• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Biomassa Kering Spirulina Platensis, Silika Dan Antitranspiran Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Produktivitas Cabai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Biomassa Kering Spirulina Platensis, Silika Dan Antitranspiran Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Produktivitas Cabai"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI BIOMASSA KERING

Spirulina platensis

,

SILIKA DAN ANTITRANSPIRAN UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS CABAI

(

Capsicum annuum

L

.

)

AFIFAH FARIDA JUFRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis. Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuumL.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

AFIFAH FARIDA JUFRI. Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis, Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas cabai (Capiscum annuumL.). Dibimbing oleh SUDRADJAT dan EKO SULISTYONO.

Cabai adalah salah satu komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi setiap tahun dan berkembangnya industri cabai meningkatkan permintaan cabai sehingga produksi cabai dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan pasar. Salah satu kendala peningkatan produksi cabai adalah karena tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang menyebabkan tingginya kehilangan hasil panen. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari manfaatSpirulina platensis,silika dan antitranspiran untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas cabai. Penelitian dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m dpl pada bulan Februari hingga Juli 2014. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan terpisah: (1) Aplikasi biomassa kering S. platensis dan antitranspiran untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas cabai dan (2) Aplikasi silika dan antitranspiran untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas cabai. Rancangan penelitian yang digunakan pada masing-masing penelitian adalah rancangan split plot faktorial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan 1 yaitu aplikasi biomassa keringS. platensisdan antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata pada respon fisiologi, respon morfologi dan komponen hasil. Pelakuan aplikasiS. platensisdapat mengurangi hasil panen yang tidak layak pasar sebesar 2.1%. Pada percobaan 1 tidak terjadi interaksi antar perlakuan.

Pada percobaan 2 yaitu aplikasi silika dan antitranspiran menunjukkan bahwa pemberian silika dapat meningkatkan laju fotosintesis (24.19 µmol CO2m -2

detik-1) dan panjang daun (5.28 cm) serta menurunkan hasil panen yang tidak layak pasar sebesar 2.5%. Interaksi antara silika dan antitranspiran meningkatkan bobot basah tajuk (904.56 g) dan ketebalan buah (0.85 mm), serta menekan kehilangan hasil panen sebesar 1.62%.

(5)

SUMMARY

AFIFAH FARIDA JUFRI. Application of Spirulina platensis Dry Biomass, Silicon and Antitranspirant on Chili Pepper (Capsicum annuum L.) Growth and Yield. Supervised by SUDRADJAT and EKO SULISTYONO.

Chili pepper (Capsicum annuumL.) is one of the most important vegetable crops in Indonesia. Chili pepper consumption will increase in reason with population growth and increasing of income per capita and chili pepper production can not fulfill the market demand. Problem in increasing the chili production is a plant that is susceptible to pests and diseases that cause high loss of yield. The aim of this study was to evaluate the application of Spirulina platensis as bio stimulator, silica as foliar fertilizer, and antitranspirant as leaf coatings on chili pepper (Capsicum anuum L.) growth and productivity. The experiment was conducted at Dusun Lembur Leutik, Cikarawang Village, Dramaga District, Bogor Regency, West Java Indonesia from February to July 2014. The elevation of the experimental site was 250 m above sea level. This study consisted of two separate experiments: (1) the application S. platensis and antitranspirant, (2) the application of silica and antitranspirant. The experiment design used was factorial split plot design with three replications.

The results showed that appilcation of S. platensis and antitranspirant had no significant effect on physiological responses, vegetative growth and yield components. Application of S. platensis reduced unmarketable yield (2.1%). The results indicate that there is no interaction betweenS. platensisand antitranspirant

Silica had significant effect on the response of photosynthesis rate (24.19 µmol CO2 m-2 detik-1), leaf length (5.28 cm), and unmarketable yield (2.5%). Antitranspirant application had significant effect on unmarketable yield (2.1%). Interaction between silica and antitranspirant had significant effect on the shoot fresh weigth (904.56 g), fruit thickness (0.85 mm), and reduce unmarketable yield (1.62%) compared to control plants.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

APLIKASI BIOMASSA KERING

Spirulina platensis

,

SILIKA DAN ANTITRANSPIRAN UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS CABAI

(

Capsicum annuum

L

.

)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Aplikasi Biomassa keringSpirulina platensis, Silika, dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuum L.)

Nama : Afifah Farida Jufri

NIM : A252130141

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS Ketua

Dr Ir Eko Sulistyono, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 9 Juni 2015

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alaatas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Juni 2014 ini ialah produktivitas, dengan judul Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis, Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuumL.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sudradjat, MS dan Bapak Dr Ir Eko Sulistyono, MSi selaku komisi pembimbing, Bapak Dr Awang Maharijaya, SP, Msi selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan arahan kepada penulis dan DIKTI yang telah memberikan beasiswa selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Jufri Hasan, ibu Jamalia Farida, abang, adik, seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Cabai 3

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 4

Spirulina platensis 4

Silika 5

Antitranspiran 5

3 METODE

Tempat dan Waktu 6

Bahan dan Alat 6

Metode Penelitian 6

Percobaan I 6

Aplikasi Biomassa KeringSpirulina platensisdan Antitranspiran terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum anuumL.)

Percobaan II 7

Aplikasi Silika dan Antitranspiran terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum anuumL.)

Analisis Data 8

Pelaksanaan Penelitian 8

Pengamatan 9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum 110

Percobaan I 13

Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis dan Antitranspiran terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum anuum L.)

Percobaan II 17

Aplikasi Silika dan Antitranspiran terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum anuumL.)

Pembahasan Umum 21

(14)

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(15)

DAFTAR TABEL

1 Data iklim selama penelitian 11

2 Pengaruh Spirulina platensis dan zat antitranspiran terhadap respon

fisiologi tanaman 13

3 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai 14 4 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian

Spirulina platensisdan antitranspiran pada 8 MST 14 5 Interaksi antara aplikasiSpirulina platensisdan zat antitranpiran terhadap

bobot basah tajuk (g) 15

6 Pengaruh perlakuan Spirulina platensis dan zat antitranspiran terhadap

komponen hasil cabai 15

7 Pengaruh perlakuan terhadap bobot buah (g tanaman-1) selama 15 kali

panen 16

8 Pengaruh silika dan antitranspiran terhadap respon fisiologi tanaman

cabai 17

9 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai 18 10 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian silika

dan antitranspiran pada 8 MST 18

11 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap bobot basah

tajuk (g) 19

12Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap ketebalan buah

(mm) 20

13 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap kehilangan

hasil panen (%) 20

14 Pengaruh silika dan antitranspiran terhadap bobot buah, jumlah buah dan

produktivitas tanaman cabai 21

15 Persentase tanaman yang terserang layu Fusarium (Fusarium oxysporum) 21 16 Kehilangan hasil panen cabai dengan aplikasi Spirulina platensis dan

silika 23

17 Kehilangan hasil panen buah cabai dengan aplikasi antitranspiran 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi pembibitan cabai 11

2 Kondisi cabai di lapang 11

3 Tanaman terserang ulat 12

4 Gejela terserang lalat buah 12

5 Gejala antraknosa 12

6 Gejala layu fusarium 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dosis aplikasi S.platensis, silika dan antitranspiran selama penelitian 30

(16)

3 Rekapitulasi sidik ragam percobaan 1 31

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Produktivitas cabai merah mengalami kenaikan dari tahun 2009 sampai 2013. Produktivitas cabai merah pada tahun 2009 sebesar 5.89 ton ha-1 dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 mencapai 6.93 ton ha-1 (BPS 2014). Peningkatan tersebut belum dapat memenuhi permintaan pasar. Konsumsi cabai selama periode tahun 2009-2012 berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Konsumsi cabai merah pada tahun 2009 mencapai 1.52 kg kapita-1dan meningkat menjadi 1.62 kg kapita-1 pada tahun 2013. Konsumsi cabai merah diprediksi masih akan mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebesar 1.64 kg kapita-1atau naik 1.44.% (PUSDATIN 2014). Pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun dan berkembangnya industri cabai mendorong naiknya permintaan cabai sehingga diperlukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas cabai.

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia adalah belum optimalnya teknik budidaya tanaman yang digunakan, terbatasnya ketersediaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan tingginya kehilangan hasil panen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit

Tanaman cabai adalah tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan unsur hara baik makro atau mikro. Kekurangan unsur hara pada tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produksi buah. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memenuhi unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah dengan memberikan bio stimulator yang mengandung polyamines dan vitamin (Shalaby dan El Ramady 2014). Pemberian bio stimulator dapat meningkatkan resistensi tanaman dan mengurangi cekaman yang disebabkan lingkungan (Kowalczyk dan Zielony 2008). Salah satu bio stimulator yang dapat digunakan adalah Spirulina platensis. Menurut Aly dan Esawy (2008) S. platensis mengandung 6.7% N, 2.47% P dan 2.14% K dan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman. Penelitian sebelumnya telah dilakukan pada tanaman paprika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian S. platensis sebagai bio stimulator tanpa tambahan pupuk anorganik memberikan hasil lebih tinggi daripada penggunaan NPK pada panen pertama, tetapi lebih rendah pada minggu ketiga hingga hasil panen kelima. Penelitian Shalaby dan El-Ramady (2014) memberikan hasil bahwa pertumbuhan bawang putih dengan penambahan pupuk daun yang mengandung asam amino dapat memberikan hasil lebih baik daripada tanaman kontrol.

(18)

2

antraknosa dapat menyebabkan kehilangan hasil panen sebesar 10-80% di musim hujan dan 2-35% di musim kemarau.

Salah satu cara untuk mengurangi serangan hama dan penyakit adalah membuat kondisi tanaman sehat. Kondisi tanaman yang sehat dapat dipenuhi dengan cara memberikan kebutuhan nutrisi tanaman. Salah satunya adalah dengan memberikan silika (Si). Silika merupakan unsur hara non esensial pada tanaman tetapi cukup penting untuk proses fotosintesis dan translokasi gas karbondioksida. Silika tidak hanya berperan dalam pertumbuhan dan proses fisiologi tanaman. tetapi juga berperan dalam menjaga ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Fauteux et al. 2005; Ma dan Yamaji 2006). Pemberian silika pada tanaman padi, tebu dan jagung dapat meningkatkan produksi tanaman (Kingston 2008). Penelitian Norhasanah (2012) menunjukkan bahwa pemberian pupuk silika dari abu sekam padi pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescents L.) dapat meningkatkan produksi tanaman.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas cabai adalah ketersediaan air. Tanaman yang kekurangan air akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hanya sekitar 5% serapan air yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara 95% sisanya hilang untuk transpirasi (Prakash dan Ramachandran 2000). Air yang hilang akibat transpirasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.Oleh karena itu, sangat penting untuk mengimbangi laju transpirasi dan penyerapan air oleh akar tanaman. Jika transpirasi berlebihan dibandingkan dengan penyerapan air oleh akar tanaman, maka akan ada kekurangan air yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman.

Antitranspiran adalah adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengurangi tingkat transpirasi dan meringankan cekaman air tanaman dengan meningkatkan resistensi daun terhadap difusi uap air (Moftah 1997). Goretaet al. (2007) menyatakan bahwa menekan laju transpirasi dengan memberikan antitranspiran dapat menekan kebutuhan air dan mengurangi stres pada tanaman karena kekurangan air. Salah satu bahan aktif zat antitranspiran adalah di-1-p-menthene polimer terpena dari pohon pinus. Penelitian Al Humaid dan Moftah (2005) menyimpulkan bahwa aplikasi emulsi di-1-p-menthene dapat meningkatkan pertumbuhan bunga sedap malam yang mengalami cekaman air ringan (80% ET). Penelitian Lapointeet al. (2006) pada tanaman jeruk, penelitian Everett et al. (2008) pada tanaman alpukat, dan Percival dan Boyle (2009) pada tanaman apel menyatakan bahwa antitranspiran juga dapat melindungi tanaman dari serangan fungi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. mempelajari pengaruh pemberian biomassa kering S. platensis terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai pada berbagai interval pemberian antitranspiran.

(19)

3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. S.platensis mempengaruhi pertumbuhan dan produktvitas tanaman pada beberapa interval aplikasi antitranspiran

2. Silika mempengaruhi pertumbuhan dan produktvitas tanaman pada beberapa interval aplikasi antitranspiran

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh biomassa kering S. platensis,silika dan antitranspiran terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyakarat untuk mengetahui kegunaan S. plantesis, silika dan antitranspiran pada cabai.

Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan dan hipotesis dijawab dengan melakukan serangkaian percobaan. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua percobaan terpisah. Percobaan pertama adalah aplikasi biomassa kering S. platensis dan antitranspiran. Percobaan kedua adalah aplikasi silika dan antitranspiran. Dua percobaan tersebut dilakukan untuk menganalisis pengaruh biomassa kering S. platensis, silika dan antitranspiran terhadap pertumbuhan dan produktivitas cabai.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Cabai

Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya adalah lima spesies yang telah dibudidayakan, yaituC.baccatum, C.pubescens,C.annuum, C. chinense, dan C. frutescens (Greenleaf 1986; Pickersgill 1989). C. annuum berasal dari Meksiko yang termasuk dalam komoditi yang penting. Pada abad ke-15, spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan, dan pada tahun 1943 diintroduksi ke daratan Eropa dan menyebar ke Asia dan Afrika (Kusandriani 1996).

(20)

4

merah, oranye, kuning hingga coklat ketika sudah tua (Siemonsma dan Piluek 1994)

Bunga cabai termasuk bunga hermaprodit yang mempunyai putik dan polen pada satu bunga, dan bersifat kasmogami dimana waktu penyerbukan terjadi pada saat bunga sudah mekar. Oleh karena itu, menurut Sujiprihati et al. (2008) cabai masih memungkinkan terjadi penyerbukan silang. Umumnya biji cabai berwarna putih kekuningan berbentuk ginjal dan keras (Kusandriani dan Permadi 1996). Cabai mengandung zat capsaicin(C18H27NO3) dalam jaringan sekat buah dan plasentanya yang menyebabkan rasa pedas pada cabai (Rutbatzky dan Yamaguchi 1999).

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah (suhu tinggi) maupun dataran tinggi (suhu musim hujan atau ditanam di tegalan pada awal musim hujan. Pemilihan musim ini bertujuan agar kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman tersedia. Curah hujan yang terlalu tinggi dan iklim yang basah dapat menyebabkan tanaman terserang penyakit dan gugur bunga sedangkan curah hujan yang terlalu rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan akan mempengaruhi produksi buah.

Tanaman cabai memerlukan penyinaran matahari minimal 8 jam per hari (Suwandi 1995) namun sangat sensitif terhadap sinar matahari yang terik. Intensitas cahaya akan mempengaruhi kloroplas tanaman. Tanaman cabai yang kekurangan cahaya akan mengakibatkan tanaman menjadi lemah, pucat dan pertumbuhannya mengalami etiolasi. Suhu udara yang optimal untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 160-320C.

Spirulina platensis

S. platensismerupakancyanobacteria yang bersifat planktonik, membentuk populasi padat di perairan tropis dan subtropis dengan kisaran pH 8-11 (Tomselli 1997).S. platensisadalah mikroalga yang berwarna hijau kebiruan yang termasuk kedalam suku Oscillatoriaceae. S. platensis berbentuk benang atau filamen dengan sel berpilin sehingga berbentuk spiral. Komponen utama dinding sel S. platensis pada umumnya mengandung peptidoglikan dan polisakarida. Lapisan peptidoglikan tersebut terdiri atas polimer asetilglukosamin dan N-asetilmuramat (Sze 1993).

(21)

5 mengindikasikan bahwa S. platensis mengandung N yang tinggi karena N merupakan penyusun utama dari protein. Menurut Kowalczyk dan Zielony (2008) asam amino dapat digunakan sebagai bio stimultan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian Papenfus et al. (2013) menyatakan ganggang biru dapat meningkatkan pertumbuhan okra pada kondisi kekurangan hara dan dapat menekan penggunaan pupuk kimia. Menurut Aly dan Esawy (2008) S.platensis mengandung 6.7% N, 2.47% P dan 2.14% K dan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat digunakan sebagai pupuk.

Silika

Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 yang dapat

diperoleh dari bahan tambang atau nabati seperti abu sekam padi. Silika merupakan unsur kedua yang melimpah di kerak bumi (Ma et al. 2006). Silika termasuk unsur nonesensial bagi tanaman sehingga perannya kurang mendapat perhatian. Menurut Roesmarkam dan Nasih (2002) silika mampu menggantikan P dan mengurangi aktivitas Al, Fe dan Mn sehingga P menjadi tersedia bagi tanaman.

Silika berperan dalam meningkatkan fotosintesis dan resistensi tanaman terhadap cekaman biotik (serangan hama dan penyakit) dan abiotik (kekeringan, salinitas, alkalinitas, dan cuaca ekstrim) (Ma 2004; Mitani dan Ma 2005; Ma dan Yamaji 2006). Pemberian silika pada tanaman dapat meningkatkan kekuatan mekanis jaringan. Mekanisme silika meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit adalah dengan membentuk penghalang fisik. Menurut Ma dan Yamaji (2006) dan Datnoff (2011), silika yang diberikan pada tanaman akan terakumulasi dibawah kutikula yang akan membentuk lapisan ganda kutikula yang akan menyebabkan sel epidermis menjadi tebal dan keras sehingga sulit ditembus oleh hama dan fungi. Penelitian Ratnawati (2005) pada tanaman tomat menyatakan bahwa silika yang terakumulasi pada dinding sel dapat meningkatkan kekerasan buah.

Penebalan sel epidermis karena pemberian silika juga dapat menekan kegiatan transpirasi (Liang et al. 2007). Harsono (2002) dan Yukamgo dan Yuwono (2007) menyatakan bahwa produksi tanaman dengan memberikan silika akan meningkat dengan menguatnya batang dan akar serta lebih efektifnya fotosintesis karena posisi daun (kanopi) menjadi tegak sehingga daun dapat menyerap cahaya matahari lebih banyak.

Antitranspiran

(22)

6

dapat memantulkan sinar radiasi pada permukaan sehingga dapat menurunkan suhu daun, dan (3) stomatal closing yang mempengaruhi proses metabolisme jaringan tanaman. Menurut Gawish (1992), antitranspiran yang mempengaruhi proses metabolisme dapat mengganggu metabolisme tanaman itu sendiri.

Salah satu bahan aktif antitranspiran yang digunakan adalah di-1-p-menthene yang merupakan polimer terpena alami dari getah pinus. di-1-p-menthene berbahan lembut, fleksibel, lengket, transparan, bersifat permeabel terhadap gas, dan kedap terhadap uap air. Hal ini memungkinkan penyerapan gas (CO2) pada stomata berlangsung normal dan menjaga menjaga kelembaban dengan mengurangi transpirasi (Iriti et al. 2009). Hasil penelitian Al Humaid dan Moftah (2005) menyimpulkan bahwa aplikasi emulsi di-1-p-menthene dapat meningkatkan semua parameter tahap pertumbuhan bunga sedap malam terhadap stomata, status air, fotosintesis, dan tingkat transpirasi yang mengalami stres air ringan (80% ET). Selain itu, penelititan Everett et al. (2008) menyatakan penggunaandi-1-p-menthenedapat melindungi tanaman dari serangan fungi.

3 METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Dusun Lembur Leutik, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m di permukaan laut (dpl). Analisis kandungan S. platensis dilaksanakan di Laboratorium Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan pasca panen buah cabai dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Februari hingga Juli 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih cabai varietas seminis TM 99, biomassa kering S. platensis, silika cair (SiO4) 20%, antitranspiran yang mengandung bahan aktif 904.32 g l-1 di-1-p-menthene. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Li Cor 6400, alat budidaya, meteran dan alat tulis.

Metode Penelitian

(23)

7 Percobaan I

Aplikasi Biomassa KeringS. platensisdan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai

(Capsicum annuumL.)

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial yang disusun dalam split plot. Petak utama adalah aplikasi S. platensis yang terdiri atas dua taraf perlakuan yaitu tanpa S. platensis (S0) dan dengan aplikasiS. platensis(S1).

Anak petak adalah interval aplikasi antitranspiran yang terdiri atas tiga taraf perlakuan, yaitu tanpa antitranspiran (D0), aplikasi antitranspiran dengan interval setiap minggu (D1), dan aplikasi antitranspiran dengan interval setiap dua minggu (D2) sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari 19 tanaman dan untuk setiap perlakuan dilakukan pengamatan pada 10 tanaman.

Model linier yang digunakanadalah:

Yijk= µ + Kk+αi+ik+βj+(αβ)ij+εijk Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor S taraf ke-i, faktor D taraf ke-j dan ulangan ke K

µ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh utama faktor S ke-i (i = 1, 2)

βj = Pengaruh anak petak D ke-j (j = 1, 2, 3) Kk = Pengaruh kelompok ke k

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor S dan faktor D

ik = Komponen acak dari petak utama

Εijk = Pengaruh acak dari anak petak juga menyebar normal (0,2)

(Gomez dan Gomez 1995)

Percobaan II

Aplikasi Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuumL.)

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial yang disusun dalam split plot. Petak utama adalah aplikasi silika yang terdiri dari dua taraf perlakuan yaitu tanpa silika (K0) dan dengan aplikasi silika (K1).

Anak petak adalah interval aplikasi antitranspiran yang terdiri dari tiga taraf perlakuan, yaitu tanpa antitranspiran (A0), aplikasi antitranspiran dengan interval setiap minggu (A1), aplikasi antitranspiran dengan interval setiap dua minggu (A2) sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari 19 tanaman dan untuk setiap perlakuan dilakukan pengamatan pada 10 tanaman.

Model linier yang digunakan adalah:

Yijk= µ + Kk+αi+ik+βj+(αβ)ij+εijk Keterangan :

(24)

8

µ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh utama faktor K ke-i (i = 1, 2)

βj = Pengaruh anak petak A ke-j (j = 1, 2, 3) Kk = Pengaruh kelompok ke k

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor K dan faktor A

ik = Komponen acak dari petak utama

Εijk = Pengaruh acak dari anak petak juga menyebar normal (0,2)

(Gomez dan Gomez 1995)

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan Sofware SAS 9.13 (SAS Institute. N.C). Data dianalisis dengan analisis sidik ragam pada taraf 5%, jika terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT.

Pelaksanaan Penelitian

Penyemaian

Media semai terdiri atas tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Sebelum ditanam, benih cabai direndam dalam larutan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) selama 6 jam. Tujuan perendaman adalah untuk mempercepat perkecambahan, menyehatkan akar, meningkatkan kemampuan akar menyerap unsur hara, serta memberikan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Ayurihana 2012).

Benih disemai dalam polybag yang berukuran 15 cm x 15 cm. Pada setiap polybag ditanam dua benih. Polybag diletakkan di bawah naungan agar tidak terkena sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan bertujuan untuk menggemburkan tanah dan melancarkan sirkulasi udara di dalam tanah. Pengolahan lahan terdiri atas pembuatan bedeng, pemupukan dan pemasangan mulsa. Pembuatan bedeng bertujuan untuk memudahkan dalam pemeliharaan seperti penyiangan gulma dan dalam pemanenan. Ukuran bedeng yaitu 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 50 cm.

Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Pemupukan dilakukan sebelum dan sesudah tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (20 ton ha-1), Urea (300 kg ha-1), SP36 (100 kg ha-1), dan KCl (200 kg ha-1). Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam saat pengolahan lahan sedangkan urea, SP36 dan KCL diberikan 2 hari sebelum tanam. Pupuk urea, SP36 dan KCL dicampur kemudian diberikan pada lubang tanam dengan dosis 20 gr per lubang.

Pemasangan mulsa dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan menekan laju pertumbuhan gulma. Mulsa yang digunakan adalah plastik hitam perak yang dipasang setelah pembuatan bedengan dan pemupukan.

Penanaman

(25)

9 daun sejati. Penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak layu akibat terik cahaya matahari. Satu bibit ditanam pada satu lubang tanam kemudian bibit disiram. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyulaman, pemupukan, pewiwilan, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan urea dan KCl susulan dilakukan dengan cara dikocor. Pupuk urea dan KCl dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 10 g L-1 kemudian disiram di sekitar akar tanaman dengan dosis 200 ml per tanaman pada 3 MST dan 250 ml per tanaman pada 6 MST.

Pewiwilan dilakukan ketika tunas air di bawah percabangan pertama pada batang utama mulai tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan membuang gulma di sekitar tanaman utama menggunakan cangkul atau kored. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan setiap 2 minggu pada fase vegetatif dan setiap minggu pada fase generatif. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida Curacron dengan dosis 2 g l-1, fungisida Dithane dan Antracol dengan dosis 2 g l-1dan akarasida Samite dengan dosis 2 g l-1.

Aplikasi Perlakuan

Aplikasi diberikan pada masing-masing petak percobaan yang terpisah. Pada percobaan 1 yaitu aplikasiS. platensisdan antitranspiran diberikan biomassa kering S.platensis yang telah dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 2 g l-1 dan konsentrasi antitranspiran 2 ml l-1. Aplikasi S. platensis diberikan selama fase vegetatif yaitu pada 2, 4, 6, 8 MST sedangkan antitranspiran diberikan selama fase vegetatif, generatif sampai panen (2-12 MST).

Pada percobaan 2 yaitu aplikasi silika dan antitranspiran diberikan silika cair (SiO4 20%) dengan konsentrasi 2 ml l-1dan konsentrasi antitranspiran 2 ml l-1. Aplikasi silika diberikan selama masa vegetatif yaitu pada 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam sedangkan aplikasi antitranspiran diberikan selama masa vegetatif, generatif sampai panen (2-12 MST).

Aplikasi dilakukan dengan cara menyemprot larutan ke daun pada pukul 08.00 WIB saat embun mulai hilang. Dosis larutan yang diaplikasikan selama penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan selama penelitian dari fase vegetatif sampai panen. Parameter yang diamati terdiri atas respon fisiologi, respon morfologi, dan komponen hasil tanaman.

Respon fisiologi yang diamati adalah: laju transpirasi (mmol H2O m-2det-1), laju fotosintesis (µ mol CO2m-2det-1), konduktansi stomata (mmol H2O m-2det-1), dan suhu daun (0C). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan Li-Cor (Model Li-6400). Pengamatan dilakukan pada umur 9 MST ketika tanaman cabai mencapai 50% berbuah pada 10.00-12.00 WIB. Pengamatan dilakukan pada 3 sampel daun untuk tiap perlakuan. Daun yang diamati adalah daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda pada cabang ke 5 dari batang utama.

(26)

10

a. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman tertinggi mulai 1 MST sampai waktu panen pertama.

b. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari permukaan tanah sampai percabangan pertama mulai munculnya dikotomus sampai waktu panen pertama.

c. Diameter batang, diukur pada bagian 10 cm dari permukaan tanah pada batang utama pada waktu panen pertama

d. Lebar kanopi (cm), diukur dari titik tajuk terlebar pada waktu panen pertama. e. Panjang daun, diukur dari 10 daun dewasa saat 50% populasi tanaman dalam

petak telah panen. Panjang daun diukur pada titik tengah daun dari pangkal dekat tangkai sampai ujung daun

f. Lebar daun, diukur dari 10 daun dewasa saat 50% populasi tanaman dalam petak telah panen. Lebar daun diukur pada sisi terlebar dari daun.

g. Jumlah tanaman yang terserang layu fusarium, dihitung jumlah tanaman yang terserang dari total tanaman tiap perlakuan (%)

Komponen hasil yang diamati adalah:

a. Panjang buah (cm), dihitung dari rata-rata panjang buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua, diukur dari pangkal hingga ujung buah.

b. Diameter buah (cm), dihitung dari rata-rata diameter buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua, diukur pada bagian pangkal buah.

c. Tebal buah (mm), dihitung dari rata-rata tebal buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua.

d. Bobot per buah (g), dihitung dari rata-rata bobot buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua.

e. Jumlah buah per tanaman (buah), dihitung dari rata-rata total buah dari 10 tanaman contoh selama panen.

f. Bobot buah per tanaman (g), dihitung dari total bobot buah dari 10 tanaman contoh selama panen.

g. Hasil panen yang tidak layak pasar yang dihitung dari jumlah buah panen yang terkena hama dan penyakit

(27)

11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Curah hujan di lokasi selama penelitian (Februari-Juni 2014) rata-rata 302.4 mm dengan rata-rata jumlah hari hujan adalah 21 hari, suhu udara maksimum 31.80C, intensitas radiasi matahari 285.8 Cal cm-2 dan kecepatan angin 3.9 km jam-1(BMKG 2014). Data iklim selama penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Data iklim selama penelitian (Februari-Juni 2014)

Bulan Temperatur Curah Hujan Intensitas

Matahari

Kecepatan Angin

Max Min RR HH

( ºC ) ( ºC ) (mm) (Hari) ( Cal/cm2 ) ( km/jam )

Feb 29.3 22.5 337 22 233 3.6

Mar 31.1 22.9 281 24 298 3.9

Apr 32.3 23.0 511 25 322 4.0

Mei 32.2 23.0 296 25 277 4.0

Juni 32.0 23.3 87 11 299 3.8

Rataan 31.8 22.9 404 21 285.8 3.9

Sumber : BMKG Dramaga 2014

Kondisi lingkungan tersebut mendukung kegiatan penanaman cabai di lapang. Pada bulan April sampai Mei, intensitas curah hujan relatif lebih tinggi.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April (511 mm) sehingga mendorong perkembangan penyakit tanaman terutama layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxyxporum. Menjelang panen pada awal Juni intensitas hujan lebih ringan (87 mm) sehingga panen dapat berlangsung dengan baik sehingga dapat menekan penyakit antraknosa yang disebabkan olehColletotrichumsp.

Gejala penyakit layu fusarium ditandai dengan tanaman yang mengalami kelayuan pada daun-daun bagian bawah, menjalar ke daun-daun muda sampai

(28)

12

pada akhirnya mati. Penyakit ini muncul mulai pada minggu ke-6 setelah tanam saat tanaman mulai berbunga. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling berat serangannya selama penelitian terutama pada petak percobaan kedua dengan perlakuan pemberian silika dan antitranspiran. Intensitas serangan layu fusarium pada petak percobaan kedua mencapai 60% dari seluruh tanaman.

Hama yang menyerang areal percobaan pada fase vegetatif adalah ulat yang mengakibatkan daun berlubang, kutu daun (Myzus persicae)dan trips (Thrips sp) yang menyebabkan daun mengerut dan keriting. Hama tersebut menyerang tanaman dengan intensitas serangan 5% pada tiap percobaan. Hama yang menyerang pada fase generatif adalah lalat buah (Dacus dorsalis) dimana terdapat tusukan pada buah cabai yang akan mengakibatkan buah busuk dan kering. Hama ini menyerang buah dengan intensitas serangan 4% pada tiap petak percobaan .

Gambar 6 Gejala layu fusarium Gambar 3 Tanaman terserang ulat

Gambar 5 Gejala antraknosa

(29)

13 Percobaan I

Aplikasi Biomassa KeringS. platensisdan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai

(Capsicum anuum L.)

Respon Fisiologi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian S. platensis tidak memberikan pengaruh yang nyata pada laju fotosintesis, konduktansi stomata, suhu daun dan laju transpirasi (Tabel 2). Hal ini diduga karena adanya pengaruh faktor lingkungan, yaitu curah hujan dan kecepatan angin. Curah hujan yang tinggi selama penelitian menyebabkan S. platensis yang diberikan melalui daun tercuci dan kecepatan angin menyebabkan S. platensis mudah menguap. Fageria et al. (2009) menyatakan bahwa tingginya kecepatan angin menyebabkan pupuk yang diberikan melalui daun mudah menguap sehingga terjadi kristalisasi yang menyebabkan pupuk menjadi sulit diserap oleh daun.

Tabel 2 Pengaruh S. platensis dan zat antitranspiran terhadap respon fisiologi tanaman cabai pada umur 9 MST

Perlakuan

TanpaS. platensis 23.69a 0.33a 29.74a 3.14a

PenambahanS. platensis 23.92a 0.36a 29.84a 3.51a

Antitranspiran

Tanpa antitranspiran 24.03a 0.35a 29.79a 3.28a

Anti transpiran per minggu 24.67a 0.38a 29.72a 3.04a

Anti transpiran per 2 minggu 22.67a 0.31a 29.78a 3.15a

Interaksi tn tn tn tn

Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak nyata

(30)

14

Tabel 3 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai Konduktansi

Keterangan: * : korelasi berpengaruh nyata. tanda negatif menunjukkan arah korelasi

Respon Morfolgi

Pemberian S. platensis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 4) terhadap pertumbuhan tanaman cabai. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Aly dan Esawy (2008) pada paprika, El Tohamyet al. (2009) pada terung, dan Shalaby dan El Ramady (2014) pada bawang putih yang menunjukkan hasil berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif tanaman. Perbedaan hasil ini diduga karena kondisi lingkungan penelitian yang berbeda dan laju fotosintesis yang tidak berbeda nyata. Lambers et al (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi tanaman dan faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu yang mempengaruhi laju fotosintesis. Tabel 4 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian S.

platensisdan antitranspiran pada 8 MST. Perlakuan Tinggi

TanpaS. platensis 104.55a 34.83a 0.94a 95.63a 5.04a 1.93a AplikasiS. platensis 100.53a 33.84a 0.99a 98.82a 5.05a 2.04a Frekuensi

Antitranspiran

Tanpa Antitranspiran 103.11a 34.14a 0.96a 98.71a 5.01a 1.89a Aplikasi Setiap

minggu 101.79a 34.07a 0.97a 96.82a 5.11a 2.02a Aplikasi Setiap 2

minggu 102.71a 34.78a 0.96a 96.15a 5.03a 2.05a

Interaksi tn * tn tn tn tn

Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak nyata

(31)

15 yang rendah (285.5 Cal cm-2), suhu yang rendah (31.380C), curah hujan yang tinggi (302.4 mm bulan-1) (BMKG. 2014) menyebabkan kondisi lingkungan penelitian relatif lebih lembab yang dapat mengurangi laju transpirasi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan air cukup tersedia sehingga penggunaan antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tanaman.

Aplikasi S. platensis dan antitranspiran memberikan interaksi pada bobot basah tajuk tanaman. Interaksi antara pemberian S. platensis dan antitranspiran menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 5).

Tabel 5 Interaksi antara aplikasi S. platensis dan zat antitranpiran terhadap bobot basah tajuk (g)

TanpaS. platensis 756.14a 685.93b 745.22a

PemberianS. platensis 745.13a 760.33a 779.54a

Keterangan : Angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Interaksi antara perlakuan tanpa S. platensis dan antitranspiran setiap minggu memberikan bobot basah yang lebih rendah (685.93 g) daripada perlakuan dengan memberikanS. platensis dan antitranspiran. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh S. platensis dan antitranspiran terhadap bobot basah tajuk. Antitranspiran dapat menekan transpirasi yang diduga juga dapat mengurangi penyerapan unsur hara melalui tanah sehingga bobot basah tajuk yang menggunakan antitranspiran tanpa memberikan S. platensislebih rendah daripada perlakuan lain.

Komponen Hasil

Hasil analisis ragam komponen produksi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan tetapi berbeda nyata terhadap hasil panen yang tidak layak pasar (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh perlakuan S. platensis dan zat antitranspiran terhadap komponen produksi hasil cabai

TanpaS. platensis 13.29a 0.58a 422.93a 134.90a 3.3a Penambahan S. platensis 19.50a 0.61a 480.81a 149.17a 2.1b Frekuensi Antitranspiran

Tanpa Antitranspiran 13.45a 0.58a 449.41a 148.15a 3.5a Aplikasi setiap minggu 13.19a 0.59a 450.52a 140.69a 2.7b Aplikasi setiap 2 minggu 13.11a 0.61a 455.68a 137.27a 2.1b

Interaksi tn tn tn tn tn

(32)

16

Rata-rata hasil panen yang tidak layak pasar dengan memberikan S. platensis lebih rendah (2.1%) daripada tanpa memberikan S. platensis (Tabel 6). Hal ini diduga karena aplikasiS. platensistidak tercuci seluruhnya karena adanya pengaruh antitranspiran sebagai surfaktan yang dapat mengikat S.platensis. S.platensismengandung protein dan vitamin yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan metabolisme tanaman. Menurut Bevilacqua et al. (2008) pengaruh dari biomassa kering alga dapat mencegah infeksi fungi pada tanaman karena karena alga mengandung protein dan vitamin, terutama vitamin B. S. platensis yang diberikan

Pemberian antitranspiran memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil panen yang tidak layak pasar (Tabel 6). Perlakuan tanpa antitranspiran memiliki rata-rata hasil panen yang tidak layak pasar lebih tinggi (3.5%) daripada perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pengaruh antitranspiran yang membentuk lapisan tipis pada daun dan buah yang dapat mencegah infeksi fungi oleh patogen. Sejalan dengan penelitian Everett (2008) pada tanaman alpukat yang menyimpulkan bahwa antitranspiran membentuk lapisan polymer yang dapat mencegah infeksi dari fungi dan dapat menurunkan perkecambahan spora oleh patogen.

Tabel 7 Pengaruh perlakuan terhadap bobot buah (g tanaman-1) selama 15 kali

1 9.06b 15.41a 10.54b 12.14a 14.01a

2 12.04b 18.49a 13.99b 17.75ab 17.04a 3 15.36b 22.34a 16.20b 20.30a 20.04a 4 21.26a 27.79a 20.91b 26.26a 26.41a 5 24.42a 32.78a 24.99a 30.23a 30.56a 6 30.43a 36.42a 32.47a 33.44a 34.35a 7 35.93a 40.19a 36.34a 36.41a 41.42a 8 42.27a 45.78a 47.34a 42.11a 42.63a 9 47.94a 49.08a 44.94a 49.89a 50.69a 10 40.56a 41.03a 42.39a 40.12a 39.86a 11 35.97a 36.71a 37.62a 35.92a 35.43a

12 34.04a 33.33a 35.00 33.57a 32.47a

13 29.94a 30.51a 32.47a 28.86a 29.32a 14 22.72a 27.60a 25.27a 26.38a 23.82a

15 20.98a 23.35a 22.4a 21.09a 22.57a

Total 422.94 480.81a 449.43a 450.52a 455.68a Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak nyata

(33)

17 perlakuan. Pemberian S. platensis menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada panen ke-1 sampai dengan panen ke-3. Perlakuan dengan memberikanS. platensis memiliki nilai yang lebih baik (15.41 g tanaman-1, 18.49 g tanaman-1, dan 22.34 g tanaman-1) daripada tanpa memberikan S. platensis. Hal ini karena S. platensis mengandung unsur makro dan mikro yang diaplikasikan melalui daun dapat membantu tanaman untuk memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman secara langsung daripada melalui tanah selama pertumbuhan.

Pemberian antitranspiran menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada panen ke-1 sampai dengan panen ke-4 (Tabel 7). Pemberian antitranspiran menunjukkan hasil yang lebih baik daripada tanpa pemberian antitranspiran. Aplikasi setiap minggu tidak berbeda nyata dengan aplikasi setiap 2 minggu. Antitranspiran dapat mencegah gugurnya bunga dan buah. Hal ini dijelaskan oleh Javan et al (2012) pada tanaman kedelai.

Percobaan II

Aplikasi Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuumL.)

Respon Fisiologi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian silika memberikan pengaruh yang nyata pada laju fotosintesis tetapi tidak berbeda nyata pada konduktansi stomata, suhu daun dan laju transpirasi (Tabel 8). Laju fotosintesis pada tanaman dengan aplikasi silika memberikan nilai yang lebih baik (24.19 µmol CO2 m-2 detik-1) daripada tanpa aplikasi silika. Silika dapat memperbaiki pertumbuhan batang dan daun (Djajadi 2013). Hal ini dapat dilihat dari panjang daun silika yang lebih panjang sehingga menyediakan tempat fotosintesis yang lebih efektif.

Tabel 8 Pengaruh silika dan antitranspiran terhadap respon fisiologi tanaman cabai pada umur 9 MST

Tanpa silika 20.71b 0.21a 30.64a 1.07a

Pemberian silika 24.19a 0.10a 29.90a 1.78a Frekuensi

Antitranspiran

Tanpa Antitranspiran 22.57a 0.17a 30.38a 1.62a

Aplikasi Setiap minggu 21.60a 0.11a 30.24a 1.06a Aplikasi Setiap 2

minggu 23.17a 0.17a 30.18a 1.61a

Interkasi tn tn tn tn

(34)

18

Aplikasi antitranspiran pada penelitian memberikan hasil yang tidak berpengaruh nyata antar perlakuan (Tabel 8). Berbeda dengan penelitian Del Amor et al. (2010) pada tanaman paprika yang menyimpulkan bahwa antitranspiran tidak memberikan pengaruh pada laju fotosintesis tetapi dapat menurunkan laju transpirasi dan suhu daun. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan dan jenis tanaman yang berbeda pada penelitian. Kondisi lingkungan dengan curah hujan yang cukup tinggi dan suhu yang rendah menyebabkan rendahnya kehilangan air melalui transpirasi.

Tabel 9 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai Konduktansi

Keterangan: * : korelasi berpengaruh nyata. tanda negatif menunjukkan arah korelasi

Hasil penelitian ini menunjukkan suhu daun dan laju transpirasi memiliki korelasi yang negatif (Tabel 9). Penelitian Jifon dan Syvertson (2003) dan Pinto dan Torres-Pereira (2006) menyatakan bahwa antitranspiran membentuk selaput tipis yang dapat memantulkan radiasi matahari sehingga menurunkan suhu daun. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan suhu tidak mempengaruhi laju transpirasi. Hal ini diduga pemberian antitranspiran belum mencukupi untuk mempengaruhi respon fisiologi.

Respon Morfologi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian silika memberikan pengaruh yang nyata pada panjang daun (Tabel 10).

Tabel 10 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian silika dan antitranspiran pada 8 MST.

Perlakuan Tinggi

Kontrol 97.68a 34.78a 0.95a 90.87a 5.03b 1.79a Pemberian silika 98.79a 34.32a 0.98a 93.00a 5.28a 2.03a Frekuensi Antitranspiran

Tanpa Antitranspiran 98.19a 34.05a 0.95a 91.82a 5.02a 1.85a Aplikasi Setiap minggu 98.74a 33.91a 0.96a 94.56a 5.17a 2.03a Aplikasi Setiap 2

minggu 97.87a 35.68a 0.97a 92.48a 5.29a 1.85a

Interaksi tn tn tn tn tn tn

Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak nyata

(35)

19 daun yang berfungsi sebagai tempat fotosintesis sehingga semakin panjang luas daun maka tempat fotosintesis lebih efektif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pereira et al. (2013) bahwa pemberian silika meningkatkan luas daun sehingga dapat meningkatkan fotosintesis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap komponen pertumbuhan pada tanaman cabai ( Tabel 10). Hal ini diperkirakan karena curah hujan yang tinggi (302.4 mm bulan-1), intensitas penyinaran matahari yang rendah (285.5 Cal cm-2) dan suhu yang rendah (31.380C) (BMKG 2014) selama penelitian. Curah hujan yang tinggi menyebabkan air cukup tersedia bagi tanaman sehingga penggunaan antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tanaman. Selain itu, kondisi lingkungan dengan intensitas penyinaran matahari dan suhu yang rendah dapat meningkatkan kelembaban relatif sehingga dapat mengurangi transpirasi.

Aplikasi silika dan antitranspiran memberikan interaksi terhadap bobot basah tajuk tanaman. Interaksi antara pemberian silika dan antitranspiran menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 11).

Tabel 11 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap bobot basah tajuk (g)

Interaksi antara perlakuan dengan memberikan silika dan antitranspiran setiap minggu memberikan bobot basah yang lebih tinggi (904.56 g) daripada perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara silika dan antitranspiran yang dapat mengurangi kehilangan air dengan menekan laju transpirasi sehingga bobot basah tajuk tanaman lebih tinggi daripada tanaman tanpa pemberian silika dan antitranspiran. Antitranspiran dapat menjadi surfaktan sehingga pemberian silika melalui daun lebih efektif. Silika yang diserap oleh daun akan terakumulasi pada lapisan epidermis daun (Ma 2004). Hal ini juga dapat mengurangi penguapan pada tanaman.

Komponen Hasil

(36)

20

Tabel 12 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap ketebalan buah (mm) antitranspiran memiliki hasil panen yang tidak layak pasar lebih besar (8.71 %) daripada perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian silika dan antitranspiran dapat meningkatkan kualitas buah.

Tabel 13 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap hasil panen yang tidak layak pasar (%)

Silika melindungi tanaman dari dalam jaringan sedangkan antitranspiran dari luar tanaman. Silika membentuk lapisan dinding sel yang kuat sehingga berperan sebagai pelindung mekanis dari serangan hama dan penyakit. Sejalan dengan penelitian Jayawardana et al. (2012) pada tanaman cabai yang menyimpulkan bahwa pemberian silika melalui daun dapat mengurangi infeksi patogen Colletrothicum sp. sehingga mengurangi buah yang busuk dan meningkatkan produktivitas tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Ferriraet al. (2011) pada tanaman kedelai juga menyatakan bahwa silika dapat mengurangi infeksi dari Bemissia tabacci. Aplikasi antitranspiran juga dapat membantu melindungi tanaman dengan membentuk lapisan tipis pada daun dan buah yang dapat mencegah infeksi fungi oleh patogen.

(37)

21 Tabel 14 Pengaruh silika dan antitranspiran terhadap bobot buah, jumlah buah

dan produktivitas tanaman cabai.

Aplikasi Setiap minggu 218.66a 66.32a 3.49a

Aplikasi Setiap 2

minggu 240.34a 70.20a 3.84a

Interkasi tn tn tn

Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak nyata

Serangan Layu Fusarium

Selama penelitian, tanaman cabai mulai terserang penyakit layu fusarium pada umur 6 minggu setelah tanam (MST). Gejala awal dari penyakit layu fusarium adalah tanaman layu pada siang hari dan dimulai pada daun muda. Layu fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum yang memiliki sebaran inang yang luas. Layu fusarium disebarkan melalui tular tanah. Pengendalian penyakit layu Fusarium cukup sulit karena patogen dapat bertahan lama dalam tanah. Jamur ini menginfeksi tanaman pada bagian akar dan kemudian tumbuh dan berkembang sehingga akan menghambat bagian pembuluh akar dan batang yang akan mengganggu transportasi air ke seluruh bagian tanaman (Miller et al. 2004).

Tabel 15 Persentase tanaman yang terserang layu Fusarium (Fusarium oxysporum)

MST

Perlakuan 6 7 8 9 10 11 12 13

...%... Silika

Kontrol 8.18a 9.32a 17.54a 21.05a 26.90a 32.16a 36.84a 39.78a Pemberian

silika 0.58b 1.16b 13.45a 16.96b 20.47a 23.98b 28.66b 31.58a Frekuensi

Antitranspiran Tanpa

Antitranspiran 7.01a 7.01a 16.67a 21.05a 24.56a 29.83a 34.21a 38.59a Aplikasi tiap

minggu 3.51ab 3.51a 14.91a 19.29a 23.68a 28.95a 29.83ab 31.58b Aplikasi tiap

2 minggu 2.63b 4.38a 14.91a 16.67a 22.81a 25.44a 34.21a 36.84a

Interkasi tn tn tn tn tn tn tn tn

(38)

22

Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa silika memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tanaman yang terserang layu fusarium. Tanaman tanpa silika yang terserang layu fusarium pada umur 6 mst lebih banyak (8.18%) daripada tanaman dengan aplikasi silika (1.17%) meskipun pada umur 13 mst tidak ada pengaruh yang nyata antar perlakuan. Hal ini diperkirakan karena unsur silika yang bersifat immobile sehingga pemberian silika melalui daun hanya terakumulasi pada tajuk dan batang. Penelitian Rodrigues et al. (2005) pada tanaman padi terhadap penyakit blast menyimpulkan bahwa silika memberikan ketahanan terhadap penyakit tetapi tidak menghambat perkembangan patogen secara langsung.

Antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan penyakit layu fusarium (Tabel 15). Hal ini karena layu fusarium disebarkan melalui akar sedangkan aplikasi antitranspiran melalui daun untuk mengurangi laju transpirasi. Antitranspiran yang berfungsi untuk mengurangi laju transpirasi dapat membantu menunda kematian tanaman karena layu fusarium. Hal ini karena antitranspiran dapat menekan laju transpirasi dimana tanaman mengalami kekurangan air karena rusaknya pembuluh xilem yang diakibatkan berkembangnya jamurFusarium oxysporum.

Pembahasan Umum

Cabai merupakan komoditas hortikultura yang mendapat perhatian dalam meningkatkan produksi buah karena permintaan yang meningkat setiap tahun. Peningkatan produksi cabai masih mengalami banyak kendala dan hambatan. Salah satu faktor yang menghambat peningkatan produksi cabai adalah kehilangan hasil karena serangan hama dan penyakit yang tinggi. Kehilangan hasil panen tersebut terutama disebabkan karena layu fusarium, gemini virus, antraknosa, trips dan lalat buah. Data dari Balitsa (2014) menunjukkan bahwa layu fusarium dapat menyebabkan kehilangan hasil panen pada cabai mencapai 50-70%, gemini virus sekitar 50%, antraknosa 30-50%, ulat, trips dan lalat buah sekitar 17-20%.

Tanaman yang rentan terhadap hama dan penyakit salah satunya karena kondisi tanaman yang kekurangan unsur makro, mikro dan air. Pada penelitian ini dilakukan penambahan S. platensis dengan berbagai interval waktu aplikasi antitranspiran pada percobaan satu dan penambahan silika dengan berbagai interval waktu aplikasi antitranspiran pada percobaan 2.

Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa S. platensis dan antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon fisiologi, parameter pertumbuhan dan komponen hasil kecuali pada hasil panen yang tidak layak pasar. Hasil percobaan kedua menunjukkan adanya pengaruh silika pada laju fotosintesis dan terdapat interaksi antara silika dan antitranspiran pada bobot basah tajuk, ketebalan buah dan hasil panen yang tidak layak pasar.

(39)

23 Tabel 16 Hasil panen buah cabai yang tidak layak pasar dengan aplikasi

S.platensis(percobaan 1) dan silika (percobaan 2)

Perlakuan Percobaan 1

S. platensis merupakan alga hijau golongan cyanobacteria yang dapat menjadi bio stimulator tanaman dalam menyeimbangi kebutuhan unsur hara. S. platensis mengandung unsur hara dan asam amino yang dapat membantu kerja metabolisme tanaman. Asam amino dapat menstimulasi enzim dalam penyerapan unsur hara dan pembentukan hormon, meningkatkan fotosintesis dengan meningkatkan jumlah klorofil serta berfungsi dalam sistem kekebalan dengan membentuk dinding sel yang lebih tebal (lignifikasi) sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit (Chojnackaet al.2012).

Silika adalah unsur hara non esensial yang banyak ditemukan di lapisan bumi (Liang et al. 2007) yang menguntungkan tanaman. Wijaya (2009) menyatakan bahwa hampir semua tanaman mengandung silika, walaupun menurut Ma dan Yamaji (2006) kemampuan tanaman dalam mengakumulasi silika dalam jaringan berbeda-beda sesuai dengan jenis tanamannya. Silika berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman baik karena faktor biotik (serangan hama dan penyakit) dan abiotik (kekeringan, salinitas). Silika meningkatkan daya resistensi tanaman terhadap serangan dan penyebaran patogen melalui pembentukan lapisan karena terjadi tumpukan silika pada jaringan epidermis tanaman (Datnoff 2011). Menurut Gomes et al. (2005) silika memacu aktivitas peroksidase yang berhubungan dengan lignin dan suberin yang akan menyebabkan mengerasnya jaringan tanaman. Adanya proses lignifikasi ini akan menyebabkan hama, cendawan dan bakteri sulit melakukan penetrasi sehingga dapat mengurangi terjadinya penyebaran penyakit pada tanaman.

Rendahnya hasil panen tidak layak pasar yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh antitranspiran yang diberikan pada kedua petak percobaan (Tabel 17). Pada tabel 17 dapat dilihat bahwa pemberian antitranspiran pada kedua petak percobaan dapat menekan kehilangan hasil panen tidak layak pasar dibandingkan tanaman kontrol (tanpa pemberian antitranspiran).

Tabel 17 Hasil panen buah cabai yang tidak layak pasar dengan aplikasi antitranspiran

Frekuensi Antitranspiran Percobaan 1 Percobaan 2

Tanpa Antitranspiran 3.5a 6.02a

Aplikasi Setiap minggu 2.7b 2.18b

Aplikasi Setiap 2 minggu 2.1b 2.89b

(40)

24

Lapisan tipis yang dibentuk oleh antitranspiran pada daun dan buah dapat mencegah penyebaran dan infeksi patogen pada buah dari luar tanaman. Hal ini dijelaskan dalam penelitian Lapointeet al.(2006) pada jeruk, Everettet al.(2008) pada alpukat dan Percival and Boyle (2009) pada apel. Sejalan dengan Anon (2008) yang menyatakan bahwa antitranspiran yang membentuk polimer tipis berfungsi sebagai pelindung fisik pada permukaan daun dan buah yang mencegah terjadinya penetrasi penyebaran dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. S. platensistidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon fisiologi, pertumbuhan dan komponen hasil tetapi dapat menurunkan hasil panen yang tidak layak pasar.

2. Aplikasi silika meningkatkan laju fotosintesis, panjang daun, ketebalan buah, mengurangi hasil panen yang tidak layak pasar dan menekan serangan layu fusarium.

3. Antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan komponen hasil panen kecuali pada hasil panen yang tidak layak pasar. 4. Aplikasi silika meningkatkan bobot basah tajuk dan ketebalan buah dan

menurunkan hasil panen yang tidak layak pasar pada aplikasi silika setiap minggu.

Saran

1. Penelitian tentang S. platensis perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kondisi tanaman yang kekurangan hara untuk dapat mengetahui pengaruhnya pada tanaman.

2. Penelitian tentang silika perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat silika pada tanaman cabai dengan kondisi kekurangan hara.

(41)

25

5 DAFTAR PUSTAKA

Abd El Kader AM, Saleh MMS, Ali MA. 2006. Effect of soil moisture levels and some antitranspirants on vegetative growth, leaf mineral content. yield and fruit

quality of Williams’s banana plants.J Appl Sci Res. 2(12):1248-1255.

Aly MS, Esawy MA. 2008. Evaluation of Spirulina platensisas bio stimulator for organic farming systems.JGEB. 6(1):1-7.

Al-Humaid ARI, Moftah AE. 2005. Effects of antitranspirants on water relations and photosynthetic rate of cultivated tropical plant (Polianthes Tuberosa L.). Pol J Ecol.53(2):165–175.

Anon. 2008. The UK Pesticide Guide. British Crop Protection Council. CABI Publishing, Oxon. UK.

Ayurihana AR. 2009. Uji Daya Hasil 14 Galur Cabai (Capsicum annuumL.) IPB di Boyolali, Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. [BALITSA]. Balai Penelitian Sayuran. 2014. Penyakit penting pada tanaman

cabai dan pengendaliannya. BALITSA. [Internet]. [di unduh 2015 Maret 16]. Tersedia pada http://balitsa.libang.pertanian.go.id

Becker EW, Baddiley SJ, Carey NH, Higgins IJ. 1994. Microalgae, Biotechnology and Microbiology. Potter WG, editor. New York (NY): Cambridge University Press.

[BMKG]. Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika. 2014. Data iklim Bogor. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014. Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai 2009-2013. BPS.[Internet]. [diunduh 2015 Maret 16]. Tersedia pada http://bps.go.id.

Bevilacqua A, Corbo MR, Mastromatteo M, Sinigaglia M. 2008. Combined effects of pH, yeast extract, carbohydrates and di-ammonium hydrogen citrate on the biomass production and acidifying ability of a probiotic Lactobacillus plantarum strain, isolated from table olives in a batch system. World J Microb Biot. 24:1721–1729.

Chojnacka K, Saeid A, Michalack I. 2012. The possibilities of the application of alga biomass in the agriculture.Chemick. 66(11):1235-1248.

Datnoff. 2011. Silicone and biotic stress. Yongchao L, Editor. Proc.Of the 5th International Conference on Silicone in Agriculture. Beijing. China. 13-18 September 2011.

Davenport DC, Hagan RM, Martin PE. 1969. Antitranspirant uses and effect on plant life.California Turfgrass Culture. 19(4):25-27

Del Amor FM, Cuadra-Crespo P, Walker DJ, Camara JM, Madrid CR. 2010. Effect of foliar application of antitranspirant on photosynthesis and water relations of pepper plants under different levels of CO2 and water stress. J Plant Physiol. 167:1232-1238.

Djajadi. 2013. Silika (Si): Unsur hara penting dan menguntungkan bagi tanaman tebu (Saccharum officinarumL.).Perspektif. 12(1): 47-55

(42)

26

Everett KR, Timudo OE, Torrevilla, Hill GN, Dawson TE. 2008. Field testing alternatives to copper for controlling avocado fruits rots. New Zealand Plant Prot. 61:65-69

Fauteux F, Remus-Borel W, Menzies JG, Belanger RR. 2005. Silicon and plant disease resistance against pathogenic fungi.FEMS Microb Letters.249(1): 1-6. Ferrira RS, Moraes JC, Antunes CS. 2011. Silicon influence on resistance

induction againstBemisia tabaciBiotype B (Genn.) (Hemiptera: Aley rodidae) and on vegetative development in two soybean cultivars. Neotrop Entomol. 40: 495-500.

Fageria NK, Barbosa MP, Moreira A, Guimaraes CM. 2009. Foliar fertilization of crop plants.J Plant Nutrition. 32:1044-1064.

Gawish R. 1992. Effect of antitranspirant applications on snap bean (Phaseolus vulgaris L.) grawn under different irrigation regimes. Minufiya J Agric Res. 17:1309-1325.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID). Penerbit Universitas Indonesia. 698 hal. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

Gomes FB, de Moraes JC, dos Santos CD, Goussain MM. 2005. Resistance induction in wheat plants by silicon an aphids.Sci Agric. 62:547-551.

Goreta S, Leskovar DI, Jifon JL. 2007. Gas exchange, water status, and growth of pepper seedlings exposed to transient water deficit stress are differentially altered by antitranspirants.J Am Soc Hortic Sci. 132:603-610.

Greenleaf WH. 1986. Pepper Breeding. Basset MJ, editor. Breeding Vegetable Crops. Connecticut: AVI Publishing Co. Florida. p. 67-134.

Harsono H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/vol 3. no2/harsono. 2002. Diakses tanggal 18 Maret 2014.

Iriti M, Picchi V, Rossoni M, Gomarasca S, Ludwig N, Gargano M, Faoro F. 2009. Chitosan antitranspirant activity is due to abscisic acid dependent stomatal closure.Elsevier. 66:493-500.

Javan M, Tajbakhsh M, Mandoulakani A. 2013. Effect of antitranspirant application on yield and yield components in soybean (Glycine maxL.) under limited irrigation.JABS. 7(1):70-74.

Jayawardana HARK, Weerahewa HLD, Saparamadu MDJS. 2014. Effect of root or foliar application of soluble silicone on plant growth, fruit quality, and anthracnose development ofCapsicum.Tropical Agriculture Research. 26(1): 74-81.

Jifon JL, Syvertsen JP. 2003. Kaolin particle film application can increase

photosynthesis and water use efficiency of ‘Ruby Red’ gapefruit leaves. J Amer Soc Hort Sci. 128:107-112.

Kingston G. 2008. Silicon fertilisers: requirements and field experiences. Silicon in Agriculture 4thInternational Conference Port Edward. South Africa. p.52. Kowalczyk K, Zielony T. 2008. Effect of aminoplant and ashi on yield and quality

(43)

27 Kusandriani Y. 1996. Botani Tanaman Cabai Merah. Di dalam Duriat AS, Hadisoeganda AWW, Soetiarso TA, Prabaningrum L, editor. Teknologi Produksi Cabai Merah. Balitsa. Lembang.

Kusandriani Y, Permadi AH. 1996. Pemuliaan Tanaman Cabai. Di dalam Duriat AS, Hadisoeganda AWW, Soetiarso TA, Prabaningrum L, editor. Teknologi Produksi Cabai Merah. Balitsa.Lembang.hal. 27-35.

Lambers H, Chapin FS, Pons TL. 1998. Plant Physiology Ecology. Springer-Verlag. New York. Inc.

Lapointe SL, McKenzie CLM, Hall DG. 2006. Reduced oviposition by Diaprepes abbreviatus (Coleoptera:Carculiondae) and growth enhancement of citrus by surround particle film.J Econ Entomol. 99(1):109-116.

Liang Y, Sun W, Zhu YG, Christie P. 2007. Mechanisms of silicone-mediated allevation of abiotic stresses in higher plants [A review]. Enviro Pollut. 147: 422-428.

Ma JF. 2004. Role of silicon in enhancing the resistance of plants to biotic and abiotic stresses.Soil Sci Plant Nutr. 50: 11-18.

Ma JF, Yamaji N. 2006. Silicon uptake and accumulation in higher plants. Trends Plant Sci.11:392-397.

Ma JF, Tamai K, Yamaji N, Mitani N, Konishi S, Katsuhara M, Ishiguro M, Murata Y, Yano M. 2006. A silicon transporter in rice. Nature 440 (30):688-691

Marschner P. 2012. Marschner’s Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic

Press. UK

Miller SA, Rowe RC, Riedel RM. 2004. Fusarium and Verticillium Wilts of Tomato, Potato, Pepper, and Eggplant. Plant Pathology. The Ohio State University Extention.

Mitani N, Ma JF. 2005. Uptake system of silicon in different plant species. J Exp Bot. 56:1255-1261

Moftah AE. 1997. The response of soybeanplants. grown under different water regimes.to antitranspirant applications.Ann Agric Sci. 35:263–292.

Musa AS, Wachjadi M, Soesanto L. 2005. Potensi Beberapa Pestisida Nabati dalam Upaya Penyehatan Tanah Tanaman Cabai In Planta. Universitas Soedirman. Purwokerto.

Norhasanah. 2012. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman cabe rawit (Capsicum frustecens Linn.) varietas Cakra Hijau terhadap pemberian abu sekam padi pada tanah rawa lebak.Agroscientiea19 (1). 1-5

Papenfus HB, Kulkami MG, Stirk WA, Finnie JF, Van Staden J. 2013. Effect of a commercial seaweed extract and polyamides on nutrient-deprived (N, P and K) of okra seedlings.Sci Hortic. 151: 142-146

Prakash M, Ramachandran K. 2000. Effects of chemical ameliorants in brinjal (Solanum melongena L.) under moisture stress conditions. J Agon Crop Sci. 185: 237–239

Percival GC, Boyle S. 2009. Evaluation of film forming polymers to control apple scab (Venturia inaequalis (Cooke) G. Wint) under laboratory and field condtions.Crop Protection. 28:30-35

Gambar

Tabel 1 Data iklim selama penelitian (Februari-Juni 2014)
Gambar 5 Gejala antraknosa
Tabel 2 Pengaruh S. platensis dan zat antitranspiran terhadap respon fisiologi
Tabel 6 Pengaruh perlakuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya letak geografis Kabupaten Cilacap yang berada diujung barat Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat yang menyebabkan kesenian-kesenian Cilacap

2.3 Tinjauan tentang Ekstrak 2.3.1 Definisi Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia

Perbedaan antara Pretest dan Posttest menunjukan adanya peningkatan pemahaman pada remaja Kelurahan Kebonsari Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban antara sebelum (Pretest)

Bahwa tujuan pelaksanaan wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda agar anak mempunyai keterampilan mantab untuk dikatakan seorang profesional dibidangnya

metode BSLT yang berpotensi sebagai antikanker terdapat pada madu yang berasal dari Bali dengan nilai LC50 1,50 ppm.. Hasil analisis dengan FTIR menunjukkan bahwa

Ketidakfahaman tentang proses dan konsep penyeliaan akan menyebabkan penyeliaan diberikan tanggapan yang negatif oleh guru-guru dan dilihat sebagai helah untuk mencari salah. Jika ini

Hasil analisis antara riwayat asfiksia perinatal dengan karakteristik responden dan orang tua responden menunjukkan bahwa variabel usia gestasi, berat badan saat

Selain disebut sebagai miniatur Indonesia, Jakarta memiliki sisi historis yang sangat penting dalam perkembangan Indonesia pada masa lampau, yaitu adanya kelompok masyarakat yang