• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fiscal Deficit, Trade Deficit and Growth in ASEAN+3.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fiscal Deficit, Trade Deficit and Growth in ASEAN+3."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

NURINA PARAMITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

ASEAN+3. Under direction of HERMANTO SIREGAR and LUKYTAWATI ANGGRAENI.

The ambiguity of expansionary fiscal policy raises interest among researchers to explore further about the relationship between fiscal deficit, trade deficit, and economic growth. Several studies on the relationship between fiscal deficit and trade deficit, which also known as twin deficits, have different conclusions in every country. Likewise the impact of fiscal deficits on economic growth. This research aims to comprehensively examine the relationships between those three variables, starting with analyzing the impact of fiscal deficits on the trade deficit and continued by determining both impact of these deficits on economic growth in ASEAN +3 countries. By using a dynamic panel data analysis of the eight countries during 1993-2010, there are three findings i.e. 1) twin deficits hypothesis (TDH) holds only for China, 2) fiscal deficit has a positive impact on growth, and 3) trade deficit has a negative impact on the growth of countries in ASEAN +3.

(6)
(7)

Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Isu defisit fiskal menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya di negara-negara ASEAN+3, sejak krisis ekonomi melanda kawasan ini pada tahun 1997/1998.Ketika defisit fiskal telah mencapai nilai yang relatif besar dan terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama, hal ini dapat memengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan kondisi makroekonomi suatu negara. Stimulus fiskal yang semestinya diharapkan dapat meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang akomodatif, justru dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif. Peranan kebijakan fiskal ekspansif menjadi ambigu dalam sebuah perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3, 2) menganalisis dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 dan 3) menganalisis dampak kedua defisit tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010. Ketika benar bahwa defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan, maka dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi akan jauh lebih besar.

Keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing negara di kawasan ASEAN+3 dianalisis menggunaan plot regresi, koefisien korelasi Pearson dan uji kausalitas Granger. Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan mendapatkan hasil bahwa defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan pada semua negara di kawasan ASEAN+3 kecuali di China. Defisit fiskal di negara ini menyebabkan terjadinya defisit perdagangan atau berlaku twin deficits hypothesis (TDH), dengan didukung koefisien korelasi Pearson yang bertanda positif dan signifikan pada á sebesar 1 persen. Hasil plot regresi kedua defisit dengan pertumbuhan ekonomi yaitu defisit fiskal memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi semua negara di kawasan ASEAN+3 sementara defisit perdagangan memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kecuali di negara Singapura dan China. Uji kausalitas Granger menemukan hasil tidak ada hubungan antara kedua defisit atau defisit fiskal tidak menyebabkan defisit perdagangan pada tiga negara yaitu Philipina, Singapura dan Thailand, sedangkan pola hubungan antara kedua defisit dengan pertumbuhan ekonomi adalah dua arah atau saling menyebabkan.

(8)

investasi yang lebih tinggi dari tingkat tabungan, juga mendorong fenomena TDH berlaku di China.

Kedua defisit memberikan dampak yang berbeda terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3. Defisit perdagangan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus, sedangkan defisit fiskal memberikan dampak positif dengan besaran yang sama yaitu sebesar 0,0028 persen, ceteris paribus. Hubungan negatif antara defisit fiskal dan tingkat suku bunga riil, berimplikasi pada dua hal yaitu terjadinya efek crowding-in investment dan tidak terganggunya neraca perdagangan, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sinkronisasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter negara-negara di kawasan ASEAN+3 semakin memperkuat dampak positif defisit fiskal terhadap pertumbuhan.

(9)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

NURINA PARAMITASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

NRP : H151104334 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. KepadaMu-lah segala sesuatu bergantung dan kepadaMu-lah segala sesuatu sepatutnya berserah diri. Sholawat serta salam akan selalu tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga,dan para sahabatnya yang sholih. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3”.

Rangkaian ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Ir. Nanan Sunandi, M.Sc, selaku Kepala BPS Provinsi Banten dan Din Komarudin

W, B.St, selaku Kepala BPS Kabupaten Serang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di IPB.

2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kesungguhan sampai terselesaikannya tesis ini.

3. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai penguji atas saran dan kritik yang berharga untuk penyempurnaan tulisan ini.

4. Bapak Ibundaku atas kasih sayang, doa, nasehat dan kesabarannya dalam mengajarkan arti kehidupan, walaupun anakmu ini sudah berumah tangga. 5. Suamiku tercinta, Achmad Jaelani, SH, M. Hum atas segala kasih sayang, doa,

semangat dan pengorbanan yang tulus. Dua bidadari kecilku, kakak Ayesha Salma Syahida dan adek Kensae Afwani Maulida yang membuat rasa letih itu sirna, memotivasi penulis untuk tetap semangat dalam menjalani hidup.

6. Rekan-rekan se-angkatan BPS Batch 3 atas sumbangan ide, pikiran serta saran dalam menyempurnakan penulisan tesis.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, 12 Juli 2012

(16)
(17)

Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Mulyadi, S.Pd, M.Pd dan Ibu Hj. Maryanti, S.Pd.

Penulis dibesarkan di Klaten, dan menyelesaikan pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah umum di kota tersebut. Pendidikan dasar penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri Tonggalan I dan lulus pada tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri II Klaten lulus pada tahun 1998, dan Sekolah Menengah Umum Negeri I Klaten diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan tinggi penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jurusan Statistik Ekonomi dan lulus pada tahun 2005, mendapatkan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST). Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan pasca sarjana penulis menjalani program alih jenjang Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dan meraih gelar Sarjana Ekonomi pada tahun yang sama.

(18)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 9

2.1 Peranan Pemerintah ... 9

2.2 Defisit Fiskal ... 10

2.3 Defisit perdagangan ... ... 13

2.4 Hubungan Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan ... 15

2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Keynesian ... 18

2.6 Hubungan Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi ... 20

2.6.1 Kelompok Keynessian ... 20

2.6.2 Kelompok Neoklasik ... 21

2.7 Hubungan Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 22

2.8 Hubungan PDB Negara Lain dan Defisit Perdagangan... 23

2.9 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi ... . 23

2.10 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi 25 2.11 Penelitian Terdahulu ... 26

2.11.1 Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan ... . 27

2.11.2 Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi ... 29

2.11.3 Defisit Perdagangann dan Pertumbuhan Ekonomi ... ... 30

2.12 Kerangka Pemikiran ... ... 31

(19)

3.2.1 Analisis Deskriptif ... 36

3.3.2 Analisis Data Panel ... 36

3.3 Spesifikasi Model ... 49

3.4 Definisi Variabel Operasional ... 51

3.6 Prosedur Analisis ... 52

IV. ANALISIS DESKRIPTIF ... 55

4.1 Kerjasama Regional Kawasan ASEAN+3 ... 55

4.2 Potensi Ekonomi Kawasan ASEAN+3 ... 57

4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Faktor-Faktor Pendukungnya ... 61

4.4 Keterkaitan Defisit Fiskal, Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 ... 71

V. ANALISIS PANEL DINAMIS ... 69

5.1 Uji Stasioneritas Data Panel ... 69

5.2 Hasil Estimasi ... 80

5.2.1 Dampak Defisit Fiskal terhadap Defisit Perdagangan Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 ... 84

5.2.2 Dampak Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara di Kawasan ASEAN+3 ... 89

5.3 Implikasi Kebijakan ... 92

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(20)

Tabel Halaman 1 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode

periode 2000-2010 (persen terhadap PDB) ... 4 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta sumbernya .. 36 3 Potensi ekonomi kawasan ASEAN+3 tahun 2010... 58 4 Kondisi fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1998 ... 63 5 Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan defisit perdagangan

di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010... 73 6 Uji kausalitas Granger antara defisit perdagangan dan pertumbuhan

ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010... 75 7 Uji kausalitas Granger antara defisit fiskal dan pertumbuhan

ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010... 77 8 Hasil panelunit root testuntuk masing-masing variabel ... 79 9 Perbandingan hasil estimasi koefisien ’Model Defisit Perdagangan’

dengan metode data penel statis, dinamis dan OLS ... . 81 10 Perbandingan hasil estimasi koefisien ’Model Pertumbuhan Ekonomi’

dengan metode data penel statis, dinamis dan OLS ... . 82 11 Hasil estimasi koefisien ’Model Defisit Perdagangan’

(21)
(22)

Gambar Halaman 1 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3

periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ... 1 2 Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3

tahun 2010 (persen terhadap PDB)... 3 3 Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara

di kawasan ASEAN+3 periode 2000-2010 (persen) ... 5 4 Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dengan

kurs mengambang ... 16 5 Empat kemungkinan tipe hubungantwin deficits... 18 6 Penurunan kurva permintaan agregat ... 25 7 Kerangka pemikiran ... 32 8 PDB riil negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993 dan 2010

(US$ miliar) ... 58 9 Pangsa PDB negara-negara ASEAN+3 terhadap total PDB kawasan

ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen) ……….. 59

10 Pendapatan riil per kapita negara-negara di kawasan ASEAN+3

tahun 1993-2010 (US$) ………... 59

11 Struktur perekonomian negara maju di kawasan ASEAN+3

menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB)... 60 12 Struktur perekonomian negara sedang berkembang di kawasan

ASEAN+3 menurut sektor tahun 2010 (persen terhadap PDB)……. 61 13 Pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3

periode 1993-2010 (persen) ……….……….. ... 62 14 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 1993,

1998 dan 2010 (persen terhadap PDB) ………. 64

15 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3

(23)

18 Suku bunga riil negara-negara di kawasan ASEAN+3

periode 1993-2010 (persen) ………. 63

19 Nilai tukar riil enam negara di kawasan ASEAN+3 periode

1993-2010 (terhadap US$) ……….. 68

20 Nilai tukar riil negara Indonesia dan Korea periode 1993-2010

(terhadap US$) ………. 68

21 Tingkat inflasi negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode

1993-2010 (persen) ………... 69

22 Keterbukaan perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3

periode 1993-2010 (persen terhadap PDB) ……….. 70 23 Plot diagram antara defisit fiskal dan defisit perdagangan

di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB)…. 71 24 Plot regresi antara defisit fiskal dan defisit perdagangan di

negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ………. 72 25 Plot regresi antara defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi

di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ………. 74 26 Plot regresi antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi

di negara-negara ASEAN+3 periode 1993-2010 ……… 76 27 Perkembangan tingkat tabungan dan investasi negara-negara

di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ……… 85

28 Plot regresi antara defisit fiskal dan suku bunga riil negara-negara

di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ……… 87

29 Plot regresi antara defisit fiskal dan investasi negara-negara

di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 ……… 91

30 Perkembangan suku bunga riil dan pertumbuhan PDB negara-negara

(24)

Lampiran Halaman 1 Ringkasan hasil penelitian sebelumnya tentang defisit fiskal, defisit

(25)

1.1 Latar Belakang

Isu defisit fiskal menjadi perdebatan yang menghangat kembali, khususnya di negara-negara ASEAN+3, sejak krisis ekonomi melanda kawasan ini pada tahun 1997/1998. Terdepresiasinya nilai mata uang yang membuat cicilan pokok dan bunga utang luar negeri membengkak, menurunnya pendapatan riil masyarakat akibat terjadinya inflasi yang mengharuskan pemerintah memberikan subsidi untuk membantu masyarakat miskin serta berkurangnya penerimaan negara dari

pajak akibat melemahnya sektor riil menjadi pemicu terjadinya defisit fiskal yang

cukup parah di negara-negara ASEAN+3 (World Bank, 2000).

Sumber :World Bank(2012)

Angka negatif menunjukkan defisit fiskal

Gambar 1 Keseimbangan fiskal negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen terhadap PDB).

Terlihat pada Gambar 1, seluruh negara-negara di kawasan ASEAN+3 mengalami pertumbuhan keseimbangan fiskal yang negatif rata-rata sebesar -127,81 persen pada tahun 1998. Kecuali Singapura yang mampu mempertahankan posisi surplus fiskalnya, ketujuh negara lainnya mengalami defisit fiskal yang cukup parah. Defisit fiskal terparah dialami oleh Jepang hingga mencapai 10,6 persen yang pada akhirnya menyebabkan resesi berkepanjangan di negara ini. Thailand yang menjadi sumber penyebab terjadinya krisis ekonomi menempati posisi kedua dengan defisit fiskal sebesar 7,1 persen. Sedangkan Singapura walaupun tidak mengalami defisit, tetapi krisis ini menyebabkan berkurangnya surplus fiskal sebesar 71 persen.

Pada dasarnya kebijakan fiskal ekspansif atau defisit fiskal dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak kelonggaran dana kepada masyarakat dalam rangka mendorong perekonomian. Namun, kebijakan ini seringkali menjadi

(26)

kurang efektif ketika tidak didukung oleh situasi atau kondisi yang tepat dan kebijakan lain yang konsisten, bahkan tidak mustahil kebijakan stimulus fiskal justru dapat menghambat laju perekonomian. Stimulus fiskal yang semestinya diharapkan dapat meningkatkan aggregate demand, namun bila tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang akomodatif serta telah mencapai nilai yang relatif besar dan terjadi dalam jangka panjang, justru dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif. Defisit fiskal akan menjadi penyebab timbulnya inflasi, defisit perdagangan, beban utang yang besar dan hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang rendah. Peranan kebijakan fiskal ekspansif menjadi ambigu dalam sebuah perekonomian (Abimanyu, 2003).

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan suatu negara dalam membiayai defisit fiskal. Pembiayaan defisit fiskal dengan utang merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dalam upaya mempertahankan kelangsungan fiskalnya. Selain dengan utang, pembiayaan defisit dapat ditempuh dengan cara menjual aset negara dan memperoleh bantuan atau grant. Utang pemerintah untuk menutup defisit tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dampak dari masing-masing utang tersebut akan berbeda efeknya pada kinerja makro ekonomi. Karena beban utang meliputi pembayaran atas bunga utang dan cicilan pokoknya, maka semakin besar utang justru akan semakin membebani anggaran fiskal yang pada akhirnya menghambat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Pengalaman negara-negara ASEAN+3 yang sebagian besar merupakan Negara Sedang Berkembang (NSB) ternyata hampir kesemuanya menggunakan utang sebagai komponen utama pembiayaan defisit. Peranan utang menjadi sangat penting pasca krisis ekonomi melanda kawasan ini dan berlanjut hingga saat ini dengan persentase yang lebih kecil. Seperti misalnya utang pemerintah Indonesia meningkat dengan sangat tajam dari US$55,3 miliar sebelum krisis menjadi US$134 miliar (83 persen dari PDB) di awal tahun 2000 dan pada tahun 2010 utang tersebut semakin berkurang yaitu hanya sebesar 27 persen dari PDB.

(27)

pada Gambar 2, rasio utang pemerintah terhadap PDB Jepang sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan yaitu sebesar 220,35 persen. IMF menyatakan bahwa sebenarnya kebijakan utang sangat relevan digunakan untuk mengatasi permasalahan fiskal khususnya di Negara Sedang Berkembang (NSB), selama masih berada pada level aman. Level utang yang aman bagi sebuah negara didefinisikan sebagai level utang yang tidak rentan (vulnerable) terhadap krisis, tidak mengancam pertumbuhan ekonomi, dan tidak mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).

Sumber :World Bank(2012)

Gambar 2 Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 2010 (persen terhadap PDB).

Kondisi defisit fiskal yang berkepanjangan disuatu negara akan berdampak pada beberapa variabel makro, salah satunya adalah terhadap neraca perdagangan. Mekanisme yang terjadi adalah ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskal ekspansioner dengan mengurangi tingkat pajak, maka pendapatan disposibel masyarakat akan meningkat, sehingga konsumsi pun akan ikut meningkat. Peningkatan konsumsi membuat permintaan uang oleh masyarakat bertambah, tingkat suku bunga meningkat dan mata uang negara yang bersangkutan mengalami apresiasi. Terapresiasinya suatu mata uang akan menyebabkan permintaan impor melambung melebihi ekspornya yang pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan atau biasa disebut dengan defisit perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 2005).

Neraca perdagangan menggambarkan kegiatan perdagangan barang dan jasa suatu negara dengan negara lain. Semakin besar volume transaksi perdagangan suatu negara, baik ekspor maupun impor, maka dapat dikatakan tingkat keterbukaan negara tersebut semakin tinggi. Dalam dekade terakhir tingkat keterbukaan ekonomi dan kinerja perdagangan di negara-negara ASEAN+3 terus mengalami peningkatan yang

26,71

Indonesia M alaysia Philipina Singapura Thailand China Jepang Korea

(28)

signifikan. Pangsa perdagangan terhadap PDB pada tahun 2008 telah mencapai rata-rata sebesar 142,09 persen (World Bank, 2010). Tingkat keterbukaan ekonomi yang tinggi, membuat neraca perdagangan di negara-negara ASEAN+3 menjadi variabel yang sangat penting untuk diperhatikan. Seperti terlihat pada Tabel 1 kondisi neraca perdagangan negara-negara ASEAN+3 mengalami fluktuasi yang cukup besar dari tahun ke tahun. Ketika terjadi guncangan terhadap neraca ini, sangat dimungkinkan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Tabel 1 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 2000-2010 (persen terhadap PDB)

Sumber :World Bank(2012)

Angka negatif menunjukkan defisit perdagangan.

Perekonomian dunia kembali mendapatkan guncangan ketika terjadi krisis keuangan global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008. Hanya dalam hitungan bulan, dampak krisis tersebut langsung dapat dirasakan oleh hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali negara-negara ASEAN+3. Kebijakan negara-negara maju berupa himbauan penggunaan produk-produk dalam negeri berdampak pada penurunan permintaan produk ekspor negara-negara yang menjadi mitra dagangnya, sehingga mengakibatkan terganggunya neraca perdagangan. Terlihat pada Gambar 3, pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa seluruh negara-negara ASEAN+3 mengalami penurunan yang cukup tajam pada tahun 2009. Diantara negara-negara ASEAN+3, Jepang mengalami penurunan pertumbuhan volume ekspor yang paling signifikan yaitu sebesar 33,10 persen. Hal ini disebabkan kemajuan perekonomian Jepang yang memang sebagian besar bertumpu pada kegiatan ekspor, khususnya produk mesin, terutama ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Negara Tahun

(29)

Sumber :World Bank(2012)

Gambar 3 Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara di kawasan ASEAN+3 periode 1993-2010 (persen).

1.2 Rumusan Masalah

Hubungan defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia. Terdapat sebuah persepsi yang menyatakan bahwa defisit fiskal yang terlalu besar dan dalam waktu yang relatif lama dapat memengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan kondisi makro ekonomi suatu negara seperti inflasi yang tinggi, defisit perdagangan, kewajiban utang yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang rendah (Abimanyu, 2003).

Beberapa penelitian mengenai pola hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan, yang lebih dikenal dengan istilah twin deficit menemukan hasil yang berbeda pada masing-masing negara. Secara teori terdapat empat kemungkinan pola hubungan kedua defisit tersebut. Pertama, pola hubungan yang menyatakan bahwa defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan, yang berarti mendukung twin deficit hypothesis (TDH). Pola hubungan yang kedua bahwa kedua defisit tersebut tidak berkaitan satu sama lain, saling terpisah atau lebih dikenal dengan istilah Ricardian equivalence hypothesis (REH). Pola hubungan ini biasanya ditunjukkan dengan koefisien regresi yang bertanda negatif. Pola hubungan ketiga arahnya berkebalikan dengan pola hubungan pertama, yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal, dapat dikatakan bahwa negara tersebut menganut trade targeting. Sedangkan pola hubungan terakhir menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah ataubi-directionalantara defisit fiskal dan defisit perdagangan.

Ketidakpastian pola hubungan kedua defisit tersebut bergantung pada kebijakan yang sedang dijalankan, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan

(30)

moneter serta kondisi perekonomian masing-masing negara. Langkah apa yang digunakan dalam pembiayaan defisit, rezim nilai tukar yang sedang dianut serta target inflasi yang ditetapkan adalah contoh beberapa kebijakan yang diterapkan oleh suatu negara. Ketika pola hubungan kedua defisit sudah dapat dipastikan, maka perumusan kebijakan yang tepat dapat dilakukan. Hal ini diperlukan karena kehadiran kedua defisit tersebut dalam perekonomian dianggap dapat mengganggu kestabilan kondisi perekonomian suatu negara dalam jangka panjang (Edwards, 2001).

Beberapa penelitian mengenai masalah ini diantaranya dilakukan oleh Corsetti dan Muller pada tahun 2005. Penelitian ini menguji hubungan antara kedua defisit dengan data triwulanan periode 1979:1-2005:3 pada empat negara maju yaitu Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris. Kesimpulan yang didapatkan, defisit fiskal pada tiga negara yaitu Kanada, Australia dan Inggris tidak menyebabkan defisit perdagangan. Sedangkan pola hubungan satu arah yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal terjadi di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan pemerintah Amerika Serikat menggunakan penerimaan fiskal mereka untuk menutupi defisit perdagangan atau disebut trade targeting. Sedangkan Baharumshah, Lau dan khlid mengadakan penelitian tentang fenomena twin deficitdi ASEAN-4 pada tahun 2006 dengan metode VAR. Didapatkan hasil bahwa pola hubungan antara kedua defisit berbeda di masing-masing negara. Di Thailand defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan, sementara di Indonesia defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal. Sedangkan hubungan dua arah atau bi-directional antara defisit fiskal dan defisit perdagangan terjadi di negara Malaysia dan Filipina.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatima, Ahmed dan Rehman (2011) mengenai dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan menemukan hasil bahwa defisit fiskal di negara ini menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan penelitian mengenai hubungan defisit perdagangan dan krisis mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dengan sampel 67 negara telah dilakukan oleh Abmann pada tahun 2008. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa kedua krisis, yaitu defisit perdagangan dan krisis mata uang, mempunyai efek yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

(31)

terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 mutlak diperlukan agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan menguji dampak kedua defisit sekaligus terhadap pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor pendukung lainnya. Kajian-kajian ilmiah tentang negara-negara ASEAN+3 diperlukan untuk menambah literatur yang ada sehingga dapat mendorong pencapaian stabilitas kawasan yang semakin kokoh dan integrasi ekonomi yang semakin kuat. Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3?

2. Bagaimana dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3?

3. Bagaimana dampak defisit fiskal dan defisit perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis keterkaitan antara defisit fiskal, defisit perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3;

2. Menganalisis dampak defisit fiskal terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3;

3. Menganalisis dampak defisit fiskal dan defisit perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan ASEAN+3.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memperoleh gambaran dan informasi yang lebih jelas mengenai dampak

(32)

2. Menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menanggulangi dampak dari defisit fiskal dan defisit perdagangan bagi perekonomian di masa yang akan datang.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup delapan negara di kawasan ASEAN+3 yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari tahun 1993-2010. Periode penelitian ini diambil untuk mengetahui dampak krisis ekonomi dan krisis keuangan global terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitian, dari kombinasi data tahunan (time series) di negara-negara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Mengacu pada hasil penelitian Achsani dan Siregar (2010), maka kedelapan negara tersebut diatas dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

(33)

2.1 Peranan Pemerintah

Pemerintah adalah satu institusi yang dapat melakukan beberapa hal lebih baik dari swasta atau individu. Pemerintah melalui kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi, fungsi stabilisasi dan fungsi distribusi. Fungsi alokasi berkaitan dengan cara pemerintah membelanjakan anggarannya secara efektif dan efisien ditinjau dari sudut sektoral maupun daerah. Fungsi stabilisasi berkaitan dengan penentuan arah pertumbuhan dalam mencapai kestabilan perekonomian nasional yang mengarah pada pemanfaatan sumberdaya secara penuh (full employment).

Sedangkan fungsi distribusi bertujuan untuk menghasilkan distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata antar golongan ekonomi dalam masyarakat, karena kekuatan dan mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah dapat mewujudkannya. Distribusi pendapatan yang relatif merata merupakan satu fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara umum. Tugas pemerintah adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih merata di antara kelompok-kelompok masyarakat. Analisis Keynes dalam The General Theory, mengemukakan bahwa pemerintah dapat menggunakan kekuatan perpajakan dan pengeluaran untuk meningkatkan pengeluaran agregat dalam resesi dan depresi. Pemerintah dapat memengaruhi perekonomian makro melalui dua saluran kebijakan: kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal merujuk kepada perilaku pemerintah di bidang pengeluaran dan perpajakan, dengan kata lain kebijakan anggarannya. Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:

a. kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atau barang dan jasa; b. kebijakan yang menyangkut perpajakan, dan

c. kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer (seperti kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, pembayaran kesejahteraan, dan tunjangan veteran) kepada rumah tangga.

(34)

mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal dalam hal penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengukur mobilisasi sumber dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Perpajakan mempunyai tujuan ganda, yaitu menyediakan dana untuk kepentingan umum dan memengaruhi tingkah laku ekonomi. Tingkat pajak dapat ditingkatkan untuk menurunkan permintaan apabila ekonomi sedang baik dan diturunkan kalau ingin meningkatkan permintaan pada waktu resesi. Berdasarkan sisi pengeluaran, dilihat penggunaan dari dana yang diperoleh, yang ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran dan tujuan negara.

Sumber-sumber penerimaan negara antara lain dari pajak, penerimaan bukan pajak serta bantuan/pinjaman dari luar negeri. Pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok besar yakni pengeluaran yang bersifat rutin seperti membayar gaji pegawai dan belanja barang serta pengeluaran yang bersifat pembangunan. Secara umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN (Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara).

2.2 Defisit Fiskal

Selisih antara penerimaan dan belanja pemerintah akan membentuk tabungan ataupun defisit yang tergantung besaran nilai selisihnya. Tabungan terbentuk apabila penerimaan pemerintah lebih besar daripada belanjanya. Jika belanja pemerintah lebih besar daripada penerimaannya maka negara tersebut akan mengalami defisit fiskal. Secara identitas, menurut Musgrave (1980) konsep surlus/defisit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

GB = [R + G] – [E + (L – Re)] ……….. (2.1) dimana :

GB =Government Balance,defisit jika (-) dan surplus jika (+); R =Revenue(penerimaan/pendapatan pemerintah);

G =Grant(hibah);

E =Expenditure(pengeluaran/belanja pemerintah); L =Lending(pemberian pinjaman/piutang);

(35)

Pembiayaan defisit fiskal dapat dilakukan melalui dua sumber, yaitu pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan non perbankan dalam negeri yang meliputi penerbitan obligasi pemerintah atau surat utang negara, privatisasi BUMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.

Efek yang ditimbulkan dari kedua sumber pembiayaan tersebut akan berbeda. Pertama, ketika defisit fiskal didanai melalui pinjaman yang bersumber dari sistem perbankan dalam negeri, maka sistem perbankan akan dipaksa untuk mengurangi pemberian kredit kepada sektor swasta sebagai akibat dari pemberian kredit kepada pemerintah. Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah “crowding out effect”. Kedua, pinjaman dalam negeri non-perbankan dengan cara mengeluarkan obligasi pemerintah atau surat utang negara (SUN) yang dijual kepada masyarakat atau dunia usaha di dalam negeri. Melalui metode pembiayaan ini, pemerintah dapat memperoleh dana pinjaman tanpa menimbulkan dampak peningkatan uang primer yang dapat menimbulkan inflasi. Tetapi seperti halnya dengan pinjaman dari sistem perbankan, metode pembiayaan yang demikian dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif(crowding out effect)terhadap dunia usaha, karena pemerintah akan berkompetisi dengan dunia usaha dalam mencari pembiayaan untuk investasi pada sumber yang sama. Pemerintah juga harus menawarkan tingkat bunga yang kompetitif agar masyarakat dan dunia usaha tertarik untuk membeli dan memegang obligasi yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini cenderung akan mendorong suku bunga pasar semakin meningkat. Untuk dapat memanfaatkan metode pembiayaan ini secara optimal, sebagai prasyarat, diperlukan faktor penunjang yaitu tersedianya pasar keuangan atau pasar obligasi yang memadai (Widodo, 2003).

(36)

pinjaman di luar negeri dan terdepresiasinya nilai tukar domestik akan mengakibatkan pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri dalam mata uang domestik akan semakin membengkak.

Menurut Barro (1989) ada beberapa sebab terjadinya defisit fiskal, yaitu : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya.

2. Pemerataan pendapatan masyarakat.

Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah tersebut dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju.

3. Melemahnya nilai tukar.

Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula.

4. Pengeluaran akibat krisis ekonomi.

(37)

menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin.

5. Realisasi yang menyimpang dari rencana.

Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan proyek lain. Jika hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.

6. Pengeluaran karena inflasi.

Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga barang berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggaran tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Akibatnya, negara terpaksa mengeluarkan dana dalam rangka menambah standar harga.

Dampak negatif yang ditimbulkan defisit fiskal terhadap kondisi makro ekonomi saling terkait satu dengan yang lain. Diantaranya adalah (1) tingkat bunga akan meningkat, (2) memburuknya neraca perdagangan akibat turunnya kinerja ekspor, (3) menimbulkan terjadinya inflasi, (4) berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya tingkat tabungan dan konsumsi, (5) pengangguran meningkat, dan (6) turunnya investasi yang disusul dengan rendahnya pertumbuhan.

2.3 Defisit Perdagangan

(38)

merupakan transaksi domestik suatu negara dengan negara lain atau sering disebut dengan istilah perdagangan internasional. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sementara menurut Teorema Heckser-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut.

Neraca perdagangan (trade balance)atau sering disingkat transaksi berjalan merupakan sebuah neraca khusus yang mencatat transaksi barang dan jasa internasional serta transfer unilateral bersih dari negara lain. Secara matematis, definisi CA adalah :

CA = EX – IM + Net ……….. (2.2) dimana:

CA = Current Account atau neraca perdagangan EX = Ekspor

IM = Impor

Net = Pendapatan dan transfer bersih dari luar negeri

Untuk menyederhanakan, pendapatan dan transfer dari luar negeri diasumsikan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap neraca perdagangan. Sehingga persamaan diatas dapat ditulis ulang menjadi:

(39)

2.4 Hubungan Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan

Hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan dapat dijelaskan secara lengkap melalui persamaan pendapatan nasional pada perekonomian terbuka. Persamaan tersebut dapat dituliskan :

Y = C + I + G + X – M ……… (2.4) dimana Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi swasta, I adalah investasi swasta, G adalah pengeluaran pemerintah, X adalah ekspor barang dan jasa serta M adalah impor barang dan jasa. Pada sisi lain tabungan swasta merupakan bagian dari pendapatan disposibel yang tidak digunakan untuk membiayai konsumsi.

S = Y – T – C ……….. (2.5) dimana T adalah tingkat pajak. Dengan pengaturan ulang kedua persamaan diatas, didapatkan persamaaan :

Y – T – C = I + G – T + X – M ……….. (2.6) S = I + G – T + X – M ………....………... (2.7) (X – M) = (S – I) + (T – G) ………....………. (2.8) Persamaan diatas menunjukkan neraca perdagangan berhubungan dengan keseimbangan fiskal melalui perbedaan tabungan dan investasi swasta. Ketika pemerintah mengalami defisit fiskal (T–G < 0), dengan asumsi gap antara tabungan dan investasi swasta tetap, maka akan menghasilkan defisit perdagangan (X–M < 0). Tetapi ketika defisit fiskal dapat dibiayai dengan surplus sektor swasta, dengan tingkat tabungan lebih besar dari investasi, maka hal ini tidak akan menimbulkan defisit perdagangan (Afonso dan Rault, 2008). Sementara surplus transaksi berjalan terjadi ketika tabungan nasional lebih besar dari investasinya. Ketika terjadi defisit fiskal yang mengurangi tabungan nasional, maka akan mengurangi investasi atau mengurangi ekspor neto ataupun mengurangi keduanya. Terdapat empat kemungkinan pola hubungantwin deficits, yaitu : 1. Tidak terdapat hubungan antara defisit fiskal dan defisit perdagangan.

(40)

Aliran modal keluar net t o, CF

Ekspor net o, NX Kurs, e

NX (e) LM

1

3 2

5

6 4 r

sekarang untuk membayar peningkatan pajak di masa depan. Penurunan tabungan pemerintah akan di offside dengan peningkatan tabungan swasta, sehingga tabungan nasional tidak akan mengalami perubahan. Kehadiran defisit fiskal tidak akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan ketika negara tersebut mempunyai tingkat tabungan yang tinggi (Barro, 1989).

2. Defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan.

Dengan asumsi gap tabungan dan investasi tetap, maka defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan. Pandangan ini lebih dikenal dengan Keynessian Proposition. Defisit fiskal akan meningkatkan penyerapan domestik, sehingga akan memperluas impor dan memperburuk defisit perdagangan. Jadi defisit fiskal akan menyebabkan peningkatan pengeluaran domestik terhadap barang luar negeri, akan menekan ekspor ke bawah dan meningkatkan impor. Pandangan ini disebut denganTwin Deficit Hypothesis.

Hal ini juga dapat dijelaskan menggunakan analisis Mundell-Fleming framework, pada rezim nilai tukar mengambang dengan asumsi perekonomian terbuka kecil dan mobilitas modal sempurna. Defisit fiskal akibat peningkatan pengeluaran pemerintah atau penurunan tingkat pajak, akan mendorong ke atas tingkat suku bunga, seperti yang terlihat pada Gambar 4.

(a) Model IS-LM (b) Aliran Modal Keluar Neto

(c) Pasar Valuta Asing

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 4 Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dan kurs mengambang. Out put , Y

r

(41)

Peningkatan tingkat suku bunga tersebut menyebabkan terjadinya arus modal masuk (capital inflows) dan membuat nilai tukar terapresiasi, dan berdampak pada penurunan daya saing produk domestik di pasar internasional, impor akan lebih besar daripada ekspor menyebabkan terjadinya defisit perdagangan. Di bawah rezim nilai tukar tetap, defisit fiskal akan menghasilkan pendapatan riil yang lebih tinggi dan akan memperburuk kondisi keseimbangan neraca perdagangan. Pada intinya, kehadiran defisit fiskal akan menyebabkan defisit perdagangan baik dibawah rezim nilai tukar tetap maupun mengambang dengan mekanisme yang berbeda (Bose dan Jha, 2011).

Selain itu, twin deficit hypothesis juga akan terjadi ketika institusi fiskal yaitu pemerintah di masing-masing negara kurang tanggap dalam merespon setiap surplus atau defisit fiskal yang terjadi. Kebijakan fiskal yang tidak responsif akan menyebabkan defisit fiskal memengaruhi tingkat suku bunga dan akan berdampak pada nilai tukar. Perubahan nilai tukar inilah yang rentan menyebabkan defisit perdagangan (Artana,et.al, 2003).

3. Defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal.

Terjadi ketika defisit perdagangan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi dibiayai dengan peningkatan pengeluaran pemerintah sehingga menyebabkan defisit fiskal. Sering disebut dengan “trade targeting”. Kasus ini terutama terjadi pada perekonomian suatu negara yang sangat bergantung pada aliran modal asing (foreign direct investment) dan posisi anggarannya dipengaruhi oleh akumulasi hutang yang tinggi. Atau hal ini dialami oleh negara dengan tingkat keterbukaan yang besar atau tengah melakukan ekspansi pasar sehingga pemerintah negara yang bersangkutan merasa bahwa neraca perdagangan sangat penting dan diperlukan suntikan dana yang besar dari pemerintah untuk menutupi defisit perdagangan yang dialami negara tersebut (Chang dan Hsu, 2009).

4. Hubungan kausalitas dua arah (bi-directional) antara defisit fiskal dan defisit perdagangan.

(42)

Sumber : Chang dan Hsu (2009)

Gambar 5 Empat kemungkinan tipe hubungantwin deficits. 2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Keynesian

Peran investasi yang merupakan komponen pengeluran pemerintah yang bersifat pembangunan dapat dipisahkan atas perannya sebagai komponen pengeluaran agregat dan perannya dalam proses produksi. Investasi merupakan bagian dari komponen pengeluaran agregat, sedangkan stok kapital fisik merupakan bagian dari faktor produksi dalam fungsi produksi sektoral atau agregat. Berdasarkan katagori tersebut, penjelasan teoritis mengenai peran investasi akan dilihat dari sisi permintaan dalam sebuah model makroekonomi dan sisi penawaran yang direpresentasikan oleh model pertumbuhan ekonomi. Pada bagian ini akan diuraikan teori sisi permintaan yaitu model ekonomi makro Keynesian.

Model ekonomi makro Keynesian merupakan teori yang menjelaskan fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek dengan menfokuskan perhatiannya pada sisi pengeluaran agregat. Identitas Produk Nasional Bruto (PNB) standar Keynesian, dapat diilustrasikan sebagai berikut:

C + I + G + (X-M) = PNB = C + S + T + Rf ……… (2.9)

Keterangan:

C : total pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap barang dan jasa I : investasi

G : pengeluaran pemerintah

(X – M): ekspor bersih barang dan jasa S : tabungan swasta bruto

T : penerimaan pajak bersih

(43)

Identitas di atas menunjukkan bahwa kondisi ekuilibrium dicapai ketika total pengeluaran agregat sama dengan total pendapatan agregat dan keduanya sama dengan total nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu perekonomian. Pada posisi keseimbangan, nilai ekspor bersih sama dengan total pembayaran ke luar negeri, sehingga kedua komponen ini dapat dikeluarkan untuk penyederhanaan identitas pendapatan nasional, sebagai berikut:

C + I + G = PNB = C + S + T……… (2.10) Seluruh komponen pengeluaran dan pendapatan agregat apabila dideflasikan terhadap tingkat harga umum yang berlaku, diperoleh identitas pendapatan nasional dalam nilai riil sebagai berikut:

c + i + g = y = c + s + t……… (2.11) Keterangan:

t = t’y; t‘ > 0

c = c’yd; c’ > 0

s = s’yd; s’ > 0

i i

=

;

g g

=

; yd= y – ty;

Pada persamaan penerimaan pajak (t), total pengeluaran konsumsi (c) dan total tabungan (s) semuanya merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, dengan kecenderungan tambahan pajak (t’) atau marginal propensity to tax (MPT), kecenderungan tambahan konsumsi (c’) atau marginal propensity to consume (MPC) dan kecenderungan tambahan tabungan (s’) atau marginal propensity to save(MPS) positif tetapi lebih kecil dari satu. Pada persamaan investasi swasta (i) dan pengeluaran pemerintah (g) diasumsikan sebagai peubah eksogen.

Seluruh komponen pengeluaran agregat apabila disubstitusikan ke sisi pengeluaran pada persamaan asal akan diperoleh pengeluaran agregat riil sebagai berikut:

g i ty y c

(44)

Derivasi total pendapatan nasional, y, terhadap komponen-komponenc, t, g dani pada persamaan diatas dan menyusunnya kembali akan menghasilkan efek pengganda (multiplier) pendapatan dari perubahan peubah eksogen investasi swasta dan pengeluaran pemerintah sebagai berikut:

) (

) 1 ( 1

1

g d i d t c

dy +

− −

= ... (2.13)

Pada persamaan diatas, setiap perubahan peubah eksogen investasi swasta dan pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan perubahan pendapatan nasional sebesar hasil kali angka pengganda dengan kenaikan komponen pengeluaran tersebut. Besarnya dampak kenaikan investasi dan pengeluaran pemerintah tergantung pada MPC dan MPT. Semakin besar MPC dan semakin kecil MPT maka semakin besar dampak perubahan investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional.

2.6 Hubungan Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi

Ada dua kelompok besar yang berbeda pendapat mengenai dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua kelompok tersebut adalah kaum Keynesian dan Neoklasik.

2.6.1 Kelompok Keynesian

(45)

peningkatan pendapatan nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian melalui efek multiplier Keynesian. Karena defisit anggaran meningkatkan konsumsi dan tingkat pendapatan sekaligus, tingkat tabungan dan akumulasi kapital juga akan meningkat. Menurut kaum Keynesian secara keseluruhan, defisit fiskal dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian.

2.6.2 Kelompok Neoklasik

Kelompok Neoklasik mengkritisi pendapat dari kelompok Keynesian dengan melakukan perluasan lebih lanjut pada model Keynes, melihat dampak defisit fiskal dalam jangka panjang. Kelompok ini berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran dengan pemotongan pajak akan meningkatkan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan investasi swasta menurun, sehingga kaum Neoklasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi kesempatan kerja penuh, defisit anggaran yang permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur ( crowding-out). Sehinggan besaran pengganda pada model Keynes akan berkurang karena adanya crowding out. Secara umum kaum Neoklasik berpendapat bahwa defisit anggaran akan merugikan perekonomian dengan mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi.

Menurut Abimanyu (2003) besaran turunnya dampak pengganda akan tergantung pada hal-hal berikut:

1. Sensitivitas investasi terhadap tingkat bunga, naiknya sensitivitas investasi terhadap tingkat bunga akan menurunkan koefisien pengganda. Namun demikian, apabila investasi merupakan fungsi positif dari pendapatan, maka angka pengganda tidak terlalu berpengaruh.

(46)

semakin menekan besarnya dampak pengganda, sebaliknya dengan kenaikan pendapatan.

3. Tingkat keterbukaan ekonomi dan sistem nilai tukar yang digunakan. Keterbukaan ekonomi menimbulkan peluang substitusi permintaan, dari domestik menjadi impor, sehingga memperkecil dampak kebijakan fiskal yang diharapkan. Terkait dengan sistem nilai tukar, sistem nilai tukar fleksibel yang digunakan dapat meningkatkan crowding out, sehingga menurunkan efektivitas stimulus fiskal.

4. Flesibelitas harga berpengaruh secara negatif terhadap besarnya pengganda. 5. Rational expectation, apabila kebijakan stimulus fiskal ditempuh secara

permanen, maka hal tersebut akan menimbulkan harapan naiknya tingkat bunga dan menguatnya nilai tukar. Sehingga stimulus fiskal menjadi kurang efektif, karena mempunyaicrowding outyang cukup besar.

2.7 Hubungan Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan nasional dalam sebuah perekonomian terbuka merupakan penjumlahan belanja domestik dan pengeluaran pihak luar negeri atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi domestik, dapat dituliskan : Y = C + I + G + EX – IM ……… (2.14) Persamaan diatas menunjukkan salah satu alasan mengapa transaksi berjalan penting bagi perekonomian suatu negara. Karena sisi kanan persamaan merupakan pengeluaran total atas output domestik, maka perubahan-perubahan dalam transaksi berjalan dapat merubah output atau merubah pendapatan nasional.

(47)

2.8 Hubungan PDB Negara Lain dan Defisit perdagangan

Dengan mengasumsikan bahwa impor suatu negara adalah konstan, maka variabel yang menentukan kondisi neraca perdagangan hanyalah ekspor. Ekspor merupakan bagian dari permintaan luar negeri atas barang dan jasa yang diproduksi domestik. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu variabel yang memengaruhi ekspor adalah pendapatan atau output negara lain, terutama negara yang menjadi tujuan utama ekspor negara tersebut. Semakin besar pendapatan negara tujuan ekspor maka permintaan atas barang dan jasa domestik akan meningkat. Ketika terjadi peningkatan ekspor, hal ini berarti bahwa neraca perdagangan akan mengalami surplus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan atau output negara lain akan memberikan dampak positif terhadap neraca perdagangan, atau pendapatan negara lain akan mengurangi defisit perdagangan. Selain pendapatan negara lain, variabel yang memengaruhi ekspor adalah nilai tukar riil. Yaitu perbandingan harga barang domestik dengan harga barang di negara lain. Semakin rendah nilai tukar riil, atau mata uang domestik terdepresiasi, maka semakin murah harga barang domestik sementara harga barang negara lain semakin mahal, sehingga akan terjadi peningkatan ekspor (Blanchard, 2005). Persamaan fungsi ekspor dapat dituliskan:

EX = EX ( Y*, ) ……… (2.15) ( + , - )

dimana EX adalah ekspor, Y* adalah output atau pendapatan negara lain dan adalah nilai tukar riil.

2.9 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan melalui kurva permintaan agregat. Kurva ini diturunkan dari kondisi keseimbangan pasar barang dan pasar uang. Keseimbangan pasar barang (kurva IS):

Y = C(Y-T) + I(Y,i) + G ………. (2.16) Keseimbangan ini menunjukkan bahwa total output akan sama dengan total permintaan barang yaitu jumlah dari konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah.

Keseimbangan pasar uang (kurva LM):

(48)

Keseimbangan pasar uang menunjukkan bahwa penawaran uang akan sama dengan permintaan uang. Pada sisi kiri persamaan kurva LM adalah real money stock, M/P. Perubahan real money stock dapat disebabkan oleh perubahan uang nominal, M, yang dilakukan oleh bank sentral dan juga dapat disebabkan karena perubahan tingkat harga P. Kenaikan tingkat harga sebesar 10 persen akan sama dampaknya terhadap real money stock dengan penurunan uang nominal sebesar 10 persen. Menggunakan relasi kurva IS dan LM, kita dapatkan hubungan antara tingkat harga dan tingkat output dari keseimbangan pasar barang dan pasar uang. Kurva IS downward sloping, peningkatan suku bunga akan menyebabkan pengurangan output. Sementara kurva LM upward sloping, dengan nilai real money stock yang telah ditentukan, peningkatan output akan meningkatkan permintaan uang dan suku bunga akan naik untuk menjaga jumlah permintaan uang sama dengan penawaran uang. Sehingga keseimbangan awal kedua pasar adalah dititik A.

(49)

Sumber: Blanchard (2005)

Gambar 6 Penurunan kurva permintaan agregat.

2.10 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi Perdagangan antar negara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.

(50)

melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.

Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif.

Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor-proportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut.

Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore, 1997).

2.11 Penelitian Terdahulu

(51)

ketidakseimbangan neraca perdagangan di Amerika Serikat dan Jepang yang sangat besar. Sementara defisit perdagangan Amerika Serikat mencapai titik terendah, di lain pihak surplus transaksi berjalan Jepang mencapai titik puncaknya. Yang menjadi masalah adalah karena surplus ekspor Jepang sebagian besar bersumber dari pasar Amerika Serikat, sehingga Jepang menjadi sasaran utama kemarahan penduduk Amerika Serikat.

Beberapa pembuat kebijakan internasional menuding ketidakseimbangan transaksi berjalan tersebut sebagai penyebab utama meningkatnya defisit anggaran pemerintah di Amerika Serikat dan mengurangi defisit anggaran pemerintah Jepang. Dari hasil kajian teori berdasarkan data-data yang tersedia, tanpa dilakukan pengujian empiris, disimpulkan bahwa di Amerika Serikat defisit fiskal bukan merupakan penyebab terjadinya defisit perdagangan, tetapi karena ada faktor lain yaitu lonjakan investasi domestik akibat pemberlakuan keputusan pemotongan pajak yang memberikan banyak insentif investasi. Sedangkan untuk kasus negara Jepang didapatkan kesimpulan bahwa perubahan-perubahan dalam defisit anggaran pemerintah Jepang merupakan faktor penting yang sangat memengaruhi posisi transaksi berjalannya (Krugman dan Obstfeld, 2005).

Perbedaan hubungan defisit fiskal dan defisit perdagangan di kedua negara inilah yang menjadi awal kemunculan penelitian-penelitian berikutnya. Penelitian yang akan dilakukan ini tidak hanya menguji secara empiris hubungan kedua defisit pada masing-masing negara ASEAN+3, tetapi melakukan pengujian lebih lanjut tentang dampak yang ditimbulkan oleh kedua defisit terhadap pertumbuhan ekonomi, secara ringkas kajian penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk lebih memperjelas, tinjauan penelitian terdahulu dibagi menjadi tiga bagian:

2.11.1 Defisit Fiskal dan Defisit Perdagangan

(52)

yang terjadi adalah defisit fiskal memengaruhi defisit perdagangan, sedangkan di Indonesia arah hubungan adalah sebaliknya Indonesia menganut trade targeting. Sementara di Malaysia dan Filipina kedua defisit mempunyai hubungan kausalitas dua arah atau saling menyebabkan satu sama lain.

Ardiyanto (2006) melakukan penelitian mengenai hubungan defisit perdagangan dan defisit fiskal di Indonesia. Hasil analisis dengan metode VAR selama periode 1981-2004 menunjukkan bahwa suku bunga signifikan memengaruhi kedua defisit. Di Indonesia terdapat hubungan satu arah antara kedua defisit yaitu defisit perdagangan menyebabkan defisit fiskal, sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah, Lau dan Khalid pada tahun 2006.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Bartolini dan Lahiri (2006) dengan menggunakan metode data panel Fixed Effect Model (FEM)pada negara-negara OECD tahun 1972-2003. Variabel yang digunakan adalah defisit fiskal, defisit perdagangan, konsumsi, tabungan, pertumbuhan penduduk dan hutang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan defisit fiskal yang terjadi pada negara-negara OECD akan meningkatkan tingkat konsumsi dan mengurangi tabungan nasional. Selanjutnya peningkatan defisit fiskal sebesar 1 persen akan menyebabkan defisit perdagangan di negara yang bersangkutan meningkat sebesar 0,6 persen.

(53)

memberikan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kedua defisit. Kenaikan defisit fiskal 1 persen akan meningkatkan defisit perdagangan sebesar 0,2-0,3 persen.

2.11.2 Defisit Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi

Fatima, Ahmed dan Rehman (2011) melakukan penelitian tentang dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Pakistan dengan menggunakan data tahunan 1980-2009. Metode yang digunakan adalah persamaan simultan dan 2 Stage Least Square (SLS) dengan beberapa variabel penelitian yaitu pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor, impor, defisit fiskal, suku bunga, tingkat inflasi dan pertumbuhan populasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa defisit fiskal menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah di negara Pakistan. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Adam dan Bevan pada tahun 2002 menggunakan metode data panel pada 45 Negara Sedang Berkembang (NSB). Variabel yang diteliti meliputi beberapa karakteristik pertumbuhan ekonomi seperti pertumbuhan pendapatan per kapita, pertumbuhan populasi, rasio investasi terhadap PDB dan beberapa karakteristik variabel fiskal seperti penerimaan pajak dan bukan pajak, bunga utang, utang neto, defisit fiskal, seigniorage. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang non linier antara defisit fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan akan meng off-side defisit fiskal dan dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan bergantung pada cara pembiayaan defisitnya, apakah dengan utang atau denganseigniorage.

(54)

Gupta et.al (2005) dalam studinya yang berjudul “Fiscal Policy, Expenditure Composition and Growth in Low Income Countries” dengan metode analisis Sys-GMM periode 1990-2000 mendapatkan hasil yang konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara penyesuaian fiskal dengan tingkat pertumbuhan per kapita. Penurunan 1 persen rasio defisit fiskal terhadap PDB akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi per kapita sebesar 0.5 persen.

2.11.3 Defisit Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Abmann pada tahun 2008 mengenai dampak defisit perdagangan dan krisis mata uang di negara-negara OECD memberikan hasil bahwa kedua variabel yaitu defisit perdagangan dan krisis mata uang mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu Tolo (2011) yang melakukan studi tentang “The Determinants of Economic Growth in the Philippines: a New Look” membandingkan kondisi perekonomian Filipina dengan 23 negaraemerging marketsternyata memperoleh kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode panel GMM dan data tahunan dari tahun 1980-2009, beberapa variabel independen yang diteliti terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik di Filipina maupun di 23 negara lainnya. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah investasi, pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, pertumbuhan populasi, trade openness, defisit fiskal, defisit perdagangan, ketidakpastian politik, serta frekuensi krisis. Secara khusus defisit fiskal dan defisit perdagangan mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut.

(55)

kaya/industrialis justru akan mengurangi defisit perdagangan, karena bertambahnya permintaan produk ekspor dari negara kaya tersebut.

Hal yang serupa juga dilakukan oleh Aristovnik (2006) dengan melakukan pengujian pada negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet tentang hubungan antara defisit perdagangan dan pertumbuhan output domestik. Hasil yang didapat sejalan dengan penelitian sebelumnya, yaitu bahwa defisit perdagangan akan meningkat jika output domestik dan pengeluaran pemerintah meningkat melebihi batas kewajarannya. Bussiere, Fratzscher dan Muller (2004) dalam penelitiannya yang berjudul“Current Account Dynamic in OECD and EU Acceding Countries – an Intertemporal Approach” dengan metode panel GMM juga menyatakan bahwa negara-negara dengan pendapatan riil per kapita dan rasio investasi terhadap PDB yang tinggi justru akan meningkatkan defisit perdagangan.

2.12 Kerangka Pemikiran

Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 7. Bermula dari dampak kebijakan fiskal ekspansif terhadap perekonomian yang ambigu. Disatu sisi peningkatan pengeluaran pemerintah akan mendorong agregat demand mengalami peningkatan dan akan meningkatkan output. Sementara disisi lain ketika pengeluaran pemerintah meningkat secara drastis dalam waktu yang relatif lama tanpa disertai peningkatan penerimaan pajak justru akan menghambat perekonomian (Abimanyu, 2003).

Perdebatan ini semakin menarik, setelah krisis ekonomi 1997 melanda kawasan Asia. Ketika penanggulangan krisis memerlukan biaya yang sangat tinggi sementara penerimaan negara mulai berkurang, itulah yang menjadi sumber permasalahan. Kondisi keseimbangan fiskal terganggu dan menyebabkan terjadinya defisit fiskal yang cukup parah, khususnya di negara-negara ASEAN+3.

(56)

variabel tambahan yaitu PDB negara lain, suku bunga dan nilai tukar yang kesemuanya dalam nilai riil.

Kondisi pasca krisis ekonomi Gambar 7 Kerangka Pemikiran.

Pengujian dengan model kedua untuk melihat dampak kedua defisit tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika benar bahwa defisit fiskal menyebabkan defisit perdagangan (twin deficit hypothesis), maka dampak negatifnya akan jauh

Ambiguitas Kebijakan Fiskal Ekspansif Menstimulasi

Perekonomian

Menghambat Perekonomian

Keseimbangan Fiskal Terganggu

G>T

Defisit Fiskal

Pertumbuhan

Ekonomi Defisit

perdagangan Defisit perdagangan Tahun Sebelumnya

Pertumbuhan Ekonomi Tahun Sebelumnya

PDB Negara Lain

Suku Bunga

Inflasi

Utang Pemerintah

DummyKrisis

Implikasi Kebijakan

Nilai Tukar

(57)

lebih besar. Hal ini berarti sumber-sumber pendanaan negara baik dari sisi fiskal maupun sisi perdagangan internasional sudah tidak lagi mampu mencukupi pembiayaan pembangunan, yang mengindikasikan terganggunya kestabilan perekonomian di negara yang bersangkutan. Dengan penambahan beberapa variabel pendukung yaitu inflasi, rasio utang terhadap PDB dan dummy krisis, dilakukan pengujian dampak kedua defisit terhadap pertumbuhan ekonomi yang di proksi dengan PDB riil pada masing-masing negara. Setelah dilakukan pengujian, diharapkan penyusunan kebijakan akan lebih tepat, efektif dan efisien untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan kedua defisit tersebut terhadap perekonomian suatu negara.

2.13 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Defisit fiskal berpengaruh positif terhadap defisit perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN +3.

(58)

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari World Bank (World Development Indicators, WDI), International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB) dan sumber-sumber lainnya. Untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan serta sumber, penulis menggunakan literatur yang ada di beberapa perpustakaan. Jurnal-jurnal serta beberapa buku pedoman juga digunakan untuk menambah wawasan mengenai permasalahan yang sedang diteliti.

Data yang dikumpulkan merupakan data panel yaitu gabungan antara data time seriesyang merupakan data tahunan dari periode 1993 sampai 2010 dan data cross section negara-negara ASEAN+3 meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, Jepang dan Korea Selatan. Penggunaan data tahunan mempunyai keuntungan antara lain: (1) informasi tentang variasi dalam periode digunakan dalam estimasi; (2) stabilitas parameter estimasi dari waktu ke waktu dapat diuji; (3) struktur dinamis dari masalah dapat dianalisis dengan menggunakan variabel lag. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta sumbernya

No. Variabel Keterangan Sumber

1. PDB Riil (GDP) International $ (PPP 2005=100) World Bank

2. Defisit Fiskal (FD) Persentase (T-G) terhadap PDB World Bank

3. Defisit perdagangan (TD) Persentase (X-M) terhadap PDB World Bank

4. PDB riil negara lain (GDP*)

International $ (PPP 2005=100) World Bank

4. Suku Bunga Riil (RIR) Persen IMF

5. Nilai Tukar Riil (RER) Terhadap US$ IMF

6. Indeks Harga Konsumen (CPI)

Tahun dasar 2005, 2005=100 IMF

7. Keterbukaan Perdagangan (TO)

Gambar

Gambar 2 Utang pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3 tahun 2010(persen terhadap PDB).Indonesia (2012)MalaysiaPhilipinaSingapuraThailandChinaJepangKoreaMekanisme yang terjadi adalah ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskalekspansionerdengan mengur
Tabel 1 Neraca perdagangan negara-negara di kawasan ASEAN+3
Gambar 3 Pertumbuhan volume ekspor barang dan jasa negara-negara di kawasan
Gambar 4 Ekspansi fiskal dalam perekonomian terbuka dan kurs mengambang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendidik kesehatan di FK Unud selalu memperhatikan kesehatannya dengan melakukan pola hidup sehat namun masih ada pendidik kesehatan yang tidak melakukan pemeriksaan

Tabel 28 Hasil Tabulasi Silang Rasio Student Enrollment Tertiary dengan Tipe Opini Audit 43 Tabel 29 Hasil Uji Pengaruh Budaya terhadap Praktik Akuntansi Perusahaan Multinasional

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah diuraikan, terjawab bahwa hasil dari analisis secara parsial menunjukan bahwa variabel Reability (X1), variabel Responsiveness

Hal ini tentunya mendukung sebuah upaya dimana guru dapat mengembangkan penelitian tindakan kelas sekaligus untuk melaksanakan lesson study sebagai upaya

8 | Husein Tampomas, Soal dan Solusi Try Out Matematika SMA IPS Dinas Kabupaten Bogor,

Alokasi Dana Desa yang selanjutnya disingkat ADD adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk Desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan indeks pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 0,57 persen, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan

Oleh karena itu SDIT al-badr menjadikan akhlakul karimah sebagai tujuan utama pendidikan lembaga pendidikan ini; (2) Adapun cara yang ditempuh dalam mewujudkan