• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Panen Dan Pasca Panen Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Di Kebun Pt Rumpun Sari Antan 1, Cilacap, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Panen Dan Pasca Panen Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Di Kebun Pt Rumpun Sari Antan 1, Cilacap, Jawa Tengah"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PT RUMPUN SARI ANTAN 1, CILACAP, JAWA TENGAH

ONY NUR ANNA

A24062296

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

Ony Nur Anna. Pengelolaan Panen dan Pasca Panen Tanaman Kakao (Theobroma cacao l.) kebun PT Rumpun Sari Antan 1, Cilacap, Jawa Tengah. (Dibimbing oleh SUWARTO).

Magang ini dilakukan untuk mengetahui kondisi yang nyata di lingkungan

perkebunan kakao, kegiatan budidaya, pasca panen dan manajemen perkebunan

kakao serta mengetahui dan memahami masalah-masalah yang dihadapi dalam

pemanenan dan pasca panen kakao serta diharapkan mampu memberikan

pemecahan masalah. Magang ini dilaksanakan di PT Rumpun Sari Antan I pada 15

Februari – 15 Juni 2010.

Metode magang terdiri atas tiga tahap yaitu bekerja aktif di lapangan,

pengumpulan data dan pengkajian data. Penulis bekerja di lapangan sebagai

karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor rawat, mandor panen, mandor

pabrik dan pendamping asisten Afdeling serta pendamping asisten pabrik. Magang

mengambil aspek khusus pemanenan dan pasca panen kakao. Pengamatan yang

dilakukan yaitu presentase tingkat ketepatan pemanen, kesalahan pemanen,

analisis biji kakao basah (BCB) dan analisis biji kakao kering (BCK) serta hasil

sortasi. Untuk menilai tingkat ketepatan pemanen digunakan indikator tingkat

kematangan buah. Pengamatan dilakukan terhadap 10 pemanen dari Afdeling B2.

Buah yang diamati berasal dari umbukan hasil panen masing-masing pemanen.

Kesalahan pemanen dilihat dari presentase kerusakan bantalan buah. Pengamatan

dilakukan terhadap 10 orang pemanen Afdeling B2. Analisis biji kakao basah,

analisis biji kakao kering dan hasil sortasi menggunakan data sekunder

perusahaan.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat ketepatan pemanen sebesar

65.8 % dan tingkat kesalahan pemanen 11.6 %. Masalah yang terjadi dalam proses

pemanenan yaitu kehilangan hasil dan pengangkutan BCB. Kondisi jalan dan

sarana transportasi yang kurang memadai menyebabkan proses pengangkutan

BCB terhambat. Perlu dipilih alat transportasi yang lebih efektif dan dilakukan

perbaikan jalan. Sedangkan hasil analisis BCB dan BCK selama 5 tahun terakhir

mengalami penurunan kualitas. Namun, penurunan kualitas BCK masih memenuhi

(3)

dihasilkan PT RSA 1 mengalami penurunan, grade IA yang mengalami penurunan sebesar 1.8 % sementara grade IC dan UG mengalami peningkatan sebesar 1.4 % dan 0.4 %. Diperlukan peran mandor untuk mengawasi dan memberi instruksi

sesuai prosedur yang seharusnya kepada karyawan untuk mengurangi kesalahan

(4)

PENGELOLAAN PANEN DAN PASCA PANEN

TANAMAN KAKAO (

Theobroma cacao

L.) DI KEBUN

PT RUMPUN SARI ANTAN 1, CILACAP, JAWA TENGAH

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ONY NUR ANNA

A24062296

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : PENGELOLAAN PANEN DAN PASCA PANEN TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KEBUN PT RUMPUN SARI ANTAN 1, CILACAP, JAWA TENGAH

Nama : ONY NUR ANNA

NIM : A24062296

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Suwarto, MSi NIP. 19630212 198903 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc NIP. 1961110 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12

Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Gini Lelor dan Ibu Umi.

Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Tlogosari Kulon 07, kemudian pada

tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 4 Semarang. Selanjutnya

penulis lulus dari SMAN 1 Semarang pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis

diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya tahun

2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Fakultas Pertanian.

Penulis aktif diberbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007 sebagai

bendahara OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) Patra ATLAS IPB, tahun

2007/2008 menjadi staf Departemen Pengembangan Pertanian Himagron

(Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2008/2009 menjadi staf

Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Himagron Faperta IPB dan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah

memberi kekuatan dan hidayah sehingga magang ini dapat dilaksanakan dan

diselesaikan dengan baik. Magang pengelolaan panen dan pasca panen tanaman

kakao (Theobroma cacao L.) dilaksanakan karena terdorong oleh keinginan untuk mengetahui keadaan di lapangan tentang budidaya dan pengolahan primer kakao

serta manajemen perkebunan yang efektif. Magang dilaksanakan di PT Rumpun

Sari Antan I, Cilacap, Jawa tengah.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Suwarto, MSi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan

selama kegiatan magang dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Ir. Supijatno, MS selaku dosen penguji

3. Direksi PT Sumber Abadi Sentosa yang telah menginjinkan penulis melakukan

kegiatan magang di kebun PT Rumpun Sari Antan I.

4. Administratur PT Rumpun Sari Antan I yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan selama pelaksanaan magang.

5. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan yang tulus

baik moriil maupun materiil.

6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 43 dan PATRA ATLAS yang telah

memberi dukungan dan bantuannya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil

magang ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, April 2011

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR …. ... ……. xi

DAFTAR LAMPIRAN. ... … .. xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Syarat Tumbuh ... 3

Budidaya ... 3

Persiapan Lahan ... 3

Persiapan Pohon Penaung ... 4

Pembibitan ... 4

Pemupukan ... 4

Pemangkasan ... 5

Pengendalian Hama dan penyakit ... 5

Pengendalian Gulma ... 6

Panen ... 6

Taksasi Produksi ... 7

Kriteria Panen ... 7

Pasca Panen ... 8

Fermentasi ... 8

Penjemuran ... 9

Pengeringan ... 10

Sortasi ... 10

Grading ... 10

Uji Belah ... 11

METODE MAGANG ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Metode Pelaksanaan ... 12

Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 12

Analisis Data dan Informasi ... 14

KEADAAN UMUM ... 15

Letak Administratif ... 15

Keadaan Tanah dan Iklim ... 15

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 15

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 16

(9)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 19

Aspek Teknis ... 19

Pembuangan Tunas Air (Wiwilan) ... 19

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 19

Pemangkasan ... 21

Pengendalian Gulma ... 22

Pemupukan ... 24

Panen ... 25

Pasca Panen ... 29

Aspek Manajerial ... 34

Karyawan Harian Lepas ... 34

Pendamping Mandor ... 34

PEMBAHASAN ... 38

Pemanenan ... 37

Pasca Panen ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

Kesimpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kelas Mutu Biji Kakao ... 11

2. Tata Guna Lahan PT Rumpun Sari Antan I ... 16

3. Produksi dan Produktivitas Kebun PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah. ... 17

4. Dosis Pupuk Afdeling B2 ... 25

5. Data Tingkat Ketepatan Pemanen ... 42

6. Data Kesalahan Pemanen ... 43

7. Presentase Hasil Sortasi PT RSA I 2005-2009 ... 48

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tahapan Pengolahan Kakao Primer ... 9

2. Tingkat Kematangan Buah... 13

3. Buah Terserang Busuk Buah Phythopthora ... 21

4. Alat Panen: Golok dan Cungkring ... 28

5. Letak Buah Terlalu Tinggi dan Tertutup Daun ... 39

6. Analisis Biji Kakao Basah Tahun 2005-2009 ... 45

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Kebun PT RSA I, Cilacap, Jawa Tengah... 53

2. Curah Hujan Bulanan di Kebun PT RSA I,

Cilacap, Jawa Tengah Tahun 2000-2009... 54

3. Kriteria Teknis Kesesuaian Lahan untuk Kakao... 55

4. Struktur Organisasi PT Rumpun Sari Antan I,

Cilacap, Jawa Tengah... 56

5. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian

di PT RSAI, Cilacap Jawa Tengah... 57

6. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor

di PT RSA I, Cilacap Jawa Tengah... 60

7. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten

di PT RSA I, Cilacap, Jawa Tengah... 61

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk famili Sterculiaceae merupakan tanaman yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun sehingga

dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi petani. Cokelat yang

dikenal oleh masyarakat diperoleh dari hasil pengolahan biji-biji tanaman kakao,

baik berupa bubuk cokelat untuk bahan baku pembuatan kue, permen cokelat dan

makanan kecil lainnya serta lemak cokelat digunakan sebagai bahan pembuat

kosmetik.

Perkebunan kakao peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional

yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.

Perkebunan kakao merupakan sumber devisa yang cukup potensial. Pada tahun

2008 kakao tercatat memberikan sumbangan devisa sebesar US$ 1.15 juta, yang

merupakan penghasil devisa terbesar sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit

dan karet. Pada tahun 2009 luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1.5

juta hektar dengan produksi sebesar 790 000 ton yang menempatkan Indonseia

sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan

Ghana (Suswono, 2009).

Perkembangan produksi kakao di Indonesia tidak diimbangi dengan

perbaikan mutu biji keringnya. Mutu biji kakao kering yang dihasilkan Indonesia

masih tergolong rendah. Menurut Wahyudi dan Misnawi (1993), permasalahan

yang dihadapi oleh kakao Indonesia adalah rendahnya daya hasil dan mutu biji

yang dihasilkan. Rendahnya mutu biji kakao disebabkan kurangnya penanganan

panen dan pasca panen. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Adi et al., (2006), bahwa biji kakao yang dihasilkan kurang baik, yaitu biji tidak difermentasi atau

proses fermentasi yang kurang sempurna.

Panen merupakan kegiatan memetik buah dari pohon dan memecahnya

untuk memanfaatkan biji basah didalamnya. Agar tujuan panen tercapai dan

diperoleh produktivitas yang tinggi maka diperlukan pengelolaan panen yang

(14)

Kesalahan dalam pengelolaan panen akan mempengaruhi pelaksanaan kegiatan

pemanenan dilapang yang selanjutnya berdampak pada tingkat produtivitas yang

dihasilkan dan kualitas buah yang dipanen.

Kegiatan pasca panen dimulai dari pengupasan buah, fermentasi,

pencucian, pengeringan dan penentuan mutu serta pengepakan. Setiap tahapan

kegiatan dalam pasca panen akan menetukkan mutu kakao yang dihasilkan,

terutama proses fermentasi. Biji kakao kering yang difermentasi dan yang tidak

difermentasi akan mempunyai mutu yang berbeda.

Sebagai komoditi yang bernilai komersial, mutu kakao merupakan faktor

yang penting dalam menentukkan keberhasilan merebut persaingan pasar kakao

dunia. Banyak faktor yang menentukkan keberhasilan tinggi rendahnya mutu biji

diantaranya adalah teknologi pasca panen. Mengingat pentingnya kakao sebagai

salah satu komoditas perkebunan yang merupakan sumber devisa bagi negara

serta mutu biji kakao yang sangat menentukan kemampuan daya saing dalam

perdagangan dunia maka usaha-usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas biji

kakao kering harus dilakukan. Perlu dilakukan tindakan budidaya dan penanganan

pasca panen yang tepat.

Tujuan

Tujuan dilakukan magang di kebun PT Rumpun Sari Antan I yaitu :

1. Memperdalam pengetahuan dalam kuliah melalui kegiatan praktik kerja

lapangan di kebun.

2. Mengetahui kondisi yang nyata di lingkungan perkebunanan kakao dan

memahami masalah-masalah yang dihadapi dalam pemanenan dan pasca

panen kakao serta diharapkan mampu memberikan pemecahan masalah.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh

Suhu harian yang baik bagi pertumbuhan tanaman kakao dengan suhu

minimum 15oC dan suhu tahunan rata-rata tidak boleh kurang dari 21oC

(Urquhart, 1961). Suhu maksimal untuk pertumbuhan kakao berkisar antara 30

sampai 32oC dengan suhu minimal mutlak 10oC (Wood, 1985). Suhu erat

kaitannya dengan ketinggian tempat. Altitude yang cocok untuk pertumbuhan

kakao adalah 700 m di atas permukaan laut.

Tanaman kakao dapat tumbuh di 20o LU – 20o LS (Urquhart, 1961).

Kakao tersebar dari 18o LU – 20o LS. Persyaratan penting lainnya adalah curah

hujan dengan kisaran 1 500 – 2 500 mm/tahun. Sedangkan bulan kering tidak

boleh lebih dari tiga bulan (Wood and Lass, 1985)

Budidaya

Persiapan Lahan

Kegiatan setelah pembukaan lahan adalah persiapan lahan tanaman kakao.

Kondisi tanah di lapangan yang belum tentu memenuhi syarat sebagai media

tumbuh tanaman. Oleh karena itu pengolahan tanah seperti bentuk lubang tanam

perlu dilakukan agar tanaman kakao bisa tumbuh di lingkungan yang optimal.

Persiapan lahan lainnya yaitu pembuatan teras, pembuatan saluran pembuangan

air hujan dan drainase menurut kontur, dan pembuatan rorak serta pengajiran.

Teras dibuat searah dengan garis kontur, agar aliran air di dalam teras tidak deras.

Jenis teras seperti teras gulud, teras bangku dan teras individu. Pengajiran dengan

menggunakan jarak tanan kakao 3 m x 3 m atau 4 m x 2 m. Pembuatan lubang

tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang optimal bagi bibit kakao,

baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Ukuran lubang tanam umumnya 60 x 60

(16)

Persiapan Pohon Penaung

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropika basah. Tanaman kakao

tumbuh di bawah naungan pohon-pohon tinggi. Habitat seperti ini masih

dipertahankan dengan cara memberi tanaman penaung. Berdasarkan fungsinya

ada dua jenis tanaman penaung yaitu penaung sementara dan penaung tetap.

Tanaman yang sesuai sebagai tanaman penaung sementara adalah Tephrosia candida atau Moghania macrophylla. Tanaman penaung tetap yang dianggap paling ideal adalah Leucaena leucocephala (lamtoro). Tanaman penaung dapat menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m atau 10 m x 12 m. (Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao, 2004).

Pembibitan

Benih kakao berasal dari buah sehat, dipetik pada saat fase tepat masak,

bentuk dan ukuran buah normal. Buah dipecah diambil bijinya kemudian dikupas

kulit biji (testa). Biji yang diambil untuk benih berasal dari semua bagian buah

(ujung, tengah, dan pangkal) sepanjang buah tersebut bernas. Perkecambahan

benih dapat dilakukan dengan bedengan atau dengan karung goni. Benih

berkecambah setelah 4 – 5 hari dan dalam 12 hari, sebagian besar benih telah

berkecambah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

Media pembibitan dibuat dari campuran tanah lapisan atas (top soil) yang subur, pupuk kandang, dan pasir halus dengan perbandingan 1: 1: 1 atau 2: 1: 1.

Wadah pembibitan yang sering digunakan adalah polibag hitam berukuran

30 x 20 cm dan tebal 0,8 mm dengan lubang drainase 18 lubang per kantong.

Tindakan pemeliharaan bibit yang diperlukan meliputi penyiraman, pemupukan

serta pengendalian hama dan penyakit. Bentuk pemeliharaan lain berupa

membuang tunas samping yang tumbuh dari ketiak daun pertama kecambah dari

keping biji. Bibit siap dipindahkan ke kebun jika sudah berumur 4 sampai 6 bulan

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

Pemupukan

Budidaya tanaman cenderung menyebabkan kemunduran lahan jika tidak

(17)

karena tanah kehilangan unsur hara dari daerah perakaran melalui panen,

pencucian, denitrifikasi, dan erosi. Pemupukan bertujuan menambah unsur hara

tertentu di dalam tanah yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang

diusahakan. Cara pemupukan pada tanaman kakao secara umum dibedakan

menjadi dua yaitu pemupukan melalui tanah dan melalui daun. Pemberian pupuk

anorganik melalui tanah dilakukan dengan meletakkan pupuk di parit atau alur

yang dibuat mengelilingi pohon dan kemudian menutupnya kembali. Umumnya,

pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu pada awal musim hujan (Oktober –

November) dan pada awal musim hujan (Maret – April). Secara garis besar

terdapat lima metode pendekatan untuk mengetahui kebutuhan unsur hara

tanaman, yakni berdasarkan gejala visual kekurangan, hasil percobaan

pemupukan, berdasarkan macam dan jumlah unsur hara yang diangkut hasil

panen, analisis tanah dan analisis jaringan tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao, 2004).

Pemangkasan

Pemangkasan kakao merupakan salah satu upaya agar laju fotosintesis

berlangsung optimal. Pada dasarnya pemangkasan kakao dimaksudkan untuk

memperoleh angka ILD yang optimal agar hasil bersih fotosintesis maksimal.

Dasar pertimbangan lain adalah pemangkasan kakao memacu tumbuhnya tunas

dan daun-daun baru. Pemangkasan kakao dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan dan pemangkasan produksi.

Pemangkasan pemeliharaan dilakukan secara ringan disela-sela pemangkasan

produksi dengan frekuensi 2-3 bulan sedangkan pemangkasan produksi dilakukan

2 kali setahun, yaitu pada akhir musim hujan dan akhir musim kemarau (Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

Pengendalian Hama dan penyakit

Jenis serangga hama pada tanaman kakao diantaranya penggerek buah

(18)

memanfaatkan semut hitam, sanitasi, penyemprotan insektisida berdasarkan

Sistem Pengendalian Dini (SPD) atau Early Warning System (EWS), dan penyarungan buah. Pada seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang dan daun

serta buah dapat diserang penyakit. Penyakit yang sering menyerang tanaman

kakao seperti penyakit busuk buah (Phythopthora palmivora), penyakit kanker batang, penyakit antraknose Collectotrichum (Collectotrichum gloesporiodes), penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh Oncobasidium theobromae, penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor) dan penyakit akar. Usaha penanganan penyakit yang menyerang tanaman kakao tidak hanya jenis

penyakitnya yang perlu diperhatikan, tetapi lingkungan serta tanaman inang

alternatifnya juga harus diperhatikan. Untuk menekan keadaan awal penyakit

dapat dilakukan dengan cara sanitasi, eradikasi dan penggunaan fungisida (Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

Pengendalian Gulma

Gulma dominan pada tanaman kakao seperti alang-alang (Imperata cylindrica), pahitan (Paspalum conjugatum), jambean (Setaria plicata), sembung rambat (Mikania micrantha), lumut, dan picisan (Drygmoglossum piloselloides). Gulma yang tidak dikendalikan akan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan

dan produksi kakao. Cara pengendalian gulma yang dapat dilakukan seperti

pengendalian mekanis, pengendalian kultur teknik dengan penanaman tanaman

penutup, tanaman sela atau tanaman penaung, pengendalian secara biologi, dan

pengendalian secara kimiawi (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

Panen

Kegiatan panen mempengaruhi hasil kakao oleh karena itu pelaksanaan

harus dilakukan secara tepat. Buah kakao umumnya dapat dipanen hampir

sepanjang tahun. Selama setahun, biasanya terdapat satu atau dua puncak panen.

Panen kakao menurut Roesmanto (1991) didefinisikan sebagai kegiatan memetik

buah-buahan dari pohon dan memecahnya untuk memanfaatkan biji basah yang

ada di dalamnya. Berlianto (2002), menyatakan kegiatan panen meliputi persiapan

(19)

pengumpulan buah dan sortasi, pemecahan buah dan pelepasan biji, serta

pengangkutan biji dari kebun ke tempat pengolahan.

Alat yang digunakan untuk memanen yaitu antel, canik, gaet, pisau, ember, plastik, tali raffia, dan kantung plastik. Antel dan canik harus tajam agar tidak merusak bantalan bunga. Buah yang telah masak, busuk, berlubang-lubang

karena tupai baik yang berada di atas ataupun di bawah dipetik dengan

menyisakan 1/3 bagian dari tingkat buah (Widyaningsih, 2004).

Taksasi Produksi

Tujuan taksasi produksi adalah untuk memperkirakan hasil yang akan

dipanen pada musim panen yang akan datang dan untuk memperkirakan

keperluan bahan, alat, tenaga, pemanen dan pengolahan hasil. Taksasi dilakukan

setiap tiga bulan dengan underconstructive methode artinya buah yang ditaksir berada dipohon tidak dipetik. Menghitung taksasi produksi menggunakan rumus

sebagai berikut:

P = (A x 20% + B x 60% + C x 90%) F

Keterangan:

A = Buah dengan panjang 2-5 cm B = Buah dengan panjang 6-10 cm

C = Buah dengan panjang lebih dari 11 cm 20%, 60%, 90% = Presentasi peluang masak

F = Jumlah buah untuk 1 kg biji kering atau yang disebut pod value (Widyaningsih, 2004). Rata-rata 30 – 35 buah.

Kriteria Panen

Buah yang siap dipanen atau dipetik adalah buah-buahan yang masak

optimal. Kriteria buah masak umumnya berdasarkan warna luarnya. Warna ini

dipengaruhi oleh jenis atau varietas tanaman kakao. Buah yang semula berwarna

merah jika masak akan berwarna jingga dan buah yang semula hijau jika masak

akan berwarna kuning (Heddy, 1990).

Buah kakao yang telah masak ditandai oleh perubahan warna dari hijau

menjadi kekuningan dan dari merah menjadi jingga terutama pada alur-alur

(20)

mempunyai warna kulit kuning atau jingga yang saat masih muda berwarna hijau

atau merah. Buah matang mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal

pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji, sedangkan buah yang lewat

masak akan menyebabkan biji berkecambah di dalam buah dan terserang hama.

Pemetikan buah dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah.

Tangkai buah disisakan kurang dari 0.5 cm untuk menghindari kerusakan pada

bantalan buah (Rasnasari, 1994). Pemetikan buah menggunakan pisau berbentuk

seperti huruf “L” yang disematkan pada galah panjang. Pemetikan buah yang sulit

dengan menancapkan ujung pisau kait yang runcing pada buah kemudian diputar

atau pemanen memanjat pohon. Hal ini dapat meningkatkan kerusakan bantalan

buah (Hayati, 2001).

Pasca Panen

Tahap setelah pemanenan yaitu tahap pasca panen yang merupakan proses

pengolahan buah kakao menjadi bjij kakao kering (Gambar 1). Komponen

teknologi pasca panen yang berpengaruh terhadap kualitas biji kakao antara lain

fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi, grading dan pengepakan.

Fermentasi

Tahap pasca panen yang paling penting menentukan mutu biji kakao yaitu

fermentasi. Yusianto (1994) menyatakan bahwa fermentasi menjadi proses mutlak

yang harus dilakukan agar biji kakao kering mempunyai calon aroma dan citarasa.

Biji kakao kering yang tanpa mengalami proses fermentasi terlebih dahulu tidak

mempunyai citarasa khas cokelat. Yusianto et al. (1995) menambahkan bahwa biji kakao yang tidak difermentasi kurang menghasilkan citarasa cokelat dan

mempunyai cacat citarasa bitter, astringent, dan nutty yang tinggi.

Pada cara konvensional, proses fermetasi dilakukan di dalam peti dalam

(tinggi 90 cm) terbuat dari papan kayu. Fermentasi dilakukan selama lima hari

dengan pembalikkan, untuk keseragaman reaksi dilakukan setiap 24 jam sehingga

metode ini memerlukan 5 buah peti. Sedangkan metode Sime-Cadbury hanya

membutuhkan dua peti fermentasi tipe dangkal (tinggi 40 cm) karena

(21)

Gambar 1. Tahapan pengolahan kakao primer (Sumber: Widyotomo, et al., 2004)

Penjemuran

Pengeringan kakao merupakan salah satu proses penting pembentuk cita

rasa cokelat selain fermentasi. Pengeringan biji kakao yang dilakukan dengan baik

akan menghasilkan biji kakao dengan warna cokelat khas pada keping biji,

memiliki citarasa yang khas, beraroma kuat dengan rasa pahit dan sepat yang

rendah (Jinap dan Thien dalam Misnawi, 2005). Selanjutnya Yusianto et al. (2008) menambahkan bahwa proses fermentasi adalah kelanjutan dari tahap

oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi rasa kelat dan

pahit.

Penjemuran merupakan pengeringan dengan sinar matahari. Penjemuran

memerlukan tempat yang rata, bersih, permukaannya kering dan terbuka terhadap

sinar matahari. Cara yang baik untuk pengeringan dengan sinar matahari adalah Penggudangan

Sortasi Penjemuran

Pengeringan

Fermentasi Sortasi Buah

Penyimpanan buah

Pengupasan buah manual Panen Buah Masak

(22)

menggunakan rak-rak pengering (anjang anyaman bambu) yang dapat

dimasukkan dan dikeluarkan dari bangsal tempat penyimpanan secara mudah.

Dapat juga dibuat lantai jemur yang dapat dibuka dan ditutup dengan mudah.

Pengeringan

Penjemuran dan pengeringan mempunyai maksud yang sama yaitu

mengurangi kadar air dari dalam bahan, tetapi dalam hal ini dibedakan caranya.

Penjemuran dilakukan dibawah matahari, sedang pengeringan dilakukan pada alat

pengering buatan. Berenergi surya atau lainnya (Amin, 2005).

Sortasi

Kriteria yang dipakai dalam sortasi adalah warna, ukuran, kesehatan dan

bentuk. Warna biji dibedakan atas cokelat, ungu dan hitam. Ukuran dibedakan

atas, besar, sedang dan kecil. Biji yang tidak sehat dan cacat dipisahkan dari yang

sehat. Bentuk biji terbagi atas bulat, lonjong, dan gepeng. Sortasi bertujuan untuk

memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji

berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji (Yusianto et al. 2008).

Grading

Biji kakao dipisahkan dalam 5 kelas mutu, yaitu AA, A, B, C dan SS (Sub standar). Dalam syarat mutu karakteristik yang dinilai adalah kadar air biji, biji berbau, biji berserangga, kadar biji pecah, dan kadar benda-benda asing. Tabel 1

(23)

Tabel 1. Kelas Mutu Biji Kakao Jenis uji Persyaratan Jenis mutu Kakao Mulia (Fine Cocoa) Kakao Lindak (Bulk Cocoa) Jumlah biji per 100 gr

Kadar biji Berkapang (biji/biji) Kadar biji tidak terfermentasi (biji/biji) Kadar biji berserangga (biji/biji) Kadar biji berkecambah (biji/biji)

I-AA-F I-AA Maks. 85 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-A-F I-A 86-100 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-B-F I-B 101-110 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-C-F I- C 111-120 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 I-S-F I-S >120 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 2 II-AA-F II-AA Maks. 85 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-A-F II-A 86-100 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-B-F II-B 101-110 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-C-F II- C 111-120 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 II-S-F II-S >120 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 3 III-A-F III-A 86-100 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3 III-B-F III-B 101-110 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3 III-C-F III- C 111-120 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3 III-S-F III-S >120 Maks. 4 Maks. 50 Maks. 2 Maks. 3

Keterangan:

F = Fine

S = Small

Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (1993)

Uji Belah

Penilaian mutu kakao dapat dilakukan secara fisik, kimia dan

organoleptik. Pengujian mutu paling yang paling umum dipergunakan adalah

penilaian fisik menggunakan metode uji belah. Biji slaty memiliki rasa pahit. Rasa pahit disebabkan oleh adanya teobromin dan kafein pada biji kakao, sedangkan

rasa sepat disebabkan oleh tannin. Kandungan teobromin dan tannin menurun

selama fermentasi sehingga intensitas rasa pahit dan sepat juga menurun sesuai

tingkat fermentasinya. Rasa pahit dan sepat dapat menurun pada tingkat terendah

(24)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan Magang dilaksanakan di kebun kakao PT Rumpun Sari Antan I

(PT RSA I), Majenang, Cilacap Jawa Tengah, selama 4 bulan mulai 15 Februari

sampai 15 Juni 2010.

Metode Pelaksanaan

Magang dilakukan dengan kegiatan yaitu bekerja aktif di lapangan,

pengumpulan data dan pengkajian data. Selama magang penulis bekerja di

lapangan sebagai karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor rawat,

mandor panen, mandor pabrik dan pendamping asisten Afdeling serta pendamping

asisten pabrik. Kegiatan KHL meliputi kegiatan pengendalian gulma,

pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, pembuangan tunas air,

pemanenan dan pengolahan hasil. Sebagai pendamping mandor melaksanakan

tugas seperti mengontrol dan mengawasi tenaga kerja di lapangan dan setiap hari

dilakukan pencatatan prestasi kerja karyawan. Sebagai pendamping asisten kebun

bertugas mengawasi tenaga kerja dan mengontrol pelaksanaan semua kegiatan di

kebun. Sebagai pendamping asisten pabrik mengawasi tenaga kerja dan

mengontrol semua kegiatan proses pengolahan kakao. Penulis juga berpartisipasi

dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan kebun seperti olahraga dan

keagamaan.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari pengamatan di lapangan, bekerja langsung, wawancara,

diskusi dengan staf, dan karyawan. Data primer pada aspek pemanenan yaitu

pengamatan tentang proses pemanenan secara keseluruhan. Selain itu juga

dilakukan pengamatan tingkat ketepatan pemanen dan salah satu indikator

(25)

dilakukan pengamatan terhadap seluruh proses pengolahan biji kakao, analisis

kualitas biji kakao basah dan analisis kualitas biji kakao kering.

Pengamatan pada tingkat ketepatan pemanen dilakukan terhadap 10 orang

pemanen yang ada di Afdeling B2. Pengamatan pada tiap pemanen hanya

dilakukan sekali. Umbukan seluruh buah hasil panen (A) dari masing-masing

pemanen diamati bagaimana tingkat seluruh kemasakan buahnya. Dihitung berapa

jumlah buah yang belum masak (B) dan jumlah buah yang lewat masak (C).

Berikut rumus menghitung presentase tingkat ketepatan pemanen dihitung dengan

rumus menurut Widyaningsih (2004):

(

)

% 100 C

B -A (%)

Pemanen Ketepatan

Tingkat

= + ×

A

Keterangan :

A = Seluruh buah yang dipanen pemanen

B =Buah belum masak, tingkat kemasakan < 60 %, hanya alur buah

yang berubah warna, jika buah muda berwarna hijau maka buah

berubah warna menjadi kuning, jika buah muda berwarna merah

maka buah berubah warna menjadi jingga

C = Buah lewat masak, tingkat kemasakan >80 %, seluruh kulit buah

berubah warna, jika buah muda berwarna hijau maka buah

berubah warna menjadi kuning, jika buah muda berwarna merah

maka buah berubah warna menjadi jingga

Gambar 2. Tingkat Kemasakan Buah

Pengamatan kesalahan pemanen dilihat dari presentase kerusakan bantalan

(26)

diambil dari 25 pohon untuk setiap pemanen. Pengamatan dilakukan dengan

mengikuti kegiatan setiap pemanen saat memetik buah. Kemudian diamati

bagaimana cara pemanen memetik buah, dihitung berapa jumlah buah dipanen

dan jumlah bantalan buah yang rusak dari setiap pemanen. Pengamatan pada tiap

pemanen hanya dilakukan sekali Rumus menghitung kesalahan pemanen sebagai

berikut:

% 100 panen di yang Buah

rusak buah Bantalan (%)

pemanen

Kesalahan = ×

Ciri bantalan buah yang rusak yaitu bantalan buah terkelupas karena

tersayat alat panen. Pengamatan bantalan buah dengan cara mengamati bekas

panenan yaitu secara langsung pada bantalan buah dan secara tidak langsung

dengan cara melihat buah yang telah dipetik. Apabila pada pangkal buah terdapat

tangkai buah dan kulit cabang maka bantalan buah tersebut rusak. Namun apabila

tangkai buah pendek atau pangkal buah yang terpotong, maka bantalan buah

tersebut tidak rusak.

Data sekunder diperoleh dari manajemen (laporan bulanan, semesteran,

dan tahunan) dan studi pustaka. Data sekunder digunakan untuk melengkapi dan

membandingkan serta menguji kebenaran data yang diperoleh di lapangan. Data

yang dikumpulkan meliputi sejarah, letak administratif, keadaan tanah dan iklim,

luas area dan tata guna lahan, keadaan tanaman dan produksi, struktur organisasi

dan ketenagakerjaan serta peta lokasi.

Analisis data dan informasi

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diolah dengan

menggunakan metode sederhana, yaitu penjumlahan, rataan, presentase kemudian

dianalisis dengan membandingkan dengan data sekunder yang ada atau pustaka

(27)

KEADAAN UMUM

Letak Administratif

Kebun PT Rumpun Sari Antan I berlokasi di Kecamatan Cipari,

Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kebun berbatasan dengan beberapa

desa. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sidasari, sebelah timur berbatasan

dengan Desa Mekarsari, sebelah utara berbatasan dengan PTPN IX Kawung dan

sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cidadap. Peta wilayah kebun PT Rumpun

Sari Antan I, PT Sumber Abadi Tirtasentosa, Cilacap, Jawa Tengah dapat dilihat

pada Lampiran 1. Kebun PT RSA I terbagi atas tiga Afdeling, yaitu Afdeling A,

Afdeling B dan Afdeling C. Kantor kebun dan pabrik kebun terletak pada satu

lokasi.

Keadaan Tanah dan Iklim

Kebun PT RSA I memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan pH

berkisar 3.9 – 4.9. Topografi kebun berombak sampai bergelombang dengan

kemiringan 0 – 40 persen. Ketinggian kebun berkisar 20 – 90 m di atas

permukaan laut.

Berdasarkan data curah hujan perkebunan PT RSA 1 dari tahun

2000-2009, rata-rata curah hujan tahunan adalah 2 469 mm/tahun, dengan rata-rata hari

hujan 132 hari/tahun. Tipe iklim menurut klasifikasi Schimdt dan Ferguson

termasuk tipe iklim C dengan nilai Q sebesar 0.41. Rata-rata bulan kering 3.1 dan

bulan basah 7.6 (Lampiran 2). Menurut kesesuaian lahan untuk kakao termasuk

kelas S3 dengan faktor pembatas curah hujan dan drainase tanah. Kriteria

kesesuaian lahan untuk kakao dapat dilihat padaLampiran 3.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Luas lahan kebun PT RSA I secara keseluruhan adalah 1 050.32 ha terbagi

atas areal tanaman kakao seluas 452.82 ha, areal tanaman karet seluas 292.99 ha,

areal cadangan seluas 248.84 ha, dan areal non produktif seluas 55.67 ha. Areal

(28)

kering. Areal non produktif terdiri atas emplasment atau perumahan dinas kebun, sawah, rawa, jalan, sungai dan mata air. Tata guna lahan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tata Guna Lahan PT Rumpun Sari Antan I

Afd Luas Areal

Areal Produktif

Areal Cadangan Areal Non Produktif Kakao Karet

………(ha)…….……… A 285.45 127.48 23.93 124.47 13.56 B 449.77 221.55 148.80 45.56 33.86 C 311.10 103.78 120.26 78.81 8.25 Total 1 050.32 453.82 293.99 248.84 55.67 Sumber: Kantor induk Kebun PT Rumpun Sari Antan I (2009)

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan I ditanam mulai tahun

1990 sampai dengan 1999 sehingga sudah berumur 11 sampai 20 tahun. Tanaman

kakao menggunakan klon hibrida antara varietas Forastero dan Criollo, tetapi

cenderung bersifat kakao lindak. Benih tanaman berasal dari PT London

Sumatera. Tanaman penaung yang digunakan yaitu kelapa (Cocos nucifera). Namun, jumlah tanaman penaung ini sangat sedikit. Tanaman penaung ditebang

untuk dimanfaatkan kayunya.

Jarak tanam yang digunakan yaitu 3 m x 2.5 m., sehingga populasi 1 333

tanaman/ha. Namun, di kebun PT Rumpun Sari Antan I populasi tanaman/ha

hanya 528 tanaman/ha (Tabel 3). Hal ini disebabkan banyaknya tanaman mati

karena serangan penyakit, penggunaan areal untuk sorjan dan sawah, dan rencana

konversi kakao menjadi tanaman karet. Penanaman sorjan dan sawah diantara

tanaman kakao dapat menyebabkan tanaman kakao mati. Adanya persaingan hara,

mineral dan air serta rusaknya akar tanaman kakao karena pembukaan lahan

(29)

Tabel 3. Produksi dan Produktivitas Kebun Kakao PT Rumpun Sari Antan I, Cilacap, Jawa Tengah

Tahun Sensus Luas Areal (ha) Jumlah Tanaman (tanaman) Populasi Tanaman (tanaman/ha) Produksi (kg) Rendemen (%) Produktivitas (kg/ha/tahun) 2005 882.79 415 985 471 724 192 38 820.34 2006 882.79 355 593 402 458 409 37.37 519.27 2007 626.60 355 466 564 383 864 37.58 612.61 2008 626.60 355 466 567 334 092 37.86 533.18 2009 452.82 288 999 638 291 195 37.62 643.07 Rata-rata 354 301 528 438 350.40 37.69 625.70

Sumber: Kantor Induk Kebun PT Rumpun Sari Antan I (2010)

Menurut data produksi tahun 2010 rata-rata, produktivitas PT RSA I dari

tahun 2005 – 2009 sebesar 625.7 kg/ha/tahun (Tabel 3). Produktivitas tersebut

lebih rendah daripada nilai produktivitas rata-rata perkebunan swasta sebesar

654.8 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010).

Fluktuasi produksi yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca serta

pemeliharaan terhadap tanaman.

Struktur Organisasi

Kebun PT RSA I dipimpin oleh seorang administratur yang dalam

melaksanakan pengelolaan kebun dibantu oleh kepala tata usaha, kepala afdeling,

kepala pabrik dan teknik dan kepala keamanan. Seorang kepala afdeling dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh mandor rawat kakao, mandor hama penyakit

tanaman kakao, mandor panen kakao dan mandor karet serta karyawan. Karyawan

kebun terdiri dari karyawan harian tetap dan karyawan harian lepas. Kepala tata

usaha dibantu oleh staf kantor dalam pengelolaan administrasi. Struktur organisasi

kebun PT RSA I disajikan dalam gambar pada Lampiran 4.

Upah karyawan di kebun PT RSA I diberikan berdasarkan Upah Minimum

Kota (UMK) yang berlaku sebesar Rp 16 000/hari. Karyawan tetap tergabung

dalam asuransi tenaga kerja (ASTEK) dan mendapat tunjangan 100 % dari

perusahaan. Apabila karyawan tetap ada yang sakit, maka seluruh biaya

pengobatan ditanggung oleh perusahaan. Selain jaminan sosial dan kesehatan,

fasilitas lain yang disediakan untuk para karyawan kebun PT RSA I yaitu tempat

(30)

Hari kerja efektif adalah 5 jam/hari. Sedangkan untuk karyawan harian

tetap, hari kerja efektif adalah 6 jam/hari. Absen karyawan harian lepas untuk

seluruh kegiatan budidaya di lapangan dilakukan setelah apel pada pukul 05.30

WIB. Setelah apel sekitar pukul 06.00 karyawan menuju kebun kemudian

diberikan waktu untuk istirahat sampai pukul 06.30 WIB. Istirahat kedua yaitu

pukul 10.00 hingga pukul 10.30 WIB.

Hari efektif karyawan harian lepas di pabrik berbeda dengan karyawan

harian di lapangan. Pekerjaan di pabrik dibagi terdiri dari 3 shift. Pembagian shift

mandor dan karyawan digilir dan diatur oleh kepala pabrik. Shift pertama pukul 06.30 – 14.30 WIB, shift kedua pukul 14.30 – 22.30 WIB, dan shift ketiga pukul 22.30 – 06.30 WIB.

Seluruh karyawan yang bekerja di PT RSA 1 kurang lebih berjumlah 210

orang. Jumlah staf 6 orang terdiri dari administrator, kepala pabrik, kepala asisten

3 orang dan kepala tata usaha. Jumlah non staf ada 4 krani bagian keuangan,

database, bagian gudang dan umum. Karyawan bulanan loka ada 13 orang terdiri

dari mandor dan driver. Pekerja harian tetap ada 37 orang terdiri dari mandor, beberapa karyawan di kebun dan pabrik serta satpam. Karyawan harian lepas

(31)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Kegiatan magang yang diikuti oleh penulis di PT RSA I sebagai KHL,

pendamping mandor, dan pendamping asisten, masing-masing tertera pada jurnal

seperti Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7.

Aspek Teknis

Pembuangan Tunas Air (Wiwilan)

Pembuangan dilakukan terhadap tunas air atau wiwil yang mulai dari

pangkal batang sampai sejauh 50 - 60 cm di atas jorquette. Pembuangan tunas air dilakukan secara rutin. Tunas air yang terlambat dibuang akan menghambat

pertumbuhan buah karena terjadi persaingan hasil fotosintat, hara, mineral dan air.

Selain itu, tunas air yang terlambat dibuang menjadi berkayu sehingga untuk

membuangnya perlu menggunkan alat seperti golok atau pisau wiwil. Tunas air

yang masih muda dapat dibuang dengan tangan karena masih lunak. Tunas air

yang berada jauh dari jangkauan tangan dapat menggunakan alat cungkring wiwil yaitu pisau wiwil dengan galah sepanjang sekitar 2 m .

Pada daerah dengan topografi yang curam, karyawan berjalan mengikuti

kontur tanah. Wiwilan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai

bantalan buah. Bantalan buah yang rusak akan menghambat pertumbuhan bunga.

Wiwilan sebaiknya dipotong semua sampai pangkal tanpa menyisakan wiwil.

Dalam pelaksanaan di lapangan jarang terjadi wiwilan yang tertinggal namun

yang sering terjadi yaitu terlukannya bantalan buah. Untuk mengatasi hal ini,

sebaiknya membuang tunas air dengan menggunakan tangan saja. Standar prestasi

pewiwilan 2.5 ha/HK. Standar prestasi karyawan 1.5 ha/HK sedangkan prestasi

kerja penulis 1 ha/HK.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu faktor penghambat

produksi tanaman. Hama yang terdapat di kebun PT RSA I yang tingkat

(32)

mulutnya pada jaringan kemudian menghisap cairan pada sel-sel di dalamnya.

Selanjutnya hama ini akan mengeluarkan racun yang menyebabkan jaringan di

sekitar tusukkan berbentuk cekung berwarna cokelat kehitaman. Pada serangan

berat, bercak akan menyatu dan menyebakan perubahan bentuk pada buah.

Apabila produksi buah sedang rendah, Helopelthis akan menyerang daun muda sehingga tanaman terlihat meranggas.

Pengendalian kepik penghisap menggunakan insektisida kontak berbahan

aktif BPMC 500 gram/liter. Dosis yang digunakan 120 ml/ha dengan konsentrasi

1 ml/liter air, dan volume semprot 120 liter/ha. Alat yang digunakan adalah

knapsack sprayer. Pengendalian secara biologis untuk mengendalikan hama ini dengan predator semut hitam. Tetapi menurut pengamatan di lapangan, populasi

semut hitam di kebun PT RSA I rendah. Agar populasi semut berlimpah

sebaiknya dilakukan kegiatan pembuatan sarang semut yang terbuat dari lipatan

daun kakao.

Hama lainnya yang menyerang tanaman kakao di PT RSA I adalah

penggerek buah kakao (PBK), penggerek batang (Zeuzera coffeae) dan tikus pohon. Buah yang terserang penggerek buah kakao terlihat pada saat buah

dipecah. Buah yang terserang PBK memiliki biji-biji berwarna cokelat kehitaman

yang saling melekat. Hal ini menyulitkan proses pengambilan biji kakao. Hama

penggerek batang gejalanya terlihat dari cairan kental berwarna merah kehitaman

dan apabila kulit dikupas terdapat bercak merah di batang. Apabila serangan hama

ini tinggi dapat mengakibatkan kematian karena jaringan floem rusak. Selain

hama tersebut, hama lain yang perlu dikendalikan yaitu tikus. Serangan hama ini

dapat dilihat dari biji kakao yang tercecer di sekitar tanaman kakao dan terdapat

lubang di buah akibat gigitan tikus. Serangan tikus di kebun PT RSA I meningkat

setelah panen raya tanaman padi. Hal ini karena areal di sekitar kebun terdapat

lahan sawah milik penduduk sekitar kebun. Untuk mengurangi kehilangan hasil

akibat hama tikus, dilakukan kegiatan lelesan yaitu kegiatan mengambil biji yang tercecer di kebun dan pengendalian dengan perekat.

Penyakit yang menyerang pada intensitas tinggi di kebun PT RSA I yaitu

(33)

yang merupakan spora. Pengendalian penyakit ini dengan penyemprotan dengan

fungisida Dhitane M45 berbahan aktif Mankozeb 80%. Alat yang digunakan

untuk menyemprot yaitu mist blower yang menggunakan bahan bakar bensin 1.5 liter tiap unit.Penyakit lain yang menyerang tanaman kakao di kebun PT RSA I

[image:33.595.253.370.211.351.2]

yaitu penyakit jamur upas (Corticium sarmonicolor) Jamur ini membentuk kerak berwarna merah jambu. Kerusakan yang parah mengakibatkan ranting kering.

Gambar 3. Buah Terserang Busuk Buah Phythopthora

Cara dan waktu pengendalian yang tepat dan efektif akan mengurangi

tingkat serangan hama dan penyakit. Pengendalian secara kimiawi di kebun PT

Rumpun Sari Antan I berdasarkan sistem peringatan dini (SPD) atau Early Warning System (EWS). EWS dilakukan setiap 7 hari sekali. Tanaman sampel sebanyak 10% populasi tanaman diamati apakah terdapat gejala serangan hama

dan penyakit. Standar prestasi kerja kegiatan pengendalian hama dan penyakit

tanaman adalah 2 ha/HK. Prestasi kerja karyawan sebesar 0.92 ha/HK dan penulis

0.72 ha/HK.

Pemangkasan

Pemangkasan merupakan upaya untuk meningkatkan penetrasi cahaya

serta memperoleh keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.

Pemangkasan ada tiga jenis yaitu pangkasan bentuk, pangkasan pemeliharaan dan

pangkasan produksi. Pangkasan pemeliharaan dilaksanakan secara ringan

disela-sela pangkasan produksi dengan frekuensi 2 – 3 bulan. Tujuannya yaitu

membuang cabang sakit, cabang kipas, cabang kering, cabang menggantung, dan

(34)

memahami tujuan pemangkasan terlebih dahulu, sehingga dapat menentukan

cabang mana yang dipotong atau tidak. Kesalahan dalam pemangkasan dapat

menurunkan produksi buah.

Alat yang digunakan untuk memangkas yaitu gergaji galah, golok dan

cungkring. Alat yang digunakan harus tajam agar tidak melukai kulit cabang tempat tumbuh bunga. Galah gergaji digunakan untuk memangkas cabang dengan

diameter ≥ 2.5 cm, sedangkan cungkring digunakan untuk memotong cabang

≤ 2.5 m. Golok dapat digunakan untuk memotong cabang yang menggantung atau cabang-cabang yang masih dalam jangkauan tangan. Dalam pelaksanaan di

lapangan, alat yang digunakan oleh beberapa karyawan kurang tajam sehingga

membutuhkan waktu yang lama untuk memangkas. Selain itu, menyebabkan

bantalan buah rusak. Karyawan pangkas pada Afdeling B1 termasuk karyawan

pangkas yang terampil, namun karyawan pangkas di Afdeling B2 belum termasuk

karyawan pangkas yang terampil. Agar hasil pangkasan rapi sebaiknya terdapat

karyawan khusus yang melakukan pemangkasan saja. Standar prestasi kerja

kegiatan pemangkasan yaitu 0.25 ha/HK. Prestasi kerja karyawan 0.15 ha/HK,

prestasi kerja penulis 0.11 ha/HK.

Pengendalian Gulma

Gulma merupakan tanaman pengganggu yang tumbuh di tempat yang

tidak dikehendaki. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma yaitu menghambat

pertumbuhan tanaman, menurunkan produksi karena dampak persaingan hara,

cahaya, air dan ruang tumbuh, menyulitkan pekerjaan di kebun. Gulma juga dapat

meningkatkan serangan hama dan penyakit di kebun. Gulma menjadi inang hama

dan penyakit. Selain itu, adanya gulma yang meningkatkan kelembapan kebun

sehingga mendorong perekembangan hama dan penyakit.

Gulma yang terdapat di kebun PT RSA I yaitu Mikania micrantha

(sembung rambat), Ageratum conyzoides (babandotan), Clidemia hirta

(Harendong), Mimosa pudica (putri malu), Urena lobata (pulutan), Setaria plicata

(35)

Pengendalian gulma yang diterapkan oleh kebun yaitu pengendalian secara

manual dan secara kimiawi. Pengendalian manual menggunakan alat berupa

parang dan golok dilakukan di areal gulma berkayu yang sudah sangat tinggi

sehingga menutupi jalan. Pengendalian manual lainnya yaitu membersihkan

gulma yang merambat di pohon dengan cara mencabut dengan tangan. Gulma

Drygmoglosssum piloslloides tumbuh pada batang dan cabang kakao sehingga hampir menutupi seluruh permukaan bagian tersebut. Penutupan gulma tersebut

menghambat pertumbuhan bunga dan buah serta mengakibatkan tanaman kakao

layu, kering kemudian mati. Di kebun PT RSA I, gulma Drygmoglosssum piloslloides perlu dikendalikan. Sebagian besar tanaman kakao di kebun ditumbuhi gulma tersebut. Standar prestasi pengendalian gulma secara manual

yaitu 3.0 HK/ha. Prestasi kerja karyawan 10 HK/ha sedangkan prestasi penulis 30

HK/ha. Gulma yang sudah terlalu rimbun dan berkayu serta lahan yang curam

menyulitkan karyawan saat di lapangan sehingga nilai HK menjadi tinggi.

Sebaiknya digunakan linggis atau alat pendongkel lainnya untuk mendongkel

gulma berkayu agar pengendalian gulma lebih efektif.

Pengendalian gulma secara kimiawi di kebun PT RSA I dengan

penyemprotan larutan herbisida menggunakan knapsack sprayer dengan nozel VLV 200, terbuat dari tembaga berwarna kuning keemasan. Herbisida yang

digunakan merupakan herbisida sistemik dengan bahan aktif Isopropilamina

glifosat 481 g/l. Konsentrasi yang digunakan yaitu 80 ml per 10 liter larutan.

Selain itu juga digunakan Rodiamin 720 WSC dengan aplikasi konsentrasi 40 ml

per 10 liter larutan. Hasil penyemprotan dapat dilihat 5 - 7 hari setelah aplikasi.

Gulma yang mati akan berwarna kuning kecokelatan.

Keberhasilan kegiatan pengendalian gulma ditentukan oleh beberpa faktor

seperti cara penyemprotan, cara pengisian larutan, alat dan herbisida yang

digunakan. Cara penyemprotan masih belum konsisten. Areal yang seharusnya

strip wedding menjadi total weeding atau spot weeding yang tidak merata. Cara pengisian larutan herbisida berpengaruh terhadap waktu dan keefektifan

penyemprotan. Sumber air yang terlalu jauh akan menyebabkan pengisian

memakan waktu lama. Selanjutnya, agar penyemprotan merata, karyawan yang

(36)

tersebut habis. Apabila karyawan tersebut berpindah tempat, dikhawatirkan

karyawan akan lupa daerah mana yang sudah disemprot dan belum disemprot.

Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan kegiatan yaitu

memeriksa kondisi peralatan yang digunakan. Knapsack sprayer yang bocor akan membuat larutan herbisida terbuang. Pemeriksaan nozel sprayer sebelum

karyawan melakukan kegiatan harus dilakukan karena ada beberapa karyawan

yang mengganti nozel atau melubangi nozel. Padahal ukuran sprayer yang terlalu

besar menyebakan volume semprot menjadi tidak efektif dan menyebabkan

larutan cepat habis.

Faktor selanjutnya yaitu tentang herbisida yang digunakan. Jenis herbisida

yang digunakan harus sesuai dengan jenis gulma yang ada. Herbisida sistemik

digunakan untuk mengendalikan gulma yang memiliki organ perkembangbiakan

seperti umbi pada teki. Herbisida 2,4 D hanya mematikan gulma berdaun lebar,

sedangkan herbisida Dalapon hanya mematikan gulma rumput (Graminae).

Herbisida yang dapat mengendalikan hampir jenis gulma dapat menggunakan

herbisida non selektif. Standar prestasi kegiatan tersebut adalah 0.6 ha/HK.

Prestasi karyawan 0.6 ha/HK sedangkan penulis 0.5 ha/HK. Permasalahan yang

sering muncul adalah penggunaan dosis herbisida yang belum tepat sehingga

menyebabkan seringnya kekurangan herbisida. Perlu pengawasan yang lebih

intensif lagi oleh mandor.

Pemupukan

Pemupukan bertujuan menambah unsur-unsur hara tertentu di dalam tanah

yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang diusahakan. Hal ini

dilakukan karena kesuburan tanah menurun akibat hilangnya unsur hara dari

daerah perakaran melalui pencucian, panen, dan erosi.

Pemupukan tanaman dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada awal

musim hujan dan akhir musim hujan. Dosis pemupukan diberikan berdasarkan

analisis tanah dan direksi. Pupuk yang diberikan adalah pupuk Urea (46 % N),

MOP (60 % K2O) dan RP (35 % P2O5). Dosis pemupukan Afdeling tiap blok

berbeda tergantung kondisi tanah yang dilihat dari hasil analisis tanah. Dosis

pupuk untuk Afdeling B2 tertera pada Tabel 4. Cara pemupukan tidak dengan

(37)

menaburkan pupuk. Setelah pupuk ditaburkan kemudian lubang ditutup dengan

tanah. Pemupukan dilakukan secara berkelompok, 2 orang per kelompok. Satu

orang bertugas membuat lubang pupuk, dan satu orang lagi bertugas menaburkan

pupuk dan menutup lubang. Hal ini untuk memudahkan dan mengefektikan

pemupukan. Dalam pelaksanaannya masih terdapat karyawan yang menaburkan

pupuk melebihi dosis yang seharusnya dan belum ditutupnya lubang pupuk.

Padahal pupuk yang tidak tertutup sempurna akan menyebabkan pupuk menguap

pada suhu tinggi seperti terkena cahaya matahari. Standar prestasi kerja untuk

[image:37.595.107.518.307.435.2]

pemupukan sebesar 1.4 ha/HK.

Tabel 4. Dosis Pupuk Afdeling B2

Blok Pupuk (gram/tanaman/semester)

Urea MOP RP

7 47 31 47

8 62 29 51

9 50 28 50

10 50 29 50

11 76 29 51

12 74 29 49

Sumber: Kantor Induk Kebun PT Rumpun Sari Antan I (2010)

Panen

Panen merupakan kegiatan memetik dari buah di pohon selanjutnya

memecah buah dan mengeluarkan biji di dalamnya agar dapat dimanfaatkan.

Sebelum panen mandor mengamati kematangan buah secara visual berdasarkan

warna buah. Buah muda yang memiliki warna hijau ketika matang akan berwarna

kuning, sedangkan buah yang pada saat muda berwarna merah ketika matang akan

berwarna jingga. Kriteria buah yang dapat dipanen yaitu buah dengan tingkat

kemasakannya lebih dari 60 % dan blok yang dapat dipanen minimal memiliki

20 % buah matang. Kerapatan panen digunakan sebagai dasar untuk mementukan

jumlah tenaga kerja. Cara menghitung kerapatan sebagai berikut:

Kerapatan Panen (KP) =

on) sampel(poh pokok Jumlah (buah) diamati yang masak buah Jumlah

x 100 %

= sampel pokok 150 masak buah 40

(38)

Jumlah Buah yang dipanen = KP x Populasi

= 26.67 % x 6 434

= 1 716 buah

Pod Value BCK = 32 buah/kg BCK

Bobot BCK =

BCK Value Pod dipanen yang Buah Jumlah = BCK buah/kg 32 buah 716 1

= 53.6 kg BCK

Standar Panen 55 kg/HK

Bobot BCB = Rendemen BCK Bobot = % 38 BCK kg 53.6

= 141 kg BCB

Kebutuhan Tenaga Kerja =

Panen Standar BCB Bobot = kg/HK 55 BCB kg 141

= 2.56 HK

= 3 HK (pembulatan)

Setiap tiga bulan sekali juga dilakukan taksasi produksi. Tujuan taksasi

yaitu untuk memperkirakan hasil yang akan dipanen pada musim yang akan

datang dan memperkirakan hasil akhir setelah pengolahan hasil. Berikut cara

perhitungan taksasi produksi yang dilaksanakan oleh PT RSA I:

A =

Sampel Pokok % 20 masak peluang cm, 5 -2 panjang dengan Buah = pohon 25 buah 27

(39)

B = Sampel Pokok % 60 masak peluang cm, 11 -6 panjang dengan Buah = pohon 25 buah 45

= 1.8

C =

Sampel Pokok % 90 masak peluang cm, 11 panjang dengan

Buah >

=

pohon 25

buah 23

= 0.92

Hasil Panen =

Value Pod Populasi x ) C B A ( + + = BCK buah/kg 32 964 13 x ) 0.92 1.8 1.08 ( + +

= 1 249.7 kg BCK

Sistem panen. Sistem panen yang digunakan adalah sistem hanca gilir. Setiap pemanen mendapat hanca dengan luas tertentu, pada waktu yang berbeda

dan ada perpindahan blok panen. Dalam satu blok panen dibagi beberapa hanca.

Luas hanca ± 2 – 3 ha berlaku pada saat produksi buah rendah dan ± 1 ha untuk

panen raya. Rotasi panen yaitu 6 – 7 hari pada saat produksi rendah dan 3 – 4 hari

pada saat panen raya. Pemanen bekerja secara berkelompok. Satu kelompok

terdiri dari 2 orang pemanen. Pada areal panen dengan topografi berlereng,

kelompok panen terdiri dari 3 orang, 2 orang bertugas memanen buah dan seorang

bertugas mengangkut buah ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanen di

kebun PT RSA I Afdeling B mayoritas pemanen adalah wanita. Pada saat

produksi rendah pemanen bekerja hingga pukul 12.00 sedangkan saat panen raya

pemanen bekerja hingga pukul 13.00 WIB. Upah yang diberikan pada saat

produksi rendah sebesar Rp. 16 000/hari, untuk berapapun hasil panen yang

diperoleh oleh pemanen. Sedangkan pada saat panen raya sebesar Rp. 19 000/hari

karena pemanen bekerja hingga pukul 13.00 WIB. Kondisi ini berbeda dengan di

Afdeling C yang menerapkan sistem pengupahan borongan murni. Pada sistem ini

(40)

Pemanenan. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemanenan yaitu

cungkring, golok atau pisau dan karung. Cungkring merupakan antel bergalah. Alat yang digunakan harus tajam agar tidak melukai bantalan bunga. Menghindari

kerusakan bantalan bunga juga dilakukan dengan cara menyisakan tangkai buah

sepanjang ± 5 mm. Bantalan buah yang rusak akan lama pulih dan menyebakan

gagalnya pembungaan untuk periode selanjutnya. Bantalan buah yang rusak

[image:40.595.249.376.240.405.2]

seperti tersayat alat panen hingga terkelupasnya kulit cabang.

Gambar 4. Alat Panen: Golok dan Cungkring

Buah yang sudah dipanen oleh para pemanen dimasukkan ke dalam

karung kemudian dikumpulkan di suatu areal hanca pemanen. Kegiatan

selanjutnya yaitu memecah buah yang telah dikumpulkan dan mengeluarkan biji

buah. Memecah buah menggunakan pisau atau golok. Pemecahan buah diusahakan agar pisau tidak mengenai daging buah dan merusak biji. Kemudian

biji tanpa plasenta dikeluarkan dari buah dan dimasukkan kedalam karung. Biji

yang terserang Phythopthora dan PBK diletakkan dalam karung yang berbeda dengan biji sehat. Namun, dalam kenyataan di lapangan masih ada pemanen yang

mencampur biji sehat dan biji tidak sehat dalam satu karung. Pencampuran biji

sehat dan biji tidak sehat sehat akan menyebabakan terkontaminasinya biji sehat

(41)

Selanjutnya karung biji kakao basah (BCB) diangkut ke TPH untuk

dilakukan penimbangan oleh mandor panen. Hasil penimbangan BCB di kebun

dicatat di surat pengantar buah (Lampiran 8). Setelah semua karung ditimbang di

TPH oleh mandor, karung BCB diangkut oleh mobil kebun atau truk menuju ke

pabrik.

Pasca Panen

Setelah biji sampai di pabrik, biji akan melalui tahap pengolahan sebelum

dihasilkan biji kakao kering. Tahap pegolahan biji kakao meliputi fermentasi,

pengeringan, sortasi dan penyimpanan.

Fermentasi. Sebelum BCB dimasukkan kedalam kotak fermentasi dilakukan penimbangan BCB di pabrik. Penimbangan disaksikan oleh mandor

pabrik, mandor panen dan karyawan pabrik. Hasil penimbangan di pabrik

kemudian dicatat di surat pengantar buah yang dibawa oleh mandor panen. Hasil

penimbangan BCB di Afdeling dan kebun akan berbeda. PT RSA I memberi

toleransi selisih bobot maksimal sebesar 10 %. Perbedaan ini disebabkan karena

hilangnya kandungan air pulpa biji kakao selama perjalanan dari kebun menuju ke

pabrik dan mandor panen yang hanya memperkirakan hasil timbangan di kebun

tanpa menimbangnya dengan alat timbangan. Hal ini dilakukan dengan alasan

mempercepat penimbangan dan ketidakmampuan karena karung BCB terlalu

banyak terutama pada saat panen raya.

BCB yang sudah ditimbang segera dimasukkan kedalam kotak fermentasi

kemudian ditutup dengan karung goni. Selanjutnya dilakukan analisis BCB basah

oleh mandor panen. Sampel yang digunakan adalah 0.5 kg per karung. Dari

analisis dapat diketahui presentase kandungan biji Phythopthora, plasenta, biji berkecambah, biji muda, biji terpotong, dan biji pipih.

Kotak fermentasi yang digunakan biji kakao basah yaitu kotak fermentasi

dua tingkat yang berukuran 250 cm x 100 cm x 40 cm terbuat dari kayu dengan

kapasitas 800 kg – 1 000 kg. Setiap sisi kotak fermentasi diberi lubang. Lubang

ini merupakan tempat keluarnya cairan pulpa encer dan sebagai tempat masuknya

(42)

Fermentasi dilakukan selama lima hari dengan frekuensi pembalikan

sebanyak dua kali, pembalikan pertama diawal hari ketiga dan hari kelima.

Pembalikan dilakukan dengan memindahkan massa biji kakao dari satu peti ke

peti berikutnya. Alat yang digunakan untuk pembalikan menggunakan sekop

berbahan logam. Penggunaan sekop berbahan logam dapat meningkatkan jumlah

biji terluka, terpotong dan terkontaminasi logam. Pabrik pernah mencoba

menggunakan sekop terbuat dari kayu tetapi masa pakai sekop singkat atau mudah

rusak maka pabrik tetap menggunakan sekop terbuat dari bahan logam. Setelah

selesai pembalikan dilakukan sanitasi seperti mengambil biji-biji yang tercecer

membersihkan lubang-lubang pada kotak fermentasi dan lantai fermentasi. Lantai

fermentasi yang tidak dibersihkan akan cepat terkikis akibat cairan fermentasi

yang mengandung asam asetat yang bersifat korosif.

Pengeringan. Proses ini bertujuan untuk menguapkan air di dalam biji kakao setelah fermentasi. Metode yang digunakan yaitu penjemuran atau

pengeringan secara alami dengan sinar matahari (sun drier) dan pengeringan panas buatan menggunakan samoan drier. Penjemuran dilakukan di lantai jemur dan anjang-anjang. Lantai jemur terbuat dari semen, berukuran 30 m x 3 m

dengan kapasitas 22 kg/m2. Ketebalan hamparan biji kakao ± 2 – 3 lapisan biji

atau 5 – 8 kg per m2. Profil lantai dibuat miring ± 5 – 7o dengan sudut pertemuan

di bagian tengah lantai. Pinggiran lantai dilengkapi dengan saluran pembuangan

air dan tiang-tiang penyangga untuk mengkaitkan terpal penutup. Pada pukul

17.00 WIB atau sedang hujan hamparan biji kakao ditutup oleh terpal dan baru di

buka kembali pada pagi hari pukul 07.00 WIB. Anjang-anjang terbuat dari

anyaman bambu, berukuran 35 m x 1 m tinggi 0.5 m kapasitas 700 kg.

Penjemuran yang sering digunakan adalah lantai jemur, penjemuran di

anjang-anjang hanya dilakukan apabila lantai jemur sudah melebihi kapasitas. Menurut

pengamatan, hasil pengeringan di anjang-anjang lebih baik daripada di lantai

jemur. Aliran udara di bagian bawah meja anjang-anjang menyebabkan biji lebih

cepat kering.

Penjemuran sun drier menggunakan lantai jemur atau anjang-anjang dilakukan selama dua hari dengan frekuensi pembalikan dua kali setiap hari. Saat

(43)

untuk mempercepat laju pengeringan agar lebih cepat dan merata. Selain itu, pada

saat pembalikan dilakukan sanitasi biji kakao dari kontaminasi bahan-bahan asing,

memisahkan plasenta yang masih terbawa saat panen, dan memisahkan biji yang

tidak sehat serta mengambil biji-biji yang tercecer.

Setelah dua hari dilakukan pengeringan dengan matahari, biji kakao

dipindahkan ke samoan. Pengeringan di samoan dilakukan selama tiga hari.

Samoan drier berukuran 8 m x 3 m x 1.5 m dengan kapasitas 5 ton. Di bagian samping samoan terdapat termometer berfungsi mengukur suhu samoan. Suhu

samoan dipertahankan pada suhu 600 – 1000 C. Apabila suhu samoan melebihi

1000 C untuk menurunkan suhu samoan, karyawan membuka pintu pipa asap dan

mematikan api kemudian menyalakan lagi setelah suhu normal. Dinding

pengering dilengkapi dengan kipas untuk meningkatkan perpindahan panas antara

pipa asap dan udara agar merata ke lantai atas samoan. Pipa asap terbuat dari

drum terletak di bagian bawah lantai samoan yang terbuat dari besi. Pipa asap

bercabang dua pada bagian awal dan menyatu lagi pada bagian pangkal. Di bagian

pangkal terdapat tungku kayu bakar. Samoan dilengkapi juga dengan cerobong

asap. Panas samoan berasal dari pembakaran kayu bakar. Kebutuhan kayu bakar

yaitu 4 - 5 m3 kayu bakar.

Masalah yang terjadi dalam pengeringan yaitu waktu pengeringan yang

lebih lama. Saat penjemuran di anjang-anjang atau lantai jemur karena cuaca yang

tidak mendukung seperti hujan, hasilnya biji kakao masih terlalu basah saat

dimasukkan ke samoan drier. Dampaknya pengeringan akan membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga keperluan kayu bakar juga akan meningkat. Selain itu,

pengeringan biji kakao tidak merata dan terjadinya penempelan biji kakao yang

disebabkan kurangnya pembalikkan dan terlambat. Diperlukan pengawasan

mandor untuk mengatur waktu yang tepat untuk pembalikkan dan mengawasi

pelaksanaan pembalikkan yang dilakukan karyawan.

Sortasi. Biji kakao yang sudah kering kemudian ditimbang sehingga diperoleh rendemen pengolahan. Selanjutnya biji kakao dipindahkan ke ruangan

sortasi. Sortasi merupakan kegiatan memisahkan biji kakao kering menurut

ukuran fisik dan membersihkan dari kotoran-kotoran sebelum biji kakao kering

(44)

sortasi pertama menggunakan ayakan mekanis dan tahap kedua sortasi secara

manual. Grade yang diterapkan yaitu IA dengan jumlah biji 86 – 110 butir per 100 gram, grade IC dengan jumlah 111 – 120 butir dan UG (under grade) yang terdiri dari biji pecah, biji kecil dan brongkolan.

Ayakan mekanis untuk sortasi biji kakao adalah tipe silinder berputar

dengan kapasitas sortasi ± 1 – 1.25 ton per jam. Lubang ayakan terdiri dari tiga

ukuran yaitu 10 mm, 15 mm dan 18 mm. Lubang pertama merupakan pintu keluar

biji kecil dan biji pecah. Pintu kedua pintu keluar biji yang masuk grade IC, pintu ketiga biji grade IA dan pintu terakhir untuk biji sangat besar dan brongkolan. Brongkolan adalah biji kakao yang belum dipisahkan dari plasentanya, biji

terserang penyakit dan biji-biji yang menempel satu sama lain akibat pembalikan

yang kurang. Biji-biji yang keluar dari pintu terakhir yang akan disortasi secara

manual. Sortasi dilakukan di meja. Seorang karyawan sortasi yang terampil

mempunyai kapasitas sortasi 90 – 110 kg per hari.

Sortasi yang dilakukan oleh PT RSA 1 menggunakan kombinasi mesin

sortasi dan sortasi manual sudah optimal. Hasil sortasi menjadi lebih banyak dan

mutu sortasi baik. Hasil sortasi dari pintu terakhir mesin sortasi merupakan biji

yang sangat besar dan brongkolan yang selanjutnya akan di sortasi lagi oleh

karyawan. Biasanya masih terdapat biji yang termasuk Grade IA atau IC, beberapa brongkolan juga masih dapat di pisahkan sehingga dapat hal ini

meningkatkan kuantitas hasil sortasi. Dengan adanya sortasi manual juga

memperbaiki kualitas sortasi. Mengurangi kandungan biji pecah, biji dempet, biji

pipih, biji yang berkecambah dan kotoran yang terbawa dai kebun dan pabrik

(45)

Pengemasan. Setelah disortasi biji kakao kering dikemas dalam karung goni. Berat setiap karung 62.5 kg. Karung kemudian dijahit dengan tali raffia.

Sebelum dijahit, diambil 100 gram biji kakao kering tiap karung untuk sampel

analisis mutu biji kakao kering. Analisis dilakukan oleh mandor pabrik. Sampel

yang dikumpulkan dari tiap karung hanya diambil 1 kg kakao yang kemudian

dianalisis dan dikemas sebagai inventaris pabrik dan . Dari hasil analisis mutu biji

kakao kering akan diketahui kandungan biji mouldy, slaty, waste, kadar air serangga hidup, biji pecah, bean count, benda asing, biji berbau, biji semi fermentasi, kotoran mamalia, biji berserangga, dan biji berkecambah. Proses

pengemasan sudah dilakukan dengan baik karena karyawan yang mengerjakan

bagian ini merupakan karyawan tetap yang sudah terampil.

Penulis melakukan analis biji kakao kering dengan sampel sebanyak

100 g. Hasil analisis sebagai berikut:

Bean count = 100 biji Kadar kotoran (waste) = 2,5% Biji Pecah = 2 %

Kadar air = 7 %

Biji Mouldy = 2 biji Biji Slaty = 3 biji Biji berserangga = 0

Benda asing = 0

Biji Berbau = 0

Biji berkecambah = 1 biji

Penggudangan. Setelah proses pengemasan tahap selajutnya penggudangan. Karung biji kakao grade IA disimpan di gudang di sebelah ruang sortasi. Sedangkan untuk karung biji kakao grade IC dan UG diletakkan di gudang yang berbeda dengan grade IA. Karung-karung ditumpuk rapi diruangan gudang dengan penyangga palet dari papan kayu setinggi 0.1 m dari permukaan

lantai gudang. Tumpukan karung bagian pinggir diberi jarak antara 0.15 – 0.2 m

dari dinding. Penggudangan di PT RSA 1 sudah baik. Pemisahan gudang antara

(46)

Aspek Manajerial

Karyawan harian lepas

Penulis menjadi karyawan harian di Afdeling selama 7 minggu dan

karyawan harian di pabrik selama seminggu. Kegiatan yang dilakukan yaitu

pemangkasan, pemanenan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma,

dan proses pengolahan.

Pendamping Mandor

Mandor bertugas mengabsen karyawan sebelum dan sesudah melaksanakan pekerjaan, memberi pengarahan kepada karyawan terhadap

kegiatan yang akan dilakukan, mengawasi pekerjaan karyawan, melaporkan

kondisi Afdeling kepada asisten Afdeling, membuat laporan perincian pekerjaan

harian seperti laporan blok yang dikerjakan, jumlah tenaga kerja, hasil pekerjaan

luas areal, mencatat barang yang keluar dan masuk, mencari tenaga kerja, dan

pembayaran upah karyawan.

Penulis menjadi pendamping mandor rawat selama seminggu, pendamping

mandor panen selama seminggu dan pendamping mandor pabrik selama dua

minggu. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi pendamping mandor

melakukan pengawasan kegiatan pemupukan, pemanenan, penimbangan di kebun

dan pabrik, pengawasan proses pengolahan dan mengikuti rapat bersama

administratur, asisten Afdeling dan mandor serta membantu mandor membuat

(47)

Pada kegiatan pemupukan penulis mengawasi sekitar 8 sampai 23

karyawan dengan prestasi kerja kar

Gambar

Gambar 1. Tahapan pengolahan kakao primer (Sumber: Widyotomo, et al., 2004)
Tabel 1.  Kelas Mutu Biji Kakao
Gambar 2. Tingkat Kemasakan Buah
Tabel 2. Tata Guna Lahan PT Rumpun Sari Antan I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa bekerja secara langsung di kebun sesuai dengan status yang ada, yaitu sebagai buruh harian lepas, pendamping mandor, pendamping mandor besar, pendamping

Untuk kegiatan pemupukan sendiri sebaiknya berpedoman pada rekomendasi pemupukan berdasarkan analisis tanah dan jaringan tanaman secara total yang menganalisis

Manti (2009), menegaskan ada beberapa patogen penyakit yang menyerang tanaman kakao antara lain penyakit busuk buah dan penyakit kanker batang yang disebabkan oleh

Tujuan khusus dari kegiatan magang yang dilaksanakan adalah untuk mempelajari salah satu tahapan penting manajemen dari pengolahan hasil, yaitu tentang kualitas

Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunas-tunas liar seperti cabang-cabang