme kubis yaitu respirasi. Beberapa hal yang
mempengaruhi tingkat respirasi kubis dalam simulasi transportasi adalah getaran
mesin, gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah. Bahan dasar dari wadah atau
kemasan sekunder yang digunakan dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada
tingkat respirasi kubis.
Secara umum, semakin lama waktu simulasi transportasi akan menghasilkan susut
berat yang semakin besar pada setiap kombinasi kemasan termasuk kontrol (Gambar
10). Pada kontrol, susut berat terjadi paling besar yaitu 1.39 % untuk lama simulasi 1
jam, 1.48 % untuk lama simulasi 2 jam dan 3.28 % untuk lama simulasi 5 jam.
Pengaruh lama simulasi terhadap susut berat tidak berbeda nyata untuk simulasi
transportasi 1 dan 2 jam, sedangkan untuk lama simulasi transportasi 5 jam
pengaruhnya berbeda nyata (Tabel 8).
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 S u s u t B e ra t (% )
1 2 5
Lama Simulasi Transportasi (jam)
Penurunan Berat Akibat Simulasi Transportasi
Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik
Kardus+Daun Kardus Kontrol
[image:49.612.165.441.238.381.2]Gambar 10. Susut Berat Kubis Pada Berbagai Kemasan Setelah Simulasi Transportasi
Gambar 10 juga menunjukkan bahwa susut berat setelah simulasi paling rendah
terjadi pada kemasan dimana kubis dikemas secara individu dengan plastik film, baik
yang menggunakan wadah keranjang maupun kardus. Pada keranjang dengan plastik
film, susut berat yang terjadi akibat simulasi transportasi adalah 0.19 % (1 jam), 1.23
% (2 jam), dan 0.51 % (5 jam). Sedangkan pada kardus dengan plastik film, susut
berat yang terjadi adalah 0.18 % (1 jam), 0.22 % (2 jam) dan 0.22 % (5 jam).
Winarno (1987) menyatakan bahwa sifat permeabilitas plastik film terhadap uap air
dan udara menyebabkan mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama
pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan primer (plastik
film, daun kubis) dapat melindungi kubis dari gesekan antar kubis dan gesekan
dengan wadah sehingga dapat menekan kerusakan yang mengakibatkan
meningkatnya laju respirasi.
Penggunaan wadah atau kemasan sekunder mampu melindungi kehilangan berat
kontrol (Gambar 10). Penggunaan keranjang menghasilkan susut berat lebih besar
dibandingkan dengan kardus. Hal ini disebabkan peningkatan respirasi kubis akibat
gesekan kubis dengan wadah keranjang yang relatif keras dibandingkan dengan
permukaan kardus. Selain itu, keranjang lebih terbuka sehingga kurang menahan
kehilangan kadar air akibat transpirasi, dibandingkan dengan kardus yang hanya
memiliki celah sebanyak 5% dari permukaannya sebagai ventilasi.
Tabel 8. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Akibat Simulasi Transportasi (%)
Lama Simulasi Transportasi Kemasan
1 jam 2 jam 5 jam Keranjang+Plastik film 0.19 ± 0.12 h 0.23 ± 0.04 gh 0.51 ± 0.17 fg
Keranjang+Daun 0.53 ± 0.13 fg 1.52 ± 0.40 d 2.50 ± 0.25 b Keranjang 0.68 ± 0.17 f 1.45 ± 0.19 d 2.41 ± 0.16 b Kardus+Plastik film 0.18 ± 0.10 h 0.22 ± 0.09 gh 0.22 ± 0.05 gh
Kardus+Daun 0.62 ± 0.37 f 0.80 ± 0.31 f 1.99 ± 0.68 c Kardus 0.56 ± 0.23 f 1.12 ± 0.12 e 2.31 ± 0.33 b Kontrol 1.39 ± 0.13 d 1.48 ± 0.23 d 3.28 ± 0.06 a Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil dari analisis ragam terhadap susut berat akibat lamanya simulasi
transportasi, menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi pada tiga faktor (lama
simulasi transportasi, kemasan dan tumpukan) tetapi terjadi interaksi dua faktor yaitu
kemasan dan lama simulasi transportasi dengan P value <.0001.
Pada 1 jam simulasi transportasi terlihat bahwa kombinasi kemasan dengan
berwadah keranjang maupun kardus menghasilkan pola yang sama. Nilai susut berat
pada wadah dengan kubis dikemas dengan daun dan tanpa dikemas secara individu
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata baik dengan wadah keranjang maupun
kardus. Artinya untuk transportasi sepanjang 107.588 km (setara 1 jam simulasi
transportasi) kubis yang menggunakan kemasan sekunder (keranjang dan kardus)
tidak memerlukan kemasan primer daun kubis karena susut beratnya tidak berbeda
Pada 2 jam simulasi transportasi, wadah keranjang baik dengan kubis dikemas
daun ataupun tanpa dikemas menunjukkan susut berat yang lebih besar daripada
wadah kardus. Hal ini menunjukkan bahwa kardus dapat menekan susut berat lebih
baik dari pada keranjang karena kelebihan kardus adalah terbuat dari bahan yang
lebih lunak, permukaannya halus sehingga kerusakan karena gesekan antar kubis
dengan permukaan kemasan sekunder (wadah) dapat ditekan.
Pada 5 jam simulasi transportasi, susut berat setelah transportasi pada wadah
keranjang dengan kubis dikemas daun ataupun tanpa dikemas menunjukkan nilai
yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penggunaan wadah kardus, kubis dikemas
dengan daun lebih kecil dibandingkan dengan kubis tanpa dikemas secara individu,
terlihat susut berat kubis berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan primer
dengan daun kubis mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat susut berat kubis
segar selama transportasi yang setara dengan lama simulasi transportasi 5 jam
(537.940 km)
Kombinasi kemasan kardus+plastik film ataupun keranjang+plastik film dapat
menekan susut berat, pada setiap lama transportasi simulasi. Pengaruh penggunaan
plastik film pada kedua wadah (keranjang dan kardus) tidak berbeda nyata. Susu