• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai dan Sebaran menegak volume backscattering strength (Sv) rata-rata plankton

Sebaran nilai Sv rata-rata plankton (Tabel 6) dibagi atas 5 strata kedalaman yaitu < 5 meter (strata 1), 5-10 meter (strata 2), 10-15 meter (strata 3), 15-20 meter (strata 4) dan lebih dari 20 meter (strata 5). Pemilihan strata ini untuk menyamakan dengan stratifikasi pencuplikan plankton insitu dan mempermudah analisis.

Tabel 6 Nilai Sv rata-rata plankton berdasarkan strata kedalaman pada frekuensi 206 kHz di luar waktu sampling plankton di Teluk Ambon Bagian Dalam.

Waktu Sampling Strata 1 (< 5 m) Strata 2 (6 -10 m) Strata 3 (11 -15 m) Strata 4 (16 -20 m) Strata 5 (> 20 m) 11.33-13.23 -64,86 -68,60 -69,33 -71,13 -72,97 13.23-14.12 -63,59 -67,41 -70,19 -72,69 -71,37 15.47-17.13 -66,03 -68,35 -70,84 -73,64 -67,46 17.24-20.12 -67,43 -67,36 -66,42 -68,62 -65,30 20.30-23.23 -68,56 -67,19 -65,48 -66,50 -63,55 23-34-02.13 -67,59 -66,01 -65,38 -66,02 -63,84 02.35-05.13 -67,74 -65,17 -63,94 -64,15 -62,94 05.32-08.13 -65,60 -68,54 -67,34 -64,13 -63,57 08.25-10.01 -66,18 -71,50 -70,81 -73,42 -70,16

Penggunaan frekuensi 206 kHz memberikan informasi nilai Sv rata-rata secara vertikal sampai kedalaman 27 meter secara umum menunjukan penyebaran yang tidak konstan pada kolom perairan. Disparitas nilai Sv rata-rata terjadi pada semua strata kedalaman dan waktu pengamatan. Nilai Sv rata-rata terrendah adalah pada strata ke 4 jam pengamatan 15.47-17.13 WIT sebesar -73,64 (Tabel 6 dan Gambar 18). Penggunaan frekuensi 206 kHz adalah frekuensi tinggi dimana akan membentuk beam yang sempit dengan daya tembus yang rendah namun memberikan ketelitian yang tinggi daripada frekuensi rendah.

Nilai Sv rata-rata secara vertikal (Gambar 18 ) umumnya pada kedalaman < 5 meter mengalami kenaikan kemudian bergerak sedikit menurun dan meningkat pada kedalaman 5 – 10 meter. Pada kedalaman 10 – 20 meter cenderung berfluktuatif, setelah itu menguat diatas kedalaman 20 meter. Hal ini terjadi berhubungan dengan kondisi kekeruhan perairan setempat (Gambar 11). Kekeruhan perairan ini sebesar 0,949 – 0,957 NTU tergolong tinggi. Pada perairan dengan kekeruhan tinggi diasumsikan bahwa di setiap lapisan perairan tersebut mengandung partikel dan organisme tersuspensi yang cukup tinggi yang berakibat terjadi gangguan yang nyata terhadap distribusi nilai volume backscattering strength saat menggunakan frekuensi yang tinggi untuk menyapu kolom perairan.

Kondisi ini terjadi karena adanya molecular thermal noise (acoustic thermal noise) yang sangat dominan pada penggunaan metode akustik menggunakan frekuensi diatas 100 kHz (Brekhovskikh dan Lysanov, 2003). Acoustic thermal noise adalah gangguan yang disebabkan oleh pergerakan molekul air secara acak. Fenomena ini dikenal dengan gerak Brown (Brownian movement). Keadaan tersebut

40

menyebabkan ketidakefektifan transfer energi pada penggunaan frekuensi tinggi, sehingga data yang didapatkan menghasilkan bias yang besar. Selain itu frekuensi 206 kHz lebih peka terhadap gangguan.

Gambar 18 Profil vertikal nilai Scattering Volume plankton pada frekuensi 206 kHz Hubungan nilai volume backscattering (Svrata-rata) plankton dengan faktor fisik perairan

Sebaran nilai Sv yang bervariasi di perairan ini dapat dipastikan dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi yang ada. Pada kolom perairan yang memiliki nilai Sv rata-rata yang tinggi belum tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi dengan karakteristik yang sama. Secara vertikal berdasarkan kedalaman nilai Sv rata-rata tidak menyebar secara merata di seluruh kolom perairan dari kedalaman 5-27 meter. Kolom perairan 10-20 meter yang merupakan lapisan yang hampir homogen memiliki nilai Sv rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan lapisan diatas atau di bawahnya. Temperatur perairan pada lapisan ini cocok untuk perkembangan plankton (Gambar 7). Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pada umumnya spesies fitoplankton maupun zooplankton dapat berkembang biak dengan baik pada suhu 25oC atau lebih (Riley, 1967 dalam Yorba, 1993).

Kondisi salinitas memberikan perairan ini menjadi stabil pada kedalaman 5 meter keatas yang mana cocok untuk perkembangan plankton, namun bersuhu rendah. Menurut Nybakken (1992), apabila salinitas air laut tinggi, sedangkan suhunya rendah maka viskositasnya akan tinggi dan ini memperlambat tenggelamnya benda-benda di dalamnya termasuk juga organisme planktonik. Pada kondisi perairan dengan suhu yang sama tetapi memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jam pengamatan lain maka perairan ini akan memiliki nilai viskositas bervariasi pula (tinggi atau rendah). Dengan demikian laju penenggelaman di daerah perairan ini lebih lambat sehingga banyak benda termasuk plankton tertahan di kolom perairan ini dan tidak tenggelam ke lapisan air yang lebih dalam. Namun bila kita perhatikan nilai turbiditas di perairan ini didapati memiliki nilai turbiditas yang cukup tinggi. Hal ini

41

diperkirakan bahwa pada perairan ini tidak hanya mengandung plankton saja tetapi juga nutrien atau sedimen dan partikel-partikel lainnya. Ini dapat dipahami karena daerah termasuk perairan estuari dimana pasokan nutrient, sedimen dan partikel melimpah dari daratan oleh sungai yang bermuara di perairan ini.

Gambar 12 menunjukkan bahwa perairan ini memiliki nilai kekeruhan yang sangat tinggi. Hasil analisa korelasi antara nilai Sv dengan kekeruhan mendapatkan rentang nilai korelasi sebesar -0,544 – 0,503 yang berarti bahwa kekeruhan perairan tidak berpengaruh terhadap sebaran scattering volume di teluk Ambon Dalam. Tipe perairan Teluk Ambon Dalam adalah perairan semi tertutup yang mendapat pengaruh yang kuat dari daratan berupa pasokan partikel-partikel termasuk nutrien sehingga jumlah fitoplankton yang memanfaatkannya cukup banyak yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah zooplankton.

Analisis regresi linear berganda (Tabel 7) terhadap nilai volume scattering strength rata-rata plankton dan empat parameter fisik perairan mendapatkan nilai koefisien korelasi (R) berkisar antara 0.489 - 0.878 dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.434 - 0.770. Nilai koefisien regresi dan koefisien determinasi yang berfluktuatif selama pengambilan data mencerminkan bahwa ada faktor-faktor lain juga yang memberikan andil terhadap nilai volume scattering strength plankton Tabel 7 Nilai koefisien regresi (R) dan koefisien determinasi (R2) dari hubungan

nilai volume backscattering strength plankton dan parameter fisik perairan.

Time Regression Statistics

R R2 Adjusted R2 Standard Error Observations

11.33-13.23 0,666 0,443 0,342 2,548 27 13.23-14.12 0,780 0,608 0,537 2,490 27 15.47-17.13 0,489 0,239 0,094 4,072 26 17.24-20.12 0,602 0,362 0,241 1,947 26 20.30-23.23 0,878 0,770 0,727 1,048 26 23-34-02.13 0,823 0,678 0,619 1,175 27 02.35-05.13 0,878 0,770 0,729 1,018 27 05.32-08.13 0,763 0,583 0,503 1,665 26 08.25-10.01 0,659 0,434 0,326 2,961 26

Faktor-faktor ini menentukan apakah plankton ini mendapatkan makanan yang cukup, memiliki kecenderungan untuk mudah tenggelam sehubungan dengan viskositas perairan dan lain-lain. Tetapi plankton ini mempunyai kecenderungan berpindah tempat lebih besar kemungkinannya karena dibawa oleh arus karena sifat plankton yang merupakan perenang pasif yang sangat mudah untuk dibawa oleh arus dari tempat asalnya.

Hubungan antara sebaran nilai backscattering volume (Svrata-rata) dengan kelimpahan plankton hasil tangkapan dengan Vandorn Water Sampler

Dilihat dari sebaran nilai Svrata-rata (Gambar 18) dan kelimpahan komunitas plankton (Gambar 19) didapati keduanya memiliki kesamaan pola sebaran.

42

Gambar 19 Pola sebaran kelimpahan zooplankton (ind/m3) dan fitoplankton (sel/m3) di lokasi penelitian.

Kolom perairan yang memiliki nilai Sv tinggi (1- 10 meter) ternyata memiliki nilai kelimpahan yang cenderung tinggi (5-10 meter) dan menurun seiring berambahnya kedalaman.

Tabel 8 Nilai analisis regresi linear hubungan nilai volume backscattering strength rata-rata terhadap kelimpahan zooplankton (ind/m3) dan fitoplankton (sel/m3).

Depth Stratum

Regression Statistics

R R2 Adjusted R2 Standard Error Observations

<5 0,443 0,196 -0,071 2,258 9

10-Jun 0,392 0,153 -0,129 2,716 9

15-Nov 0,717 0,514 0,351 3,324 9

16-20 0,628 0,395 0,193 4,550 9

>20 0,770 0,593 0,457 3,360 9

Hasil Uji Analisis regresi linear (Tabel 8) hubungan nilai volume backscattering strength rata-rata terhadap kelimpahan zooplankton (ind/m3) dan fitoplankton (sel/m3) mendapati bahwa koefisien regresi (R) sebesar 0,392 – 0,770 dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,153 - 0,594. Ini menggambarkan bahwa ada hubungan antara sebaran nilai Sv dan kelimpahan plankton ada pada kondisi yang bervariasi sesuai dengan kedalaman perairan. Kuat dan lemah hubungan ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain. Ini ditandai dengan nilai koefisien determinasi yang kecil.

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan metode pengambilan data yakni dengan metode akustik dan penangkapan dengan rnenggunakan Vandorn water sampler. Saat menggunakan Vandor water sampler terdapat kelemahan yaitu contoh plankton (zoo maupun fito) dicuplik secara acak tepat pada lapisan kedalaman tertentu di dalam suatu kolom perairan, sehingga menghasilkan data plankton hanya pada lapisan kedalaman tertentu saja secara vertikal. Sistem kerja dari Vandorn water

43

sampler yang menutup juga mengakibatkan saat pengambilan contoh hanya pada lapisan tertentu saja dan melewati kelompok-kelompok lainya sehingga akan mendapatkan kelompok tertentu saja. Ini tidak menggambarkan kodisi keberadaan komunitas plankton secara utuh. Data yang dihasilkan oleh cara ini digunakan sebagai data pembanding data yang diperoleh rnenggunakan metode akustik kelautan.

Deskriptor Akustik Plankton.

Fauziyah (2005); Fahmi dan Wijopriono (2012) mengartikan deskriptor akustik sebagai variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari pantulan akustik suatu obyek. Deskriptor akustik merupakan teknik dan metode penentu dalam identifikasi spesies secara hidroakustik dengan alat echosounder split beam

berdasarkan algoritma pola pengenalan (Fauziyah, 2005). Deskriptor ini dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yakni morfometrik (bentuk dan ukuran), energetik (energi akustik) dan batimetrik (posisi ikan dalam kolom perairan) (Lawson, 2001). Sampel data akustik adalah data akustik plankton dimana sumber data akustik menggunakan pendekatan nilai Sv sehingga identifikasi yang cocok adalah berdasarkan kawanan (school) dan tidak berdasarkan spesies (target tunggal).

Deskriptor akustik plankton dilakukan dalam penelitian ini dikarenakan pada perairan Teluk Ambon Dalam memiliki keunikan struktur komunitas plankton yang didominasi oleh kopepoda lebih dari 85%.

Analisis Statistik

Data yang dianalisis sebanyak 43 echogram. Deskripsi statistik tentang deskriptor akustik dari 7038 poligon disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Deskripsi statistik 7038 poligon yang membentuk deskriptor akustik

Deskriptor Sv Tinggi Ketinggian

Relatif Kedalaman Skewness Kurtosis Sa

Mean -66,189 0,15297 11,8903 13,9632 1,27447 1,6231 -74,687 Median -65,912 0,13826 11,2642 14,5909 1,27927 0,9682 -74,12 Modus -80,093 0,11082 14,2771 19,7704 0 0 -94,418 Standar Deviasi 2,7231 0,06779 5,08817 5,08798 0,72207 2,8363 3,789 Variance 7,4154 0,00459 25,8894 25,8875 0,52139 8,0448 14,356 Minimum -80,093 0,03166 2,92078 0,40171 -1,9771 -5,947 -94,418 Maximum -59,841 0,78804 25,4521 22,9538 5,41391 45,112 -64,284 Jumlah Data 7038 7038 7038 7038 7038 7038 7038 CL (99.0%) 0,0836 0,00208 0,15627 0,15626 0,02218 0,0871 0,1164

Data 7038 poligon yang didapat untuk dianalisis secara statistik deskriptif menghasilkan nilai parameter deskriptor akustik yang bervariasi pada selang kepercayaan 99%.

Deskriptor akustik yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari 7 variabel yang terbagi dalam 3 kategori yaitu deskriptor morfometrik (Tinggi), batimetrik (Kedalaman dan Ketinggian relatif) dan energetik (Sv, Sa, Skewness dan Kurtosis).

44

Analisis Korelasi Parameter Deskriptor Plankton

Analisis korelasi dilakukan untuk menjelaskan keeratan hubungan antara variabel deskriptor akustik yang dinyatakan dengan besar kecilnya koefisien korelasi. Pada sub bab ini akan dibahas hubungan antara deskriptor secara keseluruhan.

Tabel 10 memperlihatkan hampir seluruh variabel deskriptor akustik memiliki korelasi satu sama lain kecuali untuk variabel kedalaman terhadap ketinggian relatif dan kedalaman terhadap kurtosis. Variabel Ketinggian relatif (posisi kumpulan plankton terhadap permukaan perairan) berkorelasi secara negatif terhadap semua variabel deskriptor, artinya bahwa semakin dalam posisi kawanan plankton akan menghasilkan nilai yang kecil bagi variabel deskriptor yang lain. Ini terjadi karena sifat dari pergerakan plankton yang dipengaruhi oleh arus di dalam suatu perairan.

Pada bagian lain variabel deskriptor scattering area (Sa) memberikan nilai korelasi yang kuat dengan scattering volume (Sv) dan ketebalan kumpulan plankton, sehingga dapat dikatakan semakin besar nilai Sa akan memberikan kontibusi yang besar bagi nilai Sv dan ketebalan kumpulan plankton. Hal ini dikarenakan besar kecilnya kumpulan plankton akan memberi kontribusi terhadap nilai hamburan (Sa dan Sv), sehingga nilai dari ketinggian sangat berfluktuasi.

Selanjutnya didapati pula bahwa variabel Sv juga memiliki korelasi positif dengan variabel tinggi (ketebalan kumpulan), kedalaman, skewness dan kurtosis.

Tabel 10. Matriks korelasi antar deskriptor akustik Correlations

Deskriptor Sv Tinggi Ketinggian

Relatif Kedalaman Skewness Kurtosis Sa

Sv 1 Tinggi 0,487** 1 Ketinggian Relatif -0,251** -0,005 1 Kedalaman 0,249** -0,001 -1,0** 1 Skewness 0,445** 0,610** -0,072** 0,068** 1 Kurtosis 0,389** 0,602** -0,063** 0,059** 0,975** 1 Sa 0,906** 0,783** -0,176** 0,171** 0,582** 0,539** 1 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

b. Listwise N = 7038

Analisis Faktor Parameter Deskriptor Plankton

Analisis Faktor dilakukan untuk mendapatkan hubungan antar variabel deskriptor akustik yang mencirikan tiap kawanan plankton. Analisis ini digunakan untuk mendistribusikan pembobotan pada komponen utama dengan mereduksi dimensi data sehingga mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variabel deskriptor akustik. Hasil analisis faktor dapat dijelaskan melalui hasil nilai communalities, total varians explains, dan rotated component matrix.

45

Tabel 11 Nilai Communalities

Communalities

Deskriptor Initial Extraction

Sv 1,000 0,914 Tinggi 1,000 0,608 Ketinggian relative 1,000 0,996 Kedalaman 1,000 0,997 Skewness 1,000 0,901 Kurtosis 1,000 0,935 Sa 1,000 0,994

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Tabel Communalities merupakan nilai ekstraksi yang menunjukkan kontribusi variabel terhadap faktor yang terbentuk dalam analisis faktor. Nilai ini dapat juga didefiniskan sebagai besaran nilai varians (dalam persentase) suatu variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Nilai communalities ini sama pengertiannya dengan nilai koefisien determinasi pada model regresi. Semakin besar nilai

communalities sebuah variabel , maka semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Hasil analisis menunjukkan nilai communalities setiap deskriptor > 0.5 sehingga analisis komponen utama dapat dilakukan untuk setiap variabel deskriptor. Pada Tabel 11 misalnya, nilai ektraksi variabel scattering volume sebesar 0,914, ini berarti bahwa 91,4 % varians dari variabel scattering volume dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Selanjutnya didapati nilai communalities yang tinggi terdapat pada variabel kedalaman, ketinggian relatif, scattering area, scattering volume dan kurtosis diatas 90% dapat menjelaskan faktor yang terbentuk, sedangkan variabel tinggi hanya dapat menjelaskan faktor yang terbentuk sebesar 60 % (0,608). Hal ini dikarenakan keberadaan kumpulan plankton di perairan berhubungan erat dengan faktor lingkungan (batimetrik).

Total Variance dapat menjelaskan dasar jumlah faktor yang diperoleh untuk mengelompokan variabel deskriptor plankton. Nilai eigenvalues dipakai sebagai pembatas variabel yang akan diambil sebagai analisis faktor yaitu di atas 1 ( > 1) (Ghozali, 2012) diperoleh dengan 3 komponen saja. Tiga komponen yang terbentuk memiliki angka eigenvalues masih di atas 1, sebesar 1,067. Namun dengan 4 komponen angka eigenvalues sudah di bawah 1, sebesar 0,551 sehingga proses analisis faktor berhenti pada 3 komponen saja. 3 komponen yang terbentuk diperoleh nilai total varians kumulatif sebesar 90,650%. Varians komponen pertama diperoleh sebesar 47,172%, varians komponen kedua diperoleh sebesar 28,237% dan varians komponen ketiga diperoleh nilai sebesar 15,241% (Lanjutan lampiran 10a)

Berdasarkan hasil analisis faktor maka dapat disimpulkan sesuai klasifikasi deskriptor akustik (Reid et. al, 2000) kawanan plankton dapat dibedakan berdasarkan pengelompokkan jenis deskriptor (batimetrik, energetik dan morfometrik). Namun pada hasil penelitian ini deskriptor morfometrik yang diperoleh (tinggi kawanan plankton) tidak dapat dibedakan secara jelas dengan kelompok deskriptor energetik (skewness dan kurtosis). Hal ini karena bentuk kawanan (shoaling) plankton tidak memberikan pola yang jelas seperti halnya gerombolan (schooling) ikan laut.

Analisis Kelompok Parameter Deskriptor Plankton

Analisis Cluster pada dasarnya dilakukan untuk mencari dan mengelompokkan deskritor plankton berdasarkan kriteria kemiripan (similarity) karakteristik deskriptor

46

akustik yang diperoleh. Nilai deskriptor yang diperoleh akan diklasifikasikan menggunakan metode non hirarki dimana jumlah cluster ditentukan terlebih dahulu sehingga parameter deskriptor yang berada dalam satu cluster akan memiliki kemiripan satu sama lain (Santoso, 2010).

Hasil analisis cluster menggunakan metode K-means Cluster diperoleh dari proses iterasi untuk mengelompokkan 7038 sampel diperoleh jarak minimum antar pusat cluster adalah 5.545 pada iterasi ke-25 dengan 9 kluster untuk waktu pengambilan contoh plankton. Hasil keluaran akhir dari analisis kluster, pada semua kluster, semua variabel deskriptor memiliki nilai yang bervariasi di tiap kluster.

Berdasarkan ketujuh deskriptor yang diuji didapat bahwa sebaran nilai deskriptor dalam tiap kluster berada pada rentang -4.142 – 3,521. Kluster 1 dan 7 merupakan kluster yang memiliki 2 nilai varibel deskriptor diatas rata-rata dari keseluruhan kluster yakni skewness dan kurtosis (kluster 1) dan deskriptor tinggi dan scattering area (kluster 7). Pada kluster 3 dan 5, deskriptor Scattering volume dan kedalaman merupakan variabel dengan nilai diatas rata-rata dari semua kluster. Ketinggian relatif merupakan variabel diatas rata-rata pada kluster 2, 4 dan 9, sedangkan kedalaman dan skewness merupakan variable diatas rata-rata pembentuk kluster 6 dan 8.

Pembentukan kluster 1, 4 dan 8 terbentuk oleh 6 deskriptor yang berkontribusi kuat (bernilai positif), sedangkan kluster 2, 6 dan 9 sebanyak 1 deskriptor berkontribusi kuat, kluster 3 sebanyak 4 deskriptor berpengaruh kuat, dan kluster 7 sebanyak 5 deskriptor berkontribusi kuat. Menurut Santoso (2002), nilai z-score menentukan kekuatan terhadap pembentukan kluster, jika nilai z-score semakin besar dan bernilai positif maka deksriptor tersebut berpengaruh semakin kuat terhadap kelompoknya, begitu pula sebaliknya jika z-score bernilai negatif.

Lebih lanjut didapati bahwa deskriptor yang berpengaruh dalam membentuk kluster terbanyak adalah Scatering volume dan Skewness (kluster 1,3,4,7 dan 8), sedangkan deskriptor yang lain terdistribusi pada kluster lain (Lanjutan lampiran 10b). Nilai tertinggi didapat pada dekriptor kurtosis pada kluster 1, sedangkan nilai terendah ada pada dekriptor Sv pada kluster 5.

Ketinggian relatif Kedalaman Kurtosis Sk ewness Tinggi Sa Sv 37.13 58.09 79.04 100.00 Variabel K e m ir ip a n / S im ila ri ty Dendrogram

Average Linkage, Correlation Coefficient Distance

47

Untuk mempersempit jumlah variable deskriptor menjadi kelompok variable yang lebih kecil dan homogen tipe analisis kluster yang dipakai adalah Hierarchical Cluster. Konsep analisis kluster tipe ini yaitu dengan menggabungkan dua variable deskriptor yang paling mirip, kemudian gabungan kedua variabel deskriptor tersebut akan bergabung lagi dengan satu atau lebih variabel yang paling mirip lainnya, demikian seterusnya (Santoso, 2012) sehingga membentuk suatu kluster yang besar. Gambar 20 menjelaskan suatu dendogram hubungan antara kluster variable deskriptor akustik plankton.

Hasil dari dendogram ini menunjukan 6 kluster yang terbentuk dari 7 variabel deskriptor yang dipilih. Pada penggabunggan pertama dekriptor scattering volume dan scattering area memiliki indeks kemiripan 95,82%, demikian pun penggabungan kedua yaitu skewness dan kurtosis indeks kemiripannya sebesar 94,37%. Bila variabel scattering volume, scattering area digabungkan dengan variabel tinggi, skewness dan kurtosis maka indeks kemiripannya menurun menjadi 71,98%. Bila semua variabel digaungkan maka kluster yang terbentuk memiliki indeks kemiripan sebesar 37,13%.

Dipastikan bahwa deksriptor akustik plankton yang terbentuk ditentukan oleh nilai scattering volume dan scattering area dimana kedua nilai ini berhubungan dengan dimensi dan kepadatan plankton. Sedangkan variabel skewness dan kurtosis berhubungan dengan distribusi plankton didalam beam yang terbentuk.

Analisis Diskriminan Parameter Deskriptor Plankton

Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint) dan menyeluruh (exhaustive ) berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Asumsi yang digunakan dalam analisis diskiminan pada penelitian ini adalah : (a) Variabel deskriptor akustik harus berdistribusi normal dan (b) Matriks varians-covarians variabel deskriptor akustik harus berukuran sama.

Tabel 12 Nilai Test of Equality

Tests of Equality of Group Means

Deskriptor Wilks' Lambda F df1 df2 Sig.

Sv 0,616 547,578 8 7028 0,000 Tinggi 0,939 57,531 8 7028 0,000 Ketinggian relatif 0,979 19,261 8 7028 0,000 Kedalaman 0,979 18,966 8 7028 0,000 Skewness 0,861 142,169 8 7028 0,000 Kurtosis 0,935 61,476 8 7028 0,000 Sa 0,663 446,157 8 7028 0,000

Nilai Test of Equality di atas berfungsi untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok tiap waktu pengamatan untuk setiap variabel deskriptor akustik. Jika nilai Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar grup, begitu pula sebaliknya bila nilai Sig. untuk Sig < 0,05 (Santoso, 2010). Tabel 12 menggambarkan bahwa nilai setiap deskriptor akustik berbeda pada selang kepercayaan 95 %. Hal ini berarti seluruh deskriptor akustik yang digunakan dalam penelitian ini dapat membedakan secara jelas setiap kelompok waktu pengambilan contoh.

48

Tabel 13 Variabel Pembentuk Fungsi Diskriminan Variables Entered/Removeda,b,c,d

Step Entered Min. D Squared Statistic Between Groups Exact F Statistic df1 df2 Sig. 1 Zscore (Sa) 0,004 7 and 8 1,835 1 7028 0,175550 2 Zscore (Tinggi) 0,032 6 and 8 8,407 2 7027 0,000225 3 Zscore (Sv) 0,039 7 and 8 5,952 3 7026 0,000476 4 Zscore( Kurtosis) 0,039 7 and 8 4,487 4 7025 0,001276 5 Zscore (Skewness) 0,042 7 and 8 3,821 5 7024 0,001854 6 Zscore (kedalaman) 0,042 7 and 8 3,188 6 7023 0,003985

7 variabel deskriptor, hanya 6 variabel yang dapat dipakai sebagai pembentuk fungsi diskriminan yaitu Sa, Tinggi, Sv, kurtosis, skewness dan kedalaman (Tabel 13) karena memiliki angka signifikan dibawah 0,05. Sedangkan variabel ketinggian relatif tidak bisa digunakan untuk membentuk fungsi karena diduga nilai variabel ini bervariasi yang menggambarkan sedikit banyaknya kumpulan (schooling) plankton dalam suatu lapisan dan dinamika kumpulan tersebut yang dipengaruhi oleh hal lain seperti arus.

Tabel 14 Nilai Wilk’s Lambda

Wilks' Lambda Step Number of Variables Lambda df1 df2 df3 Exact F Statistic df1 df2 Sig. 1 1 0,663 1 8 7028 446,157 8 7028,000 0,000 2 2 0,615 2 8 7028 241,238 16 14054,000 0,000 3 3 0,605 3 8 7028 4 4 0,592 4 8 7028 5 5 0,583 5 8 7028 6 6 0,573 6 8 7028

Wilk’s Lamda pada dasarnya merupakan varians total dalam skor diskriminan yang tidak bisa dijelaskan oleh perbedaan di antara kelompok yang ada. Pada step 1, deskriptor yang dimasukkan hanya deskriptor Sv dengan angka Wilk’s Lambda adalah 0,663. Hal ini berarti 66,3% varians tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antar grup. Selanjutnya sampai pada step 6, dengan seluruh deskriptor akustik digunakan, angka Wilk’s Lambda turun menjadi 0,573. Penurunan angka Wilk’s Lambda tentu baik bagi model diskriminan, karena varians yang tidak dapat dijelaskan juga semakin kecil (dari 66,3% menjadi 57,3%). Dilihat dari kolom F dan signifikansinya, secara statistik seluruh deksriptor akustik berbeda secara signifikan untuk kesembilan kelompok (Tabel 14).

Tabel 15 Nilai Matriks Struktur

Structure Matrix Deskriptor Function 1 2 3 4 5 6 Zscore(Sv) 0,964* -0,034 -0,151 0,205 -0,057 0,036 Zscore(Sa) 0,868* 0,304 -0,352 -0,033 0,091 0,146 Zscore(Tinggi) 0,291 0,515* -0,427 -0,269 0,441 0,449 Zscore(Kedalaman) 0,122 0,543 0,316 0,757* -0,095 0,095 Zscore(Ketinggian relatif)b -0,123 -0,546 -0,313 -0,755 0,092* -0,098 Zscore(Skewness) 0,478 0,468 0,430 -0,483* 0,366 0,005 Zscore(Kurtosis) 0,307 0,440 0,269 -0,345 0,681* -0,238

49

Pada struktur matriks fungsi diskriminan yang menjelaskan korelasi antara variabel deskriptor akustik yang diperoleh dengan fungsi diskriminan deskriptor yang terbentuk. Tujuh variabel deskriptor terdistribusi pada 4 fungsi diskriminan yang terbentuk. Sv pada fungsi 1 memiliki nilai 0,964, lebih besar dibandingkan pada fungsi 2 (-0,034) dan fungsi seterusnya sehingga deskriptor Kedalaman dimasukkan sebagai variabel dalam fungsi diskriminan 1. Variabel deskriptor Sa masuk dalam fungsi diskriminan 1, deskriptor tinggi dimasukan dalam fungsi diskriminan 2, deskriptor kedalaman dan skewness dimasukan dalam fungsi diskriminan 4 dan deskriptor ketinggian relatif dan kurtosis dimasukan dalam fungsi diskriminan 5 (Tabel 15).

Nilai matriks struktur yang diperoleh dari analisis diskriminan dapat menjelaskan tingkat kontribusi dalam proses klasifikasi. Gambaran tentang kontribusi tiap deskriptor untuk mengklasifikasi digambarkan dalam diagram pareto (Gambar 21).

Gambar 21 Diagram Pareto Nilai Penting Variabel Deskriptor

Ketujuh deskriptor yang digunakan, deskriptor Sv memiliki persentase > 20%, diikuti deskriptor Sa, Kedalaman dan Kurtosis memiliki kontribusi 15 - 20%, kemudian deskriptor tinggi dan skewness memiliki kontribusi dibawah 10 – 14,99% dan ketinggian relatif kurang dari 10 %.

Tabel 16 Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan Classification Resultsa,c

KK Predicted Group Membership Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Original Count 1 125 55 59 13 13 4 4 1 32 306 2 63 85 56 22 15 4 4 2 55 306 3 36 41 124 26 4 1 5 2 66 305 4 18 67 115 253 74 35 129 72 155 918 5 32 54 67 36 87 197 184 208 53 918 6 9 58 69 81 94 306 228 305 74 1224 7 5 67 32 54 72 115 259 273 41 918 8 1 13 56 70 42 207 213 260 56 918 9 17 187 253 204 55 33 87 35 353 1224 % 1 40,8 18,0 19,3 4,2 4,2 1,3 1,3 ,3 10,5 100.0 2 20,6 27,8 18,3 7,2 4,9 1,3 1,3 ,7 18,0 100.0 3 11,8 13,4 40,7 8,5 1,3 ,3 1,6 ,7 21,6 100.0 4 2,0 7,3 12,5 27,6 8,1 3,8 14,1 7,8 16,9 100.0 5 3,5 5,9 7,3 3,9 9,5 21,5 20,0 22,7 5,8 100.0 6 ,7 4,7 5,6 6,6 7,7 25,0 18,6 24,9 6,0 100.0 7 ,5 7,3 3,5 5,9 7,8 12,5 28,2 29,7 4,5 100.0 8 ,1 1,4 6,1 7,6 4,6 22,5 23,2 28,3 6,1 100.0 9 1,4 15,3 20,7 16,7 4,5 2,7 7,1 2,9 28,8 100.0 a. 26.3% of original grouped cases correctly classified.

50

Secara keseluruhan model fungsi diskriminan yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan pengklasifikasian 9 kelompok waktu sampling sebesar 26,3% (Tabel 16). Fungsi diskriminan yang dapat dibentuk untuk klasifikasi pada tiap kelompok juga rendah (< 30%) untuk semua kelompok kecuali kelompok waktu 1 sebesar 40,8%.

Dokumen terkait