• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Development of Plankton Acoustics Descriptor in Inner Ambon Bay by Using Biosonic Echosounder DT-X.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Development of Plankton Acoustics Descriptor in Inner Ambon Bay by Using Biosonic Echosounder DT-X."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN DESKRIPTOR AKUSTIK PLANKTON

DI TELUK AMBON BAGIAN DALAM

MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER BIOSONIC DT-X

JOHN WALDI CHRISFENTHO KARUWAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Deskriptor Akustik Plankton di Teluk Ambon Bagian Dalam Menggunakan Echosounder Biosonic DT-X adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

John Waldi Chrisfentho Karuwal

(4)
(5)

RINGKASAN

JOHN WALDI CHRISFENTHO KARUWAL. Pengembangan Deskriptor Akustik Plankton di Teluk Ambon Bagian Dalam Menggunakan Echosounder Biosonic DT-X. Dibawah bimbingan SRI PUJIYATI dan INDRA JAYA.

Plankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam rantai makanan di suatu perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis beberapa parameter fisik-kimia perairan yang diduga mempengaruhi nilai parameter akustik plankton, mendapatkan nilai parameter akustik dari plankton memakai instrumen hidroakustik split beam echosounder untuk kuantifikasi dan identifikasi plankton dan mengembangkan suatu deskriptor akustik untuk mempermudah kegiatan kuantifikasi dan identifikasi komunitas plankton.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 yang berlokasi di perairan Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD), Pulau Ambon, Propinsi Maluku pada posisi 128o12’792”- 128o12’792” BT dan 3o38’795”- 3o38’874 LS. Kedalaman perairan di lokasi penelitian adalah 25,17-27,00 meter dengan kedalaman rata-rata 25,93 meter. Temperatur perairan pada kisaran 28,84-30,10oC dan rata-rata 29,43oC dimana pada siang hari sebesar 29,37oC dan malam hari sebesar 29,48oC. Salinitas rata-rata tiap pengukuran berkisar antara 33,53-33,62 PSU, dimana salinitas permukaan air laut sebesar 31,76-32,67 PSU dan dasar perairan sebesar 33,80-33,89 PSU. Densitas perairan berada pada level 1.019,79-1.021,39 kg m-3. Kekeruhan rata-rata perairan tiap pengamatan sebesar 0,949-0,957 NTU dengan nilai tertinggi pada 1,005 dan terrendah pada 0,921 NTU.

Komunitas fitoplankton ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 26 genus terdiri dari 6 kelas yang digolongkan dalam kelas Bacillariophyceae (4 genus), Ciliatea (2 genus), Coscinodiscophyceae (10 genus), Cyanophyceae (1 genus), Dynophyceae (6 genus), dan Fragilariophyceae (3 genus). Hasil identifikasi sampel zooplankton, diperoleh komposisi jenis zooplankton di lokasi penelitian sebanyak 41 jenis yang terdiri dari 6 filum, yaitu filum Arthropoda, Chaetognatha, Cnidaria, Echinodermata, Mollusca dan Annelida.

43 buah echogram data perekaman akustik mendapatkan 7038 poligon yang diolah untuk mendapatkan 7 variabel deskriptor dalam 3 kategori yaitu deskriptor morfometrik (tinggi), batimetrik (kedalaman dan ketinggian relatif) dan energetik (Sv, Sa, Skewness dan Kurtosis). Hasil analisis K means cluster menunjukan bahwa variabel scattering volume dan skewness sangat berpengaruh dalam pembentukan kluster dibandingkan variabel yang lain. Analisis diskriminan mendapatkan bahwa kontribusi dari 7 deskriptor yang digunakan untuk membentuk deskriptor yaitu Sv (>20 %), Sa, kedalaman dan kurtosis memiliki kontribusi 15 - 20 %, tinggi dan skewness memiliki kontribusi dibawah 10 – 14,99 %. Model fungsi diskriminan yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan pengklasifikasian 9 kelompok waktu sampling sebesar 26,3%.

(6)

SUMMARY

JOHN WALDI CHRISFENTHO KARUWAL. The Development of Plankton Acoustics Descriptor in Inner Ambon Bay by Using Biosonic Echosounder DT-X. Supervised by SRI PUJIYATI and INDRA JAYA.

Plankton is a very important organism in the food chain of the water coloum. The aim of this research is to analyze some of the physical parameters of waters that suspected influenced the acoustic parameters of plankton, to get acoustic parameter values from plankton by using split beam echosounder for quantification and identification plankton and developed an acoustic descriptors to identification and quantification activities community of plankton.

The research was carried out in March 2012, located in Inner Ambon Bay waters, Ambon Island, Moluccas province, at the position of 128o12’792” - 128o12’ 792” BT and 3o38’795” - 3o38’874” LS. The depth of the waters at the site of the research are 25,17-27.00 meters with an average depth of 25,93 meters. Water temperature is 28,84 – 30,10oC with average 29,43oC where during the daytime is 29,37oC, and at night is 29,48oC. The salinity average of each measurement range between 33,53-33,62 PSU, where the salinity at the surface of sea water are 31,76-32,67 PSU and at bottom the waters are 33,80-33,89 PSU. The density of water are 1.019,79-1.019,39 kg.m-3. Average of the waters turbidity every observation are 0,949-0,957 NTU with the highest value is 0,921 and at the lowest is 1,005 NTU.

The community of phytoplankton found in research locations are 26 genus consists of 6 classes that are classified in the class Bacillariophyceae (4 genera), Ciliatea (2 genera), Coscinodiscophyceae (10 genera), Cyanophyceae (1 genus), Dynophyceae (6 genera) and Fragilariophyceae (3 genera). The identification of zooplankton samples results, obtained the composition of zooplankton species in research location are 41 types consists of 6 phylum, which was the Arthropod, Chaetognatha, Cnidarians, Echinoderms, Molluscs and Annelids.

There were 43 acoustics echogram data has been processed 7038 polygons to get 7 variable descriptors in 3 categories, namely morfometrik (high), bathymetric (depth and relative height) and energetic (Sv, skewness and kurtosis, Sa). K-means Cluster analysis results showed that the variables of Scattering volume and skewness were very influential in form a cluster while another variables. Discriminant analysis has shown that the contribution of 7 descriptors are used to form the descriptors are Sv (> 20%), Sa, depth and kurtosis contributed to 15-20%, and skewness contributed under 10- 14.99%. The discriminant function model is obtained from the results of this research provide the precision for 9 sampling time groups is 26.3% for classification.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PENGEMBANGAN DESKRIPTOR AKUSTIK PLANKTON

DI TELUK AMBON BAGIAN DALAM

MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER BIOSONIC DT-X

JOHN WALDI CHRISFENTHO KARUWAL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Pengembangan Deskriptor Akustik Plankton di Teluk Ambon Bagian Dalam Menggunakan Echosounder Biosonic DT-X

Nama : John Waldi Chrisfentho Karuwal

NRP : C552100011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si Ketua

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(13)
(14)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kekuatan dan anugerah yang Dia berikan maka tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis banyak menerima bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian tesis ini, karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran serta keikhlasannya dalam membimbing dan memberikan arahan, masukan serta dorongan moril yang tidak ternilai, mulai dari konsultasi judul, pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si, selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, SPs-IPB yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Teknologi Kelautan.

3. Rektor IPB, Dekan dan Sekretaris Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan dan Wakil Dekan FPIK IPB atas kesempatan dan fasilitas selama penulis melaksanakan studi.

4. Penguji luar komisi Ibu Dr. Fauziyah, atas masukan dan koreksinya.

5. Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Maluku Utara atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2. 6. Koordinator Kopertis Wilayah XII Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua

Barat yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi S2. 7. Pengelola BPPS Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan

Nasional yang telah membiayai pendidikan penulis.

8. Yayasan Toyota Astra atas bantuan penelitian yang diberikan untuk penyelesaian penulisan tesis ini.

9. Fakultas Perikanan Universitas Pattimura dan Upt Balai Konservasi Biota Laut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Ambon atas penggunaan peralatan saat penelitian.

10. Tante Omi, La Imu, Pak Bob Latumeten, crew speed boad Politeknik Negeri Ambon atas bantuan dan kerjasama saat pengambilan data lapangan.

11. Pak Fahmi dan Pak Asep Priatna atas bantuan teknis saat pengolahan data akustik.

12. Papa Thom Karuwal (Alm) dan Mama Fien Karuwal/B (Almh), Papa mertua Wem Hiariey (Alm) dan Mama S.M.D. Hiariey/I (Almh), Tante Leng Karuwal, adik En dan keluarga, Ani dan keluarga, Echa dan keluarga, Itha Karuwal, kakak-kakak ipar Richard dan Keluarga, Stenly dan Keluarga, Yopi dan Anna, dengan rasa hormat penulis persembahkan ucapan terima kasih yang tulus atas segala doa dan pengorbanan yang tiada tara baik materi dan moril selama penulis melaksanakan studi.

(15)

menjadi penyemangat serta motivasi, baik dalam suka maupun duka. Terima kasih atas pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

14. Seluruh rekan kuliah di Program Studi Teknologi Kelautan, khususnya rekan-rekan TEK 2010 (Pak Bambang, Acta, Murjad, Elis, Widi dan Meis) dan Eva Kadmaer atas dukungan, kebersamaan dan semangat saling menguatkan untuk menyelesaikan pendidikan ini.

15. Pak Danu, Pak Arja, Mbak Niar, Mbak Maya dan Ibu Yanti atas dukungan yang diberikan saat kuliah di pasca TEK IPB.

16. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penelitian hingga tersusunnya tesis ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan industri pangan di Indonesia dan khususnya di Maluku, serta ilmu pengetahuan dan masyarakat luas.

Bogor, Juli 2013

(16)

DAFTAR ISI

Pendekatan metode hidroakustik terhadap Plankton 8

Faktor-Faktor Fisik Kimia Perairan 10

Temperatur 10

Salinitas 11

Densitas 12

Turbiditas 12

3. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan lokasi penelitian 15

Perangkat dan peralatan Penelitian 16

Instrumen BIOSONIC DT-X scientific echosounder system 16

Kapal 16

Alat pengambilan contoh plankton 17

Pengambilan data akustik 17

Pengambilan contoh dan identifikasi plankton 18

Analisis data 19

Analisis plankton 19

Analisis data akustik 20

Analisis hubungan antara variabel 22

Analisis nilai deskriptor akustik 22

4. FAKTOR BIOLOGI DAN LINGKUNGAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 23

Batimetri 23

Temperatur 24

Salinitas 25

Densitas 27

Kekeruhan 27

Distribusi Vertikal Komunitas Plankton 28

Komposisi plankton 28

Kelimpahan plankton 34

(17)

Hubungan antara zooplankton dan fitoplankton 38 5. DESKRIPTOR AKUSTIK PLANKTON

Nilai dan sebaran menegak volume backscattering strength (Sv) rata-rata

plankton 39

Hubungan nilai volume backscattering (Svrata-rata) plankton dengan faktor

fisik perairan 40

Hubungan antara sebaran nilai backscattering volume (Svrata-rata) dengan kelimpahan plankton hasil tangkapan dengan Vandorn Water Sampler 41

Deskriptor Akustik Plankton 43

Analisis Statistik 43

Analisis Korelasi Parameter Deskriptor Plankton 44

Analisis Faktor Parameter Deskriptor Plankton 44

Analisis Kelompok Parameter Deskriptor Plankton 45

Analisis Diskriminan Parameter Deskriptor Plankton 47

6. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 51

Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN 57

(18)

DAFTAR TABEL

1 Spesifikasi Biosonic DT-X scientific echosounder system 16 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian akustik plankton 17 3 Deskriptor Akustik menurut Charef et al. (2010) yang telah dimodifikasi 22 4 Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks

dominansi (D) fitoplankton selama pengamatan 35

5 Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks

dominansi (C) zooplankton di lokasi penelitian 36

6 Nilai Sv rata-rata plankton berdasarkan strata kedalaman pada frekwensi 206 kHz di luar waktu sampling plankton di TelukAmbon

Bagian Dalam 39

7 Nilai koefisien regresi (R) dan koefisien determinasi (R2) dari hubungan nilai volume backscattering strength plankton dan parameter fisik

perairan 41

8 Nilai analisis regresi linear hubungan nilai Svrata-rata terhadap kelimpahan zooplankton (ind/m3) dan fitoplankton (sel/m3) 42 9 Deskripsi statistik 7038 poligon yang membentuk deskriptor akustik 43

10 Matriks korelasi antar deskriptor akustik 44

11 Nilai Communalities 45

12 Nilai Test of Equality 47

13 Variabel Pembentuk Fungsi Diskriminan 48

14 Nilai Wilk’s Lambda 48

15 Nilai Matriks Struktur 48

16 Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan 49

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

1 Plot teoritis dari model 3 tipe hamburan akustik zooplankton

(Martin et al., (1996) dan Stanton et al., (1996, 1998) 9

2 Lokasi penelitian 15

3 Diagram alir pengambilan data akustik 18

4 Ilustrasi skema pengukuran deskriptor akustik 21

5 Profil menegak temperatur perairan lokasi penelitian 24

6 Profil menegak kondisi salinitas menegak lokasi penelitian 25

7 Diagram T-S di lokasi penelitian 26

8 Diagram T-S Perairan Laut Banda Sekitar Pulau Ambon 26

9 Profil menegak densitas perairan di lokasi penelitian 27

10 Profil menegak kekeruhan perairan di lokasi penelitian 28 11 Komposisi kelas fitoplankton yang ditemukan pada waktu penelitian 29 12 Komposisi genus fitoplankton yang ditemukan pada waktu penelitian 30

13 Komposisi genus fitoplankton berdasarkan kedalaman 31

(19)

16 Persentase kelompok dominan penyusun komunitas zooplankton 34 17 Profil vertikal nilai Scattering Volume plankton pada frekuensi 206 kHz 40 18 Pola sebaran kelimpahan zooplankton (ind/m3) dan fitoplankton (sel/m3)

di lokasi penelitian 42

19 Dendogram hubungan kemiripan antar variabel deskriptor 46

20 Diagram Pareto Nilai Penting Variabel Deskriptor 49

DAFTAR LAMPIRAN

2 Alat-alat yang dipakai dalam Penelitian 57

3 Jenis-jenis zooplankton yang ditemukan 58

4 Jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan 61

5 Indeks Ekologi Fitoplankton 63

6 Indeks Ekologi Zooplankton 64

7 Rataan nilai indeks dispersi Morisita (I ) Masing-masing genera

fitoplankton di perairan selama penelitian 65

8 Rataan nilai indeks dispersi Morisita (I ) Masing-masing genera

zooplankton di perairan selama penelitian 66

9 Nilai Kelimpahan Zooplankton (ind/m3) dan Fitoplankton (sel/m3)

di teluk Ambon Dalam 67

10 Hasil Analisis Regresi Linear Hubungan Zooplankton dan Fitoplankton

di Teluk Ambon Bagian Dalam 68

11 Echogram plankton 69

12 Analisis Statistik 70

13 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Parameter Fisik Perairan

terhadap Kelimpahan Fitoplankton 75

14 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Parameter Fisik Perairan

terhadap Kelimpahan Zooplankton 77

(20)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Plankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam rantai makanan di suatu perairan. Mereka menjadi kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada tingkatan pertama dalam tropik ekologi, seperti di lautan; ikan, mamalia, penyu dan hewan terbesar yakni paus pemakan plankton (Baleens whale). Plankton juga berperan dalam mereduksi nitrogen di perairan melalui proses penguraian nitrogen sehingga berguna bagi bakteri dan produktivitas fitoplankton.

Peranan lainnya yang tidak kalah penting adalah memfasilitasi penyerapan karbondioksida (CO2) di laut. Zooplankton memakan fitoplankton yang menyerap CO2 dan kemudian setiap harinya turun ke bagian dasar untuk menghindari pemangsa di permukaan seperti ikan predator, sehingga karbon yang berada di dalam plankton tersebut dapat terendapkan di sedimen dan terdegradasi. Oleh karena itu plankton memegang peranan dalam pendistribusian CO2dari permukaan ke dalam sedimen didasar laut.

Perubahan iklim yang mengakibatkan pemanasan temperatur permukaan perairan juga sangat mempengaruhi keberadaan plankton baik kelimpahan, komposisi, hingga keanekaragamannya di lautan. Hal ini sangat berdampak sangat besar dalam proses produktivitas rantai makanan secara luas. Pentingnya peranan plankton sehingga telah dikembangkan berbagai metode untuk meneliti keberadaan plankton dalam suatu perairan.

Salah satu metode baru untuk mendapatkan informasi mengenai kebedaaan organisme di kolom air seperti plankton dan ikan, hingga dasar perairan adalah dengan menggunakan echosounder dan pengolahan data secara digital sudah dikembangkan. Penelitian untuk melihat nilai hambur balik plankton dengan metode akustik telah dilakukan di beberapa negara lain seiring dengan perhatian dunia terhadap dampak pemanasan global bagi ekosistem perairan. Penelitian untuk melihat hubungan antara distribusi spasial plankton dan parameter bio-fisik lingkungan dengan sebaran sumberdaya perikanan anchovi. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah echosounder Simrad EK 60 dengan frekuensi 18, 38, 120, and 200 kHz. Hasil dari penelitian tersebut adalah diperoleh adanya empat klasifikasi plankton menurut equivalent spherical diameter (ESD; mm): 0,0 - 0.35 (Klas I), 0,35 – 0,8 (Klas II), 0,8 – 2,0 (klas III), and >2,0 mm (Klas IV) menurut Lebourges, et al (2009).

Beberapa tahun terakhir penelitian plankton dengan metode akustik telah dikembangkan menggunakan teknik dan peralatan yang lebih maju yaitu penggunaan broad band acoustic Lavery, et al 2009. Pemakaian metode ini memungkinkan orang untuk mengidentifikasi komunitas plankton hingga jenisnya.

(21)

2

statistik, dapat menyapu sampel air dalam volume yang besar. Keterbatasannya antara lain agak susah untuk mengidentifikasi spesies, agak sulit untuk memperoleh informasi di dekat permukaan dan pada lapisan bawah, butuh investasi awal yang besar, relatif kompleks untuk digunakan, memerlukan pelatihan dan pengalaman, dan kemungkinan berdampak pada beberapa mamalia laut dan ikan.

Struktur dan kepadatan plankton sangat mempengaruhi kestabilan rantai makanan dalam ekosistem di suatu perairan. Pengetahuan tentang keadaan komunitas plankton ini berguna untuk mamahami kondisi produktivitas primer dan kondisi kesehatan sumberdaya serta manajemen lingkungan perairan.

Metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan deskriptor akustik telah lama dikembangkan sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos dan Paterakis, 1993 dan Muhiddin, 2010). Sistem pengolah sinyal akustik untuk identifikasi ikan dengan metode deskriptor akustik berisi program untuk transformasi citra digital, pengolahan citra digital, pengukuran dan komputasi deskriptor dan fungsi diskriminan untuk identifikasi spesies (Fauziyah, 2005). Namun penerapannya untuk mengidentifikasi plankton belum digunakan.

Secara geografis Teluk Ambon terletak antara 3° 37' 00" - 3° 48' 00" LS dan 128° 00' 00" - 128° 15' 00" BT. Teluk ini terdiri dari dua bagian yaitu Teluk Ambon bagian dalam yang luasnya sekitar 6 km2 dengan kedalaman maksim 42 m dan Teluk Ambon bagian luar dengan luas sekitar 100 km2 yang mempunyai kedalaman laut >100 m, dan berhubungan langsung dengan Laut Banda. Kedua daerah ini dipisahkan oleh Sebuah ambang (sill) dengan lebar 500 m dan kedalaman 15 meter.

Perumusan masalah

Penerapan teknologi akustik di Indonesia dalam penelitian dan pengembangan bidang kelautan hingga saat ini masih sangat terbatas. Minimnya sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan teknologi akustik di Indonesia. Namun beberapa waktu terakhir ini teknik akustik mulai banyak digunakan untuk mengetahui dan memetakan sumberdaya perairan.

Kemajuan teknik pemetaan dasar perairan saat ini yang dipicu oleh perkembangan yang berkesinambungan dari sistem akustik (side scan sonar, multi beam sonar, acoustic discrimination systems) menawarkan potensi untuk pekerjaan pemetaan dan monitoring ekosistem lautan (Brown, et al., 2005).

(22)

3

Kerangkan pemikiran

Plankton memiliki sifat dan karakter mengelompok yang dapat dideteksi secara hidroakustik. Parameter akustik seperti target strength dan volume backscattering dari organisme plankton di kolom perairan sangat dibutuhkan dalam dunia perikanan yang butuh pengembangan untuk mempermudah proses identifikasi dan pemahaman komunitas ini. Secara akustik setiap organisme memberikan pantulan terhadap energi suara yang dikenainya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pendeskripsi (deskriptor) diri. Selama ini dekriptor untuk ikan telah banyak dikembangkan namun untuk plankton belum dibuat. Hal ini berkaitan erat dimana keberadaan plankton memiliki peranan yang sangat esensial sebagai produsen primer dalam rantai makanan di perairan sebagai tropik level tingkat I.

Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan pengkajian parameter akustik plankton serta kaitannya dengan parameter biologi-fisika lingkungan perairan yang diduga mempengaruhi nilai parameter akustik dari plankton. Kemudian dikembangkan suatu deskriptor akustik untuk kuantifikasi identifikasi komunitas plankton tersebut. Gambar 1 memberikan kerangka pemikiran penelitian.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Menganalisis beberapa parameter fisik perairan yang diduga mempengaruhi nilai parameter akustik plankton.

(23)

4

3) Mengembangkan suatu deskriptor akustik untuk mempermudah kegiatan kuantifikasi dan identifikasi komunitas plankton.

Manfaat penelitian

(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Plankton

Parson dan Takahashi (1973) mendefinisikan plankton sebagai organisme yang tidak dapat menyebar melawan pergerakan massa air, yaitu meliputi (bakteri), fitoplankton (plankton tumbuhan) dan zooplankton (plankton hewan). Odum (1971) menambahkan bahwa plankton adalah semua kumpulan organisme, baik hewan maupun tumbuhan air berukuran mikroskopis dan hidupnya terapung atau melayang mengikuti arus air. Sedangkan Newell dan Newell (1971) menyatakan bahwa plankton sebagai organisme berukuran renik yang melayang-layang dalam kolom perairan dan kemampuan renangnya sangat lemah sehingga dipengaruhi oleh gerakan air.

Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan fungsi yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan air yang bersifat planktonis serta mampu berfotosintesis dan zooplankton yang terdiri dari hewan air yang bersifat planktonis (Nyabakken, 1992). Raymond (1984) serta Newell and Newell (1977) membedakan plankton menjadi dua kelompok berdasarkan daur hidupnya yaitu holoplankton dan

meroplankton. Holoplankton adalah plankton yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik seperti Copepoda, Rotatoria dan Chaetognatha; sedangkan meroplankton merupakan organisme yang sebagian daur hidupnya berupa plankton seperti larva ikan, larva crustacea, dan larva moluska.

Plankton sangat beraneka ragam dan terdiri dari berbagai macam larva yang bentuk dewasanya mewakili hampir seluruh hewan laut (Nyabakken, 1992). Hutabarat dan Evans (1986) menambahkan bahwa zooplankton sebagai kelompok hewan sangat banyak macamnya termasuk kelompok Protozoa, Coelenterata, Moluska, Annelida dan Crustacea. Secara menyeluruh plankton didominasi oleh jenis-jenis crustacea, baik dalam jumlah individu maupun jumlah spesiesnya (Odum, 1971). Secara ekologi Nyabakken (1992) menyatakan bahwa hanya satu golongan plankton yang sangat penting di laut yaitu kelas Copepoda dan filum Crustacea yang mendominasi 50 – 80 % dari plankton yang berada di lautan (Wickstead, 1965).

Muara sungai/estuari adalah perairan pantai yang semi tertutup, dimana air tawar dari sungai dan air laut bertemu dan bercampur membentuk suatu ekosistem yang unik dan kompleks (Sumich, 1992). Jadi estuari adalah bagian dari sistem sungai yang dipengaruhi oleh aksi pasang surut dan sifat dinamika dan fisik laut lainnya, seperti arus, gelombang, salinitas dan lain-lain. Interaksi air tawar dan air asin menentukan sirkulasi air dan proses percampuran yang dibangkitkan oleh perbedaan densitas antar dua jenis air. Densitas air laut tergantung pada salinitas dan temperatur, tapi di estuari kisaran salinitas sangat besar sedangkan kisaran temperatur kecil.

Variasi sifat habitat estuari, terutama dilihat dari fluktuasi salinitas dan temperatur, membuat estuari menjadi habitat yang tertekan dan keras. Tetapi menurut Sumich (1992) estuari adalah ekosistem yang produktif dan merupakan daerah untuk mencari makan atau sebagai daerah tempat asuhan bagi sebagian organisme laut.

(25)

6

kelompok yang dominan sebesar 23 spesies dengan persentase 71% dari total individu. Pelasula dan Mudjiono, 2007 menyatakan bahwa di Teluk Ambon selama pengamatan bulan Februari hingga Agustus 2007, struktur komunitas plankton didominasi oleh kelompok Copepoda jenis Calanoida sp dan Cyclopoida sp sebesar 18,20-93,77%. Hasil penelitian Mulyadi dan Radjab, 2009 mendapati bahwa zooplankton yang predominan di teluk Ambon adalah jenis Copepoda, Meroplankton, Lucifera, Thaliacea dan Chaetognatha adalah plankton yang predominan dimana persentase kelimpahan rata-rata pada Copepoda adalah 61,23 % dari total plankton.

Fitoplankton memiliki peranan yang sangat penting di dalam suatu perairan karena kemampuannya melakukan fotosintesis. Berperan sebagai pengikat awal energi matahari yang sangat menentukan kelangsungan hubungan makan-memakan dalam kehidupan biota di laut (Odum, 1971). Nybakken (1992) menyatakan bahwa fitoplankton air asin yang berukuran besar dan terdapat dalam jumlah yang banyak adalah dari kelompok diatom dan dinoflagelata.

Wagey, 2002 mengemukakan bahwa selama periode penelitian 1996-1998 menemukan di teluk Ambon terdapat 105 spesies fitoplankton yang terdiri dari diatom (78 spesies), dinoflagelata (44 spesies) silicoflagelata (2 spesies) dan cyanobacteria (1 spesies). 3 spesies dinoflagelata merupakan jenis baru di Indonesia yaitu Gymnodinium catenatum, Alexandrium cohorticula dan Fragilidium cf. mexicanum. Pelasula dan Mudjiono, 2007 menyatakan bahwa selama bulan Februari hingga Agustus 2007, struktur biomassa fitoplankton di Teluk Ambon didominasi oleh jenis Trichodesmium sebesar 5,18-96,61%.

Metode hidroakustik

Akustik merupakan ilmu yang mempelajari mengenai gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Prinsip dari pengoperasian alat akustik adalah dengan gelombang suara yang ditransmisikan ke kolom perairan dalam bentuk pulsa yang nantinya akan mengenai target kemudian dilakukan analisa terhadap pantulan yang diberikan oleh target.

Prinsip dari pengoperasian metode hidroakustik adalah dimulai dari timer yang berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Transducer berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier yang berfungsi untuk menguatkan sinyal listrik sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram (MacLennan dan Simmonds, 2005).

Split beam echosounder

(26)

7

Perbedaan split beam dengan metode sebelumnya terdapat pada konstruksi

transducer yang digunakan, dimana pada echosounder ini transducer dibagi dalam empat kuadran. Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah, output dari masing-masing kuadran kemudian digabungkan lagi untuk membentuk suatu full beam dengan dua set split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari full beam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set split beam. Pada prinsipnya tranducer split beam terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), Aft (bagian belakang), Port (sisi kiri kapal) dan Starboard (sisi kanan kapal)

Split beam echosounder memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara otomatis untuk mengeleminir pengaruh atenuasi yang disebabkan baik oleh geometrical spreading

dan absorpsi suara ketika merambat ke dalam air.

Split beam BioSonicsSeri DT-X scientific digital echosounder system (dikenal sebagai "DT-X") adalah echosounder, kompak serbaguna yang dapat dikonfigurasi untuk aplikasi yang berbeda di dua lingkungan yaitu laut dan air tawar untuk pemantauan biologi termasuk batimetri, penilaian habitat, dinamika populasi, perilaku tanaman dan distribusi sedimen

Split beam BioSonics Seri DT-X disebut sebagai scientific echosounder karena konsep baru yang dibenamkan dalam sistem ini, yaitu memiliki beberapa spesifikasi yang bersifat opsional memungkinkan alat ini mencapai rentang dinamis lebih dari 160 dB untuk opsi analog dan 125 dB untuk opsi digital. Echosounder ini dapat beroperasi pada frekuensi standar sebesar 38, 70, 120, 200, 420, 1000 kHz. Bila dipadukan dengan perangkat lunak bawaan sistem ini yaitu Visual Analyser yang digunakan untuk mengamati distribusi dan kepadatan ikan dan organisme lain dalam kolom air, Visual Bottom Typer (VBT) dapat digunakan untuk analisa dan klasifikasi permukaan sedimen dasar perairan serta EcoSAV untuk mendeteksi dan menganalisa vegetasi tumbuhan perairan, tinggi kanopinya dan tutupan tumbuhan tersebut.

Hasil rekaman dari sistem ini juga dapat diolah lanjut dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data akustik lain seperti echoview dan sonar pro sehingga memungkinkan peneliti bisa memilih untuk bereksplorasi.

Deskriptor Akustik

Deskriptor akustik adalah variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari hambur balik gelombang akustik. Deskriptor akustik telah banyak dikembangkan dalam mengidentifikasi karakteristik jenis ikan berdasarkan klasifikasi sinyal hidroakustik suatu kawanan ikan (Reid et al., 2000). Deskriptor akustik yang dihasilkan dikelompokkan ke dalam 5 tipe deskriptor utama yaitu :

1. Positional Descriptors, yang menjelaskan posisi kawanan ikan horizontal dan vertikal

2. Morfometrik Descriptors, yang menjelaskan morfologi ikan target

(27)

8

4. School Environment Descriptors, yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antat perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan

5. Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari jenis ikan yang diamati.

Deskriptor akustik yang dihasilkan akan dianalisis dengan metode analisis komponen utama sehingga dapat ditentukan variabel-variabel bebas (deskriptor akustik) yang dapat berpengaruh dalam membedakan sekumpulan kawanan ikan (Haralabous & Georgakarakos, 1996).

Lawson et al, 2001 menyatakan bahwa penerapan deskriptor akustik hanya dapat dilakukan untuk kumpulan spesies (schooling spesies) yang didominasi oleh satu jenis yakni sebesar 80%, sedangkan Reid et al., 2000 menyatakan bahwa penerapan deskriptor pada analisis gerombolan yang bagus adalah 85% terdiri dari kurang dari 5 spesies dan bila lebih akan muncul masalah.

Pendekatan metode hidroakustik terhadap Komunitas Plankton.

Metode akustik menyediakan cara mendeteksi, penggolongan dan mengukur distribusi plankton secara spasial, micronekton, dan organisme lainnya yang dapat memberikan resolusi dan cakupan ruang yang sempurna dan tidak terikat pada kekeruhan air. Teknik ini didasarkan pada pemancaran suara dengan frekuensi yang tinggi dan beam yang sempit, dari suatu kapal, towed body, atau transducer yang diturunkan dari kapal, dan mengukur backscattered plankton atau target lainnya yang berada dalam beam tersebut. Jika suara yang berfrekuensi tinggi dipancarkan pada frekuensi yang berbeda maka backscatter pada frekuensi yang berbeda tersebut dapat digunakan untuk membantu memperoleh informasi tambahan tentang target itu (Penrose, el. al, 2003).

Pada umumnya, krill dan plankton ditangkap dengan jaring. Jaring dapat ditarik secara tegak lurus dari kedalaman tertentu sampai ke permukaan (contoh : Jaring Bongo), atau dengan menarik jaring secara diagonal dari suatu kedalaman tertentu (contoh Jaring BIONESS). Contoh dari Jaring memberikan banyak informasi tentang jenis dan kelas organisme di dalam area pengambilan contoh, tetapi terbatas menyediakan informasi tentang densitas. Penggunaan jaring ini akan menghabiskan waktu dan tenaga, juga akan merugikan organisme itu sendiri (Anonymus, 1999).

Metode Bioakustik untuk pendeteksian plankton pada suatu tingkat yang jauh lebih baik dibanding pengambilan contoh dengan jaring, tetapi tidak menghasilkan informasi apapun tentang jenis dan kelas target yang sedang diamati. Scientific echosounder akan memancarkan pulsa suara dengan frekuensi tinggi ke dalam air dan menyimpan informasi posisi dan intensitas echo dari ikan dan plankton di dalam

beam suara yang dipancarkan. Frekuensi yang digunakan akan tergantung pada besar obyek yang ingin dideteksi. Pendeteksian plankton pada umumnya menggunakan frekuensi antara 100 - 200 kHz.

(28)

9

seiring dengan peningkatan frekuensi dimana semua hamburan dipancarkan kembali ke segala arah. Pada frekuensi yang lebih tinggi hamburan mulai menjalar dengan cara yang berbeda dan energy dari pantulannya berbeda tergantung arah datangnya.

Martin et al., (1996) dan Stanton et al., (1996) mengemukakan bahwa perbandingan antara data lapangan dan model teoritis hamburan dari spesies-spesies zooplankton mendapatkan 3 tipe akustik dari zooplankton yaitu: (i) tipe buntalan gas (gas-bearing/GB), misalnya siphonophores; (ii) tipe mirip cairan (Fluid-like/FL), misalnya euphausiids; dan (iii) tipe elastis terkupas (Elastic-shelled/ES), misalnya pteropods dan gastropoda.

Gambar 2 menunjukkan model teoritis hubungan antara target strength dan frekuensi untuk beberapa organisme individu yang berbeda ukuran tertentu berasal dari model. Jika ukuran salah satu organisme ini mengecil, kurva akan mempertahankan bentuk yang sama, tapi akan bergeser ke kanan bila frekuensi menjadi lebih tinggi maka besarnya hamburan akan menurun.

Gambar 2 Plot teoritis dari model 3 tipe hamburan akustik zooplankton (Martin

et al., (1996) dan Stanton et al., (1996, 1998)

Sutor et al., 2005 menyatakan bahwa hubungan scattering volume dengan frekwensi dari tiga tipe akustik zooplankton bergantung pada bentuk dan ukuran dari organisme penghamburnya.

Informasi energy ini kemudian diteruskan ke suatu komputer yang menampilkan informasi akustik, dengan melakukan metode keduanya (sampling

dengan jaring dan bioakustik) pada waktu yang sama, dapat diperoleh suatu koefisien kalibrasi biomass dengan echo dari target (Anonymus, 1999). Informasi tentang struktur dan kepadatan komunitas plankton serta kondisi dasar perairan dan vegetasi bawah air disandikan dalam sinyal echo. Sinyal tersebut dapat disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan data Global Position System. Sinyal dapat disandikan dan informasi tentang dasar perairan dapat diproyeksikan ke dalam bentuk grafik digital.

(29)

10

Faktor-faktor Fisik Kimia perairan

Temperatur

Pada dasarnya temperatur atau suhu merupakan parameter oseanografi yang pertama kali dipelajari dan memiliki peranan yang sangat penting bagi analisis parameter-parameter yang lainnya. Temperatur dalam perairan direpresentasikan dalam derajat Celcius. Pengukuran temperatur ini mengacu kepada Skala Temperatur Praktis Internasional 1968 (International Practical Temperature Scale 1968 dalam

Subagio dan Simanjuntak, 2003).

Temperatur di permukaan bumi sangat ditentukan oleh jumlah radiasi matahari yang diterima. Sekitar 70% radiasi yang datang dan sampai ke permukaan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Radiasi yang jatuh ke permukaan bumi cenderung bervariasi terhadap lintang dan musim, akibatnya temperatur laut berubah-ubah terhadap ruang dan waktu. Banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran temperatur di laut, diantaranya adalah:

 Gerakan-gerakan air, misalnya: arus dan turbulensi

 Distribusi massa daratan yang tidak sama di kedua belahan bumi

 Pada lintang rendah (10 "N - 10 °S) dekat dengan kutub utara dan selatan terlihat perbedaan temperatur diantara bulan-bulan terhangat dan terdingin sepanjang tahun adalah kecil (< 3 °C).

 Di lintang menengah (sekitar 30 °N dan 30 °S) variasi terbesarnya sekitar 6 °C (Gross, 1990dalam Subagio dan Simanjuntak, 2003)

Jika suatu perairan yang homogen dan tenang dipanasi matahari maka distribusi temperatur dalam arah vertikal akan menurun secara eksponensial. Jika tidak ada gangguan pada perairan maka keadaan perairannya selalu stabil, karena lapisan yang paling alas densitasnya akan lebih rendah daripada lapisan di bawahnya. Jika ada gangguan, misalnya lapisan bagian atas turut bergerak dan menyebabkan gerakan turbulensi sehingga pengadukan lapisan permukaan (Gross, 1990 dalam

Subagio dan Simanjuntak, 2003).

Nybakken (1982) menyatakan bahwa temperatur adalah ukuran gerakan energi molekul. Temperatur bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis lintang, dan juga secara vertikal sesuai dengan garis kedalaman.

Temperatur merupakan salah satu faktor perairan yang rnudah diteliti dan sangat berpengaruh terhadap lingkungan. Fluktuasi temperatur air laut banyak dipengaruhi oleh iklim, temperatur udara, kekuatan arus, kecepatan angin, lintang maupun keadaan relief dasar laut (Gunarso, 1985). Temperatur air laut merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan organisme di lautan, karena mempengaruhi aktifitas metabolisme dan perkembang biakan organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1988). Selanjutnya menurut Nontji (1987), temperatur air laut merupakan faktor yang penting dan banyak mendapat banyak perhatian dalam pengkajian kelautan, karena data temperatur air tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, kehidupan hewan atau tumbuhan maupun untuk pengkajian meteorologi.

(30)

11

Hasil penelitian LIPI-Ambon tahun 1974-1975, mendapatkan kisaran temperatur di perairan teluk Ambon adalah antara 26,26-30,74oC. Tarigan dan Sapulette (1987), menemukan bahwa temperatur terendah pada lapisan permukaan maupun dekat dasar dijumpai dalam bulan Juli (musim timur) berkisar antara 24,63-29,24oC dan temperatur tertinggi pada bulan Desember (musim barat berkisar antara 27,63-29,24oC. Menurut Selanno (2009), sebaran temperatur di teluk Ambon berkisar antara 27,70–29,73 ºC dengan rata-rata tiap musim berkisar antara 26,00– 30,58 ºC.

Salinitas

Nontji (1987), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan salinitas (kadar garam) adalah jumlah semua garam dalam gram yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan per mil (%o). Salinitas merupakan parameter

penting di laut yang bersifat konservatif (elemen penyusunnya mempunyai perbandingan relatif/konstan dengan unsur lain di laut), dengan kata lain salinitas hanya berubah oleh penambahan atau pengurangan air yang ditentukan oleh kesetimbangan evaporasi presipilasi yang terdapat pada suatu daerah.

Lebih lanjut Nontji (1987) menyatakan sebaran salinitas di laut dipengaruhi berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan

(presipitasi) dan aliran sungai (run off) yang terdapat di sekitarnya.

Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik sangat erat kaitannya dengan salinitas (Nybaken, 1982). Salinitas di laut secara fisiologi mempengaruhi kehidupan biota laut karena erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh dengan keadaan salinitas lingkungan. Perubahan salinitas sering menunjukkan perubahan massa air dan keadaan stabilitasnya cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka nnasing-masing (Laevastu dan Hayes, 1981).

Salinitas ini penting untuk mempelajari distribusi organisme dan mempelajari gerak massa air. Distribusi horizontal salinitas tergantung pada besar lintang yang sangat berkaitan dengan penguapan dan presipitasi. Sementara distribusi vertikalnya berkaitan dengan perbedaan radiasi matahari yang diterima suatu daerah permukaan. Sama seperti lapisan vertikal pada temperatur, salinitas pun memiliki lapisan haloklin yakni suatu lapisan dimana terjadi perubahan salinitas (pertambahan atau pengurangan) yang cepat terhadap kedalaman (Ningsih, S.N. 2000 dalam Subagio dan Simanjuntak 2003).

(31)

12

Densitas

Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh salinitas, temperatur, dan tekanan. Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Pada umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 – 1,07 gr/cm3) akan bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperatur. Perubahan densitas dapat disebabkan oleh proses-proses : Evaporasi di permukaan laut, Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan gelombang, sehingga besarnya densitas relatif homogen, Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar (Thermocline) dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan pola perubahan densitas yang cukup besar (Pynocline), Di bawah Pynocline hingga ke dasar laut mempunyai densitas yang lebih padat

Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.

Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan pengangkatan massa air. Penyebab utama dari proses tersebut adalah tiupan angin yang kuat. Lukas and Lindstrom (1991), mengatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas, tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.

Turbiditas

Pada dasarnya turbiditas sangat berkaitan dengan skala kejernihan dari suatu perairan. Hal tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kandungan padatan terlarut atau lebih dikenal dengan Total Suspended Solid (TSS) dari perairan tersebut. Semakin tinggi tingkat TSS maka turbiditasnya pun akan semakin besar. Jenis - jenis TSS yang mempengaruhi nilai turbiditas dari suatu perairan cenderung bervariasi bergantung pada lokasinya. Turbiditas pada laut terbuka cenderung dipengaruh oleh fitoplankton. Sementara itu turbiditas pada daerah pesisir cenderung dipengaruhi oleh sedimen serta sill yang terjadi akibat erosi serta kegiatan pertambangan (Michaud, 1991).

Konsentrasi yang tinggi dari kandungan partikulat dapat mempengaruhi kemampuan penetrasi matahari. Apabila hal tersebut terjadi maka tumbuhan

(32)

13

kekurangan oksigen dan lambat laun akan mati. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh proses yang terjadi di alam akan selalu berkaitan satu dengan yang lainnya membentuk jaringan kehidupan yang tidak dapat berdiri sendiri (Michaud, 1991).

Semakin tinggi nilai turbiditas pada suatu perairan akan mempengaruhi aktivitas dari suatu ekosistem di perairan yang akan menyebabkan dampak yang negatif bagi biota - biota yang berada pada ekosistem tersebut. Bahkan untuk jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan kematian pada biota - biota tersebut khususnya ikan (Michaud, 1991).

(33)
(34)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan tanggal 23 Maret 2012 yang berlokasi di perairan Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD), Pulau Ambon, Propinsi Maluku. Perairan ini memiliki kedalaman berkisar antara 3 – 30 m dan diduga memiliki struktur komunitas organisme plankton yang berbeda-beda pada beberapa strata kedalaman. Pengambilan data pada satu titik pencuplikan dan perekaman yang menjadi fokus kajian pada penelitian ini. Gambar 3 menunjukkan peta lokasi penelitian.

Gambar 3 Lokasi penelitian

(35)

16

Teknis Balai Konservasi Biota Laut Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia di Ambon.

Perangkat dan peralatan penelitian

Instrumen BIOSONIC DT-X scientific echosounder system

Pengambilan data akustik menggunakan perangkat BIOSONIC DT-X

scientific echosounder system. Transducer split beam dioperasikan dengan menggunakan frekuensi 200 kHz, transmitted power dapat dipilih pengguna pada rentang 100-1000 watt, kecepatan suara sebesar 1546,35 m/dtk dan dengan nilai

transmitted pulse length 0,1 – 1,0 mdtk (dapat dipilih pengguna). Selain itu, digunakan laptop untuk merekam data secara real time dan juga GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi lintang (latitude) dan bujur (longitude). Spesifikasi BIOSONIC DT-Xdapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Spesifikasi BIOSONIC DT-X Series scientific echosounder system

Spesifikasi Operation setting

Operating frequency 206 kHz

Transmission power 1,000 Wrms, standard dan 100 Wrms, low power

Maximum ping rate 30 pps (depending on operational mode, range, and target threshold)

Data collection range 0 to 1000 m

Noise Floor -140 dB

Pulse duration 0.1 – 1.0 ms, user selectable

Pulse Repetition Rates 0.01 - 30 pulses/second

Echo level threshold User Selectable

Transducer Sidelobes To -35 dB

Transmit power 1000 Wrms (stand) & 100 Wrms (power rendah)

Receiver instantenous dynamic range 160 dB

Sumber: Biosonic Guide, 2006

Kapal

Survei pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan kapal nelayan setempat. Penempatan komponen BIOSONIC DT-X Sistem (Laptop dan GPT) harus berada pada tempat yang aman dan mudah dioperasikan. Penempatan posisi transducer harus masuk ke dalam air, sehingga transducer diletakkan di sisi luar kapal tepatnya pada bagian kiri kapal dengan kedalaman transducer 0,5 m.

(36)

17

Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian akustik plankton

Alat dan bahan Jenis Kegunaan

Split beam echosounder BIOSONIC DT-X Pengambilan data akustik

Notebook/Laptop Hp Compac Pemrosesan dan penyimpanan

data akustik

Van dorn water sampler Volume 2,5 liter Pengambilan contoh Plankton

Botol Plastik Volume 250 ml Penyimpan contoh plankton

Pipet Tetes Kaca Memasukan pengawet

plankton di lapangan

Mikroskop Binokuler Nikon SMZ 645

(Zooplankton) Nikon Eclipse 50i

(Fitoplankton)

Membantu proses identifikasi plankton

Sedwick counting cell Mengamati fitoplankton

Talam bolgorof Mengamati zooplankton

Gelas Ukur Kaca Digunakan untuk

menghomogenkan larutan

plankton

Formalin 4% Pengenceran Bahan pengawet sampel

plankton Conductivity,

Temperatur Depth

Untuk pengambilan parameter Fisik perairan

Kapal/Wahana Apung Motor Tempel Wahana apung dan tempat

pemasangan alat survei akustik

Alat pengambilan contoh plankton

Pengambilan contoh plankton dilakukan pada tiap stasiun pengamatan yang memiliki data akustik. Proses pengambilan sampel plankton menggunakan botol van dorn bervolume 5 liter dan menggunakan saringan dengan ukuran mesh size sebesar 300

μm untuk menyaring contoh plankton, botol plastik volume untuk menempatkan contoh plankton, pipet tetes, mikroskop untuk identifikasi jenis plankton serta buku pedoman identifikasi.

Pengambilan data akustik

Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan instrumen split beam echosounder BIOSONIC DT-X, dimana prinsip kerja instrumen ini adalah pemancaran gelombang suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke kolom dan dasar perairan. Gelombang suara yang dikirim ke kolom perairan akan dipantulkan lagi dan diterima oleh receiver transducer. Instrumen ini dilengkapi dengan frekuensi 206 kHz.

(37)

18

Sea bed

Plankton/ikan

Transducer Laptop

Biosonic DTX

GPS

GPT

dilakukan pula pengambilan contoh dan parameter fisik perairan secara insitu. Diagram alir pengambilan data akustik dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir pengambilan data akustik

Pengambilan Contoh dan Identifikasi Plankton

Pengambilan contoh plankton dilakukan pada 1 (satu) titik pengamatan secara verikal. Contoh plankton diambil dengan menggunakan plankton net selama 1 x 24 jam dengan selang waktu 3 jam. Botol Van Dorn ditarik perlahan-lahan secara vertikal ke permukaan perairan dengan pencuplikan untuk stratifikasi kedalaman 5 meter disesuaikan dengan kedalaman lokasi penelitian. Pekerjaan ini diulang 2 kali. Contoh plankton kemudian di saring dengan saringan bermata jaring 0,11 mikron untuk fitoplankton dan 0,33 mili mikron untuk zooplankton. Contoh plankton yang tersaring kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diawetkan dengan menambahkan beberapa tetes larutan formalin 4%.

Plankton yang telah diawetkan dianalisis di bawah mikroskop binokuler yang meliputi identifikasi, kepadatan dan komposisi plankton yang dinyatakan dalam satuan ind/m3 untuk zooplankton dan sel/m3 untuk fitoplankton. Identifikasi genus plankton dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi Yamaji (1976), Hutabarat, Evans (1988) dan Tomas (1997).

(38)

19

Analisis data

Analisis Plankton

Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton dinyatakan dalam individu/m3 untuk zooplankton dan sel/m3 untuk fitoplankton. Rumus yang digunakan dalam penghitungan kelimpahan zooplankton adalah sebagai berikut (Wickstead, 1965):

(1)

dimana: D = jumlah individu plankton per satuan volume (ind/m3)

q = jumlah individu dalam subsampel (ml)

f = fraksi yang diambil (vol. subsampel per vol. sampel) (ml)

v = volume air tersaring (liter) Sedangkan untuk fitoplankton yaitu :

.. (2)

dimana : N = Jumlah Kepadatan Fitoplankton (sel/m3)

n = Jumlah Fitoplankton dalam subcontoh yang dicacah (sel)

Vt = Volume Botol sampel (ml).

Keanakaragaman, keseragaman dan dominansi dapat ditentukan berdasarkan besarnya nilai indeks yang ada. Indeks keanakaragaman, keseragaman dan dominansi dihitung dengan menggunakan persamaan Shannon - Weanner.

1. Indeks Diversitas Shannon –Wienner (H’)

∑ (3)

Pi = ni/N

dimana: H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner

ni = jumlah individu ke-i H’ > 6,9078 = keanekaragaman tinggi

2. Indeks keseragaman

(39)

20

Pi = proporsi jumlah ke-i terhadap jumlah total

n = jumlah taksa

Nilainya berkisar antara 0 - 1, semakin besar indeks dominansinya maka semakin besar kecenderungan salah satu spesies mendominasi suatu populasi.

Kriteria yang digunakan:

D < 0,4 : dominansi rendah 0,4 ≤D≤ 0,6 : dominansi sedang

D > 0,6 : dominansi tinggi

4. Pola Dispersi atau Penyebaran Plankton

Pola dispersi plankton dapat ditentukan dengan menghitung Indeks Dispersi Morisita (Brower et al, 1990) dengan menggunakan persamaan :

(6)

dimana : = Indeks Dispersi Morisita

n = jumlah unit pengambilan contoh

N = Jumlah seluruh individu setiap organisme

Xi = Jumlah kuadrat seluruh individu dalam suatu stasiun

Pola dispersi plankton ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut (Brower et,al. 1990) : < 1 : pola dispersi seragam; = 1 : pola dispersi acak dan > 1 : pola dispersi mengelompok

Untuk menguji kebenaran nilai di atas, digunakan uji statistik Chi-kuadrat sebagai berikut:

∑ (7)

Nilai Chi-kuadrat yang didapatkan dibandingkan dengan nilai Chi-kuadrat tabel dengan menggunakan selang kepercayaan 95% (a = 0,05). Jika 2 hitung kurang dari

2

tabel berarti tidak ada perbedaan yang nyata dengan acak.

Analisis data akustik

(40)

21

Deskripsi hubungan Nilai dan sebaran menegak volume backscattering rata-rata plankton yang diperoleh data echogram bersih dari noise yang muncul saat pengambilan contoh plankton dan pengoperasian conductivity, temperature depth (CTD) digunakan. Data ini kemudian diekstrak menggunakan perangkat lunak Visual Analyzer 4 Biosonic dalam bentuk ASCII ke Ms Excel sheet untuk diolah lebih lanjut.

Data deskriptor akustik didapatkan melalui data digital yang diperoleh di lapangan yang masih dalam format data asli bawaan Sistem Biosonic DT-X yaitu DT4 tiap file yang langsung dikirim ke unit komputer khusus untuk dikompres menjadi format data threshold (DT). Kemudian mengunakan software echoview versi 3.4, data tersebut kita analisis untuk mendapatkan nilai parameter akustik dari target maupun lingkungan. Penapisan (filtering) pada proses selanjutnya menggunakan threshold (-80,53) – (-56,44) dB (Hestirianoto, 2001). Tampilan echogram data penapisan ini selanjutnya di digitasi langsung pada layar komputer menurut kumpulan data yang nampak sehingga membentuk poligon-poligon data yang merupakan hasil integrasi kedalaman dan ping. Kemudian poligon data tersebut diekstrak menggunakan dongle versi 4.8 untuk mendapatkan nilai deksriptornya dan di ekspor ke microsoft excel untuk diolah lanjut menggunakan SPSS versi 21.

Data yang dihasilkan dari pemrosesan data berupa matriks data akustik (MDA) yang terdiri dari matriks data analisis variabel kelompok (schoolsanalysis variables)

echogram yang didigitasi pada program echoview 4.3. Data yang diperoleh kemudian diekstraksi menggunakan metode Region Analysis untuk menghasilkan parameter deskriptor akustik untuk setiap pola mengelompok (schooling). Selanjutnya setiap file memuat MDA dianalisis dengan menggunakan deskriptor akustik yang dikembangkan untuk identifikasi yang dirujuk dari Charef et al. (2010) seperti tertera pada Tabel 3. Hasil keluaran dari ekstraksi echoview dipilih sebagai parameter deskriptor yang dianggap layak untuk diuji lanjut dari hasil ektraksi menggunakan dongle echoview.

Ilustrasi untuk menggambarkan skema deskriptor akustik digambarkan dalam Gambar 5.

(41)

22

Tabel 3 Deksriptor akustik menurut Charef et al. (2010) yang telah dimodifikasi

Deskriptor akustik Formula Hitungan

ESD = Standar deviasi energi akustik

Kurtosis = equivalent beam angle (steradians) R = range (m)

Menganalisis hubungan antara berbagai variable dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi Pearson dan Analisis Regresi Berganda menurut Walpole, 1992.

Analisis Nilai Deskriptor Akustik

(42)

4 FAKTOR BIOLOGI DAN LINGKUNGAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Perairan Teluk Ambon Dalam (TAD) terletak pada 128o 07’ 42” – 128o 16’ 04” BT dan 03o39’ 47” LS –

03o45’ 50” dengan luas 12.3 km2 merupakan perairan semi tertutup (semi-enclosed bay). Perairan ini masih berhubungan dengan perairan Teluk Ambon Luar (TAL) melalui ambang (sill) berkedalaman 12,8 m. Keberadaan ambang pemisah tersebut menjadi penghubung keluar masuk air antara TAD dan TAL. Lebar ambang pemisah antara TAD dan TAL yaitu 74,5 m. Garis pantai TAD sepanjang 14,03 km dengan bentuk morfologi mengalami perubahan karena sedimentasi dan abrasi (Tarigan dan Sapulette, 1987). Kawasan daratan pesisir perairan TAD dimanfaatkan sebagai hutan bakau (mangrove), pemukiman dan pelabuhan (pelabuhan pangkalan TNI Angkatan Laut RI, POLAIRUD, LIPI, kapal tradisional antar pulau dan ferry penyeberangan, serta pelabuhan perikanan). Kawasan perairan TAD telah dimanfaatkan untuk : (1) perikanan tangkap dan budidaya, (2) jalur transportasi air (lalulintas air), (3) pembangunan, (4) dan menampung, menerima berbagai beban masukan dari darat dari daerah hulu sungai dan sekitarnya. Kegiatan tersebut mencerminkan bahwa kawasan pembangunan perairan TAD merupakan kawasan pembangunan antar sektoral. Penelitian ini dilakukan pada posisi 128o12’792”- 128o12’792” BT dan 3o38’795”- 3o38’874 LS yang juga merupakan area pengambilan data kualitas air UPT Balai Konservasi Biota Laut LIPI di Ambon.

Titik sampling yang luas dan sering bergeser diduga disebabkan oleh karakter arus di Teluk Ambon Dalam. Arus di perairan TAD berkarakter arus pasang surut yang secara tidak langsung dari rambatan arus Laut Banda. Arus non-pasut terdapat ditepi luar ambang Galala-Poka dan diperairan Teluk Dalam yang mengarah ke Selatan dengan kekuatan masing-masing 11,02 cm/det dan 3,58 cm/det. Selama periode surut arah arus cenderung ke luar teluk (Barat daya) dengan kecepatan berkisar dari 1 – 20 cm/detik. Pada kedalaman 15 meter kecepatan arus melemah pada seluruh daerah yakni 1 – 10 cm/detik. Saat periode pasang kecepatan arus di lapisan permukaan berkisar antara 1 – 10 cm/detik dengan variasi arah Baratdaya – Tenggara. Pada kedalaman 15 meter kecepatan arus pada beberapa lokasi terdeteksi antara 11 – 20 cm/detik sekitar Waiheru dan Lateri yang mengarah ke Timur – Tenggara (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2003).Kecepatan arus maksimum pada waktu pasang di TAD adalah 13,6 cm/det, dan surut adalah 12,4 cm/det. Kecepatan arus di daerah ambang pada waktu pasang lebih besar 0,5 m/det, dan pada waktu surut lebih kecil 0,5 cm/det (Selanno, 2009).

Batimetri

(43)

24

penyempitan dan pendangkalan ambang terus terjadi. Dinamika penggunaan lahan daratan pesisir untuk tujuan pengembangan telah berdampak pada sedimentasi.

Hasil pengukuran pada lokasi penelitian mendapatkan kedalaman perairan antara 25,17 – 27,00 meter dengan kedalaman rata-rata 25,93 meter. Perubahan kedalaman lokasi selama penelitian disebabkan karena pasang surut.

Temperatur

Temperatur merupakan parameter fisik yang berperan dalam mengendalikan kondisi ekologis perairan. Perubahan temperatur biasanya dapat mempengarui proses fisik, kimia dan biologi yang terjadi dalam kolom air. Secara biologi, setiap organisme air memiliki kisaran toleransi Temperatur tertentu bagi kebutuhan hidup masing-masing, misalnya untuk pertumbuhan. Selain itu peningkatan temperatur juga akan mempengaruhi aktivitas metabolisma, respirasi, reaksi kimia dan lain-lain. Dalam dunia akustik perikanan temperatur sangat berperan dalam menentukan kecepatan suara dalam air. Oleh karena itu representasi nilai temperatur suatu perairan menjadi penting untuk dikaji sebagai informasi data penelitian.

Gambar 6 menunjukan profil menegak sebaran temperatur di lokasi penelitian pada kisaran 28,84 – 30,10 oC. Sepanjang hari pengamatan didapati temperatur rata-rata 29,43 oC dimana pada siang hari sebesar 29,37 oC dan malam hari sebesar 29,48 oC. Bertambahnya kedalaman perairan terjadi juga disparitas temperatur rata-rata yang besar dari permukaan hingga dasar perairan yaitu sebesar 0,76 oC.

Gambar 6 Profil menegak temperatur perairan lokasi penelitian

(44)

25

tahun karena berkaitan erat dengan kondisi curah hujan musiman di wilayah ini. Hasil penelitian Pemkot Ambon dan Unpatti (2002) menunjukkan bahwa dinamika temperatur terbesar terjadi pada strata kedalaman 20-30 m di seluruh perairan teluk. Hal ini menggambarkan bahwa pada kedalaman tersebut selalu terjadi pergantian massa dengan karakteristik yang berbeda selama siklus pasang surut dalam musim tersebut.

Kisaran temperatur untuk organisme laut seperti karang yaitu 20-30oC, mangrove yaitu 28-32oC dan lamun yaitu 28-30oC (Kepmen LH. No.51.2004). Hasil penelitian masih berada dalam kisaran yang ditolelir oleh organisme laut. Berdasarkan para ahli kisaran nilai ini menunjukkan karakteristik perairan teluk yang semi tertutup, dimana pengaruh sungai sangat dominan. Secara keseluruhan nilai temperatur suatu perairan dipengaruhi oleh curah hujan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin dan temperatur udara.

Salinitas

Salinitas air laut dikontrol oleh variasi lokal dari laju transportasi melalui siklus hidrologis. Oleh karena itu salinitas merupakan variabel di daerah pantai yang dipengaruhi oleh sungai dan runoff air tanah. Salinitas air laut permukaan bervariasi menurut lintang sebagai hasil pertukaran laju relatif air yang hilang melalui evaporasi dan air yang tersedia melalui presipitasi. Kisaran salinitas perairan teluk Ambon bagian dalam, hasil penelitian P3O LIPI Ambon tahun 1974-1975, dilaporkan berkisar antara 29,24 – 33,59 PSU. Sedangkan hasil penelitian lainnya, didapatkan kisaran salinitas antara 27,00 – 32,00 PSU (Pemkot Ambon dan Unpatti, 2002).

Gambar 7 Profil menegak kondisi salinitas menegak lokasi penelitian

(45)

26

Salinitas terendah pada 32,29 PSU dan tertinggi pada 33,89. Gambaran menegak salinitas pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Selanno, 2009 mengatakan bahwa variasi temporal salinitas dipengaruhi oleh curah hujan serta run off sungai-sungai yang bermuara ke teluk Ambon.

Hubungan antara temperatur dan salintias di suatu perairan dapat dijelaskan dengan diagram T-S (Gambar 8).

Gambar 8 Diagram T-S di lokasi penelitian

Gambar 9 Diagram T-S Perairan Laut Banda Sekitar Pulau Ambon (Sumber : World Ocean Data, 2005)

Berdasarkan gambar diagram T-S dapat diketahui kondisi massa air di lokasi penelitian dimana massa air yang dingin dengan salinitas yang tinggi cenderung berada pada lapisan yang dalam (> 20 meter), sedangkan massa air yang hangat dengan densitas yang rendah cenderung di lapisan permukaan (0 – 10 meter). Hal ini terjadi karena sifat dari massa air yang hangat berdensitas rendah cenderung ringan dan mengapung di permukaan dibandingkan dengan campuran massa air yang dingin bersalinitas tinggi yang cenderung tenggelam.

(46)

27

Hubungan ini terlihat pada Gambar 9 yang menjelaskan bahwa antara massa air di teluk Ambon Dalam dengan massa air yang berasal dari laut Banda memiliki hubungan yakni massa air keduanya memiliki pola kesamaan temperatur dan salinitas. Diduga faktor lain yang mempengaruhi kondisi temperatur dan salinitas di lokasi penelitian adalah kondisi musim saat pengambilan data yang berada pada musim peralihan I (hujan ke kemarau) dimana pada saat ini bertiup angin barat yang mengangkut massa air permukaan di laut Banda hingga terdorong jauh masuk hingga ke Teluk Ambon Dalam dan kondisi curah hujan sedang tinggi di lokasi penelitian.

Densitas

Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea Water) yaitu  = (T; S; p)

Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur. Densitas air laut terletak pada kisaran 1.025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1.000 kg m-3. Dalam kegiatan pemeruman, salinitas dan temperatur yang diperoleh dari pengukuran pada interval kedalaman tertentu sangat berguna untuk menentukan cepat rambat gelombang akustik dan menentukan pembelokan arah perambatan gelombang akustik (refraksi). Pada penelitian ini didapati densitas berada pada 1.019,79 - 1.021,39 kg m-3 (Gambar 10).

Gambar 10 Profil menegak densitas perairan di lokasi penelitian.

Kekeruhan

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 3  Lokasi penelitian
Tabel 1  Spesifikasi BIOSONIC DT-X Series scientific echosounder system
Tabel 2  Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian akustik plankton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu dibutuhkan suatu analisa risiko, yang bertujuan menganalisa faktor-faktor risiko apa saja yang mengganggu proses bisnis perusahaan dan meberikan respon

Peserta dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis atas penetapan pemenang kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang atau

Oleh karena itu, untuk mengimbangi tingkat risiko yang tinggi, maka pihak manajemen akan melakukan perataan laba agar dapat menarik minat investor untuk berinvestasi,

Agenda utama sidang adalah pembahasan revisi batas maksimum Pb pada produk buah dan sayuran (segar dan olahan) dan beberapa kategori pangan lainnya, pembahasan

 Ing ngarso sung tulodho (didepan harus memberikan contoh yang baik untuk tujuan pendidikan)..  Ing madyo mangun karso (ditengah tengah guru harus bisa membangkitkan semangat

Penglibatan Wanita dalam Pekerjaan yang Didominasi oleh Lelaki.. 3.13 Penglibatan wanita dalam pelbagai kategori pekerjaan bukan

(5) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara internal oleh Universitas dan eksternal secara berkala oleh badan akreditasi

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sesudah pemberian aromaterapi mawar responden yang mengalami kualitas tidur kurang berjumlah 2 responden (9,09%) dan